• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR ACH PADA PENGHAWAAN HYBRID KANTOR DI JAKARTA SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR ACH PADA PENGHAWAAN HYBRID KANTOR DI JAKARTA SELATAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

FAKTOR ACH PADA PENGHAWAAN

HYBRID KANTOR DI JAKARTA SELATAN

Julius Setiadi, Firza Utama Sjarifudin, dan Vivien

Himayani

Fakultas Teknik, Jurusan Arsitektur, Universitas Bina Nusantara,

Jl. K H. Syahdan No. 9, Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat 11480. Telp. (62-21) 534 5830,

vizard.community@gmail.com

ABSTRACT

The research deploys Air Changes per Hour factor on hybrid ventilation in office building. The purpose of this research was to develop an office building to have hybrid ventilation sistem depend on Air Changes per Hour factor as research based and how the aerodinamic building can be built from wind direction simulation. Research methods used was quantiative research methods where the quantitative variable in this research were wind speed measure. Wind speed data was used as input data of CFD simulation with Autodesk Flow Design software. The best form of building mass from simulation was ellipse because this form was aerodinamic from wind direction. The calculation used to calculate ventilation size with 0,72 ACH standard. (JS)

Keywords: Wind Speed, Air Changes Per Hour, Hybrid Ventilation, Office.

ABSTRAK

Penelitian menjelaskan pengaruh faktor Air Changes per Hour pada penghawaan hybrid di bangunan kantor yang terletak pada kawasan Mega Kuningan Jakarta Selatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan bagaimana merancang sebuah kantor yang memiliki sistem penghawaan hybrid dengan faktor Air Changes per Hour sebagai dasar pertimbangan dan bagaimana sebuah bangunan yang aerodinamis dapat terbentuk dari simulasi arah angin. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pelitian kuantitatif dimana variabel kuantitatif dalam penelitian ini dilihat dari pengukuran kecepatan angin. Data kecepatan angin kemudian digunakan sebagai data input simulasi CFD dengan bantuan software Autodesk Flow Design. Hasil simulasi mendapatkan bahwa bentuk massa bangunan yang terbaik adalah menggunakan bentukan dasar elips karena bentuk yang aerodinamis terhadap arah angin. Perhitungan yang digunakan adalah besar bukaan dengan standar 0,72 ACH. (JS)

Katakunci: Kecepatan Angin, Air Changes per Hour, Penghawaan Hybrid, Kantor.

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Segitiga Emas atau yang lebih dikenal dengan nama CBD (Central Business District) merupakan bagian dari rencana pemda DKI untuk menjadikan wilayah ini sebagai pusat bisnis di Jakarta. Daerah ini dibentuk oleh tiga jalan utama, yaitu Jalan Sudirman, Jalan Gatot Subroto dan Jalan Rasuna Said/Kuningan. Tiga jalan ini menjadi pusat bisnis di Jakarta terbukti dengan adanya gedung-gedung tinggi yang merupakan perkantoran nasional bahkan multinasional dan terdapat beberapa gedung terkenal lainnya. Kawasan yang sangat terkenal dari tiga jalan tersebut salah satunya adalah Mega Kuningan. Kawasan yang berpola melingkar ini baru-baru ini juga menjadi pengembangan utama dalam distrik bisnis komersial Jakarta, terlihat dari pembangunan gedung-gedung tinggi yang masih terus berjalan sampai sekarang.

Yulianti, Ikhsan, dan Wiyono (2012:21) pada artikelnya mengatakan bahwa gedung-gedung tinggi dibangun dengan struktur lebih tertutup dan umumnya dilengkapi sistem sirkulasi udara serta pendingin buatan untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja yang nyaman. Udara luar yang masuk ke dalam sistem ventilasi gedung akan berkurang bahkan mencapai titik nol, hanya udara resirkulasi yang digunakan untuk bernapas. Hal tersebut menyebabkan buruknya kualitas udara dalam ruangan (Indoor Air Quality atau IAQ).

Sick Building Syndrome (SBS) atau sindrom gedung sakit dikenal sejak tahun 1970.

(2)

2

lingkungan kerja berhubungan dengan polusi udara, IAQ dan buruknya ventilasi gedung perkantoran.

