• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Soreang, Maret 2020 Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung. Ir. H. A. Tisna Umaran, MP Pembina Utama Muda NIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Soreang, Maret 2020 Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung. Ir. H. A. Tisna Umaran, MP Pembina Utama Muda NIP"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KATA PENGANTAR

uji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah memberikan Rakhmat dan Karunia-Nya sehingga penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2019 dapat diselesaikan. Dokumen LKIP ini merupakan bentuk laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan secara kinerja dan anggaran, yang meliputi Urusan Pertanian.

LKIP Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2019 ini merupakan tindak lanjut dari amanat Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah secara substansi menyatakan bahwa agar setiap pimpinan instansi pemerintah melakukan evaluasi atas implementasi SAKIP di lingkungannya setiap tahun. Selanjutnya Kepala Perangkat Daerah menyusun Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) berdasarkan Perjanjian Kinerja yang disepakati dan menyampaikannya kepada Bupati, paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Penyusunan laporan ini dilaksanakan melalui rekapitulasi dan pengumpulan data serta informasi dari berbagai sumber, yaitu dokumen Lakip dan data penunjang Tahun 2019 pada Dinas Pertanian Kabupaten Bandung.

Laporan ini berisikan tentang perbandingan target kinerja dan anggaran yang sudah ditetapkan pada dokumen perencanaan dinas dengan realisasi kinerja dan anggaran pada tahun 2019. Selain itu, LKIP ini juga membandingkan data realisasi kinerja pada kurun tahun tertentu. Laporan ini juga bisa dijadikan sebagai evaluasi dan bahan dasar pengambilan kebijakan pembangunan pertanian pada waktu yang akan datang.

Demikian penyusunan Laporan ini, semoga bermanfaat bagi yang berkepentingan.

Soreang, Maret 2020 Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung

Ir. H. A. Tisna Umaran, MP Pembina Utama Muda NIP 196409231992031005

P

(3)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Terdapat 6 Indikator utama yang ditetapkan pada tahun 2019, 5 indikator diantaranya dapat memenuhi bahkan melebihi target yang ditetapkan, sedangkan 1 indikator lainnya belum dapat memenuhi target yang ditetapkan. Indikator utama yang mencapai target bahkan melebihi ialah Jumlah Produksi Komoditi Pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, Persentase peningkatan nilai ekonomi produk unggulan pertanian, Persentase kelompok yang naik kelas, Nilai Akuntabilitas Kinerja dan Jumlah Populasi Ternak. Indikator lain yang belum mencapai target yaitu Persentase aset dalam kondisi baik.

Realisasi Capaian tertinggi terdapat pada indikator Persentase kelompok yang naik kelas sebesar 117,21%, sedangkan terendah pada indikator Persentase aset dalam kondisi baik sebesar 89,9%. Berdasarkan kondisi tersebut maka khusus untuk beberapa indikator yang belum mencapai target yang ditetapkan haruslah mendapatkan prioritas agar pada akhir rencana strategis target yang tidak tercapai dapat terkompensasi

Anggaran Belanja langsung yang dialokasikan pada urusan pertanian untuk mendukung pencapapaian indikator tersebut pada tahun 2019 ialah sebesar Rp. 42.799.341.385,-, dengan realisasi sebesar Rp. 40.300.682.555,- atau 94,16%. Jumlah anggaran tersebut dipergunakan untuk mencapai beberapa target indikator yang telah ditetapkan di dalam renstra, dimana turunannya dibuat Renja dan Dokumen Anggaran sebagai target tahunan dari dinas masing-masing

Permasalahan utama yang dihadapi ialah sebagai berikut:

- Semakin terbatasnya tenaga kerja di pedesaan terutama buruh tani

- Perubahan iklim secara global mempengaruhi ketersediaan air pada lahan pertanian

- Alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian

- Terbatasnya adopsi teknologi yang menunjang peningkatan kualitas produksi usaha yang berdayasaing dan mempunyai nilai tambah

- Masih rendahnya pengolahan dan pemanfaatan limbah peternakan

Adapun penanggulangan permasalahan yang dihadapi pada tahun 2019 ialah sebagai berikut :

- Membina masyarakat dan meningkatkan sosialisasi pentingnya usaha pertanian bagi masyarakat terutama dalam menumbuhkan gairah generasi muda untuk terjun secara langsung dalam usaha pertanian. Selain itu dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses produksi perlu ditingkatkan kegiatan mekanisasi

(4)

- Pembinaan kepada masyarakat tentang pola tanam, teknologi budidaya pertanian serta ditunjang dengan peningkatan infrastruktur yang memadai dalam manajemen air di lahan pertanian.

- Penerapan Perda LP2B diharapkan dapat menjaga ketersediaan lahan pertanian secara berkelanjutan. Di sisi lain perlu dilakukan peningkatan upaya teknis guna menjaga ketersediaan padi palawija seperti peningkatan infrastruktur irigasi agar lahan yang kurang produktif menjadi produktif dan program Upaya Khusus (UPSUS).

- Peningkatan peran serta penyuluh pertanian dalam peningkatan keahlian dan penerapan teknologi pertanian masyarakat.

- Program Bandung 1000 Kampung lingkup Pertanian mendorong kemajuan ekonomi wilayah berbasis komoditi pertanian potensial

- Sosialisasi dan pembinaan masyarakat akan pentingnya pemanfaatan limbah ternak menjadi pupuk organic dalam mengurangi polutan air sungai dan sekaligus mensubstitusi kebutuhan pupuk kimia pada pertanian (non ternak)

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

RINGKASAN EKSEKUTIF ...iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR GRAFIK ... vii

DAFTAR TABEL... viii

BAB I PENDAHULUAN ... - 1 -

BAB II PERENCANAAN KINERJA ... 9

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA... 14

A. Capaian Kinerja Organisasi ... 14

3.1. Rekapitulasi Capaian Indikator Sasaran PK ... 14

3.2. Analisis Capaian Indikator Kinerja... 15

B. Realisasi Anggaran ... 65

BAB IV P E N U T U P ... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Permasalahan dan Rencana Tindak Lanjut ... 74

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Struktur Organisasi Dinas Pertanian menurut Peraturan Bupati Bandung Nomor 75 Tahun 2018 tentang Kedudukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah ... 2 Gambar 2 Struktur Organisasi Unit Pelayanan Teknis Dinas Pertanian menurut Peraturan

(7)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 Perkembangan produksi komoditi tanaman pangan ... 17

Grafik 2 Perkembangan produksi komoditi hortikultura ... 18

Grafik 3 Perkembangan produksi komoditi perkebunan ... 19

Grafik 4 Gambaran pertumbuhan untuk tiap komoditi ternak ruminansia ... 33

Grafik 5 Populasi ternak unggas di Kabupaten Bandung Tahun 2017-2019 ... 34

Grafik 6. Data Lokasi Kasus Ai Di Kabupaten Bandung ( 2009 - 2017) ... 38

Grafik 7. Vaksinasi Unggas ( AI ND ) Di Kabupaten Bandung 2008 – 2017 ... 39

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1-1. Sumberdaya Manusia ASN Dinas Pertanian Tahun 2019... 4 Tabel II-2 Indikator Kinerja Utama Dinas Pertanian Tahun 2016-2021 ... 11 Tabel II-3 Sasaran Strategis dan Target Indikator Sasaran Dinas Pertanian Tahun 201912 Tabel II-4 Program dan Pagu Anggaran Urusan Pertanian yang dilaksanakan oleh Dinas

Pertanian Tahun 2019 ... 12 Tabel III- 5 Realisasi Indikator Sasaran Tahun 2019 ... 14 Tabel III- 6. Target dan Realisasi Indikator sasaran Tercapainya produksi pangan Tahun

2019 ... 15 Tabel III- 7 Target dan Realisasi Indikator sasaran Tercapainya produksi pangan Tahun

2019 ... 16 Tabel III- 8 Perbandingan realisasi kinerja Produksi komoditi Pangan Tahun 2019 terhadap target Renstra ... 20 Tabel III- 9 Perbandingan produksi padi, bawang merah dan kopi Kabupaten Bandung

Tahun 2019 dengan target provinsi dan nasional ... 20 Tabel III-10 Pertumbuhan produksi tanaman pangan Tahun 2019 terhadap Tahun 2018 .. 21 Tabel III- 11 Tingkat kehilangan hasil komoditas padi ... 23 Tabel III- 12 Pertumbuhan capaian komoditas hortikultura (sayuran) Tahun 2017 -2019 .... 26 Tabel III-.13 Capaian komoditas hortikultura buah-buahan Tahun 2019... 27 Tabel III- 14 Pertumbuhan capaian komoditas perkebunan Tahun 2016 -2019... 28 Tabel III- 15. Program Kegiatan Penunjang Capaian Indikator Kinerja Sasaran ... 30 Tabel III- 16 Perbandingan Target dan Realisasi Indikator Jumlah Populasi Ternak Tahun

2019 ... 33 Tabel III- 17. Perkembangan capaian Populasi Ternak ... 33 Tabel III- 18 Capaian indikator populasi ternak terhadap targe Renstra Tahun 2016-2020 . 35 Tabel III- 19 Perbandingan Populasi Ternak Kab. Bandung terhadap Populasi Ternak Jawa

