28
ANALISIS DATA
3.1 Analisis Hubungan Antara Shinto dan Tango no Sekku
Sekku pada mulanya berarti akhir dari sebuah musim, sehingga menjadi suatu liburan untuk menandakan pergantian musim. Di Jepang sebelumnya ada banyak sekku, tetapi hanya lima yang tersisa dan dianggap penting, yaitu 7 Januari ( Jinjitsu no Sekku), 3 Maret ( Jōshi no Sekku / Hinamatsuri / Momo no Sekku ), 5 Mei ( Tango no Sekku Shōbu no Sekku / Kodomo no Hi ), 7 Juli ( Tanabata ), dan 9 September ( Chōyō no Sekku / Kiku no Sekku ). Nama liburan ini berasal dari kalender Cina. Tanggal 5 Mei dianggap sebagai awal musim panas. Jadi Tango no Sekku jatuh pada hari tersebut. ( The meaning of Sekku, http://www.city.hitachi.ibaraki.jp ).
Sekku pertama setelah seorang bayi dilahirkan disebut hatsu sekku. 5 Mei adalah hari untuk bayi laki-laki dan secara resmi disebut Tango no Sekku. Kebiasaan sekku diperkenalkan di Jepang bersamaan dengan unsur kebudayaan Cina yang lain selama periode Nara (710-794), dan lima sekku mulai dirayakan di istana kerajaan. Mereka merayakannya dengan menghias istana dengan bunga iris sebagai jimat keberuntungan, dan menyajikan mugwort (semacam tanaman obat) untuk keluarga kerajaan dan anggotanya. Mereka juga mengadakan upacara untuk mengusir setan yang dianggap membawa kesialan. Liburan ini dirayakan dengan antusias selama periode Nara dan Heian (794-1192).
Menurut analisis penulis, sekku pertama setelah seorang bayi dilahirkan atau biasa disebut hatsu sekku adalah kebiasaan yang berhubungan dengan kepercayaan Shinto. Dimana salah satu penegasan atau penguatan di dalam Shinto, yaitu Tradisi dan
Keluarga selalu berhubungan dengan kelahiran dan pernikahan. Dalam hal ini yang berhubungan dengan kepercayaan Shinto adalah hatsu sekku atau kelahiran. Selain itu, jimat keberuntungan atau yang disebut dengan mamori adalah salah satu dari benda yang dianggap suci dalam upacara keramat Shinto. Dalam hal ini, jimat keberuntungan yang dimaksud adalah Bunga Iris yang digunakan untuk menghias istana saat perayaan festival Tango no Sekku pada zaman Nara dan Heian.
Tango no Sekku adalah festival tahunan di Jepang yang dirayakan setiap
tanggal 5 Mei yang juga merupakan hari libur nasional. Liburan ini diberlakukan pada tahun 1948 sebagai perayaan kebahagiaan anak-anak, yang juga mengekspresikan rasa terima kasih untuk para ibu.
Menurut analisis penulis, festival Tango no Sekku atau yang biasa disebut dengan hari anak-anak ( 子供の日 ) adalah sebuah festival di Jepang untuk merayakan harapan dan ambisi dari seluruh keluarga di Jepang kepada anak laki - laki mereka. Orang Jepang menganggap bahwa anak laki- laki merupakan generasi penerus yang nantinya akan membawa nama marga keluarganya, sehingga mereka berdoa kepada para dewa pada saat festival Tango no Sekku berlangsung agar diberi kesehatan dan kesuksesan bagi anak laki-laki mereka. Perayaan festival ini juga dilengkapi dengan gambar dan simbol-simbol yang jantan di alam, dan dimaksudkan untuk memastikan keajaiban bahwa anak laki - laki di dalam keluarganya tumbuh dan berkembang untuk menjadi tegar , bijaksana dan dipenuhi semangat bertempur (pantang menyerah).
Pada saat perayaan Tango no Sekku berlangsung, anak laki – laki mengenakan pakaian tradisional Jepang, yakni hakama.
gambar anak laki-laki yang mengenakan hakama
Menjelang festival Tango no Sekku, masyarakat Jepang biasanya mengibarkan bendera koinobori di tiang depan rumah atau di pagar apartemennya. Koi artinya ikan gurame, sedangkan nobori artinya naik. Menurut dongeng Tiongkok, ikan gurame yang bisa naik air terjun di sungai besar Huang Ho (Sungai Kuning) bisa menjadi naga. ( History of Koinobori, http://www.urban.ne.jp/home/higa/english/cul/carp/carp.html ).
Menurut analisis penulis, mengibarkan bendera koinobori tersebut adalah sebagai simbol agar anak laki-lakinya bisa tumbuh sehat dan kuat seperti koinobori yang berkibar-kibar walau tertiup angin. Jadi orang tua berharap anaknya menjadi orang besar seperti naga atau sukses dalam karirnya.
Festival Tango no Sekku pada mulanya dikenal sebagai Festival Bunga Iris ( Shōbu no Sekku ) yang dahulu merupakan sebuah festival untuk menghindari penyakit dan hawa jahat. Dalam bahasa Jepang, kata Bunga Iris dikenal dengan nama shōbu. Bunga Iris dulu merupakan benda yang sangat penting dalam pengobatan alamiah di Jepang. Bunga Iris dahulu selalu berhubungan dengan perlambangan kesuburan dan kejantanan. Pengobatan yang paling penting adalah pengobatan dengan menggunakan daun Iris yang dulu disebut shōbu ya atau mandi iris. Daunnya dimasukkan ke dalam air panas dan biasanya jumlahnya cukup untuk menutupi seluruh permukaannya. Kemudian orang-orang masuk ke dalam air dengan perlahan dan berendam selama mungkin. Hal ini dilakukan dengan maksud sebagai mandi penyegaran yang membuat mereka tetap hangat dan sehat lebih lama setelah mereka meninggalkan air.
Menurut analisis penulis, pada saat perayaan festival Tango no Sekku, anak laki – laki harus mandi dengan air shōbu yu dengan tujuan untuk “membersihkan diri” karena baunya yang menyengat dipercaya dapat mengusir roh jahat. “Membersihkan diri” disini yang dimaksud adalah sebagai proses penyucian diri (monoimi) yang merupakan unsur penting dari matsuri, dan juga merupakan penegasan dari Shinto yang ketiga, yaitu kebersihan fisik (mandi). Air yang digunakan untuk mandi adalah merupakan salah satu unsur dari Shinto yang melengkapi proses pembersihan atau penyucian (monoimi). Monoimi secara simbolik merupakan “pintu gerbang” yang dilalui ketika pesertanya meninggalkan dunia sehari-hari (ke) untuk memasuki dunia khusus (hare) dari matsuri. Proses pembersihan diri ini dilakukan sebelum berdoa kepada Dewa. Tindakan pembersihan diri ini dinamakan dengan misogi.
