• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH VARIASI WAKTU PIROLISA TERHADAP JUMLAH RENDEMEN PADA PEMBUATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH VARIASI WAKTU PIROLISA TERHADAP JUMLAH RENDEMEN PADA PEMBUATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

i

TEMPURUNG KELAPA

Oleh :

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN JURUSAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA

H A S R I A N I NIM . 070 500 129

(2)

ii

TEMPURUNG KELAPA

Oleh

SAMARINDA

H A S R I A N I

Nim. 070 500 129

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN JURUSAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

2010

(3)

iii

Judul Karya Ilmiah : PENGARUH VARIASI WAKTU PIROLISA

TERHADAP JUMLAH RENDEMEN PADA PEMBUATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA

N a m a : HASRIANI N I M : 070500129

Program Studi : Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Jurusan : Pengolahan Hasil Hutan

Menyetujui,

Lulus ujian pada tanggal Pembimbing,

Edy Wibowo Kurniawan,S.T.P.,M.Sc NIP. 197411182000121001

Mengesahkan Direktur,

Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

Ir. Wartomo, MP NIP. 19631028 198803 1 003

Penguji,

Agus Syardana EP.,SP.,M.Si NIP. 197608172002121005

(4)

iv HASRIANI. Pengaruh Variasi Waktu Pirolisa terhadap Jumlah Rendemen Pada Pembuatan Asap Cair Dari Tempurung Kelapa (dibawah bimbingan pak Edy Wibowo Kurniawan).

Penelitian ini dilatar belakangi karena mengingat tempurung kelapa cukup banyak di daerah indonesia khususnya di Kalimantan Timur dan sampai saat ini tempurung kelapa belum dimanfaatkan secara optimal, maka perlu dilakukan penelitian untuk memaksimalkan pengolahan asap cair dari tempurung kelapa, dan untuk mengurangi pencemaran udara yang disebabkan oleh asap pembakaran. Manfaat dari asap cair yaitu sebagai pengawet pengganti formalin yang digunakan pada industri perkebunan, perkayuan, serta makanan. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah dengan penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang pengaruh variasi waktu pirolisis terhadap jumlah rendemen pada pembuatan asap cair dari tempurung kelapa. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh variasi waktu terhadap jumlah rendemen pada pembuatan asap cair dari tempurung kelapa.

Permasalahan yang timbul adalah bagaimanakah pengaruh waktu pirolisa terhadap yang meliputi rendemen, kadar pH, dan bobot jenis. dan Berapakah waktu pirolisa yang optimum untuk menghasilkan asap cair dengan kualitas terbaik. Sampel yang digunakan yaitu asap cair yang dibuat dengan waktu pirolisa 60 menit, 75 menit, dan 90 menit. Masing-masing sampel dianalisis kualitasnya yang meliputi rendemen, kadar pH, dan bobot jenis.

Hasil penelitian diperoleh bahwa waktu pirolisa yang berbeda mempengaruhi kualitas asap cair yang dihasilkan, yaitu dengan bertambahnya waktu pirolisa, maka rendemen semakin tinggi, kadar pH semakin rendah, dan bobot jenisnya semakin rendah pula.

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa waktu pirolisa yang paling baik untuk membuat asap cair adalah pada perlakuan lama waktu pengadukan 90 menit karena lama waktu pirolisa dengak waktu 90 menit memiliki rendemen yang tinggi.

(5)

v HASRIANI, lahir di Enrekang, Sulawesi Selatan tanggal 3 agustus 1986. Merupakan anak ke-1 dari 5 bersaudara dari pasangan Jupri dan Hasna Wati.

Tahun 1993 memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri No.027 Samarinda dan lulus pada tahun 1999. Kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SLTP) Negeri 15 Samarinda dan lulus pada tahun 2002, selanjutnya meneruskan ke Sekolah Menengah Atas (SMU) Negeri 7 samarinda dan lulus pada tahun 2005. Pendidikan Tinggi dimulai pada tahun 2007 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan, Jurusan Pengolahan Hasil Hutan.

Tahun 2010 mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Budi Duta Agromakmur, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur dari bulan Maret sampai dengan bulan April 2010.

Sebagai syarat untuk memperoleh predikat Ahli Madya Diploma III Teknologi Perkebunan, penulis mengadakan penelitian dengan judul ” Pengaruh Variasi Waktu Pirolisa Terhadap Jumlah Rendemen Pada Pembuatan Asap Cair Dari Tempurung Kelapa”.

(6)

vi Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Minyak Atsirih dan Laboratorium Kimia Analitik Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, sebagai syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan memperoleh gelar Ahli Madya Diploma III (D3) Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

Laporan karya ilmiah ini disusun tidak lepas dari bantuan serta peran serta dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua Orang Tua dan keluarga tercinta yang telah banyak memberikan motivasi dan doa kepada penulis selama ini.

2. Bapak Ir. Wartomo, MP, selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 3. Bapak Edy Wibowo K, S.TP, M,Sc, Selaku Ketua Program Studi Teknologi

Pengolahan Hasil Perkebunan, dan Selaku dosen pembimbing. 4. Bapak Agus Syardana EP.,SP.,M.Si Selaku dosen penguji

5. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf dan Teknisi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan (TPHP).

6. Rekan – rekan mahasiswa angkatan 2007 khususnya mahasiswa (TPHP), yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

(7)

vii terdapat kekurangan, untuk itu penulis berharap saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca untuk kesempurnaan penulisan ini. Semoga Penulisan ini dapat bermanf aat bagi para pembaca dan penulis khususnya.