Barat dan Nasional ... 36 Tabel III- 20 Program Kegiatan Penunjang capaian Indikator Kinerja ... 41 Tabel III- 21 Realisasi kinerja persentase kenaikan kelas kelompok tani Tahun 2019 ... 44 Tabel III- 22 Perbandingan realisasi kinerja persentase kelompok tani terbina Tahun 2019

terhadap target Perubahan Renstra ... 44 Tabel III- 23 Perbandingan realisasi kinerja persentase kelompok tani terbina Tahun 2019

terhadap target Perubahan Renstra ... 45 Tabel III- 24 Sebaran kelompok tani dan penyuluh pertanian per kecamatan Tahun 2019 . 46 Tabel III- 25 Program Kegiatan penunjang capaian indikator kinerja Persentase kelompok

tani terbina Tahun 2019... 48 Tabel III- 26 Perbandingan realisasi Persentase peningkatan nilai ekonomi produk unggulan pertanian Tahun 2019 terhadap target renstra... 51 Tabel III- 27 Perbandingan realisasi Persentase peningkatan nilai ekonomi produk unggulan pertanian terhadap target Tahun 2019 ... 52 Tabel III- 28 Program dan kegiatan penunjang indikator sasaran Persentase peningkatan

nilai ekonomi produk unggulan pertanian Tahun 2019 ... 53 Tabel III- 29 Uraian Penunjang Capaian Indikator Kinerja Persentase peningkatan produk

(9)

Tabel III- 30 Program dan kegiatan penunjang indikator sasaran Persentase peningkatan produk unggulan pertanian Tahun 2019 ... 56 Tabel III- 31 Perbandingan realisasi kinerja Nilai AKIP Tahun 2019 tahun-tahun sebelumnya

... 57 Tabel III- 32 Perbandingan realisasi kinerja Nilai AKIP Tahun 2019 terhadap standar per

komponen penilaian. ... 59 Tabel III- 33 Program dan kegiatan penunjang indikator sasaran Nilai AKIP Tahun 2019 ... 61 Tabel III- 34 Perbandingan realisasi kinerja persentase asset dalam kondisi baik Tahun

2019 terhadap target Renstra ... 62 Tabel III- 35 Program kegiatan penunjang capaian indicator Persentase asset dalam kondisi baik Tahun 2019 ... 64 Tabel III- 36 Realisasi Anggaran yang mendukung Pencapaian Target Kinerja pada Tahun

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Gambaran Umum

Pada tahun 2019 pertanian di Indonesia masih dihadapkan pada tantangan berat antara lain: (1) dampak perubahan iklim pada sektor pertanian berupa: meningkatnya serangan OPT dan penyakit hewan, menurunnya produktivitas dan menurunnya kualitas hasil panen; (2) meningkatnya harga pangan yang berkorelasi pada tingkat inflasi dan tingkat kemiskinan; (3) ketersediaan produksi kedelai, gula dan daging dalam negeri serta internasional terbatas, disisi lain kebutuhan konsumsi domestik untuk ketiga komoditas tersebut meningkat; (4) kenaikan impor bahan pangan dan pakan akan mengurangi devisa negara; (5) terbatasnya pembiayaan pertanian yang mudah diakses petani/peternak; (6) terbatasnya infrastruktur lahan dan air; (7) sistem penyuluhan pertanian yang belum efektif, dan (8) belum optimalnya peran dan dukungan pemerintah daerah (RKT Kementerian Pertanian, 2014), maka dilakukan penyelarasan kegiatan pembangunan pertanian di Kabupaten Bandung dengan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Kementerian Pertanian Tahun 2019.

Sehubungan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2016 Nomor 12), dibentuk Dinas Pertanian sebagai dinas yang melaksanakan Urusan Pertanian. Tugas Pokok Dinas Pertanian berdasarkan Peraturan Bupati Bandung Nomor 94 Tahun 2016 adalah merumuskan kebijakan teknis operasional dibidang pertanian yang meliputi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, prasarana dan penyuluhan, peternakan, serta kesehatan hewan dan masyarakat veteriner serta melaksanakan ketatausahaan Dinas.

Guna melaksanakan tugas pokok tersebut, dalam Peraturan Bupati Bandung Nomor 75 Tahun 2018 tentang Kedudukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah, meliputi fungsi pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner, serta prasarana dan penyuluhan juga kesekretariatan yang tergambar dalam Struktur Organisasi Dinas (Gambar 1). Untuk membantu melaksanakan pelayanan lingkup pertanian di daerah dibentuk 7 (tujuh) Unit Pelayanan Teknis Dinas Pertanian melalui Peraturan Bupati Bandung Nomor 47 Tahun 2018 seperti diuraikan dalam struktur organisasi dalam Gambar 2.

(11)
(12)

.

(13)

Sumberdaya manusia ASN pada Dinas Pertanian Tahun 2019 berjumlah 164 orang, seperti diurai dalam Tabel I-1.

Tabel 1-1. Sumberdaya Manusia ASN Dinas Pertanian Tahun 2019

NO URAIAN JUMLAH PEGAWAI

(orang)

1 STRUKTURAL

- Pejabat Struktural 33

- Jabatan Fungsional Umum (JFU) 59

2 Jabatan Fungsional Tertentu (JFT)

- Penyuluh Pertanian 63

- Medik dan Paramedik 9

J U M L A H 164

B. Permasalahan Umum/ Isu Strategis Perangkat Daerah

Dalam RPJMD Kabupaten Bandung, kondisi Kabupaten Bandung yang ada saat ini dinilai masih belum dapat memenuhi ketahanan dan kemandirian. Hal ini dilihat dari beberapa faktor, yakni ketersediaan, keterjangkauan, keamanan, dan kesejahteraan pangan. Pembangunan pertanian pada hakikatnya adalah upaya pemenuhan ketersediaan pangan asal produk pertanian yang dapat meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengakses kebutuhan produk pertanian sekaligus dapat meningkatkan perekonomian petani. Terminologi pembangunan pertanian memiliki dimensi yang sangat luas. Pembangunan pertanian dapat diterjemahkan sebagai; (1) peningkatan produksi pertanian; (2) pengembangan ekonomi wilayah perdesaan; dan juga (3) pengelolaan dan konservasi sumberdaya.

Kondisi saat ini menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk Kabupaten Bandung yang tinggi sebesar 1,74% per tahun (periode Tahun 2011-2016) perlu diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan ruang dan pangan sebagai kebutuhan primer. Lahan, merupakan isu sentral yang mengemuka di dalam pembangunan sektor pertanian pada saat ini. Pada satu sisi, ketersediaan lahan sebagai input terpenting di dalam produksi pertanian merupakan jaminan atas keberlangsungan produksi dalam jangka panjang. Namun di sisi lain, lahan (dan pemanfaatannya) merupakan sumber utama munculnya beragam permasalahan dalam perekonomian Indonesia. Tingginya laju pertumbuhan populasi penduduk Kabupaten Bandung telah menciptakan tekanan dan kompetisi yang sangat ketat dalam hal pemanfaatan dan penggunaan lahan. Kondisi ini berimplikasi kepada rendahnya rata-rata kepemilikan lahan pertanian Kabupaten Bandung. Diperkirakan, skala kepemilikan akan terus menurun seiring dengan semakin tingginya laju konversi lahan pertanian (rata-rata di Indonesia) yang mencapai 2.7 % per tahun (Pribadi, 2005). Ketersediaan lahan pertanian (lahan basah) di dalam RTRW Kabupaten Bandung diproyeksikan menurun sebesar 62,85% pada Tahun 2036.

Pada satu sisi, terbatasnya lahan yang dimiliki menyebabkan kecilnya peluang bagi pelaku usahatani untuk melakukan ekspansi produksi karena memang pada teknologi yang sedang berlaku terdapat perbandingan lurus antara luas lahan dengan tingkat produksi. Implikasinya adalah petani cenderung untuk mengeksploitasi lahan yang terbatas tersebut untuk memaksimumkan produksi pertanian per satuan luas. Elestianto (2004) menunjukkan bahwa upaya-upaya yang dilakukan untuk memaksimumkan produksi dilakukan dengan mengintensifkan penggunaan pupuk kimia yang tanpa disadari

(14)

justru menimbulkan deplesi unsur hara tanah yang mengakibatkan turunnya produktivitas lahan dalam jangka panjang.

Kombinasi antara tingginya tekanan terhadap kuantitas produksi dan rentannya harga produk-produk pertanian menyebabkan usahatani menjadi sebuah sektor usaha yang tidak dapat memberikan insentif ekonomi terhadap pelakunya. Pendapatan petani mengalami stagnasi, sementara angkatan kerja baru di pedesaan tidak memiliki cukup alternatif, dimana peluang untuk memperluas lahan pertanian sangat kecil sementara nilai produksi pertanian relatif rendah jika dibandingkan dengan nilai produksi di sektor non-pertanian. Dengan keterbatasan alternatif ekonomi tersebut, sektor formal dan informal di perkotaan relatif memberikan insentif yang lebih menarik bagi angkatan kerja pedesaan.

Siklus tersebut memberikan gambaran bahwa pada dasarnya diperlukan sebuah solusi untuk mengatasi hilangnya insentif ekonomi usahatani dan permasalahan pemanfaatan sumberdaya lahan. Hilangnya insentif usahatani lebih banyak disebabkan karena selama ini nilai tukar (terms of trade) produk pertanian relatif sangat rendah bila dibandingkan dengan industri, sementara nilai lahan (land-rent) selalu mengalami eskalasi. Maka dengan itu, derasnya alih fungsi lahan pertanian dan tingginya tingkat urbanisasi merupakan sebuah konsekuensi ekonomi yang sangat logis.

Pada pengembangan ekonomi wilayah perdesaan, Kabupaten Bandung memiliki potensi pertanian yang besar yang didukung dengan kondisi penggunaan lahan eksisting untuk kegiatan pertanian sebesar lebih dari 50% dari luas wilayahnya, yang berupa sawah, sawah tadah hujan, ladang, kebun, dan kebun campur. Dengan begitu banyaknya lahan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan), sudah selayaknya produksi pertanian menjadi fokus dalam upaya pertumbuhan perekonomian Kabupaten Bandung. Tetapi nyatanya, dilihat dari kontribusi sektor dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), kontribusi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan justru mengalami penurunan selama beberapa tahun terakhir. Hal ini berbanding terbalik dengan kontribusi sektor industri pengolahan yang mengalami peningkatan dalam kurun waktu yang sama.

