• Tidak ada hasil yang ditemukan

Six Monthly report SEMESTER II Mei 2019 Oktober 2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Six Monthly report SEMESTER II Mei 2019 Oktober 2019"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

Six Monthly report

SEMESTER II Mei 2019 – Oktober 2019

Administrator:

Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) 2019

(2)

Oversight Committee (OC) TFCA-SUMATERA

Chairperson: Jatna Supriatna OC Secretary: Riki Frindos

Ministry of the Environment and Forestry of the Republic of Indonesia

OC member: Heri Subagiyadi OC Alternate: Indra Exploitasia

Oversight Committee Technical Member (OCTM): Agus Yulianto

Ivan Andita Frediantoro

United States Agency For International Development OC member: Jason Seuc

OCTM: Angga Rachmansah

Conservation International - Indonesia Program OC member: Jatna Supriatna

OC Alternate: Ketut Sarjana Putra OCTM: -

KEHATI- The Indonesian Biodiversity Foundation OC member: M.S Sembiring

OC Alternate: Hariadi Kartodiharjo OCTM: Rony Megawanto

Universitas Syiah Kuala – Unsyiah

OC member: Darusman

Indonesia Business Links

OC member: Sri Indrastuti Hadiputranto Transparency International – Indonesia OC member: Rezki Sri Wibowo

(3)

Administrator

The Indonesian Biodiversity Foundation (KEHATI)

Executive Director Riki Frindos

Program Director Samedi

Secretary and Program Support Marisca Wulansari

Manager to Grant and Program Administration Dwi Pujiyanto

Manager to Landscape and Species Conservation Feri Irawan

Manager to Communications and Outreach Ali Sofiawan

Monitoring and Evaluation Specialist M. Saleh

Assistant to Landscape Conservation Morizon

Assistant to Species Conservation vacant

Assistant to Grant Manager Kartika

Assistant to database Yudha Arif Nugroho

Financial Staff Sheilla Agustin

Cover photo: Gajah di Kawasan Suaka Margasatwa Barumun Sumatera Utara sedang diberi makan oleh para mahout. Belasan gajah jinak hidup di ‘rumah’ menyerupai habitat aslinya. Di tempat ini tiga anak gajah lahir, ada tiga jantan dewasa dan sembilan betina dewasa. Gajah-gajah ini hidup di area seluas 400 hektar. Kesejahteraan gajah, jadi hal utama termasuk hak hidup seperti di habitat asli. Foto by Ali Sofiawan.

(4)

Daftar Singkatan

ANECC Aek Nauli Elephant Conservation Camp

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

APL Areal Penggunaan Lain

BBKSDA Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam

BKSDA Balai Konservasi Sumber Daya Alam

BMP Best Management Practice

BNWS Barumun Nagari Wildlife Sanctuary

BPTN Bidang Pengelolaan Taman Nasional

BRI Bank Rakyat Indonesia

BW Biodiversity Warrior

CA Cagar Alam

CRU Conservation Response Unit

Dinas PMD Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

DPR Dewan Perwakilan Rakyat

DSA Debt Service Account

FEWK Forum Ekowisata Way Kambas

FCA Forest Conservation Agreement

FGD Focus Group Discussion

GSK Giam Siak Kecil

Ha Hektar

HGU Hak Guna Usaha

HKm Hutan Kemasyarakatan

HOCRU Human-orang Utan Conflict Response Unit

HP Hutan Produksi

HSBC Hingkong Shanghai Banking Corporation

IUPHKM Izin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan

KHG Kawasan Hutan Gambut

KEL Kawasan Ekosistem Leuser

KPH Kesatuan Pengelolaan Hutan

KPHK Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi

KPHL Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung

KSDAE Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem

KSU Koperasi Serba Usaha

KUPS Kelompok Usaha Perhutanan Sosial

LPHN Lembaga Pengelola Hutan Nagari

LSO Lembaga Sertifikasi Organik

MEL Monitoring, Evalution and Learning

MHA Masyarakat Hutan Adat

OPD Organisasi Perangkat Daerah

PHBM Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

PKG Pusat Konservasi Gajah

PLG Pusat Latihan Gajah

Pokdarwis Kelompok Sadar Wisata

PT Perseroan Terbatas

Pulbaket Pengumpulan Bahan dan Keterangan

RDPU Rapat Dengar Pendapat Umum

RP Rencana Pengelolaan

RPHJP Rencana Pengelolaan Hutgan Jangka Panjang

RPJM Rencana Pengelolaan Jangka Menengah

RPJMDes Rencana Pengelolaan Jangka Menengah Desa

RPJP Rencana Pengelolaan Jangka Panjang

(5)

RT/RW Rukun Tetangga/Rukun Warga

RTM Rencana Tindak Mendesak

RTR-KSN Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional

RUU Rancangan Undang Undang

RZWP3K Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

SM Suaka Margasatwa

SMART Patrol Spatial Monitoring and Reporting Tool for Patrol

SOP Standar Operasional Pelaksanaan

SRAK Strategi dan Rencana Aksi Konservasi

SWTS Sumatra Wide Tiger Survey SWTS

TFCA-Sumatera Tropical Forest Conservation Action for Sumatera

TNGL Taman Nasional Gunung Leuser

TNKS Taman Nasional Kerinci Seblat

TO Tour Operator

TSL Tumbuhan Satwa Liar

TTH The Threat Hunter

WCT Wildlife Conservation Trust

(6)

Executive Summary

Pada tahun 2019 khususnya semester II, para mitra banyak yang mampu memberikan kontribusi pada aspek kebijakan pengelolaan lingkungan maupun spesies. Para mitra TFCA-Sumatera terlibat dalam penyusunan Strategi dan Rencana Aksi spesies-spesies kunci penting seperti Badak, Harimau, Gajah dan Orang Utan. Saat ini draf Dokumen SRAK Gajah Riau 2017-2027 sudah disusun. Demikian pula panduan pengelolaan dan konservasi harimau di TN Way Kambas kini juga siap disahkan/ditandatangani oleh Ka. Balai TNWK. Selain itu juga tengah dikembangkan dokumen terkait Rencana aksi yang mencakup riset, proteksi Harimau sumatera, satwa mangsa dan habitatnya, kegiatan awareness, pembinaan habitat, pengembangan pangkalan data, kerjasama para pihak dan fundraising. Penyusunan dokumen tersebut dilakukan melalui serangkaian konsultasi publik yang dilaksanakan di berbagai daerah. Draft final SRAK Orangutan sudah tersusun dan menunggu persetujuan Kementerian untuk diluncurkan.

Terkait kebijakan tingkat lansekap, kontribusi diberikan dalam penyusunan Rencana Pengelolaan maupun penyusunan dokumen-dokumen Rancangan teknis. Dokumen rancangan teknis Restorasi Cinta Raja III telah ditandatangani oleh Kepala Balai Besar TNGL. Sedangkan Dokumen Rancangan Teknis Restorasi SM Rawa Singkil sudah disetujui oleh Sub Direktorat Jenderal Pemulihan Ekosistem dan telah ditandatangani bersama antara BKSDA Aceh dan YOSL-OIC. Tim KKI Warsi juga terus mendampingi tersusunnya dokumen RPHJP KPH Kab. Bungo yang mendukung pembanguna berkelanjutan di Bungo. Bupati Merangin juga mendukung kebijakan terkait Kawasan Pertanian Organik Terpadu di sekitar kawasan TN Kerinci Seblat melalui diterbitkannya SK Bupati Merangin tentang Peta Kawasan Pertanian Organik Terpadu seluas 2.193,12 ha di Kec. Jangkat sebagai payung hukum dalam pengelolaan, perlindungan dan konservasi kawasan penyangga TN Kerinci Seblat. Para mitra yang bekerja di SM Barumun juga terus mengawal proses pengesahan Rencana Pengelolaan SM Barumun dan Blok Pengelolaan Oleh Dirjen KSDAE. Aktifitas konservasi tidak melulu dilakukan dengan pendekatan teknis konservasi, namun juga dilakukan melalui pendekatan agama seperti yang dilakukan di Lampung lewat pendampingan pada tokoh-tokoh agama di 6 desa di kawasan penyangga TN Way Kambas. Para mubaligh dibekali dengan materi agama yang bermuatan lingkungan terutama yang terkait dengan isu perlindungan habitat Badak Sumatera dan Konservasi Taman Nasional Way Kambas untuk disampaikan pada masyarakat.

Pada perlindungan kawasan, kegiatan restorasi dan rehabilitasi kawasan terus digalakkan. Lebih dari 300.000 bibit diproduksi untuk melakukan restorasi di kawsan SM Rawa Singkil, Cinta Raja III, Bakongan dan Bukit Mas. Sebanyak 9 Ha kawasan di TN Tesso Nilo sudah ditanami pakan gajah. Selain tanaman hutan, restorasi juga memanfaatkan tanaman perkebunan seperti tanaman kopi, kayu manis, surian, jeruk dan alpokat yang juga dapat memeberi manfaat langsung unutk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Partisipasi pihak swasta difasilitasi dengan menjalin komitmen 6 perusahaan yang mengelola 13 konsesi (Manajemen Perusahaan) untuk menerapkan Best Management Practice Gajah terkait pengkayaan habitat, mitigasi konflik dan patroli bersama di kawasan Tesso Nilo.

Perlindungan satwa dilakukan melalui kegiatan patroli dengan tujuan menekan tingkat konflik sekaligus menciptakan kondisi pemungkin bagi satwa untuk meningkatkan jumlah populasi. Di bulan April – Juni 2019 saja, YTNTN telah melakukan kegiatan monitoring dan pengamanan habitat dan populasi gajah dengan luasan cover area yang disurvey sebesar 193.365 Ha di wilayah Tesso Nilo dan GSK, dan Balai Raja 33.541 ha. Dalam kurun waktu Mei-Oktober 2019 telah diadakan 20 kali patroli di kawasan TN Gunung Leuser, BPTN Wilayah III dengan jumlah hari patroli total 200 hari. Panjang jalur patroli total 592,45 km dengan luas area patroli total 50.250 Ha. Patroli rutin gajah terus dilaksanakan dengan melibatkan komunitas-komunitas Ranger. Di Aceh Jaya CRU membangun barrier listrik dan barrier parit, dan mengembangkan inisiatif perlindungan gajah oleh masyarakat. Di Aek Nauli, para mahout ditingkatkan kapasitasnya

(7)

melalui kegiatan pelatihan dimana terjadi proses alih keahlian dari Mahout Senior ke Kader Mahout melalui pendampingan intensif.

