• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid telur Telenomus spp. diklasifikasikan dalam Klas : Insekta;

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid telur Telenomus spp. diklasifikasikan dalam Klas : Insekta;"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonorni

Parasitoid telur Telenomus spp. diklasifikasikan dalam Klas : Insekta; Ordo Hymenoptera; Sub ordo Apocrita; Superfamili : Platygasteroidea; Famili : Scelionidae. Selanjutnya famili Scelionidae dibagi atas 3 sub famili yaitu Telenominae, Teleasinae dan Scelioninae (Masner 1993; Csiro 1996;). Sedangkan Kalshoven (1981) dan Borror et al. (1992) memasukkan genus Telenomus ke dalam superfamili Proctotrupoidea dan fanlili Scelionidae.

Saat

ini

genus Telenomus mempunyai lebih dari 500 spesies yang keseluruhannya adalah parasitoid telur. Di Akiia, 11 spesies diantaranya diiaporkan menyerang hama dari famili Pyralidae dan 7 spesies telah dikenal sebagai parasitoid pada telur penggerek batang serealea (Polaszek et al. 1993). Selanjutnya Bin & Johnson (1982), diacu dalam Honda & Trjaptzin (19951 melaporkan bahwa hampir 600 spesies Telenomus yang sudah dikenal, namun baru 10-25% yang sudah diakukan studi biologi dan sistematikanya.

Masalah taksonorni dari parasitoid telur

ini

merupakan persoaian besar yang hampir tidak terpecahkan bahkan sampai -- saat ini (Nixon 1937, Ein &

Johnson 1982 dan Polaszek & Kimani - 1990). Walaupun kekurangan informasi

dasar mengenai biosistematik, Telenomus spp. merniliki s e j d a h karakter yang menjadikan mereka sebagai agens pengendali biologi yang efektif seperti kapasitas mencari inang yang tinggi, potensi reproduksi yang tinggi dan kapasitas

(2)

5

penyebaran yang juga tinggi, kisaran ekologi yang lebar serta lebii spesifik dan sinkron terhadap hang (Honda & Trjaptzin 1995).

Karakter Morfologi Untuk Identifikasi

Johnson (1984) rnenyatakan bahwa sebagian besar spesies Telenomus dicirikan oleh beberapa karakter sebagai berikut: antena betina 11 ruas (10 mas pada beberapa spesies T. californicus kompleks), antena jantan 12 ruas ( 11 mas pada T. pachycoris). Antena betina dengan 5 ruas gada ( 6 mas pada beberapa spesies kelornpok T. podisi, 4 ruas pada beberapa spesies kelompok T. luricis), kadang-kadang gada tidak jelas batasannya, frons licin ai bagian tengah (terukir pada beberapa spesies dari kelompok T. Jorlol7dunus d m kelornpok T. crassiclava), rnata berambut, kepala hampir bentuk segi empat, scutellum licin, sayap depan transparan, vena marginal lebih pendek daripada stigma, vena postmarginal lebii panjang daripada stigma, sayap belakang sempit sampai lebar, tergit metasoma pertama dengan sepasang atau lebii rambut sub lateral; tergit kedua sama atau lebii panjang daripada lebamya; tubuh berwama coklat sampai hitam (kuning sebagian atau keseluruhan pada T. xanthosoma, jantan kelompok T. tabanivorus,

T. melanogaster dan beberapa spesies dari T. arzamae, T. floridanus dan kelompok T. crassiclava); mesosoma bin metalik atau hijau pada beberapa spesies.

Telenomus spp. me~pFikan tabuhan kecil ymg kebmyakan bemama hitam, ukurannya lebii kurang l m m (Kalshoven 1981 dan Polaszek & Kimani 1990). Ukuran yang relatif kecil ini merupakan hambatan dalam melakukan

(3)

identifikasi sehingga sering menyebabkan kesalahan dalam identifikasi spesies. Hal ini pemah terjadi pada Telenomus yang menyerang Pyralidae di AEika, dari 12 spesies yang telah diiaporkan, hanya 1 yang didasarkan pada identifikasi yang benar (Polaszek & i(imani 1990).

Pada famili Scelionidae beberapa karakter dapat digunakan untuk identifikasi genus sampai spesies. Alba (1989) menggunakan beberapa karakter untuk identifikasi spesies Telenomus yaitu antara lain sayap, torak, abdomen, tergit, tibia dan warna. Sedangkan Polaszek et al. (1993) menggunakan karakter genitalia jantan, antma jantan, tarsus, tibia, femur dan warna tubuh. Barrion &

Litsinger (1989) menambahkan beberapa karakter seperti rumbai sayap, vertex dan preoccipital carina.

