• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PADA SEKOLAH KHUSUS OLAHRAGAWAN DI SUMATERA SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PADA SEKOLAH KHUSUS OLAHRAGAWAN DI SUMATERA SELATAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

77 | (Ripteksi Kependidikan PGRI, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013: Hlm. 77-85) A. PENDAHULUAN

Sekolah Khusus Olahragawan (SKO) Sumatera Selatan yang sering di sebut dengan Sekolah Olahraga Negeri Sriwijaya merupakan sekolah yang khusus diperuntukkan bagi para olahragawan pelajar yang memiliki potensi dan bakat luar biasa pada

cabang olahraga tersebut, dan ia serius berkeinginan untuk mengejar dan meningkatkan prestasi olahraga setinggi mungkin. Karena jangkauan sekolah olahraga ini untuk menyiapkan calon atlet yang berkontribusi pada prestasi nasional maupun internasional.

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PADA SEKOLAH

KHUSUS OLAHRAGAWAN DI SUMATERA SELATAN

Oleh :

Sukirno

Staf Pengajar Program Studi Penjas FKIP Universitas Sriwijaya

Abstrac

Sekolah khusus Olahragawan di Sumatera selatan merupakan salah satu sekolah yang lebih mengeepankan olahraganya untuk mencari bibit-bibit atlet yang potensial untuk dapat ditingkatkan prestasinya kejenjang yang lebih tinggi. Adapun jejang pendidikan formalnya dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Umum (SMU) setatus sekolah negeri. Sistim pembelajaran untuk pendidikan dilakukan pada pagi hari dari pukul 8.30 hingga 13.00. sedangkan untuk pelatiahan olahraganya dilakukan pada pagi hari dari pukul 5.30 hingga 7.30 dan sore hari dari pukul 15.00 hingga 17.30. Sehingga porsi latihan olahraga lebih besar. Berdasarkan hal tersebut sistim PBM pada pelajar in formal sering tersendat akibat terlalu cape dan juga sering adanya kompetisi pada saat PBM berlangsung. Untuk menutupi hal tersebut solusi yang paling tepat dengan menggunakan modul. Sehingga peserta didik tidk tertinggal dalam PBM nya, karena dapat dilakukan melalui modul.

Kata Kunci: Pengembangan Model, Pembelajaran, Sekolah Khusus Olahragawan, dan Modul

(2)

78 | (Ripteksi Kependidikan PGRI, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013: Hlm. 77-85)

Sekolah Khusus Olahragawan di Sumatera Selatan didirikan dengan didasari berbagai pemikiran, diantaranya dengan semakin merosotnya prestasi olahraga nasional kita, ini merupakan salah satu yang memacu pendirian sekolah khusus olahraga di Sumatera Selatan. Karena kita menyadari bahwa pembinaan olahraga harus dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dengan mempertimbangkan berbagai variabel. Untuk menciptakan seorang juara diperlukan waktu yang cukup relatif lama berkisar 8 tahun sampai 12 tahun (Bompa: 1984. 12).

Berdasarkan refresnsi tersebut maka kita sudah selayaknya untuk membina olahragawan sedini mungkin, sebagai jawaban dalam mengatasi mrosotnya prestasi olahraga di tanah air. Karena masalah peningkatan prestasi olahraga nasional adalah masalah bersama (Wismoyo:1996.60. Adapun olahraga yang dimaksud adalah olahraga sebagai padanan dengan sport, yaitu olahraga untuk prestasi (Ateng: 178.5).

Dinas Pendidikan Nasional Propinsi Sumatera Selatan sebagai lembaga yang memiliki aset paling besar terhadap bibit-bibit atlet potensial untuk dapat dikembangkan dan di tingkatkan prestasinya, Untuk menyalurkan potensi

dan bakat para pelajar di bidang olahraga prestasi, maka Dinas Pendidikan Propinsi Sumatera Selatan membuka atau mendirikan wadah khusus yang disebut, Sekolah khusus olahraga Negeri Sriwijaya, dan membuka untuk tamatan Sekolah Dasar (SD), dan masuk pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada usia 12 tahun dengan melalui pembinaan selama 8 tahun dengan harapan pada usia 20 tahun sudah memiliki prstasi.

Karena usia emas atau sering disebut dengan golden age atlet berkisar antara usia 20 tahun sampai 26 tahun. Pada prinsipnya pendirian sekolah khusus olahraga di Sumatera Selatan bertujuan untuk menciptakan prestasi olahraga nasional yang membanggakan. Sebagai upaya untuk mengankat harkat dan martabat bangsa ditingkat iternasional melalui kegiatan olahraga prestasi.