Dukungan untuk memberantas tindak kejahatan kehutanan dilakukan lewat rangkaian aktifitas pulbaket. Tim konsorsium OIC aktif melakukan aktifitas pulbaket terhadap kasus-kasus tipihut, antara lain Pulbaket Perdagangan Kulit Harimau di Marike, Sumatera Utara. Sebelumnya tim konsorsium OIC berhasil melakukan aktifitas Pulbaket Perdagangan Paruh Rangkong di Subulussalam, Aceh. Pada tanggal 8-13 Mei 2019 dalam lanjutan kegiatan Pulbaket di wilayah Bahorok, Tim Pulbaket mendapatkan informasi kepemilikan dan dugaan percobaan perdagangan kulit harimau dari Kecamatan Kutambaru (Marike) tepatnya di Dusun Samir, Desa Kaperas. Pada tahun 2019, persiapan pendanaan hibah badak yang bersumber dari TFCA-3 difokuskan pada penyiapan kelembagaan dan proses-proses uji tuntas serta penguatan proposal, karena hibah yang akan diberikan merupakan hibah dalam jumlah yang paling besar diantara hibah-hibah yang pernah disalurkan oleh TFCA-Sumatera, dengan jumlah mendekati angka Rp. 100 milyar rupiah. Upaya peningkatan ekonomi masyarakat didorong lewat fasilitasi legalitas dan penguatan badan usaha masyarakat. Di Jorong Simancuang, para petani organik difasilitasi untuk mengembangkan rencana usaha beras organik dan bentuk proyek memfasilitasi kelembagaan usahanya. Berbagai proses penguatan masyarakat, pembentukan kelembagaan dan pelatihan untuk persiapan pengembagan wisata daerah juga terus dilakukan. DI TN Way Kambas, tim wisata desa Labuhan Ratu VII telah terbentuk melalui diterbitkannya surat keputusan dinas kebudayaan dan pariwisata Kabupaten Lampung Timur nomor 800/19/14/SK/2014, tertanggal 12 Agustus 2014, tentang Pembentukan pengurus Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Gerbang Way Kambas. Penyiapan dan penguatan ekowisata desa baru juga dilakukan dengan fokus pada desa penyangga di TN Siberut.

(8)

I. PENDAHULUAN

Periode pelaporan enam bulanan kali ini telah mengikuti aturan yang ditetapkan sesuai dengan Forest Conservation Agreement (FCA) dimana ditetapkan periode pelaporan adalah Mei-Oktober dan November-April. Laporan ini merupakan merupakan laporan untuk periode Mei – Oktober. Dalam laporan enam bulanan ini Administrator berfokus pada kemajuan mitra penerima hibah (grentee) di tingkat proyek yang disusun berdasar bentang alam. Pada periode Mei-Oktober 2019 ini kegiatan Administrator dan mitra penerima hibah lebih banyak terkait dengan program pendanaan spesies dengan sumber dana TFCA-3, khususnya badak Sumatera yang diarahkan pada pemulihan populasi badak di 3 kantong badak Sumatra, yaitu TN Gunung Leuser (wilayah Timur dan Barat), TN Bukit Barisan Selatan dan TN Way Kambas. Kemitraan dengan Aliansi Pemulihan Populasi Badak Sumatera (Sumatran Rhinoceros Survival Aliance) yang dipimpin oleh SSC-IUCN membutuhkan perhatian ekstra untuk mengkoordinasikan mitra TFCA-Sumatera yang juga merupakan mitra dari Aliansi, termasuk

sharing pendanaan, fokus kegiatan, aspek komunikasi, publikasi dan sebagainya. Selain itu dengan

jumlah dana hibah yang sangat besar (sekitar Rp. 100 M) TFCA-Sumatera harus memberi perhatian khusus dalam memantau pelaksanaannya. Sementara itu, dari sumber dana TFCA-1 sekitar 20 mitra penerima hibah yang menjalankan proyek di 13 bentang alam penting Sumatera masih tetap memerlukan pemantauan dan evaluasi dalam menjalankan aktivitasnya sesuai dengan disain proyek yang telah disetujui.

Kegiatan yang terkait dengan kebijakan seperti dukungan penyelesaian Strategi dan Rencana Aksi Spesies, Rencana Aksi Darurat Spesies, Rencana Pengelolaan (RP) kawasan konservasi seperti RP Taman Nasional Zamrud, pengesahan lokasi sanctuary gajah baru di Aceh Jaya masih terus dilakukan sesuai dengan level intervensi yang digariskan dalam Rencana Strategis TFCA-Sumatera.

Aktivitas restorasi berupa pembibitan dan penanaman masih terus dilakukan di beberapa kawasan untuk mengembalikan fungsi ekosistem hutan. Demikian pula dengan upaya-upaya pengembangan sosial ekonomi masyarakat serta berbagai kajian, lokakarya, patroli dan survey dilakukan untuk memelihara kawasan sekaligus meningkatkan daya dukung hutan terhadap kehidupan di wilayah Sumatra.

(9)

II. AKTIVITAS MITRA DI TINGKAT PROYEK

2.1. Gambaran Umum Hibah TFCA-Sumatera Saat Ini di Seluruh Bentang Alam Prioritas

Sesuai dengan FCA, TFCA-Sumatera fokus pada 13 bentang alam prioritas di enam provinsi. Gambar 1 menunjukkan 13 bentang alam prioritas beserta informasi proyek yang ada di tiap bentang alam pada tahun 2019. Sejak 2014 TFCA-Sumatera memisahkan dua sumber pendanaan yaitu TFCA-1 untuk pendanaan berbasis bentang alam dan TFCA-3 untuk pendanaan spesies terancam punah: badak, orangutan, harimau dan gajah.

Sejak TFCA-Sumatera diluncurkan pada tahun 2009 dimana hibah pertama ditandatangani pada awal tahun 2011, telah didanai sejumlah 75 proyek dengan kesepakatan pendanaan total sebesar RP. 363.115.681.685,-. Dari total proyek tersebut, 63 proyek, termasuk 2 Fasilitator Wilayah, didanai melalui sumber dana TFCA-1 (Rp. 239.898.200.294,-) dan 8 proyek melalui TFCA-3 (Rp. 123,217,481,391,-). Saat ini, dari 75 proyek yang disetujui, 54 proyek telah berakhir dan saat ini yang masih berjalan 21 proyek.

Dengan 21 proyek yang masih berjalan pada tahun 2019 total luas hutan terlindungi melalui kegiatan patroli adalah sekitar 340.000 ha di 4 Bentang Alam, yaitu Seulawah-Ulu Masen, Kawasan Ekosistem Leuser, Taman Nasional Tesso Nilo, dan TN Bukit 30.

Dengan sumber dana TFCA-1, intervensi TFCA-Sumatera pada tingkat spesies diantaranya adalah kegiatan mitigasi konflik antara gajah dengan manusia dilakukan dengan memasang barrier fisik di Aceh, pemantauan populasi harimau di TN Bukit 30 dan mitigasi konflik manusia dengan orangutan. Restorasi ekosistem Taman Nasional Gunung Leuser di lokasi bekas perambahan kebun sawit dilakukan dengan pelajaran yang didapat dari model restorasi pada proyek sebelumnya. Pada tingkat kebijakan dan kelembagaan diantaranya adalah fasilitasi pengembangan Dokumen Strategi Rencana Aksi Konservasi (SRAK): Orangutan, Gajah, Harimau; Peningkatan buy-in Bupati Merangin untuk kegiatan Kawasan Terpadu Pertanian Organik; pengembangan Site Plan Kawasan Perlindungan Gajah di Kabupaten Aceh Jaya dan Kesepakatan Best Management Practices (BMP) 6 Perusahaan Sekitar TN. Tesso Nilo. Pada tingkat peningkatan kesejahteraan masyarakat, beberapa proyek mengembangkan Pembangunan Sistem Informasi Desa, Pelatihan dan Pembentukan Kelompok Petani terpadu, membangun BUMDes, Pembentukan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) berbasis potensi Hutan Desa/Nagari dan pelatihan pengembangan usaha desa.

Sedang melalui sumber dana TFCA-3 TFCA-Sumatera sedang mempersiapkan proyek pemulihan populasi badak Sumatera dengan komitmen pendanaan sebesar Rp. 100 M dan komitmen untuk mendukung pembiayaan konservasi gajah Sumatera sebesar USD 2,5 juta.

Gambar 1. Lokasi bentang alam prioritas TFCA-Sumatera beserta informasi proyek pada bentang alam

(10)

2.2. Bentang Alam Sumatra Bagian Utara (Seulawah-Ulumasen, kawasan Ekosistem

Leuser, Batang Toru-batang Gadis, DAS Toba Barat, dan Angkola)

2.2.1. Yayasan Ekosistem Lestari (YEL)

Yayasan Ekosistem Lestari melakukan upaya perlindungan kawasan ekosistem penting hutan tersisa Rawa Gambut Tripa-Babahrot dan pengelolaan kawasan yang berkelanjutan. Kegiatan utamanya adalah penguatan basis informasi Kawasan Gambut Rawa Tripa, rehabilitasi kawasan, dan penguatan ekonomi masyarakat sekitar. Pada tahun 2013, Pemerintah Aceh akhirnya menetapkan Kawasan Lindung Gambut Rawa Tripa di lahan bekas konsesi perkebunan Kalista Alam yang sebagian (sekitar 1600 ha) masih berupa hutan alam. Penetapan kawasan tersebut tertuang dalam Qanun nomor 19 tahun 2013 tentang Tata Ruang Wilayah Aceh. Keberhasilan tersebut tak lepas dari peran multi-pihak, salah satunya YEL. Dalam perjalanannya, karena adanya kendala-kendala birokrasi, YEL mengajukan permohonan perpanjangan hibah yang bersifat no-cost extension. Proyek sebelumnya telah selesai pada 31 Juli 2017 lalu dan kemudian diperpanjang hingga 31 Desember 2019 untuk mendorong penetapan status lindung kawasan Rawa Tripa dalam tata ruang Kabupaten Aceh Barat Daya melalui pengesahan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG).

