• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKEMA SERTIFIKASI PENYIDIK DAN PENYIDIK PEMBANTU TINDAK PIDANA KORUPSI (19)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKEMA SERTIFIKASI PENYIDIK DAN PENYIDIK PEMBANTU TINDAK PIDANA KORUPSI (19)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

SKEMA SERTIFIKASI PENYIDIK DAN PENYIDIK PEMBANTU TINDAK PIDANA KORUPSI

(19)

(2)

2 MARKAS BESAR

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Ditetapkan di : Jakarta

pada tanggal : Maret 2016

KEPALA BADAN RESERSE KRIMINAL POLRI

Dr. ANANG ISKANDAR, S.I.K., S.H., M.H. KOMISARIS JENDERAL POLISI

Disahkan di : Jakarta

pada tanggal : Maret 2016 KA LSP POLRI

Drs. FIANDAR

KOMISARIS BESAR POLISI NRP 63050899

Menyetujui,

a.n. KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KALEMDIKLAT

Drs. SYAFRUDDIN, M.Si. KOMISARIS JENDERAL POLISI

Nomor Dokumen : Nomor Salinan :

Status Distribusi : Terkendali Takterkendali

SKEMA SERTIFIKASI

PENYIDIK DAN PENYIDIK PEMBANTU TINDAK PIDANA KORUPSI

Disusun berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi padaTingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia yang memberikan tugas dan wewenang kepada Ka LSP Polri untuk melaksanakan sertifikasi Penyidik dan Penyidik Pembantu Tindak Pidana Korupsi. Skema ini dipergunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan sertifikasi profesi Penyidik dan Penyidik Pembantu di bidang Tindak Pidana Korupsi.

Konseptor:

1. Kasubbag Sertifikasi: ……… 2. Paurmin LSP Polri : ……….

(3)

3 1. LATAR BELAKANG

Kepastian hukum yang biasanya dipertentangkan dengan keadilan, sesungguhnya mengandung unsur keadilan itu sendiri. Dalam proses penegakan hukum di Indonesia tentunya sudah seharusnya searah dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai hukum yang berlaku di Indonesia, yaitu yang terdapat dalam Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945). Dalam proses penegakan hukum dengan memperhatikan ekonomi kerakyatan dan turut menciptakan ketertiban dunia serta perdamaian abadi, khususnya dalam penyelidikan dan penyidikan di bidang tindak pidana korupsi.

Kewenangan dan wewenang Penyidik membawa konsekuensi pada prinsip Negara Hukum, yaitu Negara memerlukan suatu lembaga yang dibebani tugas untuk menegakkan hukum dimaksud, agar hukum tetap dihormati dan dipatuhi oleh masyarakat. Fungsi penegakan hukum secara universal adalah menjamin ditaatinya norma-norma yang berlaku sehingga masyarakat menjadi tentram, terjaga dari segala ancaman dan gangguan yang datangnya dari masyarakat sendiri. Konsep dasarnya adalah segala kesulitan yang dirasakan oleh masyarakat, maka masyarakat berhak menuntut kepada penyelenggara keamanan dan ketertiban umum, sebagai tanggungjawab pemerintah.Semua ini ditujukan dalam rangka menjamin keamanan, ketertiban dan ketentraman

bagi masyarakat, sehingga pada gilirannya dapat menjamin

kelangsungan/kelestarian masyarakat dalam negara.

Wewenang Penyidik dan Penyidik Pembantu dalam tindak pidana korupsi adalah melakukan penyelidikan berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf a KUHAP dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), dan ayat (2) KUHAP. Hal ini memberikan makna bahwa tugas dan wewenang Penyelidik dan Penyidik untuk melakukan tindakan hukum berdasarkan ketentuan undang-undang merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang Penyelidik dan Penyidik. Wewenang pada pasal di atas sebagai bagian tugas dari penegak hukum yang mengandung makna adanya norma perintah. Makna norma perintah tersebut implikasi hukumnya adalah bersifat “harus/wajib” dipatuhi, jika tidak dipatuhi maka akan menimbulkan sanksi hukum. Hanya saja sanksi hukumnya tidak jelas jika tidak dipatuhinya perintah undang-undang tersebut, yaitu Pasal 18 ayat (1) UU RI Nomor: 2 Tahun 2002

(4)

4 tentang Kepolisian Negara RI yang menyatakan bahwa guna kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri, dalam Pasal 18 ayat (2) UU RI Nomor 2 Tahun 2002 hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Artinya, alat ukur untuk kewenangan sebagai Penyidik dan Penyidik Pembantu dalam bertindak harus mempunyai sertifikasi sebagai Penyidik dan Penyidik Pembantu.