Penulis

(8)

viii Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN... iii

ABSTRAK ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian... 2

C. Hasil Yang Diharapkan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kelapa (Cocos nucifera)... 3

B. Tinjauan Umum Tempurung Kelapa... 4

C. Pengolahan Limbah Tempurung Kelapa...... 5

D. Tinjauan Umum Asap Cair... 7

E. Manfaat Asap Cair ... 11

F. Tinjauan Umum Pirolisa... 12

G. Senyawa Asam... 14

H. Tinjauan Umum Rendeme... 15

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian... 16

B. Alat dan Bahan... 16

C. Metode Penelitian... 16

D. Analisa Data... 18

E. Parameter Yang Diamati ... 19

F. Jadwal Kegiatan ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Rendemen... 23

B. Kadar pH. ... 24

(9)

ix DAFTAR PUSTAKA... 30 LAMPIRAN... 32

(10)

x

No Halaman

1. Tabel 1. Komposisi Kimia Tempurung Kelapa... 5

2. Tabel 2. Standard of Wood Vinegar Quality in Japan... 11

3. Tabel 3. Kombinasi Dari Masing – masing Perlakuan... 19

4. Tabel 4. Jadwal Kegiatan Penelitian... 21

5. Tabel 5. Rata – rata Rendemen Asap Cair…….. ... 22

6. Tabel 6. Rata – rata Kadar pH Asap Cair………... 24

7. Tabel 7. Rata – rata Bobot Jenis Asap Cair... 26

8. Tabel 8. Rata – rata Rendemen Asap Cair….…….. ... 33

9. Tabel 9. Rata – rata Kadar pH Asap Cair... 33

(11)

xi No Halaman

1. Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Asap Cair... 18

2. Gambar 2. Grafik Rata-rata Rendemen Asap Cair... 23

3. Gambar 3. Grafik Rata-rata Kadar pH Asap Cair... 24

4. Gambar 4. Grafik Rata-rata Bobot Jenis Asap Cair... 27

5. Gambar 5. Tempurung Kelapa Sebelum Dipirolisa... 36

6. Gambar 6. Penimbangan Tempurung Kelapa... 36

7. Gambar 7. Alat Pirolisa... 37

8. Gambar 8. Tempat Bahan... 37

9. Gambar 9. Tempat Keluarnya Asap Cair... 38

10. Gambar 10. Pendingin... 38

11. Gambar 11. Bak Penampung Air... 39

12. Gambar 12. Pengatur Suhu Alat Pirolisa... 39

13. Gambar 13. Asap Cair Yang Dihasilkan... 40

14. Gambar 14. Asap Cair dengan Waktu Lebih Dari 90 menit... 40

15. Gambar 15. Tar Dari Asap Cair... 41

16. Gambar 16. Tempurung Yang Telah Dipirolisa... 41

17. Gambar 17. Uji Rendemen... 42

(12)

xii

No Halaman Lampiran 1. Perhitungan... 33

(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada saat ini Kalimantan Timur, khususnya di Samarinda banyak sekali didirikan warung, kafe, supermarket maupun restoran yang menyediakan menu masakan asapan seperti : ikan bakar, daging panggang, sate, ayam bakar dan lain – lain. Pengasapan makanan merupakan salah satu cara pengolahan makanan yang menghasilkan citarasa, aroma, dan warna yang khas pada produk yang dihasilkan dan digemari oleh masyarakat. Sebagian besar pengolahan produk asapan tersebut dengan tradisional.

Pengasapan tradisional dilakukan dengan cara membakar kayu atau tempurung, serbuk atau arang secara langsung sehingga memerlukan waktu yang lama, keseragaman produk untuk mendapatkan warna dan citrasa yang diinginkan sulit dikontrol serta menimbulkan pencemaran lingkungan dan bahaya kebakaran.

Dengan adanya teknologi inovatif berbasis asap cair maka pemberian asap cair pada makanan akan lebih praktis karena hanya dengan mencelupkan atau merendam produk makanan tersebut ke dalam redestirat asap cair. Dengan demikian pengasapan dapat berlangsung dengan cepat, mudah dan terkontrol. Penggunaan asap cair lebih luas aplikasinya untuk menggantikan pengasapan makanan secara tradisional yang dilakukan secara manual yaitu bersama – sama dengan proses pemanasan (Darmadji, 1999) .

(14)

Perkembangan asap cair semakin pesat karena mempunyai beberapa keunggulan antara lain : menghemat biaya yang dibutuhkan untuk kayu dan peralatan pengasapan, flavor produk lebih seragam, flavor lebih intensif dari pengasapan tradisioanal, flavor produk dapat diatur, komponen berbayaha dapat diatur sebelum diaplikasikan pada makanan, dapat diterapkan pada masyarakat awam, mengurangi pencemaran lingkungan (Mega, 1987).

Pada penelitian ini dilakukan pembuatan asap cair sebagai pengawet pengganti formalin yang bahan dasarnya mudah didapatkan dan harganya pun murah selain itu untuk memanfaatkan limbah tempurung kelapa, dan juga mengurangi pencemaran udara. Di samping itu juga penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang cara pada pembuatan dan manfaat asap cair. B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh variasi waktu terhadap jumlah rendemen pada pembuatan asap cair dari tempurung kelapa. C. Hasil yang diharapkan

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah dengan penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang pengaruh variasi waktu pirolisis terhadap jumlah rendemen pada pembuatan asap cair dari tempurung kelapa.

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Kelapa (Cocos nucifera L)

Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) merupakan salah satu tanaman yang termasuk dalam familiPalmae dan banyak tumbuh di daerah tropis, seperti di Indonesia. Tanaman kelapa membutuhkan lingkungan hidup yang sesuai untuk pertumbuhan dan produksinya. Faktor lingkungan itu adalah sinar matahari, temperatur, curah hujan, kelembaban, dan tanah (Palungkun, 2001).

Kelapa dikenal sebagai tanaman yang serbaguna karena seluru bagian tanaman ini bermanfaat bagi kehidupan manusia serta mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi.

Menurut FAO (Food and Agriculture Organization) pada tahun 1976, negara – negara di Asia dan Pasifik menghasilkan 82 % dari produksi kelapa dunia, sedagkan sisanya di hasilkan oleh Negara di Afrika dan Amerika Selatan. Pada tahun 1984, luas pertanaman kelapa di Asia dan Pasifik diperkirakan meliputi 8.875.000 ha yang tersebar di antara 12 negara.

Tanaman kelapa seluas 8.875.000 ha pada tahun 1984 menghasilkan kelapa segar kurang lebih 5.276.000 ton. Sebagian hasil kelapa ini dikonsumsi dalam bentuk buah segar, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri dan sisanya dibuat kopra 3.238.000 ton. Produksi kelapa dan kopra ini tersebar di beberapa negara ( Suhardiyono, 1988)

(16)

B. Tinjauan Umum Tempurung Kelapa

Tempurung kelapa merupakan bagian buah kelapa yang fungsinya secara biologis adalah pelindung inti buah dan terletak di bagian sebelah dalam sabut dengan ketebalan berkisar antara 3 – 6 mm. Tempurung kelapa dikategorikan sebagai kayu keras tetapi mempunyai kadar lignin yang lebih tinggi dan kadar selulosa lebih rendah dengan kadar air sekitar enam sampai sembilan persen (dihitung berdasarkan berat kering) dan terutama tersusun dari lignin, selulosa dan hemiselulosa (Tilman, 1981).