Sick Building Syndrome merupakan kumpulan gejala yang dialami oleh pekerja dalam gedung

perkantoran berhubungan dengan lamanya berada di dalam gedung dan juga kualitas udara.

Environmental Protection Agency (EPA) tahun 1991 mengatakan sindrom ini timbul berkaitan dengan

waktu yang dihabiskan seseorang dalam sebuah bangunan, namun gejalanya tidak spesifik dan penyebabnya tidak bisa diidentifikasi. SBS dapat mengakibatkan berbagai bahaya bagi kesehatan seperti sakit kepala, iritasi di mata, hidung, atau tenggorokan, kulit kering atau gatal dan pusing (OneIndia/MEL).

Medical Marketing Manager Bayer Healthcare Consumer Care dr. Handy Purnama

menyatakan, penelitian yang dilakukan terhadap 350 orang karyawan dari 18 perusahaan di wilayah DKI Jakarta, dilakukan dalam kurun waktu 6 bulan (mulai Juli-Desember 2008), 50% orang yang bekerja di dalam gedung perkantoran mengalami SBS. National Institute of Occupational Safety and

Health (NIOSH) tahun 1997 menyebutkan 52% penyakit pernapasan terkait dengan SBS akibat

buruknya ventilasi gedung dan kinerja AC akibat jarang dibersihkan. Penelitian Occupational Safety

and Healthy Act (OSHA) mendapatkan dari 446 gedung, penyebab polusi udara dalam gedung karena

ventilasi tidak memenuhi syarat (52%), alat/bahan dalam gedung (7%), polusi luar gedung (11%), mikroba (5%), bahan bangunan/alat kantor (3%), dan tidak diketahui (12%).

Beberapa studi telah dilakukan pada gedung-gedung publik dan gedung perkantoran mengenai hubungan antara ventilasi/penghawaan dan Sick Building Syndrome (SBS), yang meliputi gejala yang berkaitan dengan udara yang tidak sehat. Dalam artikel yang ditulis pada Institut national

de santé publique du Québec menyatakan bahwa untuk mengukur hubungan antara ventilasi dengan

udara yang sehat, para peneliti telah membandingkan frekuensi gejala sehubungan dengan adanya ventilasi mekanik atau ventilasi alami dalam kaitannya dengan tingkat ventilasi/penghawaan yang diukur dalam Air Changes per Hour (ACH).

Air Changes per Hour (ACH) merupakan ukuran dari seberapa banyak udara dalam suatu

ruang yang tertukar (en.wikipedia.org). Menurut Satwiko, ACH atau pergantian udara per-jam adalah jumlah pergantian seluruh udara dalam ruangan dengan udara segar dari luar setiap jamnya. Dalam

ASHRAE Handbook-Fundamentals (2001:26) menegaskan bahwa, Air Changes per Hour berperan

sebagai rasio terhadap laju aliran volumetrik dari udara ke dalam ruang untuk volume ruang dalam, yang diukur dengan satuan jam.

Agar bangunan kantor dapat memiliki udara yang sehat (IAQ yang baik), maka dalam penelitian ini memerlukan faktor-faktor yang dapat diukur, yaitu dalam Air Changes per Hour. Berdasarkan ASHRAE Standard 62-1989, standar minimum yang diperlukan untuk nilai pertukaran udara pada bangunan kantor adalah sebesar 0,72 ACH.

Seiring perkembangan zaman, tidaklah mungkin sebuah bangunan kantor di kawasan Mega Kuningan tidak menggunakan sistem pendingin ruangan, sehingga penghawaan campuran atau yang dapat disebut dengan penghawaan hybrid dapat menjadi solusi untuk menciptakan kualitas udara dalam ruang yang baik.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang, maka perlu adanya pengkajian lebih lanjut tentang faktor Air

Changes per Hour pada penghawaan hybrid kantor, yang dapat dirumuskan: Bagaimana merancang

sebuah kantor yang memenuhi standar Air Changes per Hour dengan sistem penghawaan hybrid? Bagaimana desain massa bangunan yang aerodinamis guna dapat memaksimalkan aliran udara yang masuk untuk dapat memenuhi standar Air Changes per Hour? merupakan permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini.

