• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEY LEGAL, DOCUMENTARY AND STRUCTURING ISSUES FOR ISLAMIC FINANCIAL PRODUCT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEY LEGAL, DOCUMENTARY AND STRUCTURING ISSUES FOR ISLAMIC FINANCIAL PRODUCT"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

CAKRAWALA HUKUM

Oleh: Redaksi

KEY LEGAL, DOCUMENTARY AND STRUCTURING ISSUES FOR ISLAMIC FINANCIAL PRODUCT

Produk keuangan syariah pada prinsipnya dapat dikelompokkan dalam 3 bagian, yaitu, (i) produk penghimpunan dana (funding); (ii) pembiayaan (financing); dan (iii) jasa-jasa (services). Pada produk penghimpunan dana, biasa digunakan prinsip penitipan (wadiah dan mudharabah), produk pembiayaan digunakan prinsip investasi dan jual beli (musyarakah dan mudharabah, murabahah, salam, dan istishna), dan pada produk jasa digunakan prinsip pelayanan jasa keuangan (financing services).

Dalam seminar ini khusus dibahas produk keuangan syariah dari sisi pembiayaan (financing) terutama dilihat dari sisi investasi dan jual beli dalam bentuk produk cash financing dan surat berharga (sekuritas). Pengertian pembiayaan difokuskan terhadap produk perbankan syariah yang mengandung adanya unsur pendapatan atau laba baik yang diterima oleh bank maupun pemasok barang dan jasa.

A. Prinsip Investasi Dalam Sistem Syariah

Mudharabah (Fund

Management)

Dalam sesi ini dijelaskan mengenai struktur dari produk keuangan syariah dengan menggunakan prinsip mudharabah, yang melibatkan 3 pihak yaitu deposan selaku penyedia dana (Rab Al Mal), bank selaku penerima dana (Mudareb) sekaligus investor (Rab AL Mal), dan Pengusaha. Dalam skema ini, bank bisa berfungsi sebagai Mudareb sekaligus Rab Al Mal. Bank berfungsi sebagai Mudareb pada saat bank melakukan perjanjian dengan Deposan, dan bank berfungsi sebagai Rab Al Mal pada saat bank melakukan perjanjian dengan pengusaha. Pada dasarya, prinsip mudharabah adalah suatu akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (Rab Al Mal) menyediakan seluruh modal usaha sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,

(2)

sebaliknya jika rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola.

Musyarakah (Partnership)

Dalam sesi ini dijelaskan mengenai struktur dari produk keuangan syariah dengan menggunakan prinsip musyarakah, yang melibatkan 2 pihak yaitu bank dan klien selaku partner dalam suatu proyek/ transaksi, dimana satu partner bertindak sebagai penjamin bagi partner lainnya. Berbeda

dengan mudharabah yang

merupakan kombinasi kerjasama antara penyediaan dana dan keahlian, dalam skema musyarakah ini dipersyaratkan bahwa para pihak harus menginvestasikan dananya masing-masing dalam pelaksanaan suatu proyek. Pembagian hasil keuntungan harus disebutkan dalam kontrak dan rasio pembagian keuntungan tidak selalu berhubungan dengan kontribusi modal yang telah diberikan. Dalam praktek managing partner diperbolehkan untuk menerima keuntungan lebih dibanding dari partner lain. Pada dasarnya, prinsip musyarakah adalah suatu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

