• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan dan Korelasi Kadar Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin Urin pada Berbagai Derajat Kambuh Pasien Sindrom Nefrotik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perbedaan dan Korelasi Kadar Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin Urin pada Berbagai Derajat Kambuh Pasien Sindrom Nefrotik"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Perbedaan dan Korelasi Kadar

Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin

Urin pada Berbagai Derajat Kambuh

Pasien Sindrom Nefrotik

Defa Rahmatun Nisaa’, Dany Hilmanto, Dwi Prasetyo

Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung

Abstrak

Pendahuluan: Sindrom nefrotik (SN) pada anak umumnya bersifat sensitif steroid (SNSS). Akan tetapi sebagian besar pasien akan mengalami kekambuhan. Proteinuria masif pada SN dapat meningkatkan Neutrophil Gelatinase Associated Lipocalin (NGAL) urin karena terganggunya reabsorpsi NGAL dan kerusakan epitel tubulus ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbedaan kadar NGAL urin pada berbagai derajat kambuh SNSS serta menentukan korelasi antara frekuensi kambuh dan kadar NGAL urin pada SNSS.

Metode: Desain penelitian ini adalah potong lintang. Subjek penelitian adalah penderita SNSS yang dirawat di RS Hasan Sadikin dan anak sehat (kontrol) usia 1-14 tahun. Penelitian dilakukan dalam periode Februari-Agustus 2013. Pemeriksaan kadar NGAL urin dilakukan dengan metode ELISA. Analisis statistik dilakukan menggunakan uji Kruskal Wallis dan uji Spearman.

Hasil: Didapatkan 80 subjek yang memenuhi kriteria penelitian. Dua puluh pasien (25%) diklasifikasikan sebagai SNSS serangan pertama, 18 pasien (23%) sebagai SNSS kambuh jarang, 17 pasien (21%) sebagai SNSS kambuh sering, dan 25 kontrol sehat (31%). Sebagian besar subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki (76%). Didapatkan perbedaan yang bermakna antara kadar NGAL urin pada SNSS serangan pertama, SNSS kambuh jarang, dan SNSS kambuh sering (p=0,002).Didapatkan korelasi negatif antara frekuensi kambuh dengan kadar NGAL urin (r=-0,431; p=0,037).

Kesimpulan: Didapatkan kadar NGAL urin penderita SNSS kambuh sering lebih rendah dibandingkan pasien SNSS kambuh jarang dan serangan pertama. Didapatkan korelasi negatif antara frekuensi kambuh dan kadar NGAL urin pada kelompok SNSS kambuh jarang. Kata kunci: Sindrom nefrotik, serangan pertama, kambuh jarang, kambuh sering, kadar NGAL urin

Korespondensi: Defa Rahmatun Nisaa’ Email: defa.suwarto@gmail.com

(2)

Difference and Correlation of Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin Urine Levels in Various Degrees of Relapse in

Nephrotic Syndrome Patients

Defa Rahmatun Nisaa’, Dany Hilmanto, Dwi Prasetyo Department of Child Health, Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran/

Hasan Sadikin Hospital, Bandung

Abstract

Introduction: Nephrotic syndrome (NS) in children is generally steroid sensitive (SSNS).

Never-theless, most patients will experience relapses. Massive proteinuria in NS will increase urinary NGAL levels due to disruption of NGAL reabsorption and renal tubular epithelial damage. The aim of this study is to determine urinary NGAL levels in various degrees of SSNS relapse and determine correlation between frequency of relapse with urinary NGAL levels in SSNS.

Methods: This study design was cross sectional. Subjects were SSNS patients who received

treatment in Hasan Sadikin Hospital and healthy children (controls) aged 1–14 years. This study was conducted from February to August 2013. Examination of of urine NGAL levels was per-formed using the ELISA method. Statistical analysis was perper-formed using Kruskal Wallis test and Spearman test.

