• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Pelepasan Bahan Radionuklida

2.1.1 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pada prinsipnya sama dengan pembangkit listrik lainnya seperti pembangkit listrik tenaga air, tenaga uap, dan batubara yaitu membangkitkan listrik dengan memutar turbin. Perbedaannya terletak pada sumber energi yang digunakan untuk menggerakkan turbin. Pada PLTN energi berasal dari hasil reaksi fisi nuklir dalam reaktor.

Salah satu jenis reaktor yang akan digunakan pada pembangkit listrik tenaga nuklir di Jepara adalah reaktor jenis reaktor air ringan bertekanan (pressurized water reaktor, PWR) yang secara diagram komponen utamanya ditunjukkan Gambar 2

Sumber: http://contest.thinkquest.jp/

Gambar2 Komponen utama reaktor jenis PWR

Komponen utama reaktor terdiri dari teras reaktor (fuel core), bejana tekan, batang kendali, kendali tekanan, dan pembangkit uap (OECD-IAEA 2002; IAEA 1997c. Teras reaktor yaitu susunan bahan bakar uranium sekaligus tempat terjadinya reaksi fisi yang menghasilkan energi dan bahan radionuklida yang sangat bersifat radioaktif. Komponen bejana tekan (pressure vessel), yaitu bejana

Uap Bejana Pengungkung Kendali Tekanan Batang Kendali Bejana Tekan Teras Generator Kondenser Turbin

Pompa pengumpan air

Kanal buang pendingin sekunder

Pembangkit uap

Pompa primer

(2)

tempat teras dan pendingin teras berada. Bejana ini diberi tekanan sedemikian rupa, sehingga pendingin tidak mengalami pendidihan sebelum sampai ke komponen pembangkit uap (steam generator). Pada pembangkit uap, pendingin primer dengan suhu dan tekanan tinggi berubah menjadi uap untuk disalurkan ke turbin. Batang kendali berfungsi untuk mengendalikan daya reaktor dalam kondisi transient maupun tunak atau steady state. Komponen lain berupa kendali tekanan atau pressurizer digunakan untuk mengendalikan tekanan yang ada pada bejana tekan melalui dinamika fluktuasi ketinggian pendingin pada tabung pengontrol tekanan (pressurizer). Seluruh komponen reaktor dikungkung dalam suatu pengungkung atau containment untuk menghindarkan pelepasan bahan radionuklida ke lingkungan, bila terjadi kecelakaan.

Komponen lain di luar reaktor adalah turbin dan generator yang digunakan untuk membangkitkan listrik, dan komponen kondensor beserta pompa feed waternya untuk sirkulasi air pendingin ke pembangkit uap.

2.1.2 Proses Pembangkitan Listrik

Akibat terjadinya reaksi inti, panas dibangkitkan pada teras reaktor. Untuk mempertahankan suhu teras, maka air pendingin dialirkan dengan tekanan operasi 150 – 160 bar (15 sampai 16 Mpa). Oleh karena itu suhu pendingin dapat mencapai suhu sangat tinggi tanpa mengakibatkan perubahan fasa air, dari fasa cair ke fasa uap. Untuk mengendalikan tekanan pada sistem primer terdapat pressurizer yang prinsip kerjanya seperti manometer.

Pendingin dengan suhu tinggi kemudian dialirkan ke sistem pembangkit uap (steam generator) yang tekanannya dirancang lebih rendah yaitu 60 bar atau 6 Mpa. Sebagai akibatnya air pendingin yang mengalir dari sistem primer menjadi mendidih dan menghasilkan uap. Uap panas inilah yang selanjutnya diumpankan ke dalam turbin untuk menggerakkan generator. Selanjutnya, oleh transformer, tegangan yang dihasilkan generator dikonversi ke besar tegangan yang siap didistribusikan ke jaringan listrik. Uap yang keluar dari turbin kemudian dikondensasi dalam kondensor dan diumpankan kembali ke dalam pembangkit

(3)

uap. Demikian sirkuit pendingin primer reaktor bekerja untuk menghasilkan energi dan produk fisi lainnya.

2.1.3. Pembangkitan Panas dan Radionuklida Hasil Fisi

Proses pembangkitan panas dan timbulnya radionuklida berawal dari terjadinya tumbukan ne utron terhadap inti atom 235U yang tidak stabil. Hasil tumbukan ini menyebabkan terbelahnya inti 235U menjadi dua bagian besar (kelompok 90Sr dan 143Xe beserta kombinasi lainnya) sambil melepaskan energi dan dua atau tiga netron seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Proses terjadinya reaksi fisi (OECD 2003)

Jumlah massa hasil belah dan neutron yang terlepas setelah fisi ternyata lebih kecil dari jumlah massa uranium dan neutron sebelum bertumbukan. Selisih massa inilah yang kemudian menjadi energi menurut rumus Einstein, E=mc2. Energi (E) yang dihasil untuk setiap pembelahan adalah sebesar 2 MeV dan akan terakumulasi selama reaktor beroperasi sehingga menimbulkan panas. Dua atau tiga neutron yang dihasilkan juga mengalami tumbukan dengan uranium lain sehingga terjadi reaksi ini berikutnya, demikian seterusnya sehingga terjadi reaksi

(4)

berantai. Dalam bentuk rumus reaksi berantai digambarkan seperti pada persamaan reaksi berikut ini.

1 n + 235U è X1 + X2 + . . . + Xn + 1n + E Keterangan: 1 n : neutron termal 235U : unsur uranium

X1 : unsur radioaktif 1 hasil belah 235U X2 : unsur radioaktif 2 hasil belah 235U

Xn : unsur radioaktif n hasil belahan 235U

E : energi (MeV).

Bahan radionuklida yang terbentuk sebagai hasil fisi akan tetap tersimpan dalam kristal uranium atau bahan bakar dan jumlahnya akan semakin membesar. Jumlah radionuklida hasil fisi (Xi ) yang terjadi dihitung dengan menggunakan

persamaan diferensial derajat satu non- homogenous (ORNL 1996),

N i F X r X f X l dt dX i i N k i i i k k ik j j N j ij i ..., 1 ) ( 1 1 = + + + − + =

= = φσ λ σ φ λ Keterangan,

Xi : kerapatan atom nuklida i

Xj : kerapatan atom nuklida lain j

Xj : kerapatan atom nuklida lain k

N : jumlah nuklida

lij : fraksi peluruhan nuklida lain j untuk membentuk nuklida i.

λi : tetapan peluruhan

φ : fluks rata-rata pada energi dan posisi tertentu

fik : fraksi serapan neutron oleh nuklida lain untuk membentuk nuklida i.

σk : tampang lintang rata-rata penyerapan neutron nuklida k

ri : continuous removal rate nuklida i dari sistem

Fi : continuous feed rate nuklida i.

Bila terdapat sebanyak N nuklida yang menjadi obyek perhitungan maka akan terdapat sebanyak N persamaan dalam bentuk yang sama. Perhitungan besar kandungan (inventory) dilakukan dengan menggunakan berbagai program komputer yang sudah banyak tersedia seperti Origen versi 2.1.

Untuk memudahkankan memahami dampak yang ditimbulkan oleh bahan radionuklida, berbagai jenis radionuklida yang dihasilkan dalam reaksi fisi dikelompokkan dalam beberapa kelompok tergantung pada sifatnya. Dalam pembahasan ini pengelompokan dibuat dalam tujuh kelompok seperti terlihat pada Tabel 1. Radionuklida tersebut ada yang dihasilkan langsung dari hasil fisi dan ada juga yang merupakan hasil turunannya.

(5)

Tabel 1 Pengelompokan radionuklida dalam 7 kelompok

Group Elemen Keterangan Sifat

1 Kr, Xe Gas mulia Tidak dapat

difilter

2 I, Br Halogen Mengendap di

gondok

3 Rb, Cs Logam alkali Umur paroh

panjang

4 Te, Se Telerium Group

5 Ba, Sr Barium, Strontium Mengumpul di

tulang

6 Co, Mo, Tc, Ru, Rh Logam mulia

7 Y, Zr, Nd, Eu, Nb, Pm, Pr, Sm,

Y, Cm, Am, Ce, Pu, Np

Lantanida dan Cerium group (Soffer et al. 1995)

2.1.4 Pelepasan sumber radionuklida ke lingkungan

Bahan radionuklida hasil fisi harus tetap dipertahankan berada di dalam kristal uranium atau bahan bakar dengan membuat rancangan elemen bakar, teras reaktor, dan pemasangan sistem keselamatan sedemikian rupa sehingga sangat kecil kemungkinan radionuklida terlepas ke lingkungan. Hanya dalam kondisi kecelakaan yang sangat parah saja reaktor PLTN dapat menjadi ancaman yang membahayakan keselamatan manusia dan lingkungan. Dimana sejumlah tertentu bahan radionuklida hasil fisi beserta turunannya akan terlepas ke ruang kerja maupun lingkungan.

Ada beberapa skenario kecelakaan yang dapat menimbulkan kerusakan integritas bahan bakar nuklir. Secara garis besar skenario ini dikelompokkan ke dalam dua bagia n yaitu kecelakaan yang dijadikan basis rancangan (Design Basis Accident) dan kecelakaan yang parah (Severe Accident) (IAEA 2000). Jenis-jenis kecelakaan yang dijadikan Design Basic Accident disebut sebagai jenis kecelakaan awal yang dipostulasikan (Postulated Initiating Event). Secara rinci jenis kecelakaan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan jenis-jenis kecelakaan ini dilakukan analisis keselamatan reaktor dengan tujuan agar sistem reaktor yang akan dibangun telah diuji dapat mengatasi jenis-jenis kecelakaan tersebut bila terjadi.