Pada awal mula festival, panitia menggunakan rambut palsu dari daun Iris, dan daunnya berasal dari bawah atap rumah untuk melindungi mereka Daun-daun itu dipotong dengan sangat rapi dan direndam dengan sake panas. Minuman ini dikenal dengan nama shōbu shu yang kemudian menjadi minuman favorit para samurai. Mereka menyebutnya dengan minuman berenergi yang diciptakan untuk menolong mereka dalam medan pertempuran. Anak laki-laki juga menggunakan daun ini untuk diikat menjadi satu dan dipukulkan ke tanah untuk melihat siapa yang dapat menghasilkan bunyi paling keras darinya.
Menurut analis penulis, Festival Tango no Sekku merupakan kebudayaan yang dibawa oleh bangsa Cina. Dahulu bangsa Cina menganggap bahwa tanggal 5 Mei merupakan hari sial sehingga mereka harus meminum shōbu shu sake, yakni sebuah ramuan yang dianggap dapat menghindarkan orang dari kesialan. Di Jepang sendiri, para peserta festival Tango no Sekku juga meminum shōbu shu sake. Shōbu shu sake di Jepang dibuat dari daun Iris yang direndam dengan sake panas. Sake merupakan minuman khas Jepang yang terbuat dari beras atau beras ketan yang diragikan. Pada zaman dahulu, pembuatan sake hanya dilakukan di istana kekaisaran atau di kuil-kuil Shintō. Sake sendiri merupakan persembahan sesajian kepada para dewa, yang merupakan unsur penting dari matsuri.
Ada beberapa macam makanan khusus yang terdapat pada festival Tango no Sekku ini, diantaranya adalah kashiwa mochi. Kue ini berisi manisan dan dibungkus dengan daun pohon oak untuk menghasilkan aroma khusus. Di bawah ini adalah gambar dari kashiwa mochi.
gambar kashiwa mochi
chimaki sekihan
Makanan lainnya yang disajikan pada saat makan malam adalah chimaki. Chimaki adalah semacam kue beras yang diisi berbagai macam variasi seperti jamur atau kacang, dan dibungkus dengan daun Iris atau daun bambu yang dikukus. Makanan lainnya sebagai sampingan adalah sekihan, yakni nasi yang dikukus dengan kacang merah.
Menurut analisis penulis, makanan yang selalu ada pada saat festival Tango no Sekku berlangsung adalah kashiwa mochi dan chimaki. Setelah melakukan perayaan di kuil, anak – anak wajib untuk memakan kashiwa mochi dan chimaki. Dengan memakan kashiwa mochi dan chimaki diharapkan di kemudian hari mereka akan menjadi anak yang kuat dan senantiasa diberi kesehatan dan kesejahteraan.
Kuil merupakan tempat yang diakui sebagai tempat yang suci atau keramat oleh para penganut Shinto, dan upacara yang dilakukan di kuil termasuk pembersihan diri dan doa – doa adalah ditujukan kepada Kami. Kashiwa mochi dan chimaki adalah merupakan simbol dari persembahan sesajian kepada dewa yang merupakan unsur
penting yang kedua dari matsuri. Sejak dahulu mochi telah menjadi sesajian yang dipersembahkan kepada dewa, mochi yang ada pada festival Tango no Sekku dinamakan kashiwa mochi, yaitu mochi yang berisi kacang merah dan dibungkus dengan daun oak yang merupakan lambang dari permintaan atas kesejahteraan keluarga. Sedangkan chimaki merupakan segumpal nasi yang dibungkus daun bambu. Kedua makanan itu khusus dibuat pada perayaan festival Tango no Sekku. Selain sebagai persembahan kepada dewa, makanan khusus itu ( kashiwa mochi dan chimaki ) disantap bersama oleh anak – anak setelah upacara di kuil selesai. Acara santap bersama itu dinamakan komuni atau naorai yang merupakan unsur penting yang ketiga dari matsuri.
3.1.1 Hubungan Dekorasi pada Festival Tango no Sekku dengan Shinto Dekorasi atau hiasan yang terdapat pada festival Tango no Sekku
secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu dekorasi eksternal dan dekorasi internal. Dekorasi eksternal disebut juga “Soto-Kazari”, sedangkan dekorasi internal disebut dengan “Uchi-Kazari”.
Soto artinya adalah luar, uchi artinya adalah dalam, sedangkan kazari artinya adalah hiasan atau dekorasi. Jadi bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, soto-kazari adalah dekorasi atau hiasan di luar, dan uchi-soto-kazari adalah dekorasi atau hiasan di dalam. Bisa juga disebut dengan dekorasi eksternal dan dekorasi internal.
Dekorasi eksternal atau soto-kazari ada dua macam, yaitu Koinobori dan Musha e nobori.
Koinobori adalah bendera berbentuk ikan yang dikibarkan pada sebuah tiang. Ketika angin bertiup, koinobori itu melambai-lambai di langit dengan indahnya. Menurut analisis penulis, koinobori yang merupakan dekorasi luar adalah sebagai
simbol harapan kesuksesan dalam hidup seorang anak, untuk dapat bertahan dalam lingkungan manapun, dan menjadi orang yang hebat. Ketika seorang bayi laki-laki lahir, terkadang keluarga juga memasang koinobori sebagai simbol agar Tuhan mengetahui tentang kelahiran anak tersebut dan senantiasa melindunginya.
Bendera ikan atau koinobori menjadi sangat penting di dalam perayaan festival ini. Bendera ikan atau koinobori ini dengan cepat tersebar ke seluruh negeri, dan pada saat ini merupakan hal yang paling indah dan menarik di Jepang. Biasanya keluarga mengibarkan minimal tiga bendera yang melambai dan memanjang tergantung bersama pada sebuah tiang. Bendera pertama warnanya adalah hitam yang melambangkan ayah, bendera kedua berwarna merah yang melambangkan ibu, bendera ketiga berwarna biru yang melambangkan anak. Ada satu bendera lagi yang biasanya dikibarkan di paling atas dari ketiga bendera tersebut, yaitu bendera yang melambangkan koi (ikan gurame).
