ANALISIS PENERAPAN INOVASI TEKNOLOGI
PENGELOLAAN TERPADU KEBUN JERUK SEHAT
DI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT
1)Hilmi Ridwan K., Agus Ruswandi, M. Winarno, dan Agus Muharam
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Jalan Ragunan No. 29A, Pasarminggu, Jakarta 12540
1)Naskah disampaikan pada Rapat Pimpinan
Badan Penelitian dan Pengembangan Perta-nian bulan Juni 2007.
PENDAHULUAN
Upaya peningkatan produksi dan mutu jeruk, terutama untuk memenuhi kebutuhan nasional terhalang oleh rendahnya tingkat adopsi teknologi oleh petani. Oleh karena itu, perlu disusun program penelitian pe-ngembangan yang lebih berorientasi agri-bisnis yang berkerakyatan diikuti dengan pemberdayaan kelembagaan petani dan kelompok tani.
Program penelitian dan pengkajian penerapan pengelolaan tanaman terpadu jeruk, atau lebih dikenal dengan Penge-lolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat (PTKJS) telah dilaksanakan di Kabupaten Karo (Sumatera Utara), Sambas (Kalimantan Barat), Ponorogo (Jawa Timur), dan Timur Tengah Selatan (Nusa Tenggara Timur). Teknologi anjuran PTKJS terdiri atas: (1) penggunaan bibit jeruk berlabel bebas pe-nyakit; (2) pengendalian OPT; (3) sanitasi kebun; (4) pemeliharaan secara optimal; dan (5) konsolidasi pengelolaan kebun dengan kelompok tani sebagai unit terkecil pembinaan.
Penggunaan bibit jeruk berlabel bebas penyakit, terutama penyakit citrus vein
phloem degeneration (CVPD) merupakan unsur utama dalam agribisnis jeruk karena penyakit ini telah banyak menimbulkan kerusakan dan kerugian pada tanaman jeruk. Penyakit CVPD, yang saat ini secara internasional namanya telah dibakukan menjadi huang lung bin (HLB), disebabkan oleh candidatus liberobacter asiaticum, termasuk bakteri gram negatif dan ditu-larkan oleh serangga vector Diaphorina citri. Sampai saat ini, deteksi secara visual sulit dilakukan dengan tepat karena gejala serangan mirip defisiensi unsur hara seng (Zn) atau bercampur dengan gejala fisio-logis lain. Di samping itu, infeksi CVPD juga menyebabkan gejala kekurangan un-sur hara karena gangguan metabolisme dan translokasi fotosintat dan hara dalam jaringan tanaman.
Dalam pengembangan agribisnis jeruk, penggunaan bibit jeruk bebas penyakit merupakan keharusan, terutama untuk per-luasan pertanaman ke lahan baru. Berkaitan dengan itu dilakukan beberapa langkah yaitu: (1) melarang penangkaran jeruk yang terinfeksi penyakit dengan didukung perangkat hukum/peraturan; (2) memasya-rakatkan teknologi pembibitan jeruk bebas penyakit ke kelompok-kelompok penang-kar sehingga teknologi tersebut menyebar secara luas; dan (3) memberikan subsidi awal bagi penggunaan bibit jeruk bebas
penyakit sehingga harga bibit lebih rendah atau sama dengan bibit jeruk lokal. Ban-tuan bagi petani diperlukan karena pene-rapan teknologi baru sering menghadapi masalah keterbatasan modal dan harga jual pada saat panen biasanya rendah. Pene-litian bertujuan untuk mengetahui sifat inovasi teknologi PTKJS dan faktor non-teknis (sosial ekonomi) petani yang ber-pengaruh terhadap adopsi inovasi tekno-logi tersebut.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di lokasi PTKJS di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, pada bulan Januari hingga Desember 2006 dengan metode survei. Pengumpulan data dari petani dilakukan secara purposif. Pe-nelitian dilakukan dengan membanding-kan sifat inovasi dari masing-masing komponen teknologi, yaitu sebelum PTKJS (teknologi lama) dan sesudah PTKJS (teknologi baru). Data primer yang di-kumpulkan adalah sifat inovasi teknologi yang diintroduksikan (bibit jeruk berlabel bebas penyakit, pengendalian OPT, sa-nitasi kebun, pemeliharaan secara optimal, dan konsolidasi pengelolaan kebun). Data sekunder yang dikumpulkan meliputi mo-nografi daerah, iklim, dan curah hujan.
Pengukuran sifat inovasi teknologi PTKJS meliputi: (1) keuntungan nisbi, yaitu perbandingan keuntungan dan kerugian antara teknologi lama dan teknologi baru yang dirasakan oleh petani; (2) kesesuaian teknologi, yaitu kesesuaian teknologi lama dan teknologi baru terhadap aspek bio-fisik, kelembagaan input produksi, harga produk, dan aspek sosial ekonomi lain yang berkaitan dengan teknologi yang diuji; (3) kerumitan, yaitu tingkat kerumitan dalam penerapan teknologi lama dan teknologi
baru; (4) kemudahan untuk diamati, yaitu kemampuan teknologi untuk diamati hasilnya secara visual oleh petani; dan (5) kemudahan untuk diuji coba, yaitu kemu-dahan teknologi untuk diuji coba di lapangan oleh petani dari segi biaya dan risiko kegagalan. Pengukuran sifat inovasi menggunakan skala penilaian seperti disajikan pada Tabel 1.
