• Tidak ada hasil yang ditemukan

TATSUNOKUCHI PENGANIAYA AN. Oleh: YM.Bhiksu Jun-ichi Nakamura NO.12 SEPTEMBER 2005 :: BODHISATTVA HACHIMAN SEBAGAI DEWA PELINDUNG ::

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TATSUNOKUCHI PENGANIAYA AN. Oleh: YM.Bhiksu Jun-ichi Nakamura NO.12 SEPTEMBER 2005 :: BODHISATTVA HACHIMAN SEBAGAI DEWA PELINDUNG ::"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PERHIMPUNAN BUDDHIS NICHIREN SHU INDONESIA

TATSUNOKUCHI

ichiren Shõnin memuja Dewa

Shinto ?. Orang juga bisa mengatakan Dewa Shinto memuja Nichiren Shõnin. Pada tahun 2002, Bhiksu Tertinggi Nichikõ Fujii mengunjungi Tempat Suci Tsurugaoka Hachiman, untuk merayakan 750 tahun misionaris Nichiren Shonin di Kamakura. Nichiren Shõnin berhenti di tempat suci ini dalam perjalanan menuju Tatsunokuchi, dimana pemerintah mencoba untuk melaksanakan hukuman pancung terhadapNya pada tanggal 12 September 1271. Kalian pasti ingin tahu kenapa seorang Bhiksu Buddhis berhenti disebuah tempat suci Shinto. Tetapi hal ini adalah hal yang biasa bagi Nichiren Shõnin.

Dewa Hachiman adalah salah satu dewa yang berasal dari leluhur kaisar Jepang. Hachiman adalah dewa yang sangat terkenal di Jepang, maka terdapat banyak tempat suci Hachiman diseluruh Jepang. Hachiman juga sangat penting bagi Yoritomo Minamoto, pendiri dari pemerintahan Kamakura pada abad 12, sebab Ia adalah dewa pelindung dari kaum Minamoto dan juga sebagai dewa pelindung perdamaian. Sekarang ini, Hachiman juga dikenal sebagai “Maha

Bodhisattva Hachiman.” Kenapa ia disebut “Maha Bodhisattva” jika Ia adalah Dewa

Shinto? Sejak kedatangan Buddhisme di

Oleh: YM.Bhiksu Jun-ichi Nakamura

PENGANIAYA AN

N

:: BODHISATTVA HACHIMAN

SEBAGAI DEWA PELINDUNG ::

(2)

ita dapat melihat perasaan mendalam Nichiren Shõnin terhadap dewa ini dalam tulisan Beliau. Kamu mungkin berpikir bahwa Nichiren Shõnin dipenuhi oleh penyesalan. Tetapi Beliau menulis dalam tulisan yang sama yaitu;

"Sejak Aku dilahirkan dalam keadaan miskin, balas budiKu kepada kedua orangtuaKu belum terpenuhi dan Aku juga tidak mempunyai kekuatan yang cukup untuk membayar budi kepada negara. Sekarang, Aku mempersembahkan kepalaKu kepada Saddharma Pundarika Sutra dan mengirimkan doa kepada orangtuaKu. Juga Aku mempersembahkan seluruh kebajikanKu kepada semua murid-murid dan pengikutKu."

Beliau telah siap untuk mati. Dalam situasi ini, Nichiren Shõnin menaruh harapan kepada Hachiman sebab Ia menginginkan agar dewa ini dapat bangkit menjadi dewa Buddhis yang sesungguhnya. Ia percaya pada ajaran Buddha bahwa para dewa-dewi adalah pengikut dari Buddha Dharma. Karena itu, dewa-dewi adalah murid dan Saddharma Pundarika Sutra adalah gurunya.

B a b V I I , S a d d h a r m a Jepang dua ratus lalu pada tahun 538,

orang-orang Jepang mulai menyebut dewa Shinto sebagai “Bodhisattva”. Hal ini mulai terlaksana sekitar akhir periode Nara (710-794). Dewa Shinto dikatakan sebagai pelindung negara dan menyelamatkan orang sama seperti para Buddha dan Boddhisattva yang digambarkan dalam sutra-sutra Buddha. Karena hal inilah, orang-orang Jepang mulai menghormati Dewa Shinto mereka sebagai penjelmaan dari para Buddha dan Bodhisattva pelindung. Penafsiran ini disebut “Honji Suijaku”, yang berarti

“Para Buddha dan Bodhisattva menjelma sebagai Dewa Shinto.”

Kenapa Nichiren Shõnin meminta untuk berhenti di tempat suci Tsurugaoka Hachiman dalam perjalanan menuju lapangan pelaksanaan hukuman? Para tentara yang mengawalnya pasti berpikir bahwa Ia akan memohon Hachiman untuk menyelamatkan diriNya. Namun sebaliknya, Nichiren Shõnin yang menghadap ke tempat suci Hachiman dan dengan suara lantang berkata kepada dewa itu. “Benarkah Maha Bodhisattva Hachiman adalah seorang dewa yang sesungguhnya?” kata Nichiren Shõnin. “Saya, Nichiren, adalah pelaksana sesungguhnya Saddharma Pundarika Sutra di Jepang [yang mana kamu telah berjanji untuk melindungi sutra ini]. Disamping itu, Saya tidak mempunyai sedikitpun kesalahan dalam diriKu.” (Goibun Shuju Onfurumai). Para tentara terkejut dengan prilaku Nichiren Shõnin tersebut. Ia mengingatkan kepada

Hachiman bahwa jika negara ini hancur oleh serangan dari Mongolia, maka para dewa sekalipun tidak akan selamat.

Nichiren Shõnin ingin menyelamatkan Jepang dari kehancuran – sebagai contoh serangan dari Mongolia – sehingga Ia menulis Rissho Ankoku Ron untuk memberitahukan kepada pemerintah akan kesalahan yang mereka lakukan. Tanpa memikirkan bahaya bagi kelangsungan hidupNya, Ia terus mengkritik pemerintahan militer yang diktator, Ia menjelaskan kesalahan yang telah dilakukan oleh pemerintah. Beliau menyatakan;

"… Saya telah memeriksa berbagai macam sutra dan mendapatkan kesimpulan bahwa penyebab kehancuran negara datang dari orang-orang yang menentang Dharma yang sesungguhnya, dan berpihak pada Dharma palsu. Oleh karena itu, para dewa-dewi pelindung dan arif bijaksana meninggalkan negeri ini, dan tidak akan kembali. Hal ini telah memberikan peluang bagi para iblis dan setan untuk menyerang, menyebabkan bencana dan malapetaka. Bagaimana mungkin Aku tidak memberitahukan hal ini! Bagaimana mungkin Aku tidak khawatir mengenai hal ini! " (Writings of Nichiren Shõnin: Doctrine 1, p. 108)

Ia sangat bimbang dengan perasaan itu bahwa tidak seorang pun yang mengerti tentang motivasiNya. Bahkan, para dewa-dewi pun, tidak kelihatan, tidak memberikan perhatian mengenai hal ini. Ia pun

ingin memberikan kesempatan lain kepada Hachiman untuk memenuhi janjinya untuk melindungi pelaksana dari Saddharma Pundarika Sutra, dan hal ini tidak bisa diacuhkan karena Ia akan dihukum mati oleh pemerintah.

"Aku, Nichiren akan dihukum mati malam ini. Kemudian, ketika Aku pergi ke Tanah Suci Grdhrakuta, Aku akan beritahukan kepada Buddha Sakyamuni bahwa Dewa Tenshõ dan Hachiman tidak menerima doaKu." (Goibun Shuju Onfurumai)

: : K E K U A T A N D A R I

KEBIJAKSANAAN SANG

BUDDHA ::

(3)

P u n d a r i k a S u t r a , b e r j u d u l

“Perumpamaan Sebuah Kota Ajaib,” yang menceritakan tentang

Buddha Kebijaksanaan Agung Sempurna Universal (Buddha Mahabhignagnanabhibhu). Ketika Ia mencapai Penerangan Agung, dunia dari seluruh penjuru diterangi oleh cahaya kebijaksanaanNya. Raja Surga Brahman, yang menciptakan dunia ini, diliputi oleh perasaan kegembiraan dan ia menawarkan istananya kepada Sang Buddha. Pada waktu itu mereka berjanji;

"Kami mempersembahkan semua kebajikan yang telah kami kumpulkan, – Dan diteruskan kepada seluruh mahluk hidup, - Dan semoga kami dan seluruh mahluk hidup - Mencapai Penerangan Agung Sang Buddha! (Murano, p. 139)"

“Kami” berarti semua para dewa-dewi dan “Seluruh Mahluk Hidup” berarti kita, manusia, dan juga semua mahluk hidup lainnya.

Dengan kata lain, Saddharma Pundarika Sutra mengajarkan bahwa semua mahluk hidup dan seluruh dewa-dewi di surga mendapatkan kekuatan dari Kebijaksanaan Sang Buddha. Ini salah satu sebabnya kenapa Nichiren Shõnin percaya bahwa untuk menyebarkan kedamaian diseluruh negeri harus melalui pengajaran Saddharma Pundarika Sutra. Kemudian para Dewa Shinto bisa menyelesaikan misi mereka.

Terakhir, apakah para dewa-dewi menjawab doa Nichiren Shõnin pada hari itu?

ada malam hari tanggal 11 September 1271, Hei-no-Saemon-no-jo Yoritsuna, orang yang bertanggungjawab atas tentara pemerintah, memimpin tentara untuk menyerang kediaman Nichiren Shõnin di Matsubagayatsu. Ia menyatakan Nichiren sebagai seorang penjahat karena Ia “berdoa untuk

kekalahan dari negara Jepang, bangsa yang paling utama di dunia.” Alasan sebenarnya bagi pemerintah untuk menangkap Nichiren Shonin karena Ia mengkritik para bhiksu-bhiksu dari kuil dan sekte lain di Kamakura, yang mempunyai hubungan baik dengan pemerintah. Karena mereka marah, mereka menghasut pemerintah untuk menangkap Nichiren Shõnin sehingga kesalahan dapat dialihkan dari diri mereka.