Apabila kecelakaan yang dijadikan basis tersebut diikuti oleh kegagalan fungsi keselamatan lain yang menyebabkan tidak teratasinya kecelakaan yang lebih besar disebut kecelakaan parah (severe accident). Kecelakaan jenis ini

(6)

memungkinkan lepasnya bahan radionuklida ke lingkungan. Jenis kecelakaan tersebut antara lain:

a) hilangnya pasokan listrik untuk periode tertentu,

b) hilangannya secara total air pengisi untuk suatu periode waktu,

c) hilangnya air pend ingin bersamaan dengan kegagalan pada sistem pendingin teras darurat (emergency core cooling system, ECCS) dan kehilangan pendingin yang diikuti kegagalan sistem resirkulasi air.

Tindakan mencegah terjadinya kecelakaan yang menyebabkan pelepasan bahan radionuklida maupun langkah mengurangi dampak pelepasan tersebut disebut tindakan keselamatan nuklir. Sedangkan tindakan yang diambil untuk mencegah penduduk atau lingkungan terhadap bahaya pelepasan bahan radionuklida disebut tindakan proteksi radiasi.

Implementasi keselamatan nuklir diterapkan dengan prinsip pertahanan berlapis atau dikenal dengan Defence in Depth (IAEA 1997d) yang meliputi 5 aspek lapis pertahanan seperti yang diuraikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Lapis pertahanan defense in depth

Lapis Pertahanan

Sasaran Metode

Lapis 1 Mencegah operasi yang tidak normal

atau kegagalan fungsi keselamatan

Membuat rancangan yang

konservatif dan kualitas konstruksi dan operasi yang tinggi

Lapis 2 Mengontrol operasi yang tidak normal

dan deteksi kegagalan

Pengendalian, pembatasan dan proteksi sistem dan peralatan surveilance lainnya.

Lapis 3 Pengendalian kecelakaan yang masih

dalam basis skenario kecelakaan

Tindakan keselamatan secara keteknikan dan prosedur kecelakaan.

Lapis 4 Pengendalian kondisi instalasi yang

rusak parah termasuk pencegahan perluasan kecelakaan dan pengurangan akibat kecelakaan parah

Menggunakan peralatan pencegahan dan manajemen kecelakaan

Lapis 5 Pembatasan akibat radiologi dari

pelepasan bahan radionuklida

Tindakan darurat luar kawasan (Sumber : IAEA 1997d)

Sebagai lapis pertama dalam prinsip defence in depth ini adalah membuat rancangan dan kualitas konstruksi yang tinggi. Dalam hal ini rancangan sistem pengungkung reaktor merupakan salah satu penerapan prinsip defence in depth

(7)

untuk mencegah terlepasnya baha n radionuklida ke lingkungan. Gambar 4 menunjukkan contoh rancangan sistem pengungkung reaktor.

Gambar 2.3 Sistem pengungkung reaktor (KNSP)

Gambar 4 Sistem pengungkung reaktor

2.1.5. Pelepasan Bahan Radionuklida Pada Kondisi Normal

Pada kondisi normal hanya gas mulia (kelompok 1) dan bahan yang bersifat mudah menguap yang mungkin keluar dari teras maupun sistem pendingin primer reaktor. Reaktor dirancang sedemikian rupa, sehingga bahan radionuklida lain tersebut tidak keluar dari pengungkung reaktor ke lingkungan. Apabila karena sifatnya yang mudah menguap dan tidak dapat dihindari pelepasannya, maka melalui rancangan reaktor pelepasan ini dibuat sedemikian rupa sehingga pelepasannya ke lingkungan menjadi serendah mungkin ( As Low As Reasonably Achievable, ALARA). Jumlah yang keluar tersebut bukan saja berasal dari hasil fisi dan aktivasi bahan bakar, tetapi juga dari hasil fisi dan aktivasi bahan pengotor pada sistem primer.

2.1.6. Pelepasan bahan radionuklida pada kondisi kecelakaan

Pelepasan pada kondisi kecelakaan sangat tergantung jenis kecelakaannya seperti yang telah diuraikan terdahulu. Kecelakaan ini ada yang dapat memicu

4. Pengungkung

(Containment)

3. Sistem Pendingin Kolam

5. Struktur beton – baja 2 Kelongsong

Elemen Bakar

1 Kisi Kristal Elemen Bakar

(8)

pelepasan bahan radionuklida, ada pula yang tidak. Dalam kaitannya dengan analisis pelepasan bahan radionuklida ini, maka jenis kecelakaan yang dijadikan dasar perhitungan adalah jenis kecelakaan parah yang menyebabkan terjadinya kerusakan teras (core damage).

Kerusakan teras terjadi bila panas yang diambil pendingin lebih kecil dari panas yang dihasilkan teras. Suhu dapat naik sampai pada titik tertentu yang menyebabkan integritas bahan bakar tidak dapat dipertahankan lagi. Kondisi ini dapat dicapai pada kecelakaan kehilangan pendinggin (Loss of Coolant Accident) yang walaupun reaksi nuklir cenderung sudah terhenti, tetapi sisa panas tidak dapat dihilangkan oleh sisa pendingin yang ada. Sedang pada kasus reaktivitas transient, kondisi kerusakan teras dapat dicapai bila laju kenaikan panas teras sangat cepat tetapi kemampuan pendingin tidak cukup untuk menarik panas tersebut.

Bila kerusakan teras terjadi, maka produk fisi yang ada dalam teras elemen bakar lepas ke sistem pendingin melalui pelelehan ataupun rusaknya integritas bahan bakar. Proses pelelehan ataupun kerusakan teras dapat terjadi karena akumulasi panas teras telah sampai melebihi titik lelehnya. Akumulasi ini terus berjalan bila penyerapan panas oleh pendingin reaktor tidak mampu mengatasi kenaikan panas yang ditimbulkan oleh teras reaktor.

Selama proses kenaikan suhu di teras, pelepasan bahan radionuklida sudah mulai terjadi sejalan dengan pertumbuhan kerusakan integritas bahan bakar secara gradual. Gambar 5 dan 6 menunjukkan persentase pelepasan bahan radionuklida iod dan cesium pada bahan bakar metalik sebagai fungsi kenaikan suhu bahan bakar teras.

Pada kondisi telah terjadi pelelehan, maka bahan teras akan jatuh ke dasar bejana tekan disertai pelepasan gas- gas mulia dan unsur- unsur yang mudah menguap seperti iod dan cesium ke pengungkung (containment). Pelepasan ini disebut sebagai pelepasan dalam bejana tekan (in-vessel).

Bahan teras yang meleleh berada di dasar bejana dan dapat berinteraksi dengan bahan struktur beton di dasar bejana. Kejadian ini menyebabkan bahan radionuklida yang bersifat kurang volatil terlepas ke pengungkung. Pelepasan ini

(9)

0.1 1 10 100 700 800 900 1000 1100 1200 1300 Temperature (K)

Percentage Release of Iodine

Gambar 5 Persentase pelepasan bahan iod dari bahan bakar metalik (Soffer et al. 1995) 0.1 1 10 100 700 800 900 1000 1100 1200 1300 Temperature (K)

Percentage Release of Caesium

Gambar 6 Persentase pelepasan cesium dari bahan bakar metalik (Soffer et al. 1995)

disebut juga sebagai pelepasan dari luar bejana tekan (ex-vessel). Pada saat yang sama bahan radionuklida yang tadinya sudah berada pada bejana tekan dalam selang waktu yang sudah cukup panjang akan keluar ke pengungkung. Pelepasan ini dikenal sebagai pelepasan dari bejana tekan yang tertunda (late vessel).

Jika pada kejadian kecelakaan suhu pendingin primer juga tinggi, maka pada saat kerusakan yang terjadi pada bagian bawah bejana, sejumlah bahan bakar teras akan terinjeksi ke pengungkung dengan kecepatan tinggi. Dalam kondisi ini

Persentase pelepasan iod

Suhu (K)

Persentase pelepasan cesium

(10)

bahan radionuklida yang bersifat aerosol dapat terlepas ke pengungkung. Demikian pula terjadinya ledakan uap sebagai hasil interaksi antara sisa-sisa bahan teras dan air dapat menyebabkan peningkatan produksi fisi ke pengungkung. Dengan demikian terlepasnya produk fisi ke pengungkung pada kecelakaan teras reaktor jenis PWR ditentukan oleh adanya celah (gap), pelepasan dalam bejana, pelepasan luar bejana, pelepasan tertunda yang fraksi pelepasannya seperti pada Tabel 3.