TUJUAN

Tujuan dari studi ini adalah untuk menentukan bagaimana merancang sebuah kantor yang memenuhi standar Air Changes per Hour dengan sistem penghawaan hybrid dan bagaimana sebuah bangunan yang aerodinamis dapat terbentuk dari simulasi arah angin guna dapat memaksimalkan udara yang masuk kedalam bangunan, sehingga mampu memenuhi standar Air Changes per Hour pada bangunan kantor yang dilakukan dengan bantuan simulasi komputer serta studi literatur yang mengacu kepada teori-teori yang relevan serta pengamatan langsung di lapangan berupa studi banding pada bangunan sejenis.

LINGKUP PEMBAHASAN

(3)

3

Mengenai faktor Air Changes per Hour pada penghawaan hybrid bangunan kantor dengan menganalisa jumlah pergantian udara yang diharapkan dapat menciptakan kualitas udara dalam ruang yang sehat.

• Kasus yang diangkat dalam penelitian ini adalah perancangan kantor yang terletak di Mega Kuningan, Jakarta Selatan.

Penekanan penelitian ini membahas mengenai permasalahan pergantian udara per jam (Air

Changes per Hour) dalam kaitannya terhadap besar dan letak bukaan.

Bukaan berupa ventilasi hybrid, dimana pengkondisian bangunan tetap menggunakan AC. • Perhitungan pertukaran udara yang diteliti dan dihitung adalah ruang kerja kantor.

• Pengukuran kecepatan angin dilakukan di ITC Kuningan, Jakarta Selatan. ITC Kuningan merupakan sampel random, bukan spesifik. Sampel ITC Kuningan digunakan bukan untuk bahasan secara lokasi, melainkan data dari ITC Kuningan digunakan dalam hubungannya terhadap peritungan kekasaran lingkungan.

• Faktor kecepatan angin akan digunakan sebagai variabel simulasi. Variabel lain tidak diikut sertakan dalam simulasi ini dan dianggap tidak memberikan pengaruh pada hasil simulasi.

KAJIAN PUSTAKA

National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) tahun 1997 menyebutkan

52% penyakit pernapasan terkait dengan SBS akibat buruknya ventilasi gedung dan kinerja AC akibat jarang dibersihkan. Penelitian Occupational Safety and Healthy Act (OSHA) mendapatkan dari 446 gedung, penyebab polusi udara dalam gedung karena ventilasi tidak memenuhi syarat (52%).

Air Changes per Hour (ACH) merupakan ukuran dari seberapa banyak udara dalam suatu

ruang yang tertukar (en.wikipedia.org). Menurut Satwiko, ACH atau pergantian udara per jam adalah jumlah pergantian seluruh udara dalam ruangan dengan udara segar dari luar setiap jamnya. Dalam

ASHRAE Handbook-Fundamentals (2001:26) menegaskan bahwa, Air Changes per Hour berperan

sebagai rasio terhadap laju aliran volumetrik dari udara ke dalam ruang untuk volume ruang dalam, yang diukur dengan satuan jam. Berdasarkan ASHRAE Standard 62-1989, standar minimum yang diperlukan untuk nilai pertukaran udara pada bangunan kantor adalah sebesar 0,72 ACH.

Air Changes per Hour (ACH) dalam Standar Internasional dapat dirumuskan sebagai:

N = 3600 Q / V

Dimana,

N = Jumlah Air Changes per Hour

Q = Aliran udara kedalam ruang (m³/s), dan V = Volume ruang (m³)

Aliran udara kedalam ruang (Q) yang dihitung dengan satuan m³/s, diperoleh dengan rumus:

Q = 0.025 A v

Dimana,

0.025 = Faktor pengali A = Luas bukaan (m²), dan

v = Kecepatan angin pada bukaan (m/s)

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode pelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah metode yang lebih menekankan pada aspek pengukuran secara obyektif terhadap fenomena. Untuk dapat melakukan pengukuran, setiap fenomena di jabarkan kedalam beberapa komponen masalah, variabel dan indikator. Setiap variabel yang ditentukan di ukur dengan memberikan simbol-simbol angka yang berbeda-beda sesuai dengan kategori informasi yang berkaitan dengan variabel tersebut. Dengan menggunakan simbol-simbol angka tersebut, teknik perhitungan secara kuantitatif matematik dapat dilakukan sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang berlaku umum didalam suatu parameter. Alasan peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif karena pendekatan ini memberikan hasil yang dapat diukur secara matematis sehingga data yang dihasilkan nantinya dapat menjadi nilai input untuk pembuatan bentuk parametric dari desain yang akan dibuat.