Selanjutnya, Yoritsuna memilih cara yang ekstrim untuk menyelesaikan persoalan ini tanpa melihat aturan hukum. Ia memutuskan untuk menghukum mati Nichiren Shõnin secara diam-diam, dengan mengunakan alasan untuk mengasingkan Nichiren. Pada malam tanggal 12 September, Nichiren Shõnin dibawa untuk dihukum mati di tanah lapang tempat pemancungan di Tatsunokuchi. Dalam perjalanan ke Tatsunokuchi, Nichiren Shõnin memprotes Hachiman di tempat suci Tsurugaoka Hachiman sebagaimana telah dijelaskan diatas. Rombongan itu akhirnya tiba di tempat pelaksanaan hukuman mati pada jam 1:00 pagi.

Shijo Kingo, salah seorang pengikut penting dan setia dari Nichiren Shõnin, ikut dalam rombongan itu. Ia menangis dengan sedihnya dan ingin mengantikan Nichiren Shonin dengan dirinya bahkan ia ingin mati bersama gurunya. Nichiren Shõnin berkata kepadanya, “Kamu telah kehilangan pikiranmu. Kamu seharusnya tersenyum penuh kegembiraan karena

Aku mempunyai sebuah kesempatan untuk mempersembahkan hidupKu kepada Sang Buddha.”

Mereka pun tiba di tempat

P

pelaksanaan sebuah tanah lapang di pantai Tatsunokuchi dan algojo pun mengayunkan pedangnya untuk memenggal kepala Nichiren Shõnin. Dalam sebuah suratNya, Nichiren Shõnin menjelaskan sendiri apa yang terjadi kemudian: “Sebuah objek terang menderang seperti sebuah bulan ditepi pulau Enoshima terbang seperti sebuah bola sinar dari bagian tenggara ke arah barat laut.” Semua orang-orang pemerintah menjadi takut, dan sang algojo pun tidak mampu melaksanakan tugasnya. Sejak itu pemerintah tidak berani melakukan hukuman mati terhadap Nichiren Shõnin karena takut kemarahan dari surgawi, mereka mengucilkan Beliau ke Pulau Sado sebagaimana perintah pengadilan pada mulanya.

Apakah Hachiman menjawab doa dari Nichiren Shõnin dengan sebuah keajaiban untuk mencegah pelaksanaan hukuman mati tersebut? Tentu saja ini tidak ada buktinya. Namun, ini semua memperlihatkan bahwa Nichiren Shonin mendapat perlindungan dari para dewa-dewi, meskipun Beliau menghadapi begitu banyak kesulitan, penganiayaan sepanjang hidupnya yang datang bertubi-tubi, dan Ia terus memperdalam hati kepercayaanNya sebagai seorang pelaksana Saddharma Pundarika Sutra. Semoga kita semua juga mempunyai tekad dan pelaksanaan yang sama. Gassho.

Sumber: "The Bridge" Edisi 41, 2003 Autumn, terbitan The Nichiren Buddhist International Center, USA. Ilustrasi cover depan oleh Hiroshige Katsu, tema "The Tatsunokuchi Persecution." Diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Shami Josho S.Ekaputra.

(4)

menyarankan,” bagaimana kalau kita pindahkan kandang gajah itu ? adalah sebuah ide yang tidak terlalu buruk untuk membangun kandang gajah itu didekat tempat pejagalan?”

Saran ini diterima, dan mereka membangun sebuah kandang gajah yang baru untuk Gajah Putih itu didekat tempat pejagalan. Didalam tempat pejagalan itu, banyak binatang yang dibunuh setiap hari. Melihat pemandangan seperti itu setiap hari, maka gajah putih itu kembali menjadi liar daripada sebelumnya. C e r i t a i n i mengajarkan kepada kita bahwa manusia yang tumbuh didalam lingkungan yang Bimbingan Oleh:

YM.Bhiksuni Myosho Obata

(Bhiksuni Pembimbing Indonesia)

uatu masa yang lampau, terdapatlah seorang raja di India, dan beliau mempunyai seekor gajah putih. Gajah ini mempunyai kepribadian yang sangat liar, dan jika terjadi peperangan, maka ia selalu ikut terlibat aktif didalamnya. Ketika tidak terdapat peperangan, ia akan menginjak mati para pelaku kejahatan.

Pada masa itu di India, para pelaku kejahatan dihukum mati dengan mengunakan gajah, dan gajah putih liar ini bertindak sebagai algojo. Suatu hari, kandang gajah itu terbakar api. Jadi mereka membangun kembali sebuah kandang baru untuk gajah putih itu disebelah kanan dari sebuah kuil Buddha. Dalam kuil Buddha itu, para bhiksu selalu membaca sutra setiap pagi dan sore. Adapun salah satu bagian Sutra yang dibaca oleh para Bhiksu adalah,

“Jika kamu melakukan perbuatan baik, kamu akan terlahir kembali di Surga. Jika kamu melakukan perbuatan jahat, maka kamu akan jatuh kedalam neraka.” Gajah

putih itu mendengarkan Sutra itu

KANDANG GAJAH

setiap pagi dan sore dan kepribadiannya berubah menjadi penuh kedamaian. Dan pada akhirnya, ia berhenti menginjak dan membunuh para pelaku kejahatan ketika mereka dilemparkan kedalam kandang gajah itu. Sang raja menjadi dilema. Tidak menjadi masalah bagi Sang Raja, jika gajah itu berhenti untuk membunuh para kriminal tetapi menjadi masalah jika peperangan terjadi. Jika negara tetangga menyerang Sang Raja, maka gajah yang tenang itu tidak berguna sama sekali. Sang

Raja sungguh-sungguh mengalami masa yang sulit sebab gajah itu sangat berguna dalam peperangan, ia sangat kuat bagaikan bom atom dan lebih kuat dari sebuah senjata kecil. “Apa yang dapat aku lakukan kepada Gajah yang tenang ini,” Sang Raja sangat khawatir dan mengumpulkan para pengikutnya untuk membicarakan hal ini. Salah seorang pengikutnya

(5)

buruk akan cenderung mempunyai kepribadian yang buruk / liar atau berkelakuan buruk sebab mereka secara alami dipengaruhi oleh lingkungan yang buruk itu. Untuk mendapatkan lingkungan yang baik itu, Jika lingkungan kita buruk, apakah kita harus pindah ke lingkungan yang bagus? Bagaimana dengan mereka yang tinggal disana? Jika dunia ini begitu kotor, apakah harus kita musnahkan dunia ini dan pergi ke surga ? Bagaimana orang-orang yang tinggal di dunia yang kotor ini ? Buddha Sakyamuni tidak menyukai ide ini. Pendiri kita, Nichiren Daishonin juga tidak menyukai ide tersebut.

Buddha Sakyamuni berkata bahwa dunia ini sendiri adalah Tanah

Suci dari Buddha yang Abadi. Kita

harus membuat dunia ini menjadi Tanah Suci tanpa perlu meninggalkannya atau memusnahkannya. Kita dapat membuat hal itu menjadi kenyataan di dunia ini karena seluruh mahluk hidup di dunia ini mempunyai potensi yang disebut Bibit KeBuddhaan, dengan kata lain, semua dapat mencapai Penerangan Agung atau Kesadaran Buddha. Marilah mewujudkan hal itu dengan menyebut Odaimoku. Gassho.

Buku "PENJELASAN SHUTEI GOHONZON

NICHIREN SHONIN" (Ditulis Bulan Ketiga Tahun

Koan Ketiga, 1280). Penyusun Oleh: Shami Josho

S.Ekaputra

ishimojin atau Hariti dalam bahasa Sansekerta

adalah seorang Yaksa

Perempuan atau Yaksini dan Ia berasal dari Kota Rajagriha. Yaksa adalah salah satu dari Delapan Mahluk Gaib Pelindung Dharma (Hachi Bushu). Pada awalnya Hariti adalah iblis pemangsa anak-anak, yaksa adalah salah satu iblis yang paling banyak jumlahnya. Suami Hariti adalah Pancika, salah satu jenderal dari Raja Langit Vaishravana. Hariti yang gemar memakan anak-anak pada suatu hari ditaklukan oleh Sang Buddha dengan cara menyembunyikan salah satu anak kesayangannya dan setelah berjanji kepada Buddha maka anaknya pun dikembalikan dan sejak itu berjanji untuk melindungi para pelaksana Dharma.

Dalam Bab.XXVI, Dharani, Saddharma Pundarika Sutra. Hariti beserta sepuluh anak perempuannya berjanji untuk melindungi para pelaksana Saddharma Pundarika Sutra dengan memberikan mantra dharani, " i dei bi, i dei bin, i dei bi,

a dei bi, i dei bi, dei bi, dei bi, dei bi, dei bi, dei bi, ro kei, ro kei, ro kei, ro kei, ta kei, ta kei, ta kei, to kei, to kei". Setelah mengucapkan mantra

itu dihadapan Sang Buddha, mereka berjanji bahwa "Barang siapa

K

KISHIMOJIN (HARITI)

DAN JURASETSUNYO

yang menentang para pelaksana Saddharma Pundarika Sutra maka kepala mereka akan pecah menjadi tujuh bagian, bagaikan buah tunas arjaka....". Meskipun Hariti

adalah iblis raksasa tetapi ia sangat menyayangi anak-anaknya, karena itu sejalan dengan janji Ia didalam Saddharma Pundarika Sutra maka Hariti juga dikenal sebagai pemberi dan pelindung anak kecil.

Dewi Hariti sangat populer di Jepang terutama di Nichiren Shu, hampir semua kuil memiliki rupang dari Hariti dan Jurasetsunyo ini. (Baca kisah dan penjelasan selengkapnya di buku "Penjelasan Shutei Gohonzon Nichiren Shonin" hal 42-44)

(6)

SAD PARAMITA

(Enam Perbuatan Luhur)

( BAGIAN. iI)

Seri Pelajaran Mahayana

ila Paramita merupakan perbuatan luhur tentang hidup bersusila, tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik oleh badan [kaya], ucapan [vak], dan pikiran [citta]. Pelaksanaan Sila

Paramita merupakan pelengkap dari seorang Bodhisattva yang telah melaksanakan Dana Paramitha. Pelaksanaan Sila Paramita ini dapat diumpamakan kaki ataupun mata dimana tanpa kaki maka seseorang akan terjatuh ke dalam bentuk kehidupan yang penuh kejahatan, ataupun tanpa mata maka seseorang tidak akan dapat melihat Dharma.

