• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK TRADE IN GOODS AGREEMENT DALAM AIFTA TERHADAP KREASI DAN DIVERSI PERDAGANGAN KELAPA SAWIT INDONESIA ENI RATNAWATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAMPAK TRADE IN GOODS AGREEMENT DALAM AIFTA TERHADAP KREASI DAN DIVERSI PERDAGANGAN KELAPA SAWIT INDONESIA ENI RATNAWATI"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK TRADE IN GOODS AGREEMENT DALAM AIFTA

TERHADAP KREASI DAN DIVERSI PERDAGANGAN

KELAPA SAWIT INDONESIA

ENI RATNAWATI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Trade in Goods Agreement dalam AIFTA terhadap Kreasi dan Diversi Perdagangan Kelapa Sawit Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016 Eni Ratnawati NIM H14120016

(4)

ABSTRAK

ENI RATNAWATI. Dampak Trade in Goods Agreement dalam AIFTA terhadap Kreasi dan Diversi Perdagangan Kelapa Sawit Indonesia. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI.

ASEAN sebagai suatu organisasi dari bentuk kerja sama regional tidak hanya melakukan perdagangan intra-ASEAN, tetapi juga melakukan kerja sama ekonomi dan perdagangan dengan wilayah atau negara lain, salah satunya adalah India yang tergabung dalam AIFTA. Indonesia sebagai salah satu anggota AIFTA merupakan eksportir terbesar komoditas kelapa sawit di dunia. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis daya saing kelapa sawit Indonesia di negara-negara tujuan ekspor terutama di negara yang tergabung dalam AIFTA dengan menggunakan metode RCA, serta menganalisis dampak yang ditimbulkan dari dari AIFTA terhadap kreasi dan diversi perdagangan kelapa sawit Indonesia dianalisis dengan menggunakan gravity model. Hasil perhitungan RCA menunjukkan kelapa sawit secara garis besar memiliki keunggulan komparatif (RCA>1) di tiga belas negara tujuan (Bangladesh, Brunei, China, Colombia, India, Malaysia, Belanda, Filipina, Singapura, Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, dan Australia). Sedangkan di negara Kamboja, kelapa sawit Indonesia memiliki daya saing yang tidak kuat karena rata-rata nilai RCA setiap tahunnya berada dibawah atau sama dengan 1. Hasil estimasi gravity model menunjukkan bahwa dampak trade in goods agreement dalam AIFTA adalah terjadinya kreasi perdagangan baik dalam hal impor maupun ekspor.

Kata kunci : AIFTA, kelapa sawit, kreasi perdagangan, diversi perdagangan, daya saing, RCA, gravity model.

ABSTRACT

ENI RATNAWATI. The Impact of Trade in Goods Agreement in AIFTA Against Creation and Diversion of Indonesian Palm Oil Trade. Supervised by RINA OKTAVIANI.

ASEAN as a South East Asia’s regional organization does not only trade in intra-ASEAN, but also cooperates with other countries, including India, member of AIFTA. Indonesia, as one of members of AIFTA, is the biggest exporter of palm oil. The purpose of this research is to analyze the competitiveness of Indonesian palm oil in the export destination countries, primarily the AIFTA members with RCA method. This research is also to analyze the impact of AIFTA on Indonesian palm oil’s trade creation and diversion using gravity model. The results of RCA shows that palm oil generally has a comparative advantage (RCA>1) in thirteen countries (Bangladesh, Brunei, China, Colombia, India, Malaysia, Netherlands, Phillipines, Singapore, Thailand, the United States, Vietnam, and Australia). While in Cambodia, Indonesian palm oil’s competitiveness is not strong because the average value of RCA each year is below or equal to 1. Gravity model estimation result shows that the trade in goods of AIFTA affects the trade creation, both imports and exports.

Key words : AIFTA, palm oil, trade creation, trade diversion, competitiveness, RCA, gravity model.

(5)

DAMPAK TRADE IN GOODS AGREEMENT DALAM AIFTA

TERHADAP KREASI DAN DIVERSI PERDAGANGAN

KELAPA SAWIT INDONESIA

ENI RATNAWATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul Dampak Trade in Goods Agreement dalam AIFTA terhadap Kreasi dan Diversi Perdagangan Kelapa Sawit Indonesia ini berhasil diselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, masukan, motivasi, serta saran selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Kemudian terima kasih kepada Dr Sahara, SP, MSi selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan kritik demi perbaikan penulisan skripsi ini dan Dr Eka Puspitawati, SP, MSi selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan masukan demi perbaikan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Kada Rahmat dan Ibu Aisyah Ardiyanti selaku orang tua serta Abdian Hadi Permana dan Devi Rahmawati selaku keluarga atas kasih sayang yang diberikan, kesabaran, nasihat, motivasi, dukungan dalam berbagai hal, serta doa yang tidak pernah henti diberikan. Kemudian kepada para sahabat penulis Lisa Meilanie, Aryani Sundari, Dewi Ayu Rahmahwati, Maya Sita Nurhapsari, Zelin Nurfadia Sidik, Nur Halimah Mardianita, Octari Amalia, Zandini Nurichi Zairin, Sanityas Nuryanto, Ulfa Pury Ayu Prahastiani, Aldila Nurtriana, Dea Irma Anggreni, Fara Mustika dan Muhamad Aliza Surya Pradana atas persahabatan, doa, semangat, dukungan dan motivasi selama penulis kuliah di Institut Pertanian Bogor, serta tidak lupa teman-teman Ilmu Ekonomi 49 atas kebersamaan selama masa perkuliahan, dan pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2016 Eni Ratnawati

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN x PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 5 Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

Perdagangan Internasional 6

Teori Keunggulan Komparatif (David Ricardo) 7

Integrasi Ekonomi 8

Kreasi Perdagangan dan Diversi Perdagangan 10

Penelitian Terdahulu 14

Kerangka Pemikiran 15

Hipotesis 17

METODE PENELITIAN 17

Jenis dan Sumber Data 17

Metode Analisis dan Pengolahan Data 18

Definisi Operasional 20

Uji Kesesuaian Model 20

HASIL DAN PEMBAHASAN 24

Gambaran Umum Ekonomi Negara-Negara Anggota AIFTA 24

Gambaran Umum Kelapa Sawit Indonesia 27

Daya Saing Kelapa Sawit Indonesia 31

Dampak Penandatanganan Trade in Goods dalam AIFTA 36

SIMPULAN DAN SARAN 41

Simpulan 41

Saran 42

DAFTAR PUSTAKA 42

(10)

1 Tingkatan integrasi ekonomi 8

2 Jenis dan sumber data 18

3 Selang nilai statistik Durbin Watson serta keputusannya 23

4 Nilai RCA kelapa sawit Indonesia ke negara anggota AIFTA 32

5 Nilai RCA kelapa sawit Indonesia ke negara tujuan selain anggota AIFTA 35 6 Hasil estimasi gravity model dampak penandatangan trade in goods dalam AIFTA terhadap kreasi dan diversi perdagangan kelapa sawit Indonesia 36

7 Resume hasil estimasi gravity model 39

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan nilai impor lima komoditas terbesar India dari ASEAN tahun 2005-2014 2

2 Perkembangan nilai ekspor negara-negara eksportir utama komoditas kelapa sawit tahun 2005-2014 3

3 Perkembangan nilai ekspor kelapa sawit Indonesia di negara importir terbesar tahun 2005-2014 3

4 Perkembangan total nilai ekspor dan impor Indonesia ke ASEAN dan India tahun 2005-2014 4

5 Keseimbangan umum perdagangan internasional 7

6 Kreasi perdagangan 11

7 Diversi perdagangan 12

8 Kerangka pemikiran 16

9 Perkembangan GDP nominal negara-negara anggota AIFTA tahun 1998-2014 25

10 Perkembangan GDP per kapita negara-negara anggota AIFTA tahun 1998-2014 26

11 Populasi negara-negara anggota AIFTA tahun 1998-2014 26

12 Luas areal dan produksi kelapa sawit Indonesia tahun 1998-2014 27

13 Nilai ekspor kelapa sawit Indonesia ke negara-negara anggota AIFTA tahun 1998-2014 28

14 Perkembangan tingkat harga kelapa sawit dunia 29

15 Nilai impor kelapa sawit Indonesia dari negara-negara anggota AIFTA tahun 1998-2014 30

16 Nilai ekspor kelapa sawit eksportir terbesar dunia ke Malaysia 32

17 Nilai ekspor kelapa sawit eksportir terbesar dunia ke India 33

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 PLS (Pooled Least Square) 45

2 FEM (Fixed Effect Model) 46

3 Hasil Uji Chow 46

4 Hasil Uji Hausman 47

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia telah bergerak begitu cepat. Timbulnya blok-blok ekonomi, baik secara bilateral, regional maupun multilateral semakin memperluas wilayah liberalisasi ekonomi yang pengaruhnya akan sangat dirasakan baik oleh negara maju maupun negara berkembang. Association of South East Asian Nations (ASEAN) merupakan perkumpulan negara-negara di Asia Tenggara yang dibentuk pada tahun 1967 dengan Indonesia sebagai salah satu pendirinya. ASEAN yang pada awalnya beranggotakan enam negara dan kemudian berkembang menjadi sepuluh negara merupakan salah satu bentuk kerja sama regional yang diikuti oleh Indonesia (Kemenperin, 2012).