Keputusan petani untuk mengadopsi suatu teknologi ditentukan oleh sifat tek-nologi yang dapat dinilai dari kelima aspek tersebut. Makin mudah suatu teknologi untuk diterapkan, makin besar peluang teknologi tersebut diadopsi. Masing-masing aspek tersebut mempunyai bobot yang berbeda dalam mempengaruhi kepu-tusan petani untuk mengadopsi teknologi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pembobotan terhadap kelima aspek tersebut yang selanjutnya dijadikan sebagai acuan dalam penentuan kategori nilai yang dicapai. Skala tertinggi dari pe-nilaian adalah 4. Nilai harapan dari masing-masing aspek merupakan perkalian antara skala tertinggi dan bobot. Sifat inovasi suatu komponen teknologi merupakan penjumlahan nilai dari kelima aspek tersebut (Tabel 2).
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Pertanaman Jeruk
Peningkatan luas tanam jeruk di Kabu-paten Sambas yang paling besar terjadi pada tahun 2003, yaitu dari 3.105,08 ha menjadi 5.701,80 ha atau meningkat 2.596,72 ha (83,62%), atau populasi ta-naman bertambah 1.038.688 pohon. Sampai tahun 2005, luas tanam jeruk mencapai 10.147,78 ha dengan jumlah populasi tanaman 2.638.888 pohon. Pada tahun 2002,
Tabel 1. Deskripsi, skala, dan kategori sifat inovasi teknologi pengelolaan terpadu kebuh jeruk sehat.
Sifat inovasi Deskripsi Skala Kategori
Keuntungan Perbedaan keuntungan secara 1 Sangat tidak
relatif dibanding finansial antara teknologi baru menguntungkan
teknologi sebelumnya dan teknologi yang biasa 2 Tidak menguntungkan
diterapkan petani (yang sedang 3 Menguntungkan
dilakukan atau sebelumnya) 4 Sangat menguntungkan
Kesesuaian Tingkat kesesuaian dari aspek 1 Sangat tidak sesuai
teknologi ketersediaan saprotan, kondisi 2 Tidak sesuai
pasar, agroekologi, nilai 3 Sesuai
sosial-budaya setempat 4 Sangat sesuai
Kerumitan dalam Tingkat kerumitan 1 Sangat rumit
penerapan dalam penerapan teknologi 2 Rumit
teknologi baru dibanding teknologi 3 Tidak rumit
petani 4 Sangat tidak rumit
Kemudahan untuk Tingkat kemudahan 1 Sangat sulit diamati
diamati melakukan pengamatan 2 Sulit diamati
efektivitas teknologi 3 Mudah diamati
4 Sangat mudah diamati
Kemudahan Tingkat kemudahan untuk 1 Sangat sulit dicoba
teknologi untuk mencoba menerapkan 2 Sulit dicoba
diuji coba teknologi tersebut 3 Mudah dicoba
4 Sangat mudah dicoba
tanaman jeruk tersebut belum meng-hasilkan, yang berarti tahun 2000 meru-pakan awal penanaman jeruk di Kabupaten Sambas. Tanaman jeruk baru berproduksi pada tahun 2003 dengan produktivitas yang rendah, yaitu 5,79 t/ha atau 14,5 kg/ pohon.
Keragaan Umum Responden
Petani responden diambil dari salah satu kecamatan penghasil jeruk di Kabupaten Sambas, yaitu Kecamatan Tebas yang terletak 25 km dari ibu kota kabupaten. Responden berasal dari Desa Sempalai, Batu Makjage, Pusaka, Mensere, Bekut,
Serumpun Buluh, Segedong, Makrampai, Maktangguh, dan Sungai Kelambu. Petani responden merupakan anggota dari kelom-pok tani di lokasi tersebut, yaitu Bakti Cempaka, Karya Bakti, Bumi Ayu, Melur, Harapan Maju, Karya Bersama, Karya Baru, Harapan Mekar, Mawar Indah, Lestari, Serayu, Kurnia, Bumi Subur, Harapan Baru, Mawar, Usaha Mandiri, Usaha Tani, Usaha Baru, Teratai, dan Sinam Putih.
