• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. KEGIATAN PEMBELAJARAN KETERKAITAN ANTARA MANUSIA PURBA INDONESIA DAN DUNIA DENGAN MANUSIA MODERN DALAM FISIK DAN BUDAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "B. KEGIATAN PEMBELAJARAN KETERKAITAN ANTARA MANUSIA PURBA INDONESIA DAN DUNIA DENGAN MANUSIA MODERN DALAM FISIK DAN BUDAYA"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

B. KEGIATAN PEMBELAJARAN KETERKAITAN ANTARA

MANUSIA PURBA INDONESIA DAN DUNIA DENGAN

MANUSIA MODERN DALAM FISIK DAN BUDAYA

(2)
(3)

KEGIATAN BELAJAR 9 MANUSIA PURBA INDONESIA DAN DUNIA Kompetensi Dasar 3.9 Menganalisis keterkaitan antara Manusia Purba Indonesia dan Dunia dengan manusia modern dalam fisik dan budaya. 4.9 Menyajikan hasil analisis mengenai keterkaitan antara Manusia Purba Indonesia dan Dunia dengan manusia modern secara fisik dan budaya, dalam berbagai bentuk presentasi. A. Pendahuluan

Petunjuk Belajar

:

1. Bacalah materi yang sudah tersaji dalam kegiatan belajar; 2. Jawab pelatihan soal tanpa melihat kembali materi kegiatan belajar ; 3. Lihat kunci jawaban dan ukur tingkat penguasaan kompetensi Anda.

Tujuan Mempelajari Modul: Setelah mempelajari modul ini Anda diharapkan memiliki kompetensi dalam hal: 1. Mengamati melalui membaca modul tentang keterkaitan antara Manusia Purba Indonesia dan Dunia dengan manusia modern dalam fisik dan budaya; 2. Menanya melalui diskusi dan tanya jawab untuk mendapatkan klarifikasi dan pendalaman tentang keterkaitan antara Manusia Purba Indonesia dan Dunia dengan manusia modern dalam fisik dan budaya; 3.

Mengumpulkan informasi tentang keterkaitan antara Manusia Purba Indonesia dan Dunia dengan manusia modern dalam fisik dan budaya; 4. Menalar dengan menganalisis informasi yang didapat dari berbagai sumber mengenai keterkaitan keterkaitan antara Manusia Purba Indonesia dan Dunia dengan manusia modern dalam fisik dan budaya; 5. Mengkomunikasikan hasil analisis melalui bentuk tulisan berupa kesimpulan maupun presentasi tentang keterkaitan antara Manusia Purba Indonesia dan Dunia dengan manusia modern dalam fisik dan budaya. B. Kegiatan Pembelajaran KETERKAITAN ANTARA MANUSIA PURBA INDONESIA DAN DUNIA DENGAN MANUSIA MODERN DALAM FISIK DAN BUDAYA Ihwal Manusia Purba Siapakah yang dimaksud dengan manusia purba itu? Seorang pemuda bernama Charles Darwin tertarik dengan pertanyaan itu dan berniat mencari jawabannya. Dia kemudian melakukan penelitian. Berdasarkan hasil 1

penelitiannya, Darwin mengungkapkan jawaban sementara (hipotesis) bahwa jenis makhluk bersel satu semacam protozoa merupakan penghuni tertua di Planet Bumi. Selanjutnya, dalam proses waktu jutaan tahun timbul berbagai bentuk makhluk lain dengan organisasi yang makin lama makin kompleks. Pada perkembangan yang paling akhir, berevolusilah makhluk-makhluk seperti kera dan manusia. Pendapat Darwin tersebut tercatat dalam bukunya yang terkenal, yaitu On The Origin Of Species yang terbit pada tahun 1859. Pendapat Darwin didukung oleh Thomas H. Huxley. Pada tahun 1863, Huxley menerbitkan buku berjudul Man’s Place in Nature. Dalam bukunya itu, dia mengungkapkan bahwa dengan membandingkan susunan anatomi manusia dengan kera, terutama dengan simpanse dan gorila, dia berkesimpulan kedua makhluk tersebut sangat dekat pertaliannya dengan manusia. Huxley kemudian membuat kesimpulan lanjutan yang menyatakan bahwa

perkembangan evolusi kera dan manusia mirip sekali terjadinya dan menurut hukum yang sama. Menyusul bukunya yang pertama, pada tahun 1871 Darwin kembali menulis buku dengan judul The Descent of Man. Dalam bukunya itu, Darwin mengira bahwa persoalan manusia purba yang diduga nenek moyang manusia dapat dipecahkan dengan usaha pencarian untuk menemukan sejenis makhluk yang telah hilang (missing link) yang merupakan penghubung antara kera dan manusia. Mengenai hal itu, perhatikan gambar di bawah ini!

Pendapat di atas telah menimbulkan salah tafsir, baik Darwin maupun Huxley seakan memaksakan keyakinan bahwa manusia purba atau nenek moyang manusia adalah kera. Pendapat itu ditentang oleh anggapan lama yang menyatakan segala jenis makhluk itu telah ada semuanya sejak Tuhan menciptakan kehidupan di dunia. Anggapan itu seolah tidak memberi tempat pada penelitian

(4)

mengenai manusia purba atau nenek moyang manusia yang kemudian kita sebut sebagai manusia yang belum mengenal aksara. Penelitian dan pencarian guna mengungkap manusia purba atau nenek moyang 2

manusia di bumi terus dilanjutkan. Para peneliti kemudian mengajukan dugaan berikut, ”Jika benar adanya missing link itu, maka ia tak mungkin ada di daerah yang jarang dihuni manusia, seperti daerah kutub atau gurun. Ia mesti ada di daerah tropis yang tak banyak terjadi perubahan iklim sepanjang sejarahnya.” Indonesia sebagai salah satu daerah tropis menjadi fokus contoh daerah yang diteliti. Terlebih berbagai jenis kera masih banyak hidup di Indonesia saat itu. Manusia Purba Indonesia dan Dunia dengan manusia modern dalam fisik dan budaya Pada tahun 1889, seorang Belanda yang tengah mencari marmer di Wajak Tulungagung menemukan sebuah tengkorak. Tengkorak itu kemudian dikirimkan kepada seorang dokter bernama Eugene Dubois di Belanda. Temuan itu telah menarik minat Dubois untuk datang sendiri ke Indonesia guna melakukan penyelidikan lebih lanjut. Mula-mula, dia datang ke Sumatera Barat. Di sana dia hanya

menemukan tulang-tulang hewan. Selanjutnya, dia mengarahkan

penelitiannya ke Pulau Jawa hingga pada tahun 1891 ditemukan olehnya fosil atap tengkorak

di daerah Trinil yang kemudian diberi nama sebagai tengkorak

Pithecanthropus Erectus (pithe = kera; anthropos = manusia; erectus = tegak, jadi artinya kera manusia yang berjalan tegak). Temuan ini menggemparkan dunia sains dan penelitian. Mengapa? Karena penemuan itu, seakan membuktikan bahwa makhluk missing link yang selama ini disebut dan dicari oleh para penganut teori Evolusi Darwin, sungguh benar adanya. Temuan hasil

(5)

penyelidikan tersebut semakin menarik para ahli peneliti dan ahli purbakala dunia. Kemudian mereka datang secara berkelompok melakukan

penelitian. Pada tahun 1907-1908, sekelompok ahli purbakala di bawah pimpinan Selenka

menemukan fosil-fosil hewan dan tumbuh-tumbuhan yang memberi petunjuk mengenai lingkungan hidup Pithecanthropus Erectus. Antara tahun 19311933, kelompok peneliti di bawah pimpinan Ter Haar menemukan satu seri tengkorak dan tulang kering Pithecanthropus di Ngandong, Blora. Sebelumnya, pada tahun 1926 Tjokrohandojo yang bekerja untuk Duyfjes menemukan fosil tengkorak anakanak di Perning, sebelah utara Mojokerto. Penyelidikan selanjutnya dilakukan di daerah Sangiran, Surakarta berlangsung antara tahun 1936-1941. von Koenigswald pimpinan penyelidikan itu menemukan rahang bawah yang mirip rahang manusia pada umumnya dan rahang gorila. Fosil itu karena luar biasa besarnya kemudian diberi nama Meganthropus Palaeojavanicus (mega = besar; anthropos= manusia; palaeo = tua; javanicus = Jawa, artinya manusia raksasa dari Jawa zaman kuno). Perang Dunia ke-2 menghentikan kegiatan para peneliti fosil. Sementara itu, temuan fosil telah menjadi silang pendapat hingga saat ini. Ada ahli yang mendukung, ada pula yang menyangkal bahwa fosil-fosil itu berasal dari satu makhluk yang kemudian berevolusi. Ada anggapan bahwa fosil itu tak lebih dari 3

seekor monyet raksasa yang telah punah. Sementara yang lainnya menerangkan bahwa itu jenis manusia purba. Berikut, karakteristik jenis manusia berdasarkan urutan waktu dilihat berdasarkan fisik biologisnya: Meganthropus Paleojavanicus Perawakan

Meganthropus

Paleojavanicus

diperkirakan

tegap.

Mukanya

diperkirakan masif dengan tulang pipi tebal. Tonjolan kening yang mencolok dan tonjolan belakang kepala yang tajam serta tempat pelekatan yang besar bagi otot-otot tengkuk yang kuat. Dengan geraham yang besar maka permukaan kunyah banyak kerutan dengan gigi yang sangat kuat. Perhatikan Gambar 2.4 rekonstruksi Meganthropus Paleojavanicus!

(6)

reflikanya yang tersimpan, antara lain di Museum Geologi Bandung. Pithecanthropus Erectus Fosil Pithecanthropus Erectus paling banyak ditemukan di Indonesia. Tinggi badannya diperkirakan antara 165-180cm dengan tubuh dan anggota badan yang tegap. Mukanya memiliki tonjolan kening yang kuat, hidung melebar dengan belakang kepala menyudut. Isi tengkorak berkisar antara

750-1.300cm. Perhatikan gambar (rekonstruksi) Pithecanthropus Erectus sebagaimana dibuat oleh Dubois Menurut para ahli Paleontologi, jenis tertua dari fosil itu yaitu Pithecanthropus

Mojokertensis dan yang belakangan ialah Pithecanthropus Soloensis. Selain di Indonesia, jenis fosil tersebut ditemukan pula di Cina Selatan yang diberi nama Pithecanthropus Lautianensis dan di Cina Utara di sebut Pithecanthropus Pekinensis. Di luar Asia, jenis itu ditemukan di Afrika, yaitu di

Tanzania, Kenya, dan Aljazair. Di Eropa sisanya ditemukan di Jerman Barat dan Jerman Timur (dahulu), Perancis, Yunani, dan Hongaria. 4

c. Homo Sapiens Jenis

Homo Sapiens memiliki ciri yang lebih maju dibanding dengan

Pithecanthropus Erectus. Berjalan dan berdiri tegak serta sudah lebih sempurna. Tinggi badannya antara 130-210 cm. Mukanya datar dan lebar, akar hidung lebar dan bagian mulutnya agak sedikit menonjol. Dahi membulat serta tinggi, sementara bagian belakang tengkorak juga membulat dengan rahang dan gigi mengecil dan tidak terlalu menonjol ke bagian depan. Volume tengkorak rata-rata antara 1.350-1.450cm. Coba amati evolusi tengkorak di bawah ini!

