• Tidak ada hasil yang ditemukan

REFERAT Embalming Pada Jenazah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REFERAT Embalming Pada Jenazah"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenali secara klinis pada seseorang melalui tanda kematian yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Kematian hanya dapat dialami oleh organisme hidup. Secara medis, kematian merupakan suatu proses dimana fungsi dan metabolisme sel organ-organ internal tubuh terhenti. Dikenal beberapa istilah kematian, yaitu mati somatis, mati seluler, mati serebral, dan mati batang otak. Mati somatis (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan, yang menetap. Mati seluler adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul akibat terhentinya penggunaan oksigen serta metabolisme normal sel dan jaringan. Perubahan pada tubuh dapat timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian. Tanda-tanda kematian dibagi atas tanda kematian pasti dan tidak pasti. Tanda kematian tidak pasti adalah penafasan berhenti, sirkulasi terhenti, kulit pucat, tonus otot menghilang dan relaksasi, pembuluh darah retina mengalami segmentasi dan pengeringan kornea. Sedangkan tanda pasti kematian adalah lebam mayat (livor mortis), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh (algor mortis), pembusukan, mumifikasi, dan adiposera. Dalam proses pembusukan terjadi dua proses yaitu autolisis dan dekomposisi putrefactive.1,2

Embalming (pengawetan jenazah) adalah suatu proses dimana dilakukan pemberian bermacam-macam bahan kimia tertentu pada interior dan eksterior jaringan orang mati (menghambat dekomposisi jaringan) dan membuat serta menjaganya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup sesuai dengan waktu yang diperlukan.3 Pengawetan jenazah dapat dilakukan langsung pada kematian wajar, akan tetapi pada kematian tidak wajar pengawetan jenazah baru boleh dilakukan setelah pemeriksaan jenazah atau autopsi selesai dilakukan.4

Embalming telah lazim dilakukan di banyak kebudayaan untuk berbagai alasan seperti adanya kepercayaan bahwa pengawetan mayat dapat menjaga jiwa setelah kematian, seperti yang terjadi di Mesir dan untuk budaya lain misalnya, Peru di mana iklimnya juga sesuai untuk terjadinya mumifikasi. Sedangkan di Belanda, tidak diperbolehkan proses embalming kecuali dalam hal transportasi internasional mayat dan dalam kasus anggota keluarga kerajaan.5 Seiring dengan berkembangnya zaman dan adanya kebutuhan untuk mempertahankan keadaan jenazah

(2)

2 tetap menyerupai keadaan sewaktu hidup diperlukan proses embalming. Proses embalming yang dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan atau kewajiban keluarga terhadap jenazah, seperti tetap mempertahankan kesegaran jenazah, jenazah tidak berbau busuk, lentur dan tidak kaku.4 Untuk memenuhi kebutuhan tesebut diperlukan suatu proses embalming dengan metode tertentu yang menghilangkan hal-hal yang tidak diinginkan dan memberikan keadaan jenazah yang menyerupai keadaannya sewaktu hidup, metode tersebut dapat diperoleh dari embalming modern, untuk itu perlu dipahami tentang embalming modern.4,5

Alasan seseorang juga melakukan embalming adalah untuk menjaga keutuhan jasad mayat secara sementara dan mencegah terjadinya pembusukan sehingga membuat jasad tersebut dapat terlihat secara utuh seperti sewaktu hidup pada acara proses pemakaman jenazah tersebut. Embalming juga dilakukan demi keperluan studi anatomi dan penelitian.5

(3)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi Dekomposisi

Dekomposisi atau pembusukan merupakan suatu keadaan dimana bahan-bahan organik tubuh mengalami penghancuran yang disebabkan oleh karena proses autolisis maupun karena aktivitas bakteri. Dekomposisi tubuh manusia mulai terjadi sekitar empat menit setelah kematian. Autolisis merupakan proses perlunakan dan pencairan jaringan tubuh yang terjdai dalam kondisi steril dan tidak terdapat keterlibatan dari bakteri. Autolisis terjadi akibat proses enzimatik dari sel tubuh sendiri. Setelah terjadi kematian maka bakteri yang normal berada dalam tubuh akan menginvasi ke jaringan tubuh, dimana darah adalah medium yang paling baik untuk pertumbuhan bakteri tersebut. 1,2,6

Gambar 1 : Urutan munculnya tanda kematian pasti pada suhu ruangan, dengan catatan suhu tubuh tidak menurun dalam satu jam pertama.6

II.2. Autolisis

Penghancuran jaringan adalah hasil dari proses enzim endogenous yang dikenal sebagai proses autolisis. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel postmortem dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan. 1,2

Pada autolisis terjadi pelepasan enzim yang berasal dari pankreas dan asam lambung yang berasal dari lambung. Pankreas menghasilkan banyak enzim pencernaan diantaranya adalah amilase, lipase, dan tripsinogen. Pada kematian, enzim ini dilepaskan oleh sel eksokrin dari