Apabila tempurung kelapa dibakar pada temperatur tinggi dalam ruangan yang tidak berhubungan dengan udara maka akan terjadi rangkaian proses peruraian penyusun tempurung kelapa tersebut dan akan menghasilkan arang selain destilat, tar dan gas. Destilat ini merupakan komponen yang sering disebut sebagai asap cair (Anonim, 1983).

Tempurung beratnya antara 15 – 19 % berat buah kelap. Balce dan Floro (1953) melaporkan bahwa dari 1000 buah kelapa diperoleh 19,05 % tempurung. Berat tempurung dari kelapa butiran menurut soliven adalah 20,87 % sedangkan menurut Hagenmaier adalah 24,3 %, menurut pengalaman di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa berat tempurung kelapa adalah 17,78%.

(17)

Tabel 1. Komposisi Kimia Tempurung Kelapa Komponen Persentase (%) Sellulose Pentosan Lignin Abu Solven ekstraktif Uranot anhydrad Nitrogen Air 26,6 27,7 29,4 0,6 4,2 3,5 0,11 8,0 Sumber : Suhardiyono (1988)

C. Pengolahan limbah Tempurng Kelapa

Hampir 60% butir kelapa yang dihasilkan dikonsumsi dalam bentuk kelapa segar, di mana sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Ini berarti tempurung sisa berada di sekitar pasar sebagai limbah pasar. Untuk memproduksi 1 kg arang dari tempurung diperlukan tempurung dari 10 butir kelapa. Kalau satu drum untuk pengolahan tempurung kapasitasnya 100 pasang tempurung (100 butir) kelapa. Maka untuk membakar tempurung yang berasal dari penduduk sekitar pasar sebanyak 200.000 penduduk, sejumlah 1.200.000 butir (konsumsi 6 butir/kapita), diperlukan drum pembakar sebanyak 144 buah/tahun. Jumlah ini akan menghasilkan 120 ton arang per tahun. Seperti halnya industri sabut, industri arang tempurung yang ada di daerah sentra produksi kelapa juga layak secara finansial. Hasil analisis sensitivitas industri ini menunjukkan harga minimal arang Rp 352,5/kg dan dibutuhkan kebun kelapa penyedia bahan baku seluas minimal 0,8 ha atau setara dengan 80 tanaman kelapa. Skala tersebut nampaknya tidak terlalu sulit dicapai, akan tetapi peluang pasar produk arang tempurung relatif kecil,

(18)

sehingga untuk pengembangan industri ini perlu memperhatikan keseimbangan penawaran dan permintaan pasar secara cermat.

Pengembangan pengolahan arang dari tempurung lokasinya harus berada di sekitar pasar tradisional, agar tidak jauh dari sumber bahan baku. Kendala dalam pengolahan arang tempurung dari limbah pasar ini adalah kondisi tempurung yang tidak utuh. Kebiasan masyarakat terutama di Kalimantan, memarut kelapa dilakukan setelah daging buah dipisah dengan tempurungnya. Cara pengupasan daging buah dengan tempurung adalah dengan melepas tempurung sedikit demi sedikit, sehingga tempurung menjadi kepingan-kepingan kecil.

Bentuk ini kurang memenuhi syarat untuk pembuatan arang. Kebiasan ini perlu diubah dengan cara pemarutan kelapa seperti di Sumatera, dimana pemarutan daging kelapa dilakukan pada kondisi daging dan tempurung masih bersatu, cara ini menyisakan tempurung yang utuh. Selama ini industri pengolahan arang aktif di dalam negeri kurang berkembang. Ekspor dilakukan dalam bentuk arang tempurung oleh pengusaha menengah dengan melakukan sortasi arang yang diperoleh dari masyarakat. Hal ini menyebabkan nilai tambah yang diperoleh sangat rendah, dibandingkan jika mengolah arang sampai menjadi arang aktif; nilai tambahnya dapat mencapai lebih dari 300%. Berat dan tebal tempurung sangat ditentukan oleh jenis tanaman kelapa. Kelapa dalam mempunyai tempurung yang lebih berat dan tebal dari pada kelapa Hibrida dan kelapa Genjah.Tempurung beratnya sekitar 15-19%

(19)

bobot buah kelapa dengan ketebalan 3-5 mm. Komposisi kimia tempurung terdiri atas; Selulosa 26,60%,Pentosan 27,70%, Lignin 29,40%, Abu 0,60%,Solvent ekstraktif 4,20%, Uronat anhidrat 3,50%,Nitrogen 0,11%, dan air 8,00% (Ibnusantoso, 2001).

Tempurung kelapa yang dulu hanya digunakan sebagai bahan bakar, sekarang sudah merupakan bahan baku industri cukup penting. Produk yang dihasilkan dari pengolahan tempurung adalah arang, arang aktif, tepung tempurung dan barang kerajinan. Arang aktif dari tempurung kelapa memiliki daya saing yang kuat karena mutunya tinggi dan tergolong sumber daya yang terbarukan. Selain digunakan dalam industri farmasi, pertambangan, dan penjernihan, arang aktif juga digunakan untuk penyaring atau penjernih ruangan untuk menyerap polusi dan bau tidak sedap dalam ruangan. Berdasarkan data ekspor tahun 2003, Indonesia ternyata lebih banyak mengekspor dalam bentuk arang tempurung (56%), sedangkan negara lain dalam bentuk arang aktif (APCC, 2000).

D. Tinjauan Umum Asap Cair

Asap diartikan sebagai suatu suspensi partikel-partikel padat dan cair dalam medium gas (Girard, 1992). Sedangkan asap cair menurut Darmadji (1997) merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisa kayu.

Cara yang paling umum digunakan untuk menghasilkan asap pada pengasapan makanan adalah dengan membakar serbuk gergaji kayu keras

(20)

dalam suatu tempat yang disebut alat pembangkit asap kemudian asap tersebut dialirkan ke rumah asap dalam kondisi sirkulasi udara dan temperatur yang terkontrol. Produksi asap cair merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi kar ena pengaruh panas, polimerisasi, dan kondensasi (Girard, 1992).

Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Pirolisa tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13 %, karbonil 11,3 % dan asam 10,2 %. Aplikasi asap cair dalam pengolahan RSS dengan skala pabrik dapat berfungsi sebagai pembeku dan pengawet dalam pengolahan RSS. Pembekuan sempurna terjadi dalam waktu 5 menit, dan pengeringan sit hanya memerlukan waktu selama 36 jam dan menghemat kayu bakar sebanyak 2,45 m3 per ton karet kering dibandingkan dengan pengolahan RSS secara normal. Hal ini akan banyak mengurangi pencemaran udara akibat pembakaran kayu, biaya pengolahan lebih efisien dan proses pengolahan lebih cepat dari 5-6 hari menjadi 2 hari. Mutu spesifikasi teknis, karakteristik vulkanisasi dan sifat fisik vulkanisat dari karet RSS yang dibekukan dan diawetkan dengan asap cair adalah setara dengan yang diproses secara konvensional (Anonim, 1996).

Mutu dan kualitas asap cair yang dihasilkan tergantung dari jenis kayu, kadar air dan suhu pembakaran yang digunakan pada proses pengasapan (Darmadji, 1996).

(21)

1). Fenol

Kadar fenol yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh banyaknya kandungan senyawa lignin dan selulosa dalam bahan (Tranggono dkk., 1996). Girard (1992), menyatakan bahwa kuantitas dan sifat senyawa fenol yang terdapat pada asap berhubungan langsung dengan suhu pirolisa kayu. Senyawa fenol dihasilkan dari pirolisa lignin dan sedikit dihasilkan dari selulosa. Senyawa fenol dari pirolisa kayu antara lain guaiakol, 4-metil guaiakol, asetovanilon, asam vanilat. Sedangkan pirolisa lignin dari kayu keras menghasilkan siringol, asam siringat, 4 metil siringol dan asetosiringol.

2). Tar

Tar didefinisikan sebagai campuran komplek dari hidrokarbon yang dapat terembunkan (Devi dkk., 2001). Tar merupakan hasil dekomposisi termal dari kayu yang berbentuk cairan kental berwarna coklat hitam, merupakan campuran dari berbagai senyawa dan apabila dipisahkan dengan cara destilasi akan didapatkan beberapa senyawa terutama fenol, kreosol, minyak metal dan “pitch” maupun senyawa lainnya. Sebagian besar tar yang terbentuk pada proses pirolisa lignin. 3). Pirolisa

Pirolisa menurut Darmadji (1996), merupakan proses pemanasan atau destilasi kering suatu bahan sehingga menghasilkan asap yang apabila dikondensasikan menghasilkan asap cair yang mempunyai sifat spesifik asap.

(22)

Menurut Kuriyama (1961), dalam Hartoyo dan Nurhayati (1976), proses pirolisa dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu :

Pada permulaan pemanasan, terjadi penguapan air dari kayu sampai dengan temperatur 170 ºC, kemudian terjadi dekomposisi hemiselulosa sampai suhu 260 ºC. Destilat yang terjadi sebagian besar mengandung metanol, asam cuka, dan asam lainnya, terutama pada suhu 200 ºC – 260 ºC.

Dilanjutkan dengan dekomposisi selulosa pada suhu 260 ºC – 350 ºC secara intensif. Pada tingkatan ini banyak dihasilkan asap cair, gas, dan sedikit tar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengawet. Asap cair yang dihasilkan berwarna kecoklatan dan sedikit mengandung senyawa kimia organik yang mempunyai titik didih rendah seperti asam cuka, metanol, dan tar terlarut.

Dekomposisi lignin terjadi pada suhu 350 ºC – 500 ºC, dan dihasilkan lebih banyak tar. Tar tersebut sebagian besar berasal dari peruraian lignin, dengan meningkatnya suhu dan lamanya waktu menyebabkan gas CO2 yang terjadi semakin berkurang, sedang CO, CH4, dan H2bertambah.

Pada temperatur 500 ºC – 1000 ºC diperoleh gas kayu yang sukar dikondensasikan terutama gas hidrogen, tahap ini merupakan proses pemurnian arang.

(23)

4). Pirolisa Lignin

Menurut Maga (1987), proses pembentukan fenol dari lignin terjadi pada dua tahap, yaitu suhu di bawah 300 °C yang menyebabkan pemecahan cincin fenol dari lignin dan di atas suhu 300 °C menghasilkan polimerisasi menjadi guaiakol (2 metoksi fenol) di samping senyawa lain seperti metanol dan asam asetat.

Tabel 2. Standard of Wood Vinegar Quality in Japan (Japan Wood Vinegar

Association 2001)

Parameter Wood Vinegar Diatilled Wood Vinegar pH Value Specific gravity Percentage of Orgnic acid Color Transparency Floating Matters 1,5 – 3,7 >1,005 1 – 18% Yellow

Pale Reddish Brown Transparent No Floating Matters 1,5 – 3,7 >1,001 1 – 18% Colorless

Pale Reddish Brown Transparent

No Floating Matters

Sumber : Anonim, 2001

E. Manfaat Asap Cair ( Liquid Smoke )

Dalam industri pangan asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pngawet karena sifat antimikrobia dan antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran, yang semuanya tersebut dapat dihindari. Sebagai pengawet bahan makanan: daging, ikan, bakso, Pemakaian untuk

(24)

daging: celupkan daging ke dalam larutan 60 % asap cair kemudian tiriskan, bisa tahan sampai dengan 5 hari Untuk Ikan: celupkan ikan yang telah dibersihkan ke dalam 50 % asap cair, tambahkan garam, maksimum 3 hari Untuk bakso: didihkan larutan 15% asap cair, masukkan bakso, tiriskan. Sebelum dimakan bakso direbus dalam air mendidih. Maksimum penyimpanan 5 hari

Dalam industri perkebunan asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional asap cair sebagai pengganti asam formiat, antijamur, antibakteri.

Untuk Sebagai pengawet bahan makanan: daging, ikan, bakso. Pemakaian untuk daging : celupkan daging ke dalam larutan 60 % asap cair kemudian tiriskan, bisa tahan sampai dengan 5 hari. Untuk Ikan : celupkan ikan yang telah dibersihkan ke dalam 50 % asap cair, tambahkan garam, maksimum 3 hari. Untuk bakso : didihkan larutan 15 % asap cair, masukkan bakso, tiriskan. Sebelum dimakan bakso direbus dalam air mendidih. Maksimum penyimpanan 5 hari (Anonim, 1996).

Kelebihan lain dari asap cair yaitu dapat mengobati sakit gigi dan segala macam penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur, virus, dan bakteri, dengan cara mengoleskan pada bagian yang sakit (kutu air akut, panu, kadas, kurap herpes) luka diabetes.

