• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Bidan. melaksanakan tugas dan peran dengan mengintegrasikan pengetahuan,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Bidan. melaksanakan tugas dan peran dengan mengintegrasikan pengetahuan,"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

16 1. Pengertian Kompetensi Bidan

Kompetensi merupakan kemampuan individu untuk

melaksanakan tugas dan peran dengan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai pribadi serta kemampuan membangun pengetahuan dan keterampilan berdasarkan pengalaman dan proses pembelajaran yang pernah dilakukan. Roe (dalam Jannah, 2016).

Menurut Wibowo (2007) menyebutkan bahwa kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang ditunjukkan sebagai bentuk profesionalisme dalam suatu bidang tertentu.

Pengertian kompetensi menurut Robbin (dalam Jannah, 2016) adalah kemampuan (ability) atau kapasitas seseorang untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan,dimana kemampuan ini ditentukan oleh dua faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.

Undang-Undang Nomor.13 Tahun 2003, menyatakan kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.

(2)

Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang tenaga kesehatan berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap professional untuk dapat menjalankan praktik atau pekerjaan keprofesiannya. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012).

Jannah (2016) mengatakan bahwa kompetensi adalah sifat dasar yang dimiliki atau bagian kepribadian yang mendalam dan melekat pada invidu serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan, sebagai dorongan untuk mempunyai prestasi dan keinginan berusaha sehingga tugas dapat dilaksanakan secara efektif.

Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh msayarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang tertentu. (Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 045/U tahun 2002).

Mufdilah (2009) mengatakan bahwa kompetensi bidan adalah kemampuan dan karakteristik yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan prilaku yang harus dimiliki oleh seorang bidan dalam melaksanakan praktek kebidanan secara aman dan bertanggung jawab pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan kompetensi bidan adalah kemampuan dan karakteristik yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan prilaku yang harus dimiliki oleh seorang bidan untuk melaksanakan tugas-tugasnya sesuai standar kompetensi profesi bidan.

(3)

2. Aspek-aspek Kompetensi Bidan

Jannah (2016) mengatakan kompetensi bidan meliputi tiga aspek yaitu aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan perilaku (attitude) yang harus seimbang karena pendidikan bidan merupakan pendidikan akademik professional. Evaluasi terhadap kompetensi bidan harus mencangkup tiga aspek tersebut. Evaluasi pengetahuan merupakan evaluasi kognitif yang mencangkup pemahaman dan keterampilan atau psikomotor. Evaluasi perilaku meliputi kualitas personal dan perilaku tentang kebidanan, perilaku terhadap klien dan rekan sejawatnya.

Bloom (dalam Sudjana, 2002), mengatakan bahwa hasil evaluasi terbagi menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah psikomotorik dan ranah afektif.

a. Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu: pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b. Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

c. Ranah Psikomotorik

Ranah psikomotorik berkenaan dengan keterampilan dan kemampuan bertindak yang terbagi dalam enam aspek yaitu gerak reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan membedakan secara visual,

(4)

ketrampilan dibidang fisik, ketrampilan kompleks dan keterampilan komunikasi.

Pengukuran kompetensi bidan mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor: 369/Menkes/SK/111/2007 tentang standar profesi bidan, bahwa kompetensi bidan yang harus dimiliki adalah sebagai berikut:

a. Kompetensi ke 1: Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi, sesuai dengan budaya untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya.

b. Kompetensi ke 2: Bidan memberikan asuahan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh di masyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua.

c. Kompetensi ke 3: Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi deteksi dini, pengobatan atau rujukan.

d. Kompetensi ke 4: Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin suatu persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawat daruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.

(5)

e. Kompetensi ke 5 yaitu: Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui yang bermutu tinggi, tanggap terhadap budaya setempat. f. Kompetensi ke 6: Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,

komprenshensif pada bayi baru lahir sehat, sampai dengan umur 1 bulan.

g. Kompetensi ke 7 yaitu: Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprehensif pada bayi dan balita sehat (1 bln - 5 thn).

h. Kompetensi ke 8 yaitu: Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprehensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai budaya setempat.

i. Kompetensi ke 9 yaitu: Bidan melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan reproduksi.

