Jumal Penelitian Hasil Hutan
Forest Products Research Journal ^ . .
Vol. 13 No. 2 (1995) pp. 4.5-51 . \' '"^.' I
• • > P R O S P E K P E N G E M B A N G A N TANAMAN f^JAllcKA D I W J A U D A R I S I F A T A R A N G DAN A S P E K LAINNYA
{Development prospect of jgckfruit plant evaluated from charcoal properties and other aspects)
'Oleh/By. Sri Komarayati
Summary
Jackfruit (Artocarpus heterophyllus Lamk) is a multi purpose tree species. An analysis showed that Jackfruit wood contains cellulose content 56.74 %, lignin content 28.76 %, pentosan content 18.64 %, yield of charcoal 38.74 %, calorific value of charcoal 7108.37 cal/g and charcoal briquette has moisture content 5.10 %, ash content 3.06 %, volatile matter 25.51 %, fixed carbon 71.23 %, density 0.63 g/cm\ strength 350 kg/cm' and
calorific value 6487.28 cal/g.
Further study showed that Jackfruit leaf has moisture content 14.50 %, ash content 5.24 %, silica 3.60 %, celhdose 38.83 %, lignin 24.18 % and pentosan 4.56 %. This leaves is suitables for cattle fodder.
Based on the analysis, Jackfruit wood is statable for energy sources. Besides that Jackfruit plant can he used for export comodity, source of income and as intercropping plant which caused increasing of growth percentage of main plant upper than 85 % and can increase 15 -20 % of income of forest farmer (tumpang sari participant).
I. PENDAHULUAN
Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk sinonim Artocarpus integrifoUa LINN.f) termasuk keluarga Moraceae yang diduga berasal dari India Selatan. Kemudian tanaman ini menyebar ke pantai timur Afrika dan selanjutnya ke Asia Tenggara termasuk Indonesia (Sunaryono, 1992).
Di Indonesia tanaman nangka tersebar di seluruh wilayah dataran rendah sampai ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Tanaman nangka dapat tumbuh baik pada tanah gambut dan juga dapat menyesuaikan diri pada tanah tandus sampai tidak subur, mampu hidup pada tanah masam dan alkalis. Sampai saat ini, nangka ditanam sebagai tanaman pekarangan yang dapat menghasilkan buah dan dapat tumbuh bercampur dengan tanaman tahunan lainnya. Hal ini disebabkan tanaman nangka tahan terhadap naungan, walaupun tempat terbuka lebih disenangi. Sebagai
tanaman serbaguna, seluruh bagian tanaman nangka dapat dimanfaatkan antara lain kayu, buah muda, buah matang, daun, ranting, biji maupun kulitnya (Heyne, 1987).
Pada tulisan ini dicoba dibahas sifat tanaman nangka baik sifat kimia kayu, arang dan briket arang, juga prospek pengembangan tanaman nangka ditinjau dari berbagai aspek
//. BAHAN DAN METODE
Batang kayu nangka diambil dari Jawa Barat. Analisis komponen kimia dan sifat arang telah dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. Untuk analisis sifat briket arang, bahan yang digunakan adalah arang kayu nangka dalam bentuk serbuk kehalusan 40 - 60 mesh. Sebagai perekat digunakan tepung kanji dengan konsentrasi 5 %.
Setelah dilakukan pengadukan, kemudian ado nan briket dimasukan ke dalam cetakan briket dan selanjutnya dikempa dengan kempa hidrolis sistem manual dengan tekanan kerja sebesar 5 ton untuk 16 buah cetakan briket. Briket arang yang dihasilkan kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60° C selama satu hari.
Briket arang tersebut dianalisis kadar air, kadar abu, kadar zat mudah menguap, kadar karbon terikat, kerapatan, keteguhan tekan (ASTM, 1959) dan nilai kalor (ASTM, 1970). Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan sifat fisis dan kimia arang komersial (Pari et al, 1990).
///. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sifat Kimia Kayu, Arang dan Briket Arang Kayu Nangka
Kayu Nangka termasuk ke dalam kelas awet I I - III dengan berat jenis rata-rata 0.71, berwama kuning, padat dan keras. Kayunya sukar dibelah, tetapi mudah dikerjakan. Selain kayu, kulitnya juga mengandung zat wama kuning yang disebut "morine". Akarnya mengandung senyawa cycloartenone, B-sitostreal, betulinie acid, ursolic acid dan arto flavonone. Senyawa ini dapat digunakan untuk mengobati sakit deman dengan cara merebus akar nangka yang telah ditumbuk halus (Heyne, 1987).
Selain kayunya dapat digunakan sebagai sumber energi, kayu nangka dapat pula dijadikan sebagai bahan untuk membuat alat musik yaitu untuk bagian perut gitar dan biola (Bello, 1989 dalam Mandang dan Yetty, 1990). Sedangkan menurut Martawijaya (1978), kayu nangka dapat digunakan sebagai pembungkus as baling-baling kapal, terutama di Kalimantan Timur dan Sumatra Utara.
Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa kadar selulosa kayu nangka 56,74 % termasuk tinggi, lignin 28,76 % termasuk kelas sedang dan pentosan 18,64 % termasuk rendah. Dengan demikian kayu nangka dapat digunakan sebagai bahan pencampur pembuatan kertas, rayon dan turunan selulosa (Komarayati dan Hastoeti, 1993). Sedangkan untuk sifat arang, berdasarkan penelitian Komarayati dan Hendra (1994) temyata diperoleh rendemen arang sebesar 38,74 % dan nilai
kalor arang 7108,37 cal/g. Jadi jelas bahwa kayu nangka sangat baik bila diguna-kan sebagai sumber energi.
Pada Tabel 1 dapat diketahui hasil analisis sifat fisis dan kimia briket arang kayu nangka.
Tabel 1. Sifat fisis dan kimia briket arang kayu nangka
Table 1. Physical and chemical properties of charcoal briquet of Jackfruit wood
Sifat Briket arang kaj-u nangka Briket arang komersial * (Properties) (Charcoal briquet of Jackfruil wood) (Ckimmercial Charcoal briquet) Kadar air (Moisture content), % 5,10 7,57
Kadar abu (Ash content), % 3,06 5,51
Kadar zat mudah menguap {Volatile mailer), % 25,51 16,14 Kadar karbon terikat (Fixed carbon), % 71,23 78,35
Kerapatan (Density), g/cm' 0,63 0,44
Keteguhan tekan (Compression strength), kg/cm^ 350 0,46 Nilai kalor (Caloriffic value), kal/g 6487,28 6819,11 Sumber (Source) : * Pari el al. (1990)
Kadar air briket arang kayu nangka 5,10 %, berarti lebih rendah dari kadar air briket arang komersial (7,57 % ) . Hasil ini sesuai dengan pemyataan Sudrajat (1983), bahwa bila kerapatannya lebih tinggi maka kadar air akan lebih rendah. Dari hasil analisis terbukti bahwa kerapatan briket komersial 0,44 g/cm^.
Kadar abu cukup rendah yaitu 3,06 % , sedangkan kadar zat mudah menguap 25,51 % , berarti lebih tinggi dari kadar zat mudah menguap briket arang komersial (16,14) % ) . Kadar karbon terikat briket arang kayu nangka 71,23 %, lebih rendah bila dibandingkan dengan briket arang komersial. Kemungkinan karena adanya perbedaan kadar perekat yang digunakan. Seperti dinyatakan oleh Pari, Hendra dan Hartoyo (1990), bahwa ada kecenderungan makin besar kadar perekat, kadar karbon terikatnya semakin menurun.
Kerapatan briket arang kayu nangka (0,63 g/cm) jauh lebih besar dari briket arang komersial (0,44 g/cm^). Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan ukuran serbuk, di mana semakin besar ukuran serbuk maka kerapatan akan semakin tinggi. Begitu pula ukuran serbuk akan berpengaruh terhadap keteguhan tekan seperti teriihat pada Tabel 1, di mana keteguhan tekan briket arang kayu nangka (350 kg/cm^) lebih besar daripada keteguhan tekan briket arang komersial yaitu 0,46 kg/cm^.