Menurut analisis penulis, bendera ikan atau koinobori yang dipasang pada sebuah tiang adalah simbol dari sistem keluarga inti pada masyarakat Jepang. Pada tingkat paling atas bendera yang berwarna hitam melambangkan ayah sebagai kepala keluarga dalam suatu rumah tangga, dilanjutkan dengan bendera bewarna merah yang melambangkan ibu sebagai istri atau pendamping dari ayah, kemudian bendera bewarna biru yang melambangkan anak sebagai penerus keluarga.
Di bawah ini adalah gambar dari bendera ikan (koinobori) yang tampak berkibar- kibar di angkasa saat festival Tango no Sekku berlangsung.
gambar koinobori
gambar Musha e nobori
Musha e nobori adalah bendera prajurit sebagai tanda ketika Tuhan menggertakkan kaki ke tanah pada zaman dulu. Biasanya dipasang di depan kuil Shinto. Menurut analisis penulis, dengan mengibarkan bendera prajurit tersebut, diharapkan anak-anak mendapatkan perlindungan dari Tuhan dan berkembang menjadi orang yang sukses di kemudian hari.
Dekorasi internal atau uchi-kazari ada dua macam, yaitu “Dan-Kazari” dan “Hira-Kazari”. Masing-masing terdiri dari Yoroi (baju baja), Kabuto (helm atau topi baja), dan Wakadaisho (boneka untuk festival Tango no Sekku).
Dan artinya adalah tingkat, Hira artinya adalah rata atau datar, dan Kazari artinya adalah dekorasi atau hiasan.
Dan-kazari terdiri dari tiga macam, yaitu Yoroi-Sandan-Kazari, Kabuto-Nidan-Kazari, dan Wakadaisho-Nidan-Kazari.
gambar Yoroi – Sandan – Kazari
Yoroi-Sandan-Kazari terdiri dari tiga tingkat. Pada rak bertingkat ini dipajang boneka gogatsu yang mengenakan baju baja di tingkat paling atas, di belakang boneka ini terdapat lipatan kain kasa menyerupai korden atau biasa disebut byoubu. Selain itu juga terdapat busur, panah dan pedang (yumitachi). Kagaribi atau api unggun, kipas, dan drum ada di tingkat kedua. Pada tingkat paling bawah terdapat makanan sebagai persembahan, seperti kashiwa mochi dan chimaki.
gambar Kabuto–Nidan-Kazari
Kabuto-Nidan-Kazari terdiri dari dua tingkat. Pada rak bertingkat yang atas dipajang boneka yang mengenakan helm atau topi baja yang berwarna hitam. Pada tingkat bawah terdapat kipas dan mainan anak laki-laki.
gambar Wakadaisho-Nidan-Kazari
Wakadaisho-Nidan-Kazari terdiri dari dua tingkat. Pada tingkat paling atas terdapat boneka gogatsu atau gogatsu ningyō yang dipajang lengkap dengan mengenakan yoroi dan kabuto. Selain itu juga terdapat pedang, panah, kipas, dan drum. Semuanya itu diletakkan pada rak bertingkat yang dilapisi dengan permadani yang berwarna hijau atau sering disebut dengan mousen.
Pada Dan-Kazari semua tingkat paling atas di belakang boneka selalu ada lipatan kain kasa atau byoubu yang biasanya berwarna keemas-emasan
sebagai simbol keagungan. Juga selalu ada tiga bendera ikan (koinobori) yang berwarna biru, merah, dan hijau yang melambangkan ayah, ibu, dan anak.
Hira-kazari juga terdiri dari tiga macam, yaitu Yoroi-Hira-Kazari, Kabuto-Hira-Kazari, dan Wakadaisho-Hira-Kazari.
gambar Yoroi-Hira-Kazari
Yoroi-Hira-Kazari adalah boneka gogatsu (gogatsu ningyō) dengan mengenakan baju besi yang terletak di tengah. Byoubu (folding screen) berwarna keemasan dengan papan yang berwarna hitam. “Yumi” (busur dan panah) dan “tachi” (pedang) diletakkan di sebelah kanan dan kirinya.
gambar Kabuto-Hira-Kazari
Kabuto-Hira-Kazari adalah helm atau topi baja yang diletakkan di tengah. Pada bagian belakang terdapat byoubu yang berwarna keemasan. Pada bagian kanan dan kirinya juga terdapat busur, panah dan pedang.
gambar Wakadaisho-Hira-Kazari
Wakadaisho-Hira-Kazari adalah boneka gogatsu (gogatsu ningyō) yang diletakkan di tengah dengan mengenakan baju baja dan helm atau topi baja. Pada bagian belakang boneka juga terdapat byoubu yang berwarna keemasan, dan pada bagian kanan dan kiri dari boneka gogatsu itu juga terdapat busur, panah dan pedang. Biasanya busur dan panah ada di bagian kiri boneka, sedangkan pedang ada pada bagian kanan boneka.
Menurut analisis penulis, dalam sejarah masyarakat samurai, yoroi (baju baja) dan kabuto (helm atau topi baja) merupakan benda yang sangat penting. Yoroi dan kabuto mempunyai fungsi penting untuk melindungi tubuh. Jadi sekarang ini, yoroi dan kabuto dipajang untuk menghargai semangat para samurai itu. Keluarga memajang yoroi dan kabuto dengan harapan anak laki-laki mereka tumbuh dengan baik menjadi pria yang hebat dan kuat. Dengan kata lain, keluarga melindungi terhadap bencana dan memberi berkat dalam
kehidupan, misalnya seperti kesuksesan dalam ujian masuk, mendapatkan pekerjaan yang baik, dan menikah.