B. PRINSIP JUAL BELI DALAM SISTEM SYARIAH

Murabahah (Sale with Profit) Dalam sesi ini dijelaskan mengenai struktur produk keuangan syariah dengan menggunakan prinsip murabahah. Penerapan prinsip murabahah sangat popular untuk dilakukan dalam bisnis perdagangan. Pada prinsipnya murabahah adalah akad jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang telah disepakati. Dalam skema ini, tedapat 3 pihak yaitu klien, bank dan supplier. Klien melakukan penjajagan kepada bank dengan permintaan untuk membeli barang-barang tertentu/ proyek dari supplier independen. Klien berjanji untuk membeli barang/ proyek yang sama dari bank dengan harga asal dan tambahan keuntungan bagi bank yang telah disepakati. Jual beli dengan menggunakan prinsip murabahah ini hanya dapat terjadi untuk barang atau produk yang telah dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi dan berkontrak. Menjual barang yang tidak dimiliki adalah tindakan yang dilarang syariah. Dengan kata lain, walaupun pembelian barang dilakukan oleh bank untuk dan atas nama klien, tetapi sesuai dengan persyaratan syariah maka ketika bank menjual barang tersebut kepada pemesan, harus terdapat peralihan kepemilikan atas barang dimaksud terlebih dahulu dari

(3)

supplier kepada bank, untuk selanjutnya bank berhak menjual barang tersebut kepada pemesan/ klien.

Dalam konteks penguasaan dan pemilikan barang ini, bank membeli barang dari supplier untuk dan atas nama bank, tetapi dalam kondisi tertentu bank diperbolehkan meminta klien untuk berhubungan langsung dengan agen penjual untuk dan atas namanya atau nama bank, dan dalam konteks ini pembayaran harus dibayarkan terlebih dahulu oleh bank kepada supplier.

Istisna

Dalam sesi ini dijelaskan mengenai struktur dari produk pembiayaan syariah dengan menggunakan prinsip istisna, yang melibatkan 2 pihak yaitu bank selaku penjual dan klien selaku pembeli. Pembiayaan dengan menggunakan prinsip istisna diadopsi untuk membiayai suatu proyek yang spesifikasinya harus dideskripsikan oleh pembeli seperti spesifikasi pembangunan gedung, pembuatan kapal, pesawat. Atas penjelasan spesifikasi yang dideskripsikan oleh klien, bank sepakat untuk membiayai proyek dengan perjanjian istisna. Pada prinsipnya akad istisna adalah merupakan kontrak penjualan antara pembeli (klien) dan pembuat barang (bank). Hak kepemilikan atas proyek yang dibiayai oleh bank beralih kepada klien terhitung sejak

penandatanganan perjanjian istisna, dan tidak digantungkan pada perjanjian penjualan barang ataupun penyerahan barang.

Salam (Deferred Delivery)

Seperti istisna, salam adalah struktur pembiayaan syariah lainnya dimana komoditas tertentu ditransaksikan sebelum tiba masa panen atas komoditas tersebut, misalnya pada produk hasil pertanian. Pada prinsipnya akad salam berarti pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Struktur yang terjadi dalam prinsip salam adalah bank menjanjikan akan menyediakan komoditas tertentu pada masa yang akan datang dengan pembayaran harga yang berlaku pada saat ini. Harga pembelian dalam prinsip salam ini harus tetap dan di bawah harga pasar, dengan pertimbangan bahwa bagi pembeli, harga di bawah pasar ini merupakan keuntungan dari terjadinya perbedaan 2 harga sebagai bentuk penghargaan karena telah membantu penjual untuk menerima hasil dari komoditi yang ditransaksikan. Salam hanya dapat diterapkan bagi komoditi dengan kualitas dan kuantitas yang bisa dispesifikasikan.

Ijarah (Leasing)

Prinsip ijarah adalah akad pemindahan hak guna/

(4)

pemanfaatan atas barang melalui pembayaran sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Dengan kata lain, ijarah diperspektifkan sebagai leasing atas suatu proyek yang mempunyai nilai manfaat. Ada dua sistem yang bisa digunakan dalam pembiayaan dengan prinsip ijarah, yaitu dengan sistem operating lease (barang dikembalikan kepada lessor pada saat berakhirnya jangka waktu sewa) dan sistem financial lease (barang dapat dijual kepada lesse setelah berakhirnya jangka waktu sewa). Dalam perkembangannya, terdapat pengembangan prinsip ijarah yaitu yang dikenal dengan ijarah muntahia bit-Tamlik dimana merupakan perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa, atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang kepada si penyewa. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembiayaan dengan prinsip ijarah adalah perlu adanya kepastian bahwa lessor adalah pemilik dari barang yang kegunaannya/ nilai manfaatnya hendak dialihkan.