Prestasi olahraga yang tinggi hanya dapat dicapai oleh seseorang yang memiliki bakat luar biasa di bidang olahraga dan dilatih oleh pelatih yang memiliki kopetensi (Sudibyo: 2000. 16), dilakukan melalui proses pembinaan dengan intensitas yang memadai. Adapun kegiatan lathan harus dilakukan secara bertahap, berjenjang, dan berkesinambungan, dimulai sejak usia

(3)

79 | (Ripteksi Kependidikan PGRI, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013: Hlm. 77-85)

dini dalam waktu yang relatif lama. Terdapat bukti empiris prestasi internasional dicapai melalui pembinaan selama 8-10 tahun.(Harsono: 1988. 159). Berdasarkan penjelasan tersebut, bahwa untuk menciptakan sorang juara harus mampu melewati beberapa veriabel, berkaitan dengan bakat atlet, kopentensi pelatih, sarana prasarana, dana dan waktu yang cukup lama.

Pembinaan sejak usia dini berimplikasi pada pentingnya pembinaan pada atlet pelajar yang berbakat olahraga. Namun faktanya di lapangan sering terjadi masalah ketika pelajar yang memiliki bakat olahraga ingin berlatih untuk mengejar prestasi olahraganya.

Mereka menghadapi berbagai kendala yang besar yang berkaitan dengan pilihan. Kendala terjadi ketika muncul benturan atau kondisi kontradiktif antara kepentingan dirinya sebagai atlet dengan kepentingan dirinya sebagai pelajar. Bahkan tidak jarang para guru yang mengajar disekolah tersebut sering menegur dan memperlakukan dengan seenaknya, melalui perkataan mau olahraga atau sekolah.

Sehingga menimbulkan kebingbangan bagi siswa untuk memilih, apakah ia terus berlatih untuk menjadi seorang juara atau berhenti untuk

mengikuti pelejaran di sekolah. Sehingga mau tidak mau harus memilih salah satu. Disinilah sering terjadi calon olahragawan yang berbakat harus berhenti di tengah jalan, karena terkendala faktor non teknis.

Sebagai atlet, agar prestasinya dapat meningkat secara signifikan, ia harus berlatih keras dengan jadwal yanga padat, dan disertai kebutuhan waktu istirahat yang cukup guna proses pemulihan dari faktor kelelahan akibat latihan. Di sisi lain sebagai pelajar, agar prestasi belajarnya baik atau setidak-tidaknya tidak tertinggal dengan yang lain mereka harus difasilitasi secara optimal.

Melalui solusi-solusi yang tepat agar keduanya berjalan dengan baik, dan dapat sejajar dari temannya yang bukan atlet. Maka Ia jangan diharuskan unuk mengikuti proses belajar mengajar sesuai jadwal yang telah ditentukan, dan mereka harus belajar giat diluar jam pelajaran yang terjadwal melalui modul atau kegiatan lain. Sehingga kondisi kontradiktif atau benturan kepentingan ini tidak lagi terjadi, seperti halnya para siswa (atlet) yang berada di sekolah umum.

Untuk mengantisipasi kondisi seperti itulah yang menjadi salah satu

(4)

80 | (Ripteksi Kependidikan PGRI, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013: Hlm. 77-85)

pertimbangan didirikannya Sekolah Olahragawan, yaitu untuk menjembatani agar kepentingan individu sebagai atlet dengan kepentingan sebagai pelajar dapat berjalan seiring tanpa ada salah satu yang harus dikorbankan. Namun apakah kondisi berjalan seiring yang diharapkan itu benar-benar menjadi kenyataan, tampaknya menjadi pertanyaan besar.

Banyak yang menyatakan bahwa di Sekolah Khusus Olahragawanpun benturan kepentingan antara status sebagai atlet dengan sebagai pelajar tetap terjadi. Tetapi kalau semuanya diklola dengan baik melalui satu komando seperti yang ada di Skolah Khusu Olahraga Sumatera Selatan, maka kepentingan tadi akan dapat dicegah atau diatasi, karena semua berjalan pada satu komando atau satu aturan.

Analisis rasional dan empiris terhadap kondisi tersebut dapat sampai pada kesimpulan bahwa walaupun atlet pelajar sudah bersekolah di Sekolah Olahragawan, kalau model proses pembelajarannya juga menggunakan model pembelajaran konvensional, pelajar dituntut mengikuti jadwal pelajaran sesuai dengan peraturan sekolah yang standarnya identik dengan yang berlaku di sekolah umum.