Oleh karena itu, perlu disusun Skema Sertifikasi Penyidik atau Penyidik pembantu dengan bidang tugas penyidikan tindak pidana korupsi. Skema sertifikasi ini akan dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan sertifikasi kompetensi Penyidik atau Penyidik pembantu.

(5)

5 2. RUANG LINGKUP SKEMA SERTIFIKASI

Ruang lingkup Skema Sertifikasi Penyidik atau penyidik pembantu ini meliputi Penyidik/Penyidik Pembantu Tindak Pidana Korupsi yang berisi persyaratan proses sertifikasi sebagai berikut:

a. Metode penilaian untuk sertifikasi awal dan sertifikasi ulang b. Kriteria untuk sertifikasi awal dan sertifikasi ulang

c. Kriteria untuk pembekuan dan pencabutan sertifikat

3. TUJUAN SERTIFIKASI 3.1. Untuk organisasi

3.1.1. Membantu organisasi meyakinkan kepada stakeholder bahwa pelaksanaan tugas organisasi dilaksanakan oleh tenaga-tenaga yang kompeten.

3.1.2. Memastikan organisasi mendapatkan personil yang kompeten. 3.1.3. Memastikan dan meningkatkan produktivitas kerja.

3.2. Untuk personel

3.2.1. Membantu personel meyakinkan kepada organisasi/stakeholder bahwa dirinya kompeten dalam bekerja.

3.2.2. Membantu memastikan dan memelihara kompetensi kerja untuk meningkatkan percaya diri personel.

3.2.3. Membantu personel dalam mengukur tingkat pencapaian kompetensi kerja dalam pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan Tindak Pidana Korupsi.

3.2.4. Membantu personel dalam memenuhi persyaratan regulasi. 3.2.5. Membantu pengakuan kompetensi kerja lintas sektoral.

3.2.6. memberikan legitimasi bagi personel yang ditunjuk dalam pelaksanaan tugas sebagai penyidik dan penyidik pembantu Tindak Pidana Korupsi.

(6)

6 4. ACUAN NORMATIF

4.1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1946 tentang KUHP; 4.2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana;

4.3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undan-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

4.4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;

4.5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Keuangan Negara;

4.6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU;

4.7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian;

4.8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

4.9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Presiden RI nomor 70 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 172 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 4.10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

4.11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

4.12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaiman telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2011; 4.13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pedoman

(7)

7 4.14. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin

Anggota Polri;

4.15. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi;

4.16. Peraturan Bank Indonesia No 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau ijin tertulis membuka rahasia Bank; 4.17. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 21

Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia;

4.18. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri;

4.19. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Penyidikan Tindak Pidana;

4.20. Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Nomor 1 Tahun 2014 tentang SOP Perencanaan Penyidikan Tindak Pidana;

4.21. Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Nomor 2 Tahun 2014 tentang SOP Pengorganisasian Penyidikan Tindak Pidana;

4.22. Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Nomor 3 Tahun 2014 tentang SOP Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana;

4.23. Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Nomor 4 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pengawasan Penyidikan Tindak Pidana;

4.24. Peraturan Direktur Tindak Pidana Korupsi Nomor 2 Tahun 2013 tentang Prosedur Operasional Baku (Standard Operating Procedure/SOP) penyelidikan Tindak Pidana Korupsi di Lingkungan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri;

4.25. Peraturan Direktur Tindak Pidana Korupsi Nomor 3 Tahun 2013 tentang Prosedur Operasional Baku (Standard Operating Procedure/SOP) penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Lingkungan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri;

4.26. Peraturan BNSP Nomor 5 tahun 2014 tentang Pedoman Pengembangan dan Pemeliharaan Skema Sertifikasi Profesi.

(8)