Results: We obtained 80 subjects who met the research criteria. Twenty patients (25%) were

classified as first attack SNSS, 18 patients (23%) as infrequent relaps SSNS, 17 patients (21%) as frequent relaps SSNS, and 25 healthy controls (31%) . Most of the subjects were male (76%). There was a significant difference between NGAL urine levels in patients with first attack SSNS, infrequent relaps SSNS and frequent relaps SSNS (p=0.002). We found a negative correlation between the frequency of relapse with urine NGAL levels (r=-0.431;p=0.037).

Conclusions: Urinary NGAL levels in patients with frequent relaps SSNS was lower than

infrequent relaps and first attack SSNS. There was a negative correlation between the frequency of relapse with urine NGAL levels in infrequent-relaps SNSS.

Key words: Nephrotic syndrome, first attack, infrequent relaps, frequent relaps, urinary NGAL

level

Pendahuluan

Sindrom nefrotik (SN) merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan proteinuria masif (protein urin +3 atau +4, rasio protein/kreatinin >2 mg/mg, proteinuria >40 mg/m2/jam),

hipoalbuminemia (kadar albumin serum <2,5 g/dL), edema, dan sebanyak 87% kasus disertai dengan hiperlipidemia (kadar kolesterol serum >200 mg/dL).1,2 Penyakit ini

merupakan salah satu penyakit ginjal yang paling sering didapatkan pada anak dengan insidens sebesar 2–7 kasus per 100 000 anak di bawah usia 16 tahun. Sembilan puluh persen kasus SN pada anak adalah idiopatik dan sensitif terhadap pengobatan steroid. Namun, sebagian besar pasien (60-80%) akan mengalami kekambuhan dan sebanyak 60% di antaranya sering mengalami kekambuhan atau mengalami ketergantungan terhadap steroid.1,3,4

Neutrophil gelatinase-associated lipocalin (NGAL) adalah suatu protein berukuran kecil (25 kd) dan merupakan bagian dari kelompok protein yang dinamakan lipocalins. Protein ini terdapat pada neutrofil dan berbagai jenis sel epitel.

Protein ini terutama ditemukan pada sel yang terdapat di bagian tubulus proksimal ginjal. Nilai normal NGAL dalam urin adalah <5 ng/mL.5,6 Neutrophil gelatinase-associated

lipocalin merupakan penanda yang sangat berguna dan mudah digunakan untuk deteksi dini kerusakan ginjal akut dan kronik.6 Walaupun protein ini tidak dapat menggantikan

kedudukan e-GFR dalam penilaian fungsi ginjal, NGAL dapat digunakan untuk memperkirakan progresivitas penyakit ginjal kronik.7

Penelitian mengenai kadar NGAL pada penderita SN telah dilakukan oleh Bennett et al.8 Penelitian tersebut

bertujuan untuk membedakan kadar NGAL pada penderita SN sensitif steroid (SNSS) dan SN resisten steroid (SNRS). Bennett et al.8 menyimpulkan bahwa kadar NGAL pada

penderita SNRS lebih tinggi daripada SNSS. Sepengetahuan penulis, hingga saat ini belum terdapat penelitian mengenai perbedaan kadar NGAL urin pada berbagai derajat kambuh penderita SNSS. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbedaan kadar NGAL urin pada berbagai derajat kambuh

(3)

penderita SNSS serta menentukan korelasi frekuensi kambuh dengan kadar NGAL urin pada penderita SNSS.

Metode

Penelitian ini dilakukan dengan rancangan potong lintang. Subjek penelitian adalah penderita sindrom nefrotik yang berobat jalan dan dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin dan anak sehat (kelompok kontrol). Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Keikut sertaan subjek dalam penelitian ini telah disetujui oleh orang tua pasien setelah diberikan penjelasan terlebih dahulu dan menan-datangani informed consent. Semua subjek penelitian diukur kadar NGAL urin sebanyak satu kali. Penelitian ini dilakukan di Divisi Nefrologi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Rumah Sakit Hasan Sadikin pada bulan Februari–Agustus 2013.