Perbedaannya hanya dalam bentuk modifikasi pengaturan jam pelajaran dan jam latihan agar tidak bertabrakan. Sementara itu, tuntutan dalam hal-hal yang lain sama saja.

Disinilah tampak adanya masalah yang perlu difikirkan yaitu : model pembelajaran seperti apakah yang sesuai untuk diterapkan di Sekolah Olahragawan, yang dapat memberikan peluang lebih besar kepada siswa untuk mengatur waktu belajarnya masing-masing di sela-sela waktu latihan dan pertandingan atau kompetisis yang harus dilakukan sebagai atlet.

Terutama pada saat kegiata kompetisi sedang digelar, bersamaan dengan pelaksanaan semeteran yang sedang berlangsung secara serentak diselenggarakan. Apabila siswa tersebut berada di sekolah umum, bukan sekolah khusus olahraga, jelas mereka akan memilih semesteran dari pada mengikuti kompetisi olahraga. Sehingga prestasi yang akan dicapai tidak mungkin akan terlaksana, khusus untuk siswa tersebut harus masuk pada sekolah khusus olahraga, dimana pelaksanaannya bisa diatur setelah selesai kompetisis (flexibel).

Untuk itu perlu dianalisis karakteristik aktivitas dan konsekuensi pengaturan waktu yang diperlukan

(5)

81 | (Ripteksi Kependidikan PGRI, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013: Hlm. 77-85)

untuk melakukan aktivitas, baik pada kegiatan proses belajar mengajar, termasuk pada pelaksanaan ujian maupun saat melakukan latihan olahraga, sesuai dengan cabang olahraganya. agar kedua kegiatan tersebut berjalan dengan baik, serta menghasilkan hasil yang optimal. Perlu adanya keharmoisan dari semua komponen atau pihak.

B. KARAKTERISTIK SISWA SEKOLAH

OLAHRAGAWAN

Pada saat ini siswa sekolah khusus olahraga dalam kegiatan belajar masih sama tuntutannya seperti pada siswa di sekolah umum, dalam mengikuti proses pendidikan dan pengajaran di sekolah agar mampu menyelesaikan pendidikan dalam jangka waktu yang ditentukan, dan dengan pencapaian prestasi melampaui batas minimal yang ditetapkan sesuai peraturan. Karena samapai saat ini belum ada kurikulum khusus yang diterapkan untuk sekolah khusus olahraga. Kurikulumnya masih menggunakan kurikulum yang digunakan oleh sekolah umum.

Sedangkan kepada siswa di Sekolah Olahragawan, di samping tuntutan batas minimal kademik yang telah ditentukan. Siswa dituntut juga

untuk mencapai prestasi olahraga yang baik sesuai dengan cabang olahraga yang ditekuninya, dengan demikian tuntutan untuk melakukan aktivitas fisik kepada siswa sekolah olahragawan lebih berat dibanding tuntutan kepada siswa sekolah umum. Siswa sekolah olahragawan dituntut melakukan latihan olahraga yang relatif berat.

Sedangkan waktu yang dimiliki sama yaitu 24 jam sehari, dan karakteristik alami sumber daya insani yang dimiliki setiap individu juga sama yaitu, memiliki keterbatasan, maka siswa di sekolah olahragawan perlu memperoleh perlakuan yang berbeda dibanding siswa di sekolah umum. Perlakuan yang sama dengan siswa sekolah umum kepada siswa sekolah olahragawan akan menjadi beban sangat berat, yang dapat berakibat tujuan untuk meningkatkan prestasi olahraga tidak dapat tercapai; atau sebaliknya peningkatan prestasi olahraga tercapai tetapi prestasi belajar gagal dicapai.

Kondisi yang konon terjadi pada sebagian besar siswa sekolah olahragawan adalah prestasi olahraganya sedang-sedang saja, dan prestasi belajarnya juga sedang-sedang saja. Dengan kata lain kalau kondisi itu memang benar terjadi, maka berarti

(6)

82 | (Ripteksi Kependidikan PGRI, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013: Hlm. 77-85)

tujuan didirikannya sekolah Olahragawan tidak dapat dicapai. Kondisi tersebut tentu tidak diharapkan, Kondisi ideal yang diharapkan adalah prestasi olahraganya baik, dan prestasi belajarnya juga baik atau setidak-tidaknya prestasi olahraganya baik, dan prestasi belajarnya cukup.