Salah satu bentuk kerja sama ekonomi atau integrasi ekonomi yang dilakukan oleh para negara anggota ASEAN adalah AFTA (ASEAN Free Trade Area). ASEAN Free Trade Area merupakan suatu kawasan perdagangan bebas dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN. Selain melakukan perdagangan antara negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade), ASEAN juga melakukan kegiatan perdagangan ekspor impor dengan negara lain di luar anggota. Integrasi ekonomi yang dilakukan ASEAN mengacu pada suatu kebijakan perdagangan yang secara diskriminatif menurunkan atau menghapuskan hambatan-hambatan perdagangan hanya di antara negara-negara anggota yang sepakat akan membentuk integrasi atau kerja sama ekonomi dengan ASEAN. Semua bentuk hambatan perdagangan baik tarif maupun non tarif sengaja diturunkan atau bahkan dihapuskan di antara negara anggota. Sedangkan bagi negara-negara yang bukan anggota, pemberlakuan tarif dan non tarif tergantung dari kebijakan negara masing-masing.

Tahun 2014, beberapa negara atau wilayah terbesar sebagai mitra perdagangan ASEAN antara lain China, Jepang, Amerika Serikat, European Union, Korea, Taiwan, Hong Kong, Australia, dan India (ASEAN Statistics, 2015). Sejak tahun 2003, ASEAN dan India menyepakati sebuah kerangka kerja sama yang dikenal sebagai AIFTA (ASEAN-India Free Trade Area). Kemudian pada tahun 2009, dilakukan penandatangan trade in goods di antara negara-negara anggota AIFTA. Menurut Kemenkeu (2012) kedekatan geografis, sejarah hubungan dagang, sifat kebutuhan ekonomi yang saling melengkapi dan kesatuan pandangan telah menciptakan ikatan yang kuat antara India dan ASEAN. India dan ASEAN mempunyai pandangan yang sama terhadap hubungan yang multi-dimensi mencakup aspek politik, ekonomi, energi, pertahanan, strategi, keamanan, dan budaya. Selain itu, kemajuan ekonomi India dan pragmatisme yang berkembang dalam urusan internasional menciptakan suasana yang kondusif bagi kerja sama regional.

Menurut Kemendag (2010), tingkat liberalisasi perdagangan barang antara ASEAN dengan India dalam AIFTA tidak setinggi liberalisasi perdagangan barang yang dicapai antara ASEAN dengan mitra FTA lainnya. Namun, kedua belah pihak yaitu ASEAN dan India sepakat untuk meningkatkan komitmen liberalisasi setelah perjanjian diimplementasikan.

(14)

Secara umum dalam kegiatan perdagangan antara ASEAN dengan India, nilai impor India memiliki nilai yang lebih besar daripada nilai ekspornya. Gambar 1 menjelaskan perkembangan nilai impor dari lima komoditas terbesar yang diimpor India yang berasal dari ASEAN sejak tahun 2005 hingga tahun 2014. Beberapa produk yang menjadi komoditas unggulan ekspor ASEAN yang diimpor oleh India sejak tahun 2005 hingga 2014 di antaranya adalah kelapa sawit, batubara, minyak petroleum, kayu kasar dan lainnya. Komoditas yang memiliki nilai impor paling tinggi adalah kelapa sawit beserta turunannya yang cenderung meningkat setiap tahunnya hingga mencapai sekitar 7.7 triliun USD pada tahun 2012.

Sumber : UN Comtrade (2016)

Gambar 1 Perkembangan nilai impor lima komoditas terbesar India dari ASEAN tahun 2005-2014

Kelapa sawit merupakan komoditas yang berasal dari subsektor perkebunan yang strategis untuk terus dikembangkan. Kelapa sawit di pasar internasional diperdagangkan dalam dua kelompok produk yaitu produk Crude Palm Oil (CPO) dengan kode HS 151110 dan produk Refinery Palm Oil (RPO) dengan kode HS 151190. Gambar 2 menjelaskan nilai ekspor komoditas kelapa sawit secara keseluruhan dengan kode HS 1511 yang mencakup produk CPO dan produk RPO. Nilai ekspor kelapa sawit Indonesia yang tinggi menempatkan Indonesia sebagai eksportir terbesar di dunia. Malaysia sebagai negara pesaing Indonesia menempati posisi kedua sebagai eksportir kelapa sawit, kemudian diikuti Belanda, Jerman dan Thailand. Total nilai ekspor Indonesia untuk komoditas kelapa sawit sejak tahun 2005 hingga tahun 2014 mencapai hampir 121 triliun USD.

Nilai ekspor kelapa sawit yang menggabungkan produk CPO dan RPO ini menjadikan negara Belanda dan Jerman sebagai negara-negara eksportir terbesar kelapa sawit dunia. Ekspor yang dilakukan baik oleh negara Belanda, Jerman, maupun Malaysia memiliki komposisi nilai ekspor RPO yang jauh lebih tinggi daripada nilai ekspor CPO-nya. Indonesia sendiri memiliki nilai ekspor RPO yang juga lebih tinggi dari nilai ekspor CPO namun perbedaan nilai ekspor kedua kelompok produk tidak terlalu jauh. Produk CPO yang diperdagangkan di pasar internasional adalah minyak sawit kasar. Sedangkan produk RPO yang diperdagangkan di pasar internasional adalah dalam berbagai bentuk turunan minyak sawit seperti variasi makanan, kosmetik, produk kebersihan, dan lain sebagainya. 0 1.000.000.000 2.000.000.000 3.000.000.000 4.000.000.000 5.000.000.000 6.000.000.000 7.000.000.000 8.000.000.000 9.000.000.000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 rib u USD

Palm oil and its fraction Coal; briquettes

Petroleum oils and oils obtained Petroleum oils, etc, (excl. crude); Wood in the rough

(15)

Sumber : UN Comtrade (2016)

Gambar 2 Perkembangan nilai ekspor negara-negara eksportir utama komoditas kelapa sawit tahun 2005-2014

Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan Indonesia dengan volume ekspor terbesar. Hal ini disebabkan karena kondisi agronomi Indonesia sesuai untuk budidaya kelapa sawit sehingga menjadikan Indonesia sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Berdasarkan Gambar 3, negara India merupakan negara importir terbesar dunia untuk komoditas kelapa sawit yang berasal dari Indonesia, dengan total nilai impor mencapai lebih dari 33 triliun USD sejak tahun 2005 hingga tahun 2014. Selanjutnya China menempati urutan kedua sebagai negara pengimpor kelapa sawit Indonesia diikuti Belanda, Malaysia, dan Bangladesh. Namun, untuk ke negara tujuan India, Malaysia, dan Belanda, Indonesia lebih banyak mengekspor produk kelapa sawit dalam bentuk CPO dibandingkan produk turunan RPO.

Sumber : UN Comtrade (2016)

Gambar 3 Perkembangan nilai ekspor kelapa sawit Indonesia di negara importir terbesar tahun 2005-2014

Sebagai importir terbesar, nilai impor India cenderung mengalami peningkatan. Namun, sejak tahun 2012 hingga tahun 2014 terjadi penurunan nilai impor kelapa sawit oleh India. Penurunan ini disebabkan karena melambatnya pertumbuhan ekonomi India karena terjadinya inflasi di India. Selain itu, penurunan permintaan impor kelapa sawit oleh India dikarenakan adanya rencana kenailkan pajak impor refined vegetable oils (Ermawati dan Saptia, 2013).

0 5.000.000.000 10.000.000.000 15.000.000.000 20.000.000.000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 R ib u USD

Indonesia Malaysia Belanda Jerman Thailand

0 1.000.000.000 2.000.000.000 3.000.000.000 4.000.000.000 5.000.000.000 6.000.000.000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 R ib u USD

(16)

Perumusan Masalah

Pembentukan berbagai Free Trade Area (FTA) di dunia merupakan salah satu akibat dari liberalisasi perdagangan yang tidak dapat dihindari oleh semua negara. FTA membentuk blok-blok perdagangan bebas dan kerja sama ekonomi baik secara bilateral maupun multilateral. FTA dibentuk agar memberikan manfaat bagi para negara anggotanya antara lain trade creation dan trade diversion. Menurut Salvatore (1997), dampak-dampak dari pembentukkan FTA biasanya dihitung berdasarkan sejauh mana dampak kreasi dan diversi perdagangan yang ditimbulkan. Kreasi perdagangan (trade creation) terjadi apabila sebagian produksi domestik di salah satu atau beberapa negara anggota yang kurang efisien dapat digantikan dengan impor yang harganya lebih murah (produksinya lebih efisien) dari sesama negara anggota. Sedangkan diversi perdagangan (trade diversion) akan terjadi apabila impor yang lebih murah dari negara luar anggota akan tergusur oleh impor yang sesunguhnya lebih mahal (produksinya kurang efisien) dari salah satu negara anggota. Dibentuknya integrasi ekonomi atau FTA tersebut diharapkan dapat memberi manfaat berupa terciptanya kreasi perdagangan yang dapat meningkatkan kesejahteraan negara anggota. Selain itu, dengan adanya FTA ini diharapkan dapat memperkecil resiko terjadinya diversi perdagangan yang cenderung merugikan atau menurunkan kesejahteraan anggota.