Variabel kuantitatif dalam penelitian ini berupa pengukuran sampel kecepatan angin (diluar) pada level ketinggian 10 m, 20 m, dan 30 m di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Sampel digunakan

(4)

4

untuk menghasilkan data perhitungan faktor Air Changes per Hour pada lingungan Jakarta Selatan yang akan digunakan sebagai acuan dalam simulasi. Selanjutnya menggunakan data yang diperoleh dari Weather Tool 2011 sebagai input analisa perubahan aliran dan kecepatan udara karena massa bangunan dengan menggunakan software Ecotect Analysis 2011.

Metode pengembangan dari penelitian ini adalah Experimental Research dengan simulasi. Penelitian ekperimental dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Dalam hal ini, penulis mencoba untuk melakukan eksperimen dalam pencarian bentuk bangunan yang aerodinamis guna memasukan aliran udara kedalam bangunan agar mendapatkan sistem penghawaan hybrid yang baik, sebagaimana sesuai dengan standar Air Changes per Hour. Eksperimen dilakukan melalui percobaan simulasi terhadap berbagai bentuk massa yang terus bekembang hingga mendapatkan nilai yang terbaik. Penulis juga melakukan percobaan simulasi ini untuk mencari jenis bukaan inlet dan

outlet yang terbaik dalam pencapaian standar Air Changes per Hour.

HASIL DAN BAHASAN

PENGUKURAN KECEPATAN ANGIN

Data pengukuran kecepatan angin di Jakarta Selatan dilakukan peneliti di ITC Kuningan, Jakarta Selatan, pada tanggal 23 Maret 2014 menggunakan alat anemometer berdasarkan ketinggian 10 m sampai dengan 30 m dengan tiga titik ukur yang berbeda (titik A, titik B, titik C). Pengukuran di lapangan dilakukan guna mengetahui kecepatan angin rata-rata di Jakarta Selatan pada ketinggian 10 m sampai 30 m, yang kemudian data dimasukan kedalam kalkulator kecepatan angin dari Soren

Krohn dan Danish Wind Industry Association.

Untuk menghitung kecepatan angin pada ketinggian selanjutnya, data diperoleh dengan kalkulator kecepatan angin dari Soren Krohn dan Danish Wind Industry Association. Sampel yang diambil adalah 2,33 m/s yang merupakan rata-rata kecepatan angin pada ketinggian ±10 meter.

Tabel 1 Kecepatan angin di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan

ANALISA BENTUK DASAR GUBAHAN MASSA

Analisa bentuk dasar gubahan massa menggunakan bentuk dasar persegi panjang, trapesium, lingkaran, dan elips, yang dibantu dengan simulasi software Ecotect Analysis 2011 dan Autodesk Flow

Design. Simulasi dilakukan guna mengetahui arah angin dan tekanan angin pada massa bangunan,

yang akan digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk mencari bentukan dasar gubahan massa yang dapat mengalirkan udara paling baik (aerodinamis).

Berikut hasil analisa bentuk dasar gubahan massa:

(5)

5

Tabel 2 Analisa bentuk dasar gubahan massa

Setelah mensimulasikan beberapa bentukan dasar massa bangunan, maka untuk mendapatkan massa bangunan yang aerodinamis dapat menggunakan bentukan dasar elips. Hal ini dikarenakan bentukan elips dapat mengalirkan udara sehingga massa bangunan memiliki sedikit tekanan yang ditimbulkan oleh angin. Setelah mendapatkan bentuk alternatif 4, Simulasi dilakukan kembali untuk memastikan dimana posisi bangunan yang memiliki tekanan angin tinggi dan tekanan angin rendah. Simulasi dilakukan pada 3 titik ukur yaitu: low zone, mid zone, dan high zone.