Petani responden umumnya adalah pe-milik kebun jeruk, responden berusia 29-68 tahun atau rata-rata 47 tahun. Pen-didikan bervariasi dari tidak sekolah (3%), SD tidak tamat (7%), SD tamat (60%), SLTP (23%), dan SLTA (7%). Selain berusaha
ta-T abel 2. Pembobotan dan penentuan kategori penilaian teknologi pengelolaan terpadu kebun jeruk sehat. Sifat inovasi
Skala Bobot Nilai Kategori nilai tertinggi harapan Keuntungan relatif 4 3 0 1 2 0 91-120 61-90 31-60 0-30 Sangat Menguntungkan Tidak Sangat tidak menguntungkan menguntungkan menguntungkan Tingkat kesesuaian 4 2 3 9 3 71-93 48-70 24-47 0-23 Sangat sesuai Sesuai T id ak s esuai
Sangat tidak sesuai
Tingkat kerumitan 4 2 0 8 0 61-80 41-60 21-40 0-20
Sangat tidak rumit
Tidak rumit Rumit Sangat rumit Tingkat kemudahan 4 1 0 4 0 31-40 21-30 11-20 0-10 diamati Sangat mudah Mudah Sulit Sangat sulit Tingkat kemudahan 4 1 7 6 7 51-67 34-50 18-33 0-17 untuk dicoba Sangat mudah Mudah Sulit Sangat sulit Jumlah nilai 4 1 0 0 4 0 0 301-400 201-300 101-200 0-100 Sifat inovasi Sangat tinggi Tinggi Rendah Sangat rendah Tingkat adopsi 4 -1 0 0 76-100% 51-75% 26-50% 0-25% Sangat tinggi Tinggi Rendah Sangat rendah
ni jeruk, petani mempunyai mata penca-harian lain yaitu berusaha tani padi (43%), buruh (30%), pedagang (7%), usaha peng-gilingan padi (3%), usaha sewa angkutan (3%), dan kios saprodi (3%). Sebagian besar (93%) petani menanam jeruk di lahan sawah dan hanya sebagian kecil (7%) menanam jeruk di lahan kering.
Sebagian petani (60%) pernah meng-ikuti pelatihan tentang budi daya jeruk atau pengendalian OPT jeruk yang dilakukan Dinas Pertanian setempat, dan selebihnya (40%) belum pernah mengikutinya. Petani yang sudah maupun yang belum dilatih menyatakan pernah menggunakan kom-ponen teknologi PTKJS.
Tiap petani responden rata-rata memi-liki tanaman jeruk 580 pohon atau seluas 1,47 ha. Tanaman tersebar di lahan kering milik sendiri (30 pohon), lahan sawah milik sendiri (442 pohon), dan di lahan sawah sewaan (108 pohon). Umur tanaman jeruk berkisar antara 1-7 tahun. Hasil analisis menunjukkan, skala usaha tani jeruk siam dari 100-200 pohon, 201-300 pohon, 301-400 pohon, dan > 301-400 pohon layak di-kembangkan karena memenuhi nilai ke-layakan investasi dengan BC ratio > 1. Skala pengusahaan terbaik adalah 301-400 pohon karena mempunyai nilai BC ratio
2,06 dan IRR 55,67%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skala usaha tani je-ruk yang paling menguntungkan adalah skala besar (>500 pohon). Petani respon-den menyatakan bahwa penerapan kom-ponen teknologi PTKJS lebih mengun-tungkan dibanding teknologi petani, ka-rena produksi total bertambah, kualitas buah meningkat, keberadaan OPT ber-kurang, dan umur ekonomis tanaman lebih panjang meskipun biaya produksi me-ningkat.
Sifat Inovasi Teknologi PTKJS
Penggunaan Bibit Unggul Berlabel Tabel 4 menunjukkan bahwa sifat inovasi komponen teknologi penggunaan bibit unggul jeruk berlabel bebas penyakit termasuk kategori nilai tinggi. Dari aspek keuntungan relatif, penggunaan bibit unggul jeruk berlabel bebas penyakit menurut persepsi petani lebih mengun-tungkan dibandingkan dengan bibit yang tidak berlabel (bibit tidak bermutu). Tek-nik penanaman bibit unggul jeruk berla-bel sama dengan bibit biasa sehingga
di-Tabel 3. Perkembangan luas tanam, panen, produksi, dan produktivitas tanaman jeruk siam pontianak di Kabupaten Sambas, 2000-2005.
Tahun Luas tanam Luas panen Produksi Produktivitas
(ha) (ha) (t) (t/ha)
2000 1.202 0 0 8,69 2001 2.232,12 0 0 7,95 2002 3.105,08 0 0 7,77 2003 5.701,80 1.202 6.964,20 7,16 2004 7.906,80 3.434,14 19.073,30 9,66 2005 10.147,78 6.592,22 36.306,92 6,49
Tabel 4. Nilai dan kategori sifat inovasi teknologi pengelolaan terpadu kebun jeruk sehat (PTKJS) di Kabupaten Sambas.