Indonesia sebagai salah satu anggota dari ASEAN, turut terlibat dalam kegiatan perdagangan bebas baik yang dilakukan dalam wilayah ASEAN (AFTA) maupun dalam kegiatan perdagangan ASEAN dengan India dalam AIFTA. Bergabungnya Indonesia dalam perjanjian perdagangan bebas AIFTA diharapkan dapat memberikan manfaat berupa meningkatnya neraca perdagangan Indonesia dan juga meningkatnya daya saing produk-produk ekspor Indonesia. Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa setelah dilakukannya kesepakatan trade in goods dalam AIFTA tahun 2009, total nilai ekspor Indonesia untuk seluruh komoditas yang diekspor cenderung mengalami pertumbuhan yang positif. Meski mengalami penurunan kembali pada tahun 2012 hingga 2014, namun masih memiliki nilai ekspor yang lebih besar daripada sebelum diberlakukannya kesepakatan trade in goods dalam AIFTA.

Sumber : UN Comtrade (2016)

Gambar 4 Perkembangan total nilai ekspor dan impor Indonesia ke ASEAN dan India tahun 2005-2014 0 5.000.000.000 10.000.000.000 15.000.000.000 20.000.000.000 25.000.000.000 30.000.000.000 35.000.000.000 40.000.000.000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 R ib u USD

(17)

Indonesia merupakan salah satu produsen dan eksportir terbesar kelapa sawit di pasar internasional. Kelapa sawit merupakan komoditas non migas yang memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian Indonesia. Kontribusi kelapa sawit Indonesia pada total nilai ekspor Indonesia ke ASEAN memang masih rendah hanya sekitar 2 hingga 6 persen pada periode tahun 2005 hingga tahun 2014. Hal ini disebabkan karena nilai ekspor kelapa sawit Indonesia ke negara anggota ASEAN masih lebih rendah dibanding keluar negara anggota ASEAN. Sementara itu, kontribusi kelapa sawit Indonesia pada total nilai ekspor Indonesia ke India cukup besar yaitu sekitar 29 hingga 57 persen pada periode tahun 2005 hingga tahun 2014. Hal ini disebabkan karena kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditas unggulan terbesar yang diimpor oleh India.

Salah satu permasalahan yang dihadapi Indonesia adalah produksi serta permintaan dunia yang meningkat terhadap kelapa sawit Indonesia tidak diikuti dengan pengolahan pada produk turunannya (variasi makanan, kosmetik, produk kebersihan dan lain sebagainya) yang lebih memiliki nilai tambah. Indonesia masih mengandalkan ekspor kelapa sawit mentah ke pasar dunia yang nilainya relatif lebih rendah dibandingkan nilai tambah penjualan produk turunan kelapa sawit.

Berdasarkan penjelasan dan pemaparan di atas maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana daya saing kelapa sawit Indonesia di antara negara anggota AIFTA?

2. Bagaimana dampak kreasi dan diversi perdagangan atas penandatangan trade in goods agreement dalam AIFTA terhadap kelapa sawit Indonesia?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang dijelaskan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisis daya saing kelapa sawit Indonesia di antara negara-negara anggota AIFTA.

2. Menganalisis dampak kreasi dan diversi perdagangan atas penandatanganan trade in goods agreement dalam AIFTA terhadap kelapa sawit Indonesia.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan tersebut antara lain:

1. Bagi penulis diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang perdagangan bebas serta kreasi dan diversi perdagangan internasional. 2. Bagi pemerintah atau pihak institusi terkait diharapkan dapat memberikan

masukkan dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan perdagangan internasional khususnya kawasan AIFTA.

3. Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukkan dalam penelitian-penelitian selanjutnya.

(18)

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji efek kreasi dan diversi perdagangan yang timbul akibat perjanjian perdagangan bebas AIFTA (ASEAN-India Free Trade Area) serta melihat dampaknya terhadap ekspor dan daya saing komoditas kelapa sawit Indonesia. Terdapat beberapa batasan yang diterapkan dalam penelitian ini yang bertujuan agar penelitian ini lebih terarah dalam mencapai tujuannya. Ruang lingkup atau batasan penelitian ini antara lain:

1. Tahun pengamatan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah sebanyak tujuh belas tahun yaitu sejak tahun 1998 hingga tahun 2014.

2. Negara tujuan ekspor yang digunakan sebanyak empat belas negara tujuan ekspor kelapa sawit Indonesia.

3. Komoditas yang akan digunakan dalam penelitian adalah komoditas kelapa sawit dengan kode HS 1511. Penyebutan komoditas kelapa sawit dalam penelitian ini yang dimaksud adalah penggabungan antara komoditas CPO dan RPO. Sehingga dalam penelitian ini tidak dapat memisahkan hasil penelitian mengenai komoditas CPO maupun RPO.

4. Variabel-variabel bebas (independent) yang digunakan untuk melihat efek kreasi dan diversi perdagangan sebagai dampak dari AIFTA antara lain GDP riil Indonesia, GDP riil negara tujuan, jarak ekonomi Indonesia dengan negara tujuan, nilai tukar riil (RER) negara tujuan dan beberapa dummy seperti dummy penandatanganan perjanjian trade in goods dalam AIFTA, dummy Indonesia sebagai eksportir ke negara anggota AIFTA dan ke negara-negara selain anggota, dan dummy Indonesia sebagai importir dari negara-negara selain anggota AIFTA. Sedangkan untuk menganalisis daya saing kelapa sawit Indonesia digunakan variabel-variabel antara lain nilai ekspor kelapa sawit Indonesia ke negara tujuan, nilai total ekspor Indonesia ke negara tujuan, nilai ekspor kelapa sawit dunia ke negara tujuan dan nilai total ekspor dunia ke negara tujuan.

TINJAUAN PUSTAKA

Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukkan PDB (Produk Domestik Bruto) dari sisi pengeluaran suatu negara. Peningkatan ekspor bersih suatu negara menjadi faktor utama untuk meningkatkan PDB suatu negara (Oktaviani dan Novianti, 2014).

Gambar 5 memperlihatkan proses terciptanya harga komoditas relatif ekuilibrium dengan adanya perdagangan, ditinjau dari analisis keseimbangan

(19)

parsial. Kurva Dx dan kurva Sx dalam panel A dan C masing-masing melambangkan kurva permintaan dan kurva penawaran untuk komoditas X di Negara 1 dan Negara 2

Sumber : Salvatore (1997)

Gambar 5 Keseimbangan umum perdagangan internasional

Panel A dan C memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional ketika harga di negara 1 sebesar P1, sedangkan di negara 2 sebesar P3. Penawaran di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari P1, sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi apabila harga internasional lebih rendah dari P3. Jika internasional (P*) sama dengan P1, maka di negara 2 akan terjadi excess demand. Kemudian jika harga internasional sama dengan P3, maka di negara 1 akan terjadi excess supply. Penggabungan panel kurva A dan C akan membentuk kurva penawaran (S) dan permintaan (D) di pasar internasional (Panel B) dan dengan harga yang terbentuk adalah P*. Adanya perdagangan internasional tersebut, maka negara 1 akan mengekspor komoditas X sebesar BE, sedangkan negara 2 akan mengimpor komoditas X sebesar B’E’, di mana di pasar internasional besarnya ekspor dan impor tersebut adalah Q*.

Teori Keunggulan Komparatif (David Ricardo)

Teori keunggulan dari David Ricardo merupakan penyempurnaan dari teori keunggulan absolut Adam Smith. Teori keunggulan komparatif menyatakan bahwa sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan negara lain, tetapi perdagangan yang menguntungkan masih bisa berlangsung, selama rasio harga antar negara masih berbeda jika dibanding tidak ada perdagangan. Menurut teori keunggulan komparatif suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional, apabila melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien, serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien (Oktaviani dan Novianti, 2014). Px/Py Px/Py Panel A Pasar di Negara 1 untuk Komoditas X Panel C Pasar di Negara 2 untuk Komoditas X Panel B Hubungan Perdagangan Internasional dalam Komoditas X P3 P1 0 Ekspor Impor 0 0 Sx Sx S Dx Dx D A E B A’ B’ E’ E* X X X A” A* P* Q* Px/Py P3

(20)

Integrasi Ekonomi

Menurut Salvatore (1997), integrasi ekonomi adalah kebijakan komersial atau perdagangan yang secara diskriminatif mengurangi atau menghapuskan hambatan-hambatan perdagangan hanya di antara pihak-pihak tertentu saja, yakni di antara negara-negara yang memutuskan untuk bersatu membentuk integrasi ekonomi tersebut.