Terdapat tiga pengertian dalam menguraikan Sila Paramita, yaitu:

1. Kebajikan moral secara umum dimana kepribadian

S

2. Sila Paramita

yang mengagumkan merupakan ciri utamanya; 2. Kebajikan moral yang dikaitkan dengan suatu cita-cita

penyucian yang direalisasikan melalui pikiran, ucapan, dan perbuatan;

3. Kebajikan moral yang dikaitkan dengan lima ajaran moral (Pancasila Buddhis) dan sepuluh jalan tindakan yang baik dan bermanfaat dimana merupakan latihan moral kebajikan bagi umat awam.

Pelaksanaan Sila merupakan suatu usaha

seorang Bodhisattva untuk memusnahkan seluruh tiga akar kesengsaraan atau tiga racun dunia, yaitu:

a. Raga [Lobha] yaitu hawa nafsu, gairah, kesenangan perasaan,

b. Dvesa [Dosa] yaitu kebencian, keinginan buruk, c. Moha yaitu kebodohan batin, khayalan, kebingungan

mengenai pikiran.

Dalam melatih Sila Paramita, maka terdapat sepuluh hal yang harus dihindari oleh seorang Bodhisattva, yaitu : a. Membunuh b. Mencuri c. Ketidak-sucian d. Berbicara bohong e. Memfinah f. Berbicara kasar

g. Berbicara yang tidak berarti h. Sifat iri hati

i. Sifat dengki j. Pandangan salah

santi merupakan suatu perbuatan luhur tentang kesabaran. Ksanti Paramita mencakup Tiga

Pengertian, yaitu, kesabaran, ketabahan, dan

ketulusan hati. Seorang Bodhisattva haruslah

melatih kesabaran karena ketidaksabaran akan mudah menimbulkan kemarahan dimana dapat menghancurkan semua pemupukan kebajikan yang telah terhimpun.

Ketidaksabaran dalam bertindak sering menenggelamkan kita dalam lautan penderitaan yang

3. Ksanti Paramita

(7)

para Buddha dan B o d h i s a t t v a akan terguncang d e n g a n perbuatanmu.” Tanpa disengaja, tiba-tiba dari

sampul sutra tersebut terjatuh sebuah kunci mobil BMW dan kwitansi pembelian mobil yang tanggalnya persis satu bulan sebelum hari wisuda Hsiau-fei.

Hsiau-fei terpaku tanpa bisa bersuara, berbagai perasaan menghinggapinya. Dengan sisa tenaga yang ada, Hsiau-fei segera berlari ke garasi dan menemukan sebuah mobil BMW yang telah berlapiskan debu tetapi masih jelas bahwa mobil tersebut belum pernah disentuh sama sekali karena jok mobilnya masih terbungkus plastik. Di depan kemudi terpampang foto ayahnya yang tersenyum bangga. Tiba-tiba lemaslah seluruh tubuhnya, dan air matanya tanpa terasa mengalir terus tanpa dapat ditahannya,... suatu penyesalan yang mendalam atas ketidaksabarannya sendiri..., suatu penyesalan yang tak mungkin berakhir...

irya Paramita merupakan perbuatan luhur mengenai keuletan, ketabahan dan semangat. Terdapat dua

macam Virya, yaitu :

a. Sannaha-virya, yang dapat diartikan memakai perisai dalam arti mempersiapkan diri atau memperkuat iman terhadap berbagai godaan.

b. Prayoga-virya, yang dapat diartikan dengan ketekunan dan kesungguhan dalam pelaksanaan Ajaran Sang Buddha .

menyebabkan penyesalan yang berkepanjangan.

Penyesalan dari Ketidaksabaran

Hsiau-fei adalah seorang mahasiswa yang sebentar lagi akan di wisuda. Dia sangat mendambakan akan mendapatkan hadiah wisuda dari ayahnya, seorang pengusaha kaya yang sangat menyayanginya sebagai anak satu-satunya. Hsiau-fei selama berhari-hari telah membayangkan akan mengendarai mobil BMW idamannya sambil bersenang-senang dengan temannya.

Saat yang ditunggu pun tiba, dimana setelah wisuda dengan langkah penuh keyakinan Hsiau-fei melangkah menemui ayahnya yang tersenyum sambil berlinang air mata menyampaikan betapa dia sangat kagum akan anak satu-satunya dan yang sangat dicintainya. Ayahnya kemudian mengeluarkan sebuah kado yang dibungkus rapi, dan sungguh hal ini membuat Hsiau-fei terpaku karena bukanlah kunci mobil BMW sebagaimana yang diharapkannya. Dengan perasaan gundah, dibukanya juga kado tersebut dimana berisi Sutra Buddha Vacana yang terjilid rapi berlapiskan tulisan emas nama Hsiau-fei di sampul depannya. Hancur sekali hati Hsiau-fei menerima hadiah sutra tersebut, dan dengan marah tanpa dapat terkendalikan, dia membanting sutra tersebut sambil berteriak nyaring, “Apakah ini cara ayah mencintai saya, padahal dengan uang ayah yang banyak tidaklah sulit untuk membelikan hadiah yang memang telah ayah ketahui sudah lama saya idamkan!!” Kemudian Hsiau-fei tanpa melihat reaksi ayahnya lagi, berlari kencang meninggalkannya dan bersumpah tidak akan menemuinya lagi.

Hari, bulan dan tahun pun berganti. Hsiau-fei yang telah pindah tinggal di kota lain akhirnya

berhasil menjadi seorang pengusaha yang sukses karena bermodalkan otaknya yang cemerlang. Selain memiliki rumah dan mobil yang mewah, dia juga telah berkeluarga dan mempunyai tiga anak. Sementara ayahnya sudah pensiun dan semakin tua serta tinggal sendirian. Ayahnya selalu menanti kedatangan Hsiau-fei sejak hari wisuda tersebut dengan satu harapan hanya untuk menyampaikan betapa kasihnya dia kepada Hsiau-fei. Hsiau-fei adakalanya juga rindu kepada ayahnya, namun setiap kali mengingat kejadian hari wisuda tersebut, diapun menjadi marah kembali dan merasa sakit hati atas hadiah sutra dari ayahnya.

Sampai suatu hari, datanglah telegram dari tetangga ayahnya yang memberitahukan bahwa ayahnya telah meninggal dunia, dan sebelum meninggal dia telah meninggalkan surat wasiat kepada Hsiau-fei dimana semua hartanya akan diwariskan kepadanya. Akhirnya Hsiau-fei memutuskan untuk pulang mengurus harta peninggalan ayahnya.

M e m a s u k i h a l a m a n rumahnya, timbullah rasa penyesalan yang menyebabkannya sedih sekali memikirkan sikap ketidaksabarannya khususnya pada saat wisuda. Hsiau-fei merasa sangat menyesal telah menolak ayahnya. Dengan langkah berat dia memasuki rumah dan satu persatu perabot diperhatikannya yang mengingatkannya akan semua kenangan indah tinggal bersama ayahnya. Dengan kunci wasiat yang diterimanya, dia membuka brankas besi ayahnya, dan menemukan sutra Buddha Vacana dengan ukiran emas namanya, hadiah hari wisuda. Dia mulai membuka halaman sutra tersebut, dan menemukan tulisan tangan ayahnya di halaman depan,

“Dengan segala kejahatan yang telah kamu lakukan selama hidupmu, tetapi kamu tahu memberikan yang

terbaik kepada anakmu, sungguh

Bersambung

V

(8)

Buku "Writing Of Nichiren Shonin" Doctrine 2

Edited by George Tanabe.Jr, Compiled by Kyotsu Hori

Terbitan : Nichiren Shu Overseas Propagation Promotion Association, Tokyo - Japan Diterjemahkan oleh Shami Josho S.Ekaputra

Pendahuluan

urat ini ditulis tanggal 6 b u l a n t u j u h t a h u n Bun’ei Ke-10 (1273) di Ichinosawa, Pulau Sado, surat asli masih tersimpan dengan baik di Kuil Nakayama Hokekyoji. Selain mengucapkan terima kasih atas sumbangan dari Tuan Toki, Nichiren Shonin juga menjelaskan kenapa ia belum dibebaskan dari hukuman pembuangan, hal ini untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Tuan Toki. Menghadapi semua ini, Nichiren Shonin menyatakan tekadnya untuk menyebarluaskan

Saddharma Pundarika Sutra dan O’daimoku dengan seluruh hidupNya. Ia tidak mempunyai

sedikit keraguan pun tentang keberhasilanNya dan menyatakan

kegembiraanNya sebagai seorang pelaksana Saddharma Pundarika Sutra.

erima kasih banyak atas sumbangan yang kamu berikan. Aku telah menerima dua ikat uang koin, yang merupakan kiriman dari Tuan Ota dan kamu sendiri.

Nitcho, putramu, adalah

sangat berbakat, sehingga Aku memutuskan untuk menjaganya sampai akhir tahun ini.

Tidak perlu terlalu bersedih mengenai diriKu karena belum lepas dari hukuman pembuangan. Sebagaimana peringatan yang telah Aku sampaikan dalam “Rissho ankoku-ron (Risalah Menyebarkan Perdamaian Keseluruh Negeri Melalui Penegakkan Ajaran Yang Sesungguhnya),” beberapa diantaranya telah terjadi di negeri ini dan Aku pikir bahwa tidak akan dilepaskan sampai pada waktunya.

Pada hari ini, Aku sendiri tidak yakin apakah akan terus hidup atau mati disini; namun, pada saat yang sama, Aku sangat yakin

bahwa kelima aksara Myo Ho Ren Ge dan Kyo akan tersebarluas pada Masa Akhir Dharma ini. Maha Guru

Dengyo mencoba untuk menyebarkan ajaran sempurna dari Saddharma Pundarika Sutra, dari ke Tiga Jalan

Ajaran, Ia telah berhasil menyebarkan Dua Jalan: “Pelaksanaan Meditasi” dan “Menanamkan Kebijaksanaan”

semasa hidupnya. Mengenai yang ketiga, bagaimanapun, rencana ia untuk menegakkan kebenaran dan ajaran sempurna tidak dapat dilakukan karena tidak diijinkan oleh pemerintah sampai akhir hidupnya.