Pasar komoditas pertanian ditengarai sangat distorsif. Terdapat banyak faktor yang menyebabkan distorsi pada pasar ini, namun salah satu karakteristik penting dari pasar pertanian adalah struktur pasar yang monopsonistik. Seperti yang telah diketahui, selalu terdapat banyak pelaku tataniaga dalam pemasaran produk-produk pertanian. Kondisi ini menyebabkan tidak sempurnanya transmisi harga dari konsumen ke produsen. Yang biasanya terjadi, adanya kenaikan harga di tingkat konsumen tidak akan menjamin kenaikan harga di tingkat produsen, namun sebaliknya jika terjadi penurunan harga maka proporsi penurunan harga di tingkat produsen akan jauh lebih besar.

Seperti yang telah disebutkan pada bagian awal, salah satu aspek yang paling substansial dalam perencanaan pembangunan pertanian adalah menetapkan kondisi ideal sektor pertanian yang akan dicapai sehingga dalam suatu proses penyusunan rencana kerja diperlukan tinjauan mengenai kondisi yang akan tercipta di masa depan; yang selanjutnya ditetapkan menjadi acuan dan tujuan dalam proses transformasi sektor pertanian. Mengingat bahwa pasar komoditas dan produk pertanian bersifat demand driven. Struktur industri seperti ini menunjukan bahwa pertumbuhan sektor atau industri pertanian sangat ditentukan oleh sisi konsumsi. Dinamika perubahan sisi konsumsi akan secara signifikan menuntut pergeseran pola dan perilaku pada sisi kualitas produksi agar dapat memanfaatkan potensi dan peluang ekonomi yang timbul dari dinamika tersebut.

(15)

Meskipun pada beberapa komoditas pertanian menunjukkan kualitas produk yang sudah baik dan memiliki keunikan tersendiri yang membedakan produk Kabupaten Bandung dengan produk daerah lain baik nasional maupun internasional. Maka dari itu diperlukan peningkatan produksi dan daya saing produk unggulan dalam rangka peningkatan perekonomian Kabupaten Bandung. Disisi lain masih banyak produk pertanian yang dihasilkan belum bisa bersaing secara optimal dengan produk-produk daerah lainnya, baik dalam lingkup provinsi, nasional, maupun internasional, karena sistem promosi, mulai dari pengemasan sampai dengan pemasaran, masih belum optimal.

C. Dasar Hukum

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintah Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950) sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan mengbah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851);

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589);

3. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;

4. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi Nomor PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah;

5. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah;

6. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;

(16)

Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2016 Nomor 12);

8. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 6 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2016 – 2021 (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2018 Nomor 6);

9. Peraturan Bupati Bandung Nomor 75 Tahun 2018 tentang Kedudukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah;

10. Peraturan Bupati Bandung Nomor 40 Tahun 2018 tentang pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Bandung. 11. Peraturan Bupati Bandung Nomor 41 Tahun 2018 tentang Perubahan Rencana

Strategis Tahun 2016 – 2021 (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2018 Nomor 41);

12. Peraturan Bupati Bandung Nomor 116 Tahun 2018, tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pertanian Kabupaten Bandung;

13. Peraturan Bupati Bandung Nomor 42 Tahun 2018 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2019.

D. Sistem Penyajian Bab I - Pendahuluan

Menjelaskan latar belakang, gambaran umum perangkat daerah permasalahan utama dan isu strategis perangkat daerah, sumber daya aparatur, dasar hokum penyusun LKIP dan sistem penyajian LKIP.

Bab II – Perencanaan Kinerja

Menjelaskan muatan Renstra 2016-2021 (Renstra hasil reviu) tujuan, sasaran, indikator dan target renstra selama lima tahun, lalu penjelasan target IKU lima tahun yang dituangkan dalam Perjanjian Kinerja 2019.

Bab III – Akuntabilitas Kinerja A. Capaian Kinerja Organisasi

Pada sub bab ini disampaikan capaian kinerja organisasi untuk setiap penyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi. Untuk setiap pernyataan kinerja.

1. Membandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini;

2. Membadingkan antara realisasi kinerja tahun ini dengan tahun lalu dan beberapa tahun terakhir;

(17)

3. Membandingkan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen perencanaan strategis organisasi; 4. Membandingkan realisasi kinerja tahun ini dengan standar nasional (jika ada); 5. Analisis penyebab keberhasilan/kegagalan atau peningkatan/penurunan kinerja

serta alternative solusi yang telah dilakukan 6. Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya;

7. Analisis program/kegiatan yang menunjang keberhasilan ataupun kegagalan pencapaian pernyataan kinerja.

B. Realisasi Anggaran

Pada sub bab ini diuraikan realisasi anggaran yang digunakan dan yang telah digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen perjanjian kinerja.

Bab IV – Penutup

Menjelaskan kesimpulan dari Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Tahun 2019, permasalahan dan kendala secara umum yang dihadapi, upaya penyelesaiannya serta langkah, solusi dalam perbaikan kinerja

(18)

BAB II

PERENCANAAN KINERJA

Proses pembangunan pertanian tidak terlepas dari program pembangunan pemerintah Kabupaten Bandung. Tahun 2019 merupakan tahun krtiga pembangunan pada rencana jangka menengah Kabupaten Bandung yaitu tahun 2016-2021. Sebagai panduan dalam pelaksanaan kegiatan dalam jangka waktu menengah maka disusun Perubahan Renstra Tahun 2016-2021 sesuai dengan yang diamanatkan dalam peraturan maupun perundang-undangan. Berdasarkan peraturan perundangan yang baru maka Visi dan Misi hanya dibuat pada level kepala daerah (Kabupaten/Kota), sehingga Dinas Pertanian juga menggunakan Visi Misi Kepala daerah terpilih yaitu:

Visi : ‘Memantapkan Kabupaten Bandung yang Maju, Mandiri dan Berdaya Saing, melalui Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Pemantapan Pembangunan Perdesaan, Berlandaskan Religius, Kultural dan Berwawasan Lingkungan’.

a. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia

b. Menciptakan pembangunan ekonomi yang berdaya saing

c. Mewujudkan pembangunan infrastruktur dasar terpadu dengan tata ruang wilayah d. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup

e. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih

Sejalan dengan menjabarkan Misi tersebut, pelaksanaan pelayanan (Tupoksi) Dinas Pertanian menunjang Misi ke-2 yaitu Menciptakan pembangunan ekonomi yang berdaya saing. Dalam perwujudan pembangunan ekonomi yang berdaya saing, peningkatan perekonomian penduduk menjadi sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Pembangunan ekonomi yang dilakukan di Kabupaten Bandung, tidak hanya berfokus pada kegiatan perekonomian itu sendiri, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan taraf ekonomi penduduknya. Dalam hal ini diukur dengan mengunakan ketahanan pangan dari Kabupaten Bandung sendiri. Kegiatan ekonomi yang dilakukan juga akan melibatkan peran aktif dari pelaku usaha lokal dengan pemanfaatan sumber daya dan produk-produk lokal. Misi menciptakan pembangunan ekonomi ini sejalan dengan pokok visi pembangunan Kabupaten Bandung untuk menciptakan “Perekonomian yang Berdaya Saing”.

Untuk menjamin tercapainya pembangunan “Ekonomi (pertanian) yang Berdaya Saing”, maka perlu ditunjang oleh kapasitas aparatur. Dalam hal ini unsur pemerintahan akan berperan sebagai agen yang menjaga keseimbangan pembangunan. Aparatur yang berkualitas akan menjadi katalisator bagi pembangunan Kabupaten Bandung.

Birokrasi dan aparatur dengan tugas utama pelayanan publik menjadi kunci bagi efektivitas dan efisiensi pembangunan. Berdasarkan hal tersebut maka reformasi birokrasi diharapkan mampu menciptakan optimalisasi bagi penyediaan pelayanan publik. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan pelayanan publik melalui reformasi birokrasi antara lain melalui meningkatkan kualitas kinerja aparatur, mempersiangkat waktu pelayanan administrasi dan mengembangkan sistem pelayanan berbasis teknologi.

Dalam mewujudkan visi melalui pelaksanaan misi ke-2 yang telah ditetapkan tersebut di atas sebagai acuan pembangunan pertanian yaitu “Menciptakan Pembangunan

(19)

Ekonomi yang memiliki keunggulan kompetitif”, diperlukan adanya kerangka yang jelas, menyangkut tujuan dan sasaran yang hendak dicapai. Demikian pula dalam penyelenggaraan pemerintahan Dinas Pertanian juga berupaya dalam melaksanakan Misi ke-5 yaitu “Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih”.

Tujuan dan sasaran yang akan dijalankan, akan memberikan arah bagi pelaksanaan setiap kegiatan baik urusan peningkatan SDM aparatur dan SDM pelaku usaha pertanian untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pertanian yang ditetapkan dalam sasaran indikator utama dalam dokumen Indikator Kinerja Utama (IKU) Dinas Pertanian. Indikator Kinerja Utama (IKU) Dinas Pertanian berdasarkan hasil Perubahan Renstra Tahun 2016-2021 diuraikan pada Tabel 2.1.