Berdasarkan urain diatas dapat disimpulkan bahwa aspek kompetensi meliputi aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan perilaku (attitude) dengan pengukuran kompetensi mencakup sembilan kompetensi bidan yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 369/Menkes/SK/111/2007 tentang standar profesi bidan.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Bidan

Prastiwi dan Mufdillah (2009) mengatakan bahwa keberhasilan pencapaian kompetensi bidan atau hasil evaluasi kompetensi setelah melalui proses pembelajaran dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal sebagai berikut:

(6)

a. Faktor internal meliputi kesiapan diri, kesehatan fisik dan psikis yang meliputi perasaan cemas, gembira, murung, rasa benci, rasa takut, dan lain sebagainya.

b. Faktor eksternal meliputi adanya pembekalan pra ujian, peran penguji, peran instrument, dukungan teman, dukungan dosen dan pengalaman pada saat proses pembalajaran.

Selaras dengan Slameto (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil evaluasi pembelajaran adalah faktor internal dan faktor Eksternal : a. Faktor Internal,

1) Jasmaniah: kesehatan, cacat tubuh

2) Psikologis: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan, kecemasan.

b. Faktor Eksternal

1) Keluarga : cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan.

2) Sekolah : metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah.

3) Masyarakat : kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.

(7)

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi bidan adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi jasmaniah dan psikologis, jasmaniah berkaitan dengan kondisi fisik dan psikologi berkaitan dengan kondisi psikis seperti intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan, kecemasan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang memberikan dukungan ekternal seperti pembekalan pra ujian, peran penguji, peran instrument dan dukungan dari lingkungan seperti keluarga, dosen, teman serta masyarakat.

Kecemasan menjadi faktor yang diteliti dalam penelitian ini karena kecemasan yang dirasakan oleh mahasiswa kebidanan Akbid Ummi Khasanah diduga akan mempengaruhi hasil uji kompetensi.

B. Kecemasan Menghadapi Ujian Kompetensi 1. Pengertian Kecemasan

Nevid et al (2005). mengungkapkan kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut, yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda. Kecemasan juga merupakan keadaaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis perasaan tegang yang tidak menyenangkan dan perasaan aprehensi atau keadaan khawatir mengeluhkan bahwa sesuatu yang baru akan segera terjadi

(8)

Daradjat (1990) menjelaskan kecemasan sebagai manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan (konflik). Ada beberapa jenis rasa cemas, yaitu akibat mengetahui ada bahaya mengancam dirinya, rasa cemas berupa penyakit yang dapat mempengaruhi keseluruhan diri pribadi.

Kaplan, et al (2008), mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan suatu penyerta yang normal dari pertumbuhan, perubahan, pengalaman dari sesuatu yang baru dan belum pernah dicoba, dan dari penemuan identitas sendiri serta arti hidup. Di dalam bukunya yang berjudul Sinopsis Psikiatri mereka menyebutkan bahwa kecemasan berpengaruh pada organ viseral dan motorik, selain itu juga mempengaruhi pikiran, persepsi, dan pembelajaran. Dengan demikian, keadaan cemas dapat menghambat fungsi kognitif yang berpengaruh pada performa ketika ujian sehingga hasil belajar tidak memuaskan.

Kecemasan merupakan respon dari individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang biasanya ditandai dengan beberapa gejala seperti jantung berdebar-debar, sesak nafas, perasaan hawatir, rasa takut yang tidak normal, rasa ragu terhadap diri sendiri dan merasa andanya ancaman. (Sundari dan Panjaitan, 2016).

Kecemasan berdasarkan Hamilton Rating Scale Anxiety Test (HRS-A), merupakan kumpulan gejala yang teridiri dari 14 kelompok gejala meliputi suasana hati yang cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan

(9)

tidur, intelektual (gangguan kecerdasan), Suasana hati yang tertekan, Somatik/tubuh (Otot), Somatic/tubuh (Panca Indra), Sistem kardiovaskular, sistem pernafasan, sistem pencernaan, sistem perkemihan, sistem autoimun dan perilaku.(Norman, 2005)

Slameto (2010) menjelaskan bahwa kecemasan dapat dibedakan menjadi dua bagian:

a. Kecemasan sebagai suatu sifat (trait anxiety), yaitu kecendrungan pada diri seseorang untuk merasa terancam oleh sejumlah kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya

b. Kecemasan sebagai suatu keadaan (state anxiety), yaitu suatu keadaan atau kondisi emosional sementara pada diri seseorang yang ditandai dengan perasaan tegang dan kekhawatiran yang dihayati secara sadar serta bersifat subyektif, dan meningginya aktivitas saraf otonom.