Untuk menegakkan sebuah dasar dari “Aspek Nyata” lebih sulit dibandingkan dengan menegakkan “Aspek Sunyata” dari Meditasi dan Kebijaksanaan, jadi sekarang kamu

telah mengetahui betapa sulitnya untuk menyebarkan ajaran dari Buddha Abadi yang dibabarkan dalam Bab.XVI “Jangka Waktu Hidup Sang Tathagata” dan Odaimoku, intisari dari Saddharma Pundarika Sutra, pada hari ini setelah 2,220 tahun kemoksaan Sang Buddha.

Aku sangat beruntung dapat hidup di Masa Akhir Dharma ini untuk menyebarluaskan

TOKI DONO GO HENJI

(Surat Balasan Kepada Toki Dono)

S

T

Surat Balasan Kepada

Tuan Toki

(9)

ajaranKu jauh lebih unggul dibandingkan dengan para komentator besar seperti Nagarjuna dan Vasubandhu. Oleh karena

itu, T’ien-t’ai meramalkan, “Pada periode akhir 500 tahun, ajaran luar biasa Saddharma Pundarika Sutra akan tersebarluaskan.”

Beliau sedang meramalkan tentang diriKu. Meratapi dirinya bahwa tidak

terlahirkan pada Masa Akhir Dharma, Dengyo menyatakan, “Masa Akhir Dharma sudah semakin dekat."

Betapa beruntungnya diriKu! Aku sedang menyebarluaskan ajaran dari Saddharma Pundarika Sutra, menghadapi berbagai macam penganiayaan dan kesulitan pada Masa Akhir Dharma ini, hal ini telah diramalkan dalam Saddharma Pundarika Sutra, Bab.XIII “Dorongan Untuk Menegakkan Sutra Ini”;

“Mereka yang menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra setelah kemoksaan Sang Buddha akan mendapatkan berbagai macam penganiayaan dan diusir dari biara atau kuil.” Aku sangat bangga akan

diriKu. Aku menuliskan ini sebagai tanggapan kepada semua orang, jadi Aku percaya bahwa Aku tidak perlu menjelaskan hal ini secara terperinci.

Tanggal 6 bulan tujuh Balasan Kepada Tuan Toki

Nichiren

ajaran kebenaran ini, jadi saya mendapatkan lebih banyak kebajikan dibandingkan beberapa diantara mereka dari masa lalu seperti Dengyo, T’ien-t’ai, Nagarjuna, dan Vasubandhu. Jika

tidak untuk Saddharma Pundarika Sutra, yang mana diramalkan akan tersebarluaskan pada Masa Akhir Dharma ini, maka Aku akan menjadi orang yang paling angkuh didunia ini. Mengenai pujian kepada T’ien-t’ai, Chang-an berkata, “Penafsiran Tien-t’ai’ tentang Buddhisme adalah jauh lebih unggul dibandingkan dengan Ceramah Kebijaksanaan Agung di India.” Kenapa kita harus membandingkan Ia dengan para guru China? Ini bukanlah sesuatu yang dilebih-lebihkan; ini adalah merupakan hasil perbandingan ajaran secara nyata. Hal yang sama dapat dikatakan bahwa ajaranku yang ditemukan dalam Saddharma Pundarika Sutra, ajaran sesungguhnya dari Sang Buddha. Tanpa bermaksud untuk melebih-lebihkan, bahwa

"Langit dan bumi memang

berbeda tetapi dalam bumi ada

langit dan dalam langit ada

bumi"

"Akibat buruk bisa

menciptakan ketegaran dan

kekuatan, Akibat baik

mampu menjerumuskan dalam

penderitaan"

"Seekor burung terbang

tinggi di angkasa, melayang

mengikuti alur angin dan

udara, demikian halnya dengan

manusia"

"Manusia yang hidup dalam

kemelekatan bagaikan hidup

diatas langit yang tiada batas"

"Hijau nya rumput karena

karunia dari air, makanan

dan cahaya matahari.

Bahagia atau tidak seseorang

tergantung pada karunia

yang diperoleh sebagai akibat

perbuatan dirinya"

KATA -KATA MUTIARA

(10)

Catatan :Riwayat hidup Nichiren Shonin yang tepat dapat kita baca dari berbagai macam surat dan catatan masa lalu dan penelitian sejarah lainnya. Tetapi disini terdapat berbagai macam cerita legenda sehubungan dengan kehidupan Nichiren Shonin, dan akan Saya tuangkan dalam tulisan ini.

KELAHIRAN

ichiren, diketahui lahir pada tanggal 16 bulan kedua tahun Joo Ke-1 (1222) di Kominato, Propinsi Awa (sekarang Daerah Administrasi Chiba), terdapat banyak legenda sehubungan dengan kelahiran Beliau. Ketika Beliau lahir, dikatakan bahwa secara tiba-tiba air mancur keluar dari tanah di dalam kebun dan Bunga Teratai bermekaran dilaut. Dan juga dikatakan, ikan-ikan air tawar berkumpul di pantai. Kuil Tanjo-ji adalah tempat kelahiran Beliau. Bahkan sampai hari ini, ikan-ikan air tawar selalu berkumpul dekat pantai tempat bersandar kapal-kapal pesiar dan disebut sebagai Tai no Ura (Pantai Ikan Air Tawar) atau Tae no Ura (Pantai Bunga Teratai). Air hangat dari lautan di semenanjung Boso dipercaya sebagai penyebab kenapa ikan-ikan air tawar berkumpul disana. Daerah Administrasi Chiba dikenal sebagai daerah pergerakan bumi atau gempa bumi sejak dulu.

Legenda Nichiren Shonin

Oleh YM.Bhiksu. Gyokai Sekido

Sumber: Nichiren Shu News, terbitan Nichiren Shu Headquaters dan Kaigai Fukyo Koenkai

LEGENDA (BAG.1)

NICHIREN SHONIN

Kuil Tanjo-ji terpaksa direlokasi akibat terjadinya gempa bumi, dan sapuan gelombang pasang surut, sehingga ini menyebabkan lokasi semula sulit ditempati. Pada kuil ini terdapat sumber air tawar yang menyembur ketika Nichiren lahir, dan juga terdapat sebuah patung perunggu Nichiren ketika masih kanak-kanak berdiri dengan gagahnya.

ichiren dipercaya adalah anak seorang pejabat yang berhubungan dengan perikanan. Nichiren dikirim ke Kuil Seicho-ji ketika berumur 11 tahun

untuk mendapatkan pendidikan dasar. Ini membuktikan bahwa orangtuaNya mempunyai cukup uang untuk memasukkannya ke kuil itu. Tetapi, juga terdapat cerita bahwa Ia adalah seorang keturunan bangsawan. Dikatakan bahwa ibuNya yang bernama Umegiku dan ayahNya bernama Nukina Shilgetada. Tuan Nukina dikatakan adalah keturunan dari Kaisar Shomu yang pernah memerintah di Propinsi Totorni Province (sekarang Daerah Administrasi Shizuoka). Ia dikatakan dibuang ke Propinsi Awa, karena terjadi pertengkaran didaerah

N

Ket. Air tawar muncul di kebun rumah ketika Nichiren lahir. Gambar ini diambil dari "Riwayat Hidup Nichiren", Kumpulan Lukisan dari Tenrei Horiuchi, yang dipublikasikan oleh Sulyosha"

(11)

tersebut.

eskipun nama kanak-kanan Nichiren adalah Zennichi-maro, namun sejarah juga mencatat bahwa ketika Ia masih kanak-kanak, sering disebut dengan nama Yakuo-maro. Ia tumbuh dengan penuh kegembiraan didaerah pantai laut Jepang yang mengalir dengan indahnya. Sebuah rupang Nichiren dibuat pada peringatan ke-7 meninggalnya Nichiren dan sekarang tersimpan di Kuil Honmon-ji, Ikegami – Tokyo. Para murid utama dan pengikut yang mengenal dan dekat dengan Nichiren dikumpulkan untuk membuat rupang tersebut. Karena rupang ini dibuat segera setelah kematian Nichiren maka diyakini merupakan wujud pengambaran sosok Nichiren yang paling tepat. Jika melihat rupang tersebut, maka kita melihat gambaran tubuh fisik Beliau yang kekar. Gelombang samudera Pasifik telah membentuk tubuhNya. Kita dapat membayangkan masa kanak-kanak Nichiren, setiap hari berenang dilaut sampai Ia tumbuh dewasa. BERSAMBUNG

Kronologi Riwayat Hidup Nichiren Shonin

1222 Lahir di Kominato, Awa, pada tanggal 16 bulan kedua 1233 Masuk ke Kuil Seichoji untuk menjadi seorang calon Bhiksu 1237 Menjadi seorang Bhiksu dan diberi nama Zeshobo Rencho. 1239 Pergi ke Kamakura untuk belajar.

1242 Pergi ke Gunung Hiei dan tempat lainnya untuk belajar.

1253 Kembali ke Kuil Seichoji; Mendirikan Nichiren Shu Buddhisme 28 April. 1259 “Shugo Kokka-ron” selesai dibuat.

1260 “Sainan Koki Yurai” dan “Sainan Taiji-sho,” ditulis pebruari; “Rissho Ankoku-ron (Risalah Untuk Menyebarkan Perdamaian di Seluruh Negeri Melalui Penegakkan Ajaran Yang Sesungguhnya)” selesai ditulis dan dikirim pemerintahan Shogun Hojo Tokiyori pada bulan tujuh; penganiayaan di Matsubagayatsu pada bulan agustus

1261 Pembuangan ke Semananjung Izu, Daerah Administrasi Shizuoka. 1262 “Kyoki Jikoku-sho” selesai ditulis.

1263 Dibebaskan dan kembali ke Kamakura dari Izu. 1264 Penganiayaan di Kamakura.

1266 “Hokke Daiinoku-sho” ditulis pada bulan januari 1268 “Ankoku-ron Gokan yurai’’ ditulis pada bulan april

1271 Selamat dari kematian di Tatsunokuchi (Ryuko): Dibuang ke Pulau Sado. 1272 “Kaimoku-sho (Membuka Mata kepada Saddharma Pundarika Sutra)”

1273 “Kanjin Honzon-sho (Risalah Perenungan Spiritual dan Yang Patut Dimuliakan)” selesai pada bulan empat; Maha Mandala dibuat pada bulan tujuh untuk pertama kalinya.