8

5. KEMASAN/PAKET KOMPETENSI KERJA

5.1. Jenis Kemasan: Klaster 5.2. Rincian Unit Kompetensi

Penyidik Tindak Pidana Korupsi adalah anggota Polri yang ditugaskan sebagaipenyidik dan penyidik pembantu Tindak Pidana Korupsi, sesuai unit kompetensi:

6. PERSYARATAN

6.1. Persyaratan dasar pemohon sertifikasi 6.1.1. Memiliki SK Penyidik

6.1.2. Telah Direkomendasi kompeten terhadap kompetensi penyidik dasar dari asesor.

6.1.3. Memiliki pengalaman dinas yang bertugas sebagai penyidik di fungsi Reskrim

6.1.4. Telah mengikuti Dikbangspes dan/atau pelatihan di bidang penyidikansebagai penyidik dan penyidik pembantu tindak pidana korupsi.

NO KODE UNIT JUDUL UNIT KOMPETENSI

1 RSK.PK01.085.01 Melakukan Kegiatan Penyelidikan Tindak

Pidana Korupsi

2 RSK.PK01.086.01 Merencanakan penyidikan Tindak Pidana

Korupsi

3 RSK.PK01.087.01 Melakukan Kegiatan Upaya Paksa

4 RSK.PK01.088.01 Melakukan Pemeriksaan

5 RSK.PK01.089.01 Melakukan Penyelesaian dan Penyerahan

Berkas Perkara

6 RSK.PK01.090.01 Melakukan Penyerahan Tersangka dan

Barang Bukti

7 RSK.PK01.091.01 Melakukan Penghentian PenyidikanTindak

(9)

9 6.1.5. Sehat jasmasni dan rohani

6.1.6. Direkomendasikan oleh Kepala satuan Kerja.

6.2. Persyaratan asesor kompetensi

6.2.1. Memiliki sertifikat asesor kompetensi yang masih berlaku. 6.2.2. Anggota Polri atau Punawirawan Polri.

6.2.3. Sehat jasmani dan rohani.

6.2.4. Untuk anggota Polri direkomendasikan oleh Kasatkernya untuk purnawirawan Polri direkomendasian oleh Ka LSP.

6.2.5. Memiliki Surat Perintah Tugas melakukan uji kompetensi dari Ka LSP Polri.

7. HAK PEMOHON SERTIFIKASI DAN KEWAJIBAN PEMEGANG SERTIFIKAT

7.1. Hak peserta sertifikasi

7.1.1. Peserta sertifikasi yang dinyatakan kompeten dalam asesmen pada semua unit kompetensi akan diberikan sertifikat kompetensi. Sertifikat kompetensi dapat dijadikan dasar penugasan sebagai penyidik/penyidik pembantu bidang Tindak Pidana Korupsi.

7.1.2. Mempunyai hak banding jika dalam proses uji kompetensi ada yang merasa dirugikan.

7.2. Kewajiban Peserta Sertifikasi

7.2.1. Memenuhi semua persyaratan administrasi asesmen. 7.2.2. Mengikuti seluruh rangkaian kegiatan asesmen. 7.2.3. Mematuhi peraturan dalam proses asesmen.

8. BIAYA SERTIFIKASI

Biaya sertifikasi bersumber dari APBN atau sumber lain yang sah secara hukum dan bersifat tidak mengikat. Biaya sertifikasi mencakup:

8.1. Tahap persiapan

8.1.1. Biaya rapat persiapan.

8.1.2. Biaya ATK termasuk penggandaan soal.

(10)

10 8.2. Tahap pelaksanaan

8.2.1. Biaya akomodasi dan transportasi 8.2.2. Honor panitia dan asesor

8.2.3. Biaya rapat komite 8.2.4. Biaya cetak sertifikat

8.2.5. Biaya pendistribusian sertifikat 8.3. Tahap pembuatan laporan

8.3.1. Biaya penyusunan laporan

8.3.2. Biaya pencetakan dan penggandaan laporan 8.3.3. Biaya pengiriman laporan

9. PROSES SERTIFIKASI 9.1. Proses pendaftaran

9.1.1. Permohonan

Permohonan sertifikasi dilakukan melalui surat permohonan dari kepala satuan kerja dengan melampirkan:

a. Foto copy ijazah pendidikan umum terakhir.