Komponen
Nilai dan kategori sifat inovasi teknologi PTKJS
Jumlah
teknologi Keuntung- Kesesuai-an an Kerumit- Kemudah- Kemudah-an an an nilaisifat
relatif dicoba inovasi
Penggunaan bibit 62,00 42,00 48,00 17,00 35,00 204,00
unggul berlabel Menguntung- Tidak Tidak Sulit Mudah Tinggi
kan sesuai rumit
Pengendalian OPT 60,33 43,94 38,33 19,06 31,11 193,33
Menguntung- Tidak Rumit Sulit Sulit Rendah
kan sesuai
Penggunaan 64,00 45,11 37,33 12,33 16,67 175,44
perangkap kuning Menguntung- Tidak Rumit Sulit Sangat Rendah
kan sesuai sulit
Penggunaan 65,00 41,22 46,00 22,00 36,11 210,33
bubur kalifornia Menguntung- Tidak Tidak Mudah Mudah Tinggi
kan sesuai rumit
Penyiraman 61,00 43,56 43,33 10,00 35,00 192,89
insektisida Menguntung- Tidak Tidak Sangat Mudah Rendah
kan sesuai rumit sulit
Penyemprotan 79,00 56,00 44,00 23,33 40,56 242,89
insektisida Menguntung- Sesuai Tidak Mudah Mudah Tinggi
kan rumit
Pemasangan 63,00 37,33 21,33 23,33 35,00 180,00
feromon seks Menguntung- Tidak Rumit Mudah Mudah Rendah
kan sesuai
Pemberongsongan 30,00 40,44 41,33 23,33 23,33 158,44
buah Sangat Tidak Rumit Mudah Sulit Rendah
tidak sesuai
menguntung-kan
Sanitasi kebun 76,67 47,96 46,67 23,33 42,41 237,04
Menguntung- Sesuai Tidak Mudah Mudah Tinggi
kan rumit
Pemangkasan 82,00 60,67 44,67 23,67 40,56 251,56
bagian tanaman sakit Menguntung- Sesuai Tidak rumit Mudah Mudah Tinggi
kan
Eradikasi tanaman 66,00 50,56 48,67 23,67 44,44 233,33
yang terserang Menguntung- Sesuai Tidak rumit Mudah Mudah Tinggi
penyakit kan
Penyulaman dengan 82,00 32,67 46,67 22,67 42,22 226,22
bibit berlabel Menguntung- Tidak Tidak Mudah Mudah Tinggi
kan sesuai rumit
Pemeliharaan 65,00 49,26 40,00 24,30 38,58 217,14
secara optimal Menguntung- Sesuai Rumit Mudah Mudah Tinggi kan
Penyemprotan 75,00 62,22 48,00 24,67 45,56 255,44
dengan fungisida Menguntung- Sesuai Tidak rumit Mudah Mudah Tinggi
kan
Pemangkasan 62,00 35,00 28,00 21,67 23,89 170,56
arsitektur Menguntung- Tidak Rumit Mudah Sulit Rendah
kan sesuai
Pemangkasan 74,00 57,56 50,00 25,67 45,00 252,22
pemeliharaan Menguntung- Sesuai Tidak Mudah Mudah Tinggi
kan rumit
Pengolahan tanah 71,00 53,67 44,00 22,67 43,33 234,67
Menguntung- Sesuai Tidak Mudah Mudah Tinggi
kan rumit
Pemupukan 83,00 63,00 52,00 22,00 41,11 261,11
berimbang Menguntung- Sesuai Tidak Mudah Mudah Tinggi
kan rumit
Penyiraman 62,00 36,59 25,33 23,00 26,67 173,59
Menguntung- Tidak Rumit Mudah Sulit Rendah
kan sesuai
Penjarangan buah 54,00 40,44 32,00 32,00 53,89 202,33
Tidak Tidak Rumit Mudah Mudah Tinggi
menguntung- sesuai
kan
Pengendalian gulma 74,00 55,22 50,00 25,00 36,11 240,33
Menguntung- Sesuai Tidak Mudah Mudah Tinggi
kan rumit
Pemanenan 30,00 38,11 30,67 22,00 41,67 162,44
secara benar Sangat Tidak Rumit Mudah Mudah Rendah
tidak sesuai
menguntung-kan
Konsolidasi 62,00 43,56 2,,33 12,00 26,67 171,56
pengelolaan Menguntung- Tidak Rumit Sulit Sulit Rendah
kebun kan sesuai
Komponen
Nilai dan kategori sifat inovasi teknologi PTKJS
Jumlah
teknologi Keuntung- Kesesuai-an an Kerumit- Kemudah- Kemudah-an an an nilaisifat
relatif dicoba inovasi
tinjau dari tingkat kerumitan penggunaan teknologi termasuk kategori tidak rumit. Begitu pula aplikasi teknologi relatif sama sehingga petani merasa mudah untuk mencobanya. Meskipun penggunaan bibit berlabel dari sisi teknis kurang menjadi masalah, dari sisi kelembagaan pendukung, bibit unggul jeruk berlabel bebas penyakit di lokasi kurang tersedia. Menurut petani, untuk mendapatkan bibit unggul jeruk berlabel cukup sulit karena bibit tidak ter-sedia. Petani menggunakan bibit berlabel karena ada bantuan dari pemerintah. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penilaian ter-hadap tingkat kesesuaian teknologi yang mempunyai kategori tidak sesuai.
Ada sisi yang menarik dari hasil penelitian ini, yaitu kemudahan untuk diamati dari penggunaan bibit unggul jeruk berlabel termasuk kategori sulit. Petani merasa sulit mengamati perbedaan secara fisik antara bibit unggul jeruk berlabel dan bibit jeruk tidak berlabel, kecuali setelah ditanam beberapa tahun.