(25)

F. Tinjauan Umum Pirolisa

Pirolisa adalah proses pemanasan suatu zat tanpa adanya oksigen sehingga terjadi penguraian komponen-komponen penyusun kayu keras. Istilah lain dari pirolisa adalah penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa apabila tempurung dan cangkang dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara dan diberi suhu yang cukup tinggi, maka akan terjadi reaksi penguraian dari senyawa-senyawa kompleks yang menyusun kayu keras dan menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan dan gas (Widjaya, 1982).

Pembakaran tidak sempurna pada tempurung kelapa, sabut, serta cangkang sawit menyebabkan senyawa karbon kompleks tidak teroksidasi menjadi karbon dioksida dan peristiwa tersebut disebut sebagai pirolisa. Pada saat pirolisa, energi panas mendorong terjadinya oksidasi sehingga molekul karbon yang kompleks terurai, sebagian besar menjadi karbon atau arang. Istilah lain dari pirolisa adalah “destructive distillation” atau destilasi kering, dimana merupakan proses penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa apabila tempurung dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara dan diberi suhu yang cukup tinggi maka akan terjadi rangkaian reaksi penguraian dari senyawa-senyawa. kompleks yang menyusun tempurung dan menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan dan gas (Anonim, 1983).

(26)

Pirolisa merupakan proses dekomposisi atau pemecahan bahan baku penghasil asap cair yaitu tempurung kelapa, cangkang sawit serta sabut kelapa dengan adanya panas. Dalam pelaksanaan proses pirolisa dilakukan variasi temperatur pirolisa untuk mengetahui pengaruh temperatur pirolisa terhadap hasil pirolisa. Pirolisa dilakukan dalam suatu reaktor yang di panaskan pada bagian bawahnya selama 2 jam. Proses pirolisa ini menghasilkan cairan yang berbau menyengat, terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan atas berwarna hitam kecoklatan dikatakan sebagai asap cair dan lapisan bawah berwarna hitam kental dikatakan sebagai tar. Selain itu juga diperoleh residu berupa arang tempurung kelapa (ATK) dan gas-gas yang tidak dapat terkondensasikan. Gas yang dihasilkan dari proses pirolisa ini tidak dapat terkondensasikan oleh pendingin, sehingga tidak tertampung pada penampung cairan. Sebagian dari gas-gas ini terjebak pada penampung dan yang lain terlepas dari penampung tersebut keluar melalui pipa penyalur asap dan lepas ke atmosfer (Girard, 1992).

Pada proses pirolisa ini berlaku hukum kekekalan massa dimana massa sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap. Gas yang tidak dapat terkondensasi ini terhitung sebagai massa yang hilang yaitu data yang diperoleh dari perhitungan berat awal bahan dikurangi dengan berat arang dan cairan (Girard, 1992).

(27)

G. Senyawa Asam

Asam organik dengan 1 sampai 10 atom karbon merupakan penyusun asap secara keseluruhan. Hanya asam beratom karbon satu sampai empat saja yang banyak dijumpai pada fase uap dalam asap, sedang yang berantai 5 sampai 10 berada di fase partikel asap. Jadi asamasam format, asetat, propionat, butirat dan isobutirat terdapat pada fase uap asap ; sedang asamasam valerat, isovalerat, kaproat, heptilat, nonilat dan kaprat berada di fase partikel asap. Menurut Tilgner, dkk (1962) dalam Girard (1992), jumlah asam merupakan 40% dari distilat kondensat asap.

Asam-asam yang ada di dalam distilat asap cair meliputi asam format, asetat, propionat, butirat, valerat dan isokaproat. Asam-asam yang berasal dari asap cair dapat mempengaruhi flavor, pH dan umur simpan makanan (Pszczola, 1995). Senyawa asam terutama asam asetat mempunyai aktivitas antimikrobia dan pada konsentrasi 5% mempunyai efek bakterisidal. Asam asetat bersifat mampu menembus dinding sel dan secara efisien mampu menetralisir gradien pH transmembran.

Efek total antimikrobia dari asam organik lemah adalah dihasilkan oleh efek kombinasi dari molekul yang tidak terdisosiasi dan molekul yang terdisosiasi. Efek

(28)

H. Tinjauan Umum Rendemen

Rendemen merupakan perbandingan antara jumlah asap cair yang dihasilkan terhadap berat bahan yang digunakan dalam pengolahan asap cair diperoleh dari tempurung kelapa yang pirolisa. Pirolisa dilakukan dalam suatu reaktor yang di panaskan pada bagian bawahnya selama 2 jam. Proses pirolisa ini menghasilkan cairan yang berbau menyengat, terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan atas berwarna hitam kecoklatan dikatakan sebagai asap cair dan lapisan bawah berwarna hitam kental dikatakan sebagai tar (Barlina, 2004).

(29)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Minyak Atsirih Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda selama satu bulan terhitung mulai bulan Juli sampai dengan Agustus 2010.

A. Alat dan Bahan

Alat yaang digunakan pada penelitian ini meliputi : perangkat analisa rendemen, perangakat analiasa pH, perangkat analisa bobot Jenis dan seperangkat peralatan pirolisa.

Bahan dasar penelitian berupa tempurung kelapa dan bahan pembantu dalam pembutan asap cair.

B. Metode Penelitian

Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Perlakuan - perlakuan

Menurut Kurniawan (2007), pada pembuatan asap cair waktu pirolisa yang digunakan selama 75 menit. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan menguji apakah waktu pirolisa yang kurang dan lebih dari 75 menit akan memberikan hasil asap cair yang baik pula.

(30)

Pada pembuatan asap cair mengalami 3 perlakuan, yaitu pada proses pirolisa digunakan suhu 400oC dengan waktu 60 menit, 75 menit, dan 90 menit. Dan masing – masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. 2. Prosedur Kerja

1) Menyiapkan tempurung kelapa

2) Tempurung di bersihkan dari serabut kemudian pecahkan kecil – kecil 3) Timbang sebanyak 1 kg

4) Masukkan ke dalam tabung pirolisis

5) Panaskan selama (60 menit, 75 menit, dan 90 menit) pada suhu 400oC 6) Cairan berwarna coklat (liquid smoke) dan hitam kental (tar)

7) Endapkan cairan yang dihasilkan, lalu ambil cairan yang di atas yaitu asap cair

(31)

Untuk pembuatan asap cair dapat dilihat pada diagram alir sebagai berikut :