b. Foto copy Keputusan Penempatan pada fungsi Reskrim sebagai penyidik atau penyidik pembantu tindak pidana korupsi.

c. Foto copy ijazah/ sertifikat / surat keterangan pendidikan kejuruan dan atau pendidikan dan pelatihan penyidikan tindak pidana korupsi.

d. Fotocopy surat perintah tugas pada fungsi reskrim sebagai penyidik/ penyidik pembantu Tindak Pidana Korupsi

e. Daftar riwayat hidup.

f. Surat perintah untuk mengikuti sertrifikasi dari kepala satuan kerja.

g. Pas foto berwarna dengan PDH Polri dengan ukuran 3x4 = 2 lembar, 4x6= 2 lembar.

h. Dokumen Portofolio memadai terdiri dari : 1) Skep Penyidik / Penyidik Pembantu

2) SK Penempatan pada fungsi Reskrim akumulasi 5 tahun 3) Sprin Dik Terakhir

(11)

11 4) Dokumen penyelesai perkara berupa berkas perkara dan

P 21.

5) Laporan Hasil penyeldikan (LHP)

6) Dokumen pendukung lain yang terkait dengan fungsi penyidikan

9.1.2. Verifikasi

a. Panitia sertifikasi melakukan penelitian terhadap berkas/ persyaratan yang diajukan oleh pemohon meliputi :

- Keaslian - Kecukupan

- Kesesuaian dokumen persyaratan dengan ruang lingkup kompetensi yang diajukan.

b. Apabila dokumen persyaratan calon peserta sertifikasi belum memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan atau tidak sesuai dengan ruang lingkup uji kompetensi yang diajukan maka yang bersangkutan ditolak sebagai peserta sertifikasi.

c. Apabila dokumen persyaratan calon peserta sertifikasi sesuai dengan ruang lingkup kompetensi yang diajukan maka yang bersangkutan diterima sebagai peserta sertifikasi.

9.1.3. Persiapan uji kompetensi

a. Penentuan Tempat Uji Kompetensi (TUK) berupa TUK sewaktu atau tempat kerja.

b. Penunjukan asesor kompetensi dan panitia uji kompetensi ditunjuk oleh LSP Polri dengan menugaskan Tim Asesor untuk melakukan uji kompetensi sesuai dengan skema dan rencana uji kompetensi setelah berkoordinasi dengan pembina fungsi.

(12)

12 9.2. Proses Asesmen

9.2.1. Proses asesmen dilaksanakan berdasarkan jadwal yang ditetapkan, menerapkan metoda dan prosedur asesmen sesuai yang ditetapkan dalam skema sertifikasi.

9.2.2. Apabila ada perubahan skema sertifikasi yang mengharuskan asesmen tambahan, LSP Polri mendokumentasikan metode dan prosedur yang diperlukan untuk melakukan verifikasi agar para pemegang sertifikat memenuhi persyaratanyang diubah.

9.2.3. Untuk menjamin verifikasi persyaratan skema sertifikasi, asesmen direncanakan dan disusun secara obyektif dan sistematis dengan bukti terdokumentasi untuk memastikan kompetensi peserta. 9.2.4. Untuk menjamin setiap asesmen sah dan adil, LSP Polri

melakukan verifikasi metoda untuk asesmen peserta sertifikasi. 9.2.5. LSP Polri melakukan verifikasi terhadap kebutuhan peserta

asesmen secara umum dan menyediakan kebutuhan khusus bagi peserta sertifikasi yang berkebutuhan khusus, sepanjang integritas asesmen tidak dilanggar, serta mempertimbangkan aturan yang berlaku di ligkungan Polri.

9.2.6. LSP Polri akan mempertimbangkan hasil penilaian dari badan atau lembaga lain berkaitan dengan portofolio peserta sertifikasi, LSP Polri menjamin ketersediaan laporan, data dan rekaman yang menunjukkan bahwa hasil-hasilnya setara, dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam skema sertifikasi. 9.2.7. Apabila bukti-bukti kompetensi telah memenuhi aturan bukti Valid,

Asli, Terkini dan Memadai (VATM), direkomendasikan kompeten dan apabila bukti-bukti kompetensi belum memenuhi VATM direkomendasikan untuk mengikuti uji kompetensi.