(4)

4 pancreas dan enzim ini akan menyebabkan pankreas mencerna dirinya sendiri (terjadi autodigesti). 1,6

Lambung terdiri dari banyak sel yang menghasilkan enzim dan asam hidroklorida yang berperan penting dalam pencernaan. Ketika meninggal, pepsinogen dan asam hidroklorida dilepaskan dari sel lambung dan memberikan autodigesti dari mukosa lambung itu sendiri (gastromalasia). Jika hal ini berlangsung terus menerus, maka akan menyebabkan perforasi dari lambung. Proses yang sama juga terjadi pada esophagus akibat dari relaksasi sphincter esophagus sehingga cairan dari lambung masuk ke esophagus (esofagomalasia). Akibat gastromalasia dan esofagomalasia, akan menyebabkan perembesan isi cairan lambung ke cavum abdomen sehingga menyebabkan penghancuran struktur organ sekitar.2,7

Ketika sel tubuh mencapai fase akhir dari proses autolisis, suasana lingkungan sekitar menjadi anaerobik . Pada saat ini, bakteri normal pada tubuh akan mulai berkembang dan mengancurkan jaringan tubuh dengan memproduksi asam, gas dan bahan-bahan organic (fase putrefactive). 2,7,8

Salah satu tanda dari autolisis yang dapat dilihat dari luar tubuh adalah skin slippage. Selama proses autolisis, pertautan antara epidermis dan dermis melemah akbat adanya aktivitas enzim hidrolitik. Skin slippage mencakup lapisan pigmen dan sudah mulai tampak dalam beberapa jam setelah kematian apabila mayat berada dalam lingkungan hangat. Skin slippage tidak terjadi secara spontan dan diperlukan penekanan. Oleh karena itu, akan sangat membantu apabila dilakukan pemijatan pada lapisan superfisial pada mayat. Skin slippage dapat dibedakan dari abrasi kulit melalui dermis yang berwarna kuning-oranye. Abrasi biasanya akan berwarna merah hingga merah kehitaman. Skin slippage dapat mencakup seluruh tangan atau kaki sehingga akan tampak deskuamasi seperti sarung tangan atau kaos kaki. Hal ini banyak terjadi pada mayat yang ditemukan tenggelam di air. 2,9,10

(5)

5 Gambar 2: Skin Slippage pada daerah plantar pedis, Skin slippage diasosiasikan dengan dekomposisi tahap awal. Fenomena ini terjadi akibat melemahnya pertautan antara epidermis

dengan dermis.11

Gambar 3: Gambaran abrasi kulit dengan dermis yang berwarna kuning-oranye harus dapat dibedakan dengan Skin Slippage.7

Gambar 4: Gambaran Skin slippage pada mayat yang ditemukan tenggelam mencakup seluruh kaki sehingga akan tampak deskuamasi seperti sarung tangan atau kaos kaki.7

(6)

6 II.3. Dekomposisi Putrefactive

Dekomposisi putrefactive adalah proses penghancuran jaringan lunak yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme (bakteri, fungi dan protozoa). Bakteri merupakan mikroorganisme yang paling berperan dalam putrefactive terutama jenis bakteri anaerobik yang memproduksi spora, bakteri yang berbentuk coliform, mikrokokus, dan golongan proteus. Salah satu spesies yang paling sering dikaitkan dalam proses putrefactive adalah klostridium welchii. 1,2,6

Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk bertumbuh. Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan traktus respiratorius. Peningkatan kadar organisme anaerobik disebabkan karena penurunan kadar oksigen yang disertai peningkatan kadar ion hidrogen dalam jaringan. Akibat aktivitas bakteri terbentuk berbagai produk diantaranya hidrogen sulfida (H2S),

karbon dioksida, methana, amonia, sulfur oksida, dan hidrogen, HCN, asam amino, dan asam lemak. 1,6,9

Tanda awal dari proses putrefactive yang terjadi adalah munculnya pewarnaan kehijauan pada kulit yang sering ditemukan pada kuadran bawah abdomen, lebih sering pada fossa iliaka kanan karena isinya lebih cair, lebih banyak mengandung bakteri dan letaknya yang lebih superfisial. Pewarnaan kehijauan mulai terlihat di kuadran bawah abdomen kira-kira 24 jam post mortem dan memenuhi seluruh abdomen setelah 48 jam post mortem. Pewarnaan kehijauan kemudian menyebar ke daerah dada, bahu, leher lalu wajah.1,6,9

(7)

7 II.4. Pengertian Embalming

Embalming (pengawetan jenazah) adalah suatu proses dimana dilakukan pemberian bermacam-macam bahan kimia tertentu pada interior dan eksterior jaringan orang mati (menghambat dekomposisi jaringan) dan membuat serta menjaganya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup sesuai dengan waktu yang diperlukan.3 dengan kata lain embalming adalah proses kimiawi yang melindungi jasad atau tubuh secara sementara.12