Bentang Alam Ekosistem Leuser

Judul Proyek Penyelamatan Ekosistem Hutan Rawa Gambut Tripa –

Babahrot melalui upaya penetapan Kawasan Lindung di luar kawasan hutan dan Restorasi dengan pendekatan partisipatif dan multipihak

Durasi Proyek 1 Mei 2012- 12 Agustus 2019

Komitmen Rp 6.548.795.000

Persentasi Kegiatan 80%

Pencairan dana bulan Mei 2019 -

Okt 2019 Rp. -

Pencairan dana sampai dengan

Oktober 2019 Rp. 5.661.982.500

Persentasi pencairan dana sampai

dengan Oktober 2019 86%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium YEL secara garis besar adalah sebagai berikut:

• YEL tengah melanjutkkan kompilasi dan integrasi data dan informasi untuk merumuskan profil kawasan ekosistem gambut Rawa Tripa sebagai basis analisis dan perumusan rencana perlindungan dan pengelolaan. Saat ini tim sedang mengamati laju penyusutan tutupan hutan rawa gambut yang dianggap cukup tinggi, terutama bagian hutan yang berada dalam HGU. Pemicu hal tersebut antara lain adalah pembangunan jalan akses dan drainase dalam kawasan, yang mengakibatkan penurunan permukaan lahan dan air tanah.

• Sebagai bagian dari upaya penyelamatan gambut, YEL tengah mengadakan serangkaian konsolidasi dengan berbagai pihak untuk menyiapkan dokumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG). Survey lapangan dilakukan di Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan dan Aceh Singkil. Selain itu FGD dengan Dinas Lingkungan Hidup Aceh dan Tim Task Force dilaksanakan pada tanggal 19 September 2019. Aktivitas ini berkontribusi pada penataan ruang dalam wilayah kewenangan provinsi Aceh. Perumusan RPPEG Aceh memiliki arti penting sebagai dasar untuk penguatan muatan substansi perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis

(11)

Nasional atau RTR-KSN Kawasan Ekosistem Leuser yang mencakup 17 Kawasan Hutan Gambut (KHG) dalam wilayah pesisir Barat-Selatan Aceh dari Kabupaten Aceh Barat sampai Kabupaten Aceh Singkil. Posisi RPPEG Aceh dan kedudukannya juga penting terkait dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Aceh dan turunannya.

2.2.2 Yayasan Caritas PSE-KAM

Yayasan Caritas PSE-KAM adalah mitra penerima hibah yang memfasilitasi upaya pelestarian kawasan hutan lindung yang berada di kawasan Pakkat dan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara melalui intervensi di tingkat sosial ekonomi masyarakat (livelihood). Aktivitas yang dilakukan meliputi rehabilitasi hutan lindung seluas 300 ha, perhutanan sosial dan pengembangan ekonomi masyarakat berbasis lembaga keuangan mikro. Pada periode Juni 2014 – 30 Juli 2019, proyek ini berhasil memfasilitasi terbitnya Izin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKM) bagi dua Gapoktan dengan area kelola sekitar 1.274 hektar dan modal usaha kepada 250 kepala keluarga melalui Koperasi Serba Usaha (KSU) Dolok Sion Paroki. Pada bulan Juni 2019 telah dilaksanakan diseminasi capaian program kepada Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan yang menandai berakhirnya program.

Bentang Alam DAS Toba Barat

Judul Proyek Proyek Pelestarian Kawasan Lanssekap Hutan

Lindung di Kecamatan Pakkat dan Kecamatan Tarabintang Melalui Perlindungan dan Pelestarian Secara Berkelanjutan Berbasis Masyarakat dan Pengembangan Ekonomi Masyarakat Berbasis Potensi Lokal

Durasi Proyek 1 Juni 2014 - 31 Agustus 2019

Komitmen Rp 4.844.772.500

Persentasi Kegiatan 92 %

Pencairan dana bulan Mei - Okt

2019 Rp 626.090.985

Pencairan dana sampai dengan

Oktober 2019 Rp 4.701.033.785

Persentasi pencairan dana sampai

dengan Oktober 2019 97%

Program Caritas telah selesai pada 31 Agustus 2019 dan diseminasi pembelajaran pencapaian proyek dilaksanakan pada tanggal 20 Juni 2019 di depan jajaran Bupati Humbang Hasundutan. Pendampingan program selama lima tahun diawali dengan kajian baseline data terkait Knowledge,

Attitude and Perception (KAP) yang hasilnya digunakan kembali untuk penyempurnaan program.

Capaian yang telah dilaksanakan antara lain terrehabilitasinya lahan kritis seluas 300-an hektare, terbitnya peraturan desa (Perdes) terkait HKm, penerbitan tiga buku tentang potensi tanaman obat, pengembangan masyarakat dengan manfaatkan aset yang ada, dan community based development dalam pelestarian alam. Perdes terkait HKm yang disusun dan disahkan kepala desa sudah berlaku di masyarakat desa Parmonangan dan desa Tarabintang. Hasil pengukuran KAP menemukan hampir 57% masyarakat sadar akan pentingnya hutan lindung yang ada disekitar mereka. Peningkatan ekonomi masyarakat yang tercatat sebanyak 20%, Mereka mulai menghidupkan kembali aturan-aturan adat seperti tidak menebang pohon dekat sumber air.

(12)

Conservation Response Unit (CRU) Aceh menjalankan proyek yang bertujuan untuk melakukan kegiatan konservasi Gajah Sumatera beserta habitatnya di kawasan Kabupaten Aceh Jaya. Selain itu tujuan proyek juga untuk meningkatkan dan mengembangkan kesadaran pentingnya menjaga dan melindungi sumberdaya alam, lingkungan, fauna dan flora secara tertata, terencana dan berkesinambungan melalui sosialisasi dan penyuluhan dalam upaya mewujudkan suatu pembangunan yang berwawasan lingkungan, serta menciptakan suatu tatanan kehidupan yang berdampingan selaras, serasi, seimbang antara alam, lingkungan dan masyarakat.

Bentang Alam Seulawah-Ulu Masen

Judul Proyek Pelestarian Gajah Sumatra melalui Pengelolaan

Kolaboratif Kawasan Perlindungan Gajah di Aceh Jaya

Durasi Proyek Juni 2017 - Mei 2020

Komitmen Rp 3.747.485.040

Persentasi Kegiatan 68,18%

Pencairan dana bulan Mei - Okt

2019 Rp 496.911.800

Pencairan dana sampai dengan

Oktober 2019 Rp 2.561.873.350

Persentasi pencairan dana sampai

dengan Oktober 2019 68%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium CRU secara garis besar adalah sebagai berikut:

• Conservation Response Unit (CRU) Aceh telah membangun penghalang (barrier) fisik untuk menurunkan konflik satwa-manusia dengan mengurangi intensitas keluar/masuknya kelompok gajah ke pemukiman. Setelah membangun barrier listrik dan barrier parit, inisiatif perlindungan gajah untuk menurunkan intensitas konflik gajah dan manusia di Kabupaten Aceh Jaya dilanjutkan dengan melakukan pemeliharaan sekaligus evaluasi efektivitas barrier tersebut, pertimbangan pemilihan lokasi dan jenis barrier, ketersediaan formasi barrier alami, dan juga identifikasi kebutuhan teknis lain seperti perawatan hingga kemungkinan calon lokasi lain yang sesuai untuk dibangun barrier gajah/buatan.

Pada semester ini perawatan barrier gajah dilakukan karena adanya kerusakan pada salah satu lokasi barrier. Di Krueng Ayon sendiri telah terbangun 2 barrier pagar listrik masing -masing sepanjang 110 m dan 35 meter serta satu barrier parit sepanjang 500 meter. Kerusakan

barrier pagar listrik terjadi di Krueng Ayon Kecamatan Sampoiniet akibat adanya pohon

tumbang karena hujan deras dan menimpa kawat listrik yang berada di dekat air terjun. Namun pada semester ini kerusakan telah diperbaiki oleh tim CRU Aceh. Efektivitas barrier pagar listrik cukup menunjukkan hasil yang positif. Hasil diskusi dengan warga desa Krueng Ayon (Pak Jamadi dan Pak Jailani) mengatakan gajah yang ada dan berkeliaran dulu jumlahnya ± 30 ekor namun setelah adanya barrier pagar listrik, saat ini gajah sudah tidak lagi mendekat ke ladang dan perkampungan masyarakat, sehingga konflik gajah dapat dikatakan sudah menurun atau tidak terjadi lagi.

• Patroli rutin untuk memonitor populasi gajah terus dilaksanakan dengan melibatkan 8 Komunitas Ranger (2 komunitas setiap bulan) yang tersebar melakukan patroli pada beberapa Kecamatan di Kabupaten Aceh Jaya dan Aceh Barat. Patroli dilakukan dengan menempuh jarak sepanjang 274.3 Km dengan 97 karvak peta dan meliputi ± 20,224 hektar area. Kalkulasi ini adalah untuk kedua kabupaten, Aceh Jaya dan Aceh Barat. Kegiatan patroli dilakukan di kawasan yang mencakup Areal Penggunaan Lain (APL) dan Hutan Produksi (HP). Temuan

(13)

bervariasi mulai dari kegiatan aktivitas illegal kehutanan hingga temuan tidak langsung spesies satwa liar melalui jejak dan kotoran.

• Tim CRU juga melaksanakan patroli pada penanggulangan konflik gajah di luar kawasan perlindungan gajah. Pada semester ini ditemukan konflik yang terjadi pada lokasi yang tidak memiliki barrier gajah. Respon konflik pertama dilakukan pada bulan April di Desa Seubintang Kecamatan Panton Reu, Aceh Barat. Sedangkan respon konflik yang kedua dilakukan pada bulan Mei pada dua lokasi, yakni Desa Gle Putoh Kecamatan Panga dan Desa Ketapang, Geuni di Kecamatan Krueng Sabee. Selain itu konflik satwa juga terjadi di Desa Alue Gajah, Kecamatan Darul Hikmah, Aceh Jaya pada bulan Juli. Kemudian kejadian konflik kembali terjadi di Aceh Jaya pada bulan Agustus di Desa Gampong Baroh, Kecamatan Setia Bakti. Sedangkan di Aceh Barat, kejadian konflik terjadi di Desa Paroe Baya, Kecamatan Panton Reu. Respon penanggulangan konflik dilakukan dengan tim gabungan selama beberapa hari disesuaikan dengan kondisi lapangan.