Sukuk Al Ijarah

Pada prinsipnya sukuk atau obligasi syariah merupakan bentuk surat berharga sebagai instrumen investasi, yang diterbitkan berdasarkan suatu transaksi atau akad syariah yang melandasinya (underlying transaction) yang bisa

berupa ijarah, mudharabah, musyarakah atau yang lain. Sukuk bukan instrumen utang piutang dengan bunga seperti obligasi yang dikenal dalam sistem keuangan konvensional, tetapi merupakan instrumen investasi. Sukuk diterbitkan dengan suatu underlying asset dengan prinsip syariah yang jelas. Underlying transaction yang banyak digunakan sebagai dasar penerbitan sukuk adalah transaksi yang menggunakan prinsip sewa (ijarah) sehingga saat ini dikenal sukuk al ijarah yaitu surat berharga yang diterbitkan berdasarkan akad sewa dimana hasil investasi berasal dan dikaitkan dengan arus pembayaran sewa aset tersebut. Penerbitan sukuk al ijarah dimulai dari adanya suatu akad jual beli aset oleh suatu perusahaan kepada perusahaan tertentu yang ditunjuk untuk suatu jangka waktu tertentu dengan janji membeli kembali setelah jangka waktu tersebut berakhir.

C. WORK SHOP

Dalam seminar yang diselenggarakan pada 7 dan 8

September 2005 ini disediakan sesi khusus berupa workshop yang membahas studi kasus penerapan skim-skim pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang telah diimplementasikan oleh Dubai Islamic Bank, diantaranya :

a. Skim pembiayaan dengan menggunakan prinsip ijarah

(5)

dalam membiayai proyek-proyek besar yang dilakukan di Uni Emirat Arab.

b. Skim pembiayaan dengan menggunakan prinsip istisna dalam membiayai proyek-proyek minyak bumi.

c. Skim pembiayaan dengan

menggunakan prinsip murabahah dalam membiayai

proyek pengadaan minyak

mentah terkait dengan fasilitas pembiayaan sindikasi di negara ASEAN.

d. Skim pembiayaan dengan

menggunakan prinsip musyarakah dalam membiayai

proyek pengadaan pusat perbelanjaan (shopping mall) di Uni Emirat Arab.

THE 6th

INTERNATIONAL CONFERENCE ON ISLAMIC ECONOMICS AND FINANCE

The 6th International Coference on Islamic Economics and Finance diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 21 – 24 November 2005 dengan tema “Islamic Economics and Banking in the 21st Century”. Konferensi tersebut diselenggarakan bersama-sama oleh Bank Indonesia, the Islamic Research and Training Institute, dan the International Association for Islamic Economics bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia dan Universitas Indonesia. Konferensi tersebut merupakan konferensi ke 6 dari rangkaian konferensi yang pertama kali diselenggarakan pada tahun 1976 di Mekkah. Konferensi tersebut dihadiri oleh 300 orang peserta dari 38 negara. Terdapat 30 makalah dengan topik yang berbeda dibidang ekonomi, perbankan, dan keuangan Islam.

Pembukaan konferensi diadakan di Istana Wakil Presiden dan dibuka oleh Wakil Presiden RI Jusuf Kalla. Wakil presiden menekankan pentingnya membuat rumusan solusi yang praktis dibidang ekonomi dan keuangan Islam yang dapat diterapkan dalam rangka pengentasan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan sosial. Selain itu, wakil presiden juga

menegaskan perlunya dikembangkan kerja sama antara

negara-negara Islam dalam rangka meningkatkan kesejahteraan umat. Hal tersebut antara lain dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan modal dari

negara-negara Islam yang memiliki kelebihan dana.