Orang yang melakukan tindakan embalming disebut embalmer. Embalmer adalah seorang individu yang memenuhi syarat untuk disinfeksi atau memelihara jenazah dengan suntikan atau aplikasi eksternal antiseptik, desinfektan atau cairan pengawet, mempersiapkan jenazah untuk transportasi dalam kasus dimana kematian disebabkan oleh penyakit menular atau infeksi.13

II.5. Bahan Kimia Embalming II.5.1. Formaldehida

Senyawa kimia formaldehida (metanal), merupakan aldehida berbentuk gas dengan rumus kimia H2CO. Formaldehida dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung karbon.

Formaldehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia. 14,15

a. Sifat Formaldehida

Dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tetapi bisa larut dalam air (biasanya dijual dalam kadar 37% menggunakan merk dagang 'formalin' atau 'formol'). Formalin bersifat asam karena mengandung asam formiat akibat oksidasi formaldehida. Oleh sebab itu larutan formalin 10% harus dibuat netral atau sedikit alkalis dengan menggunakan larutan dapar fosfat dengan pH 7,2 sebagai pelarut, atau dengan menambahkan kalsium asetat. Formaldehida bisa membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksana atau polimer linier polioksimetilena.14,15

b. Produksi

Larutan dapar formalin yang sering digunakan adalah :14 1. Formal Calcium

(8)

8 3. Buffered Formalin Sucrose

c. Kegunaan

Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri, sehingga sering digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan pengawet. Sebagai disinfektan, formaldehida dikenal juga dengan nama formalin dan dimanfaatkan sebagai pembersih lantai, pembersih kapal, gudang dan pakaian.14 Dalam bidang medis, larutan formaldehida dipakai untuk mengeringkan kulit, misalnya mengangkat kutil. Larutan dari formaldehida sering dipakai dalam embalming untuk mematikan bakteri serta untuk mengawetkan mayat.14 Formaldehida diabsorbsi di jaringan dengan baik, tetapi relatif lambat. Formalin adalah pengawet yang banyak digunakan dan tidak ada jaringan yang dirusaknya. Bau formalin yang menusuk hidung membuat formalin sangat dikenal oleh banyak pihak, sehingga cukup berhati-hati dalam menggunakannya.14

d. Efek terhadap kesehatan

Pemaparan formaldehid dapat menyebabkan efek samping, dari gejala ringan sampai yang mengancam nyawa. Pemaparan yang akut memiliki efek samping jangka pendek dan biasanya mudah untuk diantisipasi. Pada manusia Beberapa efek samping akut paparan formaldehid adalah iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan. Ketika dipaparkan pada senyawa ini dengan jangka waktu yang cukup lama tenggorokan menjadi kering dan sakit. Pada beberapa penelitian ditemukan bukti bahwa paparan formaldehid yang konstan dapat meningkatkan resiko untuk menderita beberapa jenis kanker.14

II.5.2. Etil Alkohol dan Polietilen Glikol (Kryofix)

Alternatif formaldehida dalam embalming dikenalkan oleh Boon dkk. Kryofix dikembangkan di Belanda, merupakan gabungan antara etil alkohol dan polietilen glikol tanpa aldehid. Efek kryofix pada fiksasi jaringan telah dibandingkan dengan formaldehid di laboratorium patologi. Waktu fiksasi kryofix lebih pendek dan lebih baik dibandingkan formaldehid. Hal ini berhasil pada uji di laboratorium. Dengan demikian, penggunaan kryofix pada jaringan yang besar diperlukan untuk menentukan keberhasilan kryofix dalam proses embalming. Menurut definisi toksisitas OSHA, etil alkohol dan polietilen glikol tidak termasuk bahan kimia berbahaya.14

(9)

9 II.5.3. Glutaraldehid

Glutaraldehid dapat digunakan sebagai alternatif formaldehid sebagai cairan untuk embalming. Produk komersial glutaraldehid adalah 25% larut dalam air, memiliki bau ringan, dan berwarna terang. Glutaraldehida menyebabkan deformasi struktur heliks-alfa protein dan mengawetkan jaringan dengan sangat cepat. Glutaraldehid kosentrasi tinggi meningkatkan fiksasi protein dalam tubuh mayat. Konsentrasi optimum untuk embalming adalah 1-1,5% (cairan). Larutan glutaraldehid 2% sering digunakan sebagai persiapan embalming.14 Ikatan protein dengan glutaraldehid lebih kuat dan menghasilkan protein aldehid yang stabil. Gabungan protein jaringan dengan glutaraldehid tidak disukai oleh bakteri. Glutaraldehid berdifusi menembus jaringan lebih merata dibandingkan formaldehid. Ketika dicampur dengan zat pewarna pada proses embalming akan menghasilkan warna yang lebih alami pada layanan pemakaman. Glutaraldehid merupakan disinfektan yang lebih efisien dan efektif dibandingkan formaldehid, namun harga glutaraldehid lebih mahal 4-5 kali lipat.14 Formaldehid dan glutaraldehid dapat mengiritasi kulit, mata dan pernapasan, tetapi iritasi kulit dan pernapasan yang disebabkan glutaraldehid lebih ringan. Glutaraldehid tidak memiliki bau seperti formaldehid. Sampai saat ini, belum ada data yang menyebutkan efek paparan kronis dari glutaraldehid pada manusia.14