Integrasi ekonomi menekankan pada pengurangan atau bahkan usaha untuk menghilangkan batas negara, yaitu batasan hambatan-hambatan dalam perdagangan. Pengurangan hambatan perdagangan menjadikan pasar antar sesama negara anggota menjadi lebih terbuka sehingga kegiatan perdagangan ekspor impor akan meningkat. Kegiatan perdagangan yang meningkat akan meningkatkan kesejahteraan negara anggota yang kemudian cepat atau lambat akan meningkatkan kesejahteraan negara diluar anggota karena meningkatnya permintaan impor dari negara anggota.

Tingkatan integrasi ekonomi bervariasi mulai dari pengaturan perdagangan prefensial, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi pembentukan kawasan atau area perdagangan bebas, kemudian menjadi persekutuan pabean, pasaran bersama dan pada akhirnya akan menjurus pada penyatuan (uni) ekonomi secara menyeluruh (Salvatore, 1997).

Tabel 1 Tingkatan integrasi ekonomi

Tingkatan Keterangan

Preferential Trade Arrangements (PTA)

Dibentuk oleh negara-negara yang sepakat menurunkan hambatan-hambatan perdagangan yang berlangsung di antara mereka, dan membedakannya dengan yang diberlakukan terhadap negara-negara yang bukan anggota.

Free Trade Area (FTA)

Suatu kawasan di mana semua hambatan perdagangan tarif maupun non tarif di antara negara anggota telah dihilangkan sepenuhnya, namun masing-masing negara anggota tersebut masih berhak untuk menentukan untuk mempertahankan atau menghapuskan hambatan perdagangan kepada negara lain yang bukan anggota. Custom Union (CU) Integrasi yang mewajibkan semua negara anggota untuk

tidak hanya menghilangkan semua bentuk hambatan perdagangan di antara mereka namun juga menyeragamkan kebijakan perdagangan mereka terhadap negara-negara luar yang bukan anggota. Common Market

(CM)

Integrasi yang tidak hanya perdagangan barang saja yang dibebaskan, namun juga arus-arus faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal.

Economic Union Integrasi ekonomi yang menyeragamkan kebijakan-kebijakan moneter dan fiskal dari masing-masing negara anggota.

(21)

ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA)

Menurut Kemenkumham (2010), ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA) adalah kawasan perdagangan bebas ASEAN-India dalam persetujuan kerangka kerja mengenai kerja sama menyeluruh antara negara-negara anggota perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara dan Republik India. Kesepakatan kerangka kerja sama ekonomi yang komprehensif antara ASEAN dan India (Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and India) ditandatangani pada bulan Oktober 2003. Kerangka kerja sama ekonomi tersebut juga digunakan sebagai dasar hukum untuk perjanjian-perjanjian yang lebih lanjut yang dilakukan antara ASEAN dengan India, termasuk perjanjian perdagangan barang (Trade in Goods Agreement), perjanjian perdagangan jasa (Trade in Service Agreement), dan perjanjian investasi (Investment Agreement) dalam ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA).

Trade in Goods Agreement ditandatangani pada tanggal 13 Agustus 2009 dan mulai berlaku pada 1 Januari 2010. Melalui perjanjian tersebut negara-negara anggota ASEAN dan India telah sepakat untuk membuka pasar mereka masing-masing dengan semakin mengurangi dan menghilangkan hambatan pada cakupan 76.4 persen perdagangan barang. Trade in Service Agreement ditandatangani pada November 2014. Perjanjian ini berisi ketentuan mengenai transparansi, peraturan domestik, pengakuan, akses pasar, perawatan, dan penyelesaian sengketa. Investment Agreement antara ASEAN-India juga ditandatangani pada bulan November 2014. Perjanjian investasi ini menetapkan perlindungan investasi untuk memastikan perlakuan adil bagi investor, non diskriminatif dalam pengambilalihan atau nasionalisasi, serta memastikan kompensasi yang adil (ASEAN, 2015).

Kegiatan kerja sama ekonomi dalam AIFTA yang saat ini sedang dilakukan ada pada beberapa sektor antara lain pertanian, perikanan dan kehutanan, jasa, pertambangan dan energi, ilmu pengetahuan dan teknologi, transportasi dan infrastuktur, manufaktur, pengembangan sumber daya manusia, dan sektor lainnya seperti: kerajinan tangan , usaha kecil menengah (UKM), kebijakan persaingan, hak kekayaan intelektual, dan pengadaan pemerintah (ASEAN, 2015).

Indonesia sebagai salah satu negara anggota ASEAN yang juga turut menandatangani dan menyepakati kerja sama ekonomi AIFTA. Indonesia dalam menghadapi kondisi tersebut menetapkan beberapa peraturan nasional yang terkait dengan AIFTA, antara lain:

1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2010 tanggal 15 Juni 2010 tentang Pengesahan Agreement on Trade in Goods Under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Between The Association of Southeast Asian Nations and The Republic of India (Persetujuan Mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja Mengenai Kerja Sama Ekonomi Menyeluruh Antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India).

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 144/PMK.011/2010 tanggal 24 Agustus 2010 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor dalam Rangka ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA).

3. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 59/M-DAG/PER/12/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Ketentuan Penerbitan Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) untuk Barang Ekspor Indonesia.

(22)

4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 221/PMK.011/2012 tanggal 21 Desember 2012 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA).

5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2015 tanggal 29 April 2015 tentang pengesahan Agreement on Dispute Settlement Mechanism Under The Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Between The Association of Southeast Asian Nations and The Republic of India (Persetujuan tentang Mekanisme Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Persetujuan Kerangka Kerja Mengenai Kerja Sama Ekonomi Menyeluruh Antara Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India).

6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2015 tanggal 29 April 2015 tentang pengesahan Protocol to Amend The Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Between The Association of Southeast Asian Nations and The Republic of India (Protokol Perubahan Kerangka Kerja Persetujuan Kerja Sama Ekonomi Menyeluruh Antara Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India).

7. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 205/PMK.04/2015 tanggal 16 November 2015 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk dalam Rangka Perjanjian atau Kesepakatan Internasional.

Kreasi Perdagangan dan Diversi Perdagangan

Menurut Salvatore (1997) dampak-dampak keseimbangan parsial yang bersifat statis dari pembentukan sebuah perserikatan pabean (customs union) biasanya dihitung atau diukur berdasarkan besar-kecilnya efek kreasi dan diversi perdagangan yang ditimbulkannya. Kreasi perdagangan (trade creation) terjadi apabila sebagian produksi domestik di suatu negara yang menjadi anggota perserikatan pabean atau dari negara luar yang bukan anggota digantikan oleh impor yang harganya lebih murah dari negara anggota lainnya. Berdasarkan asumsi bahwa segenap sumber daya ekonomi telah terkerahkan secara penuh (full employment), maka pembentukan perserikatan pabean yang menciptakan dampak seperti itu akan meningkatkan kesejahteraan negara-negara anggota secara keseluruhan karena hal tersebut akan mengarah pada peningkatan spesialisasi produksi yang didasarkan pada keuntungan komparatif. Di samping itu, kreasi perdagangan yang bersumber dari pembentukkan perserikatan pabean (customs union) juga akan meningkatkan kesejahteraan negara-negara yang bukan anggota karena kenaikan pendapatan riil di antara negara-negara anggota perserikatan pabean itu cepat atau lambat akan mengimbas ke negara-negara lain berupa meningkatnya permintaan impor mereka.

(23)

Sumber : Salvatore (1997)

Gambar 6 Kreasi perdagangan

Pada Gambar 6, Dx dan Sx masing-masing melambangkan kurva permintaan dan kurva penawaran komoditas X di Negara 2. Sebelum dibentuknya perserikatan pabean, harga komoditas X yang sudah diperhitungkan tarif adalah Px = 2 dolar. Pada tingkat harga tersebut Negara 2 akan mengkonsumsi 50x (GH), dan 20X (GJ) merupakan produksi domestik sedangkan 30X (JH) merupakan impor dari Negara 1. Pemerintah Negara 2 juga mengumpulkan pendapatan tarif sebanyak 30 dolar (MJHN). Negara 2 ini tidak mengimpor komoditas X dari Negara 3, karena jika turut dihitung dengan tarif yang diberlakukannya maka harga komoditas X dari Negara 3 itu akan melampaui 2 dolar per unit. Setelah Negara 2 membentuk perserikatan pabean bersama Negara 1, maka Negara 2 itu akan meningkatkan konsumsi komoditas X menjadi 70 unit (AB), 10X (AC) di antaranya merupakan produksi domestik sedangkan 60X (CB) merupakan impor dari Negara 1 berdasarkan harga bebas tarif Px = 1 dolar. Pendapatan tarif bagi pemerintah Negara 2 lenyap, namun kesejahteraan konsumen Negara 2 akan meningkat karena akan terjadi transfer keuntungan dari produsen domestik ke konsumen domestik yang nilainya setara dengan bidang AGJC. Hal ini memberikan keuntungan statis netto bagi Negara 2 secara keseluruhan sebesar 15 dolar, atau setara dengan penjumlahan dua bidang segitiga CJM dan BHN.