Tempurung kelapa

Liquid smoke dan tar

Gambar 1. Diagram Alir Pembutan Asap Cair Sumber : Kurniawan, 2007

C. Analisis Data

Analisa data penelitian menggunakan Nilai Rata – rata (mean) dengan menggunakan 3 taraf perlakuan yaitu waktu pirolisa yang berbeda yaitu 60 menit, 75 menit, dan 90 menit. Masing – masing taraf diulang sebanyak 3 kali. P1 : 60 menit P2 : 75 menit P3 : 90 menit Dibersihkan dihancurkan Dipirolisa

{suhu 400oC,(waktu 60,75, 90) menit}

Diendapkan

(32)

Tabel 3. Kombinasi dari masing – masing perlakuan akan diulang sebanyak 3 kali sebagai berikut :

Perlakuan Pirolisis

Ulangan Jumlah Rata – rata

U1 U2 U3

60 Menit P1U1 P2U2 P2U3 75 Menit P2U1 P3U2 P3U3 90 Menit P3U1 P4U2 P4U3

Jumlah

Data hasil penelitian pengujian rendemen, kadar pH, dan bobot jenis asap cair dianalisa secara diskriptif dari rata-rata ulangan setiap parameter pengamatan. Untuk memudahkan pembahasan, data selanjutnya akan di buat dalam bentuk Tabel atau Grafik.

D. Parameter yang Diamati

Adapun parameter yang diamati pada penelitian adalah rendemen asap cair, uji pH, dan bobot jenis asap cair.

1 Rendemen Asap Cair

Rendemen adalah jumlah asap cair yang terdapat dalam cairan yang di hasilkan dari proses pirolisa dan dinyatakan dalam persen (%).

Menurut Vogel, (1996) Adapun rumus untuk menentukan rendemen asap cair :

Rendemen x100%

Input Output

Di mana:

Input = Berat tempurung kelapa sebelum dipirolisa Output = Berat asap cair yang dihasilkan

(33)

2. Untuk analisa uji pH digunakan kertas lakmus

Menurut Apriyantono, dkk, (1989) Pengujian pH dilakukan untuk menentukan kadar asam pada asap cair yang dihasilkan.

Cara kerja :

a) Ambil sampel dan kertas lakmus b) Celupkan Kertas lakmus pada sampel c) Lihat warna pada kertas

d) Cocokkan warna pada kertas dengan warna yang tertera angka pHnya e) Perhatikan warna tersebut menunjukkan angka berapa

f) Catat pH sampel 3. Bobot Jenis

Untuk menentukan bobot jenis dari asap cair dilakukan cara kerja sebagai berikut:

a) Timbang piknometer kosong yang mempunyai volume 10 ml

b) Isi piknometer dengan asap cair kemudian timbang dengan timbangan analitik

c) Catat berapa beratnya

Adapun rumus menentukan bobot jenis sebagai berikut :

Keterangan :

Massa : Berat asap cair

(34)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Rendemen

1. Hasil

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh nilai hasil Rata – rata Rendemen yang dihasilkan tiap perlakuan waktu pirolisa. Adapun Rata – rata Rendemen tiap perlakuan waktu pirolisa dapat dilihat pada Tabel 6 :

Tabel 6. Rata – rata Rendemen Asap Cair Tiap Perlakuan

Perlakuan Ulangan Jumlah

(g) Rata-rata (g) 1 2 3 P1 5,58 6,67 5,47 17,72 5,91 P2 9,38 7,15 6,87 23,40 7,80 P3 9,96 11,36 13,16 34,48 11,49 Jumlah 24,92 25,18 25,50 75,60 8,40

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2010 Keterangan :

P1 = Waktu pirolisa 60 menit P2 = Waktu pirolisa 75 menit P3 = Waktu Pirolisa 90 menit

(35)

Rata-rata dari hasil perhitungan rendemen asap cair dari nilai tersebut di atas dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini:

5.91 7.8 11.49 0 2 4 6 8 10 12 P1 P2 P3 Perlakuan

Gambar 2. Rata – rata Rendemen asap Cair 2. Pembahasan

Dari Tabel 6 dapat dilihat jelas perbedaan rendemen asap cair akibat lama pirolisa yang berbeda. Dimana dari perlakuan tersebut dapat dilihat rendemen asap cair berkisar antara 5,91% - 11,49%. Semakin lama Waktu pirolisa maka rendemen yang diperoleh semakin tinggi. Dalam hal ini, lama pirolisa 60 menit menghasilkan rendemen yang terendah yaitu 5,91%, lama pirolisa 75 menit menghasilkan rendemen 7,80%, dan lama pirolisa 90 menit menghasilkan rendemen sebanyak 11,49%. Semakin lama dipirolisa rendemen asap cair akan semakin naik, hal ini disebabkan oleh semakin lama waktu pirolisa semakin banyak pula panas yang diterima oleh bahan untuk mengurai asap dari bahan. Pirolisa yang merupakan proses dekomposisi dari komponen-komponen penyusun kayu

(36)

seperti lignin, selulosa dan hemiselulosa akibat panas tanpa adanya oksigen (Tahir, 1992).

B. Kadar pH 1. Hasil

Berdasarkan hasil analisa kadar pH asap cair diperoleh rata-rata sebagai berikut :

Tabel 7. Perhitungan Kadar pH Asap Cair

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2010 Keterangan :

P1= Waktu Pirolisa 60 menits P2= Waktu Pirolisa 75 menit P3= Waktu Pirolisa 90 menit

Rata-rata dari hasil perhitungan uji pH asap cair dari nilai tersebut di atas dapat dilihat pada gambar 5 berikut ini:

4.17 3.5 2.67 0 1 2 3 4 5 P1 p2 P3 Perlakuan

Gambar 3. Rata – rata Kadar pH Asap Cair

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata

1 2 3

P1 4,5 4 4 12,5 4,17

P2 4,5 2 4 10,5 3,5

P3 3 3 2 8 2,67

(37)

2. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisa uji pH asap cair dari bahan baku tempurng kelapa dengan waktu pirolisa 60 menit pH 4,5, waktu pirolisa 75 menit pH 4,5 dan waktu pirolisa 90 menit pH 3, rata – rata nilai pH yang paling tinggi yaitu P1 sebesar 4,17 yaitu pada perlakuan waktu pirolisis 60 menit, sehingga semakin lama waktu pirolisa maka pH asap cair yang dihasilkan semakin rendah, selain itu senyawa asam dalam asap cair dapat mempengaruhi flavor, pH dan umur simpan makanan seperti yang dijelaskan oleh Pszczola (1995).