(20)

Tabel II-2 Indikator Kinerja Utama Dinas Pertanian Tahun 2016-2021

NO TUJUAN SASARAN INDIKATOR SASARAN KONDISI AWAL

TARGET KINERJA SASARAN PADA TAHUN KONDISI AKHIR 2017 2018 2019 2020 2021 1 Meningkatnya Produktivitas Produk Unggulan Pertanian Meningkatnya Produksi Komoditi Unggulan Pertanian 1. Persentase peningkatan produk unggulan pertanian (%)

n.a n.a n.a 2 3 3 3

Meningkatnya daya saing hasil produksi pertanian

2. Persentase peningkatan nilai ekonomi produk unggulan pertanian (%) n.a 9,02 11,62 16,84 23,75 23.75 23.75 Meningkatnya Penyuluhan Pertanian 3. Persentase kelompok yang naik kelas (%)

n.a 13.00 26.00 35.67 45.33 55.00 55.00 2 Meningkatnya ketersediaan pangan Tercapainya Produksi Pangan 4. Produksi Komoditi Pertanian (Ton) 1.145.172 1,050,624 1,104,928 1,115,022 1,126,564 1,237,248 1,237,248 Tercapainya Populasi Ternak

5. Jumlah Populasi Ternak (ekor) 6.931.160 7,422,955 7,688,698 7,968,601 8,263,374 8,346,652 8,346,652 3 Meningkatnya Kapasitas dan Kapabilitas Internal Meningkatkan efektifitas tata kelola Perangkat Daerah Dinas Pertanian

6. Nilai Akuntabilitas Kinerja (angka)

n.a 60.1 65.1 70.1 75.1 80.10 80.10

7. Persentase aset dalam kondisi baik (%)

(21)

Dari 7 (tujuh) indikator sasaran tersebut, 7 (tujuh) indikator ditunjang melalui pelaksanaan program kegiatan pada Tahun 2019. Target-target sasaran yang ditetapkan merupakan hasil formulasi yang ditetapkan dalam IKU Dinas Pertanian. Indikator Persentase peningkatan produk unggulan pertanian; Persentase peningkatan nilai ekonomi produk unggulan pertanian; dan Persentase kelompok yang naik kelas merupakan target yang bersifat kumulatif, sedangkan target indikator lainnya merupakan target indikator yang hendak dicapai pada tahun-n.

Tahun 2019 merupakan tahun ke-4 pelaksanaan pencapaian sasaran dan indikator sasaran IKU Dinas Pertanian. Berdasarkan hasil rekapitulasi Perjanjian Kinerja Dinas Pertanian terdapat 6 sasaran kinerja yang diurai ke dalam 7 indikator kinerja yang diuraikan dalam tabel berikut:

Tabel II-3 Sasaran Strategis dan Target Indikator Sasaran Dinas Pertanian Tahun 2019

NO SASARAN INDIKATOR SASARAN TARGET

KINERJA

1 Meningkatnya Produksi Komoditi Unggulan Pertanian

Persentase peningkatan produk unggulan pertanian

2%

2 Meningkatnya daya saing hasil produksi pertanian

Persentase peningkatan nilai ekonomi produk unggulan pertanian

16,84%

3 Meningkatnya Penyuluhan Pertanian

Persentase kelompok yang naik kelas 35.67%

4 Tercapainya Produksi Pangan Jumlah Produksi Komoditi Pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan

1,115,022 ton

5 Tercapainya Populasi Ternak Jumlah Populasi Ternak 7,968,601 ekor 6 Meningkatkan efektifitas tata

kelola Perangkat Daerah Dinas Pertanian

Nilai Akuntabilitas Kinerja (angka) 70.1 Persentase aset dalam kondisi baik 95.14%

Guna menunjang pencapaian tersebut di atas, didukung dengan pelaksanaan program dan penganggarannya yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian. Uraian program tersebut disajikan dalam tabel berikut.

Tabel II-4 Program dan Pagu Anggaran Urusan Pertanian yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian Tahun 2019

No. Program Anggaran Keterangan

(1) (2) (3) (4)

1. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran

5.081.604.890 APBD

2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur

1.339.610.369 APBD

(22)

No. Program Anggaran Keterangan

(1) (2) (3) (4)

4. Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur

15.000.000 APBD

5. Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan

32.630.000 APBD

6. Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Pertanian /Perkebunan

2.437.030.500 APBD

7. Program Peningkatan Produksi Pertanian/Perkebunan

9.345.551.260 APBD

DBHCHT 8. Program Pencegahan dan

Penanggulangan Penyakit Ternak

1.136.985.526 APBD

9. Program Peningkatan Produksi Hasil Peternakan

8.150.332.479 APBD

DBHCHT 10. Program Peningkatan Pemasaran Hasil

Produksi Peternakan

592.599.500 APBD

11. Program Penjaminan Produk Asal Hewan/Ternak

245.600.000 APBD

12. Program Peningkatan Kualitas Produk Unggulan Pertanian

1.720.402.250 APBD

13. Program Peningkatan Produksi Tanaman Pangan

10.381.097.000 APBD

APBN-DAK 14. Program Peningkatan Pemberdayaan

Penyuluhan Pertanian

3.625.507.980 APBD

APBN-DAK BANKEU PROV

(23)

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. Capaian Kinerja Organisasi

3.1. Rekapitulasi Capaian Indikator Sasaran PK

Evaluasi kinerja dimulai dengan pengukuran kinerja yang mencakup penetapan indikator kinerja dan penetapan capaian indikator kinerja, yang digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan program/ kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan oleh Kabupaten Bandung sebagaimana tertuang dalam RPJMD yang teknis pelaksanaan sasaran tersebut diturunkan pada Renstra SKPD serta setiap tahunnya ditetapkan dalam perjanjian kinerja pimpinan SKPD. Pada tahun 2019 Terdapat 5 sasaran kinerja yang diurai ke dalam 7 indikator kinerja. Adapun uraian realisasi tiap indikator dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel III- 5 Realisasi Indikator Sasaran Tahun 2019

No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi %

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Tercapainya Produksi

Pangan Produksi Komoditi (ton) 1.114.884 1.241.343 111,34 2 Tercapainya Populasi

Ternak

Jumlah Populasi Ternak

(ekor) 7.968.601 8.116.899 101,86

3 Meningkatnya Penyuluhan Pertanian

Persentase kelompok yang

naik kelas (%) 35,67 41,81 117,21 4 Meningkatnya Produksi Komoditi Unggulan Pertanian Persentase peningkatan produk unggulan pertanian (%)

2,00 3,34 166,97

5 Meningkatnya Daya Saing Hasil Produksi Pertanian

Persentase peningkatan nilai ekonomi produk unggulan pertanian (%)

16,84 18,33 108,68

6

Meningkatkan Efektifitas Tata Kelola Perangkat Daerah Dinas Pertanian

Nilai Akuntabilitas Kinerja

(angka) 70,1 80,63 107,36

Persentase aset dalam

kondisi baik (%) 91,49 82,27 89,9

Tabel III-5 menunjukkan bahwa dari 7 indikator utama yang ditetapkan, terdapat 6 indikator yang melampaui target, dan sisanya 1 indikator utama yang tidak memenuhi target. Capaian tertinggi terdapat pada indikator utama Persentase peningkatan produk unggulan pertanian sebesar 166,97%, sedangkan terendah pada indikator Persentase asset dalam kondisi baik sebesar 89,9%.

(24)

3.2. Analisis Capaian Indikator Kinerja

3.2.1. Sasaran Strategis 1: Tercapainya produksi pangan

3.2.1.1. Indikator: Jumlah Produksi Komoditi Pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan

Indikator ini dibangun dari 3 (tiga) indikator turunan, yaitu Produksi komoditi Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan yang merupakan cerminan keberhasilan pembangunan pertanian dalam rangka pemenuhan ketersediaan bahan pangan nabati masyarakat. Komoditi-komoditi tersebut merupakan komoditi pertanian penting dan unggulan yang secara langsung berdampak pada peningkatan kondisi ekonomi petani yang masih merupakan mayoritas penduduk Kabupaten Bandung.

1)

Realisasi capaian indikator kinerja terhadap Target

Sebagaimana Penetapan Indikator Kinerja Utama (IKU) Dinas Pertanian bahwa indikator ini diperoleh dari menjumlahkan komoditi utama/unggulan lingkup Tanaman Pangan (padi, Jagung dan Ubikayu), Hortikultura (bawang merah, cabe, Kubis, Kentang, Tomat, Jeruk, Alpukat, Strawberry, jambu air dan jambu biji) dan Perkebunan (kopi, teh dan tembakau). Tahun 2019, capaian produksi pangan sebesar 1.241.343 Ton atau mencapai 122,39% dari yang ditargetkan sebesar 1.104.791 ton. Secara rinci capaian indikator disajikan dalam Tabel III.6.

Tabel III- 6. Target dan Realisasi Indikator sasaran Tercapainya produksi pangan Tahun 2019

INDIKATOR KINERJA TARGET

KINERJA REALISASI %

1. Jumlah Produksi Komoditi Pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan (Ton)

1.114.884 1.241.343 111.34

a. Jumlah produksi komoditi Tanaman Pangan (Ton)

701.346 856.823 122,17 b. Jumlah Produksi Hortikultura Unggulan

(Ton)

400.936 372.888 93,00 c. Jumlah Produksi komoditi perkebunan

(Ton)

12.602 11.632 92,31

Tabel tersebut menunjukkan bahwa capaian indikator kinerja sasaran sebesar 111,34% berasal dari beberapa capaian komoditi penting sub sektor, dimana produksi komoditi Tanaman Pangan menyumbang persentase tertinggi capaian kinerja dengan tingkat capaian sebesar 122,17%, diikuti produksi Hortikultura sebesar 93,00% dan Komoditi Perkebunan sebesar 92,31%.

(25)

Secara rinci komoditi-komoditi utama yang menjadi bagian dari indikator sasaran diuraikan dalam Tabel III-7. berikut.