Tabel 3 Fraksi pelepasan bahan radionuklida jenis PWR

Elements Pelepasan pada gap (gap release) Pepasan awal dalam bejana tekan (early in vessel) Pelepasan luar bejana tekan (ex-vessel) Pelepasan tertunda dalam bejana tekan (late invessel) Kr, Xe 0.05 0.95 0 0 I, Br 0.05 0.35 0.25 0.1 Rb, Cs 0.05 0.25 0.35 0.1 Te, Se 0 0.05 0.25 0.005 Ba, Sr 0 0.02 0.1 0

Co, Mo, Tc, Ru, Rh 0 0.0025 0.0025 0

Y, Zr, Nd, Eu, Nb, Pm, Pr, Sm, Y, Cm, Am, Ce, Pu, Np

0 0.0005 0.005 0

Sumber : Soffer (1995)

Seperti yang telah diuraikan terdahulu dalam kondisi normal seluruh bahan hasil belah terkungkung dalam kisi kristal elemen bakar. Bahan hasil fisi ini hanya akan keluar dari kristal bila terjadi penaikan panas yang tinggi, sehingga kisi kristal menj adi pecah. Kemungkinan terjadi pecahnya kisi kristal diasumsikan dengan probabilitas (p1). Akan tetapi radionuklida yang lepas dari

kristal masih terkungkung di dalam kelongsong elemen bakar. Apabila kelongsong juga mengalami pecah, dengan kemungkinan (p2), maka bahan

radionuklida masih terkungkung di dalam sistem pendingin primer. Apabila sistem primer mengalami kebocoran, dengan kemungkinan terjadinya (p3) maka

bahan radionuklida masih terkungkung di tabung pengungkung (containment). Selanjutnya apabila tabung pengungkung mengalami kebocoran, dengan kemungkinan (p4) maka bahan radionuklida masih terkungkung di dalam struktur

(11)

lingkungan bila terjadi kebocoran pada struktur beton dan baja dengan kemungkinan bocornya sebesar (p5). Dengan demikian kemungkinan terjadinya

pelepasan bahan radionuklida ke lingkungan menjadi sangat kecil yaitu, P = (p1)*(p2)*(p3)*(p4)*(p5)

Besarnya kemungkinan pelepasan bahan radionuklida P sangat terga ntung pada teknologi yang sudah dicapai saat itu. Berbagai usaha secara teknologi dilakukan untuk memperkecil resiko terlepasnya bahan radionuklida ke lingkungan oleh kecelakaan nuklir (Hastowo 2005). Sejak pada generasi pertama teknologi PLTN sistem keselamatan PLTN dibuat dengan didasarkan pada penerapan prinsip redundansi dan pada beberapa hal juga menggunakan prinsip diversitas (diversity). Setiap komponen sistem keselamatan dilengkapi dengan komponen redundan. Bila terjadi kegagalan fungsi, maka komponen redundan secara otomatis mengambil alih fungsi komponen yang gagal dan sebagai akibatnya sistem keselamatan dianggap tidak mengalami kehilangan fungsi. Kombinasi penerapan redundansi dan diversitas bersama dengan penerapan rangkaian logika (logic gating) digunakan untuk dapat menjamin keboleh jadian kecelakaan terparah 10-4 per tahun-reaktor.

Peningkatan sistem keselamatan dilakukan dengan memanfaatkan perilaku keselamatan inherent dalam desain reaktor. Dengan desain generasi kedua ini, maka keandalan reaktor dapat ditingkatkan sehingga frekuensi kerusakan teras menjadi 10-5 – 10-4 per tahun-reaktor. Walapun demikian sistem keselamatan ini juga memiliki kelemahan seperti yang ditunjukkan pada kecelakaan Three Miles Island.

Koreksi terhadap sistem keselamatan ini juga dilakukan dengan menambahkan sistem keselamatan pasif, yaitu sistem keselamatan yang otomatis bekerja bila terjadi kecelakaan tanpa interfensi manusia. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan oleh kelalaian manusia (human error) yang terjadi dalam suasana kepanikan. Teknologi reaktor dengan sistem pasif ini merupakan teknologi generasi ke tiga. Jenis reaktor yang termasuk generasi tiga ini adalah Advance Boiling Water Reaktor (ABWR), SBWR, dan AP600, AP1000 masing-masing dengan frekuensi kerusakan teras (Core Damage Frequency) 1,84 x 10-6 per reaktor-tahun, 2,8 x 10-7 per reaktor-tahun, dan 3,3 x 10-7 per reaktor-tahun.

(12)

Pemutahkiran teknologi keselamatan tidak berhenti, penelitian lebih lanjut terus dilakukan dengan mengembangkan teras kompak dengan kerapatan yang lebih kecil, memakai sistem pasif dan memperkecil daerah proteksi menjadi kurang dari 800 m. Generasi reaktor ini dikelompokkan sebagai generasi ke 4, dengan frekuensi kerusakan teras <10-6 per reaktor-tahun. Dengan perkembangan teknologi reaktor ini, maka sesungguhnya kekuatiran akan terjadinya kecelakaan reaktor sudah semakin sangat kecil. Secara prinsip pada kondisi normal tidak ada pelepasan radionuklida ke udara kecuali bahan-bahan tertentu yang bersifat volatile, yang berasal dari produk fisi pada sistem primer, aktivasi terhadap bahan yang korosif, bahan kimia tambahan maupun bahan pendinginnya.

2.1.7. Penyebaran Radionuklida di Atmosfir 2.1.7.1. Model Dispersi Atmosfir

Bahan radionuklida yang terbentuk pada teras maupun pendingin reaktor berpotensi lepas ke lingkungan baik dalam kondisi normal maupun kondisi kecelakaan. Oleh karena itu sebelum suatu reaktor dibangun, perlu dilakukan analisis terhadap pelepasan bahan radionuklidanya ke lingkungan, sehingga secara dini dapat diantisipasi langkah- langkah pencegahan dampak terlepasnya bahan radionuklida secara maksimum.

Untuk memperkirakan besar bahan radionuklida yang tersebar di atmosfir dan sampai ke bumi terlebih dahulu dimodelkan pola penyebaran bahan radionuklida di atmosfir dengan menggunakan model dispersi atmosfir seperti yang ditunjukkan pada persamaan (2.2). Model ini sangat luas dipakai dalam menghitung besar konsentrasi gas atau radionuklida yang sampai ke permukaan bumi (IAEA 1980a, 2001; NRPB-FZK 1995).

Keterangan:

X (x, y, z) : konsentrasi aktivitas dalam udara pada titik (x, y, z) (Bq /m3)

x : jarak ke arah angin bertiup (m)

y : jarak ke arah sumbu y yang tegak lurus arah angin (m)

z : tinggi dari atas tanah dimana konsentrasi diukur (m)

: standar deviasi distribusi horizon Gauss (m) : standar deviasi distribusi vertikal Gauss (m)

Qo : laju pelepasan (Bq/detik)

y σ z σ

(

)

(

)

       + − = 2 2 2 2 2 2 exp 2 , , z e y z y o y z h u Q z y x X σ σ σ πσ (2.2)

(13)

u : kecepatan angin rata-rata (m/detik)

he : tinggi efektif pelepasan (m)

Hal yang paling kristis dalam menentukan distribusi spasial dan temporal radionuklida adalah kondisi atmosfir dimana PLTN tersebut didirikan (Cao et al. 2000). Oleh karena itu pengambilan data setiap jam dalam satu tahun merupakan persyaratan dalam menghitung konsentrasi radionuklida dengan menggunakan PC COSYMA (Tan 1997). Dalam prakteknya kondisi atmosfir ini diwakili oleh besaran parameter dispersi (σ) bersama dengan stabilitas atmosfir dan turbulensi (IAEA 1980a). Ada beberapa metode yang digunakan untuk menentukan stabilitas atmosfir antara lain Metode Pasquil - Gifford, metode laju penurunan suhu, metode fluktuasi angin, metode Split Gamma, dan metode gabungan laju penurunan suhu dan kecepatan angin. Dalam penelitian ini, metode Pasquil-Gifford akan digunakan untuk menentukan stabilitas angin (NRPB-FZK 1995, Susilo et al. 2004).

Banyaknya faktor penghambat aliran angin, seperti angin yang tidak stabil, kekasaran permukaan dan pemanasan udara yang tidak merata, dapat membuat gerakan angin menjadi tersendat-sendat atau turbulensi. Hubungan parameter dispersi dengan turbulensi digambarkan dalam rumus (2.3)

Keterangan:

σi : parameter dispersi arah i

Ci : koefisien difusi virtual Sutton arah i

u : kecepatan angin (m/detik)

Untuk pelepasan yang memakan waktu cukup lama, penyebaran horizontal bahan radionuklida dipengaruhi oleh fluktuasi arah angin. Untuk pelepasan yang kontinu dengan kondisi meteorologi dianggap tetap dan arah angin yang merata (uniform) persamaan (2.2) dapat ditulis kembali menjadi,

Keterangan :

: konsentrasi aktivitas rata-rata di udara pada titik (x, z)(Bq/m3) us : kecepatan angin pada ketinggian pelepasan (m/detik)

he : tinggi efektif (m) (2.3) n i i = C u − 2 2 2 ) ( 2 1 σ X

( )

        − = 2 2 2 ) ( exp 2 2 , z e s z o z h u x Q z x X σ σ π π

(14)

( )

(

)

=         ± ± − = 0 2 2 2 2 exp 2 2 , s z e s z o sA h z u x Q z x X σ σ π π

Aktivitas yang terdispersi ada yang sampai ke tanah dan karena massanya yang ringan dapat dipantulkan kembali ke atmosfir. Dengan demikian persamaan (2.4) dapat disempurnakan menjadi,

( )

(

)

(

)

        + − + − − = 22 2 2 2 2 exp 2 2 exp 2 2 , z e z e s z o h h U x Q z x X σ σ σ π π (2.5)

Pembatasan pantulan terjadi pada lapisan campur (mixing layer) di atmosfir dan ini terjadi pada berbagai ketinggian sebagai akibat perubahan gradien suhu. Bahan yang terdispersi terperangkap antara batas atas dan bumi. Apabila tidak ada lapisan campuran, bungkah akan terus naik ke arah vertikal. Dengan memasukkan pantulan maka konsentrasi yang terdapat di udara merupakan penjumlahan dari berbagai kontributor radionuklida terhadap persamaan Gauss. Disamping itu, dispersi primer karena adanya sumber pada tinggi efektif harus dimasukkan, bersama dengan pantula n dari sumber pada ketinggian, he, berkaitan

dengan besaran pada persamaan (2.5)

Untuk suatu lapisan campur, konsentrasi rata-rata diberikan sebagai:

Jika s : 0 hanya z positif yang diperlukan. Dalam prakteknya ketelitian yang cukup diperoleh jika urutan dibatasi pada s : 1.