Perkembangan Budaya Menurut ilmu antropologi, perkembangan budaya manusia purba

berlangsung sebagai akibat adanya perubahan dalam fisik biologis manusia. Perubahan fisik utama yang mendorong hal itu adalah sikap tubuh dan cara bergerak. Sikap tubuh yang dimaksud adalah sikap tegak yang dimulai dari duduk tegak, kemudian berlari tegak, berjalan tegak, dan terakhir berdiri tegak. Sikap-sikap tersebut membawa perubahan pada tulang belakang, berpindahnya titik berat badan pada anggota badan bagian bawah serta menguatnya anggota badan bagian bawah dalam menopang seluruh berat badan ketika bergerak. Perubahan tersebut membuat perubahan dalam bentuk fisik tubuh dari membungkuk (horizontal) menjadi tegak (vertikal) yang

mengakibatkan bagian dada menjadi lebih pipih dalam arah muka belakang dan lebar. Hal itu terjadi karena rongga dada tidak lagi menampung berat tubuh seperti ketika badan dalam posisi

membungkuk (horizontal). Selanjutnya bagian panggul menjadi besar demikian pula otot-ototnya menjadi menguat. Perubahan itu berakibat pula pada proses peredaran darah dalam tubuh. Perubahan fisik itu terus berlanjut dengan proses menguatnya tulang-tulang 5

(7)

tungkai, bertambah panjang dan kuatnya tulang paha, bertambah besarnya tulang kening serta jari kaki yang mengalami reduksi sebagai akibat tidak lagi dipakai untuk menggenggam. Di samping itu, terjadi perubahan pada tangan yang semula sebagai penunjang badan kini menjadi terbebas dari fungsi itu dan berganti fungsi untuk melakukan berbagai jenis pekerjaan dengan cermat. Dalam proses selanjutnya berbagai pekerjaan yang dilakukan dengan tangan semakin beragam. Sekali-kali tangan masih dipakai untuk membantu menumpu badan pada saat yang lain tangan digunakan untuk membuat dan menggunakan berbagai peralatan; mencari, membawa, mempersiapkan dan memasukkan makanan; memelihara kebersihan badan; mempertahankan diri; dan mengasuh anak-anak. Sampai pada penjelasan ini nyatalah perbedaan antara primat dan manusia. Primat banyak menggunakan mulut untuk melakukan pekerjaan, sementara manusia banyak menggunakan tangannya untuk mengerjakan pekerjaan. Dalam pandangan ilmu antropologi dijelaskan bahwa evolusi tangan sangat berpengaruh bagi evolusi budaya. Membuat, membawa, dan memakai berbagai peralatan dimungkinkan karena perkembangan dalam fungsi tangan seperti

diuraikan di atas. Perubahan fisik biologis lain yang mendorong perkembangan budaya manusia adalah evolusi kepala. Termasuk ke dalam evolusi kepala ini adalah perubahan dalam tengkorak muka dan otak. Tengkorak muka berevolusi dari tengkorak primat yang menonjol pada bagian kening dan tulang pipi ditambah rahang yang kuat dan menonjol sebagai bukti lebih besarnya fungsi mulut daripada tangan menjadi seperti kita sekarang. Hilangnya moncong rahang bagian depan dan mengecilnya rahang bagian belakang sebagai akibat berkurangnya fungsi mulut yang hanya

digunakan untuk mengunyah makanan. Sementara itu, perubahan dalam tengkorak otak juga semakin mendorong perkembangan budaya manusia awal. Perubahan terutama terjadi pada besar volume otak serta struktur otak. Perubahan pada tengkorak otak mendorong terjadinya peristiwa istimewa, yaitu beberapa bagian organisme, seperti tenggorokan, rongga mulut, lidah dan bibir berevolusi menjadi sedemikian rupa. Perubahan itu dapat membuat variasi suara yang makin lama makin banyak dan kompleks sehingga terjadi bahasa. Dengan demikian, perubahan dalam tengkorak otak membuat lahirnya bahasa, sementara bahasa juga menyebabkan lebih berkembangnya otak (Koentjaraningrat, 1981: 83). Karena kesimpulan itu, Teuku Jacob beranggapan bahwa akal dan bahasa merupakan unsur dalam kehidupan manusia yang menjadi landasan yang memungkinkan kebudayaan berevolusi. Selanjutnya, seluruh perubahan fisik biologis itu mendorong perkembangan biososial manusia. Dalam posisi ini, ada tiga hal penting yang mempercepat perkembangan budaya, pembuatan alat, organisasi sosial dan komunikasi dengan bahasa. Kepandaian membuat berbagai peralatan sebagai akibat dari terbebasnya tangan dari tugas menumpu badan serta adanya koordinasi antara otot-otot tangan 6

dan mata. Perkembangan pada otak menimbulkan perubahan dalam mencari dan mengolah makanan. Perubahan yang dimaksud adalah adanya kemungkinan dimulainya masa berburu

(8)

berbagai jenis binatang, kemungkinan berbagi makanan dalam suatu kelompok, bahkan menyimpannya untuk sementara atau membawanya ke pangkalan tempat tinggalnya. Berburu binatang seperti tersebut di atas hanya dapat dilakukan oleh suatu kelompok perburuan. Dalam prosesnya, pengaturan siasat

bersama serta penggunaan isyarat-isyarat sangat diperlukan untuk

berkoordinasi antara satu dan yang lainnya dalam kelompok. Dengan koordinasi itu timbullah komunikasi. Komunikasi menjadi sangat penting untuk keperluan tertentu dan meneruskan kepandaian tertentu pada generasi berikutnya. Kehidupan berburu membuat kelompok manusia purba ini berpindah-pindah tempat dari satu daerah ke daerah yang lain untuk menyesuaikan dengan sumber makanan dan musim tertentu. Setiap perpindahan ke daerah-daerah baru, diduga mereka selalu memiliki daerah pangkalan tempat para perempuan, anak-anak dan orang tua tinggal karena tidak ikut serta dalam proses perburuan. Para perempuan, anak-anak, dan orang tua itu diduga hanya bertugas mengumpulkan makanan dari dari daerah sekeliling mereka yang dekat dengan tempat mangkalnya. Sesuatu yang dikumpulkan mungkin berupa hewan-hewan kecil, buah-buahan, biji-bijian, umbiumbian, dan dedaunan. Dengan begitu sangat mungkin mulai terjadi pembagian tugas pekerjaan dalam kelompok, terutama pembagian tugas antara kaum

perempuan dan laki-laki. Dalam proses perburuan, asosiasi dan ingatan sangat penting. Demikian pula kemampuan bertindak cepat dan gotong royong. Semua itu semakin membuat pentingnya bahasa dan komunikasi. Selanjutnya, penemuan dan pemakaian serta pemeliharaan api dapat membuat kegiatan sosial masyarakat purba itu bisa diteruskan sesudah matahari terbenam. Hal itu

(9)

disebabkan karena api menjadi alat penerang, pemanas, dan penangkal terhadap kehadiran binatang buas. Bahasa dan otak terus meningkat, demikian pula dengan kebudayaan masyarakat terus meningkat dan berlanjut. Demikianlah rupanya bagaimana terjadinya perkembangan biologis dan budaya manusia dan masyarakat paling awal di Indonesia. Akal budi manusia memiliki

kesanggupan menghasilkan budaya. Gagasan, tingkah laku dan segala benda yang dibuat dan digunakan manusia merupakan wujud dan hasil budaya yang abstrak, tidak bisa dilihat dan diraba, tetapi bisa dimengerti. Tingkah laku dapat dilihat dan diamati karena terpraktikan dalam kehidupan sehari-hari dalam situasi masyarakat pada masanya. Jika masyarakatnya telah tiada, tingkah laku sangat sulit diamati. Karenanya kenampakan tingkah laku masyarakat masa lalu hanya merupakan tafsiran dari orang yang sedang melakukan penelitian. Sementara berbagai bentuk budaya yang konkret dapat memberi petunjuk mengenai kehidupan sosial tertentu. Perkakas dari batu dan tulang merupakan benda budaya khas yang dihasilkan manusia purba. Kayu dan bambu atau jenis lain mungkin juga telah dimanfaatkan 7

manusia saat itu, tetapi karena tidak kuat bertahan di alam, benda-benda itu tidak sampai kepada kita atau peneliti. Pembuatan perkakas bukan sekedar untuk mempertahankan hidup, melainkan untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya. Selain kebudayaan material seperti tersebut, manusia sebelum mengenal tulisan juga

telah

melahirkan budaya

spiritual seperti pengaturan masyarakat

dan

kepercayaan. C. Rangkuman Penelitian tentang manusia purba Indonesia dan Dunia memiliki kaitan erat dengan dugaan-dugaan tentang siapa nenek moyang umat manusia sebagaimana diajukan oleh Darwin dan para pendukungnya. Manusia purba Indonesia dan dunia terdiri dari 3 jenis yakni, Megantropus Palaeojavanicus, Phitechantropus Erectus, dan Homo Sapiens. D. Pelatihan

Penguasaan Kompetensi Melalui Tes Pilihan Jamak Pilihlah satu huruf jawaban (A, B, C, D, dan E) yang benar! 1. Hal apakah yang mendorong orang melakukan penelitian mengenai keberadaan manusia purba? A. Pemenuhan hasrat ingin tahu mengenai siapa nenek moyang manusia yang ada di bumi B. Dorongan memperoleh penjelasan tentang kehidupan manusia yang masih primitif C. Kemajuan ilmu pengetahuan manusia mendorong dilakukannya berbagai penelitian D. Guna memperoleh gambaran bagaimana sebuah tulisan ditemukan oleh manusia E. Agar mendapat informasi tentang bagaimana cara melakukan penelitian manusia awal 2. “Protozoa merupakan penghuni tertua Planet Bumi. Selanjutnya, dalam proses waktu jutaan tahun timbullah berbagai bentuk makhluk lain dengan organisasi yang makin lama makin kompleks dan pada perkembangan yang paling akhir berevolusilah makhluk-makhluk seperti kera dan manusia.” Pendapat itu

dikemukakan oleh . . . . A. Charles Darwin dalam bukunya On the Origin of Species (1859) B. Thomas H. Huxley dalam bukunya Man’s Place in Nature (1863) C. F. Clark Howell dalam bukunya Manusia Purba D. Ernst Haeckel dalam bukunya The Descent of Man (1871) E. R. Silverberg dalam bukunya Frontiers in Archeology (1968) 3. “Dengan membandingkan susunan anatomi manusia dengan kera, terutama simpanse dan gorila, disimpulkan bahwa kera memiliki pertalian yang sangat erat dengan manusia.” 8

Pendapat di atas dikemukakan oleh . . . . A. R.G. Bone dalam bukunya Ancient History (1959) B. Thomas H. Huxley dalam bukunya Man’s Place in Nature (1863) C. Romer dalam bukunya The Vertebrate Story (1964) D. Charles Darwin dalam bukunya The Descent of Man (1871) E. R.