Pengendalian OPT
Komponen teknologi pengendalian OPT meliputi beberapa subkomponen teknologi anjuran, yaitu penggunaan perangkap ku-ning (yellow trap), penggunaan bubur ka-lifornia, penyiraman insektisida, penyem-protan insektisida, penggunaan feromon seks, dan pemberongsongan buah. Secara agregat, sifat inovasi teknologi pengen-dalian OPT memiliki nilai rendah karena beberapa hal, antara lain: (1) teknologi pe-rangkap kuning belum banyak dikenal dan diterapkan petani; (2) belerang sebagai bahan baku pembuatan bubur kalifornia sulit diperoleh; (3) petani tidak menerapkan penyiraman insektisida; (4) petani tidak menerapkan teknologi feromon seks, dan
(5) petani tidak melakukan pemberong-songan buah.
Perangkap kuning bermanfaat untuk memantau kehadiran serangga penular CVPD. Menurut petani responden, tekno-logi perangkap kuning belum dikenal oleh sebagian besar petani jeruk di Sambas ka-rena sosialisasinya masih terbatas pada beberapa petani. Hasil penilaian sifat ino-vasi teknologi perangkap kuning diperoleh dari persepsi petani berdasarkan pengeta-huan mereka setelah melihat kebun jeruk yang pernah dipasang dengan perangkap kuning. Jika teknologi tersebut dapat di-terapkan maka serangga penular penyakit CVPD akan lebih mudah dikendalikan, yang berarti teknologi tersebut cukup menguntungkan. Namun, sampai saat ini petani belum menerapkan teknologi pe-rangkap kuning, selain karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam aplikasi teknologi tersebut, juga karena bahan untuk membuat perangkap kuning sulit diperoleh di lokasi setempat. Dengan demikian, sifat inovasi teknologi perang-kap kuning ditinjau dari aspek tingkat kesesuaian termasuk kategori tidak sesuai karena kurangnya dukungan kelembagaan dalam penyediaan bahan pembuatnya di lokasi.
Dari segi teknis, petani responden me-nyatakan teknologi tersebut cukup rumit karena kurangnya kemampuan dan ke-terampilan dalam mengaplikasikannya. Tingkat kemudahan diamati juga termasuk kategori sulit karena dalam penerapan teknologi tersebut perlu dilakukan peng-amatan secara seksama, terutama terhadap jenis serangga yang tertangkap, serangga yang bersifat hama, dan serangga musuh alami. Dari aspek kemudahan untuk dicoba pun termasuk sulit karena terbatasnya pengetahuan dan tidak tersedianya bahan pembuat perangkap di lokasi. Berdasarkan
persepsi petani terhadap sifat inovasi tek-nologi maka sifat inovasi tektek-nologi perang-kap kuning termasuk kategori nilai rendah. Pengendalian vektor penyakit CVPD juga dapat menggunakan bubur kalifornia. Penggunaan bubur kalifornia merupakan subkomponen teknologi PTKJS yang paling dikenal petani, efektivitasnya telah dirasakan petani sehingga hasil penilaian terhadap sifat inovasi teknologi tersebut termasuk kategori tinggi. Selain efektif, penggunaan bubur kalifornia cukup mudah, hasilnya mudah diamati antara yang memakai dengan yang tidak memakai bubur kalifornia, dan mudah dicoba. Tanaman yang diberi bubur kalifornia penampilannya cukup baik dan bersih karena vektor penyakit berkurang dan produksi meningkat. Namun, saat dila-kukan penelitian, bahan pembuat bubur kalifornia, terutama belerang sulit didapat di lokasi sehingga tingkat penerapan teknologi tersebut menjadi berkurang, padahal minat petani cukup tinggi.
Petani menilai penyiraman tanah di bawah tajuk daun dengan insektisida untuk mengendalikan vektor CVPD kurang efisien, kurang menguntungkan karena sudah cukup dengan menyemprotkan insektisida pada tanaman. Meskipun secara teknis teknologi tersebut mudah dicoba, kurangnya ketersediaan air di lo-kasi terutama pada musim kemarau me-nyebabkan teknologi tersebut dianggap kurang sesuai dengan kondisi setempat, sehingga sifat inovasi teknologi penyi-raman insektisida berkategori nilai rendah. Umumnya petani telah terbiasa (mem-budaya) melakukan penyemprotan insek-tisida untuk mengendalikan hama penya-kit, sehingga secara teknis teknologi ter-sebut mudah diterapkan, mudah diamati efektivitasnya, dan mudah dicoba. Begitu pula ketersediaan insektisida di lokasi
cukup banyak. Dari aspek keuntungan relatif, petani merasa lebih untung me-lakukan penyemprotan insektisida dari-pada tidak melakukannya, sehingga sifat inovasi teknologi ini berkategori nilai ting-gi.