Secara umum, urutan ini akan konvergen segera dan dapat dijumlahkan sampai pada tingkat akurasi tertentu. Pada jarak ke arah angin yang besar, setelah pantulan (refleksi) yang berulang atau ketika harga koefisie n dispersi vertikal menjadi lebih besar dari ketebalan lapisan campur, profil konsentrasi vertikal aktivitas menjadi merata antara tanah dan batas atas lapisan campur. Persamaan (2.6) disederhanakan menjadi, Keterangan: A : luas wilayah (2.6) (2.7)

( )

A u x Q z x X s o π 2 , =

(15)

2.1.7.2. Faktor Koreksi.

Konsentrasi aktivitas di udara dapat berkurang oleh berbagai sebab antara lain oleh adanya peluruhan, deposisi basah, deposisi kering. Berikut ini diuraikan masing- masing penyebab pengurangan konsentrasi di udara.

Peluruhan. Konsentrasi radionuklida yang ada di atmosfir dapat berkurang oleh adanya peluruhan. Faktor peluruhan dirumuskan sebagai,

      = s p p u x R exp λ Keterangan: Rp : faktor peluruhan

λp : konstanta peluruhan radionuklida (s-1)

x : Jarak ke x arah angin

Produk turunan alamiah bertambah ke dalam bungkah dengan peluruhan radionuklida dan konsentrasi produk tur unan dapat diperoleh dengan mensubstitusi Qo Rd untuk Qo dalam persamaan (2.9)

Keterangan:

Rd : faktor peluruhan turunan

λd : konstanta peluruhan turunan (s-1)

Deposisi Basah. Ada 2 proses hujan yang nyata dapat membuat pengurangan konsentrasi di udara yaitu :

1. hujan jatuh melalui bungkah (wash out) 2. awan hujan (rain out)

Wash-out dipengaruhi oleh distribusi ukuran hujan yang jatuh sekaligus sifat-sifat difusi bahan. Rain-out dipengaruhi oleh proses kondensasi di dalam awan dan laju kecepatan saat bahan radionuklida yang terdifusi ditarik ke awan hujan. Karena sulitnya membedakan kontribusi wash-out dan rain-out, maka nilai koefisien wash-out digunakan bersamaan untuk menggambarkan kedua proses tersebut.

Deposisi Kering. Deposisi kering merupakan proses yang lebih kompleks, bahan radionuklida ditarik dari bungkah oleh benturan dengan permukaan atau

(2.8) (2.9)               −       − − = s p s d d p d d u x u x R λ λ λ λ λ exp exp

(16)

rintangan yang dikenakan terhadapnya. Besaran untuk menggambarkan deposisi kering ini adalah laju deposisi kering,

Dd = Vg C

Keterangan:

Dd : konsentrasi deposisi (Bq/m2) Vg : kecepatan deposisi (m/detik)

C : konsentrasi bahan radionuklida di udara pada ketinggian 0 m (Bq/m3)

Efek Loncatan Bungkah Terhadap Dispersi Atmosfir. Bahan radionuklida dapat terlempar ke atas melebihi titik pelepasan cerobong jika bungkah memiliki mo mentum vertikal atau daya apungnya lebih besar dari udara di sekitarnya. Beberapa model penaikan lapisan ini telah dikembangkan secara detil oleh Brigg. Dengan adanya ketinggian lemparan pelepasan, maka dalam perumusan Gauss nilai h yang dipakai adalah

h : he + ∆h Keterangan:

h : ketinggian bungkah (m) he : tinggi efektif cerobong (m)

∆h : tinggi lemparan bungkah. (m)

Efek ketinggian gedung terhadap dispersi atmosfir. Ketinggian gedung juga berpengaruh pada konsentrasi radionuklida di udara karena ketinggian gedung dapat menyebabkan turbulensi udara. Beberapa model untuk menggambarkan pengaruh gedung ini telah dikembangkan oleh Hosker dan Fackwell .

Efek meteorologi wilayah pesisir. Kondisi lokasi pantai dalam beberapa hal cukup berbeda dari lokasi pada daratan pulau. Perbedaan tersebut diantaranya adanya tiupan angin laut dan angin darat (Sumiratno et al. 2000), kehadiran lapis batas internal jika aliran udara melewati garis pantai dan iklim yang moderat. Oleh karena itu meteorologi daerah pesisir adalah kompleks dan model yang harus dikembangkan adalah model yang lebih mutakhir.

2.1.7.3. Dispersi untuk sumber kontinu

Model dispersi atmosfir yang diuraikan sebelumnya adalah berdasarkan asumsi bahwa stabilitas atmosfir adalah konstan selama pelepasan. Dalam

(2.10)

(17)

kenyataannya tidaklah demikian, kondisi meteorologi berubah-ubah, oleh karena itu konsentrasi aktivitas di udara atau laju deposisi dirumuskan dalam persamaan

Keterangan:

fij : frekuensi dengan angin bertiup ke sektor tertentu di arah i dalam stabilitas atmosfir j

xij : konsentrasi di arah (i) dan stabilitas atmosfir j (Bq/m3)

r : jarak dari sumber (m)

z : tinggi di atas permukaan (m)

? : penjumlah konsentrasi aktivitas untuk berbagai kategori stabilitas.

2.1.7.4. Pelepasan Radionuklida Pada Kondisi Kecelakaan

Bila terjadi kecelakaan, maka faktor yang berubah dari pelepasan kondisi normal adalah besar aktivitas radionuklida yang dilepaskan, lama pelepasan dan karakteristik radionuklida, dan faktor deposisi dan dispersi di lingkungan sekitar instalasi. Aktivitas konsentrasi yang terdispersi sampai ke permukaan searah dengan arah angin dapat dihitung dengan persamaan:

Keterangan:

X (x, y, z) : konsentrasi aktivitas dalam udara pada titik (x, y, z) (Bq /m3)

x : jarak ke arah angin bertiup (m)

y : jarak ke arah sumbu y yang tegak lurus arah angin (m)

z : tinggi dari atas tanah dimana konsentrasi diukur (m)

y

σ : standar deviasi distribusi horizon Gauss (m)

z

σ : standar deviasi distribusi vertikal Gauss (m)

Q : laju pelepasan (Bq/detik)

u : kecepatan angin rata-rata (m/detik)

h : tinggi pelepasan (m)

2.2 Karakteristik Populasi Penerima

2.2.1. Dinamika Pertumbuhan Penduduk Penerima Dampak

Jumlah penduduk sebagai end-point dari dampak radiologi ini akan selalu berkembang sesuai dengan waktu dan perkembangan variable- variabel lain yang mempengaruhinya. Oleh karena itu analisis terhadap pertumbuhan penduduk sangat diperlukan untuk memprediksi dampak radiologi di masa yang akan

= j ij j i i r z f x r z X ( , ) , ( , )         − = 2 2 2 2 exp ) , , ( σ σ σ π h Q z y x X z y (2.13)

(18)

datang. Studi distribusi kependudukan ini berguna untuk mengevaluasi potensi dampak radiologi pada saat pelepasan norma l maupun kondisi darurat sekaligus mengeva luasi kesiapan rencana kedaruratan atau emergency response plan (IAEA 1980b)

Secara umum faktor demografi yang terkait dengan pertumbuhan penduduk meliputi laju kelahiran, kematian, dan migrasi yang dirumuskan sebagai,

Penduduk : Lahir – Mati ± Migrasi,

akan tetapi masih terdapat faktor-faktor pendorong yang bukan faktor demografi yang menyebabkan pertumbuhan penduduk. Sebagai contoh, faktor fertilitas di suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh pasangan usia subur, tetapi juga oleh faktor sosial budaya yang ada di daerah tersebut (Mantra 2003). Yauke (1990) pada Mantra (2003) menggambarkan hubungan faktor demografi dan non-demografi seperti pada Gambar 7.

Dalam studi demografi, analisis yang dilakukan menggunakan variabel dependen dan variabel independen yang sama-sama merupakan faktor demografi, sedangkan studi kependudukan bila variabel dependent dan independent merupakan kombinasi faktor demografi dan non-demografi. Tandom dan Khater

Variabel Demografi Jumlah, Pesebaran dan

komposisi penduduk Kelahiran Kematian Migrasi Variabel Non Demografi

Sosiologi Anthropologi

Ekonomi Geografi Biologi

(19)

(2003) telah menggunakan pendekatan parsel untuk memprediksi pertumbuhan penduduk Las Vegas. Dengan metode ini dapat digambarkan pertumbuhan secara spatial dengan memperhatikan sifat-sifat lokal dari lokasi tersebut. Dengan menggunakan metode regressi ganda dapat pula dilakukan perkiraan (forcasting) terhadap pertumbuhan kerapatan penduduk dengan menggunakan sifat-sifat lokal yang terdistribusi secara spasial sebagai variabel ganda. Secara rinci variabel yang mungkin mempengaruhi pertumbuhan penduduk diuraikan sebagai berikut: 1. Lokasi dari pusat bisnis

Salah satu parameter spasial yang mempengaruhi kepadatan penduduk telah dadalah jarak (Rustiadi 2003) jarak dari pusat bisnis (Center for Bussiness District). Semakin dekat suatu wilayah dengan pusat bisnis semakin besar besar tingkat pertumbuhannya.

2. Penduduk dan tinggi permukaan laut

Umumnya penduduk lebih banyak bertempat tinggal di tempat berupa dataran yaitu dekat dengan permukaan laut.

3. Penduduk dan Kelerengan

Secara umum kota-kota besar dengan fasilitas dan pelayanan yang le ngkap merupakan daya tarik aliran penduduk dari desa ke kota, sehingga ditambah dengan perkembangan penduduk kota itu sendiri mencapai persentasi kenaikan yang relatif tinggi. Dalam hal ini kelerengan dibagi dalam 4 kategori yaitu kategori 0-2%, 2-15%, 15- 40% dan diatas 40%

4. Letak desa terhadap hutan

Umumnya penduduk bertempat tinggal jauh dari hutan. Dalam analisis ini penduduk dikategorikan bertempat tinggal (1) di dalam hutan, (2) pinggir hutan dan (3) jauh dari hutan.