Masih menurut analisis penulis, dekorasi yang terdapat pada festival Tango no Sekku, salah satu perlengkapannya adalah pedang. Pedang selalu ada dalam dekorasi internal Tango no Sekku, biasanya terletak pada bagian kanan boneka samurai atau gogatsu ningyō yang dipajang. Sebagian besar kuil – kuil Shinto memiliki kaca suci atau keramat sebagai simbol dari Amaterasu, pedang, dan batu permata. Ketiga benda tersebut adalah tanda - tanda kebesaran dari kekaisaran di Jepang. Pedang yang merupakan perlengkapan dari dekorasi internal pada perayaan Tango no Sekku mencerminkan bahwa pengaruh Shinto sangat kuat dalam festival ini. Menurut mitologi Shinto, Susanoo ( kakak laki – laki dari Amaterasu ) berhasil membunuh iblis naga yang hebat. Pada ekor naga yang telah mati itu, Susanoo menemukan pedang. Sejak saat itu pedang menjadi salah satu dari tiga benda yang agung dalam kepercayaan Shinto.
3.2 Hinamatsuri
Hinamatsuri ( 雛祭り) adalah festival tahunan untuk anak-anak perempuan yang diselenggarakan di Jepang setiap tanggal 3 Maret. Festival ini juga biasa disebut dengan Momo no Sekku atau Peach Blossoms karena festival ini diadakan pada bulan Maret dimana bunga sakura sedang berbunga sebagai tanda dari dimulainya musim semi di Jepang. Perayaan ini termasuk dalam salah satu festival utama untuk para gadis atau
anak-anak perempuan di Jepang. Tujuan utama dari perayaan festival ini adalah mendoakan kesehatan dan kebahagiaan para gadis.
Jika kita melihat boneka, yang pertama kali terlintas dalam pikiran kita adalah anak perempuan. Hingga saat ini, boneka selalu diindentikkan dengan anak perempuan karena pada umumnya merekalah yang memainkan boneka. Namun, sesungguhnya boneka memiliki arti yang lebih dalam dibanding sekedar mainan, terutama jika kita berbicara tentang boneka tradisional. Pada kebudayaan Jepang, kita akan mengenal suatu bentuk boneka yang sama sekali lain. Bahkan kita akan takjub saat mengetahui atau melihat langsung keberadaan suatu festival tahunan yang khusus diperuntukkan bagi boneka tradisional. Begitu dekatnya boneka dengan kehidupan, maka masyarakat Jepang mengadakan sebuah festival khusus yang tema utamanya adalah boneka.
Dalam festival itu, boneka-boneka hina dari negeri Sakura akan dipajang khusus dalam suatu display atau rak bertingkat yang dilapisi dengan karpet merah yang memang sengaja disiapkan untuk meletakkan boneka-boneka tersebut. Festival inilah yang kemudian dikenal luas oleh masyarakat Jepang sebagai Festival Boneka atau Hinamatsuri. Festival Hinamatsuri ini adalah tradisi yang sangat kuno yang masih bertahan di Jepang. Hinamatsuri mulai berkembang dan populer pada zaman Edo ( 1603-1867 ). Di dalam keluarga biasanya merayakan festival ini dengan menyediakan makanan yang terbuat dari tepung beras berbentuk potongan wajik yang bernama Hishimochi dan minuman Shirozake yakni minuman yang terbuat dari beras beragi dan Sake.
Setiap keluarga yang mempunyai anak perempuan wajib memajang boneka setiap perayaan ini berlangsung. Boneka ini disebut Hina Ningyō. Menurut tradisi, yang dipajang adalah boneka pajangan dan bukan boneka untuk main. Cara menyusun boneka
pun tidak boleh sembarangan, ada aturan tersendiri untuk meletakkannya. Boneka-boneka tersebut biasanya dipasang sekitar seminggu sebelum festival dimulai. Yang bertugas menyiapkan rak bersusun itu adalah anak perempuan itu sendiri. Namun, bila anak itu masih terlalu kecil maka tugas ini digantikan oleh ibunya. Tradisi ini bukanlah dimaksudkan untuk ajang bermain, melainkan seolah menjadi sarana memohon berkat dari Sang Kuasa supaya anak perempuan itu boleh mendapatkan jodoh yang sesuai pada saatnya. Oleh karena itu, boneka yang dipajang tidak boleh dimainkan, melainkan harus dijaga. Setelah festival berakhir, boneka-boneka tersebut harus segera disimpan kembali karena jika dipajang terlalu lama, dipercaya akan mendatangkan kesialan berupa terhambatnya proses pernikahan gadis itu di kemudian hari.
Di Jepang ada kebiasaan kakek-nenek dari pihak ibu membelikan perangkat boneka tidak lama setelah cucu perempuannya lahir. Namun, ada juga yang merupakan pemberian atau hadiah dari ibunya sendiri pada waktu kelahiran anak perempuan mereka atau pada hari ultah yang pertama. Apabila anak itu menikah, boneka-boneka itu akan dibawanya ke rumah suaminya. Biasanya boneka-boneka itu disimpan dengan baik sehingga dapat dipajang lagi pada festival Hinamatsuri tahun-tahun mendatang.
Menurut tradisi, boneka-boneka itu dipajang pada sebuah tangga berundak yang mempunyai tujuh tangga. Pada setiap tingkatan akan dipajang boneka-boneka khusus beserta perlengkapan atau aksesorisnya.
Pada saat festival berlangsung, banyak terlihat anak – anak perempuan memakai kimono yang indah.
gambar anak perempuan yang memakai kimono
Sejarah Hinamatsuri sangat tua dapat ditelusuri dari zaman Heian ( 794-1192 ). Dimulai dari pertengahan zaman Heian kira – kira 1000 tahun yang lalu. Pada bulan tiga atau bulan Maret, orang – orang di Jepang mengadakan upacara untuk memohon agar terhindar dari segala macam penyakit. Orang- orang ini mengundang ahli nujum untuk berdoa kepada Dewa Langit dan Bumi dengan mempersembahkan makanan musiman dan mengusapkan boneka ke tubuh untuk memindahkan kesialan atau hal-hal buruk ke dalam boneka, lalu dihanyutkan ke sungai. Kebiasaan ini merupakan bentuk upacara ritual yang paling tua dilakukan di salah satu propinsi Totōri di Jepang, dikenal dengan nama Nagashibina. Nagashibina berasal dari kata nagasu yang artinya mengalir dan hina yang artinya boneka. Jadi nagashibina artinya adalah menghanyutkan boneka ke sungai. Berbeda dengan boneka yang dipajang diatas rak bersusun, boneka yang dihanyutkan ke sungai ini merupakan boneka yang terbuat dari kertas origami yang biasanya dibuat berbentuk sepasang manusia (katashiro), lengkap dengan pakaian kimono.