(10)

Silverberg dalam bukunya Frontiers in Archeology (1968) 4. “Persoalan siapa nenek moyang manusia dapat dipecahkan dengan usaha pencarian untuk menemukan sejenis makhluk yang telah hilang (missing link) yang merupakan penghubung antara kera dan manusia.” Pendapat itu

dikemukakan oleh . . .. A. Cootes dan Snellgrove dalam bukunya The Ancient World (1987) B. Picard dalam bukunya Encyclopedia of Archeology (1974) C. R.G. Bone dalam bukunya Ancient History (1959) D. R. Silverberg dalam bukunya Frontiers in Archeology (1968) E. Charles Darwin dalam bukunya The Descent of Man (1871) 5. Teori Evolusi Charles Darwin mendapat penolakan yang luas dari mereka yang beranggapan bahwa . . . . A. sangat ragu dan memalukan jika nenek moyang manusia adalah kera B. segala jenis makhluk itu telah ada semuanya sejak Tuhan mencipta dunia C. jenis primata tak akan mungkin berubah bentuk menjadi manusia D. kebenaran dalam lapangan ilmu pengetahuan sangat subjektif E. penelitian Darwin tidak berdasar dan sangat lemah 6. Hal yang dijadikan alasan mengapa Indonesia menjadi daerah sasaran penelitian guna mengungkap manusia awal di bumi adalah sebagai berikut, kecuali . . . . A. Indonesia adalah negara yang berada di wilayah tropis B. di daerah tropis tidak banyak terjadi perubahan iklim C. berbagai jenis kera masih banyak hidup di Indonesia D. Indonesia beriklim tropis E. Indonesia jajahan Belanda 7. Berikut ini adalah nama-nama tokoh peneliti yang terkenal dalam penelitian fosil manusia awal, kecuali . . . . A. Eugene Dubois B. Weidenreich C. Ter Haar D. Wolters E. von Koenigswald 8. Fragmen fosil yang ditemukan Eugene Dubois dalam penelitian antara tahun 1891-1900 di Trinil yang berupa rahang bawah, atap tengkorak, dan tulang paha menggemparkan dunia ilmu

pengetahuan saat itu karena . . . . A. fosil yang ditemukan merupakan fosil yang paling awal ditemukan B. membenarkan anggapan bahwa semua makhluk hidup di bumi diciptakan 9

Tuhan C. dianggap sebagai bukti adanya makhluk missing link D. ilmu pengetahuan saat itu belum berkembang E. daerah Trinil daerah asal nenek moyang manusia 9. Fragmen fosil yang ditemukan Dubois dalam penelitian antara tahun 1891-1900 di Trinil diberi nama . . . . A. Pithecanthropus Erectus B. Homo Soloensis C. Homo Wajakensis D. Meganthropus Paleojavanicus E.

Pithecanthropus Soloensis 10. Pithecanthropus Erectus, artinya . . . . A. manusia raksasa dari Jawa B. makhluk missing link C. kera manusia yang berjalan tegak D. manusia purba E. manusia cerdas 11. Fosil-fosil hewan dan tumbuhan yang memberi petunjuk mengenai lingkungan hidup

Pithecanthropus Erectus yang ditemukan pada 1907-1908 merupakan hasil penelitian dari . . . . A. Salenka B. Weidenreich C. Oppenoorth D. Ter Haar E. Duyfjes 12. Jenis fosil yang lebih tua dan primitif daripada Pithecanthropus Erectus yang ditemukan di Sangiran antara 1936 sampai dengan 1941 oleh Von Koenigswald, yaitu . . . . A. Homo Wajakensis B. Homo Soloensis C. Meganthropus Palaeojavanicus D. Pithecanthropus Mojokertensis E. Pithecanthropus Soloensis 13. Fosil Homo Wajakensis ditemukan oleh Eugene Dubois di daerah Wajak pada tahun . . . . A. 1889-1890 B. 1934-1936 C. 1891-1900 D. 1936-1941 E. 1931-1934 10

14. Penemu fosil Pithecanthropus Soloensis di Blora pada tahun 1931-1933, yaitu . . . A. Eugene Dubois dan Weidenreich B. Ter Haar, Oppenoorth, dan von Koenigswald C. Weidenreich dan Salenka D. Duyfjes dan Salenka E. Salenka dan Weidenreich 15. Pada tahun 1936, di daerah Mojokerto, Von Koenigswald menemukan fragmen fosil tengkorak anak-anak yang kemudian diberi nama . . .. A. Homo Wajakensis B. Pithecanthropus Erectus C. Homo Soloensis D. Pithecanthropus Mojokertensis E. Meganthropus Palaeojavanicus Catatan: Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban yang terdapat di bagian akhir materi pembelajaran modul ini. Hitunglah jumlah jawaban Anda yang benar. Kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi Anda. Rumus: Tingkat penguasaan = Jumlah jawaban Anda yang benar X 100% 15 Arti tingkat penguasaan yang Anda capai 90% - 100% = baik sekali 80% - 89% = baik 70% - 79% = cukup < 70%

= kurang

(11)

pembelajaran selanjutnya. Bagus! Tetapi jika penguasaan Anda di bawah 80% Anda harus mengulagi kegiatan pembelajaran ini, terutama yang belum Anda kuasai.

11 E. Jawaban NO Jawa No ban Jawa No ban Jawa ban 1 A 6 E 11 A 2 A 7 D 12 C 3 B 8

(12)

C 13 A 4 E 9 A 14 B 5 B 10 C 15 E 12

KEGIATAN BELAJAR 10 KEHIDUPAN MANUSIA PRAAKSARA INDONESIA Kompetensi Dasar 3.10 Menganalisis keterkaitan kehidupan awal manusia Indonesia di bidang kepercayaan,sosial, budaya, ekonomi,dan teknologi sertap engaruhnya dalam kehidupan masa kini. 4.10 Menarik berbagai kesimpulan dari hasil evaluasi terhadap perkembangan teknologi pada zaman kehidupan praaksara terhadap kehidupan masyarakat masa kini, dalam bentuk tulisan A. Pendahuluan

Petunjuk Belajar

:

1. Bacalah materi yang tersaji dalam kegiatan belajar; 2. Jawab pelatihan soal tanpa melihat kembali materi kegiatan belajar; 3. Lihat kunci jawaban dan ukur tingkat penguasaan kompetensi Anda.

Tujuan Mempelajari Modul: Setelah mempelajari modul ini Anda diharapkan memiliki kompetensi dalam hal: 1. Mengamati melalui membaca materi kegiatan belajar tentang kehidupan manusia praaksara Indonesia 2. Menanya melalui diskusi dan tanya jawab untuk mendapatkan klarifikasi dan pendalaman tentang kehidupan manusia praaksara Indonesia 3. Mengumpulkan informasi tentang kehidupan manusia praaksara Indonesia 4. Menalar dengan menganalisis informasi yang didapat dari berbagai sumber mengenai kehidupan manusia praaksara Indonesia 5. Mengkomunikasikan

(13)

hasil analisis melalui bentuk tulisan berupa kesimpulan maupun presentasi tentang kehidupan manusia praaksara Indonesia

13

B. Kegiatan Pembelajaran KEHIDUPAN AWAL MANUSIA INDONESIA DI BIDANG KEPERCAYAAN, SOSIAL, BUDAYA, EKONOMI, DAN TEKNOLOGI SERTA PENGARUHNYA DALAM

KEHIDUPAN MASA KINI. Amati gambar di bawah ini :

Dapatkah Anda membedakan bahan dasar kedua benda pada gambar di atas? Dari segi teknologi dan peralatan yang digunakan, kehidupan awal manusia Indonesia melampaui dua zaman : 1. zaman Batu 2. zaman Logam A. Zaman Batu Peta Konsep PALEOLITHIKUM

MESOLITHIKUM PEMBAGIAN ZAMAN BATU NEOLITHIKUM

MEGALITHIKUM

1. Jaman Batu Tua (Paleolithikum) Zaman Batu Tua (Bahasa Inggris: Paleolithic atau Palaeolithic, Yunani:palaios — purba dan lithos — batu) adalah zaman praaksara yang bermula kira-kira 50.000 hingga 100.000 tahun yang lalu. Periode zaman ini adalah antara tahun 50.000 SM 10.000 SM. Alat-alat dari batu yang digunakan pada zaman batu tua masih sangat kasar, karena teknik

pembuatannya masih sangat sederhana. Alat-alat dari batu tersebut dibuat dengan membenturkan antara batu yang satu dengan batu lainnya. Pecahan batu yang menyerupai bentuk kapak

dipergunakan sebagai alat. Peralatan dari batu dipakai untuk mempertahankan diri dari serangan binatang buas, serta untuk mencari dan mengolah makanan. Selain peralatan dari batu, masyarakat pada zaman batu tua juga menggunakan peralatan dari kayu, namun 14

bekasnya tidak ditemukan karena telah lapuk dimakan usia. Peralatan pada zaman paleolitikum pertama kali ditemukan pada tahun 1935 di Jawa oleh Von Koenigswald dan M.W.F. Tweedie. Peralatan dan teknologi Kebudayaan Pacitan Alat-alat yang berasal dari kebudayaan Pacitan ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1935 di Sungai Baksoko, Desa Punung, Pacitan, Jawa Timur. Alat-alat tersebut berupa kapak genggam, yaitu kapak tidak bertangkai yang digunakan dengan cara menggenggam, kapak perimbas (chooper), kapak penetak, pahat genggam, dan yang paling banyak ditemukan berupa alat-alat kecil yang disebut alat serpih (flake). Alat-alat batu tersebut berasal dari lapisan pleistosen tengah (lapisan dan fauna Trinil) Alat serpih ini digunakan untuk menguliti binatang buruan, mengiris daging, dan memotong ubi-ubian (seperti

(14)

ditemukan di Jawa, Sulawesi Selatan, Sumatra Selatan, dan Timor. Selain di Pacitan, kapak genggam juga ditemukan di Sukabumi dan Ciamis, Jawa Barat, Parigi dan Gombong,

Jawa Tengah, Bengkulu, Lahat, Sumatra Selatan, Awangbangkai,

Kalimantan Selatan, Cabbenge, Sulawesi Selatan, Flores dan Timor. Kapak genggam

Kebudayaan Ngandong Alat-alat yang ditemukan di Ngandong, Jawa Timur berupa kapak genggam dari batu dan alat-alat kecil yang disebut serpih (flake). Pada kebudayaan Ngandong juga ditemukan alat-alat dari tulang dan tanduk. Alat-alat dari tulang tersebut berupa alat penusuk (belati), ujung tombak dengan gergaji pada kedua sisinya, alat pengorek umbi dan keladi, tanduk menjangan yang diruncingkan serta duri ikan pari yang digunakan sebagai mata tombak. Alat-alat yang ditemukan di Ngandong ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1941. Alat-alat dari tulang dan tanduk dilanjutkan pada zaman megalitikum dalam kehidupan di gua-gua, khususnya di Gua Lawa, Sampung, Ponorogo.