Tabel III- 7 Target dan Realisasi Indikator sasaran Tercapainya produksi pangan Tahun 2019

INDIKATOR SASARAN Target Realisasi % thd target

% thd total

1. Produksi komoditas Tanaman Pangan

- Padi 544.793 709.635 130,26 57,17

- Jagung (Ton) 45.305 96.704 213,45 7,79

- Ubi Kayu (Ton) 110.126 48.016 43,60 3,87

- Kedelai (Ton) 1.122 2.468 219,96 0,20

Jumlah 1 701.346 856.823 122,17 69,02 2. Produksi komoditas Hortikultura - Bawang Merah (Ton) 37.407 62.145 166,13 5,01

- Cabe (Ton) 35.025 40.262 114,95 3,24 - Kentang (Ton) 117.847 81.780 69,40 6,59 - Tomat (Ton) 113.394 73.941 65,21 5,96 - Kubis (Ton) 55.355 98.459 177,87 7,93 - Jeruk 790 1.456 184,29 0,12 - Alpukat 8.947 5.947 66,47 0,48 - Strawberry 27.558 4.006 14,54 0,32 - Jambu Air 1.556 1.847 118,70 0,15 - Jambu Biji 3.057 3.046 99,62 0,25 Jumlah 2 400.936 372.888 93,00 30,04 3. Produksi Hasil Perkebunan

- Kopi (Ton) 7.449 6.672 89,57 0,54

- Teh (Ton) 3.711 3.580 96,46 0,29

- Tembakau (Ton) 1.442 1.380 95,73 0,11

Jumlah 3 12.602 11.632 92,31 0,94 JUMLAH TOTAL 1.114.884 1.241.343 111,34 100,00

Tabel III-7 menunjukkan bahwa produksi tanaman pangan merupakan penyumbang terbesar target kinerja indikator sasaran sebesar 69,02% dan memegang peranan penting dalam pencapaian target kinerja. Pada produksi tanaman pangan, produksi padi sangat dominan menyumbang 57,17% dari produksi pangan total, diikuti jagung (7,79%), ubikayu (3,87%) dan kedelai yang hanya menyumbang 0,20% terhadap produksi total. Secara kultural geografis, wilayah Kabupaten Bandung memiliki kesuburan tanah yang menunjang

(26)

pertumbuhan produksi padi, terutama jenis padi premium yang merupakan memasok pasar-pasar di luar kabupaten dan Jakarta.

Komoditi hortikultura berkontribusi sebesar 30,04% terhadap capaian kinerja. Sayuran tertinggi dicapai oleh komoditi kubis sebesar 7,93% diikuti kentang (6,59%), tomat (5,96%), bawang merah (5,01%) dan cabe (3,24%). Sedangkan kontribusi buah-buahan komoditi alpukat (0,48%), strawberry (0,32%), jambu biji (0,25%), Jeruk (0,12%), dan jambu air (0,15%). Komoditi sayuran potensial di wilayah dataran tinggi seperti kertasari, pangalengan, ciwidey, cimaung, pasirjambu dan rancabali.

Adapun komoditi perkebunan secara keseluruhan menyumbang 0,49%, komoditi utama yang berkontribusi terhadap capaian produksi pangan, yaitu produksi kopi (0,54%), t e h (0,29%), dan tembakau (0,11%). Walaupun kontribusinya kecil, namun berperan sebagai komoditi penting lingkup regional bahkan nasional, seperti kopi dan teh yang menjadi komoditi ekonomis penting perkebunan Jawa Barat.

2) Perbandingan realisasi terhadap tahun-tahun sebelumnya

Perbandingan realisasi capaian indicator kinerja Jumlah Produksi Komoditi Pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan secara umum mengalami peningkatan. Perkembangan capaian tersebut dapat dilihat dalam grafik berikut: Perbandingan realisasi komoditi pangan secara keseluruhan cukup signifikan dari tahun-tahun sebelumnya. 2016 2017 2018 2019 PADI 606.162 700.710 715.283 709.635 Jagung 77.935 120.630 83.591 96.704 Ubi Kayu 82.286 105.772 83.027 48.016 0 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000 700.000 800.000

GRAFIK 1. PERKEMBANGAN PRODUKSI KOMODITI

TANAMAN PANGAN

(27)

Grafik di atas menunjukkan bahwa pada Tahun 2019 produksi padi dari tahun 2016 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 103.473 ton walaupun dari Tahun 2018 mengalami penurunan sebesar 5.648 ton. Peningkatan juga dapat terlihat pada komoditi jagung yang fluktuatif dari tahun ke tahun dan ubikayu yang terus mengalami penurunan. Hal tersebut memungkinkan bahwa lahan pengembangan budidaya jagung dan ubikayu seringkali bersinggungan, juga sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya program pemerintah terutama Program Swasembada Jagung.

Sementara perbandingan realisasi komoditi hortikultura dari tahun ke tahun pada masing-masing komoditi berfluktuatif.

Grafik 2 menunjukkan bahwa produksi komoditi hortikultura dari Tahun 2015-2019 berfluktuasi pada setiap komoditi. Performa produksi sayuran Tahun 2019 pada komoditi bawang Merah, Cabe, Kentang dan Tomat menunjukkan trend menurun, sedangkan pada komoditi kubis mengalami peningkatan.

Peningkatan produksi sayuran dicapai oleh komoditi kubis sebesar 7,29%. Sedangkan penurunan produksi yang signifikan diperoleh pada komoditi cabe (19,9%), bawang merah (3,83%), kentang (21,96%) dan tomat (27,91%).

Fluktuasi produksi komoditi hortikultura sangat mungkin terjadi dari tahun ke tahun,

2015 2016 2017 2018 2019 Bawang Merah 39.565,00 44.359,00 45.184,40 64.626 62.145 Cabe 26.238,00 18.494,00 44.389,50 50.265 40.262 Kentang 84.414,00 102.500,00 92.086,00 104.802 81.780 Tomat 64.474,00 59.485,00 71.552,00 102.576 73.941 Kubis 78.112,00 107.422,00 97.051,80 91.765 98.459 0,00 20.000,00 40.000,00 60.000,00 80.000,00 100.000,00 120.000,00 P R O D U K S I ( T O N ) T A H U N G R AF IK 1 . P E R K E M B AN G AN P R O D U K S I K O M O D IT I H O R T IK U L T U R A

(28)

Namun demikian faktor eksternal lainnya memungkinkan mempengaruhi produksi komoditi ini, mengingat lokasi tanam umumnya di lahan kering (bukan sawah), maka faktor iklim dan curah hujan (ketersediaan air) sangat menentukan.

Grafik 3 menunjukkan bahwa dari ke tiga komoditas perkebunan di atas, produksi kopi, teh dan tembakau mengalami sedikit peningkatandibandingkan dengan Tahun 2018. Pertumbuhan produksi t e h meningkat sebesar 0,11% dan tembakau 0,32%, serta produksi kopi sebesar 1%. Pertumbuhan komoditi-komoditi tersebut mempengaruhi peningkatan produk perkebunan secara keseluruhan sebesar 0,64%.

Komoditas perkebunan umumnya sangat dipengaruhi oleh periode basah-kering cuaca sepanjang tahun. Tahun 2019 umumnya terdapat kemarau yang cukup walaupun cenderung basah. Tahun 2019 ini mempengaruhi produksi yang terjadi juga pada produksi komoditi kopi lingkup regional Provinsi Jawa Barat.

3) Perbandingan realisasi kinerja terhadap target Renstra

Secara keseluruhan realisasi Produksi Pangan yang bersumber dari komoditi padi, jagung dan ubi kayu pada Tahun 2019 sangat tinggi. Selain ditunjang dengan cuaca yang memadai, pasokan pupuk, penyebaran benih dan mekanisasi sangat mendukung melalui bantuan pemerintah\ kepada kelompok tani. Capaian produksi pangan dibandingkan dengan target renstra terlihat pada tabel berikut:

2015 2016 2017 2018 2019 Kopi 6.872 7.036 5.277,43 6.606 6672,21 T e h 3.460 3.551 3.560,72 3.576 3579,79 Tembakau 1.358 1.362 1.371,01 1.376 1380,46 0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 P R O D UK SI ( TO N) T A H U N

GRAFIK 3. PERKEMBANGAN

PRODUKSI KOMODITI PERKEBUNAN

(29)

Tabel III- 8 Perbandingan realisasi kinerja Produksi komoditi Pangan Tahun 2019 terhadap target Renstra

INDIKATOR SASARAN Realisasi 2016 Realisasi 2017 Realisasi 2018 Realisasi 2019 Target 2020 Target 2021 1. Produksi komoditas Tanaman Pangan 766.383 927.112 893.70 861.200 737.048 839.473 2. Produksi komoditas Hortikultura 326.637 346.937 446.876 408.602 376.479 384.793 3. Produksi Hasil Perkebunan 59.772 10.209 11.558 11.794 12.728 12.983 JUMLAH TOTAL 1.152.792 1.285.495 1.352.141 1.281.596 1.126.255 1.237.248

Tabel III-8 menunjukkan bahwa komoditi sub sektor pertanian, produksi komoditi tanaman pangan dan hortikultura Tahun 2019 sudah melebihi target akhir tahun renstra, masing-masing 102,59% dan 106,19. Adapun sub sektor perkebunan tahun 2019 berada pada posisi 90,84%. Khususnya pada komoditi perkebunan yang masih terdapat 9,16% target yang harus dicapai, namun dari sisa tahun anggaran optimis tercapai mengingat selama kurun Tahun 2017-2019 pemerintah provinsi dan kabupaten melakukan kegiatan peremajaan dan perluasan budidaya kopi sebagai andalan sub sector perkebunan.