3.2.1 Penyusunan dan Peletakan Boneka
3.2.1.1 Tingkatan dalam Rak Bertingkat (Hina Dan)
Salah satu hal yang paling menarik dari festival Hinamatsuri ini adalah peletakan bonekanya yang disusun dan dihias sedemikian rupa sesuai dengan tradisi di Jepang. Satu set Hina Ningyō atau boneka Hina ada 15 boneka yang disusun dalam sebuah rak bertingkat atau yang biasa disebut Hina Dan dengan ketinggian kurang lebih satu meter dan memiliki tujuh tingkat atau disebut Nana Dan. Rak bertingkat itu dilapisi oleh karpet merah yang diatasnya disusun boneka. Peletakan boneka-boneka pada Hina Dan dari atas ke bawah, yaitu :
Odairi-Sama (Obina) Ohina-Sama (Mebina) • Pada tingkat paling atas ( tingkat 1 ) adalah Obina dan Mebina yang
melambangkan Kaisar dan Permaisuri sebagai pemimpin tertinggi dari sistem Kekaisaran di Jepang. Obina bisa juga disebut dengan Odairi Sama yang artinya Kaisar. Boneka ini biasanya memakai pakaian yang mewah dan bewarna gelap, kadang-kadang juga dilengkapi dengan katana atau pedang. Obina ini biasanya diletakkan di sebelah kanan. Sedangkan Mebina bisa juga disebut dengan Ohina Sama yang artinya Permaisuri. Letak boneka ini adalah di sebelah kiri di samping Obina.
Boneka Mebina ini biasanya mengenakan mahkota pada kepalanya dan mengenakan kimono 12 lapis yang disebut Juuni Hitoe yang sangat indah.
Sannin Kanjo
• Pada tingkat 2 dari atas adalah Boneka Dayang yang berjumlah 3 orang yang disebut Sannin Kanjo. Ketiga dayang ini bertugas untuk melayani Kaisar dan Permaisuri ( Obina dan Mebina ) pada saat minum Sake dimana ini adalah salah satu tradisi dari upacara perkawinan agama Shintō. Salah satu dari dayang itu selalu duduk dengan sebotol Sake di tangannya, dan posisinya adalah di tengah. Boneka dayang yang berada di tengah dan dalam posisi duduk ini dinamakan Sanpou. Sedangkan dua orang dayang lainnya dalam posisi berdiri mengapitnya.
Gonin Bayashi
• Pada tingkat 3 dari atas adalah Boneka Penyanyi dan Pemain Musik yang berjumlah 5 boneka yang disebut Gonin Bayashi. Tiga dari lima pemain musik itu biasanya memainkan drum. Boneka laki-laki yang memainkan
drum tangan besar disebut dengan nama O-tuzumi. Boneka yang memainkan drum tangan kecil dinamakan Ko-tuzumi. Boneka yang memainkan drum yang mudah dibawa disebut Taiko. O-tuzumi dan Ko-tuzumi memainkan alat musiknya dengan posisi berdiri. Satu orang memainkan Yokobue atau seruling yang disebut dengan Fue. Satu orang lagi adalah sebagai penyanyi. Penyanyi ini biasanya memgang kipas di tangannya.
Udaijin Sadaijin
• Pada tingkat 4 dari atas adalah dua orang Menteri yang disebut sebagai Udaijin dan Sadaijin. Udaijin adalah menteri yang berada di sebelah kanan, biasanya adalah laki-laki tua, berpakaian gelap, dan wajahnya merah muda. Sedangkan Sadaijin adalah menteri yang berada di sebelah kiri, biasanya adalah laki-laki yang masih muda, berpakaian merah, dan wajahnya putih menggambarkan wajah bangsawan. Kedua menteri ini sering juga disebut sebagai Zuishin.
• Pada tingkat ke 5 dari atas dipajang perabotan atau barang-barang yang dibutuhkan oleh Permaisuri atau Ohina Sama. Barang-barang yang diletakkan disini akan penulis uraikan secara detail pada sub bab selanjutnya.
Eji
• Pada tingkat ke 6 dari atas adalah Boneka Pelayan atau Abdi Dalam yang disebut Eji. Boneka pelayan berjumlah 3 orang yang sering disebut Sannin Jougo. Jougo mempunyai arti peminum. Seperti kita ketahui bahwa orang-orang Jepang sangat suka sekali minum, terutama Sake. Boneka yang pertama dinamakan Nakijougo, yang artinya peminum di saat sedih. Boneka ini biasanya adalah seorang pemuda yang duduk di tengah dengan sepatu Obina. Selanjutnya adalah boneka Okorijougo, yang artinya peminum di saat marah. Boneka ini wajahnya lebih tua dari boneka Nakijougo, dimana boneka ini membawa payung Obina. Terakhir adalah boneka Waraijougo, yang artinya peminum di saat gembira. Boneka ini lebih tua dari kedua boneka lainnya, memegang topi Obina. Peminum disini yang dimaksud adalah simbol dimana orang-orang Jepang suka sekali minum Sake, baik itu di saat sedih, marah, maupun senang. Ketiga boneka ini pakaiannya lebih sederhana dibandingkan dengan boneka yang lain.
• Pada tingkat ke 7 dari atas dipajang barang-barang yang Permaisuri atau Ohina Sama butuhkan pada saat dia ingin pergi ke luar dari istana. Pada tingkatan ini merupakan tingkatan paling bawah atau terakhir dalam susunan Hina Dan pada perayaan Hinamatsuri.
3.2.1.2 Perlengkapan yang terdapat dalam Hina Dan
Pada perayaan Hinamatsuri banyak sekali terdapat aksesoris atau perlengkapan yang terdapat pada Hina Dan. Hampir di setiap tingkatan terdapat pelengkap atau aksesorisnya.
byoubu Sanbou kazari
bonbori
• Pada tingkat 1 dari atas dimana terletak boneka Kaisar dan Permaisuri terdapat folding screen atau lipatan kain kasa menyerupai korden yang diletakkan di belakang boneka Dairi Bina ( Kaisar dan Permaisuri ). Warnanya adalah keemas-emasan sebagai simbol keagungan dari Kekaisaran di Jepang. Folding screen atau lipatan kain kasa ini disebut sebagai Byoubu. Hiasan yang lain adalah lampu kertas yang berbentuk bola atau kerucut yang dinamakan bonbori. Hiasan lampu ini dibuat dengan warna kertas yang terang sehingga tampak seperti lampu atau lampion yang terang. Terakhir adalah sebuah meja persembahan kecil
yang dinamakan Sanbou kazari. Meja persembahan kecil ini adalah tempat meletakkan dua vas bunga atau kuchibana. Letak meja persembahan kecil ini adalah di tengah antara Obina dan Mebina. Bunga yang diletakkan pada vas itu adalah peach blossoms atau lebih dikenal dengan nama bunga persik, yang merupakan simbol dari kebaikan dan awal pernikahan bagi orang-orang Asia Timur.