II.6. Indikasi dan Kontraindikasi

II.6.1. Indikasi Embalming

Pengawetan jenazah perlu dilakukan pada keadaan:4

 Adanya penundaan penguburan atau kremasi lebih dari 24 jam: Hal ini penting karena di Indonesia yang beriklim tropis, dalam 24 jam mayat sudah mulai membusuk, mengeluarkan bau, dan cairan pembusukan yang dapat mencemari lingkungan sekitarnya.4

 Jenazah perlu dibawa ke tempat lain: Untuk dapat mengangkut jenazah dari suatu tempat ke tempat lain, harus dijamin bahwa jenazah tersebut aman, artinya tidak berbau, tidak menularkan bibit penyakit ke sekitarnya selama proses pengangkutan. Dalam hal ini perusahaan pengangkutan, demi reputasinya dan untuk mencegah adanya gugatan di belakang hari, harus mensyaratkan bahwa jenazah akan diangkut telah diawetkan secara baik, yang dibuktikan oleh suatu sertifikat pengawetan.4

(10)

10  Jenazah meninggal akibat penyakit menular: Jenazah yang meninggal akibat penyakit menular akan lebih cepat membusuk dan potensial menulari petugas kamar jenazah, keluarga serta orang-orang di sekitarnya. Pada kasus semacam ini, walaupun penguburan atau kremasinya akan segera dilakukan, tetap dianjurkan dilakukan embalming untuk mencegah penularan kuman/ bibit penyakit ke sekitarnya.4

II.6.2. Kontraindikasi

Embalming di Indonesia tidak dapat dilakukan pada kematian tidak wajar sebelum dilakukan autopsi, hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesulitan penyidikan karena adanya bukti-bukti tindak pidana yang hilang atau berubah dan karenanya dapat dikenakan sanksi pidana penghilangan benda bukti berdasarkan pasal 233 KUHP. Oleh karena itu setiap kematian tidak wajar menjadi kontra indikasi embalming.4

Setiap kematian yang terjadi akibat kekerasan atau keracunan termasuk kematian yang tidak wajar. Cara kematian pada kematian tidak wajar adalah pembunuhan, bunuh diri dan kecelakaan. Pada kasus kematian tidak wajar, kasusnya hendaknya segera dilaporkan ke penyidik, sesuai dengan pasal 108 KUHAP. Adapun yang termasuk dalam kategori kasus yang harus dilaporkan ke penyidik adalah: 4

1. Kematian yang terjadi di dalam tahanan atau penjara

2. Kematian terjadi bukan karena penyakit dan bukan karena hukuman mati

3. Adanya penemuan mayat dimana penyebab dan informasi mengenai kematiannya tidak ada 4. Keadaan kematiannya menunjukkan bahwa kemungkinan kematian akibat perbuatan

melanggar hukum.

5. Orang tersebut melakukan bunuh diri atau situasi kematiannya mengindikasikan kematian akibat bunuh diri.

6. Kematian yang terjadi tanpa kehadiran dokter.

7. Kematian yang disaksikan dokter tetapi ia tidak dapat memastikan penyebab kematiannya.4

II.7. Embalming Modern

II.7.1 Definisi Embalming Modern

Metode modern embalming didefinisikan sebagai desinfeksi dan pelestarian tubuh yang sudah mati. Proses embalming modern dirancang untuk menghambat dekomposisi jaringan untuk periode waktu yang diperlukan sebagaimana yang diinginkan oleh keluarga agar jenazah berada

(11)

11 dalam kondisi yang baik. Embalming modern telah terbukti mampu menjaga tubuh utuh selama beberapa dekade.5

Embalming merupakan sebuah "fiksasi" kimia protein sel. Secara prinsip formaldehida pada dasarnya bereaksi dengan Albumin. Formal dehid larut dalam sel dan mengkonversinya menjadi untuk albuminoids atau gel, saat yang sama, bakteri dihancurkan, sehingga menghentikan atau setidaknya menunda dekomposisi pada jenazah. Setelah embalming selesai, tubuh hanya dapat diserang oleh udara yang membawa bakteri dan jamur yang pada akhirnya dapat menghancurkan tubuh dengan terpapar udara dan kelembaban yang cukup untuk mendukung hadir pertumbuhan bakteri dan jamur.5

Embalming modern dilakukan dengan menggunakan cairan embalming yang bersifat disinfektan dan pengawet. Cairan embalming disuntikkan ke dalam sistem peredaran darah tubuh dengan pompa listrik, sementara darah dikeluarkan dari tubuh dan dibuang. Sehingga posisi darah di tubuh diganti dengan disinfektan dan cairan pengawet.5

II.7.2 Tujuan Embalming

Ada tiga alasan mengapa dilakukannya modern embalming,5 yaitu: 1. Desinfeksi.