Menurut Suryani dkk (2004), menyatakan bahwa pH dipengaruhi oleh kondisi bahan, semakin tinggi tingkat keasaman bahan semakin rendah kadar pH-nya yang disebabkan oleh kerja mikroorganisme penghasil asam. Alat pengukur pH dapat menggunakan pH meter atau menggunakan kertas lakmus.

Menurut Pszczola, (1995), senyawa asam dalam asap cair dapat mempengaruhi flavor, pH dan umur simpan makanan. Kadar keasaman yang tinggi terjadi karena dekomposisi selulosa dan hemiselulosa terjadi secara maksimal dengan adanya waktu yang cukup sehingga kadar keasaman yang dihasilkan akan meningkat. Kandungan asam utama yang dihasilkan dalam asap cair adalah asam asetat dan homoglonya. Asam juga dihasilkan melalui proses pirolisa hemiselulosa di mana pada suhu 200-2600C terjadi dekomposisi hemiselulosa menghasilkan methanol, asam asetat, dan asam lainnya (Girard, 1992).

(38)

Pada penelitian ini asap cair yang dihasilkan sudah memenuhi standart jika dilihat dari kadar pHnya, karena manurut standart jepang

(Standard of Wood Vinegar Quality in Japan) kadar pHnya yaitu 1,5 – 3,7

dan kadar pH pada asap cair yang dihasilkan yaitu rata – ratanya 3,44.

D. Bobot Jenis 1. Hasil

Berdasarkan hasil analisa kadar pH asap cair diperoleh rata-rata sebagai berikut :

Tabel 8. Rata – rata Bobot Jenis Asap Cair

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2010 Keterangan :

P1= Waktu pirolisa 60 menit P2= Waktu pirolisa 75 menit P3= Waktu pirolisa 90 menit

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata

1 2 3

P1 0,8667 0,94379 0,88823 2,6987 0,8996

P2 0,8755 0,90644 0,80726 2,5892 0,8631

P3 0,8539 0,8018 0,8574 2,5131 0,8377

(39)

Rata-rata dari hasil perhitungan bobot jenis asap cair dari nilai tersebut di atas dapat dilihat pada gambar 4 berikut ini

0.8996 0.8631 0.8377 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 P1 p2 P3 Perlakuan

Gambar 4. Rata-rata Bobot Jenis Asap Cair

2. Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh nilai hasil rata – rata bobot jenis yang dihasilkan tiap perlakuan pirolisa. Adapun Rata – rata bobot jenis tiap perlakuan pirolisa dapat dilihat pada Tabel 8. Dapat dilihat dengan jelas semakin lama pirolisa bobot jenis semakin kecil sampai lama pirolisa 90 menit. Bobot jenis dengan waktu pirolisa 60 menit sebesar 0,8996, waktu pirolisa 75 menit sebesar 0,8631, pada waktu pirolisa 90 menit bobot jenisnya sebesar 0,8377, hal ini disebabkan karena nilai bobot jenis ditentukan oleh komponen kimia yang terkandung dalam asap cair. Sehingga semakin lama waktunya maka suhu pirolisa akan naik, hal tersebut

(40)

mengandung pengertian bahwa apabila tempurung dan cangkang dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara dan diberi suhu yang cukup tinggi, maka akan terjadi reaksi penguraian dari senyawa-senyawa kompleks yang menyusun kayu keras dan menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan dan gas (Anonim, 1983).

Bobot jenis pada asap cair yang dihasilkan belum memenuhi standar, karena standard bobot jenis asap cair yang ditetapkan oleh jepang (Standard of Wood Vinegar Quality in Japan) yaitu >1,005, sedangkan bobot jenis asap cair yang dihasilkan <1,005 yaitu rata – rata 0,8668.

(41)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian pengaruh variasi waktu pirolisa terhadap jumlah rendemen pada pembuatan asap cair dari tempurung kelapa, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengaruh variasi waktu yang berbeda, berpengaruh pada rendemen yang dihasilkan. Semakin lama waktu pirolisa, maka jumlah rendemen asap cair semakin tinggi.

2. Semakin lama waktu pirolisa, maka kadar pH asap cair semakin rendah 3. Semakin lama waktu pirolisa, maka bobot jenis asap cair berkurang

4. Berdasarkan analisa perhitunngan rata – rata, perlakuan lama waktu pirolisa untuk rendemen, dan pH yang terbaik adalah perlakuan P3(90 menit).

B. Saran

1. Untuk menghasilkan mutu dan rendemen asap cair yang dikehendaki, lama waktu pirolisa yang optimum adalah 10 jam per 1 kg tempurung kelapa. 2. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai pemberian zat yang dapat

mengurangi aroma asap cair yang terlalu menyengat, tanpa menghilangkan aroma khas asap cair.

3. Dalam penelitian ini perlu di sediakan sumber listrik cadangan untuk mengantisipasi apabila ter jadi pemadaman listrik.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2001. Wood Vinegar, Forest Energy Forum No.9, FAO

Anonim, 1996. Elaeis guineensis Jacq, Centre for New Crops and Plants Product, Purdue University, http://www.hort.purdue.edu/newcrop/duke energy/Elaeis guineensis.html.

Anonim, 1983. Prototype Alat Pembuatan Arang Aktif dan Asap Cair Tempurung, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Depertemen Perindustrian.

APCC, 2000. Coconut statistical yearbook 1999, Asia Pacific Coconut

Community

Apriyantono, A, 1989. Analisis Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Barlina, R, 2004. Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO), PT. Nawapanca Adhi Darmadji, P, Supriyadi, Husnul, 1999. Produksi Asap Cair Limbah Padat

Rempah dengan Cara Pirolisa, Agritec 19 (1): 11 – 15, Yogyakarta.

Devi, l., Ptasinski, K. J., dan Jonssen, J.G., 2001. Development of A Kinetics

Model for Decomposition of Biomass Tar in Fixed Bed Reactor

Girard, J. P, 1992. Smoking in Technology of Meat Products, Clemond Ferrand,

Erliss Horwood, New York.

Hartono, Nurhayati, 1976. Rendemen dan Sifat Arang dari Beberapa Jenis Kayu Indonesia, Buku Laporan Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Bogor

Ibnusantoso, G, 2001. Prospek dan Potensi Kelapa Rakyat Dalam Meningkatkan Ekonomi Petani Indonesia, Dirjen Industri Agro dan Hasil Hutan, Dept. Perindag.