Keragaman antar spesies dan dalam spesies

Nixon (1937) yang telah banyak mengidentifikasi Telenomus mengemukakan bahwa kesulitan dalam mendeskripsi dan mengklasifikasikan sejumlah besar anggota genus ini mash belum bisa diatasi karena sulitnya menangkap perbedaan diantara mereka. Satu spesies sering diciriian oleh karakter yang bercampur baur dengan karakter yang juga d ioleh semua spesies sehingga sulit diterima oleh mata yang tidak biasa dalam menghadapi perubahan spesifik yang terjadi pada genus ini. Dijelaskan bahwa genitalia jantan merupakan karakter yang tidak terhingga nilainya dalam identifikasi. Namun, sediaan alat kopulasi dari spesies yang berhubungan dekat yang

(4)

membentuk kelompok spesies yang kompak sangat sulit dibedakan dengan metode biasa.

Bin & Johnson (1982) menemukan 4 spesies baru Telenomus dari telur Pyralidae di daerah tropik. Selain itu ada satu spesies yang dideskripsi ulang yakni T. alecto. Identifikasi ini diiakukan selain dengan menggunakan karakter genitalia jantan, juga menerapkan pengukuran morfometrik dan karakter nunus sensila pada ruas-ruas antena Empat spesies baru tersebut adalah:

I:

applanatus Bin & John., T. versicolor Bin & John., T. transversus Bin & John. dan T. globosus Bin & John

Pengetahuan mengenai perbedaan spesies dalam genus Teler7onzus sering didasarkan pada adanya perbedaan yang sangat sedikit pada morfologinya (Johnson et al. 1987). Studi morfologi yang dilakukan pada spesies kompleks

T.

busseolae Gah. dari Afiika telah berhasil memisahkan spesies kompleks ini

menjadi 4 spesies yang berbeda. Dua dari empat Tvlenornus ini merupakan spesies simpatrik yang berhubungan melalui distribusi, hang dan periode oviposisi. Variasi yang ditemukan pada spesies-spesies yang menyerang Pyralidae dan Noctuidae ini terdapat pada kepala, mesosoma dan genitalia jantan (Polaszek et al. 1993).

Keragaman dalam spesies pada Hymenoptera parasit sangat berhubungan dengan perbedaan inang seperti yang diingatkan oleh Salt (1941) dalam Johnson et al. (1987) bahwa ahli sistematika hams mempertimbangkan pengaruh perbedaan inang pada morfologi parasitoid. Buchori el al. (1997)

(5)

juga melaporkan adanya variasi pada Telenomus sp. yang dipelihara pada telur

Spodoptera litura (F.) dan S. exigua (Hbn) ( Lepidoptera: Noctuidae). Variasi terjadi pada lebar kepala, lama hidup dan keperidian.

Fenomena ini juga ierjadi pada T. upplanatus Bin & John. yang dipelihara pada dua macam penggerek tebu yaitu Eldana dan Maliarpha. Perbedaan terdapat pada struktur genitalia jantan dan sensila pada antenomer jantan. Selanjutnya Johnson et al. (1987) juga melaporkan adanya variasi pada T. alsophilae Vier. yang dipelihara pada 5 spesies hang yaitu Caenurgina

crassiuscula Haworth (Lepidoptera: Noctuidae); Campaea perlata Guene'e,

Tetracis cachexiata G ~ ~ e n e e, Plugodis seriiraria Herich-SchaeRer, Pergu~nrr

honestaria Walker (Lepidoptera: Geometridae). Variasi tersebut mencakup lebar kepala serta panjang dan lebar antenomer.

DNA Sebagai Penanda Genetik

Perkiiaan keragaman antara dan dalam spesies perlu untuk optimisasi dalam strategi pemeliharaan parasitoid guna meningkatkan efisiensinya dalam program pengendalian biologi (Masutti 1994). Teknik molekuler yang menggunakan analisis DNA dapat mendeteksi keragaman antara spesies d m dalam spesies serangga parasitoid. Penggunaan analisis DNA juga dapat membedakan dua populasi parasitoid yang mirip secara morfologi (spesies kriptik), spesies yang berhubungan dekat, biotipe dan klon pada spesies yang sama (Heimpel et al, 1997; Cenis et al. 1993).