4) Perbandingan realisasi kinerja terhadap terhadap target standar nasional

Perbandingan indikator kinerja yang Kabupaten Bandung dibandingkan dengan target nasional Tahun 2019, diwakili oleh data produksi padi, jagung, ubikayu, kedelai, bawang merah, cabe merah, kentang, kopi, t e h, cengkeh dan tembakau. Tabel III- 9 Perbandingan produksi padi, bawang merah dan kopi Kabupaten

Bandung Tahun 2019 dengan target provinsi dan nasional Komoditi Realisasi 2019 Nasional Target % 1. Produksi komoditas Tanaman Pangan

- Padi 711.958 82.078.000 0,87

- Jagung (Ton) 98.757 24.700.000 0,4

- Ubi Kayu (Ton) 48.016 28.762.400 0,17

- Kedelai (Ton) 2.469 3.000.000 0,08

Jumlah 1 861.200 138.540.400 0,62 2. Produksi komoditas Hortikultura

- Bawang Merah (Ton) 62.145 1.359.412 4,57

- Cabe (Ton) 77.913 1.209.676 6,44

- Kentang (Ton) 81.780 1.431.380 5,71

- Tomat (Ton) 72.004 1.138.908 6,32

- Kubis (Ton) 98.459 1.605.641 6,13

(30)

Komoditi Realisasi 2019 Nasional Target %

- Strawberry 4.006 126.567 3,16

- Jambu Air 1.847 157.395 1,17

- Jambu Biji 3.046 233.474 1,30

Jumlah 2 408.602 9.504.002 4,30 3. Produksi Hasil Perkebunan

- Kopi (Ton) 6.672 778.430 0,86 - Teh (Ton) 3.580 162.740 2,20 -Tembakau (Ton) 1.380 365.140 0,38 -Cengkeh Ton) 162 121.190 0,13 Jumlah 3 11.794 1.427.500 0,83 JUMLAH TOTAL 1.281.597 149.471.902 0,86

Sumber: Renstra kementan Tahun 2015-2019, diolah.

Tabel 3-9 menunjukkan bahwa posisi produksi padi Kabupaten Bandung dapat menyumbang 0,87% terhadap target produksi nasional terbesar dari sub sector tanaman pangan. Sedangkan pada sub sector hortikultura (sayuran) sumbangan terbesar diperoleh dari produksi cabe yang menyumbang 6,44% terhadap target nasional, buah-buahan strawberry menyumbang 3,16%. Adapun pada sub sector Perkebunan, produksi teh Kabupaten Bandung dapat mensuplai 2,20% terhadap target nasional.

5) Analisis keberhasilan atau kegagalan capaian indikator Tanaman Pangan

Keberhasilan capaian indikator tersebut sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan program kegiatan dan iklim yang mendukung budidaya. Tahun 2019 terjadi peningkatan luas tanam dan luas panen beberapa komoditi penting, seperti padi sawah, yang berkontribusi positif terhadap produksinya. Dari sisi produktivitas komoditi padi mengalami peningkatan sekitar 0,21% yaitu dari 63,39 kuintal/ha/tahun menjadi 63,52 kuintal/ha/tahun. Pertumbuhan luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas komoditi tanaman pangan disajikan dalam tabel III-17.

Tabel III-10 Pertumbuhan produksi tanaman pangan Tahun 2019 terhadap Tahun 2018

No Uraian Komoditi 2018 2019 pertumbuhan

%

1 Padi Sawah

Luas Tanam (Ha) 96.125 100.565 4,62

Luas panen (Ha) 106.191 108.643 2,31

Produksi (Ton) 696.908 698.182 0,18

(31)

No Uraian Komoditi 2018 2019 pertumbuhan %

2 Padi Gogo

Luas Tanam (Ha) 15.154 3.715 -75,49

Luas panen (Ha) 3.985 3.433 -13,85

Produksi (Ton) 18.375 13.776 -25,03

Produktivitas (Kwt/ha) 46,11 40,13 -12,97

Jumlah Padi

Luas Tanam (Ha) 111.619 111.703 0,08

Luas panen (Ha) 112.884 112.076 -0,72

Produksi (Ton) 715.283 711.958 -0,46

Produktivitas (Kwt/ha) 63,39 63,52 0,21

B Jagung

Luas Tanam (Ha) 14.399 14.519 0,83

Luas panen (Ha) 13.468 14.478 7,50

Produksi (Ton) 83.591 98.757 18,14

Produktivitas (Kwt/ha) 62,07 68,20 9,88

C Kedelai

Luas Tanam (Ha) 5.644 1.752 -68,96

Luas panen (Ha) 8.577 1.731 -79,82

Produksi (Ton) 11.805 2.469 -79,09

Produktivitas (Kwt/ha) 14,56 14,26 -2,06

D. Ubi Kayu

Luas Tanam (Ha) 3.434 2.995 -12,78

Luas panen (Ha) 4.776 2.275 -52,37

Produksi (Ton) 83.027 48.016 -42,17

Produktivitas (Kwt/ha) 173,84 21,11 -87,86

Secara keseluruhan produktivitas padi pada Tahun 2019 mengalami peningkatan sebesar 0,22% dari Tahun 2018. Namun demikian peningkatan produktivitas tersebut tidak disertai dengan produksi padi. Produksi padi pada Tahun 2019 sebesar 711.958 ton menurun 0,46% dari sebelumnya sebesar 715.283 ton. Penurunan produksi ini sebagai akibat dari capaian jumlah luas panen sebesar 0,68% dari 112.844 Ha pada Tahun 2018 menjadi 112.076 Ha. Kekeringan panjang selama periode April-September 2019 menyebabkan mundurnya masa tanam beberapa bulan yang berakibat pada realisasi tanam pada Tahun 2019. Selain padi, komoditi Tanaman Pangan lainnya yaitu jagung selama Tahun 2019 menunjukkan performa peningkatan pada jumlah produksi sebesar 20,45%.

(32)

benih, sarana produksi dan perbaikan-perbaikan infrastruktur irigasi, pembinaan dan pendampingan yang intensif dari petugas pertanian juga adanya keterlibatan TNI dalam mendukung pencapaian UPSUS melalui gerakan tambah tanam. Dengan upaya percepatan tanam sawah produktif melalui program percepatan Luas Tambah Tanam (LTT), Indeks Pertanaman (IP) padi sawah Tahun 2019 meningkat dari sebelumnya sebesar 2,69 menjadi 2,73.

Indeks Pertanaman (IP) menunjukkan adanya peningkatan nilai dari 1,92 di tahun 2009; 1,98 di tahun 2011; 2,01 pada tahun 2012; 2,27 pada Tahun 2013; 2,51 pada tahun 2014; 2,43 pada Tahun 2015, 2,65 tahun 2016, 2,67 pada Tahun 2017, 2,69 pada Tahun 2018, menjadi 2,73 pada Tahun 2019.

Upaya peningkatan produksi padi di Kabupaten Bandung melalui efisiensi produksi saat ini menjadi alternatif yang penting, dimana alternatif secara ekstensifikasi perluasan areal semakin sulit ditempuh. Efisiensi produksi yang dapat ditempuh melalui upaya intensifikasi atau perbaikan teknologi pada penggunaan sarana produksi maupun peningkatan kualitas infrastruktur.

Selain itu efisiensi produksi juga dapat dilakukan dalam rangka mengurangi tingkat kehilangan hasil, diantaranya melalui perbaikan pada proses pasca panen, pengendalian OPT dan penggunaan benih unggul. Tingkat kehilangan hasil produksi padi dari tahun ke tahun dapat dikurangi. Pada Tahun 2016 tingkat kehilangan mencapai 10,07% dan pada Tahun 2019 dapat ditekan menjadi 9,84% (Tabel 3-18).

Tabel III- 11 Tingkat kehilangan hasil komoditas padi

No Komponen 2017 2018 2019 2019 1 Panen 0,48 0,48 0,47 0.46 2 Perontokan 3,11 3,11 3,07 3.04 3 Pengeringan 3,75 3,81 3,77 3.76 4 Pengilingan 2,65 2,62 2,62 2.58 JUMLAH 10,07 10,01 9,93 9.84

Tabel III-11 memperlihatkan bahwa tingkat kehilangan hasil dari tahun-ketahun terus mengalami penurunan. Hal ini memperlihatkan bahwa kualitas panen padi tiap tahun terus meningkat, beberapa faktor yang mempengaruhi kehilangan hasil padi adalah : (1) Varietas padi, varietas unggul padi yang telah dilepas dan diadopsi oleh petani sebagaian besar termasuk yang mudah rontok, sehingga padi tidak banyak

(33)

lagi yang tertinggal malainya, serta petani dalam pemanenan (ngarit padi) telah melakukan penumpukan sementara dengan memakai alas; (2) Umur panen padi, sangat berpengaruh terhadap besarnya kehilangan hasil. Bila panen muda atau belum masuk optimum maka mutu gabah yang dihasilkan akan rendah, banyak bulir hijau. Sebaliknya padi yang dipanen terlalu tua atau terlewat masak, hasil akan turun karena gabah banyak yang rontok; (3) Alat panen, dengan diintroduksinya varietas-varietas unggul baru padi yang memiliki potensi hasil tinggi dan berpostur pendek, maka terjadi perubahan penggunaan alat panen dari ani-ani ke sabit. Sabit harus tajam agar saat pemotongan padi tidak terjadi goyangan yang kuat, sehingga tidak menyebabkan gabah rontok, ataupun sekarang sudah banyak kelompok tani yang menggunakan powerthraser; (4) Sistem panen, pemanenan padi sistem individual (keroyokan) dengan jumlah pemanen yang tidak terbatas, mendorong pemanen untuk berebut memotong padi sebanyak-banyaknya. Akan lebih baik jika pemanenan padi menggunakan alat perontok pedal Thresher atau power thresher; (5) perontok padi dapat dilakukan dengan cara diinjak-ijak, dipukul, dibanting, pedal thresher, dan mesin perontok, proses perontokan padi memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap kehilang hasil padi secara keseluruhan. sebagian besar petani melakukan perontokan dengan cara dibanting terlalu keras maka banyak gabah yang terlempar keluar dari alas. Sebaliknya jika dibanting terlalu lemah dan hanya beberapa kali membanting, maka banyak gabah yang tidak rontok menempel pada malainya dan ikut terbuang bersama jeraminya. Masalah terakhirr inilah yang menyebabkan kehilangan hasil cukup besar.