Kebalikan dari kreasi perdagangan adalah diversi perdagangan (trade diversion). Diversi perdagangan terjadi apabila impor dari negara luar yang bukan merupakan anggota perserikatan pabean tergusur oleh impor yang harganya lebih mahal dari negara anggota. Hal ini terjadi karena adanya perlakuan preferensial bagi sesama negara anggota (tarifnya dihapuskan) sehingga produk dari negara luar non anggota yang sesungguhnya lebih murah menjadi lebih mahal karena ia masih harus menanggung tarif. Sementara itu produk dari negara anggota yang sesungguhnya kurang efisien, menjadi terhitung murah karena ia tidak lagi membayar tarif. Diversi perdagangan cenderung menurunkan kesejahteraan, karena ia menggeser kegiatan produksi dari para produsen yang lebih efisien (negara-negara bukan anggota) kepada para produsen yang bukan efisien (dari sesama anggota). Dengan demikian, adanya diversi perdagangan akan memperburuk alokasi sumber daya internasional dan menjauhkan kegiatan-kegiatan produksi dari pola keunggulan komparatifnya.

Px($) Sx Dx S1 + T S1 X 0 10 20 30 40 50 60 70 80 1 2 3 4 5 E A G C J M V U H N Z B W

(24)

Sumber : Salvatore (1997)

Gambar 7 Diversi perdagangan

Pada Gambar 7, Dx dan Sx masing-masing melambangkan kurva permintaan dan kurva penawaran komoditas X di Negara 2, sedangkan S1 dan S3 masing-masing merupakan kurva penawaran elastis sempurna dalam kondisi pedagangan bebas untuk Negara 1 dan Negara 3. Jika Negara 2 memberlakukan tarif ad valorem secara non diskriminatif sebesar 100 persen terhadap komoditas X, maka ia akan mengimpor 30X (GH) berdasarkan Px = 2 dolar dari Negara 1. Namun setelah membentuk perserikatan pabean bersama Negara 3, maka Negara 2 akan mengimpor 45X (C’B’) berdasarkan Px = 1.5 dolar dari Negara 3. Peningkatan kesejahteraan bagi Negara 2 yang bersumber dari kreasi perdagangan murni mencapai 3.75 dolar (atau setara dengan penjumlahan dua segitiga yang diarsir). Namun kerugian kesejahteraan akibat adanya diversi perdagangan jauh lebih besar, yakni mencapai 15 dolar (setara dengan luas bidang segi empat yang diarsir). Jadi, adanya diversi perdagangan tersebut menyebabkan kerugian kesejahteraan netto bagi Negara 2 sebesar 11.25 dolar.

Konsep Gravity Model

Gravity model pertama kali diperkenalkan oleh Tinbergen tahun 1962 yang menganalisis arus perdagangan di negara-negara Eropa. Kemudian konsep gravity model juga sering digunakan untuk menganalisis dampak yang ditimbulkan dari integrasi ekonomi untuk melihat dampak terhadap kreasi dan diversi yang ditimbulkannya.

Sama halnya dengan pendekatan data panel, gravity model juga menggunakan informasi dari gabungan pedekatan cross section dan time series. Namun dalam menggunakan konsep gravity model ditambahkan variabel jarak sebagai proxy untuk biaya transportasi. Gravity model perdagangan antara negara i dan j memiliki hubungan yang positif dengan ukuran ekonomi dan memiliki hubungan yang negatif dengan jarak. Selain sejumlah faktor bilateral yang mendorong atau menghambat perdagangan, biasanya dimasukkan juga variabel penjelas lainnya.

Px($) X S1 + T S1 S3 Sx Dx 0 10 15 20 30 40 50 60 70 80 1 2 1,5 3 4 5 E G G’ C’ J J’ M H H’ N B’

(25)

GDP Riil

Menurut Mankiw (2007) produk domestik bruto (GDP) mengukur pendapatan setiap orang dalam perekonomian dan pengeluaran total terhadap output barang dan jasa perekonomian. GDP adalah jumlah empat kelompok pengeluaran: konsumsi, investasi, pembelian pemerintah, dan ekspor neto. GDP terbagi menjadi dua yaitu GDP nominal dan GDP riil. GDP nominal menilai barang dan jasa pada harga berlaku. GDP nominal dapat meningkat karena output ataupun harga meningkat. Sedangkan GDP riil menilai barang dan jasa pada harga konstan.

GDP riil dapat diperoleh apabila diketahui GDP nominal dan deflator GDP. Penggunaan bentuk persamaan yang menggunakan deflator GDP, akan menghilangkan inflasi yang terdapat dalam GDP nominal sehingga menghasilkan GDP riil (Mankiw, 2007). Persamaan untuk mendapatkan nilai GDP riil adalah:

GDP Riil = 𝐺𝐷𝑃 𝑁𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑓𝑙𝑎𝑡𝑜𝑟 𝐺𝐷𝑃 Jarak Ekonomi

Jarak antara dua mitra dagang merupakan hal penting yang dapat mempengaruhi perdagangan. Jarak merupakan sebuah proxy untuk menghitung biaya transportasi. Oleh karena itu, semakin besar jarak antara dua negara maka semakin tinggi biaya transportasi yang akan dihasilkannya, yang kemudian akan meningkatkan harga barang yang diperdagangkan sehingga mengurangi daya saing negara mitra dagang (Zidi dan Dhifallah, 2013).

Namun, dalam perdagangan internasional jarak yang digunakan bukan hanya berupa jarak geografis di antara dua mitra dagang melainkan menggunakan jarak ekonomi. Untuk mendapatkan jarak ekonomi, dibutuhkan nilai Gross Domestic Product (GDP) riil setiap negara yang menjadi mitra dagang. Jarak ekonomi memiliki rumus:

Ecodistijt = Distij x

𝐺𝐷𝑃𝑗𝑡 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐺𝐷𝑃𝑗𝑡 Keterangan:

Ecodistijt : Jarak ekonomi antara negara pengekspor dengan pengimpor pada

..tahun t.

Distij : Jarak geografis antara negara pengekspor (i) dan negara tujuan (j).

GDPjt : GDP riil setiap negara pengimpor pada tahun t.

Total GDPjt : Total GDP riil seluruh negara pengimpor pada tahun t.

RER (Real Exchange Rate)

Nilai tukar adalah harga atau nilai suatu mata uang terhadap mata uang lainnya (Salvatore, 1997). Nilai tukar (exchange rate) antara kedua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Nilai tukar terbagi menjadi dua yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sedangkan nilai tukar riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang di antara dua negara. Nilai tukar rill menyatakan tingkat di mana kita bisa memperdagangkan barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Nilai tukar riil kadang-kadang disebut terms of trade (Mankiw, 2007).

RER secara bilateral antara negara pengekspor (i) dengan negara tujuan (j) dihitung sebagai berikut:

(26)

Nilai Tukar Riil = nilai tukar nominal x𝐼𝐻𝐾𝑖 𝐼𝐻𝐾𝑗 Keterangan:

IHKi = Indeks Harga Konsumen negara pengekspor (i). IHKj = Indeks Harga Konsumen negara tujuan ekspor (j).

Menurut Mankiw (2007) jika mata uang negara eksportir mengalami depresiasi, maka barang-barang domestik akan dinilai relatif lebih murah dibanding harga barang luar negeri, sehingga konsumsi domestik terhadap barang luar negeri akan berkurang dan permintaan ekspor terhadap barang atau komoditas domestik akan meningkat. Sebaliknya, jika mata uang negara eksportir mengalami apresiasi, maka barang-barang domestik akan dinilai relatif lebih mahal dibanding harga barang-barang luar negeri. Konsumsi domestik terhadap barang-barang luar negeri akan meningkat, sehingga volume ekspor berkurang.

Penelitian Terdahulu

Zidi dan Dhifallah (2013) menggunakan metode analisis gravity model dalam penelitiannya yang berjudul Trade Creation and Trade Diversion between Tunisia and EU : Analysis by Gravity Model. Mereka menganalis dampak dari FTA antara kawasan industri Uni Eropa dan Tunisia, mereka juga menganalisis kemampuan FTA tersebut dalam peningkatkan pertukaran di antara mereka dan kemampuan peningkatkan perdagangan negara terlemah. Mereka mengevaluasi dua efek yang berkaitan dengan integrasi regional yaitu efek kreasi perdagangan dan efek diversi perdagangan. Zidi dan Dhifallah (2013) menyimpulkan bahwa setelah lima tahun perjanjian antara Tunisia dan Eropa terdapat kreasi perdagangan. Kemudian, perjanjian preferensial antara dua mitra tidak menghasilkan diversi perdagangan impor melainkan terdapat diversi perdagangan ekspor.