Hishimochi
• Pada tingkat ke 2 dari atas dimana terletak tiga boneka dayang, terdapat meja pelayan tempat meletakkan Hishimochi atau makanan yang tebuat dari tepung beras berbentuk potongan wajik. Hishimochi biasanya dibuat dalam tiga warna, yaitu merah muda, putih, dan hijau. Warna merah muda melambangkan masa bunga persik bermekaran. Warna putih melambangkan salju yang masih berada di puncak gunung. Warna hijau melambangkan rumput hijau mulai tumbuh di halaman. Ketiganya adalah ciri-ciri atau simbol bahwa musim semi telah tiba di Jepang. Meja pelayan ini dinamakan takatsuki.
• Pada tingkat 3 dimana terletak lima boneka pemain musik, tidak terdapat aksesoris atau perlengkapan lain.
kakebanzen hishidai
• Pada tingkat 4 dari atas dimana terletak dua boneka menteri, terdapat dua perlengkapan, yakni kakebanzen dan hishidai. Kakebanzen adalah sepasang meja dengan beberapa kaki yang berukiran halus kedalam pada kakinya yang menghubungkan keseluruhan kakinya. Kadang kaki-kakinya tidak terhubung dengan kuat dengan papan yang memiliki tiga bagian yang runcing, dua yang menuju sedikit ke bawah pada tiap sisi meja dengan bagian yang ketiga menghubungkan mereka dan menutupi keseluruhan sisi meja. Inilah yang disebut chouashigata zen atau meja dengan bentuk kaki seperti kupu-kupu. Nama ini berasal dari bentuk ukiran pada permukaan sisi luar kaki meja. Salah satu keadaan dimana salah satu meja telah ditemukan di dalam ruangan tiap menteri. Meja tertutup dengan mangkuk makanan pada hampir keseluruhan atasnya. Sedangkan hishidai biasanya dudukan semacam ini mempunyai sebuah dasar atau lebih semacam papan yang padat, dari tengah hingga ke lantai berbentuk wajik yang sedikit lebih kecil dari atasnya, terkadang papan ini memiliki hiasan di luarnya. Jika sebuah hishidai memiliki sebuah kaki yang terukir menyerupai bentuk kucing, itu dinamakan nekoashigata hishidai. Hishidai lebih sering memiliki model hishimochi yang duduk diatasnya.
tansu nagamochi kyoudai
haribako hibachi
• Pada tingkat 5 dari atas terdapat perabotan – perabotan, barang-barang yang Ohina Sama perlukan di istananya, seperti : tansu yaitu sebuah lemari berlaci, biasanya mempunyai lima laci dan kadang dengan sepasang pintu kupu-kupu yang menutupi mereka. Nagamochi yaitu sebuah peti panjang untuk menyimpan kimono; dua hasamibako yaitu kotak pakaian kecil yang menjadi satu, dan sedikit lebih kecil dari nagamochi, terletak paling atas dari semua itu. Kyoudai yaitu sebuah peti lemari yang lebih pendek dari tansu tetapi terdapat kaca diatasnya. Haribako yaitu sebuah kotak jahit yang terlihat seperti peti lemari dengan tonggak pada salah satu sisinya yang menopang dengan alas ( untuk jarum jahit ). Dua hibachi yaitu kompor arang yang tampak terlihat seperti vas kecil, menjadi sebuah meja dengan kompor arang di tengahnya. Dalam hal ini mungkin disebut gotenhibachi ( kompor istana ). Daisu yaitu sebuah kesatuan dari perkakas untuk upacara minum teh di Jepang, dan tempat dimana peralatan minum teh disimpan didalamnya.
Orange tree Cherry tree
• Pada tingkat ke 6 dari atas dimana terletak tiga boneka pelayan atau abdi dalam, terdapat pohon bunga. Di sebelah kanan adalah Cherry trees atau sakura. Sakura merupakan tanaman bunga yang paling terkenal di Jepang. Bunganya melambangkan keindahan yang sifatnya sementara, seperti misalnya pada saat musim semi, atau pada pasangan muda yang sedang jatuh cinta. Bunganya berwarna merah muda pucat. Akan tetapi sejak disebut Peach Festival atau festival bunga persik sering diganti dengan pohon persik atau momo. Bunga persik ini merupakan lambang dari sebuah kebaikan dalam awal pernikahan. Bunganya memiliki berbagai variasi bayangan warna merah muda, tetapi di Asia biasanya berwarna merah muda menyala dan berwarna lebih gelap daripada bunga sakura. Sedangkan pohon yang berada di sebelah kiri adalah Plum trees (ume) atau pohon plum. Pohon bunga yang paling terkenal dari Heian Jepang. Seperti halnya bunga sakura, ini juga melambangkan musim semi dan kecantikan yang sifatnya sementara, tetapi sebagai satu-satunya pohon yang berbunga ketika salju masih di permukaan tanah. Terkadang orang yang melihat pohon ini mengatakan bahwa ini adalah pohon jeruk mandarin atau Mandarin orange trees (tachibana). Di Cina pohon ini
berkembang menjadi satu dengan pohon yang lain yang berdaun hijau dan bersatu dalam kesempurnaan beserta buahnya.
Juubako goshoguruma
• Pada tingkat ke 7 adalah perlengkapan yang Ohina Sama perlukan ketika ingin pergi keluar istana. Juubako yaitu satu kesatuan kotak seperti keranjang untuk membawa makanan yang memiliki sebuah tali terikat berdiri keatas mengelilingi kotaknya atau pegangan keras yang mengunci mereka menjadi satu. Goshoguruma yaitu sebuah kereta yang ditarik oleh lembu jantan yang dibuat oleh kaum bangsawan Heian.