5. Karakter penduduk

Jumlah wanita di suatu desa akan menentukan jumlah pertambahan penduduk desa tersebut, sehingga dapat dijadikan variabel untuk menentukan petumbuhan penduduk. Demikian pula karena wilayah yang ditinjau berupa desa yang basisnya adalah pertanian, maka jumlah penduduk tani juga merupakan variabel dalam menentukan pertumbuhan penduduk.

(20)

6. Sumber penghasilan penduduk

Secara umum pendududk desa adalah petani, namun cukup banyak juga di antaranya yang bekerja di bidang lain. Sumber mata pencaharian ini juga dapat dijadikan variabel dalam pertumbuhan penduduk. Dalam analisis ini sumber mata pencarian meliputi pertanian, pertambangan, industri, perdagangan, lain- lain.

7. Industri

Berbagai industri dapat menarik jumlah penduduk untuk mencari pekerjaan oleh karena itu data industri dapat digunakan sebagai variabel dalam memprediksi pertumbuhan penduduk.

8. Ekonomi (Jayadinata 1999)

Pertumbuhan ekonomi adalah proses peningkatan produksi dari kehidupan ekonomi dan menyebabkan meningkatnya pendapatan nasional. Peningkatan produksi memerlukan investasi. Investasi menyebabkan penciptaan barang-barang produksi (bangunan, alat-alat, mesin, barang-barang jadi, dan setengah jadi, barang mentah guna prodes produksi selanjutnya). Cobb-Douglas (Supranto 2004) berhasil menyusun suatu formula berdasarkan pengalaman (empiris) yang menerangkan hubungan antara produksi, pekerja (labour) dan kapital.

P : f(L,C) P : produksi

L : labor C : capital

9. Pertumbuhan Penduduk dan Pendidikan

Menurut Soerjani et al. (1987) di negara- negara yang anggaran pendidikannya paling rendah biasanya menunjukkan angka kelahiran yang tinggi. Tidak hanya persediaan dana yang kurang, tetapi komposisi usia secara piramida pada penduduk yang berkembang dengan cepat menyebabkan rasio guru terhadap murid menurun. Perkembangan ekonomi dan perluasan pendidikan dasar telah memperluas jurang pemisah antara pria dan wanita, karena hampir di mana- mana prioritas diberikan pada pria.

(21)

10. Penduduk dan pemukiman (Soerjani et al. 1987)

Semakin bertambah penduduk maka luas pemukimanpun semakin bertambah. Proyek seperti perumahan dibangun, pasar diperbaiki, pedagang kaki lima di lokalisasi, jalan-jalan diperbesar dan diperbaiki. Dalam mempelajari pertumbuhan penduduk, timbul beberapa macam pertanyaan; berapa banyak pertambahan penduduk, faktor apa saja yang mempengaruhi pertambahan penduduk, dan berapa banyak penduduk yang dapat didukung oleh daerah tertentu. Pemda Jepara (1994), menggunakan rumus untuk menghitung daya tampung wilayah sebagai berikut,

Dt h P h Dt h P P Lw 0.01 0.3 + + + = Keterangan:

Lw : luas wilayah yang dibudidayakan, dikembangkan (ha) : Luas wilayah – kawasan

lindung (hutan)

P: h : Perbandingan jumlah penduduk perkotaan dan desa

Dt : daya tampung

0.01 : kebutuhan lahan (ha/jiwa) untuk penduduk perkotaan 0.3 : kebutuhan lahan (ha/jiwa) untuk penduduk pedesaan

11. Sarana dan fasilitas

Yang termasuk sarana dan fasilitas adalah rumah sakit, puskemas, klinik bidan, mesjid, listrik, jalan, tempat rekreasi.

12. Ketersediaan lahan

Pertumbuhan penduduk tidak terlepas dari ketersediaan lahan. Pertumbuhan penduduk akan menyebabkan konversi lahan dari lahan sawah, kebun dan ladang ke pemukiman. Oleh karena itu ketersediaan lahan juga merupakan variabel dalam analisis pertumbuhan penduduk.

2.3. Dampak Radiasi Terhadap Manusia dan Lingkungan

2.3.1. Dampak Terhadap Kesehatan

Dampak radiologi terhadap manusia dan lingkungan (sebagai end-point) terjadi oleh adanya proses interaksi antara radiasi pengion yang berasal dari luar (external) maupun dalam tub uh (internal) dengan bahan sel biologi. Interaksi tersebut akan menyebabkan perubahan pada DNA sel biologi seperti kematian sel

(22)

atau mutasi sel. Akan tetapi secara ilmiah setiap sel memiliki kemampuan untuk memperbaiki perubahan yang terjadi pada DNA. Hal ini berarti sebagian besar perubahan yang terjadi pada molekul tidak menimbulkan kerusakan, kecuali untuk sel yang gagal melakukan perbaikan (Wiryosimin 1995).

Bila dampak radiasi terjadi secara langsung terhadap sel penerima disebut dampak somatik, akan tetapi bila dampak atau efek baru muncul pada keturunannya disebut juga akibat herediter atau genetik. Ditinjau dari sifatnya dampak biologi dibagi dalam dampak deterministik (non-stokastik) dan akibat stokastik. Akibat deterministik ditandai dengan adanya dosis minimum tertentu yang menyebabkan suatu akibat tertentu, tingkat kerusakan bertambah oleh bertambahnya dosis, dan adanya keterkaitan yang jelas antara penyebab dan akibat. Pada penyinaran yang kecil dari satu Sievert (Sv) umumnya jaringan sel belum menunjukkan gejala klinis yang nyata kecuali pada organ berikut (ICRP 1990):

a) Gonad yang akan steril sementara bila terkena 0.15 Sv dan steril menetap bila terkena 3 Sv.

b) Tulang belakang yang akan mengalami gangguan pembentukan darah pada dosis 0.5 Sv.

c) Lensa mata yang akan menyebabkan kebutaan setelah beberapa tahun terkena penyinaran,

Sedangkan akibat stokastik adalah akibat yang terjadi berdasarkan kemungkinan (probabilitas) yang dapat dialami oleh penerima, atau dalam hal genetik, yang dialami oleh salah satu keturunan. Probabilitas kejadian berbanding linier dengan dosis namun tingkat keparahannya tidak tergantung dari dosis, contoh efek karsinogenik dan hereditary (Wiryosimin 1995; IAEA 1988). Efek stokastik umumnya dinyatakan dalam jumlah kasus kejadian kanker (morbidity) atau kanker fatal (mortality) per unit dosis.

2.3.2. Penerimaan radiasi oleh manusia atau organ

Secara umum jalur masuknya radionuklida ke tubuh manusia maupun lingkungan dijelaskan pada Gambar 8.

(23)

Bahan radionuklida terlepas dari cerobong PLTN ke atmosfir dan tersebar di udara. Sebagian tetap mengapung di udara membentuk awan radioaktif sebagian lagi terdeposisi ke tanah. Paparan radionuklida yang berada di udara memberikan dampak radiologi kepada manusia melalui radiasi eksternal (external irradiation) dalam bentuk awan radiasi (cloud) dan radiasi internal (internal irradiation) termasuk penghirupan udara (inhalation) dan makanan (ingestion). Penghirupan udara masuk ke dalam tubuh manusia sebanding dengan kemampuan hisap manusia itu sendiri. Paparan radionuklida yang terdeposisi dapat tetap berada di permukaan tanah maupun sebagian terserap ke dalam tanah. Paparan yang tetap di permukaan tanah dapat kembali ke udara oleh karena ada hembusan angin atau terdorong oleh benda keras. Paparan ini akan memperbesar paparan radionuklida yang ada di udara. Sedangkan yang masuk ke dalam tanah akan termakan oleh ternak atau terhisap oleh tanaman. Paparan ini akan masuk ke dalam tubuh manusia melalui jalur makan (ingestion) manusia sebagai penerima radionuklida. Untuk masing- masing jalur penyinaran dapat dibuat model untuk mengkuantifikasi besar penyinaran yang sampai ke end-point.

2.3.2.1. Awan Radiasi

Radionuklida yang terdispersi di atmosfir dapat menjadi sumber radiasi berupa awan radiasi terhadap manusia. Karena radiasi awan ini berada di luar tubuh manusia, maka sering disebut sebagai sumber radiasi eksernal. Radiasi

Sumber Proses Kontaminasi Media kontaminasi Modus Penyinaran Karakteristik Penerimaat

Gambar 8 Jalur penerimaan paparan radiasi pada manusia

Lepasan Atmosfir

lease

Dispersi Udara IInhalasi

Deposisi Tanaman Hewan Hirup Iradiasi eksternal

β

,

γ

Makanan Makan PLTN Manusia Tanah

(24)

eksternal ini terdiri dari dua jenis radiasi yaitu radiasi gamma dan radiasi beta (elektron). Awan radiasi bungkah gamma yang berbentuk awan semi-tak-hingga menimbulkan dosis serap di udara per tahun sebesar

Keterangan:

: laju dosis serap di udara (Gy/tahun)

X : konsentrasi radionuklida di atmosfir (Bq/m3)

Ej : energi awal photon (MeV)

Ij : fraksi gamma per desintegrasi pada energi Ej.

n : jumlah foton per desintegrasi

ki : 2.0 x 10-6 (Gy/tahun per MeV/ m3 detik)

Untuk bungkah model awan hingga, maka fluks efektif, F, pada jarak r, dari titik sumber diperoleh dengan menggunakan faktor pertumbuhan (build-up) :

Keterangan:

F : fluks efektif (γ/ m2 detik)

q : kuat sumber (γ/detik)

r : jarak dari sumber (m)

µ : koefisien atenuasi linier (m-1)

B : faktor build-up deposisi energi

: energi foton awal (MeV)

Fluk efektif gamma (Fc) dari awan hingga diperoleh dengan

mengintegrasikan ekspresi ini pada semua ruang

f : intensitas energi gamma spesifik

Untuk mengetahui efek dosis serap di udara terhadap dosis di organ tubuh, maka dapat digunakan daftar konversi laju dosis pada publikasi ICRP 60 (ICRP 1990). Awan radiasi eksternal bungkah beta atau elektron. Awan radiasi ini sangat peka terhadap kulit. Sel yang paling sensitif yang terdekat dari pemukaan kulit adalah lokasi lapis basal epidermi pada kedalaman 70 µm dari permukaan.