Sebagaimana tabel di atas kehilangan pada saat perontokan mengalami peningkatan sebesar 0,03% demikian pula pada saat pengeringan yang mencapai 0,01%. Hal ini terkait dengan proses mekanisasi pasca panen padi, dimana pada saat perontokkan kelompok tani melaui penggunaan Power threaser, sedangkan pada tahapan pengeringan sudah ada perbaikan sarana pengeringan di UPJA maupun waktu pengeringan yang lebih singkat sebagai dampak dari panas matahari yang lebih banyak pada Tahun 2019. Selain itu peningkatan harga GKP dan GKG, menjadikan petani lebih berhati-hati dalam penggilingan padi.

Penanganan pasca panen tidak akan terlepas dari interaksi faktor-faktor yang membentuk sistem pascapanen. Dengan demikian untuk memperbaiki sistem pascapanen diperlukan pendekatan yang menyeluruh terhadap komponen-komponen sistem untuk memperbaiki struktur dan manajemen sistem sehingga diperoleh berbagai alternatif perbaikan keluaran sistem yang diperbaiki. Strategi penanganan pasca panen harus ditempatkan sebagai bagian integral dari program

(34)

perbaikan penanganan panen dan pascapenen harus dilaksanakan dengan prinsip location spesifik dengan tetap mengacu pada asas selektif. Dengan mengacu pada aspek selektif, perbaikan penanganan pascapenen padi tidak terbatas pada penanganan perbaikan teknologi saja tetapi juga perbaikan dari aspek sosial ekonomi dan kelembagaan.

Realisasi produksi jagung mencapai 98.757 ton (Jagung pipilan kering) atau sebesar 217,98 % dari target Tahun 2019 serta naik sebesar dan turun 18,14% dari Tahun 2018. Peningkatan produksi ini dikarenakan pada Tahun 2019 terjadi peningkatan luas tanam dari 14.399 Ha menjadi 14.519 Ha yang diiringi dengan peningkatan produktivitas sebesar 6,13 Kwt/ha, dalam hal provitas ini naik 9,88% dari Tahun 2018. Produksi jagung pipilan kering lebih diperoleh pada sentra produksi jagung yang potensial di beberapa kecamatan seperti Nagreg, Pacet, Cicalengka, Cimenyan, Paseh, Cikancung, Kutawaringin dan Cikancung. Penurunan ini pula sebagai akibat dari menurunnya program pemerintah pusat dan daerah dalam upaya peningkatan produksi jagung.

Hortikultura

Produksi serta produktivitas komoditas pertanian khususnya komoditas hortikultura unggulan di Kabupaten Bandung Tahun 2019 ini terjadi peningkatan yang cukup signifikan walaupun menghadapi kendala-kendala yang cukup sulit seperti keadaan alam yang cukup ekstreem khususnya iklim yang kering, namun disisi lain iklim tersebut membantu dalam pertumbuhan serta perkembangan bunga dan pembuahan komoditas hortikultura dan perkebunan sehingga umumnya mampu menaikan produksi dan produktivitasnya asalkan pengairannya tetap terjaga dan terpenuhi. Selain itu pula ada tantangan internal diantaranya adalah peralihan komoditas karena alasan-alasan tertentu, pengurangan lahan produktif karena digunakan untuk keperluan lainnya serta terkadang penanaman/pertanian komoditas hortikultura berbenturan dengan isu-isu tentang kaidah-kaidah konservasi.

Sebagaimana Tabel III-7, dapat dilihat bahwa dari 10 komoditi utama hortikultura yang menunjang IKU dinas, komoditi dapat melebihi target produksi yaitu Bawang merah, cabe, kubis, jeruk dan jambu air, sedangkan komoditi yang tidak mencapai target produksi yaitu, kentang, tomat, alpukat, strawberry dan jambu biji. Namun dari sisi performance laju pertumbuhan, capaian produksi kubis mengalami peningkatan sebesar 7,29% dari Tahun sebelumnya, sedangkan yang lainnya meningkat dengan rata-rata sebesar 18,4%.

(35)

Capaian realisasi indicator tersebut ditunjang dengan kegiatan budidaya sayuran selama Tahun 2019. Lebih lengkap pertumbuhan produksi dan budidaya komoditi hortikultura disajikan dalam tabel berikut.

Tabel III- 12 Pertumbuhan capaian komoditas hortikultura (sayuran) Tahun 2017 -2019

Uraian Komoditi Realisasi 2017 Realisasi 2018 Realisasi 2019 % pertumbuhan 2019 thd 2018 Bawang Merah

Luas Tanam (Ha) 3.788 5.927 5.385 -9,14

Luas Panen (Ha) 3.842 5.288 5.197 -1,72

Produksi (Ton) 45.184 64.586 62.100 -3,85

Produktivitas (ton/ha) 11,664 12,21 11,95 -2,17

Cabe Merah

Luas Tanam (Ha) 892 2.076 1.977 -4,77

Luas Panen (Ha) 548 2.157 2.168 0,51

Produksi (Ton) 18.494 49.655 43.426 -12,54

Produktivitas (ton/ha) 33,748 23,02 20,03 -12,99

Kentang

Luas Tanam (Ha) 5.428 4.643 3.236 -30,30

Luas Panen (Ha) 4.382 4.084 3.902 -4,46

Produksi (Ton) 102.500 85.783 81.654 -4,81

Produktivitas (ton/ha) 20,201 21,00 20,93 -0,37

Tomat

Luas Tanam (Ha) 1.016 1.125 1.412 25,51

Luas Panen (Ha) 865 1.157 1.432 23,77

Produksi (Ton) 21.709 61.877 73.886 19,41

Produktivitas (ton/ha) 25,097 53,481 51,60 -3,52

Kubis

Luas Tanam (Ha) 5.256 4.269 3.856 -9,67

Luas Panen (Ha) 4.218 3.969 4.286 7,99

Produksi (Ton) 107.422 91.767 97.813 6,59

Produktivitas (ton/ha) 22,539 23,12 22,82 -1,30

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari kelima komoditas utama sayuran kubis dan tomat yang memiliki performa peningkatan produksi dari Tahun 2018. Produksi tomat meningkat sebesar 19,41% dari Tahun 2018 berbanding lurus dengan peningkatan luas tanam dan panen namun tidak disertai dengan produktivitas yang menurun sebesar 3,52%. Komoditas lainnya yang meningkat adalah produksi kubis sebesar 6,59%, dimana luas panen meningkat sebesar 7,99%, namun demikian Luas

(36)

kubis yang tanam pada akhir tahun 2018. Meskipun produksi yang meningkat tidak diikuti oleh produktivitas per hektar yang menurun sekitar 1,3%.

Adapun komoditi sayuran unggulan yang mengalami penurunan yaitu bawang merah, cabe merah dan kentang, masing-masing menurun sebesar 3,85%, 12,54% dan 4,81%. Tabel di atas menunjukkan penurunan pula pada produktivitas dan luas tanam. Penurunan luas tanam yang signifikan terjadi pada budidaya kentang sebesar 30,30%, terutama pada kecamatan sentra produksi seperti Pangalengan dan Kertasari yang merupakan Zona inti hulu Citarum pada program Citarum Harum. Pada program ini mulai dilakukan usaha budidaya ramah lingkungan, dimana pola tanam perlu mendapat perhatian, baik jenis komoditi maupun pengolahan lahannya. Pada lahan yang memiliki kemiringan >5% ditanami tanaman keras dan buah-buahan.

Selain komoditi sayuran yang menunjang capaian produksi komoditi hortikultura, juga terdapat komoditi buah-buahan unggulan yang menyumbang produksi cukup besar di antaranya Jeruk, Alpukat, Strawberry, Jambu Air dan Jambu biji. Secara keseluruhan produksi buah-buahan unggulan sebesar 16.301 ton yang menunjang 4,4% terhadap produksi hortikultura.

Tabel III-.13 Capaian komoditas hortikultura buah-buahan Tahun 2019

Komoditi Tanaman dibongkar dan tua (pohon) Tanam baru (pohon) Tanaman belum menghasilkan (pohon) Tanaman produktif (pohon) Jumlah Akhir tanaman (pohon) Jumlah Produksi (Ton) Jeruk 2.035 22.094 63.076 85.868 149.301 1.311 Alpukat 9.211 6.876 57.499 206.086 263.933 5.372 Jambu Air 736 36 12.204 48.697 60.955 689 Jambu Biji 4.118 229 25.144 71.058 96.243 1.464

Buah-buahan selain berfungsi penghasil buah dalam peningkatan ketersediaan gizi masyarakat dan ekonomi petani, juga berperan sebagai penguat dan pencegahan erosi tanah. Dari sisi jumlah, tanaman alpukat terbesar dalam menyumbang produksi buah-buahan yaitu berjumlah 263.933 pohon, diikuti oleh tanaman jeruk baik jeruk siam maupun jeruk besar sebanyak 149.301 pohon, jambu biji sebanyak 60.955 pohon dan jambu air sebanyak 96.243 pohon. Jumlah tanaman buah-buahan tersebut tidak seluruhnya dapat menghasilkan, sebagian saja yang produktif menghasilkan buah. Tanaman jeruk yang produktif sebesar 57,51%, alpukat sebesar 78,08%, Jambu air sebesar 79,89% dan jambu biji sebesar 73,83%. Untuk menjaga keberlanjutan, Tahun 2019 penanaman baru sebanyak 29.235 pohon.