1274 Dibebaskan dan kembali ke Kamakura dari Pulau Sado; Memberikan peringatan kepada Shogun Kamakura; meninggalkan Kamakura menuju Gunung Minobu.

1275 “Senji-sho (Memilih Waktu Yang Tepat) selesai pada bulan juli. 1276 “Hoon-jo (Surat Balas Budi)” selesai ditulis

1280 “Kangyo Hachiman-sho (Keluhan dengan Bodhisattva Hachiman)” ditulis.

1282 Meninggalkan Gunung Minobu untuk ke Hitachi: Aula utama dengan ukuran 18 meter persegi selesai didirikan di Gunung Minobu; meninggal di kediaman Ikegami Munenaka pada tanggal 13 bulan sepuluh.

M

Ket. (Atas-Kanan); rupang Nichiren Shonin di Kuil Honmonji, Ikegami - Tokyo, ditetapkan sebagai Benda Purbakala Negara. (Bawah-Kiri); patung perunggu Nichiren semasa kanak-kanak terdapat di Kuil Tanjo-ji.

(12)

Menemukan Diri Sendiri

Oleh: Shami Josho S.Ekaputra

ada suatu masa, ketika perang saudara berkesinambungan di dataran Tiongkok, terdapatlah seorang tabib perang ikut bersama para prajurit ke medan perperangan. Ia bertugas merawat dan mengobati para prajurit yang terluka di medan peperangan.

Setiap kali prajurit itu sembuh dari luka, maka mereka akan kembali ke medan peperangan lagi. Akibatnya mereka terluka lagi atau mati. Sang tabib setelah melihat hal ini berulang-ulang terus tiada hentinya, akhirnya mentalnya pun jatuh dan putus asa. Ia berkata, "Jika mereka ditakdirkan untuk mati, mengapa saya mesti merawat mereka! Jika obat saya bermanfaat, mengapa ia mesti berperang dan mati ?" Ia tidak mengerti apakah masih ada manfaatnya bagi dia sebagai seorang tabib perang. Dan ia begitu tertekan hingga ia tidak mau lagi mengobati orang.

Ia akhirnya pun naik gunung untuk menemui seorang bhiksu untuk mendapatkan penerangan mengenai masalah yang dihadapinya. Setelah berbulan-bulan tinggal bersama sang guru ... Akhirnya ia mengerti masalaha yang ia hadapi. Ia turun gunung untuk menjadi tabib perang lagi. Dan Ia berkata, "Kenapa ini harus aku lakukan adalah karena aku seorang tabib perang."

Cerita diatas adalah sebuah contoh klasik yang hampir dialami oleh setiap orang. Banyak dilema dalam kehidupan ini, yang pada posisi tertentu tidak sesuai dengan apa yang kita harap dan impikan. Kenyataan hidup yang berbeda

dengan impian, sering kali membuat seseorang terjerumus dalam keputus asaan dan kalah dalam kehidupan ini. Semua orang selalu mendambakan kehidupan yang ideal, ukuran ideal ini disesuaikan dengan keinginan dan hawa nafsu. Akibatnya timbullah bermacam-macam pertanyaan, kenapa aku harus seperti ini? kenapa aku tidak bisa seperti mereka? Apakah aku masih berguna dalam hidup ini? dan sebagainya. Hal ini terjadinya karena Sang "Aku" belum menyadari "Aku" nya. Inilah yang sering kita sebut sebagai "Jati Diri".

Jati diri adalah sebuah proses untuk menemukan "Siapakah

Aku?", "Kenapa Aku ada disini?" , "Kenapa Aku harus mengalami semua ini?" , "Apakah yang harus Aku lakukan dalam hidup ini?."

Inilah sejumlah pertanyaan yang harus kita temukan dalam perjalanan hidup ini. Seseorang yang telah menemukan jati diri yang sebenarnya, tidak mudah goyah dan ragu dalam menjalani kehidupan. Menemukan jati diri sama seperti buah jeruk menyadari dirinya adalah jeruk, buah mangga mengetahui dirinya adalah buah mangga. Sama halnya seperti cerita diatas, bahwa pada akhirnya sang tabib menyadari bahwa ia adalah seorang tabib karena itulah ia harus mengobati dan menolong orang yang terluka. Jati Diri adalah menyadari "Siapakah 'Aku' ?". Proses untuk menemukan "Aku" yang sebenarnya, perlu perjuangan untuk mengalahkan Pikiran yang menguasai sang "Aku" dan terlepas dari belenggu hawa nafsu, tentu saja hal ini tidaklah mudah karena sejak

kita lahir didunia ini, pikiran dan hawa nafsu telah menjadi guru dan belenggu dari "Jati Diri" kita.

Seorang pelukis akan menjadi pelukis yang berkarakteristik dan luar biasa jika menyadari jati dirinya, inti hakikat dan cirinya sendiri, demikian juga semua orang akan berjaya dibidangnya jika menyadari hal ini. Guru kita, Nichiren Shonin menemukan Jati Dirinya, ketika menghadapi hukuman pembuangan di Pulau Sado. Beliau akhirnya menyadari bahwa Ia adalah utusan dari Buddha Sakyamuni Abadi dan merupakan kelahiran kembali dari Bodhisattva Visistakaritra (Jogyo Bosatsu). Disamping itu, Ia juga menyadari bahwa Ia harus melaksanakan dan menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra dan Odaimoku. Jati diri inilah yang membawa keberanian dan semangat yang tidak pernah padam bagiNya. Bagaimana halnya dengan diri kita, murid Nichiren Shonin?

Jati diri spiritual kita adalah Bodhisattva Muncul dari Bumi, yang mengemban tugas menyebarluaskan Odaimoku pada Masa Akhir Dharma ini. Jika kita sudah menyadari ini, maka sudah semestinya kita harus kuat dalam menghadapi segala rintangan yang menghadang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun didalam perasaan kejiwaan kita. Ikan, burung dan mahluk lainnya berjalan menurut jalannya masing-masing demikian juga kita. Marilah temukan Jati diri masing-masing dengan sungguh-sungguh berdoa dan menyebut Odaimoku "Namu Myoho Renge Kyo." Gassho.

(13)

Seri Penjelasan Saddharma Pundarika Sutra

Oleh: YM.Bhiksu Shokai Kanai

Sumber Acuan: Buku "The Lotus Sutra" By Senchu Murano Diterjemahkan oleh: Sidin Ekaputra,SE

RINGKASAN

ab 7 mengungkapkan bahwa ajaran-ajaran dari Saddharma Pundarika Sutra selalu sama di setiap jaman; yakni bahwa semua Buddha mampu mencapai Penerangan melalui ajaran Saddharma Pundarika Sutra. Akan tetapi, suatu proses dibutuhkan untuk membimbing semua mahkluk kepada Saddharma Pundarika Sutra. Inilah yang disebut sebagai metode ho-ben, yang dalam bab ini mengambil bentuk sebuah perumpamaan tentang sebuah kota ajaib.

Dahulu kala, ada seorang B u d d h a b e rg e l a r Ta t h a g a t a Kebijaksanaan Agung Sempurna Universal. Buddha ini sebelumnya adalah seorang raja di suatu negeri dan ia memiliki 16 orang putra mahkota. Ketika ayahanda mereka mencapai Kebuddhaan, ke-enam belas pangeran ini juga berkeinginan menjadi Buddha dan melepaskan gelar bangsawan mereka. Belakangan, mereka semua akhirnya menjadi Buddha di bawah bimbingan Buddha Kebijaksanaan Agung Sempurna Universal melalui Saddharma Pundarika Sutra. Diantara mereka, pangeran ke-13 menjadi

Buddha Amitabha dan ke-16 menjadi Buddha Sakyamuni. Ketika Sang raja menjadi Buddha Kebijaksanaan Agung Sempurna Universal, Ia membabarkan Empat Kesunyataan Mulia dan Duabelas Sebab Akibat. Akan tetapi, ajaran-ajaran ini hanyalah diperuntukkan bagi penyelamatan individual dan ajaran bagi kaum shomon dan engaku, bukan ajaran bagi kaum bodhisattva. Ketika sejumlah umat tidak siap untuk memahami ajaran Saddharma Pundarika Sutra, Sang Buddha mengajarkan ajaran Hinayana, akan tetapi hanya sebagai cara membimbing mereka kepada jalan Mahayana. Untuk mengilustrasikan proses ini Buddha Sakyamuni membabarkan bab ini.

PERUMPAMAAN TENTANG KOTA AJAIB (P. 144, Paragraf ke-3 - P. 145.)

ahulu kala, ada sebuah jalan yang amat panjang, buruk, dan berbahaya. Jalan itu begitu mengerikannya dan didaerah tersebut

hanya ditinggali satu orang. Saat itu banyak orang berkeinginan melewati jalan tersebut untuk mencapai sebuah daerah berisi penuh harta karun. Mereka dibimbing oleh seorang laki-laki yang cerdik, bijak, dan tahu banyak tentang kondisi jalan yang berbahaya tersebut.

Di separuh perjalanan, orang-orang menjadi kelelahan akibat berjalan dan berkata kepada Sang pemimpin, “Kami sudah terlalu capek. Kami juga takut akan bahaya dari jalan ini. Kami tidak dapat melangkah lebih jauh lagi. Tujuan kita masih amat jauh. Kami ingin kembali saja.”

PERUMPAMAAN

KOTA AJAIB

BAB VII

Salinan Saddharma Pundarika Sutra dan Komentar Nichiren

Daishonin diantara kata-katanya.

B

(14)

Universal.” (P.128, L.31-P.33)

Sang raja, ayahanda dari ke-enam belas putra tersebut akhirnya mencapai Nirvana setelah berlatih selama sepuluh kalpa kecil. Semua orang dari kita yang membaca Saddharma Pundarika Sutra sedang dalam proses untuk menjadi seorang Buddha. Siapakah orang selanjutnya yang akan menjadi Buddha?