= = n j j j iX I E k D 1 γ 2 4 ) , ( r e r E qB F r π µ µ γ − =

− = v r c dV r e r E B X f F π µ µ γ 4 ) , ( (2.15) (2.16)

(25)

Laju dosis pada kulit dievaluasi dari laju dosis serap di udara, memungkinkan penyerapan eksponensial fluks elektron pada lapis 70 µm dan dirumuskan sebagai :

Keterangan:

: laju dosis serap (Gy/ tahun)

X(x, 0) : konsentrasi pada permukaan tanah (β/ m3)

j

E : energi rata-rata partikel j (MeV)

Ij : fraksi elektron dari energi Ej yang dipancar per integrasi

m : jumlah partikel β dan konversi elektron per desintegrasi

k2 : 4 x 10-6 (Gy/tahun per MeV m-3 s-1)

Energi rata-rata partikel β Ej (aproksimasi) sama dengan 1/3 energi maksimum

Konversi dosis serap elektron di udara ke organ tubuh

Untuk mengetahui efek dosis serap elektron di udara terhadap dosis serap elektron kulit dapat dievaluasi dari laju dosis di udara dengan mengijinkan penyerapan eksponensial fluk elektron dalam 70 µm lapisan

Keterangan :

Hβ : laju dosis ekivalen di kulit (Sv/tahun) : laju dosis serap beta (Gy/tahun)

ωr : faktor kualitas untuk radiasi β dan diambil sebagai emity

µ : koefisien absorpsi di jaringan

d : ketebalan lapis epitermal (µm)

2.3.2.2. Radiasi Internal

Radionuklida yang masuk ke dalam tubuh manusia akan memancarkan radiasi dari dalam disebut sebagai radiasi internal. Radiasi ini dapat masuk melalui hisapan udara maupun melalui makanan. Radionuklida yang masuk ke tubuh manusia melalui hisapan udara maupun makanan secara skematik dapat digambarkan seperti pada Gambar 9. Selanjutnya model metabolisme perpindahan bahan radionuk lida di dalam tubuh manusia dapat dapat dilihat pada Gambar 10.

= = m j j jE I x X k D 1 2 ( ,0) β (2.17) 3 maxj j E E = β (2.18) r d D e Hβ=0.5 −µ βω (2.19)

(26)

Gambar 9 Proses masuknya bahan radionuklida ke dalam tubuh manusia

Gambar 10. Metabolisme perpindahan radionuklida dalam tubuh Pencernaan Darah Otot Lever Organ lain Susu Paru-paru Feses Urin Masukan Masukan Radionuklida di udara Permukaan Permukaan rerumputan Tanah zone akar Permukaan tanaman Bagian dalam Hewan

(27)

Dosis ekivalen efektif yang terhirup oleh manusia dapat dihitung dengan persamaan

Hhir, k : Xa,k . Vinh. Φinh, k

Keterangan,

Xa,k : Konsentrasi radionuklida k di udara (Bq/m3)

Vinh : volum udara yang dihirup pertahun (m3/tahun)

Φinh, k : Dosis ekivalen efektif per satuan hirup untuk radionuklida k

Dosis ekivalen efektif yang masuk ke dalam tubuh manusia dalam satu tahun melalui makanan untuk radionuklida k dari makanan jenis m dapat dihitung dengan rumus,

Hm, k : Xm,k . Wm . Φinh, k Keterangan :

Cm,k : konsentrasi radionuklida k dalam makanan m (Bq/m3)

Wm : masukan makanan m tahunan

Φinh, k : Dosis ekivalen efektif per satuan hirup untuk radionuklida k

2.3.3. Penanggulangan Dampak

Apabila terjadi kecelakaan nuklir maka penanganan yang serius harus dilakukan untuk menurunkan resiko atau sering disebut sebagai manajemen resiko. Manajemen resiko pada intinya melakukan seleksi terhadap peralatan yang dapat mereduksi resiko secara maksimum dengan biaya murah. Langkah untuk mereduksi resiko dapat dilakukan dalam beberapa kategori (IAEA 1998): 1. Langkah pencegahan. Langkah ini meliputi penggunaan teknologi atau

proses untuk mencegah sumber pencemar, perencanan pemanfaatan tanah (land use planning) untuk menghindarkan populasi dari tinggkat radiasi yang tinggi, dan pengalihan jalur dengan mencegah bahan berbahaya melintasi penduduk yang padat.

2. Langkah reduksi resiko. Langkah ini meliputi penambahan instrumentasi pada instalasi sehingga dapat menurunkan kemungkinan akibat kecelakaan bersamaan dengan meningkatkan manajemen kesela matan instalasi, dan perencanaan penggunaan tanah yang sesuai.

(2.20)

(28)

3. Emergency Preparedness. Penanganan kondisi emergensi yang terlatih baik akan menurunkan secara berarti akibat yang fatal dari suatu kecelakaan (IAEA 1997c).

Apabila telah terjadi kecelakaan, maka beberapa langkah dapat dilakukan untuk mencegah semakin besarnya akibat kecelakaan tersebut. Tindakan tersebut meliputi tindakan relokasi, evakuasi, perlindungan, dekontaminasi, larangan memakan makanan yang terkontaminasi, memakan tablet iod. Sebagai alat ukur untuk menentukan masing- masing tindakan ditentukan oleh besar dosis efektif yang sampai di permukaan bumi (NRPB 1995).

Pada kejadian kecelakaan nuklir di Chernobyl langkah- langkah yang diambil dalam rangka mengurangi dampak resiko adalah dengan mengevakuasi penduduk pada radius 30 km, menutup reaktor yang mengalami kecelakaan dengan teknik pengungkungan (sarkofagus), meminum tablet iod, menghancurkan hewan dan tanaman yang dekat dengan reaktor, melakukan pengawasan yang ketat terhadap tanaman dan hewan yang berada pada daerah terkontaminasi (IAEA 1996a).

2.4. Nilai Ekonomi Dampak Radiologi

Kecelakaan nuklir bukanlah bentuk kecelakaan yang sering terjadi, sehingga tidak dimiliki data statistik yang cukup memadai untuk dijadikan acuan dalam penentuan dampak ekonominya. Untuk kasus ini, maka perkiraan yang umum dilakukan adalah dengan memberikan harga bayangan (shadow price) pada dampak tersebut. Dalam hal lingkungan yang tercemar, biaya yang dibutuhkan untuk membersihkan lingkungan dari pencemaran dapat dikatakan sebagai harga bayangan dampak kerusakan lingkungan (Kristanto 2002). Pada kecelakaan nuklir biaya pemulihan kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu kecelakaan nuklir dapat dikatakan harga bayangan dampak kecelakaan nuklir.

Secara ekonomi biaya yang harus dikeluarkan apabila terjadi kecelakaan yang tidak dapat dihindari adalah biaya penanggulangan yang meliputi relokasi, evakuasi, perlindungan, dekontaminasi, larangan memakan makanan yang terkontaminasi, memakan tablet iod dan bia ya perawatan kesehatan (IKET 2000; BATAN-IAEA 2002). Disamping itu, karena dampak terjadinya gangguan

(29)

kesehatan maupun relokasi dapat menyebabkan seseorang kehilangan penghasilannya sekaligus kontribusi yang bersangkutan terhadap perekonomian, kehilanga n pendapatan juga menjadi bagian dari biaya.

Biaya relokasi meliputi biaya transportasi, akomodasi, kehilangan pendapatan, dan kehilangan lahan. Biaya dekontaminasi meliputi pembiayaan untuk tenaga kerja, akomodasi per orang pertahun, dan biaya kehilangan pendapatan karena relokasi per orang. Biaya penanganan barang pertanian dan peternakan meliputi biaya kehilangan produksi makanan, makanan yang harus dibuang, biaya penggunaan sumber daya. Untuk menentukan biaya dari tiap-tiap penanganan tersebut diperlukan data unit harga, oleh karena itu secara lokal akan ditentukan nilai unit harga dari masing- masing penanganan.

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menilai kerusakan oleh pengaruh radiasi yaitu (Sanim 1995):

1. Metode berbasis pasar (actual market based methods)

2. Metode berbasis mewakili pasar (surrogate market based method) 3. Metode berbasis pasar kontigensi (contingent market based method)

Metode berbasis pasar aktual adalah metode perkiraan dengan menggunakan harga yang mendekati nilai barang dan jasa lingkungan misalnya dengan membandingkannya dengan harga produk yang dijual di pasar lokal. Prinsip dari metode ini adalah dasar penentuan nilai ekonomi kawasan dari hasil produksi dan kesehatan masyarakat. Yang termasuk dalam metode ini adalah (a) metode dalam perubahan produktivitas (change in productivity), (b) metode kehilangan penghasilan (loos of earning method), (c) metode pengeluaran preventif (averted defensive expenditure method), dan (d) metode pengganti biaya (replacement cost method).