Sebaliknya untuk nilai kalor, apabila ukuran serbuk (kehalusan) makin rendah, maka nilai kalor briket makin tinggi. Terbukti dari hasil analisis, temyata nilai kalor briket kayu nangka 6487,28 kal/g, sedangkan nilai kalor briket arang komersial 6819,11 kal/g.
B. Prospek Pengembangan Tanaman Nangka
1. Sebagai Tanaman Tepi, Tanaman Pengisi maupun Tanaman Sisipan
Sejak tahun 1986 telah dikembangkan program Perhutanan Sosial (Social Forestry) yang meliputi kegiatan pembangunan, pengelolaan dan pelestarian hutan. Program
ini dilakukan dengan melibatkan secara langsung masyarakat petani desa hutan dalam wadah Kelompok Tani Hutan (KTH), yang sekaligus dapat menunjang kegiatan pemerintah setempat dalam mengentaskan desa tertinggal (Nadiar, 1994).
Untuk mendukung program Perhutanan Sosial, Perum Perhutani telah me-nerapkan pola Wanatani (Agroforestry), yaitu sistem pengelolaan hutan dengan menerapkan pola budidaya tanaman hutan dan tanaman pertanian, petemakan maupun perikanan, baik pada saat yang sama maupun beruntun dengan tujuan peningkatan produktivitas dan kelestarian hutan (Nadiar, 1994).
Dalam pengembangan, proyek HTI Perum Perhutani telah bekerjasama dengan Balai Penelitian Kehutanan Kupang menerapkan pola teknik wanatani dengan mengembangkan penanaman tanaman nangka sebagai tanaman tepi. Dalam tahun 1993/1994 telah 9.000 batang pohon nangka ditanam. Sedangkan sebagai tanaman pengisi ditanam pula jenis pohon serbaguna lainnya yaitu sukun dan kemiri yang ditanam pada larikan tanaman pokok sebanyak 10 % per hektar, di mana tanaman pokoknya adalah cendana dan gemelina (Purwaningsih, 1994). Selain sebagai tanaman tepi, tanaman nangka dapat pula digunakan sebagai tanaman pelindung pada tanaman kopi dan lada (Singh, 1980). Dari hasil penelitian ternyata dari program Perhutanan Sosial ini diperoleh beberapa keuntungan antara lain persentase tumbuh tanaman pokok di atas 85 %, pendapatan KTH (Kelompok Tani Hutan) meningkat 15 % - 20 % atau Rp. 1 juta - 2 juta/ha/tahun, dan menurunkan gangguan keamanan hutan (Nadiar, 1994). Di kota besar, tanaman nangka telah dijadikan sebagai pelindung atau tanaman pengisi pada hutan kota dalam rangka penghijauan.
2. Sebagai Sumber Pendapatan dan Komoditas Ekspor
Menurut Singh (1980), nangka termasuk buah populer di Asia Tenggara terutama di Indonesia. Selain di Indonesia dan India, nangka banyak tumbuh di Malaysia, Burma dan Brasil. Berbuah sepanjang waktu sehingga dapat diperoleh setiap saat. Namun sayangnya karena pengembangan tanaman nangka ini dengan bijinya, sehingga umur berbuahnya agak lama ( 2 - 5 tahun) dan hasilnya ber-variasi (ada yang manis dan tebal dagingnya serta ada yang tidak manis dan tipis dagingnya). Di Indonesia saat ini ada "nangka mini" yang cepat berbuah dengan ukuran buah sekitar 5 15 kg, di mana dalam satu pohon dapat menghasilkan 30 -50 buah (Nuswamarhaeni, 1991).