Menurut Tresna (dalam Untari, 2014) kecemasan saat ujian terwujud sebagai kolaborasi dan perpaduan tiga aspek yang tidak terkendali dalam diri individu, yaitu: (a) Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam bentuk ketegangan pikiran mahasiswa, sehingga membuat mahasiswa sulit konsentrasi, kebingungan dalam menjawab soal dan mengalami mental blocking, (b) Manifestasi Afektif, yang diwujudkan dalam perasaan yang tidak menyenangkan seperti khawatir, takut dan gelisah yang berlebihan (c) Perilaku motorik yang tidak

(10)

terkendali, yang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti gemetar.

Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan menghadapi ujian kompetensi adalah emosi yang tidak menyenangkan karena takut akan kegagalan menghadapi ujian kompetensi yang ditandai dengan 14 gejala meliputi suasana hati yang cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, intelektual (gangguan kecerdasan), Suasana hati yang tertekan, Somatik/tubuh (Otot), Somatic/tubuh (Panca Indra), Sistem kardiovaskular, sistem pernafasan, sistem pencernaan, sistem perkemihan, sistem autoimun dan perilaku pada diri sendiri yang bersumber dari konflik, frustasi, ancaman terhadap harga diri dan tekanan melakukan sesuatu di luar kemampuan individu yang tentunya berpengaruh terhadap hasil ujian kompetensi.

2. Aspek-Aspek Kecemasan

Nevid, at al (2005) membagi kecemasan dalam tiga aspek yaitu: a. Aspek fisik

Seseorang yang mengalami kecemasan dapat tercermin dari kondisi fisiknya, seperti bergetar, muncul banyak keringat,kesulitan berbicara, suara bergetar, timbul keinginan buang air kecil, jantung lebih keras, kesulitan bernafas, merasa lemas atau pusing.

b. Aspek kognitif

Kecemasan diatandai dengan adanya ciri kognitif seperti sulit untuk berkonsentrasi,berpikir tidak dapat mengendalikan masalah, ketakutan

(11)

tidak bisa menyelesaikan masalah, adanya rasa khawatir akan terjadi sesuatu dimasa depan, timbul perasaan terganggu, atau adanya keyakinan yang muncul tanpa alasan yang jelas bahwa akan segera terjadi hal yang mengerikan.

c. Aspek Perilaku

Kecemasan yang dialami seseorang dapat terlihat dari perilakunya. Perilaku individu yang mengalami kecemasan seperti menghindar, melekat dan dependen, serta perilaku terguncang.

Clark (dalam Suliwati, 2005) menyebutkan empat aspek penanda kecemasan, meliputi:

a. Aspek afektif

Ciri afektif dari kecemasan merupakan perasaan seseorang yang mengalami kecemasan, seperti gugup, tersinggung, takut, tegang, gelisah, tidak sabar, atau kecewa.

b. Aspek fisiologis

Ciri fisiologis merupakan ciri dari kecemasan yang terjadi pada fisik seseorang seperti peningkatan denyut jantung, sesak nafas, nafas cepat, nyeri dada, sensani tersedak, pusing, berkeringat, kepanasan, menggigil, mual, sakit perut, diare, gemetar, kesemutan atau mati rasa di lengan atau kaki, lemas, pingsan, otot tegang atau kaku, dan mulut kering.

(12)

Ciri kognitif merupakan ciri yang terjadi dalam pikiran seseorang saat merasakan kecemasan.Ciri ini dapat berupa takut akan kehilangan control, takut tidak mampu mengatasi masalah, takut evaluasi negatif oleh orang lain, adanya pengalaman yang menakutkan, adanya persepsi tidak nyata, konsentrasi rendah, kebingungan, mudah terganggu, rendahnya perhatian, kewaspadaan berlebih terhadap ancaman, memori yang buruk, kesulitan dalam penalaran, serta kehilangan objektivitas.

d. Aspek perilaku

Ciri perilaku dari kecemasan tercermin dari perilaku individu saat mengalami kecemasn, seperti menghindari sesuatu atau tanda yang mengancam, melarikan diri, mencari keselamatan, mondar-mandir, terlalu banyak bicara, terpaku, diam atau sulit berbicara.