15

Kehidupan sosial dan ekonomi Berdasarkan penemuan alat-alat paleolitikum dapat disimpulkan bahwa manusia pendukung zaman batu tua hidup dengan berburu dan mengumpulkan makanan (hunting and food gathering). Hewan buruan pada masa manusia purba antara lain : kerbau, banteng, rusa, dan monyet. Adapun makanan yang mereka kumpulkan dari alam berupa umbi-umbian dan buah-buahan. Mereka juga hidup dengan menangkap ikan di sungai. Manusia pada jaman ini hidup berpindah – pindah (nomaden). Mereka berpindah ke tempat lain apabila hewan buruan dan bahan makanan sudah berkurang di suatu tempat. Oleh karena hidupnya selalu

berpindah, manusia purba hidup dalam kelompok-kelompok kecil sehingga mereka dapat berpindah dengan cepat. Menurut Teuku Jacob, pada zaman batu tua bahasa sebagai alat komunikasi sudah mulai terbentuk. Manusia sudah mulai berkomunikasi melalui kata-kata di samping menggunakan bahasa isyarat. Jumlah Pithecanthropus di Jawa selama kala pleistosen diperkirakan jumlahnya sekitar 500 orang. Manusia Pendukung Berdasarkan

penemuan

yang

ada

(15)

disimpulkan

bahwa

pendukung

kebudayaan Pacitan adalah Pithecanthropus Erectus, dengan alasan sebagai berikut : 1. Alat-alat dari Pacitan ditemukan pada lapisan yang sama dengan Pithecanthropus erectus, yaitu pada pleistosen tengah (lapisan dan fauna Trinil). 2. Di

Chou-Kou-Tien, Cina ditemukan sejumlah fosil sejenis Pithecanthropus

Erectus, yaitu Sinanthropus Pekinensis. Bersama-sama ini ditemukan juga alatalat batu yang serupa dengan alat-alat batu dari Pacitan. Adapun pendukung kebudayaan Ngandong yaitu : Homo

Soloensis dan Homo wajakensis dengan alasan sebagai berikut : 1. Di Ngadirejo, Sambungmacan (Sragen) ditemukan kapak genggam bersama tulang-tulang binatang dan atap tengkorak Homo Soloensis. 2. Alat-alat dari Ngandong berasal dari lapisan yang sama dengan Homo Wajakensis, yaitu pleistosen atas. Kepercayaan Pada jaman ini belum ditemukan bukti-bukti yang mengarah pada adanya kepercayaan. Sehingga dapat dikatakan pada jaman ini manusia purba belum mengenal kepercayaan. 2. Jaman Batu Madya (Mesolithikum) Mesolithikum atau Zaman Batu Madya (Basa Yunani: mesos : tengah, lithos

:

batu) adalah suatu periode dalam perkembangan teknologi manusia, antara Paleolitik atau Zaman Batu Tua dan Neolitik atau Zaman Batu Muda. Istilah ini diperkenalkan 16

oleh John Lubbock dalam makalahnya "Zaman Prasejarah" (bahasa Inggris: Prehistoric Times) yang diterbitkan pada tahun 1865. Namun istilah ini tidak terlalu sering digunakan sampai V. Gordon Childe mempopulerkannya dalam bukunya The Dawn of Europe (1947). Zaman

batu

madya

atau

batu

(16)

berlangsung

pada

kala

holosen.

Perkembangan kebudayaan pada zaman batu madya berlangsung lebih cepat daripada zaman batu tua. Karena pendukung kebudayaan ini adalah homo sapiens (manusia cerdas) dan keadaan alam pada zaman batu madya tidak seliar pada zaman batu tua. Sehingga dalam waktu lebih kurang 20.000 tahun manusia telah mencapai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dari apa yang telah dicapai pada zaman paleolitikum. Alat batu yang digunakan pada zaman batu tua masih digunakan pada zaman batu madya, bahkan dikembangkan. Pengembangan tersebut mendapat pengaruh kebudayaan dari daratan Asia, sehingga memunculkan corak tersendiri. Alat-alat dari tulang yang digunakan pada zaman tua memegang peranan penting pada zaman batu madya. Manusia pada zaman

mesolitikum ini telah mampu

membuat gerabah, yaitu benda pecah belah yang dibuat dari tanah liat dan dibakar. Peralatan dan teknologi 1. Kebudayaan Tulang Sampung (Sampung Bone Culture) Di abris sous roche banyak ditemukan alat-alat batu dan tulang dari zaman batu madya. Abris sous roche adalah gua-gua yang digunakan sebagai tempat tinggal. Gua-gua tersebut menyerupai ceruk untuk berlindung dari panas dan hujan maupun saat cuaca alam sedang tidak bersahabat. Pada tahun 1928-1931 Van Stein Callenfels mengadakan penelitian pertama mengenai abris sous roche di gua Lawa, Sampung, Ponorogo, Jawa Timur. Hasil kebudayaan yang ditemukan di gua tersebut adalah alat dari batu, seperti : mata panah, flake, batu-batu penggiling serta alat-alat dari tulang dan tanduk. Karena sebagian besar alat-alat yang ditemukan di Sampung berupa alat-alat dari tulang, maka disebut dengan kebudayaan Tulang Sampung atau Sampung Bone Culture. Selain alat-alat dari Sampung ini ditemukan pula fosil manusia Papua Melanesoid yang merupakan nenek moyang bangsa Papua dan Melanesia sekarang ini. Alat-alat batu dan tulang dari zaman batu madya ini juga ditemukan di Besuki, Jawa Timur oleh Van Heekeren. Di gua-gua Bojonegoro juga ditemukan alat-alat dari kerang dan tulang bersama dengan fosil manusia Papua Melanesoid.

17

Abris Sous Roche

2. Kebudayan Toala (Flake Culture) Dua orang peneliti dari Swiss yaitu Fritz Sarasin dan Paul Sarasin, pada tahun 1893-1896 mengadakan penelitian di Gua Lamoncong, Sulawesi Selatan. Gua-gua tersebut masih didiami suku bangsa Toala. Mereka berdua berhasil menemukan alatalat serpih (flake), mata panah bergerigi dan alat-alat lain dari tulang. Berdasarkan alat-alat yang ditemukan Van Stein Callenfels memastikan bahwa kebudayaan Toala tersebut merupakan kebudayaan

mesolitikum. Alat-alat yang menyerupai alat kebudayaan Toala juga ditemukan di NTT, yaitu Flores, Roti, dan Timor. Sedangkan di daerah Priangan, Bandung ditemukan flake yang terbuat dari

obsidian (batu hitam yang indah). 3. Kebudayaan Kapak Genggam Sumatra (Pebble Culture) Di sepanjang pesisir Sumatra timur laut, antara Langsa (Aceh) sampai dengan Medan ditemukan bekas-bekas tempat tinggal manusia dari zaman batu madya. Penemuan tersebut berupa tumpukan kulit kerang yang membatu setinggi 7 meter. Dalam

(17)

bahasa Denmark, tumpukan kulit kerang kerang tersebut disebut

kjokkenmoddinger yang artinya sampah dapur. Van Stein Callenfels pada tahun 1925 juga menemukan pebble (kapak Sumatra), batu-batu penggiling, alu dan lesung batu, kapak pendek (hache courte), serta pisau batu. Kapak Sumatra atau pebble yaitu sejenis kapak genggam yang terbuat dari batu kali yang dipecah atau dibilah di mana sisi luarnya tidak diapa-apakan, sedangkan sisi dalamnya dikerjakan sesuai dengan keperluan.

Sedangkan kapak pendek atau hache courte, yaitu sejenis kapak genggam yang bentuknya kira-kira setengah lingkaran, dibuat dengan memukuli dan memecahkan batu tanpa diasah, tajamnya

terdapat pada sisi yang lengkung.

18

Kjokkenmoddinger

Kapak Genggam Sumatera

Dari hasil-hasil kebudayaan yang ditemukan, maka dapat disimpulkan bahwa kebudayaan mesolithikum memiliki tiga bagian penting :

Mesolithikum

di Kjokkenmoddinger

(18)

di Abris Sous Roche

Flake Culture

Kehidupan sosial dan ekonomi Sebagian manusia pendukung kebudayaan mesolitikum masih tetap berburu dan mengumpulkan makanan, tetapi sebagian besar dari mereka sudah mempunyai tempat tinggal tetap di gua-gua dan bercocok tanam secara sederhana. Ada pula pendukung kebudayaan batu madya yang hidup di pesisir pantai. Mereka hidup dengan

menangkap

ikan,

siput

dan

kerang.

Mereka bercocok tanam secara sederhana dan masih berpindah-pindah sesuai dengan keadaan kesuburan tanah. Tanaman yang mereka tanam semacam

umbi-19

umbian. Pada masa itu, manusia purba sudah berusaha menjinakkan binatang. Hal ini dibuktikan dengan penemuan fosil anjing di Gua Cokondo, Sulawesi Selatan. Manusia pendukung Manusia pendukung kebudayaan mesolitikum adalah manusia dari ras Papua Melanesoid. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya fosil-fosil manusia ras Papua Melanesoid, baik pada kebudayaan Sampung maupun di bukit kerang di Sumatra. Adapun pendukung kebudayaan Toala menurut Sarasin diperkirakan nenek moyang suku Toala sekarang yang juga merupakan keturunan bangsa Wedda dari Sri Lanka.

Kepercayaan Masyarakat pendukung zaman mesolitikum di Indonesia sudah mengenal kepercayaan dan penguburan mayat. Lukisan manusia di Pulau Seram dan Papua merupakan contoh gambar nenek moyang yang dianggap memiliki kekuatan magis sebagai penolak roh jahat. Bukti adanya penguburan dari zaman mesolitikum ditemukan di Gua Lawa (Sampung) dan kjokkenmoddinger. Mayat yang dikubur tersebut dibekali dengan bermacam-macam keperluan sehari-hari seperti kapak-kapak yang indah dan perhiasan. Ada juga mayat yang ditaburi dengan cat merah dalam suatu upacara penguburan dengan maksud memberikan kehidupan baru di alam baka. Seni lukis Pendukung kebudayaan mesolitikum melakukan kegiatan menggambar pada dinding-dinding gua ketika mereka mulai hidup menetap di gua. Pada tahun 1950 Van Heekem melakukan penelitian pertama kali lukisan pada dinding gua di Leang Patta E, Sulawesi Selatan. Pada gua tersebut terdapat gambar cap-cap tangan dengan latar belakang cat merah dan gambar seekor rusa yang sedang melompat dengan panah di bagian jantungnya. Pada tahun 1977, Kosasih S.A. menemukan lukisan gua di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara. Di gua tersebut ditemukan bermacam-macam lukisan seperti manusia dengan berbagai sikap, kuda, rusa, buaya, dan anjing. Pada tahun 1937 J. Roder menemukan lukisan dinding gua di Pulau Seram dan Pulau Kei. Lukisan tersebut di antaranya cap-cap tangan, gambar kadal, manusia, rusa burung, perahu, matahari, mata, dan gambar-gambar geometrik.

(19)

Lukisan Dinding Gua 3, Zaman Batu Muda (Neolithikum) Peninggalan kebudayaan jaman

neolithikum ditemukan hampir di seluruh kepulauan nusantara, sehingga menurut R. Soekmono kebudayaan neolithikum inilah yang menjadi dasar kebudayaan Indonesia sekarang. Peralatan dan teknologi Peralatan yang dihasilkan pada jaman neolithikum sudah sangat halus karena mereka mengenal teknik mengasah dan mengupam. 1. Kapak persegi Von Heine Geldern memberi nama kapak persegi karena bentuknya memanjang dengan penampang berbentuk persegi panjang. Daerah penemuan kapak persegi di Indonesia diantaranya : a. Bagian Barat : Sumatera, Jawa, dan Bali b. BagianTimur : Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan sedikit Kalimantan Di antara kapak-kapak persegi tersebut ada yang di buat dari batu-batu indah. Alat-alat tersebut tidak dipergunakan sebagai alat untuk bekerja, melainkan untuk lambang kebesaran, jimat dan alat upacara.