Dr. Ahmed Mohamed Ali, President Islamic Development Bank (IDB)

(6)

Group, menegaskan kembali komitmen IDB Group untuk terus

mendukung pengembangan ekonomi dan keuangan Islam. Selanjutnya, Dr. Ali mengemukakan bahwa dalam dunia internasional, industri keuangan Islam tidak dapat berkompetisi apabila tidak sepenuhnya berintegrasi dengan sistem keuangan internasional dan harus memiliki kredibilitas dengan cara menerapkan standar yang diterima secara internasional. Dalam hal ini, IDB bekerja sama dengan berbagai bank sentral, termasuk Bank Indonesia dan juga organisasi internasional lainnya seperti IMF, telah memainkan peran yang bersifat mempercepat penguatan infrastruktur dan sistem keuangan Islam internasional dengan mendirikan 7 lembaga, yaitu:

1. Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI);

2. Islamic Financial Services Board (IFSB)

3. International Islamic Financial Market (IIFMI);

4. Liquidity Management Centre (LMC);

5. Islamic International Rating Agency (IIRA);

6. General Council of Islamic banks and Financial Institutions (GCIBFI);

7. Arbritation and Reconciliation Centre for Islamic Financial Institutions (ARCIFI).

Lembaga-lembaga tersebut dapat berperan penting dalam rangka mengembangkan infrastruktur industri lokal di negara anggota IDB dan juga dalam memberikan plat form dalam rangka interaksi dan integrasi dengan sistem keuangan internasional.

Berkaitan dengan pengembangan industri keuangan Islam, Dr. Ali mengemukakan bahwa negara-negara Islam menerapkan 2 pendekatan, yaitu pendekatan dari sisi kebijakan dan dan pendekatan dari sisi rekayasa keuangan.

Pendekatan pertama mengemukakan reformasi hukum

yang sesuai dengan kebutuhan industri keuangan dan jasa Islam. Pendekatan kedua mendorong dan mendukung pengembangan produk dan perjanjian industri keuangan dan jasa Islam yang sesuai dengan syariah dan sistem hukum yang berlaku. Disamping kedua pendekatan tersebut di atas, Shariah Governance System (SGS) dalam bentuk pengawasan berdasarkan prinsip syariah adalah hal utama yang dibutuhkan oleh industri keuangan Islam. SGS yang efisien diharapkan akan meningkatkan pengembangan produk dan mobilisasi sumber daya, likuiditas, dan manajemen risiko, memastikan pengawasan berdasarkan syariah dan meningkatkan kredibilitas industri keuangan Islam, serta membangun kepercayaan nasabah dalam sistem keuangan Islam yang sehat dan berkesinambungan.

(7)

Pengembangan SGS membutuhkan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang memiliki keahlian dibidang syariah, perbankan, keuangan, dan pengetahuan lainnya.

Gubernur Bank Indonesia dalam

sambutannya menekankan pentingnya konferensi tersebut

sebagaimana halnya konferensi-konferensi sebelumnya dalam mengembangkan ilmu keuangan dan ekonomi Islam. Selain itu, Gubernur Bank Indonesia juga mengemukakan pentingnya kerja sama negara-negara Islam dalam mengembangkan sistem perbankan syariah.

Konferensi tersebut dimulai dengan diskusi yang diketuai oleh Profesor Khurshid Ahmed, Ketua the Islamic Foundation dan Rektor Markfield Institute of Higher Education. Dalam diskusi pembukaan tersebut, Dr. Mabid Ali Al-Jarhi, Presiden International Association for Islamic Economics, menjelaskan perbedaan-perbedaan tahapan dalam perkembangan keuangan Islam dan hal-hal yang perlu dilakukan untuk membantu perkembangan tersebut menuju tahapan lepas landas. Selanjutnya, Dr. Abbas Mirakhor, Executive Director IMF, menggarisbawahi pentingnya kepercayaan dalam pengembangan

keuangan Islam dalam bentuk musyarakah.