“Ketika Sang Buddha mencapai Nirvana, . . .sinar terang dari matahari dan rembulan yang ada di dunia sekitarnya diterangi oleh berkas cahaya yang luar biasa.” (P.131, L.5-L.10)

Cahaya mentari dan rembulan sering melambangkan kebenaran tidak hanya dalam Buddhisme tetapi juga di agama-agama lain. Dunia spiritual hanya dijelaskan secara fisik oleh cahaya tersebut. Tanah Buddha dalam Saddharma Pundarika Sutra disebut “Jo Jakko Do” atau “Tanah Cahaya Tenang yang Kekal Abadi”. Tenang mengacu kepada sifat dasar dari kebenaran dan cahaya, kepada kebijaksanaan. Welas asih dari para Buddha menyinari tempat yang bahkan tidak mampu dicapai oleh cahaya matahari dan bulan, bahkan hingga ke dunia neraka sekalipun.

“Istanaku belum pernah disinari sedemikian terangnya. Kenapakah itu terjadi?” (P.131, L.18-P.20.)

Cahaya dari welas asih Sang Buddha menyinari bukan saja tempat di mana Sang Buddha berada tetapi juga kesepuluh penjuru alam semesta. Para dewa dan manusia dari kesepuluh penjuru alam semesta kemudian berusaha mencoba menemukan asal dari sumber cahaya tersebut. Akhirnya mereka menemukan Buddha Kebijaksanaan Agung Sempurna Universal duduk di atas tempat duduk

yang berbentuk seperti singa di bawah pohon Bodhi di tempat penerangan dengan dikelilingi oleh para dewa, raja-naga, manusia, dan mahkluk bukan manusia.

“Semoga jasa-jasa baik yang telah kami kumpulkan melalui persembahan ini, disebarkan ke semua mahkluk hidup. Dan semoga kita dan semua mahkluk hidup, mencapai penerangan Sang Buddha!” (P.139, L.24 - L.27)

Kalimat ini amatlah terkenal, dan ditulis ulang dalam doa Nichiren Shu sebagai berikut: “Semoga semua

mahkluk diberkati dengan jasa baik ini dan bersama-sama dengan kami mencapai Kebuddhaan”. Saya

berharap Anda dapat mengingat kalimat ini dan mengakhir doa Anda selalu dengan kalimat ini setiap harinya. Inilah yang disebut semangat Bodhisattva. Inilah jalan kepercayaan bagi Buddhis Mahayana. Semangat ini amat berbeda dengan agama yang menyatakan: “Jika Anda tidak mempercayai ini, Anda akan masuk Neraka”.

“Lalu Sang Tathagata . . . memutar roda pembabaran ajaran tentang Empat Kebenaran dan membuat duabelas pernyataan sekaligus.” (P,140, L.9 - L.13.)

Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya ajaran tentang Empat Kesunyataan Mulia dan Duabelas Rantai Asal Muasal yang saling Berkegantungan adalah ajaran dari Buddhisme Hinayana, yang merupakan penyelamatan yang terbatas berdasarkan individu masing-masing. Ajaran-ajaran ini adalah langkah-langkah, yang membimbing semua mahkluk kepada Saddharma Pundarika Sutra.

Empat Kesunyataan Mulia:

1.Semua keberadaan adalah penderitaan.

2. Penyebab dari penderitaan adalah ilusi dan keinginan/hasrat.

3. Nirvana adalah alam yang bebas dari penderitaan.

4. Cara untuk mencapai Nirvana adalah pelaksanaan Jalan Mulia Beruas Delapan.

Untuk penjelasan lebih detailnya, silahkan mengacu kembali ke Bab 3.

Dua Belas Rantai Asal Muasal Yang Saling Berkegantungan:

1. Ketidaktahuan (Mumyo); Penyebab dari semua ilusi.

2 . K e c e n d e r u n g a n ( G y o ) ; K e t i d a k t a h u a n m e g h a s i l k a n kecenderungan. Kedua hal inilah yang menyebabkan seseorang terlahir kedunia ini.

3. Kesadaran (Shiki); Tahap pertama dari kesadaran setelah terjadi pembuahan dalam janin. Ini merupakan sifat dasar yang dimiliki pertama oleh seseorang.

4. Fungsi-fungsi Mental & Materi

(Myo Shiki); Tahap pembentukan

tubuh dan pikiran seseorang dalam kandungan seorang ibu. Jaman sekarang kita mampu melihat kedalam janin Sang ibu dan berkata, “Ini adalah kepala, dan ini adalah tangan dan kaki”. Hal ini merupakan suatu tahap pembentukan obyek dan penamaan dari masing-masing objek ini.

5. Ke-Enam Indera (Rokunyu); Dalam tahap ini, kelima organ tubuh dan pikiran terhubung. Semua ini masih terjadi dalam kandungan ibu. Jaman sekarang dikatakan bahwa pendidikan dalam janin amatlah penting karena akan mempengaruhi masa depan bayi yang akan terlahir. 6. Kontak (Soku); Seorang bayi dilahirkan dalam tahap ini. Terlahir ke dunia ini merupakan suatu kontak luar biasa bagi yang baru dilahirkan. Sang pemimpin berpikir,

“Sungguh disayangkan! Mereka ingin kembali tanpa mendapatkan harta-harta tak ternilai itu.” Seusai berpikir demikian, ia dengan sengaja menyihir sebuah kota hingga muncul di kejauhan. Ia pun berkata kepada mereka, “Jangan kembali! Kalian dapat beristirahat di kota besar itu dan melakukan apapun yang kalian inginkan. Jika kalian masuk ke kota itu, kalian akan merasa tenteram. Jika sesudah itu kalian melanjutkan perjalanan dan mencapai tempat harta, maka kalian bisa pulang.”

Maka timbullah kegembiraan yang luar biasa pada orang-orang yang telah kelelahan tersebut. Mereka berkata, “Belum pernah kami merasa segembira ini sebelumnya. Sekarang kita bisa menyingkir dari jalan buruk ini dan menjadi tenang.” Mereka memasuki kota tersebut dan merasa tenteram.

Setelah melihat mereka semua beristirahat dan pulih dari rasa lelah, Sang pemimpin membuat kota tersebut menghilang dan berkata kepada mereka, “Sekarang tempat harta tersebut berada telah dekat. Mari kita pergi untuk mendapatkan harta-harta itu. Aku menciptakan kota ini dengan ajaib dengan tujuan memberi kalian kesempatan beristirahat.”

PENJELASAN:

ang Buddha adalah ibarat pemimpin dari perburuan harta tersebut. Ia mengetahui

jalan yang buruk yang terdiri dari kelahiran, kematian, dan ilusi/ khayalan. Mereka yang merasa puas

dengan kota ajaib adalah orang-orang shomon dan engaku. Mereka mengira bahwa mereka telah mencapai penerangan, tapi sesungguhnya belum. Hal ini mirip dengan rasa puas mereka akan kota ajaib tersebut.

Penerangan Sejati masih jauh dan diperoleh melalui pelaksanaan jalan Bodhisattva.

Perumpamaan ini juga mengajarkan bahwa kita kadang membutuhkan sarana-sarana. Kito atau pemberkahan/doa khusus dalam Nichiren Shu adalah salah satu dari sarana tersebut. Doa-doa bagi kepuasan material penting bagi sebagian orang, akan tetapi tujuan akhirnya adalah untuk mencapai tanah pusaka yang melambangkan pencapaian Kebuddhaan.

Perumpamaan ini juga menunjukkan kepada kita bahwa sebagian dari Saddharma Pundarika Sutra disusun pada masa perdagangan jalur sutra. Para pedagang bepergian melewati gurun-gurun pasir yang panjang dan luas dan melewati banyak negeri sepanjang Jalur Sutra tersebut. Oasis yang terdapat di jalur tersebut digunakan untuk beristirahat sebelum kemudian mencapai harta sesungguhnya yang terdapat melampaui oasis itu.

“Telah begitu lama semenjak. . .” (P.126, L.12.)

Tata surya kita terdiri dari sepuluh planet utama yakni Matahari, Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto. Satu tata surya dikali 1.000 disebut sebagai Seribu Dunia Kecil. Seribu dunia kecil dikali 1.000 disebut sebagai Seribu Dunia Menengah. Seribu Dunia menegah dikali 1.000 disebut sebagai Seribu Dunia Besar atau Sanzen Daisen Sekai. Seribu dikali seribu dikali seribu akan menjadi satu milyar.

M i s a l k a n s e s e o r a n g menghancurkan semua isi planet dari satu milyar dunia tersebut menjadi bubuk tinta, ada berapa partikel yang terdapat disana? Jumlah yang sebesar itu dikali lagi dengan 1.000 akan menjadi tak terhitung nilainya.

Penggambaran inilah yang dikenal dengan “Tiga Ribu Debu-Atom

Kalpa”. Sutra ini mengatakan bahwa Sang Buddha telah hadir sebelum tiga ribu debu atom kalpa yang lalu. Maka dikatakan bahwa Sang Buddha adalah kekal abadi. “Kekuatan pemahamanKu tetap sejelas bagai ia baru wafat hari ini.” (P.127, L.4.)

Ini menekankan bahwa pemahaman Buddha berkalpa-kalpa yang lalu dan saat ini adalah sama. Kebenaran mutlak tidak akan berubah, tak peduli dimanapun atau kapanpun.

“Sebelum ia mencapai Kebuddhaan, ia duduk di tempat penerangan dan mengalahkan bala tentara Mara. Ia ingin mencapai Penerangan, tapi tak bisa.” (P.128, L.10.)

Sering dikatakan bahwa dalam kehidupan kita sehari-hari, ketika kita begitu sibuk dan dikejar-kejar waktu, kita tidak jatuh sakit atau terlibat kecelakaan. Akan tetapi, ketika kita bersantai dan berpikir bahwa semuanya telah beres, penyakit dan kecelakaan seringkali terjadi. Sama halnya dengan Sang raja yang terdapat dalam bab ini, meski ia mengalahkan pasukan Mara, tetap saja ia tidak mampu mencapai Kebuddhaan. Ia telah berulang kali mengalahkan Mara, akan tetapi hasilnya bukanlah penerangan. Tujuan seseorang tidak semudah itu dicapai seperti yang sering mereka pikir. Oleh karena perjuangan mencapai penerangan itu tidaklah mudah. Akan tetapi, kita harus terus berusaha untuk mencapai Kebuddhaan.