Kriteria inklusi adalah sindrom nefrotik idiopatik, termasuk SNSS jenis kambuh sering atau kambuh jarang atau serangan pertama pada pasien yang berusia 1–14 tahun. Kriteria untuk SNSS kambuh sering adalah terjadi <2 kali kambuh dalam waktu 6 bulan setelah pengobatan inisial atau terjadi <4 kali kambuh dalam waktu 12 bulan. Kriteria untuk SNSS kambuh jarang adalah terjadi <2 kali kambuh dalam waktu 6 bulan setelah pengobatan inisial atau <4 kali kambuh dalam waktu 12 bulan. Kriteria eksklusi adalah subjek yang mengalami infeksi saluran kencing (ISK), penyakit keganasan, dan SN sekunder.

Semua subjek penelitian dicatat karakteristik dasar pasien beserta berat badan, tinggi badan, diagnosis, dan hasil pemeriksaan NGAL urin. Semua subjek yang memenuhi kriteria inklusi diberi nomor urut sesuai dengan urutan masuk penelitian. Pengambilan sampel urin sewaktu dilakukan dengan mengambil sampel midstream. Sampel urin diambil sebanyak 30 mL dan disimpan dalam suhu -70p C sebelum dilakukan pemeriksaan NGAL urin dengan menggunakan metode ELISA (R&D).

Ukuran sampel untuk mengetahui perbedaan kadar NGAL pada masing-masing kelompok ditentukan berda-sarkan rumus data numerik untuk memperkirakan perbedaan rata-rata populasi independen dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Didapatkan jumlah sampel sebanyak 16 untuk masing-masing populasi. Ukuran sampel yang diperlukan untuk mengetahui korelasi antara frekuensi kambuh dan kadar NGAL dihitung menggunakan rumus untuk analisis korelasi dengan menetapkan tingkat kemaknaan 5% dan

power 80%. Didapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan sebanyak 24 orang. Subjek penelitian dikumpulkan dengan metode consecutive sampling.

Analisis statistik dilakukan menggunakan program SPSS

for windows versi 17. Uji T digunakan jika distribusi data kadar NGAL normal. Jika data tidak berdistribusi normal digunakan uji Kruskal Wallis. Jika didapatkan variabel

perancu yang bermakna akan dilakukan analisis kovarians. Uji normalitas dilakukan menggunakan Shapiro Wilk. Uji Pearson digunakan untuk mengetahui korelasi antara frekuensi kambuh dengan kadar NGAL jika data berdistribusi normal. Uji Spearman digunakan jika data tidak berdistribusi normal. Kemaknaan hasil uji ditentukan berdasarkan nilai p < 0,05.

Hasil

Didapatkan 55 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan 25 kontrol. Tabel 1 memperlihatkan karakteristik dasar subjek penelitian yang terdiri atas usia, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan.

Tabel 1. Karakteristik Dasar Subjek Penelitian

Karakteristik SNSS SNSS SNSS Kontrol

S u b j e k Serangan Kambuh Kambuh (n=25)

Pertama Jarang Sering (n=20) (n=18) (n=17) Usia (tahun) X (SD) 6,0 (3,3) 6,7 (3,0) 5,8 (3,2) 6,9 (3,1) Median 5,3 7,0 5,0 6,2 Jenis kelamin Laki-laki 16 (80%) 4 (20%0 12 (71%) 16 (64%) Perempuan 4 (20%) 1 (6%) 5 (29%) 9 (36%) Berat badan (kg) X (SD) 21,2 (6,6) 21,7 (6,5) 23,1 (10,6) 22,0 (7,1) Median 21,3 22,3 19,0 21,0 Tinggi badan (cm) X (SD) 106,9 (19,5) 108,5 (16,4) 106,9 (19,5) 120,4 (20,5) Median 103,8 112,0 100,5 120,0

Keterangan: SD: standar deviasi, n:jumlah sampel

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa tidak didapatkan banyak perbedaan untuk usia, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan pada keempat kelompok pasien.

Perbedaan kadar NGAL urin pada penderita SNSS serangan pertama, kambuh jarang, kambuh sering, serta kelompok kontrol diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan kadar NGAL urin pada kelompok kontrol memiliki nilai normal (<5 ng/mL). Didapatkan

Tabel 2 Perbedaan Kadar NGAL Urin pada Penderita SNSS Kadar NGAL Urin (ng/mL) Median Rentang p SNSS Serangan Pertamaa 241,8 0,7–4261,8 0,002*

SNSS Kambuh Jarangb 8,3 0,7–3291,9

SNSS Kambuh Seringc 3,7 0,4–974,8

Kontrol 2,6 0,3–30,2

Keterangan: *uji Kruskal-Wallis

Analisis post-hoc menggunakan uji Mann-Whitney dengan hasil: - a dan b, p=0,035;

- a dan c, p=0,001; - b dan c, p=0,062.