Metode berbasis mewakili pasar (surrogate market based method) adalah metode yang memperkirakan nilai lingkungan dengan memperkirakan nilai produk pengganti yang dapat mensubstitusi produk yang sesungguhnya. Yang termasuk dalam metode ini adalah (a) biaya perjalanan (travel cost method), (b) metode hedonik atau nilai properti (hedonic pricing or property value), (c) metode substitusi produk (substitution/proxy method), (d) metode diferensiasi gaji (wage differencial method)

(30)

Metode berbasis pasar kontigensi (contingent valuation method) adalah metoda yang memperkirakan nilai lingkungan dengan menggunakan pandangan orang lain (stated preferences) tentang kesediaannya membayar (willingness to pay). Yang termasuk dalam metoda ini adalah (a) metoda penilaian kontigensi (contingent valuation method), dan (b) metoda pasar buatan (artificial market method).

Pada kejadian kecelakaan nuklir di Chernobyl tahun 1986, biaya akibat kecelakaan dihitung dengan memperkirakan besar kehilangan dan besar pembiayaan yang dikeluarkan. Pengeluaran tersebut antara lain oleh kehilangan aset; penurunan produksi di bidang pertanian dan sektor terkait; tindakan yang diambil untuk menghilangkan akibat kecelakaan; pembangunan rumah; fasilitas kesejahteraan dan jalan, tindakan memproteksi hutan dan konservasi air; kompensasi untuk perusahaan pertanian, dekontaminasi tanah; kerjasama dan masyarakat yang kehilangan panen, hewan, biaya pindah, dan biaya hidup sehari-hari penduduk yang terkena musibah (Voznyak 1996). Untuk studi kasus ini, maka skenario dampak ekonomi yang akan dipertimbangkan adalah biaya pemeliharaan kesehatan, penyembuhan, kehilangan pendapatan, kerusakan tanah, air, kehilangan tanaman dan hewan.

Valuasi dampak kesehatan (Sanim 2002) dapat dilakukan dengan memperkirakan faktor biaya yang terlibat dalam penanganan kematian (mortality) maupun gangguan kesehatan akut (morbidity) seperti biaya pendaftaran atau rawat inap, penggunaan ruang ruang emergency, lama hari tidak melakukan aktivitas, dan biaya pengobatan masing- masing dampak penyakit.

Pada kenyataannya nilai ini sangat sulit diperoleh karena menyangkut masalah yang sensitif. Oleh karena itu penggunaan nilai pembandingan dapat dilakukan dengan memperhatikan tingkat daya beli masyarakat (Purchasing Power Parity).

Purchasing Power Parity (Perbedaan Daya Beli)

Secara konsepsual perbedaan daya beli berbagai negara merupakan teori untuk penentuan nilai tukar uang dan merupakan cara untuk membandingkan harga rata-rata barang atau jasa di antara negara- negara. Yang melatar belakangi

(31)

teori ini adalah keinginan para pengekspor atau pengimpor untuk membeli barang berdasarkan perbedaan harga di antara negara-negara dengan perhitungan

E X Y X Y GNP PPP GNP PPP     =Harga Barang Barang Harga Keterangan:

Harga barang y : harga barang di negara y

Harga barang x : harga barang di negara x yang digunakan sebagai pembanding

PPP GNPy : harga produk nasional kotor

PPP GNPx : harga produk nasional kotor negara acuan

Dengan metode ini dapat dibandingkan harga barang atau jasa suatu negara dengan negara lain termasuk untuk nilai-nilai ekonomi resiko kesehatan.

2.5. Kajian Pemanfaatan Ruang dan Lingkungan

Sebagaimana terjadi dengan proyek pembangunan lainnya di Indonesia, kehadiran PLTN akan diikuti dengan perkembangan jumlah penduduk di sekitar PLTN. Untuk itu wilayah di sekitar PLTN perlu ditata sedemikian rupa sehingga dapat mengantisipasi bilamana terjadi kondisi kecelakaan agar dampaknya terhadap penduduk seminimal mungkin dan seekonomis mungkin dalam penanganannya. Sebagai langkah pertama adalah ditetapkannya wilayah yang memiliki kemungkinan mendapat dosis radiasi yang tinggi dan rendah. Wilayah ini disebut sebagai wilayah eksklusi (Exclussion Area) dan zone penduduk jarang (Low Population Zone).

Zone ekslusi adalah wilayah dengan radius sedemikian rupa, sehingga setiap individu yang berada pada setiap lokasi di dalam Exclussion Area tidak akan menerima dosis radiasi melebihi 25 rem Total Effective Dose Equivalent (TEDE) atau 0,25 Sv. dalam rentang waktu 2 jam setelah pelepasan produk fisi ke pengungkung (USNRC 1997).

Setelah zone eksklusi disebut sebagai zone penduduk dengan kepadatan rendah (Low Population Zone). Wilayah ini dibatasi dengan ketentuan bahwa tiap individu yang berada di lokasi luar radius sebagai akibat kecelakaan yang

(32)

dipostulasikan tidak akan menerima dosis efektif ekivalen total melebihi 25 rem atau 0, 25 Sv., 30 hari setelah pelepasan produksi fisi ke pengungkung.

Kedua, dengan diketahuinya zone-zone yang mungkin memiliki potensi terkena dosis radiasi dan distribusi penduduk perlu direncanakan tindakan kedaruratan bila terjadi kecelakaan dengan tujuan (IAEA 1997c):

1. Memperkecil resiko atau mencegah akibat kecelakaan pada sumber

2. Mencegah dampak deterministik kesehatan yang lebih parah, misalkan kematian.

3. Memperkecil kemungkinan dampak stokastik terhadap kesehatan, seperti penyakit kanker.

Salah satu langkah tindakan kedaruratan adalah mendefenisikan Zone Rencana Kedaruratan (Zone Emergency Planning) yang terdiri dari Precautionary Zone (PAZ), Urgent Protective Action Planning Zone (UPZ) dan Longer term protective action planning zone (LPZ). PAZ adalah zone yang ditetapkan sekitar fasilitas dimana tindakan perlindungan yang penting (urgent protective action) telah direncanakan sebelumnya dan segera diimplementasikan setelah dinyatakan terjadinya keadaan darurat. Zone rencana tindakan perlindungan penting (UPZ) adalah zone disekitar PLTN yang tindakan perlindungan penting akan dilakukan berdasarkan hasil monitoring lingkungan. Selanjutnya zone rencana tindakan perlindungan jangka panjang merupakan zone yang meliputi UPZ dan zone lebih jauh yang digunakan untuk mencegah dan memperkecil dampak dosis jangka panjang dari deposisi dan makanan. Mengacu pada studi-studi sebelumnya (USNRC 1990; USNRC 1988) batas zone ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Ukuran zone berdasarkan kategori fasilitas

Kategori Fasilitas

Precautionary Action Zone Size (PAZ) Urgent Protective Action Zone (UPZ) Longer Protective Action Planning Zone Kategori 1 3-5 km 10-25 km 50-100 km Kategori II Dalam kawasan 0.5-1 km 5-10 km Dalam kawasan 1.5 – 2 km 15-20 km

Kategori III Dalam

kawasan

Tidak perlu Tidak perlu

(33)

Dalam hal ini PLTN termasuk pada kategori fasilitas 1 yaitu reaktor dengan daya lebih dari 100 MW(th) (IAEA 1997c). Zone PAZ adalah wilayah dimana penduduk maupun pekerja dimungkinan mendapat informasi dengan segera misalnya melalui sirine dan menginstruksikan mereka untuk mengambil tindakan perlindungan yang penting misalnya berlindung (sheltering), evakuasi (evacuation), dan memakan tablet Iodium untuk memblok penyerapan iod radioaktif dalam tubuh (kelenjar gondok). Ukuran PAZ didasarkan pada:

(a) Pelaksanaan tindakan protektif penting sebelum atau segera sesudah pelepasan bahan radionuklida di dalam zone ini akan mengurangi resiko secara signifikan dengan dosis di atas nilai ambang kematian segera (early death threshold) pada kasus kecelakaan terparah.

(b) Pelaksanaan tindakan protektif sebelum atau segera setelah pelepasan di dalam zone ini yang akan mencegah dosis di atas nilai ambang kematian segera pada kebanyakan kecelakaan parah pada fasilitas.

(c ) Untuk pelepasan atmosfir pada kondisi meteorologi di bawah rata-rata, zone ini meliputi jarak dimana 90% resiko luar kawasan yang menyebabkan efek kesehatan akut terjadi.

Zone UPZ merupakan wilayah dimana tindakan monitoring lingkungan segera dilakukan dan menerapkan tidakan protektif berdasarkan hasil monitoring tersebut. Rencana dan kemampuan harus dipersiapkan untuk menerapkan perlindungan, evakuasi dan distribusi tablet iod. Harus dapat ditunjukkan bahwa evakuasi mungkin dibutuhkan sampai ke batas zone ini. Ukuran UPZ terutama mempertimbangkan hal berikut:

(a) tindakan penting harus diambil 4-5 jam di dalam zone untuk menurunkan secara signifikan resiko dosis di atas nilai ambang kematian segera pada kasus kecelakaan terparah.

(b) Jarak yang dibutuhkan kira-kira dapat menurunkan 10 kali konsentrasi dibanding dengan batas PAZ.

(c) Rencana detil dalam zone yang dapat memberikan perluasan usaha-usaha penanggulangan pada kejadian kecelakaan parah.

Zone LPZ adalah zone untuk mengimplementasikan tindakan protektif untuk menurunkan resiko dampak deterministik dan stokastik jangka panjang dari

(34)

bahan yang terdeposisi dan masuk dalam tumbuhan makanan. Secara umum tindakan relokasi dan pembatasan makanan, dan penanganan pertanian didasarkan hasil monitoring dan pengambilan sampel makanan. Ukuran LPZ mempertimbangkan:

(a) Dosis rata-rata kontaminasi tanah yang menjamin relokasi tidak akan terjadi melebihi jarak ini untuk kebanyakan kecelakaan.