“Pada akhir masa sepuluh kalpa kecil, Dharma dari para Buddha mencapai pikiran dari Buddha Kebijaksaan Agung Sempurna

(15)

Universal.” (P.128, L.31-P.33)

Sang raja, ayahanda dari ke-enam belas putra tersebut akhirnya mencapai Nirvana setelah berlatih selama sepuluh kalpa kecil. Semua orang dari kita yang membaca Saddharma Pundarika Sutra sedang dalam proses untuk menjadi seorang Buddha. Siapakah orang selanjutnya yang akan menjadi Buddha?

“Ketika Sang Buddha mencapai Nirvana, . . .sinar terang dari matahari dan rembulan yang ada di dunia sekitarnya diterangi oleh berkas cahaya yang luar biasa.” (P.131, L.5-L.10)

Cahaya mentari dan rembulan sering melambangkan kebenaran tidak hanya dalam Buddhisme tetapi juga di agama-agama lain. Dunia spiritual hanya dijelaskan secara fisik oleh cahaya tersebut. Tanah Buddha dalam Saddharma Pundarika Sutra disebut “Jo Jakko Do” atau “Tanah Cahaya Tenang yang Kekal Abadi”. Tenang mengacu kepada sifat dasar dari kebenaran dan cahaya, kepada kebijaksanaan. Welas asih dari para Buddha menyinari tempat yang bahkan tidak mampu dicapai oleh cahaya matahari dan bulan, bahkan hingga ke dunia neraka sekalipun.

“Istanaku belum pernah disinari sedemikian terangnya. Kenapakah itu terjadi?” (P.131, L.18-P.20.)

Cahaya dari welas asih Sang Buddha menyinari bukan saja tempat di mana Sang Buddha berada tetapi juga kesepuluh penjuru alam semesta. Para dewa dan manusia dari kesepuluh penjuru alam semesta kemudian berusaha mencoba menemukan asal dari sumber cahaya tersebut. Akhirnya mereka menemukan Buddha Kebijaksanaan Agung Sempurna Universal duduk di atas tempat duduk

yang berbentuk seperti singa di bawah pohon Bodhi di tempat penerangan dengan dikelilingi oleh para dewa, raja-naga, manusia, dan mahkluk bukan manusia.

“Semoga jasa-jasa baik yang telah kami kumpulkan melalui persembahan ini, disebarkan ke semua mahkluk hidup. Dan semoga kita dan semua mahkluk hidup, mencapai penerangan Sang Buddha!” (P.139, L.24 - L.27)

Kalimat ini amatlah terkenal, dan ditulis ulang dalam doa Nichiren Shu sebagai berikut: “Semoga semua

mahkluk diberkati dengan jasa baik ini dan bersama-sama dengan kami mencapai Kebuddhaan”. Saya

berharap Anda dapat mengingat kalimat ini dan mengakhir doa Anda selalu dengan kalimat ini setiap harinya. Inilah yang disebut semangat Bodhisattva. Inilah jalan kepercayaan bagi Buddhis Mahayana. Semangat ini amat berbeda dengan agama yang menyatakan: “Jika Anda tidak mempercayai ini, Anda akan masuk Neraka”.

“Lalu Sang Tathagata . . . memutar roda pembabaran ajaran tentang Empat Kebenaran dan membuat duabelas pernyataan sekaligus.” (P,140, L.9 - L.13.)

Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya ajaran tentang Empat Kesunyataan Mulia dan Duabelas Rantai Asal Muasal yang saling Berkegantungan adalah ajaran dari Buddhisme Hinayana, yang merupakan penyelamatan yang terbatas berdasarkan individu masing-masing. Ajaran-ajaran ini adalah langkah-langkah, yang membimbing semua mahkluk kepada Saddharma Pundarika Sutra.

Empat Kesunyataan Mulia:

1.Semua keberadaan adalah penderitaan.

2. Penyebab dari penderitaan adalah ilusi dan keinginan/hasrat.

3. Nirvana adalah alam yang bebas dari penderitaan.

4. Cara untuk mencapai Nirvana adalah pelaksanaan Jalan Mulia Beruas Delapan.

Untuk penjelasan lebih detailnya, silahkan mengacu kembali ke Bab 3.

Dua Belas Rantai Asal Muasal Yang Saling Berkegantungan:

1. Ketidaktahuan (Mumyo); Penyebab dari semua ilusi.

2 . K e c e n d e r u n g a n ( G y o ) ; K e t i d a k t a h u a n m e g h a s i l k a n kecenderungan. Kedua hal inilah yang menyebabkan seseorang terlahir kedunia ini.

3. Kesadaran (Shiki); Tahap pertama dari kesadaran setelah terjadi pembuahan dalam janin. Ini merupakan sifat dasar yang dimiliki pertama oleh seseorang.

4. Fungsi-fungsi Mental & Materi

(Myo Shiki); Tahap pembentukan

tubuh dan pikiran seseorang dalam kandungan seorang ibu. Jaman sekarang kita mampu melihat kedalam janin Sang ibu dan berkata, “Ini adalah kepala, dan ini adalah tangan dan kaki”. Hal ini merupakan suatu tahap pembentukan obyek dan penamaan dari masing-masing objek ini.

5. Ke-Enam Indera (Rokunyu); Dalam tahap ini, kelima organ tubuh dan pikiran terhubung. Semua ini masih terjadi dalam kandungan ibu. Jaman sekarang dikatakan bahwa pendidikan dalam janin amatlah penting karena akan mempengaruhi masa depan bayi yang akan terlahir. 6. Kontak (Soku); Seorang bayi dilahirkan dalam tahap ini. Terlahir ke dunia ini merupakan suatu kontak luar biasa bagi yang baru dilahirkan. Sang pemimpin berpikir,

“Sungguh disayangkan! Mereka ingin kembali tanpa mendapatkan harta-harta tak ternilai itu.” Seusai berpikir demikian, ia dengan sengaja menyihir sebuah kota hingga muncul di kejauhan. Ia pun berkata kepada mereka, “Jangan kembali! Kalian dapat beristirahat di kota besar itu dan melakukan apapun yang kalian inginkan. Jika kalian masuk ke kota itu, kalian akan merasa tenteram. Jika sesudah itu kalian melanjutkan perjalanan dan mencapai tempat harta, maka kalian bisa pulang.”

Maka timbullah kegembiraan yang luar biasa pada orang-orang yang telah kelelahan tersebut. Mereka berkata, “Belum pernah kami merasa segembira ini sebelumnya. Sekarang kita bisa menyingkir dari jalan buruk ini dan menjadi tenang.” Mereka memasuki kota tersebut dan merasa tenteram.

Setelah melihat mereka semua beristirahat dan pulih dari rasa lelah, Sang pemimpin membuat kota tersebut menghilang dan berkata kepada mereka, “Sekarang tempat harta tersebut berada telah dekat. Mari kita pergi untuk mendapatkan harta-harta itu. Aku menciptakan kota ini dengan ajaib dengan tujuan memberi kalian kesempatan beristirahat.”

PENJELASAN:

ang Buddha adalah ibarat pemimpin dari perburuan harta tersebut. Ia mengetahui

jalan yang buruk yang terdiri dari kelahiran, kematian, dan ilusi/ khayalan. Mereka yang merasa puas

dengan kota ajaib adalah orang-orang shomon dan engaku. Mereka mengira bahwa mereka telah mencapai penerangan, tapi sesungguhnya belum. Hal ini mirip dengan rasa puas mereka akan kota ajaib tersebut.

Penerangan Sejati masih jauh dan diperoleh melalui pelaksanaan jalan Bodhisattva.

Perumpamaan ini juga mengajarkan bahwa kita kadang membutuhkan sarana-sarana. Kito atau pemberkahan/doa khusus dalam Nichiren Shu adalah salah satu dari sarana tersebut. Doa-doa bagi kepuasan material penting bagi sebagian orang, akan tetapi tujuan akhirnya adalah untuk mencapai tanah pusaka yang melambangkan pencapaian Kebuddhaan.

Perumpamaan ini juga menunjukkan kepada kita bahwa sebagian dari Saddharma Pundarika Sutra disusun pada masa perdagangan jalur sutra. Para pedagang bepergian melewati gurun-gurun pasir yang panjang dan luas dan melewati banyak negeri sepanjang Jalur Sutra tersebut. Oasis yang terdapat di jalur tersebut digunakan untuk beristirahat sebelum kemudian mencapai harta sesungguhnya yang terdapat melampaui oasis itu.

“Telah begitu lama semenjak. . .” (P.126, L.12.)

Tata surya kita terdiri dari sepuluh planet utama yakni Matahari, Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto. Satu tata surya dikali 1.000 disebut sebagai Seribu Dunia Kecil. Seribu dunia kecil dikali 1.000 disebut sebagai Seribu Dunia Menengah. Seribu Dunia menegah dikali 1.000 disebut sebagai Seribu Dunia Besar atau Sanzen Daisen Sekai. Seribu dikali seribu dikali seribu akan menjadi satu milyar.

M i s a l k a n s e s e o r a n g menghancurkan semua isi planet dari satu milyar dunia tersebut menjadi bubuk tinta, ada berapa partikel yang terdapat disana? Jumlah yang sebesar itu dikali lagi dengan 1.000 akan menjadi tak terhitung nilainya.

Penggambaran inilah yang dikenal dengan “Tiga Ribu Debu-Atom

Kalpa”. Sutra ini mengatakan bahwa Sang Buddha telah hadir sebelum tiga ribu debu atom kalpa yang lalu. Maka dikatakan bahwa Sang Buddha adalah kekal abadi. “Kekuatan pemahamanKu tetap sejelas bagai ia baru wafat hari ini.” (P.127, L.4.)

Ini menekankan bahwa pemahaman Buddha berkalpa-kalpa yang lalu dan saat ini adalah sama. Kebenaran mutlak tidak akan berubah, tak peduli dimanapun atau kapanpun.