(6)

6

Tabel 3 Kecepatan angin hasil simulasi pada gubahan massa alternatif 4

Titik Ukur / Arah angin Low Zone Mid Zone High Zone

252⁰ Barat Daya 3,83 m/s 5,46 m/s 6,07 m/s 180⁰ Selatan 4,41 m/s 5,73 m/s 6,20 m/s 72⁰ Timur Laut 4,05 m/s 4,86 m/s 5,34 m/s

LETAK LUAS BUKAAN INLET-OUTLET

Letak inlet ventilasi akan berada pada sisi bangunan yang memiliki tekanan angin tinggi (merah), sedangkan outlet ventilasi berada pada sisi bangunan yang memiliki tekanan angin rendah (biru). Berikut hasil simulasinya:

Gambar 1 Titik pengukuran simulasi

Tabel 4 Tekanan angin hasil simulasi pada gubahan massa alternatif 4

Arah Angin Gambar Letak Inlet-Outlet Keterangan

252⁰ Barat Daya

Pada saat angin datang dari barat daya, inlet (merah) berada pada area

sky terrace barat daya

terbuka, dan outlet (biru) berada pada sisi timur laut terbuka pada saat yang bersamaan

180⁰ Selatan

Pada saat angin datang dari barat daya, inlet (merah) berada pada area sisi tenggara terbuka, dan

outlet (biru) berada pada

sisi barat laut terbuka pada saat yang bersamaan

72⁰ Timur Laut

Pada saat angin datang dari barat daya, inlet (merah) berada pada area

sky terrace timur laut

terbuka, dan outlet (biru) berada pada sisi barat daya terbuka pada saat yang bersamaan

Sumber: hasil analisa CFD

B ar at D ay a T im u r L au t B ar at L au t T en g g ar a B ar at D ay a T im u r L au t

(7)

7

PERHITUNGAN LUAS BUKAAN INLET TERKAIT DENGAN ACH

Bukaan Pada Lantai 4 (Low Zone, Angin Barat Daya) Diketahui,

Kec. Angin = 3,83 m/s

Volume Ruang = Luas Ruang (Bersih) x Tinggi Ruang 502,73 m2 x 2,7 m = 1357,37 m3 Perhitungan,

ACH = (0,025 x Luas Bukaan x Kec. Angin) / Vol. Ruang x 3600 0,72 = (0,025 x Luas Bukaan x 3,83 m/s) / 1357,37 m3 x 3600

0,72 = 0,25 Luas Bukaan Luas Bukaan = 0,72 / 0,25 = 2,88 m2 Sehingga Luas Bukaan pada Lantai 4 adalah 2,88 m2

Bukaan Pada Lantai 7 (Low Zone, Angin Timur Laut) Diketahui,

Kec. Angin = 4,05 m/s

Volume Ruang = Luas Ruang (Bersih) x Tinggi Ruang 502,73 m2 x 2,7 m = 1357,37 m3 Perhitungan,

ACH = (0,025 x Luas Bukaan x Kec. Angin) / Vol. Ruang x 3600 0,72 = (0,025 x Luas Bukaan x 4,05 m/s) / 1357,37 m3 x 3600

0,72 = 0,27 Luas Bukaan Luas Bukaan = 0,72 / 0,27 = 2,67 m2 Sehingga Luas Bukaan pada Lantai 7 adalah 2,67 m2

Bukaan Pada Lantai 16 (Mid Zone, Angin Barat Daya) Diketahui,

Kec. Angin = 5,46 m/s

Volume Ruang = Luas Ruang (Bersih) x Tinggi Ruang 502,73 m2 x 2,7 m = 1357,37 m3 Perhitungan,

ACH = (0,025 x Luas Bukaan x Kec. Angin) / Vol. Ruang x 3600 0,72 = (0,025 x Luas Bukaan x 5,46 m/s) / 1357,37 m3 x 3600

0,72 = 0,36 Luas Bukaan Luas Bukaan = 0,72 / 0,36 = 2 m2 Sehingga Luas Bukaan pada Lantai 16 adalah 2 m2

Bukaan Pada Lantai 19 (Low Zone, Angin Timur Laut) Diketahui,

Kec. Angin = 4,86 m/s

Volume Ruang = Luas Ruang (Bersih) x Tinggi Ruang 502,73 m2 x 2,7 m = 1357,37 m3 Perhitungan,