Kebudayaan kapak persegi ini masuk ke Indonesia melalui rute : Asia – Asia Tenggara – Semenanjung Malaka – Sumatera – Jawa – Kalimantan – Sulawesi – Nusa Tenggara - Maluku

Kapak Persegi 21

2. Kapak Lonjong Kapak lonjong adalah kapak yang penampangnya berbentuk lonjong atau bulat telur. Pada ujungnya yang lancip ditempatkan tangkai, kemudian diikat menyiku. Bahan yang digunakan untuk membuatnya adalah batu kali yang berwarna kehitaman. Ada dua macam kapak lonjong, yaitu kapak lonjong besar yang disebut walzenbeil, yang ditemukan di Irian sehingga sering dinamakan Neolitikum Papua dan kapak kecil yang disebut keinbeil, banyak ditemukan di Kepulauan Tanimbar dan Seram. Persebaran kapak lonjong dari Asia Daratan ke Kepulauan Nusantara melalui Jalan Timur, yaitu : Asia Daratan – Cina –Jepang – Formosa(Taiwan) – Philipina – Minahasa – Maluku - Papua .

Kapak lonjong 3. Gerabah Di zaman bercocok tanam, manusia sudah dapat membuat benda-benda dari tanah liat yang dibakar, disebut tembikar atau gerabah. Gerabah hanya dibuat dengan tangan tanpa bantuan roda pemutar seperti sekarang. Jenis benda yang dibuat dari tanah liat ini antara lain kendi, mangkuk, perluk belanga, dan manikmanik. Gerabah banyak ditemukan di lapisan teratas bukit-bukit kerang di Sumatra dan dibukit-bukit pasir pantai selatan Jawa, antara lain di Jogjakarta dan Pacitan, Kendeng Lembu (Banyuwangi), Tangerang, dan Minanga Sippaka (Sulawesi Tenggara). Selain itu, di Melolo (Sumatra Barat banyak ditemukan gerabah yang berisi tulang belulang

manusia. 4. Alat Serpih Alat serpih dibuat dengan cara memukul bongkahan batu menjadi

pecahanpecahan kecil yang berbentuk segitiga, trapesium, atau setengah bulat. Alat ini digunakan untuk alat pemotong, gurdi, atau penusuk. Alat serpih ada yang dikerjakan lagi menjadi panah dan ujung tombak. 5. Gurdi dan Pisau Gurdi dan Pisau neolitik banyak ditemukan di kawasan tepi danau, misalnya Danau Kerinci (Jambi), Danau Bandung, Danau Cangkuang, Leles Garut, Danau Leuwilang Bogor (Jawa Barat), Danau Tondano, Minahasa (Sulawesi Utara), dan sebuah danau di Flores Barat (Nusa Tenggara Timur. 22

5. Perhiasan Perhiasan neolitik ini dibuat dari batu mulia yang berupa gelang. Benda tersebut banyak ditemukan di Tasikmalaya, Cirebon, dan Bandung. Jenis perhiasan itu antara lain gelang, kalung, manik-manik, dan anting-anting. Bahan yang digunakan untuk membuatnya adalah batu-batu indah, seperti agat, kalsedon dan jaspis. Kehidupan sosial dan ekonomi Pada zaman batu-batu muda terjadi perubahan besar dalam bidang sosial budaya yang disebut dengan Revolusi Neolitikum. Revolusi Neolitikum yaitu perubahan dari mengumpulkan makanan (food gathering) menjadi menghasilkan makanan (food producing). Di samping itu perubahan dari kehidupan nomaden menjadi menetap. Masyarakat prasejarah pada masa ini menghasilkan makanan dengan cara bercocok tanam dan beternak. Jenis-jenis tanaman yang mereka tanam pada awalnya berupa umbi-umbian dan selanjutnya mereka mengenal padi-padian (jawawut). Hewan pertama yang mereka jinakkan anjing, kerbau, dan babi. Sementara itu, kegiatan berburu dan menangkap ikan masih mereka lakukan pada waktu-waktu senggang. Kehidupan bercocok tanam yang pertama kali dikenal

(20)

oleh manusia adalah berhuma. Berhuma adalah teknik bercocok tanam dengan cara membersihkan hutan dan menanamnya, setelah tahan tidak subur mereka pindah dan mencari bagian hutan yang lain. Kemudian mereka menggulang pekerjaan membuka hutan, demikian seterusnya. Namun dalam penetapan dalam waktu yang cukup lama. Bahkan hal ini dapat berlangsung dari generasi ke

generasi berikutnya. Oleh karena itu, manusia mulai menerapkan kehidupan bercocok tanam pada tanah-tanah persawahan. Pada masa kehidupan bercocok tanam, kebutuhan kehidupan masyarakat semakin bertambah, namun tidak ada anggota masyarakat yang dapat memenuhi kehidupannya sendiri. Dengan kenyataan seperti ini, dalam rangka memenuhi kebutuhannya masing-masing diadakan pertukaran barang dengan barang yang disebut sistem barter. Sistem barter ini menjadi awal munculnya perdagangan atau sistem

perekonomian masyarakat. Untuk memperlancar kegiatan tersebut

dibutuhkan tempat khusus yang dapat dijadikan sebagai tempat pertemuan antara penjual dan pembeli yang disebut pasar. Mereka juga sudah mengenal pakaian, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya alat pemukul kulit kayu. Mereka juga telah menggunakan perhiasan, terbukti dengan ditemukannya gelang, kalung dan manik-manik dari batu indah. Dengan

berkembangnya kehidupan sosial budaya yang lebih maju, maka mereka memerlukan alat

komunikasi yang efektif, yaitu bahasa. Menurut H. Kern, bahasa yang digunakan oleh penduduk di kepulauan Indonsia pada zaman neolitik adalah bahasa Melayu Polinesia yang merupakan rumpun bahasa Austronesia. Dalam perkembangannya, pola hidup menetap telah membuat hubungan sosial masyarakat terjalin dan ternegosiasi dengan baik. Dalam perkumpulan masyarakat 23

(21)

suku merupakan orang yang sangat dipercaya dan ditaati untuk memimpin sebuah kelompok.

Kepala suku ini dipilih berdasarkan prinsip primus inter pares, yaitu memilih pemimpin berdasarkan keahlian yang dimiliki. Manusia pendukung Manusia pendukung kebudayaan kapak persegi di Indonesia

berasal dari ras

Proto-Melayu (Melayu Tua) yang datang ke Indonesia menggunakan perahu bercadik sekitar 2.000 tahun yang lalu. Penduduk Indonesia sekarang yang termasuk ke dalam ras Proto-Melayu antara lain : suku Sasak, Batak, Dayak, dan Toraja. Sedangkan manusia pendukung kebudayaan kapak lonjong di Indonesia bagian timur adalah ras Papua Melanesoid. Kepercayaan Masyarakat zaman neolitikum memercayai kekuatan-kekuatan gaib di luar kekuatan manusia. Kepercayaan masyarakat neolitikum adalah animisme dan dinamisme. Animisme adalah keprcayaan tentang adanya roh-roh yang

memiliki kekuatan di alam gaib, dan dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan karena ditempati roh atau merupakan perwujudan dari roh. Masyarakat neolitikum percaya bahwa ada kehidupan lain bagi seseorang yang sudah meninggal, untuk itu diadakan upacara-upacara bagi seseorang terutama untuk kepala suku yang meninggal. Penguburan dilakukan pada tempat yang dianggap sebagai tempat tinggal nenek moyang atau asal-usul anggota masyarakat. 6. Jaman Batu Besar (Megalithikum) Megalitikum merupakan kebudayaan yang

menghasilkan bangunan-bangunan monumental

yang terbuat dari batu-batu besar. Bangunan megalitikum ini

dipergunakan sebagai sarana untuk menghormati dan pemujaan terhadap roh-roh nenek moyang. Kebudayaan megalitikum muncul pada jaman neolitikum dan berkembang luas pada zaman logam. Hasil-hasil kebudayaan jaman megalithikum adalah sebagai berikut : 1. Menhir Menhir ialah tiang atau tugu yang terbuat dari batu yang didiikan sebagai tanda peringatan dan melambangkan arwah nenek moyang, sehingga menjadi benda pujaan dan ditempatkan pada suatu tempat. Fungsi menhir adalah sebagai sarana pemujaan terhadap arwah nenek moyang, sebagai tempat memperingati seseorang (kepala suku) yang telah meninggal, dan sebagai tempat menampung kedatangan roh. Menhir banyak ditemukan di Sumatra Selatan, Jawa Barat, dan Sulawesi Tengah. Dalam

upacara

pemujaan,

menhir

juga 24

(22)

sebagai

tempat

untuk

menambahkan hewan kurban. Tempat-tempat temuan menhir di Indonesia antara lain di : Pasemah (Sumatra Selatan), Pugungharjo (Lampung), Kosala dan Lebak Sibedug, Leles, Karang Muara, Cisolok (Jawa Barat), Pekauman Bondowoso (Jawa Timur), Trunyan dan Sembiran (Bali), Belu

(Timor), Bada-Besoha, dan Toraja, Sulawesi 2. Punden Berundak Punden berundak adalah bangunan pemujaan para leluhur berupa bangunan bertingkat dengan bahan dari batu, di atasnya biasa

didirikan menhir. Bangunan ini banyak dijumpai di Kosala dan Arca Domas Banten, Cisolok Sukabumi, serta Pugungharjo di Lampung. Dalam perkembangan selanjutnya, punden berundak merupaan dasar pembuatan candi, keratin atau bangunan keagamaan lainnya. Punden Berundak

3. Dolmen Dolmen adalah meja batu besar dengan permukaan rata sebagai tempat meletakkan sesaji, sebagai tempat meletakkan roh, dan menjadi tempat duduk ketua suku agar mendapat berkat magis dari leluhurnya. Dolmen ada yang berkakikan menhir seperti yang ditemukan di Pasemah, Sumatra Selatan, ada juga yang digunakan sebagai kubur batu seperti yang ditemukan di

Bondowoso dan di Merawan, Jember, Jawa Timur. Dolmen

25

4. Kubur peti batu Kubur peti batu adalah peti jenazah yang terpendam di dalam tanah yang berbentuk persegi panjang, sisi, alas, dan tutupnya terbuat dari papan batu. Benda ini banyak ditemukan di daerah Kuningan, Jawa Barat. Kubur peti batu

5. Sarkofagus Sarkofagus atau keranda adalah peti jenazah yang bentuknya seperti lesung, tetapi mempunyai tutup. Pembuatannya seperti lesung batu, tetapi bentuknya seperti keranda. Salah satu tempat penemuan sarkofagus adalah di Bali. Isinya tulangbelulang manusia, barang-barang

perunggu dan besi, serta manik-manik. Sarkofagus juga ditemukan di Bondowoso, Jawa Timur. Untuk melindungi roh jasad sarkofagus

sering

dipahatkan

yang sudah mati dari gangguan gaib, pada

motif

kedok/topeng

dengan

berbagai

ekspresi.