Yang dan Zarzoso (2014) dalam penelitiannya yang berjudul A Panel Data Analysis of Trade Creation and Trade Diversion Effects: The Case of ASEAN-China Free Trade Area menguji 31 negara dengan menggunakan data ekspor agregat dan terpilah yaitu barang pertanian dan manufaktur, industri manufaktur produk kimia, serta mesin dan peralatan transportasi. Penelitian ini dianalisis menggunakan metode gravity model. Hasil penelitian Yang dan Zarzoso (2014) menunjukan ACFTA mengarah ke kreasi perdagangan bernilai besar dan signifikan. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara ekspor dan ACFTA dalam kasus barang pertanian dan manufaktur, serta dalam kasus industri manufaktur yang paling penting yaitu produk kimia dan mesin, dan peralatan transportasi.

Shujiro dan Misa (2010) dalam penelitiannya Trade Creation and Diversion Effects of Regional Trade Agreement on Commodity Trade menguji 67 negara atau wilayah dan dengan periode penelitian selama 27 tahun sejak 1980 hingga 2006 menggunakan gravity model. Penelitian ini membahas dampak perjanjian perdagangan regional (RTA) pada perdagangan komoditas, dengan fokus khusus pada penciptaan dan pengalihan perdagangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ruang lingkup parsial RTA dan FTA antara negara-negara berkembang cenderung menyebabkan pengalihan (diversi) perdagangan. Diversi perdagangan kemungkinan disebabkan oleh tarif yang tersisa dari kegiatan impor dari

(27)

non-anggota, sementara penciptaan (kreasi) perdagangan akan disebabkan oleh berbagai faktor selain penurunan tingkat tarif.

Susanto et al. (2007) dalam penelitiannya berjudul Trade Creation and Trade Diversion in the North American Free Trade Agreement: The Case of the Agricultural Sector yang membahas pengaruh perjanjian perdagangan Amerika Serikat dan Meksiko dibawah NAFTA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa impor pertanian AS dari Meksiko responsif terhadap penurunan tingkat tarif yang diterapkan pada produk meksiko. Penurunan satu persen tingkat tarif akan meningkatkan impor pertanian AS dari Meksiko sebesar 5.31 persen dalam enam tahun pertama NAFTA dan 2.62 persen dalam enam tahun terakhir NAFTA. Secara keseluruhan, hasil menunjukkan dengan adanya NAFTA lebih memberikan dampak kreasi perdagangan daripada diversi perdagangan.

Ermawati dan Saptia (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Kinerja Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia menguji daya saing Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) Indonesia di antara negara-negara produsen kelapa sawit dunia. Penelitian dibagi menjadi dua periode yaitu saat sebelum terjadinya krisis global (2005-2008) dan periode pasca terjadinya krisis global ekonomi (2009-2012). Hasil penelitian Ermawati dan Saptia (2013) dengan menggunakan metode RCA menunjukkan bahwa kinerja ekspor CPO dan PKO Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand. Sementara berdasarkan hasil perhitungan dengan metode CMS, pertumbuhan ekspor CPO pada periode 2005-2008 lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan standar. Namun, pada periode 2009-2012 pertumbuhan ekspor CPO Indonesia mengalami penurunan sehingga nilainya sama dengan pertumbuhan CPO standar.

Kusuma (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Daya Saing Perdagangan Produk Ekspor Sawit Indonesia di Pasar Internasional menguji daya saing produk ekspor kelapa sawit yaitu Crude Palm Oil (CPO) dan Refinery Palm Oil (RPO) Indonesia dengan menggunakan metode RCA. Kemudian untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor produk kelapa sawit digunakan metode analisis gravity model dengan memasukkan variabel independent GDP riil Indonesia dan negara tujuan, jarak ekonomi, nilai tukar rupiah, dan dummy Bea Keluar progresif produk ekspor kelapa sawit Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk ekspor kelapa sawit Indonesia di pasar internasional memiliki keunggulan komparatif tertinggi untuk CPO. Sementara untuk hasil gravity model, dummy Bea Keluar progresif produk ekspor kelapa sawit Indonesia hanya berpengaruh secara signifikan pada ekspor RPO.

Kerangka Pemikiran

Globalisasi menyebabkan semakin terbukanya perekonomian terhadap perdagangan internasional. Globalisasi menyebabkan berbagai kawasan di dunia tumbuh sebagai wadah integrasi yang memiliki pasar yang potensial yang kemudian dapat meningkatkan kerja sama ekonomi yang semakin luas. ASEAN merupakan salah satu kawasan yang melakukan integrasi ekonomi yaitu ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang memiliki tujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi regional ASEAN. Untuk meningkatkan volume perdagangan baik barang ataupun jasa serta untuk memperluas integrasi ekonomi, ASEAN juga melakukan

(28)

serangkaian perjanjian dan integrasi ekonomi dengan wilayah atau negara lainnya yang menjadi mitra perdagangan ASEAN. Salah satunya ialah dengan India melalui perjanjian AIFTA (ASEAN-India Free Trade Agreement). Perluasan kawasan integrasi ekonomi dapat memacu negara-negara anggota agar dapat memiliki daya saing di pasar global. Namun, dalam melakukan perjanjian perdagangan dapat terjadi beberapa hal yang dapat bersifat negatif atau positif. Salah satunya yang dapat terjadi dalam perjanjian perdagangan atau integrasi ekonomi adalah trade creation dan trade diversion.

Gambar 8 Kerangka Pemikiran

Integrasi Ekonomi

Daya Saing Kelapa Sawit Indonesia Trade Creation dan Trade Diversion

Kawasan Perdagangan Bebas: AFTA (ASEAN Free Trade Area)

AIFTA (ASEAN-India Free Trade Area)

Metode Analisis RCA

Metode Analisis

Gravity Model

Nilai ekspor kelapa sawit Indonesia ke negara tujuan

 Nilai ekspor total Indonesia ke negara tujuan

Nilai ekspor kelapa sawit dunia ke negara tujuan

 Nilai ekspor total dunia ke negara tujuan

 GDP riil Indonesia dan negara tujuan

 Jarak ekonomi Indonesia dengan negara

tujuan

 Nilai tukar riil Indonesia dengan negara

tujuan

Dummy penandatanganan trade in goods dalam AIFTA

Dummy Indonesia sebagai eksportir ke negara anggota AIFTA sebagai importir

Dummy Indonesia sebagai eksportir ke negara selain anggota AIFTA sebagai importir

Dummy Indonesia sebagai importir dari negara-negara selain anggota AIFTA sebagai eksportir

(29)

Hipotesis

Hipotesis sementara yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengevaluasi kreasi dan diversi perdagangan sebagai dampak penandatanganan trade in goods AIFTA adalah :

1. Penandatanganan trade in goods agreement dalam AIFTA meningkatkan ekspor ke negara anggota lebih besar daripada ke negara non anggota karena adanya penurunan atau penghapusan hambatan perdagangan di antara sesama negara anggota.

2. Ekspor kelapa sawit Indonesia yang produksinya lebih efisien dapat menggantikan ekspor yang berasal dari negara di luar anggota atau negara sesama anggota yang produksinya tidak/kurang efisien untuk sesama negara anggota AIFTA. Sehingga dengan ditandatanganinya trade in goods agreement dalam AIFTA ini menimbulkan dampak kreasi perdagangan dalam hal ekspor.

3. Impor kelapa sawit yang dilakukan Indonesia yang berasal dari negara non anggota dapat digantikan oleh impor yang berasal dari negara sesama anggota yang biayanya lebih murah. Sehingga dengan ditandatanganinya trade in goods agreement dalam AIFTA ini menimbulkan dampak kreasi perdagangan dalam hal impor kelapa sawit oleh Indonesia.

4. Variabel penjelas GDP riil Indonesia, GDP riil negara tujuan, dan nilai tukar riil Rupiah terhadap mata uang negara tujuan memiliki hubungan yang positif terhadap nilai ekspor kelapa sawit Indonesia. Sedangkan variabel jarak ekonomi memiliki hubungan yang negatif terhadap terhadap nilai ekspor kelapa sawit Indonesia.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data panel atau data gabungan dari time series dan cross section. Penelitian ini menggunakan data panel dari empat belas negara yaitu tujuh negara anggota ASEAN, India, dan enam negara lain selain anggota AIFTA. Keenam negara selain anggota AIFTA digunakan untuk melihat dampak yang ditimbulkan dari penandatanganan trade in goods agreement yaitu: Bangladesh, China, Belanda sebagai negara-negara importir terbesar komoditas kelapa sawit, kemudian Kolombia, Amerika Serikat, dan Australia sebagai negara-negara selain anggota yang melakukan ekspor kelapa sawit ke Indonesia. Adapun tahun pengamatan dalam penelitian ini sebanyak 17 tahun yaitu tahun 1998 hingga tahun 2014.

Sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari beberapa sumber di antaranya UN Comtrade, UNCTAD, World Bank Development Indicators, CEPII, serta sumber-sumber lain yang berasal dari penelusuran internet dan literatur yang terkait. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2

(30)

Tabel 2 Jenis dan sumber data

No Variabel Simbol Data Sumber Data

1 Nilai ekspor kelapa sawit HS 1511 Indonesia ke negara tujuan

Xij UN Comtrade

2 Total nilai ekspor Indonesia ke negara tujuan

Xit UN Comtrade

3 Nilai ekspor kelapa sawit HS 1551 dunia ke negara tujuan

Wij UN Comtrade

4 Total nilai ekspor dunia ke negara tujuan

Wt UN Comtrade

5 GDP riil Indonesia GDPit WDI (diolah)

6 GDP riil negara tujuan ekspor GDPjt WDI (diolah)

7 Jarak antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor

Disjt CEPII

8 Nilai tukar riil (RER) Rp/LCU RER WDI (diolah)

Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Metode analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan informasi-informasi yang terkandung dalam data hasil analisis kuantitatif. Metode analisis kuantitatif yang digunakan untuk menganalisis dampak atau pengaruh penandatanganan trade in good agreement dalam AIFTA dengan fokus kepada efek kreasi dan diversi perdagangan (trade creation dan trade diversion) adalah dengan menggunakan gravity model. Selain itu, metode analisis kuantitatif juga digunakan untuk melihat kondisi daya saing kelapa sawit Indonesia di negara anggota dan non anggota AIFTA dengan menggunakan metode RCA.

Revealed Comparative Advantages (RCA)

Revealed Comparative Advantage (RCA) digunakan dengan obyektif untuk menganalisis keunggulan komparatif atau daya saing suatu komoditas dalam suatu negara. Metode RCA didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu wilayah yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia.

𝑅𝐶𝐴 = (𝑋𝑖𝑗/𝑋𝑖𝑡)/(𝑊𝑖𝑗/𝑊𝑡) Dimana:

RCA = Tingkat daya saing kelapa sawit HS 1511 Indonesia

Xij = Nilai ekspor kelapa sawit HS 1511 Indonesia ke negara tujuan Xit = Nilai total ekspor Indonesia ke negara tujuan

Wij = Nilai ekspor kelapa sawit HS 1511 dunia ke negara tujuan Wt = Nilai total ekspor dunia ke negara tujuan

(31)

Nilai daya saing dari suatu industri ada dua alternatif, yaitu :

1. Jika nilai RCA > 1, berarti suatu negara memiliki keunggulan komparatif pada komoditas kelapa sawit (di atas rata-rata dunia) sehingga komoditas kelapa sawit memiliki daya saing kuat.

2. Jika nilai RCA < 1, berarti suatu negara memiliki keunggulan komparatif pada komoditas kelapa sawit (di bawah rata-rata dunia) sehingga komoditas kelapa sawit memiliki daya saing yang tidak kuat.

Analisis Gravity Model

Gravity model telah digunakan selama lebih dari empat puluh tahun dalam teori perdagangan internasional untuk menganalisis efek prefensial perjanjian perdagangan bilateral. Gravity model muncul dalam literatur dengan mempertanyakan tentang dasar-dasar perdagangan internasional. Analisis dengan gravity model menarik untuk digunakan karena gravity model memiliki perbedaan yaitu mengintegrasikan kedekatan budaya geografis, sejarah dalam perdagangan bilateral antara kedua negara (Zidi dan Dhifallah, 2013).

Variabel yang digunakan untuk menganalisis dampak AIFTA terhadap kelapa sawit Indonesia antara lain: GDP riil Indonesia, GDP riil negara tujuan ekspor kelapa sawit Indonesia, jarak ekonomi dari negara Indonesia ke negara tujuan ekspor kelapa sawit Indonesia, nilai tukar riil Indonesia terhadap masing-masing negara tujuan dan variabel-variabel dummy, yaitu: dummy penandatanganan perjanjian trade in goods dalam AIFTA, dummy Indonesia sebagai eksportir ke negara anggota AIFTA dan ke negara-negara selain anggota, dan dummy Indonesia sebagai importir dari negara-negara selain anggota AIFTA.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dirumuskan suatu persamaan sebagai: ln Xijt = α0 + β1lnGDPit + β2lnGDPjt + β3Ecodistij + β4lnRERijt + β5FTA + β6X_AIF

+ β7X_RW + β8M_RW + Uijt

Dimana:

α0 = Intersep

Xijt = Nilai ekspor riil kelapa sawit Indonesia ke negara tujuan j pada tahun t

...(1000 USD);

GDPit = GDP riil Indonesia pada tahun t (USD);

GDPjt = GDP riil negara tujuan j pada tahun t (USD);

Ecodistij = Jarak ekonomi antara negara Indonesia dan negara tujuan j;

RERijt = Nilai tukar riil Indonesia terhadap negara tujuan j pada tahun t

....(Rp/LCU);

FTA = Variabel dummy dengan nilai 1 jika negara tujuan menandatangani

....kesepakatan trade in goods dalam AIFTA dan 0 untuk lainnya; X_AIF = Variabel dummy dengan nilai 1 jika negara eksportir adalah Indonesia

....dan negara importir j adalah bagian dari AIFTA dan 0 untuk lainnya; X_RW = Variabel dummy dengan nilai 1 jika negara eksportir adalah Indonesia

....dan negara importir j adalah bagian dari dunia dan 0 untuk lainnya; M_RW = Variabel dummy dengan nilai 1 jika negara importir adalah Indonesia

....dan negara eksportir j adalah bagian dari dunia dan 0 untuk lainnya; Uijt = error term

Variabel X_AIF, X_RW dan M_RW digunakan untuk melihat dampak dari perjanjian perdagangan bebas sejak ditandatanganinya trade in goods AIFTA

(32)

terhadap kreasi dan diversi perdagangan kelapa sawit Indonesia dengan penjelasan sebagai berikut (Zidi dan Dhifallah, 2013):

Efek net trade creation jika β 6 > 0 dan β 7 = 0  Efek kreasi pada ekspor jika β 6 > 0 dan β 7 > 0  Efek diversi pada ekspor jika β 6 > 0 dan β 7 < 0  Efek kreasi pada impor jika β 6 > 0 dan β 8 > 0  Efek diversi pada impor jika β 6 > 0 dan β 8 < 0

Definisi Operasional

Untuk lebih memperjelas variabel-variabel yang dituliskan dalam persamaan gravity model, maka berikut adalah penjelasan atau definisi operasional dari masing-masing variabel:

1. Nilai ekspor riil kelapa sawit Indonesia di pasar internasional (negara tujuan) menjadi variabel dependent dalam model yang dinyatakan dalam satuan 1000 USD.

2. Nilai GDP riil negara i (Indonesia) adalah nilai produk domestik negara i (eksportir) yang dihasilkan perekonomian negara Indonesia selama periode tahun 1998 hingga tahun 2014 dalam satuan US$.

3. Nilai GDP riil negara j (negara tujuan) adalah nilai produk domestik negara j (importir) yang dihasilkan perekonomian negara tersebut selama periode tahun 1998 hingga tahun 2014 dalam satuan US$.

4. Jarak ekonomi merupakan variabel yang mewakili atau menjelaskan biaya transportasi.

5. Nilai tukar riil rupiah terhadap negara tujuan dalam satuan (Rp/LCU).

6. Variabel dummy FTA adalah variabel dummy yang memiliki nilai 1 jika negara tujuan ekspor merupakan negara yang menandatangani kesepakatan trade in goods agreement dalam AIFTA. Sedangkan, variabel dummy bernilai 0 jika negara tujuan ekspor merupakan negara yang tidak menandatangani kesepakatan trade in goods agreement dalam AIFTA.

7. Variabel dummy X_AIF adalah variabel dummy yang memiliki nilai 1 jika negara eksportir adalah Indonesia dan negara importir adalah negara anggota AIFTA. Kemudian, variabel dummy bernilai 0 untuk kondisi lainnya.

8. Variabel dummy X_RW adalah variabel dummy yang memiliki nilai 1 jika negara eksportir adalah Indonesia dan negara importir adalah negara dari bagian dunia yang tidak termasuk sebagai anggota AIFTA. Kemudian, variabel dummy bernilai 0 untuk kondisi lainnya.

9. Variabel dummy M_RW adalah variabel dummy yang memiliki nilai 1 jika negara importir adalah Indonesia dan negara eksportir adalah negara dari bagian dunia yang tidak termasuk sebagai anggota AIFTA. Kemudian, variabel dummy bernilai 0 untuk kondisi lainnya.

Uji Kesesuaian Model

Terdapat tiga macam pendekatan yang dapat digunakan dalam analisis model data panel yang terdiri dari Pendekatan Kuadrat Kecil (Pooled Least Squared),

(33)

Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect Model), dan Pendekatan Efek Acak (Random Effect). Sementara untuk pemilihan model terbaik yang digunakan dalam pengolahan data panel yaitu Chow Test, Hausman Test, dan LM Test.