Saat seseorang meninggal, beberapa patogen akan ikut mati, namun sebagian besar masih dapat bertahan hidup karena memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dalam jangka waktu lama dalam jaringan mati. Orang yang datang dan kontak langsung dengan tubuh jenazah yang tidak embalming dapat terinfeksi serta ada kemungkinan menjadi lalat atau agen lain mentransfer patogen untuk manusia dan menginfeksi mereka.5 2. Pelestarian

Pelestarian, yaitu upaya pencegahan pembusukan dan dekomposisi jenazah, sehingga jenazah di dikuburkan, dikremasikan tanpa bau atau hal-hal yang tidak menyenangkan lainnya.5

3. Restorasi

Restorasi, yaitu upaya untuk mengembalikan keadaan tubuh jenazah kembali seperti masih hidup.5

II.7.3 Proses pada embalming modern A. Arterial embalming

(12)

12 Arterial embalming melibatkan injeksi bahan kimia ke dalam pembuluh darah, biasanya melalui arteri karotis dextra dan darah dikeluarkan dari vena jugularis. Bahan kimia disuntikkan melalui pompa mekanis atau dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Pijatan embalmer pada mayat untuk memastikan distribusi yang tepat dari cairan embalming. Dalam kasus sirkulasi yang buruk, titik injeksi lain dapat digunakan, yaitu iliaka atau arteri femoralis, pembuluh subklavia atau aksila.5

B. Cavity embalming

Hisap cairan rongga tubuh mayat dan injeksi bahan kimia ke dalam rongga tubuh, menggunakan aspirator dan trocar. Embalmer membuat sayatan kecil tepat di atas pusar dan mendorong trocar di rongga dada dan perut untuk menusuk organ berongga dan aspirasi cairannya. Kemudian rongga tubuh diisi dengan bahan kimia yang mengandung formaldehid terkonsentrasi.5

C. Hypodermic embalming

Hypodermic embalming merupakan metode tambahan dimana injeksi bahan kimia pengawet ke dalam jaringan dengan menggunakan jarum dan suntik hipodermik yang biasanya digunakan pada kasus dimana area yang tidak memiliki aliran arterial yang baik setelah dilakukan injeksi arteri.5

D. Surface embalming

Surface embalming merupakan metode tambahan yang menggunakan bahan kimia pengawet untuk mengawetkan area langsung pada permukaan kulit dan area superfisial lainnya dan juga area yang rusak, seperti pada kecelakaan lalu lintas, penbusukan, pertumbuhan kanker, atau donor kulit.5

II.7.4 Langkah-langkah normal untuk persiapan tubuh

1. Tubuh ditempatkan dalam posisi yang tepat di meja embalming dengan tangan diletakkan di atas perut .

2. Tubuh dicuci dan didesinfeksi. 3. Wajah dicukur diperlukan.

(13)

13 4. Mata tertutup. Hal ini biasanya dicapai dengan disk plastik kecil melengkung disebut "mata topi" ditempatkan di bawah kelopak mata. Perforasi dalam membantu memegang tutup kelopak mata di tempat.

5. Mulut tertutup. Hal ini biasanya dicapai dengan menempatkan sebuah "taktik" yang dirancang khusus di rahang atas dan bawah. Taktik masing-masing memiliki kawat halus terpasang. Dengan memutar dua kabel bersama-sama, rahang demikian tertutup dan bibir diatur pada garis bibir alami menggunakan krim untuk mempertahankan posisi yang tepat dan untuk mencegah dehidrasi.

6. Solusi embalming disiapkan. Mesin embalming modern yang terdiri dari suatu reservoir galon 2-3 dan pompa listrik. Sebuah solusi sekitar 8 ons cairan untuk 1 galon air siap. 7. Sebuah insisi dibuat di atas arteri karotid (di mana leher memenuhi bahu) atau melalui

arteri femoralis (di leg di pangkal paha). Arteri dan vena terletak dan terisolasi.

8. Sebuah tabung yang melekat pada mesin dimasukkan ke dalam arteri. Sebuah tabung sedikit lebih besar ditempatkan ke dalam vena yang menyertainya. Tabung ini melekat pada selang ke sistem saluran pembuangan.