(23)

26

Sarkofagus

6. Waruga Waruga adalah kubur batu yang berbentuk kubus atau bulat dengan tutup berbentuk atap rumah. Bentuk dan fungsi waruga seperti sarkofagus, tetapi dengan penempatan posisi mayat jongkok terlipat. Waruga banyak ditemukan di Minahasa.

Waruga 7. Arca Arca atau patung adalah bangunan yang terbuat dari batu berbentuk binatang atau manusia yang melambangkan nenek moyang dan menjadi pujaan. Peninggalan megalitik ini banyak ditemukan di dataran tinggi Pasemah, yaitu pegunungan antara wilayah Palembang dan Bengkulu. 27

Penyelidikan di Pasemah ini dilakukan oleh Dr. Van der Hoop dan Van Heine Geldern. Di lembah Bada, Sulawesi Tengah ditemukan juga du abuah arca yang melambangkan sosok lelaki dan perempuan. Van Heine Geldern membagi penyebaran kebudayaan megalitikum ke Indonesia menjadi dua gelombang, antara lain sebagai berikut : Megalitikum tua, yang menghasilkan menhir, punden berundak, dan arcaarca statis menyebar ke Indonesia pada zaman neolitikum tahun 2500 -1500 sebelum Masehi, dibawa oleh pendukung kebudayaan kapak persegi (Proto-Melayu).

Megalitikum muda, yang menghasilkan kubur peti batu, dolmen, waruga,

sarkofagus, dan arca-arca menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu tahun 1000 - 100 sebelum Masehi, dibawa oleh pendukung kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). B. Zaman Logam Zaman digunakannya alat-alat yang terbuat dari logam secara dominan dalam kehidupan masyarakat pra aksara setelah selama ribuan tahun menggunakan batu disebut zaman logam (Nana Supriatna , 2006:68). Alat-alat yang dibuatnya terdiri atas bermacam-macamukuran, jenis dan kehalusannya.

Perlu ditegaskan bahwa

dengan dimulainya zaman logam bukan berarti berakhirnya zaman batu, karena pada zaman

logampun alat-alat dari batu terus berkembang bahkan sampai sekarang. Zaman logam disebut juga dengan zaman perundagian

karena dalam masyarakat

timbul golongan undagi yang terampil melakukan pekerjaan tangan. Kepandaian mengolah logam ini diperoleh setelah mereka menerima pengaruh dari kebudayaan Dongson (Vietnam).

(24)

Teknik pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan

cetakan batu yang disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan lilin yang disebut acire perdue. Cara Teknik Bivalve Teknik Bivalve atau disebut teknik setangkup. Yaitu teknik pembuatan

perunggu dengan cara menangkupkan 2 bagian batu kemudian diisi cairan logam.Inilah

Kronologisnya : yaitu cetakan terdiri dari dua bagian dan biasanya terbuat dari batu, kemudian diikat dan ke dalam rongga cetakan itu dituangkan perunggu cair. Setelah maka

menunggu cetakan tersebut beberapa saat kemudian dilepas cetakan dingin dan

dan jadilah barang

membeku

yang

dicetak

Teknik ini bisa dipakai berkali-kali. Dan teknik ini adalah teknik pembuatan perunggu yang paling mudah.

28

Perhatikan gambar berikut :

Teknik A Cire Perdue Teknik A Cire Perdue disebut juga teknik cetak lilin. Teknik ini menggunakan lilin sebagai bahannya, sedangkan bahan dasarnya adalah tanah liat. Benda yg dicetak terbuat dari lilin atau sejenisnya, kemudian dibungkus dengan tanah liat yang diberi lubang. Setelah itu dibakar maka lilin akan meleleh. Rongga bekas lilin tersebut diisi dengan cairan perunggu, sesudah dingin perunggu membeku dan tanah liat dibuang maka jadilah barang yang dicetak.

Peralatan dan teknologi Zaman Logam dapat dibagi menjadi 3 jaman sebagai berikut : 1. Zaman Tembaga Zaman Tembaga merupakan zaman paling awal dimana manusia sudah mengenal logam

(25)

terutama yang terbuat dari tembaga. Di Indonesia sendiri tidak terpengaruh oleh jaman tembaga. Hal ini dikarenakan ketika nenek moyang datang ke Indonesia mereka sudah meninggalkan budaya tembaga. Selain itu juga di Indonesia tidak diketemukan hasil-hasil budaya yang berasal dari

tembaga. Sehingga para Ahli berkesimpulan kalau negara Indonesia tidak terpengaruh atau tidak mengalami zaman tembaga dan yang terpengaruh zaman tembaga hanya negara di luar Indonesia, seperti Semenanjung Malaka (Malaysia), Muang Thai (Thailand), Vietnam serta Kamboja. 29

2. Zaman Perunggu Disebut zaman perunggu karena pada zaman ini dihasilkan perlatan kehidupan yang dibuat dari perunggu. Peralatan kehidupan yang dibuat dari bahan perunggu ini meliputi: Nekara Nekara adalah genderang besar yang terbuat dari perunggu. Biasanya digunakan sebagai alat upacara untuk mengundang hujan. Nekara terbesar ditemukan di Bali. Sekarang nekara tersebut disimpan di Pura Besakih. Nekara ini disebut “The Moon of Pejeng”.

Nekara Moko Moko merupakan genderang kecil terbuat dari perunggu. Biasanya digunakan sebagai alat upacara keagamaan atau sebagai mas kawin.

Kapak corong Kapak corong disebut juga kapak sepatu. Kapak itu terdiri dari berbagai ukuran. Ada yang bertangkai panjang, ada yang melengkung ke dalam, dan ada yang cekung di pangkalnya.

30

Candrasa Kapak jenis ini ditemukan di Bandung,Jabar. Kapak ini menyerupai senjata namun tidak begitu kokoh dan kuat utk digunakan sbg alat perang/pertanian. Para ahli sejarah meyakini kapak perunggu ini digunakan utk keperluan upacara ritual.

Arca perunggu Arca perunggu adalah arca yang terbuat dari perunggu. Bentuknya beraneka ragam seperti bentuk orang atau binatang. Bejana perunggu Bejana perunggu mirip gitar Spanyol, tetapi tanpa tangkai. Pola hiasannya menggunakan hiasan anyaman dan huruf J. Di Indonesia bejana perunggu ditemukan oleh para ahli di daerah Madura dan Sumatra. Bejana juga ditemukan di Pnom Penh (Kamboja), maka tidak dapat disanksikan lagi bahwa kebudayaan logam di Indonesia memang termasuk satu golongan dengan kebudayaan logam Asia yang berpusat di Dongson itu

Perhiasan Bentuk perhiasan ini berupa gelang tangan, gelang kaki, cincin dan kalung. Sebagian besar perhiasan ditemukan sebagai bekal kubur. c. Zaman Besi Kebudayaan besi banyak

menghasilkan benda berupa peralatan hidup dan senjata. Senjata-senjata yang dihasilkan pada zaman besi ini adalah tombak, mata panah, cangkul, sabit dan mata bajak. Benda peninggalan zaman besi ini diperkirakan cukup banyak, tetapi tidak banyak ditemukan, karena sifat benda ini 31

yang mudah berkarat. Banyaknya benda peninggalan sejarah di atas menunjukkan bahwa nenek moyang kita sebagai bangsa yang memiliki daya kreativitas tinggi. Kehidupan Sosial Budaya Pada zaman logam manusia di Indonesia

hidup di desa-desa di daerah

pegunungan, dataran rendah, dan di tepi pantai. Mereka hidup dalam sistem kemasyarakatan yang telah teratur. Mereka tinggal di rumah panggung yang panjang dengan beberapa keluarga di dalamnya. Hal ini dapat diketahui dari ragam hias pada nekara perunggu yang berhasil ditemukan. Bukti-bukti sisa tempat kediaman mereka di temukan di Sumatra, Jawa Sulawesi, Bali, Sumbawa, Sumba, dan di beberapa pulau di Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Tata susunan masyarakat pada zaman logam semakin kompleks, sejalan dengan kemajuan yang dicapai manusia pada saat itu pembuatan alat-alat dari logam mendorong adanya pembagian kerja berdasarkan keahlian. Hal ini

(26)

dikarenakan pembuatan alat-alat dari logam hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian khusus. Perkembangan perkampungan dan pertanian meningkatkan kesadaran akan pentingnya kepemilikan tanah. Perburuan masih dilakukan secara perorangan atau secara beramai-ramai dengan menggunakan tombak, panah, dan jerat. Manusia Pendukung Manusia pendukung kebudayaan perunggu di Indonesia adalah pendatang baru dari Asia Tanggara Daratan. Mereka merupakan penduduk Deutro Melayu (Melayu Muda)

dengan membawa kebudayaan Dongson (Vietnam), yaitu kebudayaan

perunggu Asia Tenggara. Deutro Melayu merupakan nenek moyang suku bangsa Jawa, Bali, Bugis, Madura, dan sebagainya. C. Rangkuman 

Perkembangan hasil budaya masyarakat awal Indonesia dapat dikelompokkan dalam

pembabakan zaman sebagai berikut: zaman paleolithikum, zaman

mesolithikum, zaman megalithikum, dan zaman logam. 

Kebudayaan-kebudayaan yang mempengaruhi teknologi peralatan yang digunakan pada zaman paleolithikum adalah kebudayaan Pacitan dan kebudyaan Ngandong.

Manusia pendukung zaman batu tua hidup dengan berburu dan mengumpulkan makanan (hunting and food gathering) serta belum mengenal kepercayaan.

(27)

Kebudayaan-kebudayaan yang mempengaruhi teknologi peralatan yang digunakan pada zaman Mesolithikum adalah Kebudayaan Tulang Sampung, Kebudayan Toala (Flake Culture) dan Kebudayaan Kapak Genggam Sumatra (Pebble Culture).

Pada zaman batu muda terjadi perubahan besar dalam bidang sosial budaya yang disebut dengan Revolusi Neolitikum. Revolusi Neolitikum yaitu perubahan dari 32

mengumpulkan makanan (food gathering) menjadi menghasilkan makanan (food producing). 

Hasil-hasil kebudayaan jaman megalithikum adalah menhir, punden berundak, dolmen, kubur peti batu, sarkofagus, arca.

Terdapat dua teknik pengolahan logam, yaitu Cara Teknik Bivalve atau teknik dua setangkup dan Teknik A Cire Perdue atau teknik cetak tuang.

Jaman Logam dapat dibagi menjadi 3 jaman, yaitu zaman tembaga, zaman perunggu, zaman besi

Ketika mulai mengenal cara bercocok tanam dan mulai bertempat tingga secara menetap di suatu tempat, manusia juga mulai mengenal dan percaya terhadap adanya kekuataan gaib yang berada di luar kekuatan manusia, termasuk roh-roh nenek moyang. Oleh karena itu mereka membangun kepercayaan dan merasa perlu melakukan upacara-upacara untuk memohon keselamatan dan terhindar dari marabahaya. Sistem kepercayaan masyarakat yang berkembang pada masyarakat bercocok tanam dibedakan menjadi dua, yaitu animisme dan dinamisme.