Dalam konferensi tersebut diselenggarakan serangkaian diskusi

atas 30 makalah yang membahas berbagai topik terkait keuangan Islam. Salah satu diantaranya yang berkaitan dengan perkembangan perbankan syariah di Indonesia adalah Basel II: Implications for Islamic Bank yang ditulis oleh Monzer Kahf, konsultan independen dari Amerika dibidang ekonomi Islam.

Dalam makalah tersebut di atas, Monzer Kahf mengemukakan bahwa Basel II bertujuan menciptakan cara dan kriteria yang mendukung stabilitas dan melindungi tingkat solvensi industri perbankan dan lebih fokus pada managemen yang berkaitan dengan tata kelola bank (corporate governance practice) dan prinsip kehati-hatian. Harapannya adalah pembuat kebijakan dan industri perbankan harus lebih sensitif terhadap pengelolaan risiko sehingga kecukupan modal harus diikuti oleh penilaian risiko, yang dituangkan dalam 3 (tiga) pilar dalam Basel II, yaitu: minimum capital requirement; supervisory review process; dan market discipline.

Berkaitan dengan risiko tersebut di atas, makalah dimaksud bertujuan untuk membahas berbagai jenis risiko yang biasanya dihadapi oleh perbankan Islam dan memiliki pengaruh terhadap kecukupan modal bank. Risiko dimaksud tergantung pada kondisi aset dan kewajiban bank, juga dapat berkaitan dengan sumber daya

(8)

manusia, sistem yang digunakan bank, dan juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal dan internal bank. Berkaitan dengan hal itu, bank dapat menghadapi risiko eksternal yang disebabkan oleh perubahan politik dan peraturan yang dibuat oleh otoritas perbankan (risiko peraturan) atau perubahan tingkat suku bunga, misalnya LIBOR, yang digunakan sebagai acuan oleh perbankan Islam.

Dari berbagai macam risiko tersebut, Pilar 1 pada Basel II yang berkaitan dengan modal terutama difokuskan pada penghitungan, pengawasan, dan pemenuhan kebutuhan modal minimum untuk menghadapi risiko kredit, risiko operasional, dan risiko pasar (akibat adanya perubahan harga pasar terhadap portofolio yang dapat diperdagangkan). Selanjutnya Basel II telah membuat metodologi dalam mengukur risiko tersebut dengan menggunakan the Standardized Approach dalam pemberian rating terdapat aset oleh eksternal credit assessment, the Internal Rating-Based (IRB) Methodology untuk risiko kredit dan the Advanced Measurement Approach (AMA) untuk risiko operasional.

Namun pilar 1 ini tidak memberikan pengaturan lebih lanjut terhadap risiko eksternal yang disebutkan di atas dan risiko lain seperti interest rate risk dalam banking book, assessment terhadap residual risk dan credit concentration risk. Hal itu mengakibatkan peran otoritas

pengawas akan dominan sebagaimana di amanatkan Pilar 2 dan harus selalu memantau situasi dalam hal risiko yang dihadapi bank mengancam stabilitas industri perbankan dengan cara memastikan ke-3 metode di atas telah diterapkan oleh bank baik secara on-site maupun off-site supervision.

Pilar 2 dan Pilar 3 lebih menekankan pada transparansi informasi. Namun konsekuensi dari Pilar 3 ( market discipline) akan menuntut industri perbankan untuk transparan dan mengumumkan informasi kualitatif. Oleh karena itu informasi tersebut harus meliputi kesimpulan umum terhadap tujuan dan kebijakan dari risiko manajemen bank, reporting system dan definisi-definisi.