Teknologi pemasangan feromon seks metil eugenol untuk mengendalikan lalat buah, sifat inovasinya masih memiliki nilai rendah. Petani merasa sulit menerapkan teknologi tersebut karena keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang di-duga akibat kurangnya diseminasi. Be-berapa petani telah mengetahui cara pe-nerapannya, tetapi bahan untuk membuat teknologi tersebut tidak tersedia di lokasi, sehingga dari aspek kesesuaian teknologi termasuk tidak sesuai dengan kondisi setempat. Sebenarnya dari aspek teknis, teknologi tersebut mudah untuk diamati dan dicoba, tetapi karena bahan tidak tersedia, petani sulit untuk menerap-kannya. Bila bahan tersedia, petani mem-perkirakan teknologi tersebut mengun-tungkan karena memudahkan dalam pengendalian lalat buah.
Sanitasi Kebun
Komponen teknologi sanitasi kebun me-liputi pemangkasan bagian tanaman yang sakit, eradikasi tanaman yang terserang CVPD, dan penyulaman dengan bibit berlabel. Secara agregat, sifat inovasi tek-nologi sanitasi kebun memiliki nilai tinggi karena menguntungkan, cukup sesuai de-ngan kondisi setempat, tidak rumit, mudah diamati efektivitasnya, serta mudah dicoba dan diterapkan oleh petani.
Hasil penelitian menunjukkan, sebagi-an besar petsebagi-ani telah terbiasa melakuksebagi-an pemangkasan bagian tanaman yang sakit, sehingga teknologi tersebut dinilai tidak
rumit, mudah diamati hasilnya, dan mudah untuk dicoba. Teknologi ini mempunyai kesesuaian yang cukup tinggi dengan budaya setempat sehingga sifat inovasi teknologi mempunyai kategori nilai tinggi. Dalam hal eradikasi, petani responden berpendapat jika tanaman jeruk yang terserang penyakit CVPD tidak dieradikasi akan menyebabkan tanaman dalam satu kebun terserang semua, bahkan tanaman jeruk milik petani di sekitarnya akan tertular. Oleh karena itu, penerapan eradikasi akan menguntungkan. Petani menyatakan bah-wa teknologi eradikasi secara teknis tidak rumit, mudah dilihat hasilnya, dan mudah dicoba sehingga eradikasi tanaman jeruk yang terkena CVPD telah biasa dilakukan. Ini menunjukkan tingkat kesesuaian yang tinggi untuk diterapkan. Dengan demikian, sifat inovasi teknologi eradikasi memiliki kategori nilai tinggi.
Penyulaman tanaman jeruk yang mati dengan bibit unggul berlabel bebas pe-nyakit sudah biasa dilakukan petani di Sambas dengan bibit berasal dari bantuan pemerintah. Oleh karena itu, hasil penilaian sifat inovasi teknologi tersebut memper-lihatkan tingkat kategori nilai tinggi. Se-cara teknis, penyulaman mudah dicoba, tidak rumit, dan mudah diamati.
Pemeliharaan Tanaman secara Optimal
Komponen teknologi pemeliharaan tanam-an secara optimal meliputi beberapa sub-komponen teknologi anjuran, yaitu pe-nyemprotan fungisida, pemangkasan arsi-tektur, pemangkasan pemeliharaan, peng-olahan tanah, pemupukan berimbang, penyiraman, penjarangan buah, pengen-dalian gulma, dan pemanenan secara benar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa se-cara keseluruhan, sifat inovasi komponen teknologi pemeliharaan secara optimal menguntungkan, sesuai dengan kondisi setempat, agak rumit, mudah diamati, dan mudah dicoba.
Penyemprotan dengan fungisida su-dah biasa dilakukan petani, terutama un-tuk mengendalikan penyakit jamur. Secara teknis, petani menyatakan bahwa pe-nyemprotan dengan fungisida tidak rumit, mudah dicoba, dan mudah diamati hasil-nya, antara lain tanaman dan buah jeruk menjadi bersih dan berpenampilan lebih baik, sehingga sifat inovasi teknologi ini berkategori nilai tinggi.
Di lokasi penelitian, pemangkasan ar-sitektur masih jarang dilakukan petani ka-rena tanaman sudah cukup besar, padahal pemangkasan arsitektur perlu dilakukan sejak tanaman masih kecil. Oleh karena itu, teknologi ini dirasakan kurang sesuai oleh petani. Terkait dengan kondisi pertanaman tersebut, petani responden berpendapat bahwa pemangkasan arsitektur cukup ru-mit untuk dilakukan. Hasil pemangkasan sebetulnya mudah diamati, namun sulit dicoba pada tanaman dewasa. Petani ber-pendapat bila pohon dipangkas arsitektur mungkin akan menguntungkan. Berda-sarkan kondisi tersebut maka sifat inovasi teknologi pemangkasan arsitektur memiliki kategori nilai rendah.