Sedangkan di Singapura terdapat varietas nangka yang dapat berbuah pada umur 3 tahun dengan musim berbuah selama 4 bulan setelah bunga mekar (Singh,
1980). Dilaporkan pula bahwa buah nangka yang dapat dimakan mencapai kadar 30 % dari buah segar, yang terdiri dari 73,1 % kadar air ; protein 0,6 %, lemak 0,6 % : karbohidrat 23,4 % : serat 1,8 % dan kadar abu 0,5 % disamping vitamin A dan C. Daging buah nangka mempunyai wama kuning menarik berbau harum, karena mengandung komponen "flavor' yang terdiri dari 16 komponen ester dan 4 komponen alkohol (Muchtadi, 1980).
Menurut Sunaryono (1992), pada tahun 1986 nilai ekspor buah nangka (ter-masuk cempedak) ke Singapura, Malaysia, Hongkong, Saudi Arabia, Brunai dan Belanda mencapai USW $ 178.000. Masih banyak lagi permintaan dari luar negeri yang menghendaki ekspor buah nangka segar, namun belum dapat terpenuhi
karena masih ada beberapa kendala antara lain ukuran buah tenalu besar dar rasanya yang belum memenuhi lidah konsumen. Pengiriman buah dalam bentuk kupasan (tanpa daminya) dapat mengurangi kendala tersebut, namun daya tahannya menjadi berkurang.
3. Sebagai Penghasil Serasah dan Pakan Ternak
Seperti pada umumnya tanaman, selain menghasilkan kayu dan buah, juga menghasilkan daun. Daun tersebut banyak sekali kegunaannya baik untuk tanaman itu sendiri maupun bagi mahluk lain.
Mengenai gugumya daun, itu merupakan proses alami yang dapat dihindari. Apabila daun tersebut gugur dan berjatuhan ke tanah, maka akan membentuk lapisan serasah, dimana lapisan serasah itu mempunyai peranan penting dalam pemeliharaan produktivitas ekosistem hutan (Ballard dan Will, 1981). Serasah tersebut akan terurai menjadi unsur hara yang tersedia di dalam tanah untuk menjamin kelangsungan pertumbuhan pohon.
Menurut Bradfoot dan Pierre (1937) dalam Alrasyid (1982), ada kecen-derungan bahwa antara kecepatan dekomposisi serasah berkorelasi dengan perubah bebas, seperti bahan dasar serasah, kandungan air, kandungan nitrogen, kadar abu dan kalsium. Pada Tabel 2 dapat diketahui kandungan kimia daun nangka yang merupakan jenis kayu daun lebar dibandingkan dengan daun pinus yang merupa-kan jenis daun jarum. Bila dibandingmerupa-kan dengan komponen kimia daun pinus (daun jarum), maka daun nangka mengandung kadar komponen kimia lebih rendah seperti lignin. Sebaliknya kadar air lebih tinggi. Dengan demikian daun nangka (serasahnya) akan lebih cepat mengalami dekomposisi dibandingkan daun pinus, yang berarti pada lahan di sekelilingnya akan tersedia unsur hara. Begitu pula dalam peranannya sebagai pakan ternak, daun nangka lebih mudah dicema, terbukti bahwa bila ternak diberi pakan daun nangka, maka tubuhnya menjadi gemuk dan sehat (Heyne, 1987).
Tabel 2. Kandungan komponen kimia daun nangka Table 2. Chemical component ofjackfruit leaf content
Komponen
(Component)
Daun (Leaf) Komponen
(Component) Artocarpus heterophyllus Pinus merkusii * Pinus caribea *
Kadar air {Moisture content) 14,50 4,69 3,54 Kadar abu (Ash content) 5,24 3,06 2,40 Kadar silika (Silica content) 3,60 0,44 0,48 Selulosa (Cellulose) 36,83 12,31 17,90
Lignin (Lignin) 24,18 29,46 39,53
Pentosan (Pentosan) 4,56 7,04 5.78
Sumber (Source) : * Wiyono dan Lukman (1989)
IV. KESIMPULAN
1. Kayu nangka mengandung kadar selulosa 56,74 %, lignin 28,76 %, pentosan 18,64 %, rendemen arang 38,76 % dengan nilai kalor arang 7108,37 cal/g.