(37)

Perkebunan

Capaian komoditi perkebunan tidak memenuhi target, baik kopi, t e h, maupun tembakau, namun ketidak tercapaian komoti kopi, teh dan tembakau masih dalam tahap kewajaran yaitu masing-masing 89,57%; 96,46% dan 95,73%. Namun demikian produksi kopi, t e h dan tembakau mengalami peningkatan masing masing sebesar 1%; 0,11% dan 0,32% dari Tahun 2018.

Peningkatan produksi komoditi perkebunan merupakan hasil dari peningkatan performa budidaya yang dilakukan pada Tahun 2019, baik panen dari penanaman tahun sebelumnya maupun peningkatan produktivitas. Produksi kopi dipengaruhi oleh luas tanam dan pohon produktif, serta penerapan manajemen budidaya yang baik. Tahun 2018 luas tanam bertambah 4,3% dari Tahun 2017 menjadi 11.029 Ha, dengan produksi rata-rata perhektar sebesar 0,89 ton/Ha atau meningkat 13,91%. Peningkatan luas tanam selain ditunjang dengan program pemerintah Citarum Harum, yang umumnya terjadi peralihan budidaya dari sayuran ke tanaman keras perkebunan khususnya kopi pada lahan dengan kontur >15%.

Dewasa ini pamor kualitas kopi Kabupaten Bandung khususnya Java Preanger mendapat sambutan positif dari pasar, dan juga mendapat penghargaan pada berbagai even baik tingkat regional maupun nasional sehingga secara tidak langsung mendongkrak harga berasan. Sehingga komoditi kopi Kabupaten Bandung merupakan salah satu produk yang memiliki nilai ekonomis penting dan dapat meningkatkan minat para petani untuk membudidayakannya.

Tabel III- 14 Pertumbuhan capaian komoditas perkebunan Tahun 2016 -2019

Uraian Komoditi Realisasi 2016 Realisasi 2017 Realisasi 2018 Realisasi 2019 % 2019 thd 2018 Kopi

Luas Tanam (Ha) 10.572 10.574 11.029 11.997 8,78

Produksi Mentah (Ton) 28.143 21.109 26.427 26.689 0,99

Hasil Olahan (Ton) 7.035 5.277 6.606 6.672 1,00

Produksi Rata2 (Ton/Ha) 1,05 0,78 0,89 0,894 0,45

T e h

Luas Tanam (Ha) 1.701 1.701 1.701 1.701 0,00

Produksi Mentah (Ton) 17.756 17.010 17.882 17.899 0,09

Hasil Olahan (Ton) 3.551 3.612 3.576 3.580 0,11

Produksi Rata2 (Ton/Ha) 2,15 2,15 2,17 2,167 -0,14

(38)

Uraian Komoditi Realisasi 2016 Realisasi 2017 Realisasi 2018 Realisasi 2019 % 2019 thd 2018

Produksi Mentah (Ton) 6.810 6.855 6.881 6.902 0,31

Hasil Olahan (Ton) 1.362 1.371 1.376 1.380 0,32

Produksi Rata2 (Ton/Ha) 0,89 0,89 0,9 0,898 -0,20

6) Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya

Sebagaimana Tabel III-8, dari tiga sub sektor yang menunjang indikator sasaran tercapainya produksi pangan, capaian produksi komoditi tanaman pangan sebesar 111,34% dari target yang ditetapkan, berikutnya capaian produksi komoditi tanaman pangan sebesar 122,17% dan terendah capaian produksi komoditi perkebunan sebesar 92,31%. Di sisi lain penggunaan sumberdaya yang ada dalam hal ini pelaksanaan kegiatan (penggunaan anggaran belanja) yang secara langsung atau tidak langsung menunjang capaian indikator kinerja.

Upaya pencapaian indikator ini ditunjang dengan 3 program dan 24 kegiatan dengan penggunaan anggaran sebesar Rp18.741.844.590,- dari yang ditargetkan sebesar Rp.19.726.648.260, atau 95,01 Sehingga dengan demikian tingkat efisiensi pencapaian indikator-indikator populasi ternak mencapai 1,28 (efisien).

7) Analisis program/kegiatan yang menunjang capaian indikator kinerja

Upaya peningkatan dan pencapaian target produksi pangan dilakukan melalui pelaksanaan 2 program dan 23 kegiatan. Secara umum program-program yang dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan sumberdaya dan potensi petani/kelompok tani dalam meningkatkan produktivitas dan luas tanam.

Dalam Program Peningkatan Ketahan Pangan (pertanian/perkebunan) dilakukan kegiatan-kegiatan berupa upaya intensifikasi lahan pertanian melalui pemberian benih dan pupuk, pembinaan dan bimbingan penerapan teknologi budidaya yang baik, Gerakan masyarakat/kelompok tani dalam giat tanam dan pengendalian OPT serta kegiatan lain yang menunjang kelancaran program pemerintah pusat. Program kegiatan yang menunjang capaian indicator kinerja ini disajikan dalam table berikut.

(39)

Tabel III- 15. Program Kegiatan Penunjang Capaian Indikator Kinerja Sasaran

Program/Kegiatan Indikator Kinerja Program (outcome)/ Kegiatan

(output) Realisasi

Peningkatan Produksi Pertanian/Perkebunan

Produksi Non-Pangan Utama (Hortikultura) Produksi Non Pangan (Perkebunan)

Penyediaan sarana produksi pertanian/perkebunan

Jumlah fasilitasi sarana produksi pengembangan perkebunan

6 jenis Jumlah petani yang paham akan SOP, GAP

budidaya perkebunan dan peningkatan produktivitas kopi

12 orang

Jumlah kajian pengembangan kopi Kabupaten Bandung

2 kegiatan Penanganan panen dan pasca

penen bahan baku tembakau (DBHCHT) (19.23)

Jumlah SDM yang faham tentang produk turunan dan pengolahan tembakau

60 orang

Jumlah sarana penunjang penanganan pasca panen tembakau

4 jenis Penyediaan sarana produksi

hortikultura (19.24)

Jumlah fasilitasi sarana produksi pengembangan komoditi hortikultura unggulan

3 jenis Jumlah fasilitasi sarana teknologi pertanian 3 jenis Pengembangan Hortikultura pada

lahan kering (19.25)

Jumlah kelompok tani yang menerapkan budidaya sesuai GAP (SL Konservasi lahan)

25 orang

Jumlah greenhouse dan sarana pengembangan hortikultura

3 jenis Jumlah bibit/tanaman buah-buahan mendukung

citarum harum

8 jenis Jumlah fasilitasi alat pemeliharaan tanaman

mendukung Citarum harum

4 jenis Jumlah program vertikal terfasilitasi kegiatan

pertanian

9 kegiatan Penelitian dan Pengembangan

Sumberdaya Hortikultura (19.26)

Jumlah varietas lokal hortikultura Kabupaten Bandung yang termurnikan

1 varietas Pengendalian Komoditas

Perkebunan (19.27)

Jumlah peningkatan SDM yang menerapkan budidaya perkebunan ramah lingkungan

25 orang Jumlah fasilitasi sarana pengendalian organisme

pengganggu tanaman (OPT) perkebunan

1 jenis Pengembangan Budi Daya

Sayuran (19.28)

Jumlah fasilitasi sarana budidaya sayuran 2 jenis Jumlah SDM yang menerapkan GAP komoditi

hortikultura

70 orang Pengembangan Budi Daya Buah-

buahan (19.29)

Jumlah fasilitasi bibit dan media tanam pengembangan tanaman buah-buahan

4 jenis Jumlah fasilitasi pestisida pengembangan

tanaman buah-buahan

2 jenis Jumlah fasilitasi pupuk pengembangan tanaman

buah-buahan

2 jenis Jumlah SDM yang menerapkan GAP tanaman

buah-buahan

25 orang Jumlah fasilitasi sarana teknologi pertanian 14 unit

Gambar

Gambar 1 Struktur Organisasi Dinas Pertanian menurut Peraturan Bupati Bandung Nomor 75 Tahun 2018 tentang Kedudukan dan
Gambar 2 Struktur Organisasi Unit Pelayanan Teknis Dinas Pertanian menurut Peraturan Bupati Bandung Nomor 47 Tahun 2018
Tabel II-2 Indikator Kinerja Utama Dinas Pertanian Tahun 2016-2021
Tabel II-4 Program dan Pagu Anggaran Urusan Pertanian yang dilaksanakan oleh Dinas  Pertanian Tahun 2019
+7

Referensi

Dokumen terkait

Yang akan kita lakukan adalah untuk menggeneralisasi rumusan untuk koefisien deret Fourier dalam (30-90). Generalisasi dilakukan dengan membuat integral i fungsi

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini untuk menggali permasalahan di lapangan terkait dengan pengangguran yang ada di GKJW Banyuwangi. Penulis

Kekurangan pemilihan sampel sembarangan yang paling serius adalah sulitnya menjaga agar tetap tidak bias dalam melakukan pemilihan. Karena pemilihan item atau pos

Perbandingan NVK tahun 2020 sebelum dan sesudah jalan tol beroperasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh adanya jalan tol terhadap kinerja jaringan jalan Kota

Review Renstra SKPD Dinas Bina Marga Kabupaten Malang tahun 2011-2015 memuat Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Kebijakan, Program dan kegiatan pembangunan sesuai dengan

Adapun realisasi pada akhir tahun 2014 adalah tersedianya dokumen perencanaan pembangunan jembatan untuk 16 wilayah yang tersebar di 50 lokasi dengan panjang

;.. Meningkatkan pembangunan berbasis desa dan kawasan perdesaan melalui optimalisasi penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan

Maksud dari perencanaan ini adalah merencanakan saluran bypass pada Sungai Keduang untuk mengalihkan aliran dengan konsentrasi sedimen tinggi agar tidak masuk waduk sampai