Sue, et al (dalam Suliwati, 2005)menyebutkan bahwa manifestasi kecemasan terwujud dalam empat hal yaitu :

a. Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam pikiran seseorang, seringkali memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk yang akan terjadi,

b. Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti gemetar,

c. Perubahan somatik, muncul dalam keadaan mulut kering, tangan dan kaki kaku, diare, sering kencing, ketegangan otot, peningkatan tekanan darah dan lain‐lain. Hampir semua penderita kecemasan menunjukkan

(13)

peningkatan detak jantung, peningkatan respirasi, ketegangan otot, peningkatan tekanan darah dan lain‐lain,

d. Afektif, diwujudkan dalam perasaan gelisah, perasaan tegang yang berlebihan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kecemasan yang dapat disebut sebagai ciri individu yang mengalami kecemasan antara lain: individu merasakan gelisah, gugup, takut, tegang, berdebar-debar, sesak nafas, mual, konsentrasi rendah, kebingungan, mudah terganggu, rendahnya perhatian, kewaspadaan berlebih terhadap ancaman, memori yang buruk, kesulitan dalam penalaran, kehilangan objektivitas dan munculnya gerakan tidak menentu sperti gemetar, mondar-mandir, banyak berbicara atau diam.

3. Tingkat Kecemasan

Pada Hamilton Rating Scale Anxiety Test (HRS-A), mengidentifikasikan tingkat kecemasan, dapat dibagi menjadi :

a. Kecemasan ringan

Pada tingkat kecemasan yang terjadi pada kehidupan sehari-hari dan kondisi membantu individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah berbagai kemungkinan.

b. Kecemasan sedang

Pada tingkat ini individu lebih menfokuskan hal penting saat ini dan mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan persepsinya

(14)

c. Kecemasan berat

Pada tingkat ini lahan individu sangat menurun dan cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal lain, semua perilaku ditunjukan untuk mengurangi kecemasan, individu tersebut mencoba memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan banyak pengarahan.

d. Panik

Keadaan ini mengancam pengendalian diri, individu tidak mampu untuk melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian yang ditandai dengan meningkatnya kegiatan motorik, menurunnya respon untuk berhubungan dengan orang lain, distorsi persepsi dan kehilangan pikiran yang rasional. Tingkah laku panik ini tidak mendukung kehidupan individu tersebut (Norman, 2005)

Menurut Peplau (dalam Suliswati, 2005) mengatakan bahwa ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu sebagai berikut: a. Pertama, Kecemasan Ringan yaitu dihubungkan dengan ketegangan

yang dialami sehari-hari. Individu masih waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan indra. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Contohnya: Seseorang yang menghadapi ujian akhir, pasangan dewasa yang akan memasuki jenjang pernikahan, individu yang akan melanjutkan pendidikan ke

(15)

jenjang yang lebih tinggi, individu yang tiba-tiba di kejar anjing menggonggong.

b. Kedua, Kecemasan Sedang yaitu Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya, terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain. Contohnya : pasangan suami istri yang menghadapi kelahiran bayi pertama dengan resiko tinggi, keluarga yang menghadapi perpecahan (berantakan), individu yang mengalami konflik dalam pekerjaan.

c. Ketiga, Kecemasan Berat yaitu lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detail yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berfikir tentang hal-hal lain. Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah/arahan untuk terfokus pada area lain. Contoh: individu yang mengalami kehilangan harta benda dan orang yang dicintai karena bencana alam, individu dalam penyanderaan.

d. Keempat, Panik yaitu individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Karena hilangnya control, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Terjadi peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai dengan disorganisasi kepribadian. Contoh: individu dengan kepribadian pecah/despersonalisasi.

(16)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan terbagi menjadi empat tingkatan yaitu kecemasan ringan, sedang, berat dan panik.

C. Hubungan Kecemasan dengan Kompetensi Bidan

Bidan dikatakan kompeten jika telah memiliki sertifikat kompetensi, hal tersebut diperoleh melalui proses rangkaian ujian kompetensi yang diselenggarakan oleh Majelis Tenaga Kesehatan Propinsi (MTKP). Dalam proses pendidikan setiap akan naik tingkat dan akan melaksanakan Praktik Klinik Kebidanan (PKK) mahasiswa kebidanan harus melalui rangkaian ujian kompetensi sesuai dengan tingkatannya.