Briket arang mengandung kadar air 5,10 % , kadar abu 3,06 %, kadar zat mudah menguap 25,51 % kadar karbon terikat 71,23 % , kerapatan 0,63 g/cm^, keteguhan tekan 350 kg/cm^ dan nilai kalor 6487,28 cal/g.
2 . Daun nangka mengandung kadar air 14,50 % , abu 5,24 % , silika 3,60 %, selulosa 38,83 % , lignin 24,18 % dan pentosan 4,56 %. Daun tersebut merupakan penghasil serasah dan pakan temak.
3.,Tanaman nangka dapat digunakan sebagai tanaman tepi, tanaman pengisi , tanaman sisipan maupun tanaman pelindung, juga sebagai sumber pendapatan dan komoditas ekspor.
4. Pohonnya dapat digunakan sebagai pengganti pohon penghasil kayu dari hutan alam yang telah lama dikenal.
DAFTAR PUSTAKA
A S T M . 1959. A S T M Standard. Coal and Coke D - 5 . American Society for Testing and Materials, Philadelphia.
. 1970. A S T M Standard. Laboratory Sampling and Analysis coal and Coke. American Society for Testing and Materials, Philadelphia.
Ballard, R dan G . M . W i l l . 1981. Accumulation o f organicmatter and mineral nutrienst render a Pin us radiata stand. New Zealand Journal o f Forestry Science 11 (12) : 144 - 151.
Heyne, K . 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I I (terjemahan). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta. Komarayati, S dan Hastoeti. 1993. Analisis kimia kayu nangka {Artocarpus
heterophyllus Lamk) dari Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 11 (8) : 326 - 328.
Komarayati , S dan D . Hendra. 1994. Hasil destilasi kering dan nilai kalor kayu nangka {Artocarpus heterophyllus Lamk). Jurnal Penelitian Hasil Hutan 12 (2) : 3 9 - 4 1 .
Mandang , Y . I . dan E. Yetty. 1990. Jenis-jenis kayu untuk bahan baku industri kayu hilir. Makalah penunjang pada Diskusi Industri Perkayuan di Jakarta. Martawijaya, A . 1978. Kayu untuk Industri perkapalan di Indonesia. Bagian I .
Laporan no. 109. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor.
Muchtadi, TR. 1980. Pengaruh penyimpanan beku terhadap mutu daging buah nangka. Tesis Pasca Sarjana IPB, Bogpr.
Nadiar, S. 1994. Hutan untuk masyarakat. Duta Rimba 19 (163) : 3 - 6.
Nuswamarhaeni, S ; D . Prihatini dan P.P. Pohan. 1991. Mengenal buah unggul Indonesia. Penebar Swadaya. Indonesia.
Pari, G ; D . Hendra dan Hartoyo. 1990. Beberapa sifat fisis dan kimia briket arang dari limbah arang aktif. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 7 (2) : 61 - 67.
Purwaningsih, S. 1994. Panen perdana palawija di areal H T I N T T oleh Menteri Kehutanan. Duta Rimba 19 (165) : 25 - 27.
Saraswati dan Haryanto. 1993. Rencana Program Teknologi Pengolahan Nangka. Pertemuan Teknis Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Jenis-Jenis Pohon Serbaguna. Departemen Kehutanan. Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Winrock International. Bogor.
Singh, A . 1980. Fruit Physiology and Production. Kalyani Publisher. New Delhi. Sudrajat, R. 1983. Pengaruh bahan baku, jenis perekat dan tekanan kempa terhadap
kualitas briket arang. Laporan no : 165. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.
Sunaryono, H . 1992. Budidaya dan Bioteknologi Nangka. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Pengembangan Jenis-Jenis Pohon Serbaguna. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan - Kerjasama dengan Winrock Inter-national, Bogor.
Wiyono, B dan A . H . Lukman. 1989. Analisis kimia daun pinus dan pemanfaatan-nya. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 6 (2) : 125 - 128.