Pemangkasan pemeliharaan sudah biasa dilakukan petani responden. Petani menyatakan teknologi tersebut mudah diamati hasilnya dan mudah dicoba. Efek-tivitas teknologi tersebut cukup dirasakan petani, yang dapat diketahui dari produksi buah yang lebih baik pada tanaman yang dipangkas daripada yang tidak dipangkas. Di samping itu, tanaman yang dipangkas tidak mudah terserang jamur. Berdasarkan
hasil tersebut, sifat inovasi pemangkasan pemeliharaan memiliki kategori nilai tinggi. Sifat inovasi teknologi pengolahan tanah mempunyai kategori nilai tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknologi pengolahan tanah mempunyai tingkat kesesuaian yang cukup baik dengan kon-disi setempat. Pengolahan tanah dilakukan dengan cara mencangkul tanah di sekitar tajuk kemudian dibumbun. Kegiatan ini dilakukan secara periodik setiap tahun sesuai dengan pertumbuhan dan umur tanaman. Petani merasa mudah melaku-kannya, mudah mengamati hasilnya, dan mudah mencobanya. Petani menyatakan bila tanah tidak diolah maka produksi buah akan rendah. Ini berarti teknologi peng-olahan tanah memberikan tingkat keun-tungan relatif yang baik.
Menurut petani, pemupukan diper-lukan agar tanaman dapat berproduksi optimal. Oleh karena itu, pemupukan di-rasakan memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibanding tanpa pemupukan. Secara teknis, pemupukan mudah dilak-sanakan, mudah diamati hasilnya, dan mudah dicoba. Oleh karena itu, sifat ino-vasi teknologi pemupukan memiliki kate-gori nilai tinggi.
Lahan pertanaman jeruk di Kabupaten Sambas sebagian besar merupakan lahan sawah dengan saluran irigasi yang kurang baik. Pada musim kemarau, air sulit diper-oleh sehingga penyiraman sulit dilakukan atau hanya mengandalkan air hujan. Kondisi yang demikian menyebabkan teknologi penyiraman dari aspek tingkat kesesuaian dinilai tidak sesuai, tidak dapat diamati, dan tidak bisa dicoba karena air tidak tersedia. Jika air tersedia, mungkin teknologi penyiraman akan menguntung-kan. Dengan kondisi yang demikian maka hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat
inovasi teknologi penyiraman memiliki nilai yang rendah.
Sifat inovasi teknologi penjarangan buah memiliki nilai tinggi. Namun, untuk melakukan penjarangan buah perlu tam-bahan tenaga kerja sehingga menambah biaya. Penjualan hasil di tingkat petani de-ngan sistem borode-ngan tidak membedakan harga berbagai kelas buah sehingga ke-untungan relatifnya termasuk kategori ti-dak menguntungkan. Kondisi pasar yang demikian menyebabkan tingkat kesesuaian teknologi ini termasuk tidak sesuai. Secara teknis, penjarangan buah agak rumit, tetapi mudah dicoba dan diamati hasilnya. Buah yang dijarangkan biasanya memiliki ukuran yang lebih besar, sehingga teknologi ter-sebut diterapkan oleh petani.
Sifat inovasi teknologi pengendalian gulma memiliki kategori nilai tinggi. Petani telah biasa melakukan pengendalian gulma sehingga teknologi tersebut dinilai tidak rumit, mudah diamati, dan mudah dicoba. Tanpa pengendalian gulma, produksi tanaman kurang optimal sehingga petani merasakan tingkat keuntungan relatif teknologi ini cukup baik.
Teknologi pemanenan yang benar memiliki sifat inovasi dengan kategori ni-lai rendah. Di lokasi penelitian, petani umumnya memanen jeruk dengan cara dipetik tanpa memakai gunting. Menurut petani, buah yang dipanen menggunakan gunting memiliki harga jual yang sama dengan yang dipetik tanpa gunting, pa-dahal panen dengan gunting cukup rumit dan memerlukan tenaga kerja lebih banyak, sehingga keuntungan relatif teknologi ini termasuk tidak menguntungkan. Petani merasa mudah untuk mencoba dan meng-amati hasilnya, tetapi rumit untuk melak-sanakannya.
Konsolidasi Pengelolaan Kebun Komponen teknologi konsolidasi pengelo-laan kebun mempunyai sifat inovasi yang bernilai rendah. Konsolidasi pengelolaan kebun merupakan sistem penerapan PTKJS secara utuh dan serempak oleh petani da-lam satu hamparan atau kantong produk-si. Masing-masing kantong produksi dapat terdiri atas beberapa kebun milik petani yang saling berdekatan.
Peran kelompok tani akan menentukan keberhasilan pelaksanaan konsolidasi pengelolaan kebun. Namun di lokasi penelitian, kelompok tani belum berperan bagi terlaksananya konsolidasi pengelo-laan kebun. Oleh karena itu, hasil penilaian menunjukkan tingkat kesesuaian yang bernilai rendah dengan kategori tidak sesuai. Konsolidasi pengelolaan kebun sulit dilaksanakan karena beragamnya tingkat kemampuan dan keterampilan petani.