• Kegiatan sosialisasi/pendampingan penanggulangan konflik difokuskan pada kaitan isu penanggulangan konflik dan strategi konservasi Gajah Sumatera. Salah satu kegiatan sosialisasi dilakukan melalui suatu forum yang dihadiri oleh 50 orang peserta yang terdiri dari pelajar/mahasiswa, umum, jurnalis dan praktisi. Peserta diharapkan dapat mentransfer informasi sehubungan dengan isu penanggulangan konflik.

2.2.4. Conservation Response Unit (CRU) Aceh Small Grant Jantho

Proyek ini merupakan kelanjutan kegiatan yang terhenti yang pernah dilakukan oleh Konsorsium Jantho Lestari pada siklus hibah tahun 2014, dmana hibah terhadap konsorsium tersebut telah dihentikan. Atas permohonan dan petunjuk BKSDA Aceh kegiatan itu dilanjutkan pengerjaannya oleh CRU Aceh dengan Judul kegiatan Penyusunan Dokumen Penataan Blok dan RPJP Cagar Alam Hutan Pinus Jantho dan TWA Jantho dengan target sampai akhir Desember 2019 adalah disahkannya dokumen Tata Blok dan RPJP CA Hutan Pinus Jantho oleh Dirjen KSDAE serta tersosialisasikannya dokumen Tata blok dan RPJP CA Hutan pinus Jantho dan dokumen tata blok dan RPJP TWA Jantho kepada stakeholders terkait.

Bentang Alam Seulawah-Ulu Masen

Judul Proyek Penyusunan Dokumen Penataan Blok dan RPJP Cagar

Alam Hutan Pinus Jhantoi dan TWA Jantho

Durasi Proyek 1 April 2019 – 31 Desember 2019

Komitmen Rp. 115.700.000

Persentasi Kegiatan 90%

Pencairan dana bulan Mei - Okt

2019 Rp. 104.130.000

Pencairan dana sampai dengan

Oktober 2019 Rp. 104.130.000

Persentasi pencairan dana sampai

dengan Oktober 2019 90%

Saat ini Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Cagar Alam Hutan Pinus Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh telah ditandatangani oleh Direktur Jenderal KSDAE pada tanggal 21 Oktober 2019 dengan nomor SK. 426/KSDAE/SET/KSA.1/10/2019. Dengan demikian proyek ini dianggap telah selesai.

(14)

2.2.5. Konsorsium Yayasan Orangutan Sumatera Lestari

Proyek ini merupakan kelanjutan dari proyek hibah TFCA sebelumnya (2012-2015) khususnya yang berkaitan dengan upaya restorasi kawasan, perlindungan habitat dan mitigasi konflik manusia-orangutan. Salah satu target proyek adalah terpulihkannya habitat orangutan seluas 400 ha di 4 lokasi (Bukit Mas Resort Sei Betung, Cinta Raja, Bakongan, dan Singkil). Pengembangan model restorasi lahan gambut juga dilakukan di Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Selain itu, proyek ini juga telah memfasilitasi proses penetapan dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan 2017 - 2027 yang telah disahkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan berkontribusi pada pemutakhiran data estimasi populasi orangutan di Kawasan Ekosistem Leuser. Sementara itu di tingkat tapak kegiatan patroli dan penanggulangan konflik manusia-orangutan masih terus dilakukan guna memastikan perlindungan populasi serta pengamanan habitat di kawasan TN Gunung Leuser dan Rawa Singkil.

Bentang Alam Kawasan Ekosistem Leuser

Judul Proyek Program Penyelamatan Orang Utan Sumatera dan

Habitatnya di Lansekap KEL

Anggota Konsorsium YOSL-OIC, FORINA, PETAI

Durasi Proyek 1 April 2017 - 31 Maret 2020

Komitmen Rp 8.999.561.955

Persentasi Kegiatan 80%

Pencairan dana bulan Mei -

Oktober 2019 Rp 1.195.197.200

Pencairan dana sampai dengan

Oktober 2019 Rp. 6.049.544.700

Persentasi pencairan dana

sampai dengan Oktober 2019 67%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium YOSL secara garis besar adalah sebagai berikut:

• Pengembangan kebijakan. Konsorsium Yayasan Orangutan Sumatera Lestari merupakan salah satu lembaga yang terlibat dalam penyusunan dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) orangutan periode 2019-2029. Draft final disertai layout sudah tersusun. Namun demikian draft final SRAK Orangutan belum ditandatangi oleh Menteri Lingkungan Hidup and Kehutanan karena ada beberapa hal yang masih perlu diperbaiki.

• Dokumen rancangan teknis Restorasi Cinta Raja III telah ditandatangani oleh Kepala Balai Besar TNGL. Sedangkan Dokumen Rancangan Teknis Restorasi SM Rawa Singkil sudah disetujui oleh Sub Direktorat Pemulihan Ekosistem dan telah ditandatangani bersama antara BKSDA Aceh dan YOSL-OIC.

• Restorasi dan Rehabilitasi Kawasan. Sampai dengan triwulan 9, bibit yang diproduksi untuk kegiatan restorasi di 4 lokasi restorasi berjumlah 208.100 bibit dengan rincian sebagai berikut: Untuk restorasi SM Rawa Singkil telah diproduksi 100.000 bibit, restorasi Cinta Raja III telah selesai diproduksi 88.000 bibit, restorasi Bakongan telah selesai diproduksi 55.000 bibit, dan restorasi Bukit Mas telah diproduksi 65.000 bibit. Bibit yang diproduksi terdiri dari berbagai jenis seperti Marak biasa, Marak tiga jari, Petai papan, Petai rawa, Kedawung, Halaban, Luwingan, Beringin, Jambu rawa, Jambu-jambu, Terentang, Meranti, Medang, Mangga hutan, Bedarah, Bintangur, Rengas, Rengas ayam, Rengas rawa, Durian rawa, Terap, Katom, Sentangan, Medang,

(15)

Medang pisang, Pala hutan Rawa, Pulai, Punak dan Petai Rawa. Jenis bibit ini merupakan kombinasi antara slow growth dan fast growth yang terbukti merupakan model yang cocok untuk proses suksesi yang efektif di suatu kawasan. Restorasi di Cinta Raja dan Bakongan telah mengambil pelajaran dari restorasi sebelumnya di Besitang, TNGL, sehingga waktu dan biaya yang diperlukan per satuan luas di wilayah Cinta Raja jauh lebih kecil.

• Perlindungan dan pengamanan kawasan dan satwa. Dalam kurun waktu Mei-Oktober 2019 telah dilakukan 20 kali patroli di kawasan TNGL, BPTN Wilayah III dengan jumlah hari patroli total 200 hari. Panjang jalur patroli total 592,45 km dengan luas area patroli total 50.250 Ha. Tim pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) berhasil menangani 10 kasus tindak pidana kehutanan (tipihut) sebanyak 8 kasus perburuan dan perdagangan TSL serta 2 kasus pembalakan liar. Dari 10 kasus tersebut: 5 kasus sudah sampai vonis pengadilan, 3 kasus masih dalam tahap penyidikan, dan 2 kasus masih tahap pulbaket (penyelidikan). Selama triwulan 9 terlaksana 4 kali patroli di BPTN Wilayah III, TNGL Blok Langkat dengan jumlah hari patroli total 40 hari. Panjang jalur patroli total 160,45 km dengan luas area patroli total 7.970 Ha. Tim pulbaket melakukan pengumpulan bahan dan keterangan terhadap 3 kasus tipihut, yaitu perdagangan paruh rangkong di Subulussalam (Aceh), perdagangan kulit harimau di Marike (Sumut), dan kepemilikan illegal satwa dilindungi di Gunung Tua (Sumut).

• Koordinasi untuk menangani konflik antara manusia dan orangutan dilaksanakan melalui penanganan konflik antara manusia dan satwa liar bersama 7 Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika), yaitu Kecamatan Batang Serangan, Sawit Seberang, Sei Lepan, Besitang, Bahorok, Kutambaru, dan Kecamatan Tamiang Hulu. Tim HOCRU sudah melakukan 18 kali evakuasi dan 9 kali penyitaan dengan total orangutan yang diselamatkan sebanyak 30 individu orangutan. • Tim konsorsium OIC telah melakukan aktivitas pengumpulan Bahan dan Keterangan (Pulbaket)

terhadap kasus-kasus tipihut, antara lain Pulbaket Perdagangan Kulit Harimau di Marike, Sumatera Utara. Sebelumnya tim konsorsium OIC berhasil melakukan aktifitas Pulbaket Perdagangan Paruh Rangkong di Subulussalam, Aceh. Pada tanggal 8-13 Mei 2019 dalam lanjutan kegiatan Pulbaket di wilayah Bahorok, Tim Pulbaket mendapatkan informasi kepemilikan dan dugaan percobaan perdagangan kulit harimau dari Kecamatan Kutaimbaru (Marike) tepatnya di Dusun Samir, Desa Kaperas. Kasus tersebut telah ditangani pihak Kepolisian dan telah dilimpahkan ke Pengadilan dengan vonis hukuman penjara delapan bulan dan denda Rp. 1 juta subsider 1 bulan penjara.