3.2.2 Analisis Hubungan antara Shinto dan Hinamatsuri
Awal mula festival Hinamatsuri pada zaman Heian, masyarakat mengenalnya dengan nama Nagashibina. Nagashibina berasal dari kata nagasu yang artinya mengalir dan hina yang artinya boneka. Jadi nagashibina artinya adalah menghanyutkan boneka ke sungai. Boneka yang dihanyutkan ke sungai terbuat dari kertas origami yang biasanya berbentuk sepasang manusia (katashiro) dengan pakaian kimono. Boneka tersebut diletakkan di sebuah keranjang bundar yang terbuat dari anyaman jerami. Namun, ada juga boneka yang hanya terbuat dari kertas origami tanpa diletakkan dalam keranjang jerami.
Kemudian pada saat perayaan Hinamatsuri yang diadakan di kuil – kuil Shinto, boneka tersebut dihanyutkan ke sungai. Tujuan dari nagashibina ini adalah supaya kemalangan atau hal-hal buruk dapat dibuang jauh-jauh. Sambil menghanyutkan boneka, anak-anak kecil itu berdoa kepada dewa memohon kesehatan, keberuntungan, dan kebahagiaan.
katashiro nagashibina
Menurut Shinto, segala penyakit dan kesialan yang dialami manusia dapat ditransfer ke dalam tubuh boneka. Boneka yang dihanyutkan ke sungai akan menuju ke laut dan sampai ke pulau dewa. Kepercayaan ini sebenarnya berasal dari Cina, dimana masyarakat Cina pernah mengadakan ritual memindahkan roh-roh jahat ke dalam tubuh boneka kemudian dihanyutkan ke sungai.
Origami adalah kesenian orang Jepang menggunakan kertas yang dilipat menjadi bentuk-bentuk yang indah. Origami menjadi satu kebudayaan bagi masyarakat Jepang dalam adat keagamaan Shinto. Salah satu hasil dari origami adalah Katashiro atau sepasang manusia yang dibuat boneka dari kertas origami. Hasil origami ini bisa diartikan sebagai penghormatan kepada roh pohon yang telah hidup dan tumbuh untuk menghasilkan kertas origami tak henti – hentinya. Pada penyusunan boneka hina dalam rak bertingkat, Obina dan Mebina yang melambangkan Kaisar dan Permaisuri sebagai pemimpin tertinggi dari
sistem kekaisaran di Jepang selalu diletakkan di tingkat paling atas pada Hina Dan. Hal ini merupakan pengaruh dari Shinto dimana para penganutnya percaya bahwa Kaisar merupakan pendeta tertinggi dan keturunan langsung dari Amaterasu (Dewi Matahari).
Pada tingkat ketiga dari atas terletak boneka penyanyi dan pemain musik yang berjumlah 5 disebut dengan Gonin Bayashi. Boneka penyanyi dan pemain musik ini melambangkan seni pertunjukan dalam ritual Shinto yang sudah ada sejak zaman dahulu dan menjadi bagian dari festival tahunan kuil Shinto, yaitu kagura. Kagura artinya adalah nyanyian dewa dan merupakan upacara keramat yang dilakukan oleh penganut Shinto. Selain sebagai pemujaan, musik dan nyanyian tradisional ini dipertunjukkan dengan tujuan untuk menghibur dan menenangkan Kami.
Pada tingkat keempat dari atas dimana terletak dua boneka menteri, terdapat dua perlengkapan. Salah satunya adalah hishidai yaitu tempat meletakkan hishimochi sebagai persembahan. Hishidai disini adalah sebagai simbol dari Kami Dana atau altar yang digunakan sebagai tempat pemujaan kepada Kami maupun pemujaan kepada roh leluhur oleh para penganut Shinto. Sedangkan hishimochi sendiri merupakan persembahan sesajian kepada para dewa yang merupakan unsur penting kedua dari matsuri.
Pada tingkat keenam dari atas terletak boneka pelayan atau Eji. Boneka pelayan ini jumlahnya tiga orang sehingga disebut Sannin Jougo. Jougo artinya adalah peminum. Seperti yang kita ketahui bahwa orang – orang Jepang suka sekali minum sake dalam situasi apapun , baik di saat hatinya sedih, marah, maupun di saat gembira. Boneka peminum ini hanyalah sebagai simbol dari
orang – orang Jepang yang mengekspresikan suasana hatinya dengan minum sake. Sake merupakan minuman khas Jepang yang terbuat dari beras atau beras ketan yang diragikan. Pada zaman dahulu, pembuatan sake hanya dilakukan di istana kekaisaran atau di kuil-kuil Shinto. Sake dalam konsep Shintō adalah salah satu bagian penting dan selalu ada dalam upacara – upacara atau perayaan Shinto di kuil – kuil. Sake sendiri merupakan persembahan sesajian kepada para dewa, yang merupakan unsur penting kedua dari matsuri.
Pada tingkat kedua dari atas dimana terletak tiga boneka dayang, terdapat meja pelayan (takatsuki). Meja pelayan ini adalah tempat untuk meletakkan hishimochi, yakni makanan yang terbuat dari tepung beras berbentuk potongan wajik. Hishimochi ini adalah simbol dari kue yang dipersembahkan kepada dewa. Beras dan mochi sendiri adalah dua bagian penting dan selalu ada dalam upacara - upacara atau perayaan Shinto di kuil – kuil. Beras merupakan persembahan dan pujian kepada dewa di Jepang. Dalam upacara – upacara Shinto, mochi adalah persembahan sesajian bagi para dewa. Persembahan sesajian ini merupakan unsur penting kedua dari matsuri.
Pada tingkat kelima dari atas terdapat perabotan – perabotan atau barang – barang yang Ohina Sama butuhkan di istananya. Salah satu dari barang – barang itu adalah kyoudai, yakni sebuah peti lemari pendek yang terdapat kaca diatasnya. Dalam kepercayaan Shinto, kaca merupakan benda yang suci atau keramat, dan merupakan simbol dari Amaterasu (Dewi Matahari). Kaca suci ini merupakan penggambaran dari image Amaterasu (Dewi Matahari). Sebagian besar kuil – kuil Shinto memiliki kaca suci atau keramat sebagai simbol dari
Amaterasu, pedang, dan batu permata. Ketiga benda tersebut adalah tanda - tanda kebesaran dari kekaisaran di Jepang.