D. Penguasaan kompetensi melalui tes pilihan jamak Pilihlah satu huruf jawaban (A, B, C, D, dan E) yang benar! 1. Perhatikan data di bawah ini! 1. Beternak 2. Berburu dan mengumpulkan makanan 3. Bercocok tanam 4. Berladang 5. Perundagian Dari data di atas, yang merupakan zaman praaksara berdasarkan ciri kehidupan masyarakatnya meliputi ... A. 1, 2, 3 B. 2, 3, 5 C. 1, 3, 4 D. 2, 4, 5 E. 1, 3, 5 2. Zaman logam di Indonesia diawali dengan logam yang terbuat dari ... A. perunggu B. perak C. tembaga D. emas E. besi

33

3. Kjokkenmodinger yaitu…. A. rumah tinggal yang berupa celah-celah batu karang B. sampah dapur yang terdiri dari kulit kerang C. bukit batu karang di sepanjang pantai Sumatera Timur D. sisa-sisa makanan yang terdiri dari tylang belulang ikan E. gua-gua tempat tinggal manusia purba Zaman Mesolitikum 4. Abris Sous Rouche ialah …. A. sampah-sampah dapur yang terdiri dari kulit kerang B. gua-gua tempat tinggal manusia purba Zaman Mesolitikum C. sisa-sisa makanan yang terdiri dari tulang belulang ikan D. ceruk batu karang sebagai tempat tinggal pada Zaman Paleolitikum E. Gua tempat tinggal zaman Mesolitikum berupa ceruk-ceruk batu karang 5. Sistem kepercayaan animisme mempunyai keyakinan …. A. semua benda mempunyai kekuatan B. orang yang meninggal akan hidup di alam lain C. semua kekuatan alam dapat mempengaruhi jiwa manusia D. orang yang telah meninggal akan melindungi keluarga yang hidup E. roh nenek moyang selalu dapat dipanggil untuk

(28)

diminta nasehatnya 6. Hasil kebudayaan Zaman Paleolitikum adalah …. A. nekara dan moko B. candrasa dan moko C. pebble dan flakes D. chopper dan flakes E. kapak lonjong dan kapak persegi 7. Perbedaan teknik Bivalve dengan A Cire Perdue dalam pembuatan alat logam ialah… Teknik Bivalve

Teknik A Cire Perdue

A. disediakan cetakan

Disediakan model

B. hasil sangat bervariasi

Hasil monoton

C. hasil cetakan sangat indah

Hasil cetakan sederhana

D. hasil

Hasil cetakan berukuran besar

cetakan

berukuran

kecil E. untuk keperluan upacara

Membuat alat-alat pertanian

8. Perhatikan data dibawah ini : 1. hidup berkelompok 34

2. berpindah satu daerah ke daerah lain 3. bertempat tinggal sementara dalam gua 4. alat batu disebut pebble 5. membangun tempat pemujaan “menhir” Ciri-ciri kehidupan tersebut yang

merupakan ciri kehidupan manusia purba pada masa food gathering yakni …. A. 1, 2, dan 3 B. 1, 3, dan 5 C. 2, 3, dan 4 D. 2, 4, dan 5 E. 3, 4, dan 5 9. Pembagian kerja di kalangan manusia purba pada masa berburu didasarkan pada A. umur B. jenis kelamin C. kekuasaan D. kedudukan E. besar

kecilnya tubuh 10. Perhatikan pernyataan berikut ini ! 1. kelompok masyarakat berkembang dengan pesat 2. hasil budayanya telah dihaluskan 3. hidup berkelompok 3 sampai 10 orang 4. belum

bertempat tinggal tetap 5. hasil budayanya terbuat dari batu kasar Ciri-ciri masyarakat berburu adalah …. A. 1, 2, dan 3 B. 2, 3, dan 4 C. 1, 2, dan 5 D. 3, 4, dan 5 E. 1, 3, dan 5 11. Masa

perundagian mempunyai ciri khas yang menonjol yaitu masyarakatnya telah mengenal adanya …. A. uang B. pelayaran C. kepercayaan D. pertukangan E. perdagangan 35

12. Kebiasaan beternak dan memelihara hewan dilakukan pada masa …. A. awal prasejarah B. bercocok tanam C. zaman batu tua D. berburu dan meramu E. awal peradaban 13. Di bawah ini yang termasuk alat-alat budaya food gathering adalah A. chooper, menhir B. kapak corong dan alat serpih C. pandusa dan alat tulang D. kapak perimbas dan dolmen E. kapak sumatera dan alat dari tulang 14.

(29)

Gambar di samping ini berfungsi sebagai .... A. Alat upacara B. Tempat menyimpan air C. Tempat menyimpan abu jenazah D. Simbol status E. Mas kawin/jujur

15. Perhatikan gambar di bawah ini!

Dari gambar-gambar tersebut yang merupakan hasil budaya Neolithikum adalah .... A. 1 & 2 B. 2 & 4 C. 1 & 3 D. 1 & 4 E. 3 & 5

16.

Kebudayaan

kapak

persegi

adalah

Neolitikum yang mendapat pengaruh Indonesia melalui Jalur …. A. Utara. 36

merupakan kebudayaan Bacsonh - Hoabin zaman dan Masuk ke

B. Timur C. Selatan D. Tengah E. Barat 17.

Sistem

masyarakat

yang

sudah

Teratur dengan adanya kepala suku

yang dihormati dan disegani merupakan peran dari …. A. Primus Interpares B. Abris sous roche C. Slash and burn D. Hache courte E. Hand axe tool

18. Perdagangan sudah mulai dikenal pada zaman Megalitikum secara sederhana, perdagangan

(30)

A. Food Gathering B. Food Producing C. Barter Innatura D. Changer E. Hunting 19. Perhatikan nama-nama daerah di bawah ini! 1. Sampung 2. Lamoncong 3. Pacitan 4. Besuki 5. Bondowoso 20. Dari nama-nama daerah tersebut di atas, yang merupakan daerah tempat ditemukannya Abris Sous Roche adalah .... A. 1, 2, 3 B. 2, 3, 4 C. 3, 4, 5 D. 1, 2, 4

Catatan: Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban yang terdapat di bagian akhir materi pembelajaran modul ini. Hitunglah jumlah jawaban Anda yang benar. 37

Kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi Anda. Rumus: Tingkat penguasaan = Jumlah jawaban Anda yang benar X 100% 15 Arti tingkat penguasaan yang Anda capai 90% - 100% = baik sekali 80% - 89% = baik 70% - 79% = cukup < 70%

= kurang

Bila tingkat penguasaan Anda mencapai di atas 80%, Anda dapat meneruskan dengan kegiatan pembelajaran selanjutnya. Bagus! Tetapi jika penguasaan Anda di bawah 80% Anda harus mengulagi kegiatan pembelajaran ini, terutama yang belum Anda kuasai.

E. Kunci jawaban No Jawaban No Jawaban No Jawaban 1 B 6 D 11 C 2 A 7 A 12

(31)

D 3 B 8 A 13 B 4 B 9 E 14 A 5 E 10 D 15 E 38

KEGIATAN BELAJAR 11 PERADABAN AWAL INDONESIA DAN DUNIA Kompetensi Dasar 3.11 Menganalisis keterkaitan peradaban awal dunia dan Indonesia serta keterkaitannya dengan manusia masa kini dalam cara berhubungan dengan lingkungan, hukum, kepercayaan, pemerintahan, dan sosial 4.11 Menyajikan hasil analisis peradaban awal dunia dan Indonesia serta keterkaitannya dengan manusia masa kini dalam cara berhubungan dengan lingkungan,

hukum,

kepercayaan,

(32)

dan

sosial,

dalam

berbagai bentuk PERADABAN AWAL INDONESIA A. Pendahuluan

Petunjuk Belajar

:

Tujuan Mempelajari Modul:

1. Bacalah materi kegiatan belajar yang telah tersaji di bawah; 2. Jawablah setiap pelatihan soal penguasaan kompetensi; 3. Lihat kunci jawaban dan ukur tingkat penguasaan kompetensi Anda.

Setelah mempelajari modul ini Anda diharapkan memiliki kompetensi dalam ahal: 1. Mengamati melalui membaca materi kegiatan belajar tentang peradaban awal Indonesia dalam pencapaian ilmu dan teknologi, kepercayaan, pemerintahan, pertanian dan budaya serta pengaruhnya terhadap kehidupan manusia di masa kini. 2. Menanya melalui diskusi dan tanya jawab untuk mendapatkan klarifikasi dan pendalaman tentang peradaban awal Indonesia dalam pencapaian ilmu dan teknologi,

kepercayaan, pemerintahan, pertanian dan budaya serta

pengaruhnya terhadap kehidupan manusia di masa kini. 3. Mengumpulkan

informasi tentang peradaban awal Indonesia dalam

pencapaian ilmu dan teknologi, kepercayaan, pemerintahan, pertanian dan budaya serta

(33)

yang didapat dari berbagai sumber

39

mengenai keterkaitan antara peradaban awal Indonesia dalam pencapaian ilmu dan teknologi, kepercayaan, pemerintahan, pertanian dan budaya serta pengaruhnya terhadap kehidupan manusia di masa kini. 5. Mengkomunikasikan hasil analisis melalui bentuk tulisan berupa kesimpulan

maupun presentasi tentang peradaban awal Indonesia dalam pencapaian ilmu dan teknologi,

kepercayaan, pemerintahan, pertanian dan budaya serta pengaruhnya terhadap kehidupan manusia di masa kini B. Kegiatan Pembelajaran Hasil budaya, bahasa, dan fosil manusia merupakan petunjuk yang dapat mengantarkan kepada pengetahuan mengenai peradaban awal Indonesia. Hasilhasil budaya memberi petunjuk bahwa suatu benda dengan ciri-ciri tertentu pasti dibuat dan

dipergunakan oleh kelompok masyarakat tertentu yang berpusat pada daerah tertentu. Oleh karena itu, persebaran suatu benda budaya pada daerah lain yang berbeda dan jauh dari pusat atau asal tempat benda tersebut dibuat dapat memastikan persebaran pembuatnya. Sementara itu, kesamaan-kesamaan tertentu dalam bahasa serta fosil pemakainya dapat memperkuat dugaan-dugaan tadi. Brandes, H. Kern, dan Von Heine Geldren adalah beberapa ilmuwan yang melakukan penelitian mengenai hal tersebut guna mendukung dugaan-dugaan adanya persebaran komunitas manusia dari pusat budaya asalnya ke Indonesia. Perhatikan peta di bawah ini!

Peta tersebut menggambarkan situasi Kepulauan Indonesia sebelum terbentuk seperti saat ini. Tampak Sumatera, Jawa, dan Kalimantan sebagai satu kesatuan

40

yang tak terpisah dengan Asia daratan, demikian juga Sulawesi yang masih menyatu dengan

Filipina, Taiwan, dan Vietnam di utaranya. Sementara, Papua dan kepulauan di sekitarnya menyatu dengan Australia. Bangsa Negrito atau Papua Melanesoid dengan ciri kulit hitam dan rambut keriting yang tinggal di antara India dan Asia Tenggara adalah bangsa pertama yang melakukan migrasi ke Indonesia melalui arah barat dan timur. Migrasi itu oleh sebagian ahli ditaksir kira-kira berlangsung pada 7.000-8.000 tahun yang lalu. Mereka yang datang dari arah barat menelusuri kawasan Birma, Thailand, Malaysia, selanjutnya ke Jawa dan Sumatera. Dari arah timur kawasan yang ditelusurinya, antara lain Tonkin (Vietnam), Filipina, terus menuju Sulawesi. Bangsa tersebut membawa serta budaya flakes dan alat-alat dari tulang selain kapak genggam (chopper) yang lebih maju berupa pebble (kapak Sumatera) dan hache courte (kapak pendek). Juga diduga sebagai hasil budaya peninggalannya adalah pipisan atau batu-batu penggiling beserta landasannya yang menurut perkiraan difungsikan untuk menggiling makanan. Sebagian dari hasil budaya itu ditemukan di gua-gua daerah pedalaman (abris souche rouche) atau di gua-gua-gua-gua tepi pantai (rock shelter). Hal itu menggambarkan tempat tinggal mereka. Sebagian lainnya ditemukan dalam onggokan sisa-sisa sampah dapur yang berupa bukit kerang yang sudah memfosil (Kjokenmoddinger). Amati pula peta berikut ini!

Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Flores adalah tempat penemuan hasil-hasil budaya

tersebut.

Secara

khusus,

(34)

di

sepanjang pantai Sumatera Timur dan di antara Langsa di Aceh dan Medan, sedangkan Abris Souche Roche dan Rock Shelter ditemukan di Gua Lawa dekat Sampung (Ponorogo, Madiun), Bojonegoro, Lamoncong (Sulawesi Selatan). Para ilmuwan yang melakukan penelitian mengenai hasil-hasil budaya tersebut, antara

41

lain Vonstein Callenfels (1925, 1928, 1931, 1933, 1954), Fritz Salasin dan Paul Sarasin (1893-1896) dan Van Heekern (1937). Pelajari Gambar berikut ini!

Pada Gambar di atas tampak Peta Kepulauan Indonesia sudah terbentuk seperti adanya sekarang. Sumatera, Jawa, Kalimantan, tak lagi menyatu dengan daratan Asia, demikian pula Sulawesi. Hal yang sama juga terjadi pada Papua terpisah dari Australia. Peristiwa ini terjadi karena gumpalan es di Kutub Utara mencair. Akibatnya air laut menjadi bertambah dan menggenangi serta menutup daratan-daratan rendah yang ada waktu itu. Terpisahlah Kepulauan Indonesia dari daratan Asia. Setelah Kepulauan Indonesia terbentuk seperti itu tibalah kaum migran gelombang kedua ke Indonesia. Menurut dugaan migrasi itu terjadi pada 4000 tahun yang lalu. Mereka membawa serta hasil budayanya dalam jenis dan bentuk yang sama dengan sebelumnya, hanya sudah lebih spesifik kegunaannya serta lebih halus tampilan bendanya karena diasah. Benda budaya yang ditemukan itu disebut sebagai Budaya Bachson-Hoabinh sesuai dengan tempat asal dan pusat benda itu dibuat, yaitu di daerah sekitar Tonkin, tepatnya di dekat Pegunungan Bachson dan Hoabinh. Alat-alat pebble, flake, dan alat-alat tulang serta alat batu jenis beliung persegi, kapak lonjong, alat obsidian, mata panah, dan benda megalitik adalah hasil budaya termaksud. Amati tempat penemuan alat-alat tersebut pada peta berikut ini! Perhatikan dan pelajari kembali gambar berikut ini!

42

Peta tersebut menggambarkan persebaran hasil budaya dari para migran yang datang pada

gelombang ketiga ke wilayah Indonesia. Mereka sering disebut sebagai orang Deutero Melayu atau Melayu Muda. Ada juga yang menyebutnya sebagai orang Dongson. Sebutan terakhir pada kaum pendatang itu mengingatkan pada daerah Dongson di Vietnam Utara yang merupakan penghasil budaya jenis alat batu baru dan logam. Jenis alat batu baru itu berupa kapak persegi, kapak bahu, kapak lonjong yang sudah betul-betul menampakkan fungsinya dan sangat halus tampilannya. Kapak corong, candrasa, nekara, moko, aneka perhiasan, bejana perunggu merupakan jenis benda dari logam. Selain itu, ditemukan juga ragam alat tembikar dan manik-manik perhiasan yang indah dan bernilai seni. Rasa seni mereka juga tampak pada lukisan-lukisan berupa cap-cap tangan dan binatang sejenis babi hutan dalam gua-gua yang diduga sebagai bekas tempat tinggalnya. Kaum migran ini juga diduga telah menghayati kepercayan yang kita sebut animisme dan dinamisme. Kepercayaan ini merupakan pengembangan dari adanya keyakinan bahwa ada kehidupan lain

setelah kehidupan dunia nyata, yaitu kehidupan yang tak tampak yang ada di luar batas kemampuan pancaindra dan di luar batas pemikiran. Keyakinan itu kemudian melahirkan keyakinan baru seperti adanya roh, kesaktian, upacara-upacara magis beserta peralatannya, tempattempat upacara, waktu upacara, orang-orang yang melakukan upacara, serta larangan lainnya yang berupa jampi-jampi atau doa. Kemampuan lain yang dikuasai para migran itu adalah kemampuan mengolah tanah dengan irigasi yang teratur. Mengusahakan perikanan laut serta pelayaran adalah aktivitas yang dikerjakannya selain mengolah tanah atau bersawah. Berikut ini adalah Peta Wilayah Indonesia yang Mendapat Pengaruh Budaya Dongson.

(35)

Kajian tentang peradaban awal Indonesia selain dilakukan dengan pendekatan arkeologis dan fisik biologis seperti dikemukakan terdahulu ada pula yang melakukannya dengan pendekatan yang lain, yakni dengan pendekatan linguistik atau kebahasaan. Artinya, aspek bahasa digunakan untuk menelusuri asal-usul bangsa Indonesia. Tokoh ahli bahasa yang pernah melakukan penelitian dengan pendekatan bahasa, antara lain Kern. Pada tahun 1889, Kern menulis sebuah artikel

dengan judul, “Beberapa Petunjuk Menurut Ilmu Bahasa untuk

Menentukan Tanah Asal Bangsa-Bangsa Melayu-Polinesia” (Taalkundige gegevens ter bepaling van het stamland der Maleisch-Polynesische volken). Tulisan Kern itu kemudian dijadikan salah satu landasan penelitian bahasa-bahasa di kawasan Indonesia sekaligus dijadikan dasar bagi penelitian tentang daerah asal bangsa Indonesia.

Menurut pemikiran Kern, asal-usul bangsa Indonesia dapat ditelusuri dari segi bahasa dengan cara meneliti kata-kata yang digunakan masyarakat pemakai bahasa,

terutama kata-kata yang berhubungan dengan makanan pokok.

Pemikiran itu bertitik tolak dari suatu pendapat bahwa kebutuhan utama di negeri asal bangsa Indonesia tentu akan sama dengan kebutuhan utama di wilayah yang

44

mereka datangi. Padi (beras) adalah makanan pokok yang jadi kebutuhan utama bangsa Indonesia. Oleh karena itu, kata padi menjadi objek bahasa yang diteliti guna menentukan asal-usul dan

(36)

penyebaran bangsa induk yang menjadi nenek moyang bangsa Indonesia. Hasil penelitian mengenai hal tersebut ternyata mendukung kesimpulan pendapat di atas. Kata padi dalam berbagai variasinya menunjukkan arti suatu kata yang sama untuk menyebut makanan pokok. Misalnya, kata padi disebut pari (Jawa), padi (Bali), pade (Aceh), page (Batak), faghe (Nias), pare (Sunda), pala (Buru), hala (Seram), ai (Letti), ane (Timor), hade (Roti), dan are (Sawu). Semua variasi kata padi tersebut menunjuk pada makanan pokok yang sama yang digunakan oleh masyarakat di daerah Cina Selatan, terutama Vietnam dan Kamboja sekarang. Oleh sebab itu, Kern berkesimpulan bahwa negeri asal nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daerah Vietnam dan Kamboja. Sesungguhnya bukan hanya kata padi saja yang dijadikan objek penelitian Kern itu, melainkan juga jenis tumbuhan lain, seperti tebu, kelapa, pisang, bambu, dan rotan. Namun, yang paling utama adalah padi. Selain itu, penelitian kesamaan kata atau istilah antara penduduk daerah induk dan daerah yang didatangi (Nusantara) diperluas pada istilah-istilah dalam pelayaran dan bagianbagian dari kapal (perahu) serta binatang-binatang laut, seperti penyu, ikan, hiu, kepiting, dan udang. Kata dan istilah lain yang menguatkan kesimpulan Kern di atas adalah penggunaan kata selatan yang berasal dari kata selat. Kata selat yang secara geografis berarti laut di antara dua pulau kemudian berubah menjadi arah mata angin. Dengan perubahan itu dapat ditafsirkan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia itu berasal dari sebelah utara selat itu (maksudnya Selat Malaka), yakni dari Vietnam dan Kamboja sekarang. Teori Kern di atas ditunjang dan dikuatkan kebenarannya oleh penelitian yang dilakukan Van Stein Callenfels dan Von Heine Geldern tentang persebaran artefak berupa persebaran jenis kapak persegi. Berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan oleh kedua peneliti di atas, disimpulkan bahwa kebudayaan kapak persegi berasal dari daerah-daerah sungai besar di Asia Timur dan Asia Tenggara, seperti Sungai Si-Kang (Kanton), Yan Tse Kiang dan Song Khoi (Hanoi-Vietnam). Daerah-daerah itu lazim disebut Yunan atau disebut juga Daerah-daerah Cina Selatan. Dari Daerah-daerah itu kebudayaan kapak persegi menyebar melalui laut dan sungai ke Asia Tenggara serta pulau-pulau di Lautan Teduh. Mengingat kembali penelitian Kern, ternyata bahasa-bahasa yang digunakan di Indonesia dan Asia Tenggara pada umumnya berasal dari satu induk bahasa yang

45

oleh ahli etnografi disebut rumpun bahasa Austronesia yang berarti Kepulauan Selatan

(austro = selatan; nesos = pulau). Selain bahasa-bahasa yang

Referensi

Dokumen terkait

kepala sekolah dengan kinerja guru SMP Negeri se-Kecamatan Kubu dengan kontribusi parsial sebesar 17,31%, (2) terdapat kontribusi yang positif dan signifikan

Gangguan kesehatan tidak diketahui atau tidak diperkirakan dalam penggunaan normal.. Kontak langsung dengan mata dapat menyebabkan

Pemahaman mengenai tujuan kebijakan juga tidak dapat dilepaskan dari pemahaman aparat pemerintah mengenai masalah sosial yang menjadi sasaran; serta

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa batang sawit nonpro- duktif memiliki potensi sangat besar sebagai bahan baku bioetanol dan

Penelitian yang berjudul “ Pengaruh Proporsi pektin dan gula terhadap kadar air, total gula dan vitamin C “ permen jelly carica ” (Carica Pubescens L .) ” ini

Kemampuan Citra Quickbird yang digunakan dalam penelitian guna mengidentifikasi 5 parameter yaitu pola bangunan, lebar jalan masuk, kondisi pohon pelindung, pengaruh polusi

Dapatan kajian juga menunjukkan tahap kebolehgunaan Lembaran Kehadiran Kursus dikalangan pensyarah berada di tahap tinggi (skor min 4.14), sementara tahap mesra

Ada usaha dari pihak tertentu yang mengatakan dia Cina dan dia Kristen, ternyata kan warga Jakarta tidak menggubris dan malah jadi bumerang.&#34;. &#34;Hary Tanoe, terlepas kita