(4)

perbedaan kadar NGAL urin yang bermakna pada kelompok SNSS serangan pertama, kambuh jarang, dan kambuh sering (p=0,002). Berdasarkan analisis post-hoc didapatkan kelompok yang mempunyai perbedaan kadar NGAL urin yang bermakna adalah kelompok SNSS serangan pertama dengan kambuh jarang serta kelompok SNSS serangan pertama dengan kambuh sering. Antara kelompok SNSS kambuh jarang dengan kambuh sering tidak didapatkan perbedaan yang bermakna.

Korelasi antara frekuensi kambuh dan kadar NGAL urin pada penelitian ini diperlihatkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Korelasi antara Frekuensi Kambuh dan Kadar NGAL Urin

Korelasi Koefisien korelasi (r) p

SNSS Kambuh Sering 0,319 0,106

SNSS Kambuh Jarang -0,431 0,037

Keterangan: r: uji koefisien korelasi Spearman

Dari Tabel 3 terlihat bahwa tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara frekuensi kambuh dan kadar NGAL urin pada kelompok SNSS kambuh sering (p=0,106). Didapatkan korelasi negatif yang bermakna antara frekuensi kambuh dan kadar NGAL urin pada kelompok SNSS kambuh jarang (r=0,431; p=0,037).

Diskusi

Pada penelitian ini didapatkan kadar NGAL urin rata-rata pada kelompok kontrol sebesar 2,6 ng/mL. Nilai ini sesuai dengan nilai normal untuk NGAL dalam urin, yaitu <5 ng/ mL.5,6 Pada keadaan normal, NGAL dihasilkan dalam jumlah

yang sangat kecil oleh sel diberbagai macam organ seperti ginjal, paru-paru, dan hati.9 Protein ini terdapat pada neutrofil

dan sel epitel lainnya, terutama sel-sel di bagian distal nefron ginjal.5,6

Neutrophil gelatinase-associated lipocalin urin dihasilkan oleh sel epitel tubulus ginjal dalam jumlah signifikan sebagai reaksi terhadap kerusakan ginjal kronik yang berlangsung secara terus-menerus akibat protein yang melewati lumen tubulus. Keadaan makroproteinuria juga dapat menyebabkan kerusakan ginjal yang bersifat progresif karena efek toksik dari protein plasma pada sel tubulus proksimal. Toksisitas tersebut dimediasi oleh aktivitas kaskade komplemen intratubular yang akan menginduksi apoptosis tubulus. Proses ini diawali dengan peningkatan

turnover sel epitel yang kemudian akan menyebabkan atrofi tubulus serta fibrosis intestisial. Proses ini pada akhirnya akan menyebabkan gagal ginjal kronik ireversibel.10

Dalam penelitian ini didapatkan kadar NGAL urin lebih tinggi pada kelompok SNSS serangan pertama jika dibandingkan dengan kelompok SNSS kambuh jarang dan SNSS kambuh sering. Didapatkan kelompok yang mempunyai

perbedaan kadar NGAL urin adalah kelompok SNSS serangan pertama dengan SNSS kambuh jarang serta SNSS kambuh sering berdasarkan analisis post-hoc. Hasil ini dapat dijelaskan beberapa mekanisme. Keadaan proteinuria masif pada SNSS serangan pertama akan mengakibatkan kerusakan pada sel-sel epitel tubulus proksimal ginjal yang masih utuh (belum mengalami atrofi). Hal ini akan mengakibatkan kadar NGAL urin yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan SNSS kambuh jarang dan kambuh sering.5 Pada SNSS serangan