ACH = (0,025 x Luas Bukaan x Kec. Angin) / Vol. Ruang x 3600 0,72 = (0,025 x Luas Bukaan x 4,86 m/s) / 1357,37 m3 x 3600

0,72 = 0,32 Luas Bukaan Luas Bukaan = 0,72 / 0,32 = 2,25 m2 Sehingga Luas Bukaan pada Lantai 19 adalah 2,25 m2

Bukaan Pada Lantai 28 (High Zone, Angin Barat Daya) Diketahui,

(8)

8

Kec. Angin = 6,07 m/s

Volume Ruang = Luas Ruang (Bersih) x Tinggi Ruang 502,73 m2 x 2,7 m = 1357,37 m3 Perhitungan,

ACH = (0,025 x Luas Bukaan x Kec. Angin) / Vol. Ruang x 3600 0,72 = (0,025 x Luas Bukaan x 6,07 m/s) / 1357,37 m3 x 3600

0,72 = 0,4 Luas Bukaan Luas Bukaan = 0,72 / 0,4 = 1,8 m2 Sehingga Luas Bukaan pada Lantai 28 adalah 1,8 m2

Bukaan Pada Lantai 31 (High Zone, Angin Timur Laut) Diketahui,

Kec. Angin = 5,34 m/s

Volume Ruang = Luas Ruang (Bersih) x Tinggi Ruang 502,73 m2 x 2,7 m = 1357,37 m3 Perhitungan,

ACH = (0,025 x Luas Bukaan x Kec. Angin) / Vol. Ruang x 3600 0,72 = (0,025 x Luas Bukaan x 5,34 m/s) / 1357,37 m3 x 3600

0,72 = 0,35 Luas Bukaan Luas Bukaan = 0,72 / 0,35 = 2,05 m2 Sehingga Luas Bukaan pada Lantai 31 adalah 2,05 m2

Setelah menghitung luas bukaan terkait dengan Air Changes per Hour, maka diperlukan bukaan seluas:

Tabel 5 Kesimpulan luas bukaan

Zona Letak Inlet Luas Bukaan

Low Barat Daya 2,88 m2

Low Timur Laut 2,67 m2

Mid Barat Daya 2 m2

Mid Timur Laut 2,25 m2

High Barat Daya 1,8 m2

High Timur Laut 2,05 m2

LETAK DAN JUMLAH BUKAAN TERKAIT DENGAN ACH

Tahap selanjutnya adalah mensimulasikan letak bukaan inlet dan outlet untuk mengetahui seperti apa bukaan inlet dan outlet yang baik. Simulasi ini mengasumsikan adanya core pada lantai tipikal. Dibuat satu buah tambahan lubang pada inlet, sehingga menjadi 2 lubang inlet dan 1 lubang

outlet.

(9)

9

Pada simulasi letak bukaan inlet, disimpulkan bahwa inlet berjumlah 2 buah. Setelah melakukan perhitungan untuk mencari luas bukaan terkait Air Changes per Hour, didapatnya luas masing-masing inlet sebesar:

Tabel 6 Luas bukaan yang diperlukan

Zona Letak Inlet Luas Bukaan Jumlah Bukaan

Low Barat Daya 1,44 m2 2 Buah

Low Timur Laut 1,335 m2 2 Buah

Mid Barat Daya 1 m2 2 Buah

Mid Timur Laut 1,125 m2 2 Buah

High Barat Daya 0,9 m2 2 Buah

High Timur Laut 1,025 m2 2 Buah

SISTEM PENGHAWAAN HYBRID

Sistem penghawaan buatan pada kantor menggunakan umumnya AC sentral, dimana supply udara berasal dari udara yang disirkulasikan kembali sebesar ±80%. Hal ini merupakan salah satu penyebab terjadinya gedung yang kurang sehat. Berikut skema aliran udara yang disirkulasi kembali:

Agar tercipta lingkungan yang lebih sehat, gedung perlu mendapat supply udara dari luar yang lebih tinggi, sehingga perlu dimasukannya penghawaan alami dimana sumber supply udara 100% berasal dari udara luar. Berikut ilustrasinya:

Gambar 3 Simulasi CFD bukaan

Gambar 4 Skema supply udara reserikulasi

(10)

10

Supply udara yang 100% berasal dari udara luar (sky terrace) setelah diturunkan suhunya

akan dialirkan kedalam ruang kerja (workstation), dimana dalam ruang tersebut sangat tinggi tingkat okupansinya sehingga memerlukan supply udara bersih. Pengambilan 100% udara luar melalui AHU sudah dilakukan pada bangunan 41 Cooper Square, New York, dicantum dalam artikelnya Melody Baglione, Building Sustainability into Control Systems > Air Handling Units.