9. Cairan disuntikkan ke dalam arteri di bawah tekanan oleh mesin embalming. Seperti darah digantikan oleh cairan masuk, itu dipaksa keluar dari tabung vena dan dibuang. Tekanan cairan embalming pasukan ke kapiler dan akhirnya ke sel-sel tubuh. Setelah sekitar 3 galon larutan yang disuntikkan ke dalam tubuh, darah telah menipis dan cairan datang melalui tabung vena sebagian besar embalming cairan.

10. Tabung dihapus dan sayatan dijahit.

11. Rongga perut diobati dengan menggunakan tabung hampa disebut trocar yang digunakan untuk aspirasi gas dan isi cairan di bawah hisap. Sebuah kimia pengawet diperkenalkan. 12. Tubuh lagi dicuci dan krim ditempatkan pada tangan dan wajah untuk mencegah dehidrasi. 13. Rambut dikeramas dan kuku jari dibersihkan.

14. Tubuh ditutupi dengan selembar menunggu ganti dan penempatan di peti mati.

15. Kosmetik yang kemudian diterapkan untuk menggantikan warna alami dihapus oleh proses embalming, banyak yang diciptakan oleh kapiler darah di wajah yang tidak lagi hadir. Dalam kasus wanita, kosmetik yang digunakan dalam hidup juga dapat digunakan untuk menciptakan kembali "melihat" orang tersebut selama hidup. Rambut disisir atau set. II.7.5 Manfaat embalming modern

(14)

14 1. Wangi

Untuk menghindari bau yang tidak menyenangkan pada jenazah dan juga untuk mendapatkan bau yang wangi, maka dibutuhkan campuran beberapa zat kimia, seperti campuran formaldehid dengan deodorant dan juga pemberian aroma terapi.

2. Rigor Mortis negative

Rigor mortis terjadi karena serabut otot mengandung Actin dan Myosin yang mempunyai sifat untuk berkontraksi dan relaksi dengan adanya suatu konsentrasi dari ATP dan kalium chlorida. Kelenturan dapat dipertahankan karena adanya metabolisme sel yang menghasilkan energi. Energi ini untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama ATP masih ada serabut aktin dan miosin berkontraksi. Bila cadangan glikogen habis maka energi tidak terbentuk sehingga aktin dan miosin otot berubah menjadi massa seperti jeli yang kaku sehingga terjadi suatu rigiditas. Perubahan-perubahan kimia juga terjadi di dalam otot-otot pada waktu yang sama seperti meningkatnya asam laktat akibat proses glikogenolisis secara anaerob, perubahan pH jaringan dan lain-lain.

Rigor mortis biasanya terjadi 2-4 jam sesudah kematian dan berlangsung selama 36-72 jam. Rigor mortis akan mempengaruhi proses embalming. Oleh karena itu, rigor mortis harus dihilangkan terlebih dahulu dengan menetralkan pH atau merubah keadaannya menjadi alkali. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan senyawa berupa amonia. Dengan pemberian amonia, asam laktat akan ternetralisir sehingga serat otot akan kembali dapat berkontraksi dan proses pembusukan segera dimulai. Pada kondisi seperti inilah proses embalming dapat dilakukan.

3. Hiperemis atau tidak pucat

Untuk mendapatkan jenazah yang tidak pucat, maka dibutuhkan campuran formaldehid dengan lanolin atau humektan.

II.8. Proses Embalming

Proses embalming dimulai dengan mencuci secara menyeluruh dan desinfeksi tubuh. Mulut, hidung, dan lubang lainnya dibersihkan dan ditutup untuk mencegah ekskresi yang bisa menjadi sumber penyakit atau infeksi. Bahan pengawet kimia kemudian disuntikkan ke dalam tubuh melalui satu atau lebih arteri, sementara cairan tubuh dikeluarkan melalui pembuluh darah

(15)

15 yang sesuai. Bahan pengawet kimia membunuh bakteri dan mengawetkan mayat dengan mengubah struktur fisik dari protein tubuh, sehingga tidak bisa lagi berfungsi sebagai host untuk bakteri. Dengan demikian proses dekomposisi dapat dihambat.15

II.9. Embalming ditinjau dari berbagai Aspek II.9.1. Embalming dari Sudut Medikolegal

Dalam praktek sehari-hari seorang dokter mungkin diminta untuk melakukan embalming. Embalming pada umumnya dilakukan untuk menghambat pembusukan, membunuh kuman, serta mempertahankan bentuk mayat. Pada prinsipnya embalming hanya boleh dilakukan oleh dokter pada mayat yang meninggal secara wajar (natural death), sedangkan pada mayat yang meninggal tidak wajar (akibat pembunuhan, bunuh diri, serta kecelakaan) embalming baru boleh dilakukan setelah proses pemeriksaan forensik selesai dilakukan. Embalming sebelum otopsi dapat menyebabkan perubahan serta hilangnya atau berubahnya beberapa fakta forensik. Dokter yang melakukan hal tersebut dapat diancam hukuman karena melakukan tindak pidana menghilangkan barang bukti berdasarkan pasal 233 KUHP. Bunyi pasal 233 KUHP adalah “Barang siapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus-menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.16,17

Di Indonesia, embalming sebaiknya dilakukan oleh orang yang mempunyai keahlian dan kewenangan yaitu dokter spesialis forensik. Adapun alasannya adalah sebagai berikut :4

1. Indonesia tidak menganut sistim koroner atau medical examiner yang bertugas memilah kasus kematian wajar dan tidak wajar.