(b) Jarak yang menyebabkan penurunan konsentrasi 10 kali lipat dibandingkan batas UPZ. Wilayah ini meliputi jarak dimana 99% resiko dosis luar kawasan di atas tingkat intervensi generik.

(c) Rencana detil dalam zone yang dapat memb eri perluasan langkah- langkah penanggulangan pada kecelakaan parah.

Dengan mengetahui zone- zone tersebut dapat ditentukan langkah- langkah kedaruratan yang akan dilakukan, demikian pula pada daerah tertentu misalnya daerah ekslusi tidak dibenarkan adanya fasilitas- fasilitas yang dapat menimbulkan ancaman terhadap PLTN seperti fasilitas industri yang berpotensi menimbulkan ledakan, fasilitas militer, dan transportasi yang membawa bahan berbahaya.

Sejalan dengan perkembangan waktu maka penggunaan la han di sekitar PLTN dapat berubah yang didorong oleh pertumbuhan populasi, urbanisasi, industrialisasi, perubahan tatanan sosial ekonomi, harga tanah, dan lain- lain (Verbug et al. 2000). Sebagai akibatnya, dapat terjadi pemusatan penduduk dan aktivitas di wilayah yang memiliki tingkat potensi resiko radiologi yang relatif tinggi.

Sesuai dengan Kotter (2003), IAEA (1998) salah satu langkah untuk mencegah terjadinya pemusatan penduduk dan aktivitas di lokasi sekitar PLTN adalah melalui perencanaan penggunaan lahan sejak awal. Melalui berbagai kebijakan tata ruang dapat diatur penggunaan ruang sekitar PLTN, sehingga terhindar dari potensi risiko radiologi yang tinggi.

Secara prinsip langkah tersebut berkaitan dengan adanya zone penyangga (physical buffer zone) atau pemisahan antara industri yang berbahaya atau berpolusi dengan lahan yang sensitif atau lingkungan alam lainnya. Akan tetapi langkah penentuan jarak zone penyangga tidak hanya tergantung pada aspek teknis saja tetapi lebih luas menyangkut aspek sosial ekonomi. Oleh karena itu

(35)

lokasi PLTN, penggunaan tanah di sekitarnya dan isu- isu lain yang bertalian harus dipertimbangkan dalam konteks yang lebih luas yang meliputi lingkungan, keselamatan, ekonomi, sosial dan isu- isu perencanaan secara keseluruhan. Dan yang paling penting adalah langkah penanganan harus sesuai dengan rencana strategi wilayah di sekitar PLTN.

Dua bentuk kebijakan pemerintah Belanda untuk mencegah dampak kecelakaan, pertama, memperkecil kemungkinan kejadian kecelakaan dan dampaknya dengan menangani sumbernya. Kedua, mengurangi jumlah populasi yang akan terkena dampak kecelakaan dapat dilakukan dengan kebijakan zone (zone policy). Kebijakan zone ini mendefenisikan Distance Density Figure (DDF) sebagai jumlah maksimum kepadatan penduduk manusia yang mengindikasikan bahwa Resiko populasi belum dilampaui (Lahej et al. 2000).

Dalam kajian ini dievaluasi potensi pelepasan bahan radionuklida beserta dampaknya terhadap penduduk yang bertumbuh sejak mulai dioperasikan sampai usia PLTN. Sebagai konsekuensinya maka pemanfaatan ruang disekitar PLTN haruslah dikontrol dengan menetapkan zone eksklusi (exclusion area) dan zone penduduk jarang (low population zone), dan zone untuk melakukan evakuasi (USNRC 1997). Selanjutnya untuk mengatasi atau mengurangi dampak bila kondisi kecelakaan tidak dapat dihindari maka setiap PLTN harus membuat rencana tanggap darurat. Untuk mewujudkan pemanfaatan ruang dan langkah tanggap darurat maka hasil penelitian ini sangat berguna untuk dijadikan masukan dalam merencanakan tata ruang wilayah di Kabupaten Jepara.

2.6. Penelitian Terdahulu

Kecelakaan nuklir merupakan kecelakaan yang sangat jarang terjadi, oleh karena itu kemungkinan kejadian kegagalannya tidak dilakukan dengan uji statistik yang memerlukan banyak data melainkan menggunakan pendekatan pohon kejadian dan pohon kegagalan yang dikenal dengan Probability Safety Assessment. Sebagai contoh, reaktor Temelin, 1300 MW, Czech, frekuensi kejadian kecelakaan terparah adalah sebesar 10-7 per tahun. Besaran ini tidak jauh berbeda dengan probabilitas yang digunakan Markandya (1999a) untuk menghitung probabilitas kejadian kecelakaan reaktor PLTN 1000 MW yaitu 1,9 x

(36)

Gambar 6.1.

Sumber Radiasi di Alam (Saxe, 1991)

Radon ; 47% Sinar kosmis; 10% Luruhan radon; 4%

Kedokteran nuklir; 12%

Sinar Gamma dari tanah dan bangunan; 14% Lepasan nuklir <0.1% Jatuhan global 0.4% Lingukngan kerja 0.2% Lain-laian 0.4% Makanan dan minuman; 12%

10-6. Sesuai dengan perkembangan teknologi reaktor PLTN besaran ini sudah menunjukkan kinerja yang mendekati PLTN generasi IV.

Pada umumnya reaktor, selama kondisi normal tidak diijinkan terjadi pelepasan bahan radionuklida kecuali gas mulia dan gas yang mudah menguap yang tidak mungkin dapat difilter. Susilo et al. (2004) telah melakukan perhitungan besarnya dosis yang akan diterima individu bila PLTN beroperasi normal dengan daya 2 x 1000 MWe maka besar dosis total yang diterima individu masih di bawah batas yang diijinkan yaitu 104 µSv atau 10 mSv pada jarak 500 m dan 2 mSv pada jarak 1 km. Besaran ini semakin mengecil dengan bertambahnya jarak.

Pengetahuan tentang rona awal kondisi radioekologi di lokasi PLTN sangat diperlukan untuk menjadi acuan atau pembanding bila PLTN beroperasi. Secara alamiah bumi dan aktivitas manusia berpotensi memancarkan radiasi, karena bumi sendiri mengandung banyak bahan radionuklida dan aktivitas manusia banyak menggunakan bahan radionuklida. Dalam studi rona awal diuraikan sumber-sumber radiasi yang muncul dari alam seperti pada Gambar 11 (PPLH- LPUD 2001).

Sumber: PPLH&LPUD 2004

(37)

Studi tentang rona awal telah pula dilakukan melalui kerja sama BATAN dengan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) dan Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro. Penelitian terhadap kondisi air tawar menunjukkan bahwa Radioaktivitas air tawar di Kabupaten Jepara akan mengalami peningkatan cukup berarti oleh adanya perkembangan di berbagai sektor dan akan beroperasinya PLTU Tanjungjati B. Perubahan radioaktivitas air tawar ini menyebabkan base line/data rona awal radioaktivitas air tawar di daerah Ujung Lemahabang diperkirakan akan mengalami perubahan yang dipresentasikan oleh peningkatan kadar radioaktivitas air tawar, terutama kadar 3H, gross α, dan β. Pada saat ini aktivitas tritium dalam air sungai masih dalam batas yang diperbolehkan. Menurut SK DIRJEN BATAN No.93/DJ/VII/95 batas kadar tritium adalah 0,1 Bq/l.

Penelitian terhadap biota menunjukkan bahwa 210Pb yang terdapat pada cuplikan biota (ikan kerapu dan algae merah, hijau dan coklat) konsentrasi aktivitas 210Pb dalam biota pada musim penghujan tidak jauh beda dengan musim kemarau. Aktivitas terbesar berturut-turut terukur pada algae coklat, algae hijau, algae merah dan ikan kerapu.

Konsentrasi radionuklida ala m dalam udara berkisar antara 0,28 – 1,10 Bq/m3 untuk 228Th, 8,79 - 30.32 Bq/m3 untuk 226Ra dan tidak terdeteksi –8,96 Bq/m3 untuk 40K. Pada semua titik sampling tidak terdeteksi unsur 228Ra. Unsur radionuklida buatan 90Sr dan 137Cs juga tidak terlihat di semua lokasi sampling. Hal ini mungkin saja terjadi karena memang konsentrasi di lokasi sampling sangat rendah atau pengambilan contoh udara memerlukan waktu yang lebih lama.

Gambar

Gambar 3  Proses terjadinya reaksi fisi (OECD 2003)
Gambar 5  Persentase pelepasan bahan iod dari bahan bakar metalik (Soffer et al.
Tabel 3  Fraksi pelepasan bahan radionuklida jenis PWR
Gambar 8  Jalur penerimaan paparan radiasi pada manusia
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui efek ekstrak daun Moringa oleifera terhadap organ hepar yang mengalami diabetes melitus tipe 2 serta mengetahui dosis terbaik

Jika informasi yang diberikan menjadi lengkap dengan uraian panjang lebar yang memerlukan lebih banyak halaman tidak lain karena konsep STIFIn tentang belahan dan lapisan

1. Pada kondisi lingkungan ekstrem, yang dipengaruhi oleh beban angin, gelombang, dan operasional respon maksimum pada struktur yang sebenarnya terjadi adalah σ max = 96

Peningkatan Jalan Stasiun Dawuan - Jembatan Rel KA Dusun Krajan Desa Dawuan..

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana

Dengan mencermati tiga karya di atas, berkaitan dengan karya yang akan penulis ciptakan terdapat beberapa perbedaan, letak perbedaannya adalah dalam proses pembakaran, formula

Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal dan daun bertangkai

Berdasarkan hasil observasi 28 November 2013 dengan guru bidang studi membuat pola (pattern making) yaitu ibu Lemeria Sinambela menyatakan beberapa masalah yaitu: 1) Dari