Untuk mencapai kondisi ideal tersebut tentunya tidak mudah dan memerlukan usaha keras oleh setiap siswa. Di samping itu yang lebih penting adalah mencarikan model pembelajaran yang dapat diikuti dengan baik oleh setiap siswa sekolah olahragawan. Model pembelajaran yang dapat diikuti dengan baik tentunya adalah model pembelajaran yang sesuai bagi siswa yang hampir setiap harinya melakukan aktivitas fisik relatif berat.

Aktivitas fisik relatif berat dalam melaksanakan program latihan olahraga akan berakibat terjadinya kelelahan yang berarti atau signifikan. Kelelahan yang signifikan memerlukan waktu istirahat tidur yang cukup agar kondisi fisik dan mentalnya pulih kembali pada saat mengikuti latihan selanjutnya, bahkan akan lebih meningkat sebagai hasil dari latihan.

Dengan karakteristik aktivitas seperti tersebut, model pembelajaran

yang sesuai adalah yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

 Dapat diikuti atau dilakukan siswa secara leluasa disela-sela waktu latihan dan waktu istirahat tidur.

 Dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lamanya sesuai dengan kondisi fisik setiap siswa, terutama yang berkaitan dengan faktor kelelahan.

 Dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja ketika siswa ingin belajar, tanpa terikat ruang kelas dan jadwal yang diatur secara ketat.

 Dapat dilakukan secara individual tanpa terikat pada kehadiran guru yang berperan menyajikan materi pelajaran.

C. PEMBELAJARAN MODUL SEBAGAI ALTERNATIF

Memperhatikan ciri-ciri model pembelajaran yang diperlukan bagi siswa sekolah olahragawan seperti dikemukakan di depan, dapat dinyatakan bahwa ”Model Pembelajaran Menggunakan Modul” merupakan alternatif pilihan yang sesuai. Pembelajaran menggunakan modul sebenarnya merupakan model pembelajaran yang umum digunakan pada sekolah terbuka, atau kalau di Indonesia sudah digunakan secara

(7)

83 | (Ripteksi Kependidikan PGRI, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013: Hlm. 77-85)

nasional sejak lama oleh Universitas Terbuka.

Modul dapat diartikan sebagai unit-unit pelajaran yang disajikan dalam bentuk dokumen tertulis atau buku, yang disusun sedemikian rupa sehingga siswa dapat menggunakan sendiri atau secara mandiri untuk belajar guna mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Prinsip-prinsip pembelajaran menggunakan modul secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut :

 Semua materi pelajaran untuk setiap mata pelajaran ditulis dengan tatacara tertentu dan diterbitkan dalam bentuk modul.

 Modul diberikan kepada setiap siswa untuk dipelajari secara individual atau secara mandiri.

 Dalam mempelajari modul, siswa harus mengikuti semua petunjuk dan melaksanakan atau mengerjakan semua instruksi yang tertulis di dalamnya.

 Untuk mempelajari dan memahami modul serta mengerjakan tugas-tugas dapat dilakukan diskusi bersama teman-teman dalam grup cabang olahraganya.

 Apabila siswa atau peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami modul dan mengalami

kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan olah guru, dapat menanyakan lepada guru bidang studinya pada saat dilakukannya tutorial atau secara individual.

 Disini guru tidak berperan sebangai penyaji materi pelajaran di dalam kelas, melainkan berperan sebagai tutor, motivator, dan pembingbing bagi para siswa.

 Sedangkan untuk mata pelajaran praktikum, petunjuk pelaksanaannya ituangkan dalam bentuk modul. Sedangkan pelaksanaannya di bawah pengawasan guru atau dapat dilaksanakan secara konvensional.

 Pelaksanaan tutorial dapat dilaksanakan secara klasikal atau individual sesuai dengan kebutuhannya.

 Pelaksanaan ujian dapat dilakukan secara berkala dengan menggunakan fort folio dan disesuaikan dengan kalender pendidikan. Sedangkan waktu dan tempat ujian dapat diatur flexibel, sedangkan pengawasan dilakukan oleh guru yang bersangkutan.

D. PENULISAN MODUL

Penyediaan tau penulisan modul dilakukan oleh guru bidang studinya, atau oleh tim yang ditugaskan untuk menulis modul tersebut, yang jelas guru

(8)

84 | (Ripteksi Kependidikan PGRI, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013: Hlm. 77-85)

tersebut memahami betul materi pada penulisan modul tersebut.

Untuk setiap matapelajaran disusun dalam beberapa modul. Sedangkan jumlahnya disesuaikan dengan jumlah pokok bahasan dan setiap modul diisi dua hingga tiga pkok bahasan yang ditentukan sesuai kebutuhan.

Secara garis besar penulisan modul sebagai berikut:

1. Halaman Judul

disesuaikan dengan pokok bahasan yang akan ditulis pada modul tersebut

2. Daftar Isi

3. Pendahuluan berisi uraian tentang garis besar pokok bahasan yang akan disajikan dalam modul. Diakhiri dengan tujuan instruksional yang akan dicapai oleh siswa nantinya.

4. Kegiatan belajar berisiakan uraian materi pelajaran pokok bahasan, dan diakhiri dengan tugas latihan yang akan membahas beberapa pertanyaan atau permasalahan pada materi pokok bahasan tersebut

5. Rangkuman berisi rangkuman dari materi pembelajaran yang disajikan pada modul tersebut

6. Tes formatif berisikan beberapa soal tes dalam bentuk tes obyektif (pilihan ganda). Sekaligus disertai

dengan cara untuk menilai keberhasilan hasil tes tersebut.

E. PENUTUP

Pemilihan model pembelajaran yang sesuai bagi siswa tarutama peserta didik merupakan suatu usaha untuk memfasilitasi siswa agar dapat mencapai tujuan belajar dengan baik, namun semuanya yang dapat menentukan keberhasilan belajara tentunya berpulang pada siswanya itu sendiri. Sebaik apapun usaha dalam pembuatan modul, tetapi bila siswanya tidak ingin maju maka sulit untuk mencapai keberhasilan belajar. Ini tentunya berkaitan dengan potensi dari masing-masing siswa, serta tergantung dari besarnya motivasi belajar dari siswa itu sendiri. Termasuk disiplin kegigihan dan keuletan dari siswanya dalam usaha untuk maju. Itu merupakan faktor penentu terhadap keberhasilan belajar siswa.

Namun faktor-faktor eksternal perlu ditata dan dipersiapkan serta dikontrol, agar terciptanya suasana yang kondusif. Sehingga dapat mendukung kegiatan belajar siswa secara nyaman dan baik. Untuk itu peran guru termasuk penglola sekolah sangat dibutuhkan.

(9)

85 | (Ripteksi Kependidikan PGRI, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013: Hlm. 77-85) PUSTAKA ACUAN

Arismunandar Wismoyo. 1999. Peran

Kesegaran Jasmani dalam

mendukung pencapaian puncak Prestasi Olahraga .Jakarta: KONI Pusat.

Ateng Abdulkadir. Pendidikan Jasmani di Indonesia. Jakarta: Guna Krida Prakasa Sejati.

Bompa O. Tudor. Theory and Methodology of Training The Key to Athletic Performance. Toronto: Kendal/ Hunt Publishing Company. 1994

Harsono, Pasikologi Coaching , Jakarta : CV., Tambak Kusuma 1988

Harsuki. Perkembangan Olahraga Terkini Kajian Para Pakar. Jakarta: PT., Rajagrafindo Persada. 2003

Mutohir, T., Cholik. Jejak Langkah Anak

Bangsa Menjelajah Dunia

Olahraga. Jakarta : Menpora 2006.

Sudibyo Setyobroto. Psikologi Olahraga, Jakarta: cv.,Jaya Sakti , 1993

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam melawan dominasi dari Industri musik populer Bandung Pyrate Punk juga mampu menciptakan metode penjualan merchandise yang jarang dilakukan oleh komunitas lain, penjualan

Tujuan akhir model indeks tunggal adalah sama halnya dengan analisis Markowitz, melacak batas efisien (efficient frontier) dari set portofolio yang dimana investor akanmemilik

Kadar glukosa darah rata-rata tikus sehat, tikus hasil induksi MLD-STZ dan tikus hasil terapi herbal spray Spirulina sp.. Perlakuan Rata-rata Glukosa

[r]

Perkembangan selanjutnya terjadi pada tahun 1940-an ketika Patrick Blackett melahirkan ilmu riset operasi, yang merupakan kombinasi dari teori statistika dengan teori

Waktu itu kami semua berkumpul dulu di Kampus STAN, nyari teman-teman yang sama-sama ditempatkan satu kantor, saya sendiri belum kenal dengan mahasiswa yang sama-sama ditempatkan

Tuhan yang diyakini sebagai credo menurut orang Kristen, dengan segala perintah dan laranganNya yang sewenang-wenang, tidak akan lagi menghalangi perilaku manusia, sehingga

JJa aw wa ab b #emua #emua soalan.. Read the tet below. &n eample has been gi%en. )oe3s mother and the rest o the *ack, as man+ as ourteen 4umbo ele*hants, sadl+ all