Selanjutnya, Monzer Kahf membuat 2 klasifikasi atas instrumen keuangan Islam yaitu debt-creating assets dan non-debt creating assets yang memiliki dampak risiko

berbeda-beda dengan menggunakan prosedur akuntansi

yang merujuk kepada AAOIDI standard. Yang termasuk dalam debt-creating assets antara lain prinsip jual beli murabahah, ijarah, istisna, musyarakah import financing dan salam. Sementara itu, mudharabah dan musyarakah dapat dikategorikan dalam non-debt creating assets mengingat beneficiary-nya tidak memiliki tanggung jawab terhadap principal, sedangkan kerugian ditanggung sesuai porsi dana/ modal masing-masing.

(9)

Berkaitan dengan Basel II maka cara penghitungan kecukupan modal dalam pencatatan neraca aset terdiri atas hutang dan modal. Untuk bank Islam aset adalah terdiri atas tabungan, unresticted investment (mudharabah) deposit dan restricted investement (mudharabah) deposit. Mengingat unresticted investment deposit hanya digunakan hanya untuk investasi yang pengelolaannya diserahkan kepada bank dan dapat juga digabungkan dengan sumber dana lain misalnya yang berasal dari tabungan dan modal bank sendiri. Oleh karena itu, hal ini juga termasuk dari modal yang pencatatannya seharusnya tidak pada sisi kredit dalam neraca.

Untuk risiko operasional diusulkan kecukupan modal seharusnya lebih rendah dari yang diusulkan dalam Basel II, mengingat bank Islam tidak bertanggung jawab terhadap pemilik dana atas risiko yang timbul dalam kondisi normal sesuai dengan perjanjian antara bank dan pemilik dana. Tanggung jawab pemegang saham bank Islam hanya terbatas atas 3 hal yaitu pelanggaran kontrak oleh senior management, kelalaian dalam memberlakukan prinsip kehati-hatian, dan kesalahan dengan sengaja oleh manajemen. Oleh karena itu, risiko yang ditimbulkan dari kegagalan proses internal, sistem, pegawai dan opini hukum atau kejadian eksternal bukanlah tanggung jawab dari bank Islam terhadap unrestricted deposit

holders, kecuali depositor dapat membuktikannya.

Hal lain yang menjadi perhatian Monzer Kahf bahwa si risiko trading book (market risks) yang ditetapkan oleh Basel II tidak relevan dengan bank Islam, mengingat bank tidak melakukan short term transaksi pada pasar keuangan dan tidak melakukan jual beli komoditi di pasar bursa. Namun demikian terdapat beberapa instrumen bank Islam yang tidak dikenal oleh bank konvensional antara lain penyertaan pada perusahaan real estate dan long term investment. Oleh karena itu diusulkan bahwa risiko trading book bank Islam lebih tinggi dibandingkan dengan short term tradable securities pada bank konvensional. Secara keseluruhan, paper Monzer Kahf mereview bahwa lembaga sistem keuangan Islam internasional telah berupaya untuk membuat aturan yang sejalan dengan Basel II namun tentunya harus disesuaikan dengan karakteristik dari bank Islam.

Sebagai hasil akhir dari konferensi tersebut menghasilkan rekomendasi sebagai berikut:

a. Negara-negara Islam dalam

menetapkan kebijakan pembangunan ekonominya harus mendasarkan pada

nilai-nilai ekonomi Islam yang kesinambungan

pengembangannya ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan kesejahteraan sosial.