(6)

DNA yang telah banyak digunakan dalam studi sistematika adalah DNA inti, DNA mitokondria, DNA ribosom dan DNA satelit. DNA mitokondria biasanya digunakan untuk mempelajari struktur populasi, alian gen, hibridisasi, biogeografi dan Nogenetik. Sekuen DNA satelit biasanya menggambarlcan spesifik spesies, sehingga dapat digunakan untuk diagnosis spesies (Hoy 1994).

Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)

Polymerase Chain Reaction merupakan metode in vitro untuk n~engamplifikasi sejumlah kecil DNA atau RNA. Beberapa macanl ballan yang diperlukan antara lain DNA polynlerase, dNTPs, n~olekul DNA fenz17late dan dua oligonukleotida sebagai primer. Reaksi ampliiiasi sangat bergantung pada keberadaan enzim polymerase sebagai katalisator, terutama yang tahan panas. Enzim yang paling terkenal dan banyak digunakan adalah tag DNA polyrneruse

(taq polymerase) yang diisolasi dari bakteri tahan panas Themus aquaticus. Deoksinukleotida tripospat (dNTPS) terdiri atas 4 nukleotida yaitu deoksiadenosin tripospat (dATP), deoksiguanidiin tripospat (dGTP), deoksisitid'in tripospat (dCTP) dan deoksitimidii tripospat (dTTP) (Kessing et al. 1989).

Proses PCR terdiri atas beberapa tahap reaksi dengan perlakuan panas yang berbeda-beda secara berulang-ulang dalam beberapa siklus tertentu yaitu denaturasi, anealisasi dan sintesis DNA. Dengan pengulangan reaksi secara simultan tersebut, maka junllah DNA sasaran yang diamplifiiasi menjadi berlipat ganda (Hoy 1994).

(7)

PCR-RAPD adalah teknik PCR yang menggunakan satu primer acak guna menghasilkan ampliiasi DNA. Hasil pola pita DNA dengan teknik PCR- RAPD menyediakan informasi tentang variasi genetik dalam keseluruhan genom serangga (Dowdy & McGaughey 1996).

Tigkat variasi genetik (DNA) dapat dideteksi dengan menggunakan teknik RAPD. Dalam analisis DNA pada Hymenoptera, teknik ini lebh baik daripada teknik allozyme yang mendeteksi tingkat protein. RAPD mendeteksi keragaman berdasarkan pada amplifikasi di daerah-daerah yang bervariasi pada suatu genom dengan menggunakan satu primer acak dan tidak memerlukan pengetahuan tentang sekuen DNA (Edward & Hoy 1993).

Keuntungan menggunakan teknik PCR-RAPD antara lain adalah prosesnya yang berlangsung cepat karena mulai dari awal prosedur sampai visualisasi DNA yang diamplitikasi pada suatu gel dapat ditentukan kia-kira 24 jam (Kambhampati et al. 1992); relatif murah dibandiigkan dengan sekuensing; dapat digunakan untuk berbagai studi antara lain analisis filogenetik, hubungan kekerabatan, mengidentifikasi spesies yang mirip secara morfologi, membedakan strain serta mengidentsasi asal geografi beberapa serangga yang dintroduksi (Cenis et al. 1993; Heimpel et ul. 1997; Dowdy & Mc.Maughey 1996). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam PCR-RAPD yaitu konsentrasi DNA contoh, panjang primer, komposisi basa primer, konsentrasi ion magnesium dan suhu hibridiiasi primer. Semuanya ini hams diiontrol

(8)

secara hati-hati agar bisa diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (&rani et al. 1998).

Hoy (1994) menambahkan bahwa analisis variabilitas genetik melalui amplifikasi DNA dengan primer acak menghasilkan data yang tidak kodorninan, tetapi karena kemudahan dan kecepatan menghasilkan data, teknik ini telah banyak digunakan untuk mengidentifkasi spesies-spesies yang sulit dibedakan secara morfologi.

Inang Telenon~us spp.

Kebanyakan inang Telenomus spp. merupakan hama penting pertanian, kehutanan dan peternakan. %saran hang dari genus

ini

cukup lebar terutarna dari ordo Lepidoptera dan Hemiptera. Pernah diiaporkan bahwa parasitoid genus ini juga ditemukan pada Diptera. Spesies tertentu dari genus ini inangnya ada yang terbatas pada genus tertentu tetapi ada pula yang dapat hidup pada beberapa famili. Misalnya

T.

clisiocampae Riley merupakan Telenomus yang hanya berinang pada genus Malacosoma ( Lepidoptera: Lasiocampidae) sedangkan T. alsophilae berhasil dipelihara pada 17 genus dari famili Geometridae dan Noctuidae (Johnson 1984).