Kondisi Aplikasi Teknologi PTKJS oleh Petani
Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat adopsi komponen teknologi PTKJS cukup tinggi, seperti penggunaan bibit jeruk berlabel bebas penyakit serta beberapa subkom-ponen teknologi seperti penyaputan ba-tang bawah dengan bubur kalifornia, pe-nyemprotan insektisida, pembuangan bagian tanaman yang sakit, eradikasi, pe-nyulaman dengan bibit berlabel, pemang-kasan pemeliharaan, pengolahan tanah, pemupukan berimbang, penjarangan bu-ah, dan pengendalian gulma. Komponen teknologi yang paling menonjol dan di-anggap baru dikenal oleh petani namun cepat diadopsi adalah penyaputan batang bawah dengan bubur kalifornia. Beberapa
subkomponen teknologi PTKJS lainnya seperti penggunaan perangkap kuning, penyiraman tanah dengan insektisida, penggunaan feromon seks, pemberong-songan buah, pemangkasan arsitektur, penyiraman, pemanenan secara benar, dan konsolidasi pengelolaan kebun memiliki tingkat adopsi yang sangat rendah.
Faktor Nonteknis yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi
Teknologi PTKJS
Berdasarkan uraian sifat inovasi teknologi PTKJS, dapat dikemukakan beberapa fak-tor nonteknis yang mempengaruhi adopsi inovasi teknologi PTKJS, yaitu:
• Penyampaian informasi. Informasi teknologi PTKJS kurang dipahami petani sehingga mereka tidak berani mencobanya, seperti penggunaan pe-rangkap kuning, feromon seks, dan penyiraman tanah dengan insektisida untuk mengendalikan vektor CVPD. • Lembaga perbenihan. Dukungan
lem-baga perbenihan hortikultura maupun penangkar benih jeruk dalam penga-daan bibit jeruk berlabel bebas penyakit atau bibit jeruk berkualitas baik dan benar masih lemah.
• Lembaga penyedia input. Dukungan lembaga penyedia sarana produksi dalam pengadaan belerang sebagai bahan untuk membuat bubur kalifor-nia masih rendah. Belerang dilarang diperdagangkan di Kabupaten Sambas oleh pemerintah daerah setempat ka-rena dapat digunakan sebagai bahan peledak.
• Pasar. Harga jual jeruk pada pedagang pengumpul/pasar setempat kurang merangsang petani untuk mencoba teknologi yang dianjurkan karena
Tabel 5. Penerapan teknologi pengelolaan terpadu kebun jeruk sehat di Kabupaten Sambas.
Jenis komponen teknologi Diterapkan
Tidak
Tingkat
(%) diterapkan adopsi
(%)
Menggunakan bibit jeruk berlabel 9 0 1 0 Sangat tinggi
bebas penyakit Pengendalian OPT
Perangkap kuning 0 100 Sangat rendah
Penggunaan bubur kalifornia 6 3 3 4 Tinggi
Penyiraman tanah dengan larutan 0 100 Sangat rendah
insektisida
Penyemprotan dengan insektisida 9 7 3 Sangat tinggi
Pemasangan feromon seks 0 100 Sangat rendah
(metil eugenol)
Pemberongsongan buah 0 100 Sangat rendah
Penyemprotan fungisida 9 0 1 0 Sangat tinggi
Sanitasi kebun
Memangkas bagian tanaman 9 7 3 Sangat tinggi
yang sakit
Membuang pohon yang 8 3 1 7 Sangat tinggi
terserang CVPD
Penyulaman dengan 8 3 1 7 Sangat tinggi
bibit berlabel Pemeliharaan tanaman
Pemangkasan bentuk 2 7 7 3 Rendah
Pemangkasan pemeliharaan 9 7 3 Sangat tinggi
Pengolahan tanah 9 7 3 Sangat tinggi
Pemupukan berimbang 7 3 2 7 Tinggi
Penyiraman 1 0 9 0 Sangat rendah
Penjarangan buah 8 3 1 7 Sangat tinggi
Pengendalian gulma 8 7 1 3 Sangat tinggi
Pemanenan secara benar 0 100 Sangat rendah
Konsolidasi pengelolaan kebun 0 100 Sangat rendah
harga jual sama, padahal penerapan teknologi anjuran memerlukan biaya tambahan seperti pemberongsongan buah dan pemanenan dengan gunting. • Kebersamaan usaha. Petani jeruk me-nyadari pentingnya konsolidasi pe-ngelolaan kebun. Namun, beragam-nya mata pencaharian menyebabkan kesibukan/waktu kerja petani berbeda-beda. Kemampuan dalam penyediaan alat pertanian dan sarana produksi juga
beragam sehingga konsolidasi penge-lolaan kebun sulit diaplikasikan di lapang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Inovasi teknologi PTKJS belum seluruh-nya diadopsi oleh petani jeruk di Ka-bupaten Sambas karena beberapa sub-komponen teknologi seperti penggunaan
perangkap kuning, penyiraman tanah de-ngan insektisida, penggunaan feromon seks, pemberongsongan buah, pemang-kasan arsitektur, penyiraman, pemanenan secara benar, dan konsolidasi pengelolaan kebun, memiliki sifat inovasi yang berka-tegori nilai rendah.
Balai Penelitian Jeruk dan Buah Sub-tropika di Tlekung harus lebih intensif
mendiseminasikan teknologi PTKJS yang nilai sifat inovasi teknologinya tergolong rendah kepada kelompok tani jeruk di Kabupaten Sambas. Kegiatan dilakukan dengan melibatkan instansi terkait seperti Dinas Pertanian, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Koperasi Unit Desa, dan penangkar benih.