“Sebelum ia mencapai Kebuddhaan, ia duduk di tempat penerangan dan mengalahkan bala tentara Mara. Ia ingin mencapai Penerangan, tapi tak bisa.” (P.128, L.10.)

Sering dikatakan bahwa dalam kehidupan kita sehari-hari, ketika kita begitu sibuk dan dikejar-kejar waktu, kita tidak jatuh sakit atau terlibat kecelakaan. Akan tetapi, ketika kita bersantai dan berpikir bahwa semuanya telah beres, penyakit dan kecelakaan seringkali terjadi. Sama halnya dengan Sang raja yang terdapat dalam bab ini, meski ia mengalahkan pasukan Mara, tetap saja ia tidak mampu mencapai Kebuddhaan. Ia telah berulang kali mengalahkan Mara, akan tetapi hasilnya bukanlah penerangan. Tujuan seseorang tidak semudah itu dicapai seperti yang sering mereka pikir. Oleh karena perjuangan mencapai penerangan itu tidaklah mudah. Akan tetapi, kita harus terus berusaha untuk mencapai Kebuddhaan.

“Pada akhir masa sepuluh kalpa kecil, Dharma dari para Buddha mencapai pikiran dari Buddha Kebijaksaan Agung Sempurna

(16)

7. Persepsi (Ju); Seseorang merasa baik atau buruk, memiliki perasaan kenikmatan atau ketidaksukaan, merasa nyaman atau tidak nyaman dan lain sebagainya. Tahap ini berlangsung dari kelahiran seorang bayi hingga awal usia remajanya. 8. Keinginan/Hasrat (Ai); Seseorang berkeinginan untuk menyimpan hal-hal dan benda-benda yang ia rasa baik, sukai, nyaman dan sebagainya dan menjauhkan hal-hal yang ia anggap negatif dari dirinya.

9. Ketergantungan / Kemelekatan

(Shu); Seseorang menciptakan

ketergantungan kepada hal-hal dan benda yang ia rasa baik, menyenangkan, nyaman, dan seterusnya. Ia akan merasa bahagia ketika ia mampu memiliki apa yang ia suka, tetapi ia akan merasa benci dan menderita ketika hal sebaliknya terjadi. Ini adalah tahap kehidupan remaja. Akan tetapi ketergantungan ini menyebabkan seseorang terlahir kembali di kehidupan selanjutnya. 10. Keberadaan (U); Seseorang membeda-bedakan orang lain. Kehidupan sehari-hari kita penuh dengan diskriminasi; untung atau rugi, baik atau buruk, “kepunyaanku” atau “kepunyaanmu”, hitam atau putih, panjang atau pendek, dan lain-lain. Inilah kehidupan kita di dunia ini.

11. Kelahiran (Sho); Maka kita pun akan terlahir kembali dalam kehidupan selanjutnya akibat dari penderitaan dalam tahap-tahap sebelumnya.

12. Usia tua & Kematian (Ro-Shi); Seseorang akan menjadi tua dan pada akhirnya meninggal.

D e n g a n b e g i t u k i t a mengulangi kehidupan yang tak terhitung dari masa lalu, sekarang, dan masa mendatang.

Ketidaktahuan merupakan asal mula pengulangan hidup dan mati. Jika Anda tidak ingin terlahir kembali, maka Anda harus mencapai

Penerangan atau Kebenaran. Maka itu marilah kita melatih diri kita hari demi hari sehingga mencapai tujuan Penerangan dalam kehidupan ini.

“Ke-enam belas pangeran... meninggalkan keduniawian dan menjadi sramanera.” (P.141, L.11.)

Setelah mendengarkan ajaran-ajaran Sang Buddha: Empat Kesunyataan Mulia, Jalan Beruas Delapan, dan Duabelas Asal Muasal yang saling Berkegantungan, para pangeran merasa gembira dan mengambil pentahbisan sebagai samanera. Tahap ini belumlah sepenuhnya menjadi bhiksu. Dalam Nichiren Shu, kita menyebut tahap ini sebagai ”sha-mi’. Seorang shami membutuhkan banyak bimbingan dan pelatihan dibawah nasehat gurunya.

“ M e r e k a t e l a h m e m b e r i persembahan kepada ratusan dari ribuan jutaan Buddha, menjalankan pelaksanaan-pelaksanaan brahma, dan mencari Anuttara-samyak-sambodhi dalam kehidupan mereka sebelumnya.” (P.141, L.14.)

Hubungan antara Sang raja dan ke-enam belas pangeran tidak hanya di dunia ini tapi juga di kehidupan yang lampau. Mereka telah melaksanakan pemberian persembahan, menjaga Saddharma Pundarika Sutra, menghafalkan kalimat-kalimatnya, dan juga membabarkannya kepada orang lain. Oleh karena itulah, kita bisa bertemu dengan Sangha ini lagi dalam kehidupan kita sekarang ini.

“Ke-enam belas Bodhisattva ini dengan penuh kesadaran membabarkan Sutra Bunga Teratai. Masing-masing dari mereka mengajarkannya kepada mahkluk hidup sebanyak jumlah pasir yang ada di Sungai Gangga.” (P.142,

Paragraf terakhir)

Setelah mendengarkan Buddha Kebijaksanaan Agung Sempurna Universal yang dulunya adalah ayahanda mereka, ke-enam belas pangeran meninggalkan istana, mulai mempraktekkan jalan-jalan Bodhisattva, hingga akhirnya mencapai Kebuddhaan. Putra ke-13 bernama Amida, dan ke-16 adalah Sakyamuni. Oleh sebab itu, Amida dan Sakyamuni adalah kakak beradik dalam kehidupan mereka terdahulu.

B u d d h a S a k y a m u n i memiliki ketiga kebajikan sebagai Majikan, Guru, dan Ayah Bunda, yang terungkapkan dalam Bab 3:

“Ketiga dunia ini adalah milikKu” melambangkan Majikan. “Semua mahkluk hidup adalah anak-anakKu” melambangkan Ayah Bunda. “Hanya Akulah yang mampu menyelamatkan semua mahkluk hidup” melambangkan Guru. Akan tetapi, Buddha

Amida bertempat tinggal di barat. Ia bukanlah Orang tua, ataupun Majikan kita. Di dunia Saha ini kita harus memuliakan dan menjunjung Buddha Sakyamuni karena Ia adalah Majikan, Guru, dan Ayah Bunda kita yang sesungguhnya.

“Para Buddha, Sang Pemimpin, membabarkan ajaran tentang Nirvana dengan tujuan memberi kesempatan beristirahat. Ketika melihat mereka telah beristirahat, para Buddha membimbing mereka kepada kebijaksanaan Sang Buddha.” (P. 152, Baris terakhir.)

Bab 7 dari Sutra Bunga Teratai adalah suatu pendahuluan untuk Bab 16 yang mengungkapkan tentang keberadaan Buddha Kekal Abadi. Meski tubuh fisik dari Buddha Sakyamuni telah wafat dalam Nirvana, ajaran-ajaranNya tetap ada selamanya. Gassho.

(17)

erita Jataka, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang seperti yang terdapat dalam shogyo, honshowa, atau honsho monogatari, semua cerita ini mengambarkan tentang kehidupan Sang Buddha pada masa lampau. Cerita ini ditulis dengan bentuk literatur Buddhis kuno dengan beberapa gaya dalam tulisan dan isinya.

Dokumen aslinya berasal dari catatan kuno Brahmanisme dan dua cerita yang ditulis dalam bentuk puisi seperti Mahabharata dan Ramayana, gaya penulisan ini di India tertuang secara lengkap dalam Cerita Jataka, termasuk cerita perumpamaan, dogeng dan tulisan terkenal lainnya. Secara umum, Cerita Jataka ini mengacu pada tulisan Pali, yang mengandung 547 cerita dalam 22 buku.

Cerita ini terdiri dalam tiga bagian: (1) Cerita dalam kehidupan ini, (2) Cerita tentang masa lampau, dan (3) Kalimat penyambung

‘JATAKA’: CERITA TENTANG

BUDI LUHUR SANG BUDDHA

Oleh Professor Koyu Nakazawa, Universitas Rissho

C

Prof. Koyu Nakazawa

Foto 2-1; Cerita tentang seorang pangerang yang berjanji tidak akan pernah menolak siapapun yang memohon kepadanya (Stupa Sanci)

Ket. foto 1; Cerita Sekelompok Monyet (Musium Calcutta), terlhat ketua monyet yang kelelahan sedang dirawat oleh Sang Raja.

Gambar

Foto 2-1; Cerita tentang seorang pangerang yang berjanji tidak akan pernah menolak siapapun yang  memohon kepadanya (Stupa Sanci)
Foto 2-2, Cerita Pangeran Vessantara, terlihat seorang Brahman sedang meminta kereta  kuda sang pangeran.
Foto kedua (Foto 2-1, 2-2),  menunjukkan  relif  yang  dipahat  mendatar pada bagian pintu utara dari  stupa Sanci, ini menceritakan tentang  Cerita  Jataka  mengenai  Pangeran  Vessantara:  “Pangeran  Vessantara  membuat sebuah janji atau sumpah  untuk ti

Referensi

Dokumen terkait

Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar

Penyusunan Rencana Strategis Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Badung Tahun 2016 – 2021 merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Rencana

Dalam hal ini SIG mempunyai manfaat yang dapat digunakan untuk menganalisis dalam proses penentuan lokasi bandara yang sesuai dengan parameter yang telah ditentukan, yaitu

Imbalan yang dialihkan dalam suatu kombinasi bisnis diukur pada nilai wajar, yang dihitung sebagai hasil penjumlahan dari nilai wajar pada tanggal akuisisi atas seluruh aset

Secara konvensional penyelesaian sengketa biasanya dilakukan melalui proses litigasi atau penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Dalam keadaan ini maka kedudukan

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada ternak domba, bahwa penggunaan kulit buah kakao dapat digunakan sebagai pengganti suplemen sebanyak 15 % atau 5 % dari

Makalah dengan judul “ Timer atau Counter 0 dan 1 ” menjelaskan tentang Timer /Counter sebagai suatu peripheral yang tertanam didalam microcontroller