Polaszek dan Kimani (1990) menambahkan bahwa walaupun kisaran inang dari Telenomus spp. cukup lebar, nmnun spesilisitas inang bervariasi antar spesies, beberapa spesies dapat menyerang telur dari beberapa genus dalam satu ordo dan yang lain kelihata sangat terbatas pada satu spesies saja. Ada kelompok yang sangat knat asosiasinya dengan hang seperti kelompok spesies

(9)

laricis adalah semua spesies yang memarasit telur Miridae dan kelompok

spesiesfloridanus khusus memarasit telur Lygaeidae.

Telenomus spp. merupakan parasitoid yang telah terbukti sebagai agens

pengendali biologis yang penting. Beberapa proyek telah diiakukan untuk pengendalian biologi populasi Pyralidae dengan menggunakan parasitoid telur genus Telenomus dengan hasil yang menjanjikan. Contohnya adalah di Ivory Coast untuk mengendalikan Eldana saccharina Wk., Maliarpha separatella Rag. dan Scirpophaga melanoclysta Mey. pada tebu, padi dan jagung. Di India digunakan untuk melawan serangan Chilo sacchariphagus (Boyer) pada tebu. di Bolivia untuk mengendalikan serangan D[ulr.uea rufescens Box. dan D.

saccharalis (F.) juga pada tebu (Bin & Johnson 1982).

Telenomus remus Nix. telah digunakan untuk program pengendalian hayati hama Spodoptera spp. di Barbados dan telah dicapai hasil yang baik Parasitoid yang sama juga telah diintroduksi ke India dan diiepas pada pertanaman tembakau, kubis dan kapas (Mani & Khrisnamoorthy 1986).

Beberapa spesies Telenomus yang berinang pada Lepidoptera famili Pyralidae antara lain adalah T. rowani Gah., T. dignus Gah., T. dignoides Nix.

yaitu menyerang Scirpophaga spp. (Kalshoven 1981). Sasmita dan Baehaki (1997) melaporkan dua spesies Telenomus pada penggerek padi putih di Sukamandi yaitu T. rowani dun

T.

dignus dengan persentase parasitisasi

(10)

Kalshoven (1981) menyatakan bahwa pada Chilo spp. dietahui satu betina Telenomus spp. dapat menyerang 30-50 telur sedangkan pada kelompok

telur penggerek padi putih yang biasanya berjumlah sekitar 200 telur, 50-75% diantaranya terparasit dan parasitoid tersebut diduga T. rowani atau T. dignoides.

Pada Tabel 1 berikut dapat dilihat beberapa spesies Telenomus serta inangnya yang pernah dilaporkan ada di Indonesia.

Tabel 1. Telenomus spp. yang pemah dilaporkan ada di Indonesia

No Spesies Inang Pustaka Lokasi

1 Telenonius Scirpophaga ii?iiotata (Wlk.) Nixon ( 1937) Jawa

diznzrs . S. iiicerfztlas (Wlk.) &Chilo Kalshoven ( 1 98 1) SPP.

2 T. rowani S. innotata dan S. incerlulas 3 T. dignoides S. aurijlua,

Scirpophaga spp. 4 T. luculIus Nocruidae

5 T. bene$ciens Diatraea slrialalis Sn, 6 T. transversus Tvporiza irrnotata

Nixon (1937), Jawa Klashoven (1981) Nixon (1 937), Cirebon Kalshoven (1981) Nixon (1937) Jawa Nixon (1937), Cirebon Klashoven (1 981)

Bin &Johnson Sulawesi

(1982)

7 T. spodopterae Spodoplera litura (F.) ~ a l s h b v e n (198 1) 8 T. javae Hidari irava (Mr.)

(Lepidoptera: Hesperidae) 9 T. tirathabae Tirathaba sp. (Lepidoptera :

Wlk. Pyralidae)

I0 T. c e s Nezara viridula L. (Hemiptera:

Pentatomidae) 11 T. remus S. litura

12 Telenomus sp. A Piezoderus hybneri (Gmelin)

(Hemiptera: Pentatomidae) 13 Telenomus sp. B Nezara viridula

Kalshoven (1981) Jawa

Nixon (1937), Jawa

Kalshoven (198 1)

Nixon (1937) Lembang

Shephard & Barrion

(1998) Indonesia

Shepard & Barrion Indonesia

(1998)

Shepard & Barrion Indonesia

(11)

Spesies Telenomus yang diketahui menyerang ordo Lepidoptera famili Noctuidae adalah T remus Nix., T. Spodopterae Dodd., T. nawai Ash.