• Terkait dengan penanggulangan Konflik Manusia dan Orangutan, Human-Orangutan Conflict

Response Unit (HOCRU) di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), Blok Langkat, Tim HOCRU

melakukan 1 kali pertemuan koordinasi penanganan konflik antara manusia dan satwa liar dengan pemangku kepentingan pada tanggal 3 Mei 2019 di Aula Kantor Desa Mekar Makmur, Kec. Sei Lepan, Kab. Langkat. Dalam pertemuan ini disepakati bahwa unsur pemerintah desa dan masyarakat akan membantu menginformasikan dengan segera jika terjadi kembali konflik antara manusia dan satwa liar ke pihak BBKSDA Sumut dan Tim HOCRU. Kegiatan ini penting untuk meningkatkan keberpihakan masyarakat terhadap pelestarian satwa liar yang terancam punah. • Tim HOCRU melakukan pemantauan populasi dan potensi konflik di dua lokasi yang sudah pernah

dilakukan survei potensi konflik satwa liar dan manusia, yaitu di Bangun Sari, Desa Perkebunan Pulo Tiga, Kab. Aceh Tamiang dan di Namu Unggas, Desa Sei Serdang, Kab. Langkat. Pemantauan di Bangun Sari, Desa Perkebunan Pulo Tiga, Kab. Aceh Tamiang, Tim HOCRU menemukan sarang kelas I, II, dan III serta menemukan dua individu orangutan (induk dan anak). Pada pemantauan di Sei Serdang, Kabupaten Langkat, Tim HOCRU hanya menemukan sarang kelas III dan sarang lama. Dari laporan survei potensi konflik satwa liar yang sudah dilakukan di lokasi tersebut pada 2018 lalu, berdasarkan temuan sarang, estimasi kepadatan orangutan di Namu Unggas adalah 1 individu/km² sedangkan di Bangun Sari 0.9 ind/km². Melihat kondisi di atas, dengan luas area terisolasi di Namu Unggas ± 330 Ha perkiraan jumlah orangutan yang berada di area tersebut adalah sekitar 13 individu, sedangkan dengan luas area terisolasi di Bangun Sari ± 1.540 Ha perkiraan jumlah orangutan yang berada di area tersebut sekitar 3 individu.

• Penanganan konflik satwa di KEL Blok Langkat didapatkan sebanyak 8 laporan konflik yang diterima dan kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan 4 kali upaya evakuasi dengan total orangutan yang diselamatkan sebanyak 5 individu orangutan dan kemudian ditranslokasi ke kawasan Resort Cinta Raja, TNGL di sekitar lokasi Restorasi Cinta Raja 3, sedangkan 2 individu

(16)

orangutan (induk dan anak) yang dievakuasi dari Kab. Aceh Tamiang ditranslokasi ke kawasan Hutan Lindung Tenggulun.

2.2.6. Konsorsium Barumun

Konsorsium Barumun merupakan mitra penerima hibah yang bekerja untuk mendorong penguatan pengelolaan Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Barumun dan perlindungan habitat Harimau Sumatera. Secara garis besar kegiatan Konsorsium Barumun di kawasan SM Barumun ini menyusun Rencana Pengelolaan (RP) dan penataan Blok KPHK Barumun, penguatan basis data pengelolaan kawasan, melakukan upaya perlindungan kawasan, serta menginisiasi ekowisata berkelanjutan yang berbasis potensi kawasan. Dukungan dan penguatan lembaga pengelola kawasan konservasi Suaka Margasatwa Barumun dalam kerangka KPHK ini akan sejalan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan sehingga berdampak positif terhadap keamanan dan kelestarian kawasan.

Bentang Alam Barumun

Judul Proyek Program Penguatan Pengelolaan KPHK Barumun dan

Perlindungan Habitat Harimau Sumatera di Lansekap Barumun, Sumatera Utara

Anggota Konsorsium PILAR Indonesia, Yayasan PETAI, SIMPUL dan Bodhicita

Mandala

Durasi Proyek September 2017 - Agustus 2019

Komitmen Rp 3.247.987.608

Persentasi Kegiatan 60 %

Pencairan dana bulan Mei - Okt

2019 Rp 958.774.054

Pencairan dana sampai dengan

Oktober 2019 Rp 2.274.463.608

Persentasi pencairan dana

sampai dengan Oktober 2019 70%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium Barumun secara garis besar adalah sebagai berikut:

• Fasilitasi pengesahan Rencana Pengelolaan SM Barumun dan Blok Pengelolaan oleh Dirjen

KSDAE. Konsorsium Barumun pada periode pelaporan ini telah memfasilitasi proses penyusunan

dokumen Blok Pengelolaan SM Barumun yang tahapannya terdiri dari penerbitan SK tim penyusun, serangkaian FGD, konsultasi publik hingga fasilitasi pengesahan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE). Rencana Pengelolaan Blok Suaka Margasatwa Barumun telah disahkan oleh Dirjen KSDAE pada bulan Juli 2019. Sedangkan untuk dokumen Rencana Pengelolaan (RP) Suaka Margasatwa Barumun untuk periode 2012-2022, sebelumnya telah disusun oleh Balai Besar KSDA Sumatera Utara. Oleh karena itu, Konsorsium Barumun hanya memfasilitasi proses review Rencana Pengelolaan SM Barumun melalui serangkaian FGD. Adapun proses pengesahan, akan dilakukan oleh Balai Besar KSDA.

• Fasilitasi pembentukan kelembagaan kolaboratif pengelola KPHK Barumun. Kelembagaan Kolaboratif Lansekap Barumun dibentuk dengan melibatkan unsur-unsur BKSDA, Petai, Simpul Indonesia, Pilar dan Yayasan Bodhicita. Pembentukannya kelembagaan ini dilaksanakan pada hari Kamis, 5 September 2019 bertempat di Aula Barumun Nagari Wildlife Sanctuary (BNWS), Desa Batu Nanggar, Kecamatan Batang Onang, Kabupaten Padang Lawas Utara. Kelembagaan

(17)

kolaboratif ini diharapkan dapat membantu mengelola isu terkait dengan lansekap Barumun terutama terkait dengan mitigasi konflik satwa – manusia, pemberdayaan ekonomi dan penyadartahuan masyarakat. Wilayah intervensi tidak terbatas pada kawasan KPHK Barumun, tetapi juga mencakup areal Hutan Lindung, Hutan Produksi serta kawasan lain yang merupakan penyangga SM Barumun dan yang merupakan wilayah pangkuan KPHL VII, KPH VIII dan KPH X Provinsi Sumatera Utara.

• Survei dan studi populasi harimau Sumatera. Survei populasi harimau masih terus dilakukan dengan melakukan pemasangan dan analisis gambar dari kamera jebak yang pada bulan sebelumnya terpasang di GRID I. Survei lanjutan ini merupakan kegiatan tahapan ketiga yang memanfaatkan 28 kamera yang terpasang di 14 grid yang masing-masing berukuran 3 x 3 km. Pengumpulan data pada 42 grid dari 56 grid yang ada di KPHK Barumun mengindikasikan adanya 1 individu harimau Sumatera yang tertangkap kamera dengan frekuensi perjumpaan yang lebih tinggi di SM Barumun bagian utara. Namun nilai kepadatan populasi harimau Sumatera pada periode survei ini belum dapat dilakukan karena jumlah sampel yang masih sangat sedikit

• Pembuatan kandang jepit untuk harimau Sumatera di Sanctuary Harimau Barumun. Sanctuary harimau Sumatera di SM Barumun saat itu masih belum siap untuk mengakomodasikan harimau yang baru beranak ditambah dengan satu harimau jantan yang tertangkap karena terkena jerat. Oleh sebab itu perlu relokasi anggaran untuk membuat kandang yang nyaman bagi harimau jantan, berupa kandang jepit untuk memisahkan harimau betina dengan anaknya. Relokasi anggaran dilakukan untuk membangun kandang tersebut dengan rekomendasi dari Kepala Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara dan Direktur KKH. Pertimbangannya adalah, kondisi harimau jantan bernama Monang cukup mengkhawatirkan karena ‘harus’ berada di dalam kandang yang cukup sempit karena harus dipisahkan dari Harimau Gadis baru saja melahirkan 2 bayi. Oleh karena itu, pembangunan kandang jepit untuk Harimau Monang merupakan hal yang sangat mendesak. Tim Kosorsium Barumun melakukan survei awal guna mengetahui bangunan serta akses yang bisa digunakan menuju lokasi. Tahapan pembangunan kandang jepit untuk memaksimalkan penggunaan kandang lorong telah mencapai 95% pengerjaan. Pekerjaan saat ini hanya menyisakan pengecatan dan pembobolan dinding dari kandang habituasi ke kandang jepit tersebut.

• Deklarasi KPHK Barumun. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat sekitar KPHK SM Barumun dalam upaya perlindungan dan pelestarian SM Barumun. Bentuk dukungan tersebut digalang melalui serangkaian pertemuan sosialisasi mengenai KPHK SM Barumun yang selanjutnya masyarakat yang diwakili oleh tokoh adat dan pemerintahan desa melakukan penandatanganan deklarasi yang mendukung perlindungan dan pelestaraian kawasan SM Barumun. Dukungan masyarakat terhadap pelestarian dibarengi dengan insentif terhadap masyarakat melalui pengembangan ekoturisme di sekitar kawasan yang akan meningkatkan kesejahteraan dan sosial ekonomi masyarakat.

• Identifikasi potensi pasar ekowisata Barumun. Dari hasil survey tentang potensi pasar ekowisata di Barumun didapatkan hasil bahwa kawasan Barumun memiliki potensi pasar ekowisata yang cukup tinggi, dikarenakan lokasinya yang terletak di jalur overland (jelajah darat) wisatawan dari Medan atau Danau Toba menuju Mandailing dan Padang. Lokasi yang stategis ini menjadi daya tarik wisata tersendiri, sehingga apabila dikembangkan dan dipasarkan dengan strategi yang baik, maka kawasan Barumun dapat menjadi magnet yang dapat menarik wisatawan untuk mampir ke kawasan Barumun. Konektivitas destinasi dari kawasan-kawasan lain di sekitar Barumun dan Sumatera Utara dapat menjadi potensi pasar yang menjanjikan bagi Barumun. Lokasi-lokasi ini bisa dirajut menjadi sebuah itinerary network perjalanan wisata di mana Barumun menjadi salah satu destinasi. Untuk meningkatkan kapasitas kelompok sadar wisata (pokdarwis) dalam menyusun rencana produk wisata yang akan ditawarkan kepada pengunjung desa mereka nantinya, Konsorsium Barumun mengadakan pelatihan Penyusunan Produk Ekowisata pada 3 (tiga) kelompok sadar wisata (pokdarwis) yang berasal dari Desa Batang Onang Baru, Desa Simardona dan Desa Purba Tua. Sebanyak 60 orang ikut hadir pada kegiatan pelatihan ini. Sedangkan pada upaya diseminasi dan peluncuran paket ekowisata Barumun, Konsorsium Barumun merekrut 1 (satu) orang Business Management Coach/Specialist untuk memberikan layanan jasa konsultasi dan pendampingan dalam melaksanakan persiapan promosi ekowisata Barumun (termasuk Barumun Nagari Wildlife Sanctuary) dan FamTrip. Beberapa tahap kegiatan

(18)

telah dilaksanakan, antara lain melakukan site asssessment, brainstorming dengan 2 Tour Agent (TO) terpilih yang memiliki pasar pelaku wisata minat khusus (PT. Ravelino dan PT. Horasindo), FamTrip dengan mengajak TO, Media dan Fotografer, pembuatan tour package, dan pelaksanaan FGD.