2. Embalmer di Indonesia, yang secara sengaja maupun tidak sengaja melakukan embalming pada kasus kematian tidak wajar sebelum dilakukan otopsi, dapat menyebabkan terjadinya kesulitan penyidikan karena adanya bukti-bukti tindak pidana yang hilang atau berubah dan karenanya dapat dikenakan sanksi pidana penghilangan benda bukti berdasarkan pasal 233 KUHP. Jika pada kasus ini dilakukan juga gugatan perdata, maka pihak rumah duka pun dapat saja ikut dilibatkan sebagai pihak tergugat.

(16)

16 3. Kewenangan dan keahlian untuk melakukan embalming ada pada dokter spesialis forensik,

berdasarkan pendidikannya.

Dalam hal telah dilakukan embalming tanpa sertifikat dan hasilnya jelek dan merugikan keluarga, maka pihak rumah duka sebagai pihak yang memfasilitasi embalming tersebut dapat turut digugat secara perdata berdasarkan pasal 1365 KUHPer.4 Pasal 1365 KUHPer berbunyi “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”.18

II.9.2. Embalming untuk pendidikan anatomi

Pengawetan yang dilakukan untuk pendidikan kedokteran sedikit berbeda dengan pengawetan jenazah untuk keperluan lain. Prioritas pertama adalah untuk pelestarian jangka panjang bukan untuk presentasi atau tampilan. Pengawetan medis menggunakan cairan yang mengandung formaldehid pengawetan dengan terkonsentrasi (37-40%), yang dikenal sebagai formalin) atau gluteraldehyde serta fenol dan dibuat tanpa pewarna atau parfum. Banyak perusahaan kimia pengawetan membuat cairan khusus pengawetan anatomi.

Anatomi pengawetan dilakukan ke dalam sistem peredaran darah tertutup. Cairan biasanya disuntikkan dengan mesin pengawetan ke arteri di bawah tekanan tinggi untuk menjenuhkan jaringan. Setelah jenazah dibiarkan selama beberapa jam, sistem vena umumnya dibuka dan cairan diperbolehkan untuk mengalir keluar, meskipun pengawetan anatomi banyak yang tidak menggunakan teknik drainase.

Pengawetan anatomis dapat menggunakan gravitasi-pakan pengawetan, di mana wadah mengeluarkan cairan pengawetan yang ditinggikan di atas permukaan tubuh dan cairan dimasukkan secara perlahan selama beberapa jam, kadang-kadang selama beberapa hari. Berbeda dengan pengawetan arteri standar, drainase tidak terjadi dan tubuh mengalami distensi ekstensif dengan cairan. Akhirnya mengurangi distensi, seringkali dilakukan sampai enam bulan pendinginan, sehingga didapatkan penampilan cukup normal. Tidak ada rongga perawatan terpisah dari organ internal. Mayat anatomis diawetkan memiliki pewarnaan abu-abu, akibat konsentrasi formaldehida yang tinggi bercampur dengan darah dan kurangnya agen pewarnaan merah biasanya ditambahkan ke standar, non-medis, cairan pengawetan. Formaldehida dicampur

(17)

17 dengan darah menyebabkan perubahan warna abu-abu juga dikenal sebagai "abu-abu formaldehida" atau "embalmer abu-abu".

(18)

18 BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

III.1. Simpulan

Embalming adalah proses pengawetan mayat untuk mempertahankan penampilan mayat dalam waktu yang singkat, tetap dalam kondisi yang baik untuk jangka waktu lama. Teknik embalming modern adalah hasil dari akumulasi berabad-abad penelitian, penemuan, trial and error. Metode embalming modern terdiri dari arterial embalming, cavity embalming, hypodermic embalming, dan surface embalming. Bahan kimia yang dapat digunakan dalam proses embalming, antara lain formaldehid, etil alkohol dan polietilen glikol (kryofix), dan glutaraldehid.

Pada prinsipnya embalming hanya boleh dilakukan oleh dokter pada mayat yang meninggal secara wajar (natural death), sedangkan pada mayat yang meninggal tidak wajar (akibat pembunuhan, bunuh diri, serta kecelakaan) embalming baru boleh dilakukan setelah proses pemeriksaan forensik selesai dilakukan.