pertama, peningkatan kadar NGAL dapat terjadi melalui tiga mekanisme sesuai dengan lamanya keadaan proteinuria. Mekanisme pertama adalah pada keadaan proteinuria terjadi kebocoran protein melalui glomerulus, termasuk NGAL, yang pada keadaan normal dihasilkan dalam jumlah yang sangat kecil. Megalin transporter yang berfungsi untuk mereabsorpsi NGAL pada tubulus menjadi jenuh oleh kadar protein yang tinggi sehingga mengurangi fungsi reabsorpsi dan NGAL menjadi banyak terbuang dalam urin. Mekanisme kedua adalah apabila keadaan proteinuria bersifat persisten (berlangsung lama), maka aktivitas reabsorpsi oleh megalin menjadi terganggu. Hal ini diakibatkan oleh aktivasi jalur komplemen pada tubulus yang disebabkan oleh kerusakan pada daerah brush-border epitel tubulus. Mekanisme ketiga terjadi karena sel epitel tubulus yang mengalami kerusakan juga mengeluarkan NGAL sebagai mekanisme kompensasi stres oksidatif intraseluler dan proses apoptosis yang diinduksi oleh komplemen.5,9

Pada kelompok SNSS kambuh jarang dan kambuh sering, sebagian sel epitel tubulus proksimal ginjal telah mengalami atrofi. Semakin sering terjadi episode kambuh, maka jumlah sel yang mengalami atrofi akan semakin banyak. Proses ini menyebabkan jumlah NGAL yang dihasilkan akan semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan hasil analisis post-hoc antara kelompok SNSS kambuh jarang dengan kambuh sering yang memperlihatkan bahwa tidak didapatkan perbedaan kadar NGAL urin yang bermakna di antara kedua kelompok. Peningkatan kadar NGAL pada penderita SNSS yang kambuh lebih disebabkan oleh mekanisme yang pertama, yaitu karena kebocoran protein melalui glomerulus yang menyebabkan

megalin transporter pada tubulus menjadi jenuh oleh kadar protein yang tinggi sehingga mengurangi kemampuannya untuk reabsorpsi NGAL dan NGAL menjadi banyak terbuang dalam urin.5 Kemungkinan peningkatan kadar NGAL urin pada

kedua kelompok ini melalui mekanisme kedua dan ketiga lebih kecil jika dibandingkan dengan SNSS serangan pertama. Hal ini dikarenakan kedua mekanisme tersebut tidak dapat terjadi pada sel epitel tubulus proksimal ginjal yang telah mengalami atrofi seperti didapatkan pada SNSS kambuh jarang dan kambuh sering.

Dalam penelitian ini tidak didapatkan peningkatan kadar NGAL urin pada penderita SNSS kambuh sering. Keadaan proteinuria akan menyebabkan toksisitas protein plasma terhadap sel epitel tubulus proksimal pada penderita SNSS. Keadaan ini akan meningkatkan apoptosis sel epitel tubulus

(5)

ginjal yang pada awalnya menyebabkan peningkatan

turn-over sel epitel tubulus ginjal. Pada akhirnya akan terjadiatrofi pada sel epitel tubulus ginjal dan fibrosis interstisialis. Sel epitel tubulus ginjal pada penderita SNSS kambuh sering dalam penelitian ini diduga telah mengalami atrofi dan tidak lagi dapat menghasilkan NGAL sehingga tidak didapatkan peningkatan kadar NGAL urin.10

Uji korelasi antara frekuensi kambuh dengan kadar NGAL pada kelompok SNSS kambuh jarang memperlihatkan bahwa semakin sering terjadi kekambuhan maka akan didapatkan kadar NGAL urin yang semakin rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh proses atrofi yang terjadi pada sel-sel epitel tubulus proksimal ginjal. Pada akhirnya akan ditemukan kadar NGAL urin yang semakin rendah pada penderita SNSS yang lebih sering mengalami kekambuhan.5

Terdapat beberapa kekurangan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang sehingga waktu pemantauan terhadap setiap subjek penelitian terbatas dan jarak waktu antara timbul serangan sampai pemeriksaan NGAL urin berbeda-beda untuk setiap subjek penelitian. Hal ini dapat memengaruhi kadar NGAL dalam urin. Selain itu tidak dieksklusinya pasien dengan infeksi bakteri di organ selain saluran kemih juga merupakan salah satu kekurangan dalam studi ini. Infeksi bakteri secara umum dapat mengaktivasi neutrofil yang pada akhirnya mensekresikan NGAL dan memengaruhi kadar protein tersebut dalam urin.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kadar NGAL urin penderita SNSS kambuh sering lebih rendah daripada kambuh jarang dan serangan pertama. Terdapat

korelasi negatif antara frekuensi kambuh dengan kadar NGAL urin pada kelompok SNSS kambuh jarang.

Daftar Pustaka

1. Ali U, Bagga A, Banerjee S, Kanitkar M, Phadke KD, Senguttuvan P, et al. Management of streroid sensitive nephrotic syndrome: revised guidelines. Indian Pediatrics. 2008;45:203-14. 2. Radhakrishnan J, Appel A, Valeri A, Appel G. The nephrotic

syndrome, lipids, and risk factors for cardiovascular disease. Am J Kidney Dis. 1993;22(1):135-42.

3. Mishra OP, Gupta AK, Prasad R, Ali Z, Upadhyay RS, Mishra SP,

et al. Antioxidant status of children with idiopathic nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol. 2011;26:251-6.

4. Eddy AA, Symons JM. Nephrotic syndrome in childhood. Lan-cet. 2003;362:629-39.

5. Bolignano D, Donato V, Coppolino G, Campo S, Buemi A, Lacquaniti A, et al. Neutrophil gelatinase associated lipocalin (NGAL) as a marker of kidney damage. Am J Kidney Dis. 2008;52:595-602.

6. Bolignano D, Lacquaniti A, Coppolino G, Campo S, Arena A, Buemi M. Neutrophil gelatinase associated lipocalin reflects the severity of renal impairment in subjects affected by chronic kidney disease. Kidney Blood Press Res. 2008;31:255-8. 7. Bolignano D, Lacquaniti A, Coppolino G, Donato V, Campo S,

Fazio MR, et al. Neutrophil gelatinase associated lipocalin (NGAL) and progression of chronic kidney disease. Clin J Am Soc Nephrol. 2009;4:337-44.

8. Bennett MR, Piyaphanee N, Czech K, Mitsnefes M, Devarajan P. NGAL distinguishes steroid sensitivity in idiopathic nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol. 2012;27:807-12.

9. Baghsaw SM. Novel biomarkers for early diagnosis of acute kid-ney injury. Expert Opin Med Diagn. 2008;2(9):1041-54. 10. Bolignano D, Coppolino G, Lacquaniti A, Nicocia G, Buemi M.

Pathological and prognostic value of urinary neutrophil gelatinase associated lipocalin in macroproteinuric patients with worsening renal function. Kidney Blood Press Res. 2008;31:274-9.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Dasar Subjek Penelitian
Tabel 3. Korelasi antara Frekuensi Kambuh dan Kadar NGAL Urin

Referensi

Dokumen terkait

Secara garis besar, tahap proses pembuatan semen dibagi menjadi beberapa tahapan proses meliputi proses penyediaan bahan baku, proses penghancuran bahan baku, proses penggilingan

Penelitian ini menggunakan jenis cat acrylic dengan pelarut alkohol, memiliki tujuan mengetahui pengaruh kadar alkohol yang digunakan sebagai pelarut cat

Alkohol dan Minyak pada Pembuatan Biodiesel dari Limbah Lemak Sapi dengan Menggunakan Katalis Heterogen CaO dari Limbah Kulit Telur Ayam”.. Departemen

[r]

Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh perencanaan program terhadap efektivitas corporate social responsibility dikarenakan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) aktivitas belajar peserta didik kelas VI SDN 4 Pasir Panjang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih aktif,

Sehingga tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana Pengawasan, Pelaksanaan proses dan prosedur dalam pemberian izin terhadap perusahaan penyedia jasa

BFPI telah melakukan pengendalian mutu dan keamanan pangan terhadap produk tuna kaleng, dengan menerapkan SMM dan SMKP berdasarkan sistem ISO dan HACCP.. Penilaian