• Pembuatan dan Pemasangan Media (papan informasi) tentang KPHK Barumun. Kegiatan pemasangan 50 plank (papan informasi) telah selesai dilaksanakan. Pemasangan tersebut dilaksanakan di 27 desa dari target 29 desa sekitar kawasan SM Barumun. Sebanyajk 2 desa tidak bersedia kawasannya dipasang plank.

2.2.7. Konsorsium JMT PEKAT

Tujuan umum kegiatan Konsorsium JMT PEKAT adalah untuk mengurangi kegiatan yang bersifat destruktif baik secara legal maupun illegal oleh swasta maupun masyarakat di kawasan lanskap Angkola melalui pengembangan model ekonomi alternatif di bentang alam Angkola. Kegiatan yang diusulkan meliputi peningkatan kapasitas pengelolaan wilayah KPH IX Kab. Mandailing Natal melalui penyadartahuan tentang pentingnya kawasan hutan bagi masyarakat di bentang alam Angkola di Kabupaten Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan. Proyek ini merupakan intervensi pertama program TFCA-Sumatera di wilayah bentang alam Angkola.

Bentang Alam Hutan Dataran Rendah Angkola

Judul Proyek Kolaborasi Para Pihak dalam Penyelamatan Bentang

Alam Angkola di Kabupaten Mandailing Natal dan Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara

Durasi Proyek 1 Januari 2019- 31 Desember 2019

Komitmen Rp 1.215.910.000

Persentasi Kegiatan 80%

Pencairan dana bulan Mei 2018 –

Okt 2019 Rp. 395.182.500

Pencairan dana sampai dengan

Oktober 2019 Rp. 395.182.500

Persentasi pencairan dana sampai

dengan Oktober 2019 72%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium JMT-Pekat secara garis besar adalah sebagai berikut:

• Pada semester ini, konsorsium JMT Pekat telah berhasil mengumpulkan data primer terkait industri ekstraktif dan adanya dokumen terkait Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batuan di wilayah bentang alam Angkola serta peta yang didapat dari Dinas ESDM Provinsi.

• Observasi lapangan telah dilaksanakan bersama KPH Wilayah IX Panyabungan di bekas Wilayah Izin Usaha Pertambangan PT. Madina Madani Mining (M3) di Kecamatan Lingga Bayu Kelurahan Tapus. Kegiatan ini bertujuan untuk melihat dan memverifikasi kawasan yang di jadikan kegiatan illegal oleh PT. Kapital. Sebagai tindak lanjut, koordinasi bersama dengan instansi pemerintah di tingkat Kabupaten dan Provinsi Terkait temuan illegal dilakukan secara regular untuk mendapatkan persepsi tentang kegiatan illegal mining yang dilakukan oleh PT. Capital.

• JMT Pekat telah melakukan studi untuk mengetahui persepsi dan pengetahuan masyarakat terhadap industri ekstraktif di Angkola di lima desa yang meliputi Desa Batu Madinding Kecamatan Batang Natal, Desa Manisak di Kecamatan Ranto Baek, serta Desa Batu Mundom, Saleh Baru dan Huta Imbaru di Kecamatan Muara Batang Gadis. Kerjasama dilakukan dengan Yayasan LBH Padang, Yayasan Q-Bar serta Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM)

(19)

Panca Budi Medan. Peserta yang mengikuti kegiatan PRA berjumlah 20 sampai 25 orang dari masing-masing desa. Saat ini telah dihasilkan 9 dokumen terkait desa yang di intervensi di wilayah Bentang Alam Angkola.

• Berdasarkan data hasil observasi yang dilakukan oleh konsorsium terkait kegiatan illegal yang terjadi di Kelurahan Tapus Kecamatan Lingga Bayu dengan pengambilan mineral emas placer, konsorsium bersama KPH wilayah IX Panyabungan melakukan verifikasi lapangan. Hasilnya dapat dipastikan bahwa kegiatan pertambangan yang dilakukan secara illegal oleh PT. Kapital berada di luar wilayah KPH IX Panyabungan.

• JMT Pekat juga membuat paket penyadartahuan bagi masyarakat di Bentang Alam Angkola dengan penayangan media visual sebanyak 2 judul film yang berisikan kegiatan PRA di berbagai desa serta film kegiatan di Bentang Alam Angkola. Sampai saat ini total produksi film yang telah dibuat oleh konsorsium berjumlah 4 film dokumentasi. Pemutaran film telah berlangsung di 3 Desa.

2.3. Bentang Alam Sumatra Bagian Tengah (TN Tesso Nilo, TN Bukit 30, Semenanjung

Kampar-Senepis-Kerumutan, TN Kerinci-Seblat)

2.3.1. Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo (YTNTN)

Pemberian hibah tahap kedua oleh TFCA Sumatera kepada Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo (YTNTN) dimaksudkan untuk menjaga kelanjutan upaya konservasi in-situ Gajah Sumatera di Tesso Nilo. Salah satu capaian proyek sebelumnya telah berhasil meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan TN Tesso Nilo yang ditunjukkan dengan penurunan angka kematian gajah tak wajar hingga nol pada akhir tahun 2017. Pada periode proyek ini, YTNTN berusaha mendorong peran sektor swasta untuk terlibat dalam pengelolaan habitat dan populasi gajah melalui penerapan Best Management

Practice (BMP) dan penyusunan dokumen implementasi Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK)

Gajah Sumatera di tingkat Provinsi Riau. Selain itu, proyek ini telah turut berkontribusi pada pemutakhiran data estimasi populasi gajah di Provinsi Riau pada tahun pertama proyek melalui survei cepat di 9 kantong populasi gajah tersisa. Sementara untuk meningkatkan perlindungan habitat dan populasi gajah di bentang alam Tesso Nilo, proyek ini memfasilitasi kegiatan patroli, penegakkan hukum dan pembinaan habitat dengan penanaman pakan gajah dan penyediaan artificial salt-lick.

Bentang Alam Ekosistem Tesso Nilo dan SM Balai Raja-SM Giam Siak

Kecil

Judul Proyek Tanggap Darurat dan Pengelolaan Inovatif Gajah di

Riau dengan Dukungan Multi-Pihak

Durasi Proyek Agustus 2017 - Juli 2020

Komitmen Rp. 10.203.348.400

Persentasi Kegiatan 46,42%

Pencairan dana bulan Nov - Okt

2019 Rp. 1.930.423.158

Pencairan dana sampai dengan

Oktober 2019 Rp. 5.304.065.458

Persentasi pencairan dana

sampai dengan Oktober 2019 52%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium YTNTN secara garis besar adalah sebagai berikut:

(20)

• Kebijakan dan pengelolaan di tingkat bentang alam. Menindaklanjuti pelaksanaan program pada semester sebelumnya, YTNTN telah memfasilitasi komitmen 6 perusahaan yang mengelola 13 konsesi (Manajemen Perusahaan) untuk menerapkan Best Management Practice perusahaan dengan memasukkan variabel Gajah dalam manajemen, seperti pengkayaan habitat, mitigasi konflik dan patroli bersama. Perusahaan yang terlibat diantaranya PT Musim Mas, PT RAPP sektor Ukui, PT RAPP sektor Langgam, PT. Inti Indo Sawit, PT. RAPP sektor Baserah dan PT. Arara Abadi Sektor Sorek serta PT Adei Plantation, PT RAPP Mandau, CV Putri Lindung Bulan dan PT Mitra Unggul Perkasa. Draft protokol disain BMP sedang disusun untuk menjadi panduan umum implementasi BMP Konservasi Gajah di 6 konsesi.

• Draf dokumen SRAK Gajah Riau 2017-2027 sudah disusun dan pembahasan (penyepakatan) oleh Tim penyusun terkait materi draf telah dilakukan. Ditargetkan draft SRAK bisa selesai pada bulan Oktober dan dilanjutkan dengan pertemuan untuk konsultasi publik.

• Yayasan TNTN juga memfasilitas pertemuan pembahasan Rencana Tindak Mendesak Konservasi Gajah (RTM). Pada awalnya permintaan itu adalah untuk melakukan konsultasi publik SRAK Nasional, namun rencana itu diubah hanya menjadi pertemuan finalisasi RTM. Pertemuan RTM dilakukan pada tanggal 13-14 Agustus 2019 di Jakarta. Pertemuan ini dihadiri oleh tim penyusun SRAK-RTM, FKGI, Direktorat KKH Ditjen KSDAE KLHK, Administrator TFCA-SUMATERA dan Pemerhati gajah. Dari pertemuan, disepakati draft final RTM Gajah. Konsultasi publik SRAK direncanakan akan dilakukan di setiap provinsi.

• Restorasi dan Rehabilitasi Bentang Alam. Seluas 9 Ha lahan terdegradasi di kawasan TNTN sudah ditanami pakan gajah. Sosialisasi untuk penanaman di SM Balai Raja seluas 8 Ha juga telah dilakukan melalui anggota konsorsium yaitu HIPAM dan Kepala resort BBKSDA (Maju Bintang Hutu Julu) yang dilakukan di bulan Juli 2019.

• Perlindungan Satwa. Selama bulan April – Juni 2019, YTNTN telah melakukan kegiatan monitoring dan pengamanan habitat dan populasi gajah dengan cover area yang disurvey sebesar 193.365 Ha di wilayah Taman Nasional Tesso Nilo dan Giam Siak Kecil (GSK), dan SM Balai Raja 33.541 ha. Secara kumulatif, luas kawasan yang dimonitor telah mencapai 226.906 ha di 2 habitat prioritas yaitu Tesso Nilo dan GSK–Balai Raja. Pada bulan Juli-September 2019, tim patroli menemukan tanda keberadaan gajah di sebanyak 136 titik (berupa jejak, kotoran, kupasan, kerusakan, dan bekas lintasan). Di Desa Sungai Banyak Ikan Kec. Kelayang Kab. Inhu, tim berjumpa langsung dengan satu (1) ekor gajah jantan saat melakukan pengusiran bersama-sama dengan masyarakat. Selain gajah, tim patroli juga menemukan tanda keberadaan satwa lain yaitu jejak beruang 3 titik, jejak tapir 8 titik dan 1 titik perjumpaan langsung dengan burung elang. Selain temuan tanda keberadaan satwa, tim juga menemukan tanda ancaman terhadap habitnya, yaitu pembukaan lahan perkebunan sebanyak 17 titik, ilegal logging sebanyak 2 titik terdiri dari (1 titik camp illegal logging dan 1 titik kayu olahan jejnis papan) pada triwulan ini tidak dijumpai lagi temuan ancaman perburuan dan pemanfaatan satwa seperti jerat ataupun racun (laporan SMART Tesso Nilo terlampir).