1. Chow Test

Chow Test digunakan untuk memilih model yang lebih baik di antara model Pooled Least Squared atau Fixed Effect Model dengan hipotesis :

H0 : PLS (Pooled Least Squared) H1 : LSDV (Fixed Effect Model)

Jika nilai p-value lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan, maka cukup bukti untuk menolak H0 sehingga model yang terpilih adalah model LSDV dan sebaliknya.

2. Hausman Test

Hausman Test digunakan untuk memilih model yang lebih baik di antara model Fixed Effect Model atau Random Effect Model dengan hipotesis :

H0 : REM (Random Effect Model) H1 : LSDV (Fixed Effect Model)

Jika nilai uji Hausman lebih besar dari chi square atau pada REM nilai p-value lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan, maka cukup bukti untuk menolak H0 sehingga model yang terpilih adalah model LSDV dan sebaliknya.

3. LM Test

LM Test atau Teh Breusch – Pagan LM Test dilakukan jika Chow Test cukup bukti untuk menolak H0 dan Hausman Test belum cukup bukti untuk menolak H0, atau sebaliknya. Uji ini digunakan sebagai pertimbangan statistik dalam memilih model Pooled Least Squared atau Random Effect Model dengan hipotesis :

H0 : PLS (Pooled Least Squared) H1 : REM (Random Effect Model) Uji Kriteria Statistik

Uji kriteria statistik berguna untuk memeriksa atau menguji signifikansi dari variabel-variabel yang digunakan dalam model regresi. Signifikan adalah suatu nilai dari parameter regresi yang secara statistik tidak sama dengan nol. Ada beberapa jenis uji hipotesis yang dapat dilakukan terhadap variabel regresi, yaitu: 1. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel dependent Y dapat diterangkan oleh variabel independent X. Nilai ini berkisar antara nol sampai satu (0<R2<1), dengan nilai yang semakin mendekati satu menunjukan model yang terbentuk mampu menjelaskan keragaman dari variabel dependen, demikian pula sebaliknya. Rumus dari koefisien determinasi dinyatakan dalam persamaan berikut:

R2 = 1 - ∑(𝑌1−Ŷ)2 ∑(𝑌1−𝑌)2

Jika nilai R2 mendekati satu maka model akan semakin baik. Sebagai contoh jika R2 sebesar 0.98 maka 98 persen keragaman variabel dependent (Y) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independent (X) yang digunakan di dalam model, sementara 2 persen dijelaskan variabel lain di luar model.

(34)

2. Uji-F

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independent di dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependent yang digunakan. Perumusan hipotesis pada Uji-F adalah:

H0 : β 1 =β 2 = β 3 = ... = αk = 0

H1 : Minimal ada satu nilai α yang tidak sama dengan nol Uji statistik yang digunakan:

Fhitung = e2/(k-1) / (1- e2)/(nk)

Dimana :

e2 = Jumlah kuadrat regresi (1- e2) = Jumlah kuadrat sisa

n = Jumlah pengamatan/observasi k = Jumlah parameter/variabel Kriteria uji :

Fhitung > Ftabel,(k-1)(n-k) maka tolak H0

Selain itu, jika probabilitas (p-value) < taraf nyata maka sudah cukup bukti untuk menolak H0. Jika tolak H0 berarti secara bersama-sama variabel independent dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel dependent pada taraf nyata α persen, demikian pula sebaliknya.

3. Uji-t

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independent secara individu (masing-masing) berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel independent. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

H0 : β j = 0

H1 : β j ≠ 0; di mana j = 0, 1, 2, ... , k, dengan k adalah koefisien slope

Uji statistik yang digunakan, t-hitung = bi / S(bi) t-tabel = tα(n-k) Dimana:

S(bi) = Standar deviasi parameter untuk bi bi = Koefisien ke-i yang diduga

Kriteria uji :

⎢t hitung ⎢> tα /2,(n-k) maka tolak H0

Jumlah observasi dilambangkan dengan huruf n, dan huruf k melambangkan jumlah variabel (termasuk intercept). Selain itu, jika probabilitas (p-value) lebih kecil dari taraf nyata maka dapat digunakan juga untuk menolak H0. Jika H0 berarti variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α persen, demikian sebaliknya.

(35)

Uji Asumsi Klasik

1. Uji Heteroskedastisitas

Menurut Juanda (2009) heteroskedastisitas terjadi jika ragam sisaan tidak konstan (tidak sama) atau Var (μi) = E (μi2) = σi2 untuk tiap pengamatan ke-i

dari peubah-peubah bebas dalam model. Masalah heteroskedastisitas sering terjadi dalam data cross section. Meskipun demikian masalah ini dapat juga terjadi dalam data time series. Ada beberapa penyebab ragam sisaan bersifat heterogen di antaranya:

a. Dalam mengkaji data cross section mengenai hubungan antar variabel. b. Dalam kajian data time series mengenai ketelitian atau keakuratan objek

pengamatan mengikuti pola umum dari error-learning model. c. Spesifikasi model yang kurang cocok.

d. Terdapat data pencilan (outlier) yang diluar pola umum.

Salah satu cara mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan metode Generalized Least Square (GLS). Sementara untuk hasil olahan data panel pada Eviews masalah heteroskedastisitas dapat diatasi dengan mengestimasi Generalized Least Square dengan White Heteroscedasticity, atau dapat juga dengan pembobotan Cross Section SUR.

2. Uji Multikolinieritas

Menurut Juanda (2009) multikolinieritas muncul jika dua atau lebih peubah (atau kombinasi peubah) bebas berkorelasi tinggi antara peubah yang satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain suatu model dapat dikatakan mengandung multikolinieritas apabila nilai R2 tinggi tetapi banyak variabel yang tidak signifikan. Beberapa cara mengatasi multikolinieritas adalah memanfaatkan informasi sebelumnya, mengeluarkan variabel dengan korelasi tinggi, transformasi variabel-variabel, menggunakan regresi komponen utama dengan menggabungkan data cross section dengan data time series, dan penambahan data baru.

3. Uji Autokorelasi

Autokorelasi terjadi jika antar sisaan tidak bebas atau terdapat korelasi antar sisaan tersebut. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dalam hasil olahan suatu model adalah dengan melihat nilai Durbin-Watson (DW) statistiknya. Jika nilai DW berada di antara lebih dari 1.55 dan kurang dari 2.46 maka dapat dikatakan tidak terdapat autokorelasi pada model tersebut. Tabel 3 memperlihatkan distribusi nilai DW di mana nilai tersebut telah disusun oleh Durbin Watson untuk derajat keyakinan 95 persen dan 99 persen.

Tabel 3 Selang nilai statistik Durbin Watson serta keputusannya

Nilai Durbin-Watson Kesimpulan

DW < 1.10 Ada autokorelasi

1.10 < DW < 1.54 Tanpa kesimpulan

1.55 < DW < 2.46 Tidak ada autokorelasi

2.46 < DW < 2.90 Tanpa kesimpulan

DW > 2.91 Ada autokorelsi

Gambar

Gambar 4 Perkembangan total nilai ekspor dan impor Indonesia ke ASEAN dan  India tahun 2005-2014 05.000.000.00010.000.000.00015.000.000.00020.000.000.00025.000.000.00030.000.000.00035.000.000.00040.000.000.000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2
Gambar 5 Keseimbangan umum perdagangan internasional
Gambar 6 Kreasi perdagangan
Gambar 7 Diversi perdagangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan kapas di Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Barat dilakukan di lahan tadah hujan dengan musim hujan yang

Inggris yang komunikatif. Kemudian pada tahun 2012 ia mendapat beasiswa ke Australia untuk melanjutkan S2 selama 2 tahun. Yang kemudian pada tahun 2014 ia kembali ke

karyawan tidak terlalu setuju dengan jenis penghargaan interpersonal. Dimana penghargaan ini tidak terlalu mempengaruhi karyawan untuk tetap tetap loyal kepada

- Tidak Dinyatakan Berbeda; Nch - Norma Chili; NO(A)EC - Tidak Ada Konsentrasi Efek (Negatif) yang Teramati; NO(A)EL - Tidak Ada Tingkat Efek (Negatif) yang

Hotang tersebut hanya beberapa alternatif desain pilihan yaitu sebagai media penerapan motif pada Busana siap pakai dan masih dapat dikembangkan dalam penempatan

Puan Noriah Kasnon: Memang Yang Berhormat itu sebab saya bersetuju dengan Yang Berhormat, sebab kita melampaui fahaman politik tentang perjuangan hak-hak wanita ataupun

Kajian yang didasarkan dari hasil analisis pengukuran jumlah biomasa ve- getasi di bagian atas permukaan dan di bagian bawah permukaan di hutan rawa gambut dilakukan

Dengan metode deskriptif analitis ini akan dikaji mengenai konsistensi Pasal 153 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Penerapan