Kurniawan, E, W, 2007. Produksi Tepung Asap Limbah Cangkang Kelapa Sawit Berbasis Teknologi Inovatif Asap Cair, Makalah pada Seminar Nasional “Peningkatan Peran Teknik Pertanian Untuk Pengembangan Agroindustri Dalam Rangka Revitalisasi Pertanian, Yogyakarta

(43)

Mega, J.A, 1987. Smoke in Food Processing, CRC Press, Inc Boca Raton,

Florida.

Palungkun, R, 2003. Aneka Produk Olahan Kelapa, Penebar Swadaya, Jakarta Pszczola, 1995. Tour Higlights Produktion and Users of smoke Based Flavors,

Food Technology, 70 – 74.

Suhardiyono, L, 1988. Tanaman Kelapa, Budidaya dan Pemanfaatannya, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 153 – 156.

Suryani, A, Hambali E dan Ari Imam Susanto 2004. Membuat Aneka Pikel. Penebar Swadaya, Jakarta. 84 hlm.

Tilman, D, 1981. Wood Combution : Principles, Processed and Economics,

Academics Press Inc, New York, 74 – 93.

Tranggono, Suhardi, Setiaji, Darmaji, Supriyanto dan Sudarmanto, 1996. Identifikasi Asap Cair dari Berbagai Jenis Kayu dan Tempurung Kelapa, Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, 15 – 24.

Vogel, A.I, Tatchell, A.R., Furnis, B.S., Hannaford, A.J. and P.W.G. Smith. 1996. Vogel's Textbook of Practical Organic Chemistry, 5th Edition. Prentice Hall, ISBN 0-582-46236-3.

(44)
(45)

Lampiran 1. Perhitungan

Tabel 9: Perhitungan Rendemen Asap Cair

Perlakuan Ulangan Jumlah

(g) Rata-rata (g) 1 2 3 P1 5,58 6,67 5,47 17,72 5,91 P2 9,38 7,15 6,87 23,40 7,80 P3 9,96 11,36 13,16 34,48 11,49 Jumlah 24,92 25,18 25,50 75,60 8,40

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2010 Keterangan :

P1 = Waktu pirolisa 60 menit P2 = Waktu pirolisa 75 menit P3 = Waktu Pirolisa 90 menit

Rendemen (% )(P1U1) = 100% 1000 55,79 = 5,58% (P1U2) = 100% 1000 66,72 = 6,67 % (P1U3) = 100% 1000 54,66 = 5,47% Rendemen (%) (P2U1) = 100% 1000 93,73 = 9,38% (P2U2) = 100% 1000 71,49 = 7,15 % (P2U3) = 100% 1000 68,74 = 6,874% Rendemen (%) (P3U1) = 100% 1000 99,64 = 9,96% (P3U2) = 100% 1000 113,62 = 11,36 % (P3U3) = 100% 1000 131,62 = 13,16%

Tabel 10. Perhitungan Kadar pH Asap Cair

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2010

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata

1 2 3

P1 4,5 4 4 12,5 4,17

P2 4,5 2 4 10,5 3,5

P3 3 3 2 8 2,67

(46)

Keterangan :

P1 = Waktu Pirolisa 60 menit P2 = Waktu Pirolisa 75 menit P3 = Waktu Pirolisa 90 menit 1. Kadar PH (P1U1) = 4,5 (P1U2) = 4 (P1U3) = 4 2. Kadar PH (P2U1) = 4,5 (P2U2) = 2 (P2U3) = 4 3. Kadar PH (P3U1) = 3 (P3U2) = 3 (P3U2) = 2

Tabel 11. Perhitungan Bobot Jenis Asap C air

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2010 Keterangan :

P1= Waktu Pirolisa 60 menit P2= Waktu Pirolisa 75 menit P3= Waktu Pirolisa 90 menit

Adapun perhitungan bobot jenis asap cair adalah sebagai berikut: 1. Bobot Jenis (P1U1) =

(P1U2) = (P1U3) =

Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-rata

1 2 3

P1 0,8667 0,94379 0,88823 2,6987 0,8996

P2 0,8755 0,90644 0,80726 2,5892 0,8631

P3 0,8539 0,8018 0,8574 2,5131 0,8377

(47)

2. Bobot Jenis (P2U1) = (P2U2) = (P2U3) = 3. Bobot Jenis (P3U1) = (P3U2) = (P3U3) =

(48)

Lampiran 2. Gambar Selama Penelitian

Gambar 6 . Tempurung Kelapa Sebelum Dipirolisa

(49)

Gambar 8. Alat Pirolisis

(50)

Gambar 10. Tempat Keluarnya Asap Cair

(51)

Gambar 12. Bak Penampung Air

(52)

Gambar 14. Asap Cair Yang Dihasilkan

(53)

Gambar 16. Tar Dari Asap Cair

(54)

Gambar 18. Uji Rendemen

Gambar

Tabel 1. Komposisi Kimia Tempurung Kelapa Komponen  Persentase (%) Sellulose Pentosan Lignin Abu Solven ekstraktif Uranot anhydrad Nitrogen Air  26,627,729,40,64,23,50,118,0 Sumber : Suhardiyono (1988)
Tabel 2. Standard of Wood Vinegar Quality in Japan (Japan Wood Vinegar  Association 2001)
Gambar 1. Diagram Alir Pembutan Asap Cair Sumber : Kurniawan, 2007
Tabel 3. Kombinasi dari masing  – masing perlakuan akan diulang  sebanyak 3 kali sebagai berikut :
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas yang memiliki daya hasil per hektar dan ketahanan genotipe terhadap lingkungan melebihi rerata umumnya adalah varietas harapan

Seluruh Staf Tata Usaha Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang yang telah banyak membantu penulis selama menjada mahasiswa dan membantu dalam proses

“Analisis Pengaruh Kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) Medan Tahun 2013 Terhadap Tingkat Konsumsi Buruh di Kawasan Industri Medan (KIM)2. Persero”

Masing-masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan memberikan medan magnetik, sehingga total medan magnetik yang dihasilkan oleh suatu atom lebih besar.. Gambar

Apakah FBIR secara parsial berpengaruh positif yang signifikan terhadap NIM. pada Bank Konvensional BUKU

Hasil uji Chi Square didapatkan signifikansi (p) untuk semua variabel lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang secara signifikan

Dewasa ini dunia pendidikan sedang dihadapkan pada berbagai perubahan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Hal ini terjadi karena adanya perkembangan ilmu

Analisis (roots) yang dapat ditangkap dari teks berita tersebut yaitu pemerintah mengambil kebujakan yang salah yaitu melakukan barter petugas DKP yang ditahan Polisi