3.3 Persamaan Tango no Sekku dan Hinamatsuri
Setelah mengupas detail tentang kedua perayaan ini, yaitu festival Tango no Sekku dan Hinamatsuri, penulis akan mengungkapkan beberapa persamaan yang tersapat pada kedua festival tersebut. Persamaannya adalah:
• Kedua festival tersebut termasuk dalam perayaan tahunan di Jepang dan merupakan pesta rakyat yang berhubungan dengan Shinto.
• Kedua festival tersebut berasal dari unsur kebudayan Cina yang masuk ke Jepang dan disesuaikan oleh budaya masyarakat Jepang.
• Tujuan utama dari kedua festival tersebut adalah untuk memohon berkat kepada Sang Kuasa agar anak-anak diberi kesehatan, kebahagiaan, dan kesuksesan dalam hidupnya.
• Pada saat perayaan tersebut berlangsung, keluarga selalu menyediakan makanan dan minuman khusus, yakni mochi dan sake.
• Menjelang festival, mereka memajang boneka di dalam ruangan kecil atau tokonoma di dalam rumah.
• Boneka yang dipajang adalah boneka khusus atau boneka pajangan, bukan boneka untuk mainan.
• Biasanya boneka – boneka adalah pemberian atau hadiah dari orang tua pada saat kelahiran anak atau pada ulang tahun mereka yang pertama (turun temurun).
• Pada tingkat paling atas rak bertingkat atau Hina Dan, di belakang boneka selalu dihias dengan byoubu atau lipatan kain kasa (folding screen) yang berwarna keemasan sebagai simbol keagungan.
• Pada saat perayaan festival, anak-anak memakai pakaian tradisional Jepang. Anak laki-laki memakai hakama, sedangakan anak-anak perempuan memakai kimono.
3.4 Perbedaan Tango no Sekku dan Hinamatsuri
Selain menguraikan tentang persamaan dari kedua festival tersebut, penulis juga akan menuliskan perbedaan dari kedua festival tersebut.
Perbedaannya adalah:
• Tango no Sekku dirayakan setiap tanggal 5 Mei, sedangkan Hinamatsuri dirayakan setiap tanggal 3 Maret tiap tahunnya.
• Tango no Sekku pertama kali diperkenalkan di Jepang pada zaman Nara, sedangkan Hinamatsuri pertama kali dikenal oleh masyarakat Jepang pada zaman Heian.
• Tango no Sekku khusus dirayakan oleh anak laki-laki, sedangkan Hinamatsuri khusus dirayakan oleh anak-anak perempuan di Jepang. • Makanan khusus yang disediakan pada saat festival Tango no Sekku
disebut dengan kashiwa mochi, sedangkan makanan khusus yang disediakan pada saat festival Hinamatsuri disebut dengan Hishimochi.
• Minuman khusus yang disediakan pada saat festival Tango no Sekku disebut dengan shōbu shu sake, sedangkan minuman khusus yang disediakan pada saat festival Hinamatsuri disebut dengan Shirozake. • Boneka yang dipajang pada festival Tango no Sekku dinamakan Gogatsu
Ningyō, sedangkan boneka yang dipajang pada festival Hinamatsuri dinamakan Hina Ningyō.
• Pada festival Tango no Sekku hanya ada satu boneka yang mengambarkan seorang samurai, sedangkan pada festival Hinamatsuri satu set terdiri dari 15 boneka.
• Pada festival Tango no Sekku boneka hanya disusun dalam dua atau tiga tingkat, sedangkan pada festival Hinamatsuri boneka disusun dalam sebuah rak bertingkat (Hina-Dan) dengan ketinggian kurang lebih satu meter dan memiliki tujuh tingkat atau sering disebut dengan Nana-Dan. • Rak bertingkat atau Hina-Dan pada festival Tango no Sekku biasanya
dilapisi dengan permadani berwarna hijau (mousen), sedangkan pada festival Hinamatsuri rak bertingkat atau Hina-Dan nya dilapisi dengan permadani berwarna merah (himousen).
• Festival Tango no Sekku mempunyai dekorasi eksternal atau di luar rumah, yakni Koinobori dan Musha e Nobori, sedangkan festival Hinamatsuri tidak mempunyai dekorasi eksternal.
• Pada festival Tango no Sekku bonekanya selalu memakai yoroi (baju baja) dan kabuto (helm atau topi baja), sedangkan pada festival
Hinamatsuri boneka-bonekanya memakai pakaian indah yang menggambarkan kekaisaran pada zaman Heian.
• Perlengkapan atau aksesoris pada boneka di festival Tango no Sekku sedikit, biasanya terdiri dari busur dan panah (yumi) dan pedang (tachi), sedangkan perlengkapan atau aksesoris pada festival Hinamatsuri sangat banyak.
3.5 Perkembangan Zaman Sekarang
Festival Tango no Sekku dan Hinamatsuri ini masih terus diselenggarakan tiap tahunnya di Jepang. Dari awal mula kedua festival tersebut diadakan hingga saat ini, selalu mengalami perkembangan setiap tahunnya. Perayaan kedua festival tersebut semakin meriah saja, dan kadang disertai dengan perlombaan-perlombaan atau pertunjukan yang menarik dari pesertanya. Boneka-boneka yang dipajang pun semakin bervariasi dari bentuk, ukuran, bahan, dan kualitasnya. Para pembuatnya pun berusaha membuat bonekanya seindah mungkin. Hal ini yang menyebabkan boneka-boneka khusus ini sangat mahal harganya di pasaran, apalagi kalau yang membuatnya adalah orang yang terkenal. Mereka menghabiskan sekitar 100.000 sampai 300.000 yen untuk mendapatkan perangkat yang bagus boneka Hina.
Dewasa ini, pesta rakyat atau matsuri lebih mementingkan sisi komersialnya daripada sisi keagamaannya. Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh gejala modern dimana folklor telah diubah menjadi kebudayaan pop ( pop culture ) demi kemajuan pariwisata, contohnya di daerah perkotaan di Jepang, festival dirayakan secara besar – besaran untuk kepentingan komersial.
Festival Tango no Sekku dan Festival Hinamatsuri hingga saat ini masih tetap dirayakan oleh keluarga – keluarga di Jepang yang memiliki anak laki- laki dan perempuan. Mereka menganggapnya sebagai tradisi turun temurun yang perlu untuk dipertahankan. Hal ini juga dikarenakan pengaruh Shinto di Jepang masih kuat sehingga masyarakat Jepang masih merayakannya hingga saat ini.