9.3. Proses uji kompetensi

9.3.1. Pengisian formulir asesmen mandiri dan konsultasi pra asesmen. 9.3.2. Penilaian uji kompetensi dapat dilakukan dengan cara: tertulis,

lisan, simulasi/praktek di tempat kerja atau Tempat Uji Kompetensi (TUK) yang disimulasikan seperti tempat kerja.

(13)

13 9.3.3. Peserta yang memenuhi bukti portofolio memadai akan disertifikasi menggunakan metode verifikasi portofolio dan wawancara, sedangkan bagi peserta yang belum memenuhi bukti portofolio yang memadai atau peserta yang memenuhi bukti memadai tetapi asesor meragukan kompetensi peserta, maka metode yang digunakan observasi demonstrasi, pertanyaan lisan dan atau pertanyaan tulisan.

9.3.4. Uji kompetensi dilaksanakan di TUK tempat kerja atau ditempat lain yang telah diverifikasi sesuai dengan skema sertifikasi.

9.3.5. Uji kompetensi dilaksanakan oleh asesor kompetensi yang kompeten sesuai dengan ruang lingkup skema sertifikasi.

9.3.6. Rekomendasi hasil uji kompetensi diputuskan oleh asesor kompetensi dan dilaporkan ke LSP.

9.3.7. Pembuatan rekomendasi dan laporan

a. Setelah melakukan uji kompetensi maka asesor memberikan rekomendasi terhadap hasil pelaksanaan asesmen.

b. Berdasarkan hasil uji kompetensi yang dilaksanakan oleh asesor kompetensi peserta direkomendasikan atau tidak direkomendasikan untuk mendapatkan sertifikat kompetensi. c. Asesor kompetensi melaporkan hasil pelaksanaan asesmen

kepada panitia uji kompetensi.

d. Panitia mengecek kelengkapan berkas uji kompetensi.

e. Panitia uji kompetensi melaporkan hasil pelaksanaan asesmen kepada Ka LSP Polri.

9.4. Keputusan Sertifikasi

9.4.1. Keputusan sertifikasi dilakukan oleh LSP Polri melalui rapat komite sertifikasi yang dilaksanakan oleh komite sertifikasi LSP Polri. 9.4.2. LSP Polri akan melakukan verifikasi dokumen rekaman asesmen

berdasarkan informasi yang dikumpulkan selama proses asesmen dan menetapkan status kompetensi sesuai skema sertifikasi.

9.4.3. LSP Polri memberikan sertifikat kepada semua peserta yang dinyatakan kompeten sesuai dengan skema sertifikasi.

(14)

14 9.4.4. Sertifikat kompetensi kerja berlaku dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung mulai tanggal penerbitannya dan dapat diperpanjang, selama pemegang sertifikat masih bertugas di fungsi reserse.

9.5. Pembekuan dan Pencabutan Sertifikat

9.5.1. Pembekuan dan pencabutan sertifikat dilakukan kepada pemegang sertifikat, bilamana:

a. Pengguna sertifikat kompetensi tidak seusai dengan tugas pokok.

b. Terbutki melanggar kode etik profesi Polri.

c. Apabila pemegang sertifikat kompetensimenjadi status tersangka dalam satu tindak pidana maka LSP membekukan sementara sertifikat kompetensi.

d. Sudah tidak bertugas pada fungsi reserse.

9.5.2. Selama pembekuan sertifikat, pemegang sertifikat diwajibkan mengikuti program pembinaan yang ditetapkan oleh satuan kerja pada fungsi reserse.