Keberhasilan pencapaian kompetensi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi jasmaniah dan psikologis, jasmaniah berkaitan dengan kondisi fisik dan psikologi berkaitan dengan kondisi psikis seperti intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan, kecemasan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang memberikan dukungan ekternal seperti pembekalan pra ujian, peran penguji, peran instrument dan dukungan dari lingkungan seperti keluarga, dosen, teman serta masyarakat.

Kecemasan menjadi salah satu faktor yang sering dialami mahasiswa pada saat menghadapi ujian kompetensi, kecemasan dipengaruhi oleh adanya pengalaman negatif yang pernah dialami seperti kehawatiran akan kegagalan karena pernah mengalami hal tersebut

(17)

sebelumnya, sehinga harus mengulang dan mengeluarkan biaya lagi. Kecemasan juga terjadi karena adanya perasaan negatif tentang kemampuan yang dimilikinya serta kehawatiran akan masa depan ketika gagal dalam ujian. Kecemasan yang muncul akan menimbulkan fungsi afektif, fisiologis, kognitif, dan perilaku terganggu. Karena terganggungya fungsi tersebut mengakibatkan mahasiswa tidak dapat memahami dan menyelesaikan soal uji kompetensi dengan baik.

Mahasiswa yang mengalami kecemasan sehingga terganggu fungsi afektif, fisologis, kognitif dan perilakunya pada saat ujian kompetensi ditandai dengan merasakan gugup, takut, tegang, gelisah hal tersebut merupakan tanda terganggunya fungsi afektif. Pada fungsi fisiologis akan terjadi peningkatan denyut jantung, sesak nafas, nafas cepat, nyeri dada, sensani tersedak, pusing, berkeringat, kepanasan, menggigil, mual, sakit perut, diare, gemetar, kesemutan atau mati rasa di lengan atau kaki, lemas, otot tegang atau kaku, dan mulut kering. Pada fungsi kognitif akan mengalami kesulitan berkonsentrasi, mengingat, pembentukan konsep dan pemecahan masalah. Pada fungsi perilaku seperti menghindari sesuatu atau tanda yang mengancam, melarikan diri, mencari keselamatan, mondar-mandir, terlalu banyak bicara, terpaku, diam atau sulit berbicara. Ketika tanda-tanda tersebut terjadi pada peserta ujian kompetensi maka tidak mampu menyelesaikan ujian kompetensi dengan baik, karena pada ujian kompetensi bidan dengan metode OSCA dibutuhkan kemampuan yang baik secara keseluruhan antara afektif,

(18)

fisiologis, kognitif dan perilaku. Sehingga dengan tingkat kecemasan yang tinggi akan mengakibatkan hasil uji kompetensi yang tidak maksimal atau tidak dapat mencapai standar yang ditentukan.

D. Hipotesis

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diduga bahwa mahasiswa yang mengalami kecemasan cenderung menghasilkan kompetensi yang tidak diharapkan, sehingga semakin tinggi kecemasan maka semakin rendah kompetensi. Hipotesis penelitian ini terdapat korelasi negatif antara kecemasan dengan kompetensi bidan pada mahasiswa program study kebidanan Akademi Kebidanan Ummi Khasanah Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Asmadi (2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami individu yaitu ringan, sedang, berat, dan panik. Tiap tingkatan kecemasan mempunyai karakteristik atau

Orang tua juga akan merasa begitu cemas dan takut terhadap kondisi anaknya dan jenis prosedur medis yang dilakukan; sering kali kecemasan yang paling besar

melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat yang timbul karena kegagalan ketrampilan emosi dasar. Orang yang buruk kemampuan dalam ketrampilan ini akan

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan individu untuk mengenali dan memahami perasaan diri sendiri, perasaan orang lain

Faktor yang konsisten dihubungkan dengan besarnya insidensi kecemasan dental diantaranya adalah karakteristik individu, takut akan rasa sakit, pengalaman buruk atau

Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam sehari-hari ataupun respon emosi tanpa objek

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi ialah suatu proses intrinsik dan ekstrinsik yang bertanggung jawab untuk menerima,

Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter Indonesia dinyatakan sebagai suatu perangkat uji kompetensi yang merupakan bentuk dari upaya aktualisasi berbagai