(Polaszek 2001) dan T. alsophilae Ash. (Fedde 1977). Honda & Trjapitzin (1995) melaporkan spesies baru T. hugi Hond. & Trjap. yang menyerang ulat daun alpokat Sabulodes aegrotata (Guenee') (Lepidoptera: Geometridae) di Kalifornia Selatan. Sedangkan T. attaci Nix. merupakan spesies yang

menyerang telur kupu- kupu gajah, Attacus atlas L. (Lepidoptera: Saturniidae) di Kuala Lumpur dan Bangkok (Nixon 1937).

Pada ordo Diptera diietahui ada 3 famili yang menjadi inang Telenornus yaitu Tabanidae, Asilidae dan Stratiomyidae. Spesies Telenomus tersebut adalah T. tabanivorus Ash. dan T. en~ersoifii Gir. (Johnson 1984). Sedangkan T.

cyrus Nix. dan T. triptus Nix. adalah dua spesies Telenomus yang dilaporkan

menyerang telur kepik (Hemiptera: Pentatomidae) di Jawa dan Malaysia (Nixon 1937).

(12)

Pada tabel berikut ini dapat dilihat Telenomus spp. yang pernah dilaporkan di beberapa negara lain

Tabel 2. Parasitoid telur, Telenomus spp. yang pernah diaporkan di beberapa negara lain

No Spesies Inang I Tanaman Daerah

sebaran Pustaka

Inang

1 T. nawai Spodoptera spp. Jepang Arakaki, Noda &

Yamagishi (2000) 2 1: isis Polasz. Sesamia spp. IJagung Afiika Polaszek et al. (1993) 3 T. bussealae Gah 4 T. nagarajae Polasz. 5 T. sesamiae Wu & Chen. 6 T. triptus Nix. 7 T. padisi Ash. 8 T. alsophilae Ash. 9 T. heliothidis Ash. 10 T. sphingis Ash. 11 T fariai 12 T. manolus Nix. Bussealafisca (Lepidoptera: Noctuidae)l Jagung Sesamia spp. lPadi &

tebu Sesamia sp. IJagung Scotinophara caarctata Padisus maculiventris Kedelai

Alsophilae IPinus &

Eucalyptus Heliothis virescensl Tomat Ifeliathis virescens Triatoma phyllosoma Hemiptera:Reduviidae

Afiika, Polaszek et al. (1993)

Mesir, Iran,

Irak , Israel

Papua New Polaszek el al. (1993)

Guinea, Bangladesh

China Polaszek et al. (1993)

Malaysia Nixon (1937)

Amerika Barrion & Litsinger

(1989), Okuda &

Yeargan (1988)

Amerika Bustillo & Drooz (l977),

Fedde (1977)

Amerika Strand & Vinson (1983)

Amerika Farrar et al. (1994)

Venezuela Rabinovich, Jorda &

Bemstein (2000)

Gambar

Tabel 1.  Telenomus  spp. yang pemah dilaporkan ada di Indonesia
Tabel  2.  Parasitoid telur,  Telenomus  spp.  yang  pernah  diaporkan di beberapa  negara lain

Referensi

Dokumen terkait

 Dapat  dibayangkan  bagaimana  pemuaian  dapat  terjadi   pada  konstruksi-­‐konstruksi  beton  sebagai  akibat  sangat  meningginya  suhu...  Cendekia

Dengan adanya hal ini LPSE Provinsi Riau dirasa telah memberikan tempat yang sesuai untuk menunjukan bahwa adanya dukungan ini pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di wilayah

Selanjutnya jika dilihat pada kanaikan konsentrasi perekat kanji dari 4% menjadi 7% terlihat adanya kenaikan nilai kalor beriket, dimana pada gaya tekan 2 tonf

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, maka Peraturan Kepala Desa Purbayan Nomor 3 Tahun 2020 tentang Daftar Penerima Manfaat Bantuan Langsung

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar

Penambahan ekstrak Centella asiatica pada konsentrasi 100 ppm dapat meningkatkan pertumbuhan panjang akson neuron dan cenderung menginduksi neurogenesis, sedangkan pada dosis

Sub Unit Organisasi UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Sukasada. U P B SD

Ketiga dasar ibadah ini harus menyatu dalam diri seorang hamba. Jika hilang salah satu dari ketiga hal tersebut, akan menyebabkan kesalahan fatal dalam akidah dan tauhid.