• Khusus untuk tim monitoring di Giam Siak Kecil-Balai Raja, tim survey menemukan 16 titik perjumpaan langsung dengan gajah (Direct) yaitu blok GSK, di jumpai satu ekor gajah yang terpisah oleh kelompok nya di dusun Bedeng tepatnya perbatasan PT Arara abadi dan PT RAPP, berdasarkan pantauan tim patroli kondisi gajah sehat. Blok Balai Raja di jumpai (15 titik) yaitu kelompok gajah (2 gajah betina dewasa dan 1 anak). Tim The Threat Hunter (TTH), yang merupakan bagian dari Hipam dengan tugas utama memitigasi konflik satwa-manusia sekaligus sosialisasi pada masyarakat terkait pentingnya menjaga satwa, juga melakukan monitoring secara intensif terhadap 1 individu gajah jantan di blok Balai Raja. Tim juga menemukan tanda-tanda keberadaan/perjumpaan tak langsung (indirect) sebanyak 78 titik (berupa jejak, kotoran, tempat pakan, kupasan, kerusakan, dan bekas lintasan).

• Selain melakukan monitoring pergerakan gajah, tim patroli TTH juga melakukan upaya mitigasi konflik antara gajah dan manusia, Pada bulan Juli dan September 2019 tim patroli terlibat langsung dalam kegiatan mitigasi konflik bersama Tim yang terdiri dari BKSDA, YTNTN, WWF, Tim

Elephant Flying Squad, RAPP dan masyarakat, konflik terjadi di beberapa Desa. Khusus di GSK tim

TTH melakukan sosialisasi dan edukasi di 5 Desa yaitu Lubuk Jering, Tasik Betung, Bencah Umbai, Olak dan Dusun Bedeng. Desa-desa ini yang sering dimasuki oleh gajah liar atau rawan konflik. Untuk tahap awal sosialisasi dilakukan kepada setiap RT/RW dan Kades, serta masyarakat yang

(21)

dijumpai setiap melakukan patroli. Sementara di Blok Balai Raja pada bulan September dilakukan 9 titik lokasi sosialisasi dan edukasi kepada beberapa 20 orang masyarakat yang dijumpai setiap berkegiatan, pekerja chevron dan juga sekolah, yang bertujuan untuk meminimalisir terjadinya konflik dimana habitat gajah di Balai Raja sangat dekat sekali dengan keberadaan manusia mulai dari perladangan, perkebunan, perusahaan sampai dengan akses jalan.

• Pengumpulan informasi mengenai kejahatan pada tumbuhan dan satwa liar (TSL) dengan menggunakan teknik investigasi. Tim investigasi telah mengidentifikasi pelaku-pelaku yang terindikasi terlibat jaringan perdagangan satwa liar dilindungi, baik itu di wilayah-wilayah yang menjadi fokus utama kegiatan investigasi Riau seperti ekosistem Tesso Nilo dan GSK maupun yang berada di Sumatera Barat dan Jambi. Pada periode ini, tim Wildlife Conservation Trust (WCT), sebuah lembaga lingkungan internasional yang berfokus pada perlindungan satwa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, menerima informasi dari tim TTH bahwa di GSK maupun Tesso Nilo tidak ditemukan adanya indikasi perburuan satwa liar, khususnya ancaman perburuan terhadap gajah-gajah di dalam kawasan GSK maupun Tesso Nilo. Namun demikian, tim WCT juga melakukan penelusuran atas informasi dugaan peredaran bagian tubuh satwa liar di luar kawasan GSK dan Tesso Nilo seperti:

1. Investigasi peredaran gading gajah di Pelalawan dimana tim WCT menemukan dugaan peredaran perdagangan gading gajah utuh seberat 17 Kg di ekosistem Tesso Nilo.

2. Investigasi Jaringan Penampung Trenggiling di Jambi. Hasil investigasi tim B di Provinsi Jambi menemukan terduga jaringan penampungan satwa liar yang berada di Tanjung Jabung,

merangin dan kota Jambi, adanya 5 orang penampung satwa dilindungi.

3. Investigasi Kepemilikan Kulit Harimau di Pelalawan. Tim Investigasi WCT melakukan investigasi atas kepemilikan kulit harimau di pelalawan dengan ditemukan dua pelaku yang memiliki taring harimau berjumlah 4 buat, saat ini dilakukan pendekatan kepada pelaku untuk dapat menunjukan keberadaaan kulit harimau yang disembunyikan

4. Investigasi Peredaran Gading Gajah di Sumatera Barat. Tim Investigasi melakukan upaya pendekatan untuk mendapatkan infomasi terntang keberadaan gading gajah, diperkirakan berat gading gajah mencapai 50 kg dengan panjang 1 m, perantara yang sama juga

menawarkan satu offsetan rusa hasil buruan yang bersal dari riau yang ditenggarai seberat 30 kg yang saat ini berada di Pranap.

5. Investigasi Kepemilikan Kulit Harimau Sumatera di Jambi. Tim Investigasi mendapatkan informasi melalui perantara koleksi rangkong gading mereka memiliki informasi ada kulit harimau yang siap dijual di jambi

6. Investigasi Jaringan Perdagangan Bayi Orangutan di Riau. Tim WCT melakukan investigasi akhir mengenai dugaan perdagangan bayi orangutan yang diindikasikan berada di Bukit 30 dan didapatkan informasi adanya aktifitas jual beli perdagangan satwa orang utan di dumai dan sudah ditangkapnya salah satu pelakunya ditangkap aparat 26 Juni 2019 di Dumai.

• Tim investigasi telah mengidentifikasi pelaku-pelaku yang terindikasi terlibat jaringan perdagangan satwa liar dilindungi, baik itu di wilayah-wilayah yang menjadi foKus utama kegiatan investigasi Riau seperti ekosistem Tesso Nilo dan GSK maupun yang berada di Sumatera Barat dan Jambi. Pada periode ini, tim WCT menerima informasi dari tim TTH bahwa di GSK maupun Tesso Nilo tidak ditemukan adanya indikasi perburuan satwa liar, khususnya ancaman perburuan terhadap gajah-gajah di dalam kawasan GSK maupun Tesso Nilo. Sehingga, tim WCT melakukan penelusuran atas informasi dugaan peredaran bagian tubuh satwa liar, di luar kawasan GSK dan Tesso Nilo. Pada triwulan ini, tim WCT memonitoring 11 pemburu aktif, yang terdiri dari 9 pemburu harimau Sumatera dan 2 pemburu gajah di provinsi Riau dan Sumatera Barat. Di investigasi perdagangan dan jaringan kejahatan satwa liar dilindungi, tim WCT memonitoring 54 target yang terdiri dari; 25 perantara, 14 pengepul, 9 penampung, dan 6 pengrajin yang terindikasi melakukan praktek kejahatan terhadap satwa dilindungi yang tersebar di wilayah Riau, Sumatera Barat dan Jambi.

(22)

2.3.2. KKI Warsi

Tujuan yang hendak dicapai oleh KKI-Warsi sebagai mitra penerima hibah TFCA-Sumatera pada siklus hibah ini merupakan tindak lanjut dari program yang telah dilaksanakan pada periode sebelumnya dengan daerah sasaran kawasan Merangin, Bungo dan Solok Selatan. Khusus untuk wilayah kerja TFCA Sumatera di Provinsi Sumatera Barat, Gubernur telah mencadangkan kawasan seluas 250.000 – 500.000 untuk program perhutanan sosial dan telah masuk ke dalam RPJM Provinsi Sumatera Barat. Melalui berbagai skema pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat seperti Hutan Adat, Hutan Desa/ Nagari, KKI Warsi mendorong terjaminnya kelestarian kawasan konservasi dan penyangga seluas 56.587 ha di Blok MHA Marga Serampas Kabupaten Merangin, Blok Ekosistem Bujang Raba seluas 109.000 ha di dalamnya terdapat Koridor Rimba seluas 31.500 ha. Aktivitas yang dilakukan meliputi pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM), aplikasi sistem database pemetaan potensi ruang mikro secara spasial dan sosial berbasis GIS dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat berbasis PHBM di tiga cluster (Bujangraba, MHA Serampas dan Simancuang).

Bentang Alam TN Kerinci Seblat

Judul Proyek Pengelolaan Kolaboratif Pemegang Konsesi

Mempertahankan Tutupan Hutan Tersisa,

Memperkuat Perlindungan Keanekaragaman

Hayati dan Meningkatkan Nilai Manfaat

Pengelolaan Hutan berbasis Masyarakat di Lansekap TN Kerinci Seblat.

Durasi Proyek Mei 2018 - April 2021

Komitmen Rp 5.216.603.789

Persentasi Kegiatan 7,1%

Pencairan dana bulan Mei - Okt 2019 -

Pencairan dana sampai dengan

Oktober 2019 Rp 1.708.740.950

Persentasi pencairan dana sampai

dengan Oktober 2019 33%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium KKI-WARSI secara garis besar adalah sebagai berikut:

• Kebijakan dan Penguatan Kelembagaan serta Perhutanan Sosial. Tim KKI Warsi telah memfasilitasi tersusunnya dokumen Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPH Kab. Bungo. Ekspose sudah di lakukan dan dinilai oleh KLHK pada tanggal 29 Agustus 2019. Salah satu rekomendasi yang dikeluarkan adalah terkait penetapan blok perlindungan pada areal Hutan Produksi yang memiliki keragaman satwa sebagai catatan perbaikan RPHJP pasca ekspose.

• Pengembangan Database. BAPPEDA Kabupaten Bungo terus didorong untuk menjalankan rencana lanjutan bersama yang telah disepakati bersama perwakilan 4 OPD (Dinas PMD, Bagian Tata Pemerintahan, Bagian Informasi dan Persandian Daerah dan Bappeda Bungo) untuk pengembangan database di Kabupaten Bungo.