(10)

b. Lembaga pemerintah dan non-pemerintah harus diperbolehkan untuk berkompetisi dalam

rangka meningkatkan pengumpulan zakat yang

berdasarkan keterbukaan dan transparansi. Keterlibatan bank Islam dalam mendistribusikan zakat dengan mendanai proyek mikro diharapkan dapat mengurangi angka kemiskinan.

c. Sehubungan dengan pertumbuhan blok-blok ekonomi, harus dibuat rencana

untuk mengintegrasikan ekonomi Islam secara gradual.

d. Dalam konferensi berikutnya, diskusi harus lebih difokuskan kepada metodologi ekonomi Islam.

e. Negara-negara Islam diminta untuk membuat konsep yang mendukung pengembangan musyarakah dan mudharabah termasuk mendapat perlakuan sama dalam perpajakan dan penegakan hukum.

f. Lembaga keuangan dan perbankan Islam harus berusaha keras untuk berperan dalam meningkatkan pembangunan dengan cara lebih aktif terlibat dalam lembaga keuangan dan pertanian.

g. Negara-negara Islam diminta untuk menciptakan kondisi yang mendukung pengembangan sistem bagi hasil dan ekonomi Islam, khususnya ketentuan

perbankan harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan perbankan Islam yang spesifik.

h. Ilmuwan Islam diminta untuk memberikan perhatian yang sama terhadap seluruh aspek ekonomi Islam dan tidak terpaku hanya pada lembaga keuangan Islam.

i. Transformasi dari ekonomi konvensional ke ekonomi Islam, secara kelembagaan dalam tingkat nasional, dapat dilakukan melalui perencanaan yang baik. Oleh karena itu negara-negara dan lembaga-lembaga keuangan Islam diminta untuk membuat dan menerapkan rencana dimaksud.

j. Sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan pengetahuan tentang ekonomi Islam sangat penting dalam mengembangkan lembaga keuangan Islam. Sehubungan dengan hal itu, diperlukan

dukungan terhadap pengembangan lembaga pendidikan dan pelatihan yang

mampu menghasilkan tenaga-tenaga terampil.

k. Pelatihan ekonomi Islam yang pada umumnya dilakukan secara ad hoc harus mampu menyediakan pelatihan yang sistematis berdasarkan materi yang dipersiapkan secara baik dengan menggunakan teknologi

(11)

informasi dan modul yang berbasis komputer.

l. Universitas Islam, Lembaga pendidikan, dan perusahaan dihimbau untuk mendirikan suatu perusahaan yang dapat menerbitkan buku dan materi pelatihan yang dapat diterima secara umum oleh kalangan akademisi dan profesional.

m. International Association for Islamic Economics diminta untuk menyelenggarakan konferensi dimaksud secara reguler dalam jangka waktu tidak lebih dari 3 tahun. Selain itu, konferensi diminta untuk lebih fokus pada pengembangan ide-ide ekonomi Islam.

Referensi

Dokumen terkait

Data-data luas areal tanaman, jumlah produksi, dan jumlah petani yang ada di tiga desa yang berbatasan dengan pantai di Kecamatan Obi Utara Kabupaten Halmahera

Untuk mencapai ketuntasan belajar dalam diri peserta didik, banyak faktor yang mesti dipertimbangkan dalam belajar, baik yang bersifat internal maupun yang eksternal. Di antara sekian

File untuk preparasi digunakan secara berurutan mulai dari nomer terkecil yang dapat masuk ke dalam saluran akar sesuai panjang kerja (pada setiap gigi tidak sama)

Adapun penelitian lain yang dilakukan oleh Seli Noeratih, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang,

Dari latar belakang tersebut, disusun penelitian yang berjudul: “ANALISIS PEMBERIAN KREDIT DAN RISIKO KREDIT SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PROFITABILITAS PADA PT

Insomnia dapat berupa kesulitan untuk tidur atau kesulitan untuk tetap tidur, bahkan seseoranng yang terbangun dari tidur tapi merasa belum cukup tidur dapat di sebut

Menurunkan angka kematian dan penularan akibat penyakit kusta Tercapainya angka kesembuhan pengobatan

Sikap pengurus Masjid Agung Magelang dalam menerima amanah jamaah untuk memimpin dan mengelola masjid dengan baik termasuk dalam hal keuangan menjadi sumber