DIMENSI BUKAAN

Untuk dapat memasukan udara luar kedalam Air Handling Unit (AHU) sebagai supply udara, maka dibutuhkan penghubung antara bukaan dengan AHU yang berupa ducting.

Bukaan inlet yang berjumlah 2 buah kemudian akan disatukan melalui ducting, yang kemudian baru akan menuju kedalam AHU.

Luas bukaan yang sebelumnya sudah dihitung menjadi acuan untuk mengetahui dimensi bukaan. Berikut dimensi bukaan inlet yang diperlukan:

Tabel 7 Dimensi bukaan

Zona Letak Inlet Luas Bukaan A B

Low Barat Daya 1,44 m2 50 cm 288 cm

Low Timur Laut 1,335 m2 50 cm 267 cm

Mid Barat Daya 1 m2 50 cm 200 cm

Mid Timur Laut 1,125 m2 50 cm 225 cm

High Barat Daya 0,9 m2 50 cm 180 cm

High Timur Laut 1,025 m2 50 cm 205 cm

Gambar 8 Dimensi bukaan inlet

Gambar 7 Inlet dan ducting menuju AHU Gambar 6 Diagram alur penghawaan hybrid

(11)

11

TRANSFORMASI BANGUNAN BERDASARKAN LUAS BUKAAN

Berdasarkan perhitungan luas bukaan dengan menggunakan rumus Air Changes per Hour, disimpulkan bahwa luas bukaan inlet semakin tinggi zonanya semakin kecil bukaannya. Oleh karenanya, bangunan dibentuk sesuai dengan luas bukaan yang semakin tinggi semakin mengecil. Selain itu bangunan juga ditransformasi agar menjadi bangunan yang lebih aerodinamis terhadap aliran angin sesuai dengan simulasi kecepatan dan arah angin.

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Berdasarkan sejumlah hasil analisa dari data yang ada maka dapat disimpulkan bahwa:

Penyebab terjadinya gejala Sick Building Syndrome diakibatkan karena kondisi pengudaraan yang kurang baik. Hal ini menyebabkan gedung kantor lebih banyak terserang gejala Sick Building

Syndrome karena terkait dengan lamanya orang berada dalam gedung.

• Bentuk massa bangunan berpengaruh terhadap aliran udara. Bentuk elips merupakan bentuk yang paling baik dalam mengalirkan udara.

Gambar 10 Skema pendistribusian udara bersih melalui ducting AC Gambar 9 Transformasi bangunan berdasarkan luas bukaan

(12)

12

• Kecepatan dan arah angin dapat berubah ketika terbentur bangunan.

Layout vegetasi di sekitar bangunan berpengaruh terhadap arah angin yang mengarah ke

bangunan.

• Angin yang terbentur bangunan menimbukan tekanan, dimana udara akan mengalir dari tekanan tinggi menuju tekanan rendah.

• Perancangan menggunakan simulasi dapat mengalami beberapa perubahan bentukan (transformasi) menyesuaikan dengan hasil simulasi.

Kecepatan angin berpengaruh terhadap besar bukaan untuk mencapai standar Air Changes per

Hour. Jika dihitung berdasarkan rumus Air Changes per Hour, semakin tinggi kecepatan angin

maka semakin kecil bukaan.