• Perlindungan Satwa. Dari hasil pemasangan camera trap ditemukan berbagai spesies langka diantaranya Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Kucing Akar (Felis bengalis) dan Tapir (Tapirus indicus) dimana dalam dokumen Dokumen RPHJP KPH Kab. Bungo direkomendasikan sebagai blok perlindungan pada areal Hutan Produksi.

• Peningkatan Ekonomi Masyarakat. KKI WARSI memfasilitasi tersedianya legalitas dan penguatan badan usaha masyarakat. Di Jorong Simancuang, para petani organik difasilitasi

(23)

untuk mengembangkan rencana usaha beras organik yang difasilitasi KKI-WARSI untuk mengembangkan kelembagaan usahanya. Berdasarkan rekomendasi tenaga ahli penyusun rencana usaha beras organik, petani seharusnya fokus pada menjaga kualitas organik dan menunjuk beberapa orang untuk melakukan perdagangan beras organik. Selain itu proyek memfasilitasi pertemuan LPHN Simancuang terkait KUPS, pada pertemuan tersebut pengurus LPHN bersepakat membentuk KUPS dengan fokus usaha beras organik. Berdasarkan diskusi pada petani organik dan LPHN Simancuang, maka bentuk kelembagaan usaha beras organik adalah KUPS Simancuang yang merupakan integrasi dari petani organik dengan Lembaga Pengelola Hutan Nagari di Jorong Simancuang, KUPS Simancuang telah terbentuk pada September 2019 dan mendapatkan pengesahan kelompok dari Wali nagari Alam Pauh Duo serta telah didaftarkan sebagai Kelompok Usaha Perhutanan Sosial di KPHL Hulu Batanghari. • Terkait rencana usaha beras organik di Simancuang, tenaga ahli telah memberikan data dasar

mengenai beras organik di Simancuang, dimana berdasarkan sertifikat dari Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) Sumatera Barat, terdapat 8,9 Ha lahan sawah yang telah mendapatkan sertifikat organik untuk 19 orang petani. Total panen padi pada musim ini pada lahan 8,9 ha adalah 20,8 Ton, dimana 3,8 ton diantaranya untuk kebutuhan konsumsi 19 keluarga petani. Dengan demikian pada musim panen September – Oktober 2019 terdapat 17 ton beras organik yang potensial untuk dipasarkan pada musim panen ini.

2.3.3. Mitra Aksi

Hibah kepada organisasi Mitra Aksi ini merupakan kelanjutan dan pengembangan proyek sebelumnya mengenai peningkatan produktivitas lahan-lahan kritis masyarakat untuk mengurangi tekanan terhadap kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat oleh masyarakat lokal. Tujuan proyek adalah konservasi lahan kritis seluas 1.076,32 hektar di 6 desa penyangga di kecamatan Jangkat melalui model intensifikasi dan diversifikasi agroforestri berbasis tataguna lahan. Proyek diharapkan akan berdampak pada perlindungan TNKS dan kawasan hutan adat/desa penyangga dari perambahan dan alih fungsi untuk dijadikan kebun oleh masyarakat dan pendatang. Kegiatan yang dilakukan meliputi penguatan tata kelola sumberdaya alam berbasis tataguna lahan; pengembangan model agroforestri serta pendampingan teknis intensifikasi lahan. Dengan kegiatan ini diharapkan potensi ancaman terhadap perambahan TNKS dan kawasan penyangganya dapat ditekan.

Bentang Alam Taman Nasional Kerinci Seblat

Judul Proyek Konservasi Penyangga Bentang Alam Kerinci Seblat

Berbasis Tataguna Lahan di Kecamatan Jangkat, Merangin, Jambi

Durasi Proyek 1 Mei 2018- 31 Oktober 2020

Komitmen Rp 5.291.699.000

Persentasi Kegiatan 46,42 %

Pencairan dana bulan Mei - Okt

2019 Rp 1.299.639.750

Pencairan dana sampai dengan

Oktober 2019 Rp 2.689.566.750

Persentasi pencairan dana

sampai dengan Oktober 2019 51%

Selama periode pelaporan enam bulan dari Mei-Oktober 2019 kemajuan pelaksanaan proyek oleh Konsorsium Yayasan Mitra Aksi secara garis besar adalah sebagai berikut:

(24)

• Dukungan terhadap pengembangan kebijakan dan penguatan kelembagaan serta

Perhutanan Sosial antara lain berupa:

1) Surat Keputusan Bupati Merangin mengenai Kawasan Pertanian Organik Terpadu seluas 2.193,12 ha di Kecamatan Jangkat sebagai payung hukum dalam pengelolaan, perlindungan dan konservasi kawasan penyangga TNKS telah ditandatangani Bupati Merangin pada tanggal 31 Oktober 2019;

2) Kesepakatan antar Kepala Desa terkait Perlindungan & Konservasi Kawasan Penyangga TNKS seluas 1.144,67 Ha telah ditandatangi oleh 6 Kepala Desa, yaitu Kepala Desa Renah Alai, Desa Pulau Tengah, Desa Koto Rawang/Lubuk Pungguk, Desa Muara Madras, Desa Koto Renah dan Desa Renah Pelaan pada tanggal 26 Juni 2019. Dari konsultasi dengan Biro Hukum Kabupaten Merangin, Dokumen Paraturan Bersama Antar Desa tidak bertentangan dengan peraturan diatasnya.

• Restorasi dan Rehabilitasi Bentang Alam. Sampai bulan Oktober 2019, dari total 157.496 bibit yang tersedia dengan jenis tanaman kopi, kayu manis, surian, jeruk dan apokat, telah ditanam sejumlah 144.068 bibit dan sisanya sejumlah 13.428 bibit dicadangkan untuk penyulaman pada lahan seluas 1.076,32 Ha sesuai dengan target rehabilitasi lahan kritis. Selain itu, ada penambahan luasan lahan rehabilitasi lahan kritis 7,08 Ha sehingga total lahan yang direhabilitasi adalah 1.083,4 Ha di enam desa.

• Sekolah lapang untuk melatih intensifikasi dan diversifikasi komoditas pertanian berkelanjutan sampai dengan bulan Oktober 2019 telah diikuti oleh 1.430 orang yang terdiri dari Laki – laki 357 petani dan Perempuan 1.073 petani. Setelah pelatihan, petani akan terus didampingi untuk pelaksanaannya.

• Peningkatan Ekonomi Masyarakat. Badan Usaha Milik Desa (BUM-Des) desa Renah Pelaan telah beroperasi dengan beberapa bidang kegiatan mulai dari unit usaha pupuk organik, pangan organik (beras), unit usaha pembibitan tanaman agroforest, unit usaha wisata alam, air bersih, perikanan, pengolahan komoditas unggulan (kopi), hingga pengembangan tenaga air (mikro hidro). Pemerintah Desa juga mendukung BUM-Des dengan menyediakan dana desa khusus untuk pembelian peralatan pengolahan kopi.

2.3.4. Forum Masyarakat Tesso Nilo (FMTN)

Forum Masyarakat Tesso Nilo (FMTN) merupakan salah satu mitra strategis Balai TN Tesso Nilo yang beranggotakan perwakilan dari tokoh masyarakat di 22 desa sekitar kawasan taman nasional. Pada proyek di lanskap Tesso Nilo pada periode 2012 – 2017 ini, FMTN menjadi bagian dari Konsorsium Yayasan TN Tesso Nilo untuk mendukung eksistensi TN Tesso Nilo melalui kegiatan patroli berbasis masyarakat. Atas rekomendasi Balai TN Tesso Nilo, FMTN melanjutkan upaya pengamanan kawasan dan kapasitas tim patroli masyarakat di 3 desa, yakni Lubuk Kembang Bunga, Air Hitam, dan Situgal-Rambahan FMTN memfasilitasi kegiatan pelatihan, pembentukan tim dan mengawal kegiatan patroli berbasis masyarakat serta penyampaian temuan patroli ke pihak Balai TN Tesso Nilo.

Bentang Alam Taman Nasional Tesso Nilo

Judul Proyek Perlindungan Hutan Tersisa Melalui Patroli

Perlindungan hutan oleh Masyarakat di Desa Lubuk Kembang Bunga, Air Hitam dan Situgal Rambahan.

Durasi Proyek 1 November 2018 – 31 Juli 2019

Komitmen Rp 187.000.000

Persentasi Kegiatan 55,5%

Pencairan dana bulan Mei - Okt 2019 Rp 160.920.000 Pencairan dana sampai dengan

Gambar

Gambar 1.    Lokasi bentang alam prioritas TFCA-Sumatera beserta informasi proyek pada bentang  alam
Tabel 1.   Komitmen dan Transfer hibah untuk mitra aktif pada periode Mei – Oktober 2019
Tabel 3.   Total Komitmen hibah TFCA-Sumatera untuk seluruh mitra                           berbasiskan hibah spesies serta nilai transfer yang disalurkan

Referensi

Dokumen terkait

Suspensi Sephadex™ G-50 Fine sebanyak 900 μl kemudian dimasukkan ke dalam kolom filter beserta tabung koleksi untuk kemudian disentrifugasi pada kecepatan 3.000 × g selama 1

Namun untuk aspek produktivitas maksimum pengembangan lahan sebagai properti komersial hotel merupakan alternatif penggunaan terbaik bagi lahan karena memiliki nilai lahan sebesar

Objek Penelitian yang digunakan peneliti adalah iklan media cetak Tropical “Sayangi Jantung Anda”, dari media cetak tersebut terbentuklah konstruksi sosial yaitu

Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Sebagai contoh untuk sintesis alkena bercabang 3-metil-3-heksena(7) dapat didiskoneksi dengan dua cara , yaitu cara (a) yang akan menghasilkan bahan awal alkil halida sekunder

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini merupakan responsi dari hasil penelitian hibah internal yang telah dilakukan semester genap 2018/2019, masalah mitra yang

KODE PT NAMA PTU UNIV SETUJU ΣCALON DYS ΣUTAMA USULKAN ΣCAD... Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan

Perbedaan pemahaman mengenai status lahan yang beredar di masyarakat, bahwa lahan yang menjadi sengketa itu sebelumnya adalah lahan register, dan sebagian