9.5.3. Setelah pencabutan sertifikat, pemegang sertifikat tidak berhak menggunakan sertifikat tersebut.

9.6. Pemeliharaan sertifikasi/surveillance

9.6.1. Surveillance minimal dilakukan sekali dalam jangka waktu masa berlaku sertifikat kompetensi.

9.6.2. Surveillance dilaksanakan dengan memonitor kinerja pemegang sertifikat.

9.7. Proses Sertifikasi Ulang/Perpanjangan 9.7.1. Persyaratan sertifikasi ulang.

Sertifikat kompetensi dapat diperpanjang sebelum masa berlakunya berakhir dengan persyaratan:

(15)

15 a. Dua bulan sebelum masa berlaku sertifikat berakhir, kasatker mengajukan surat permohonan perpanjangan sertifikat kompetensi.

b. Melampirkan surat rekomendasi dari kepala satuan kerja pemegang sertifikat kompetensi.

c. Melampirkan sertifikat kompetensi asli yang akan diperpanjang.

d. Melampirkan fotocopy Logbook (catatan penugasan selama memegang sertifikat) dilampiri bukti pendukung.

e. Pas photo berwarna PDH Polri dengan ukuran 3x4 = 2 lembar, 4x6 = 2 lembar.

9.7.2. Persyaratan sertifikasi ulang sama dengan persyaratan awal sertifikasi.

9.7.3. Proses sertifikasi ulang dilaksanakan dengan cara melakukan asesmen yang didasarkan pada laporan kinerja.

9.8. Penggunaan Sertifikat

9.8.1. Sertifikat hanya berlaku di lingkungan Polri.

9.8.2. Sertifikat dapat digunakan sebagai dokumen pendukung usulan promosi ke tingkat jabatan berikutnya.

9.8.3. Penyidik atau Penyidik pembantu pada Tindak Pidana Korupsi yang disertifikasi harus menandatangani pernyataan untuk:

9.8.3.1. mematuhi ketentuan yang relevan dalam skema sertifikasi;

9.8.3.2. membuat pernyataan bahwa sertifikasi yang diterima hanya untuk ruang lingkup sertifikasi yang telah diberikan; 9.8.3.3. tidak menyalahgunakan sertifikat yang dapat

mencemarkan Polri secara umum dan LSP Polri khususnya dan tidak membuat pernyataan terkait sertifikasi yang dianggap menyesatkan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan;

9.8.3.4. menghentikan penggunaan semua pengakuan atas sertifikasi apabila sertifikat dibekukan atau dicabut, dan mengembalikan sertifikat ke LSP Polri.

(16)

16 9.9. Banding

9.9.1. LSP Polri menetapkan prosedur untuk menerima, melakukan kajian, dan membuat keputusan terhadap banding secara konstruktif, tidak berpihak dan diselesaikan selambant-lambatnya tujuh hari kerja setelah banding diterima.

9.9.2. Penjelasan mengenai keputusan hasil penanganan banding dapat diketahui publik.

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan kegiatan e-Lelang Umum Pengadaan Pengadaan Jasa Pemborongan Pekerjaan Pemasangan Tiang, Blok Pice dan Pemasangan serta Pengecatan Guardrail Lama Ruas Tol

mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa untuk pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 2013, seperti tersebut dibawah ini:. LOKASI PEKERJAAN SUMBER DANA (APBN/AP

Berdasarkan hasil observasi awal dan hasil refleksi dengan guru yang telah dilakukan oleh peneliti maka kelas X IPS 1 menjadi pilihan peneliti untuk melakukan

Demikian juga saya menyampaikan , agar seluruh daerah , seluruh anggota khususnya yang sudah semakin matang pemikirannya , senantiasa berjaga-jaga , peduli dengan

Keseluruhan proses analisa kebutuhan sistem tersebut di atas yang meliputi perancangan ERD, perancangan basis data dan DFD merupakan langkah awal untuk membangun

Nilai-nilai budaya perusahaan tersebut adalah ”Lima Nilai Semangat Kerja” ( Integritas, Profesionalisme, Kepuasan Pelanggan, Keteladanan dan Penghargaan Kepada SDM) dan ”Sepuluh

Apakah lagged value of the term spread, lagged first difference of the short term interest rate, lagged first difference of the long term interest rate, lagged output gap, lagged

Dengan pengolahan tanah kedua, tanah men- jadi gembur dan rata, tata air diperbaiki, sisa-sisa tanaman dan tumbuhan pengganggu dihancurkan dan di- campur dengan