SARAN

Dalam pencapaian Air Changes per Hour (ACH), maka hal yang perlu diperhatikan adalah arah datang angin, kecepatan angin, bentukan massa, besar bukaan, dan volume ruang. Beberapa hal lain yang perlu di perhatikan pada penelitian selanjutnya adalah terkait dengan kenyamanan thermal yang dipengaruhi oleh 3 aspek, yaitu: suhu, kelembaban, dan kecepatan angin. Dalam penelitian ini yang didapatkan adalah salah satu satuan Air Changes per Hour yang memenuhi standar yang diatur oleh besar bukaan inlet dan outlet. Bagi peneliti selanjutnya dapat menggunakan metode yang sama dengan penelitian ini untuk mendapatkan arah datang angin, kecepatan angin. Jika hal tersebut telah didapatkan, penelitian dapat dilanjutkan dengan menghitung nilai standar Air Changes per Hour sehingga dapat berapa luas bukaan yang perlu dirancang agar tercipta standar ACH yang diinginkan.

REFERENSI

Airistar Technologies, L.L.C. (2005). Frequency of Air Changes per Hour – A Key Consideration in Selecting Air Purification Systems. Business Briefing: Hospital Engineering & Facilities Management 2005

American Society of Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning Engineers. (2001). ASHRAE Handbook of Fundamentals.

American Society of Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning Engineers. (1989). ASHRAE Standard 62-1989.

Baglione, M. 2014. Building Sustainability into Control Systems > Air Handling Units. Diperoleh (03-08-2014) dari http://engfac.cooper.edu

NIOSH. (1997). Musculoskeletal Disorder and Workplace Factors: A Critical Review of

Epidemiologic Evidence for Work Related Musculoskeletal Disorders. NIOSH: Centers for Disease Control and Prevention

Persily, A.K., Dols, W.S., Nabinger, S.J. (1994). Air Changes Effectiveness Measurement in Two

Modern Office Buildings. Indoor Air 1994, 4: 40-55

Soren Krohn & Danish Wind Industry Association. 2003. Wind Speed Calculator. Diperoleh

(24-03-2014) dari http://wiki.windpower.org

U.S Environmental Protection Agency. (1991). Medical Waste Management and Disposal. Amerika :

Noyes Data Corporation.

Yulianti, D., Ikhsan, M., Wiyono, W.H. (2012). Sick Building Syndrome. CDK-189/ vol. 39 no. 1

RIWAYAT PENULIS

Julius Setiadi lahir di kota Jakarta pada 18 Juli 1992. Penulis menamatkan pendidikan S1 di

Gambar

Tabel 1 Kecepatan angin di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan
Tabel 4 Tekanan angin hasil simulasi pada gubahan massa alternatif 4  Arah Angin  Gambar  Letak Inlet-Outlet  Keterangan
Tabel 5 Kesimpulan luas bukaan
Gambar 4 Skema supply udara reserikulasi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pemulsaan Organik Terhadap Tingkat Serangan Bercak Ungu Pada Bawang Putih (Allium sativum) Pengamatan dilakukan dengan skor 0-6 menunjukkan bahwa tingkat serangan (%) pada

Berdasarkan hasil pengujian ini, dapat disimpulkan bahwa kompetensi sosial siswa yang mengikuti kegiatan pramuka yang disertai dengan permainan tradisional memiliki

atau sistem monitoring terowongan perlu dirancang sebelum terowongan tersebut dibangun agar dapat diaplikasikan ketika terowongan tersebut dimanfaatkan. Kondisi iklim Indonesia

Dasar teori Manajemen Pemasaran yang menguraikan pengertian Manajemen Pemasaran dan membahas Analisa biaya pemasaran yang dilanjutkan dengan pembahasan manajemen penjualan

Adapaun pada pemberdayaan di Sorowajan terdapat pemanfaatan kearifan lokal masyarakat yaitu pada pilar ke 2 dan pilar ke 4 yaitu pada pilar ke 2 dari Cuci Tangan

Lingkungan internal yang menjadi kekuatan KRB adalah (1) pusat konservasi ex-situ , (2) panorama arsitektur lanskap yang bernuansa alami, (3) KRB memiliki aksesbilitas tinggi

Untuk mengetahui pengaruh aplikasi pelacak surya satu sumbu terhadap daya yang dihasilkan oleh panel surya antara pengoperasian panel surya dalam keadaan statis

Keberadaan sulfur dengan persentase tinggi dalam batubara cederung berpengaruh terhadap reaksi-reaksi katalitik atau reaksi antara katalis bijih besi yang digunakan