III.2. Saran

Di Indonesia, sampai saat ini tidak ada institusi pendidikan yang khusus mendidik seseorang untuk menjadi embalmer. Dalam pendidikan S2, spesialisasi kedokteran forensik adalah satu-satunya program pendidikan yang mencantumkan pelajaran mengenai embalming dalam kurikulumnya. Atas dasar itulah, maka dalam konteks hukum di Indonesia, embalming sebaiknya dilakukan oleh orang yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu, yaitu dokter spesialis forensik.

(19)

19 DAFTAR PUSTAKA

1. Shkrum MJ, Ramsay DA. Forensic Pathology of Trauma Common Problems for the Pathologist. USA: Humana Press. 2007;p40-53

2. Dix J, Graham M. Causes of Death Atlas Series Time of Death, Decomposition, and Identification An Atlas. USA: CRC Press. 2000

3. Rivers RL. Embalming Artifacts. J Forensic Sci, 1978;23:531-5.

4. Atmadja SD. Tatacara dan Pelayanan Pemeriksaan Serta Pengawetan Jenazah Pada Kematian Wajar. Cited On 2012. Available from: http://tatacaraembalming.blogspot.com/ 5. Bajracharya S, Magar A. Embalming: An art of preserving human body. Kathmandu

University Medical Journal, 2006;4(16):554-7.

6. Shepherd R. Chapter 6: Changes after Death. In: Simpson’s Forensic Medicine Twelfth Edition. London: 2003;p44-7

7. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology Principles and Practice. USA: Elsevier. 2005; p534-43

8. DiMaio D, DiMaio VJ.M. Chapter 2: Time of Death. In: Forensic Pathology. USA: CRC Press,Inc. 1993

9. Atmadja DS. Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama . Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI. 1997

10. Vass AA, Barshick SA, Sega G, Caton J, Skeen JT, Love JC, Synstelien JA. Decomposition Chemistry of Human Remains : A New Methodology for Determining the Postmortem Interval. J Forensic Sci 2002;47(3):542–553

11. Marks MK, Tersigni MA. Decomposition, Patterns and Rates. In: Encyclopedia Of Forensic And Legal Medicine Book 2, First Edition. USA: Academic Press. 2005; p148-52 12. Embalming Process. Cited On 2012. Available from: http:// www.amsocembalmers.org 13. Australian Funeral Direction Association. So You Want To Be Embalmers. Cited On 2012.

Available from: http:// www.afda.org.au.

14. Bedino HJ. Embalming Chemistry: Glutaraldehyde versus Formaldehyde. Champion: Expanding Encyclopedia Of Mortuary Practices, 2003;649:2614-32.

15. Scott TJ. What is Embalming. Cited On 2012. Available from: http://www.tjscottandson.com.au/files/6embalming.pdf.

(20)

20

16. Atmadja DS. Pengawetan jenazah dan aspek medikolegal. Cited On 2012. Available from:

http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php.

17. Kitab Undang-undang Hukum Pidana Buku Kedua. Cited On 2012. Available from:

http://id.wikisource.org/wiki/Kitab_Undang-Undang_Hukum_Pidana/Buku_Kedua.

18. Erman. Perbuatan Melawan Hukum. Cited On 2012. Available from:

Gambar

Gambar 1 : Urutan munculnya tanda kematian pasti pada suhu ruangan, dengan catatan  suhu tubuh tidak menurun dalam satu jam pertama
Gambar 3: Gambaran abrasi kulit dengan dermis yang berwarna kuning-oranye harus  dapat dibedakan dengan Skin Slippage

Referensi

Dokumen terkait

Ballpen Bic Crystal Medium Black Buah 4.500 Ukr.. Ballpen Bic Diamante Buah

Pada saat Rezim Soeharto permasalahan-permasalahan hubungan Islam dan negara tersebut dibahas secara tidak terbuka dan memunculkan pemikir-pemikir Islam yang saat itu dengan

Pemberian pakan (Diet g) untuk C.maenas dalam jangka waktu periode intermolt I dan II nampak mempunyai kualitas sama dengan Pakan Standar I, tetapi secara kualitatif lebih

Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri, jamur, virus) dalam saluran kemih mulai dari uretra,

• Hukum internasional adalah sekumpulan asaa, kebiasaan internasional dan aturan yang bersifat umum yang di hormati dan dipetuhi serta adanya kewajiban yang mengukat

Hasil analisis SEM dari variabel perilaku ke- pemimpinan terhadap kinerja guru melalui kete- rampilan manajerial, manajemen konflik, dan daya tahan stres kerja guru

4516012 SDIT AL-HIKMAH BINTARA ALIFIANDA MUSYAFFA L MUHAMMAD RIFQI PRASETYO L Lengkap 4516013 SDIT AL-HIKMAH BINTARA AFINA ISNANI AZIS P ALIA AHMA HANANIA P Lengkap 4516014 SD

Suprijono (2009:79) memberi penjelasan batasan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning) yaitu konsep belajar di mana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam