• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Fungsi Keanggotaan Fuzzy Tsukamoto menggunakan Algoritma Genetika untuk Diagnosis Autisme pada Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Optimasi Fungsi Keanggotaan Fuzzy Tsukamoto menggunakan Algoritma Genetika untuk Diagnosis Autisme pada Anak"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Brawijaya

1395

Optimasi Fungsi Keanggotaan Fuzzy Tsukamoto menggunakan Algoritma

Genetika untuk Diagnosis Autisme pada Anak

Indra Eka Mandriana1, Candra Dewi2, M.Tanzil Furqon3

Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1indraeka.mandriana31@gmail.com, 2dewi_candra@ub.ac.id, 3m.tanzil.furqon@gmail.com

Abstrak

Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan sosial dimana anak mengalami gangguan dalam bidang-bidang tertentu. Contohnya komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku emosi yang gejalanya sulit untuk dikenali oleh orang awam. Menurut peneliti maupun organisasi yang bidang keilmuannya menyangkut autisme memperkirakan jumlah anak yang mengidap autisme setiap tahunnya terus bertambah diseluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia. Pada penelitian ini mengimplementasikan optimaasi algoritma genetika pada metode fuzzy Tsukamoto untuk mendiagnosis autisme pada anak, dengan mengoptimasi batasan-batasan pada semua variabel fuzzy yang dimiliki. Representasi kromosom yang digunakan pada penelitian ini adalah real code yang mana setiap kromosom menginisialisasi batasan-batasan pada semua variabel fuzzy. Metode crossover yang digunakan yaitu extended

intermediate crossover. Metode mutasi yang digunakan yaitu random mutation. Sedangkan metode

seleksi yang digunakan yaitu elitism selection. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, didapatkan parameter yang paling optimal pada metode CARS yaitu pada populasi 50, generasi 200, serta kombinasi Cr = 0.8 dan Mr = 0.1 dengan fitness sebesar 1, sedangkan pada metode CHAT populasi 10, generasi 100, serta kombinasi Cr = 0.9 dan Mr = 0.1 dengan fitness sebesar 1.

Kata Kunci: Algoritma Genetika, FIS Tsukamoto, Autisme, Optimasi

Abstract

Autism is a developmental disorder that cause children to experience social disruption in certain areas, such as communications, social interaction, emotional and behavioral symptoms that is difficult to be identified. According to research in autism, the number of children who suffered from autism is estimated to grow every year around the world, including in Indonesia. This research implement Fuzzy Tsukamoto method to optimized genetic algorithm in order to diagnose autism in children, by optimizing the constraints on all fuzzy variables.Chromosome representation that is used in this research is real code genetic algorithm which every chromosome will initialize the limitations on all fuzzy variables. Method that is used to the process of crossover is extended intermediate crossover and random mutation for mutation process while selection method used elitism selection. Based on the results, the system obtained the most optimal parameters on a method of CARS in a population of 50, 200 generations, as well as the combination of Cr = 0.8 and Mr = 0.1 with the fitness of 1, while on the CHAT population method 10, 100 generations, as well as the combination of Cr = 0.9 and Mr = 0.1 with fitness by 1.

Keywords: Genetic Algortihm, FIS Tsukamoto, Autism, Optimization

1. PENDAHULUAN

Gangguan autistic atau yang sering dikenal Autisme merupakan gangguan yang dialami pada masa kanak-kanak yang dikatakan salah satu gangguan terparah. Bisa dikatakan gangguan autisme merupakan gangguan kronis yang dialami oleh anak dan dialami terus menerus selama hidupnya. Cara berpikir anak

penderita autistic ini terkesan menganggap mereka sendirilah yang menjadi pusat dari dunianya sendiri. Autis merupakan suatu kondisi dimana anak menunjukkan gangguan yang ditandai oleh terganggunya kognisi sosial, keterampilan sosial, dan interaksi sosial, serta pengulangan perilaku eksentrik tertentu (Ormrod, 2008). Ciri autisme yang paling tampak adalah kesendirian yang berbeda dari sebagian besar anak. Ciri lain dari autisme

(2)

mencakup dari permasalahan dalam bidang komunikasi, bahasa, dan tingkah laku ritualistic (stereotip). Data UNESCO menunjukkan tahun 2011 diseluruh dunia terdapat 35 juta anak yang menderita gangguan autisme. Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat sedikitnya 2,4 juta orang yang mengalami gangguan autisme dan diperkirakan setiap tahunnya akan bertambah sebanyak 500 orang, data ini diberikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) (Putri, 2015). Saat ini marak anak-anak penderita gangguan autisme memiliki gejala yang berbeda-beda sehingga para orang tua lebih kesusahaan untuk mengidentifikasi apakah si anak mengidap gangguan autisme atau tidak.

Selain pengetahuan orang tua yang kurang mengenai gangguan autisme, keberadaan seorang pakar psikologi anak saat ini jarang kita temui apalagi di daerah daerah terpencil, ini mendukung tujuan untuk membuat satu sistem yang memiliki kemampuan mendiagnosis gangguan autisme layaknya kemampuan diagnosis seorang pakar psikologis anak. Yang ada saat ini adalah sebuah sistem informasi yang hanya memberikan informasi tentang penanganan anak yang mengalami gangguan autisme tanpa adanya kemampuan untuk mendiagnosis dengan keakurasian tinggi layaknya seorang pakar psikologi anak.

Bidang Kedokteran merupakan salah satu bidang yang dapat diterapkan dengan baik oleh teori himpunan fuzzy. Permasalah dalam diagnosis muncul karena informasi yang tidak tepat atau tidak jelas sehingga hasil diagnosis kurang tepat (Samuel A. E. & Balamurugan M., 2012). Logika fuzzy memiliki kemampuan untuk menyimpulkan masalah yang kompleks murni dari data yang ada

(Wahyuni I., et al., 2016)

. Metode fuzzy sudah digunakan sebelumnya pada diagnosis autisme pada anak menggunakan metode fuzzy Tsukamoto oleh Putri (2015). Pengujian dilakukan menggunakan 30 data uji, dan didapatkan akurasi sebesar 93.33% untuk CHAT dan 80% untuk CARS (Putri, 2015). Nilai dari batas himpunan keanggotaan ditentukan dari hasil wawancara bersama pakar, namun nilai tersebut masih merupakan hasil perkiraan yang bukan merupakan batas nilai himpunan keanggotaan terakurat walaupun bisa dikatakan sudah mendekati akurat. Mengingat hal tersebut penulis mengusulkan untuk mengkombinasikan dengan metode lain agar didapat solusi yang memiliki akurasi yang lebih baik.

Terdapat beberapa algoritma untuk optimasi yang bisa digunakan untuk pengoptimasian

derajat keanggotaan fuzzy, salah satunya adalah algoritma genetika. Pada algoritma genetika menyediakan strategi penyesuaian secara komparatif dan otomatis terhadap derajat keanggotaan fuzzy. Metode ini juga cocok untuk penyelesaian masalah yang memiliki banyak objek, masalah dengan banyak variabel juga dapat diselesaikan dengan algoritma genetika

(Azizah, et al., 2015)

. Algoritma genetika juga terbukti mampu menyelesaikan persoalan yang kompleks seperti sistem rekomendasi wisata kuliner (Widodo & Mahmudy, 2010), TSP dengan Time Windows (Suprayogi & F., 2015), diagnosis penyakit Erythemato Squamous (Parthiban & Subramanian, 2009), dan Prediksi linai tukar Rupiah terhadap Dolar (Pramesti, 2016).

Berdasarkan penelitian di atas maka pada penelitian ini penulis menambahkan optimasi pada derajat keanggotaan dari metode fuzzy Tsukamoto untuk ditambahkan dalam pengembangan sistem diagnosis gangguan autisme pada anak. Oleh sebab itu, penulis membangun satu sistem untuk diagnosis gangguan autisme pada anak yang diharapkan memiliki akurasi yang lebih baik dari penelitian sebelumnya, penelitian ini berjudul “Optimasi

Fungsi Keanggotaan Fuzzy Tsukamoto Menggunakan Algoritma Genetika Untuk Diagnosis Autisme Pada Anak”. Sistem

diagnosis ini menggunakan data gejala yang sama pada penelitian sebelumnya yaitu

Childhood Autisme Rating Scale (CARS) dan Checklist for Autism in Toddlers (CHAT).

2. AUTISME

Autisme adalah sebuah gangguan kurangnya kemampuan individu dalam komunikasi dan berhubungan dengan orang lain secara emosional (Halgin & Whitbourne, 2010). Autisme biasa disebut dengan gangguan

spectrum (spectrum disorder) karena tingkat

seseorang terpengaruh sangat bervariasi. Gangguan autisme bekerja dengan mempengaruhi otak saat mengkomunikasi dan mengintepretasikan informasi. Menurut penelitian gangguan autisme lebih banyak dialami oleh laki-laki (Nevid, 2005). Disebutkan bahwa retradasi mental juga dialami oleh 75% anak penderita autisme (Putri, 2015). Retradasi mental adalah keterlambatan perkembangan fungsi sosial dan kognitif dalam rentang yang luas (Nevid, 2005).

(3)

2.1 Karakteristik Autisme

Gejala-gejala yang digunakan oleh klinis ahli perkembangan untuk melakukan diagnosis terbagi mejadi tiga kategori:

a. Pelemahan Interaksi Sosial

Penderita gangguan autisme menunjukkan kemampuan interaksi yang lemah dengan bermacam cara. Untuk mengontrol interaksi yang mereka lakukan penderita autisme ini lebih menghindari kontak mata, postur, membuat ekspresi wajah, dan menggunakan isyarat yang aneh itu membuktikan bahwa perilaku nonverbal penderita gangguan autisme melambangkan jarak emosional.

b. Pelemahan Komunikasi

Dalam hal komunikasi penderita gangguan autisme menunjukkan cara yang tidak biasa dalam beberapa hal, baik secara nonverbal ataupun verbal. Dalam komunikasi perasaan, penderita autisme tidak dapat berperan sesuai usianya. Sebagian besar penderita autisme dengan gangguan tersebut mengalami penundaan serius dalam hal kemampuan berbicara, atau bahkan ada pula yang tidak mampu untuk berbicara. Sebagian kecil yang mampu untuk berbicara biasanya susah untuk memulai atau mempertahankan percapakannya. Gaya percakapan penderita autisme pun terdengar tidak biasa karena nada, intonasi, kecepatan, dan ritmenya berbeda dari biasanya. c. Kelainan Perilaku, Minat, dan Aktifitas

Salah satu ciri dari penderita gangguan autisme yaitu bertingkah laku yang bisa dikatakan tidak biasa. Penderita ganguan autisme dapat mengabaikan aktifitas apapun karena kesibukan mereka pada satu atau lebih keminatannya yang mereka suka. Dan dengan khusus dapat tertarik dengan objek-objek yang tidak biasa seperti kancing baju dan kipas angin. Kebanyak penderita gangguan autisme akan merasa terganggu apabila terjadi perubahan dalam rutinitas dan kebiasaan yang begitu kaku yang mereka patuhi. Seringkali tingkah laku penderita gangguan autisme juga terlihat tidak biasa dan melakukan gerakan stereotip secara berulang ulang yang tidak memiliki tujuan, misalnya memutar benda, berputar-putar, berayun-ayun ke depan dan belakang, menepukkan tangan secara berulang-ulang tanpa tujuan, bahkan mereka melakukan hal yang membahayakan diri mereka sendiri seperti membenturkan kepala secara berulang-ulang. Tingkah laku yang regresif juga sudah biasa

terjadi, seperti mengamuk (temper-tantrum), mengotori pakaian mereka sendiri dengan buang air kecil atau besar, dan ekspresi kekanak-kanakan saat mereka marah. Seiring bertambahnya usia karakteristik autisme yang tidak biasa akan semakin tampak dan gangguan tersebut akan terus dialami selama mereka hidup dengan menunjukkan tingkat keparahan dan gejala yang bervariasi.

2.2 Penyebab Autisme

Pola orang tua dalam mengasuh anak bukan merupakan penyebab dari autisme namun pola orang tua dalam mengasuh anak yang menderita gangguan autisme sangat mempengaruhi masa depan anak. Beberapa peneliti memiliki dugaan bahwa ada beberapa penyebab-penyebab gangguan autisme pada anak yaitu faktor genetik dan pengembangan otak

(Dissanayake, et al.,

2010)

.

1. Faktor Genetik

Peran utama dalam gangguan autisme yaitu Faktor genetika. Autisme tidak disebabkan oleh satu gen saja melainkan gabungan dari beberapa gen. Kombinasi gen yang berbeda memungkinkan untuk menyebabkan bermacam-macam jenis kelainan Autism Spectrum Disorder (ASD), seperti gangguan Asperger dan gangguan autisme. Kondisi genetik lainnya juga dapat terjadi dengan ASD, seperti sindrom

Fragile X. Neurexine 1 adalah salah satu contoh

gen yang diidentifkasi terdapat pada orang dengan ASD. Gen ini merupakan gen yang terdapat pada semua manusia yang sangat penting bagi otak untuk berkomunikasi.

2. Perkembangan Otak

Perkembangan otak anak penderita gangguan autisme berlangsung secara berbeda dari anak-anak pada umumnya. Pada usia dini perkembangan otak pada anak penderita gangguan autisme cenderung tumbuh lebih cepat, terutama saat anak berumur dibawah tiga tahun. Bayi penderita autisme memilik otak yang selnya lebih banyak dari yang dibutuhkan otak, sehingga terjadi koneksi antar sel pun menjadi tidak efisien.

Diperkirakan kesulitan otak dalam memproses informasi yang menyebabkan terjadinya perilaku karakteristik autisme (khususnya saat bagian otak yang terganggu adalah bagian yang memiliki fungsi untuk memahami bahasa dan emosi).

(4)

3. SISTEM INFERENSI FUZZY TSUKAMOTO

Tahapan-tahapan cara kerja pada logika

fuzzy adalah (Sutoyo, T., et al., 2011):

1. Fuzzifikasi

Fuzzifikasi adalah proses mengubah input yang bersifat tegas menjadi variabel linguistik menggunakan variabel keanggotaan.

2. Pembentukkan basis pengetahuan fuzzy Basis pengetahuan fuzzy berisi rule yang berbentuk IF-THEN.

3. Mesin Inferensi

Mesin inferensi adalah proses mengubah input fuzzy menjadi output fuzzy dengan mengikuti rules yang sudah ada.

4. Defuzzifikasi

Defuzzifikasi adalah proses inti mengubah output fuzzy dari mesin inferensi menjadi nilai tegas dengan menggunakan fungsi keanggotaan fuzzy. Beberapa cara melakukan defuzzifikasi :

a. Metode Rata-rata (Average) 𝑧 = Σ 𝜇𝑖𝑧1

𝜇𝑖 (3.1)

b. Metode Titik Tengah 𝑧∗ = ∫ 𝜇(𝑧)𝑧𝑑𝑧

∫ 𝜇(𝑧)𝑑𝑧 (3.2)

4. ALGORITMA GENETIKA

Algoritma genetika (AG) merupakan salah satu algoritma yang digunakan dalam melakukan pencarian. AG berbasis pada mekasnisme genetika dan seleksi alam. Algoritma ini mampu menyelesaikan permasalahan optimasi yang kompleks, yang umumnya sulit diselesaikan oleh metode konvensional (Desiani & Arhami, 2006).

Berikut beberapa istilah yang sering digunakan dalam AG (Sutoyo, T., et al., 2011): 1. Gen (genotype) adalah variabel dasar dalam

membentuk suatu kromosom. Gen dapat memiliki nilai berupa integer, biner, float, maupun karakter.

2. Allele merupakan nilai yang menggambarkan suatu gen, yang dapat memiliki nilai berupa integer, biner, float, maupun karakter.

3. Kromosom dapat diartikan sebagai kumpulan beberapa gen yang kemudian memiliki arti tertentu.

4. Individu merupakan kumpulan gen, yang mana kumpulan gen tersebut membentuk sebuah kromosom dengan identitas yang sama.

5. Populasi merupakan sekumpulan individu yang nantinya akan diproses bersama dalam satu siklus evolusi.

6. Generasi merupakan satu-satuan siklus dalam proses evolusi

7. Nilai fitness merupakan parameter penentu seberapa baik hasil dari suatu individu setelah melalui proses evolusi, atau dapat dikatakan sebagai sebuah solusi yang didapat dari masalah yang ada.

Algoritma genetika dapat memecahkan masalah dengan sejumlah rangkaian tahapan sebelum mendapatkan solusi yang optimum. Solusi dari suatu masalah terlebih dahulu dipetakan (encoding) dalam bentuk string kromosom. Kemudian fungsi fitness digunakan untuk menilai seberapa baik sebuah kromosom untuk dimasukkan ke dalam algoritma genetika. Setelah melalui serangkaian proses yang terjadi di dalam algoritma genetika, kromosom terbaik akan tepilih menjadi sebuah solusi sebagaimana yang terjadi pada seleksi alami dari generasi ke generasi. Kromosom terbaik ini kemudian diuraikan (decoding) menjadi sebuah solusi yang diharapkan mendekati optimum (Mahmudy, 2013).

5. METODE

Penelitian ini menggunakan algoritma genetika untuk mengoptimasi nilai keanggota

fuzzy Tsukamoto untuk diagnosis autisme pada

anak.

Fuzzy Tsukamoto memiliki rule yang akan

menentukan perhitungan output nantinya. Rule pada Tsukamoto berbentuk sebab akibat atau biasa diketahui dengan IF-THEN. Rule yang ada di representasikan menggunakan himpunan

fuzzy, kemudian agar hasil bersifat tegas (Crips Solution) maka perlu di lakukan defuzzifikasi

yang disebut “Metode rata-rata terpusat” atau “Metode defuzzifikasi rata-rata terpusat (Center

Average Deffuzzyfier)” (Abdurrahman, 2011).

Tahapan pada metode Tsukamoto adalah : 1. Fuzzifikasi

(5)

Langkah pertama proses fuzzy Tsukamoto yaitu fuzzifikasi, fuzzifikasi adalah proses untuk menghitung derajat keanggotaan pada masing-masing kriteria.

2. Pembentukan Knowladge Base Fuzzy (Rule) Basis pengetahuan fuzzy berisi rule yang berbentuk IF-THEN.

3. Mesin Inferensi

Fungsi implikasi yang digunakan adalah MIN, ini digunakan untuk mendapatkan nilai predikat pada setiap rule(α1,α2, …..,αn). Nilai α-predikat ini digunakan untuk menghitung nilai hasil inferensi secara tegas di masing masing rule (z1, z2, ….., zn).

4. Defuzzifikasi

Menggunakan metode rata-rata (Average).

𝑧

=

Σ 𝛼𝑖𝑧1

𝛼𝑖

(5.1) Proses Defuzzifikasi

Hasil akhir (z) didapat dengan menggunakan :

𝑧 =

𝛼1𝑧1+ 𝑎2𝑧2

𝛼1+ 𝑎2

(5.2)

Langkah – langkah FIS Tsukamoto pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alir Fuzzy Tsukamoto Diagram alir dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. Penjelasan sub prosesnya dapat dilihat pada Gambar 3 untuk metode CARS dan pada Gambar 4 untuk metode CHAT.

Gambar 2. Diagram Alir Optimasi FIS Tsukamoto

Antara sub proses CHAT dan CARS memiliki algoritma yang sama, perbedaannya terdapat dibagian panjang kromosom ,dan

rule/aturan fuzzy yang digunakan. Pada CHAT

panjang kromosomnya adalah 6 sedangkan pada CARS 18, ini dikarenakan variabel fuzzy yang digunakan pada kedua metode ini juga berbeda. Dikarenakan varibel fuzzy yang berbeda maka

rule yang digunakan juga berbeda, pada metode

CARS memiliki 81 rule sedangkan CHAT hanya memiliki 4 rule.

Gambar 3. Diagram Alir Algoritma Genetika

(6)

Gambar 4. Diagram Alir Algoritma Genetika

CHAT

Algoritma genetika (AG) merupakan salah satu algoritma yang digunakan dalam melakukan pencarian. AG berbasis pada mekasnisme genetika dan seleksi alam. Algoritma ini mampu menyelesaikan permasalahan optimasi yang kompleks, yang umumnya sulit diselesaikan oleh metode konvensional (Desiani & Arhami, 2006).

5.1 Penentuan Parameter

Penentuan kombinasi nilai pada parameter yang digunakan dalam AG bergantung pada permasalahan yang ingin diselesaikan. Belum ditemukan metode yang tepat yang mampu menentukan nilai dari parameter yang akan digunakan di GA. Menurut penelitian Mahmudy, Marian, and Luong (2014), diperlukan serangkian pengujian agar mendapatkan kombinasi nilai parameter yang paling sesuai. 5.2 Representasi Kromosom

Kromosom dapat kita katakan sebagai sebuah vektor dari himpunan bilangan real dengan ukuran yang sama dengan jumlah jenis bagian, yang biasanya representasi ini digunakan sebagai pemecah masalah optimasi dengan domain kontinyu (Mahmudy, et al., 2013). Keberhasilan dari implementasi algoritma genetika ditentukan oleh representasi kromosom yang tepat. Setiap individu disusun oleh urutan gen berupa alphabet. Alphabet tersebut bisa saja terdiri dari sebuah biner (0/1), floating point, bilangan integer, maupun symbol-simbol, matriks, dan lain-lain (Mahmudy, 2013).

Pada tahap inisialisasi, representasi kromosom permasalahan diagnosis autisme pada

anak ini merupakan bilangan real maka representasi kromosom menggunakan representasi real-code (pengkodean real). Kromosom yang dibentuk merupakan titik interval masing masing kelas pada setiap himpunan fuzzy. Panjang kromosom yang akan dibentuk adalah 18 kromosom untuk metode CARS, dan 6 kromosom untuk metode CHAT. Contoh kromosom CARS dapat dilihat di Gambar 2.

5.3 Inisialiasi

Inisialisasi adalah proses pembangkitan bilangan random yang sebelumnya telah dipilih sebagai solusi baru yang berupa string kromosom yang disebut populasi. Popsize merupakan jumlah populasi yang sebelumnya telah ditentukan yang mana biasanya popsize menggambarkan nilai dari kumpulan individu/kromosom. Representasi kromosom pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Representasi Kromosom Real-code

5.4 Crossover

Sebelum mendapatkan nilai rasio offspring kita perlu menentukan tingkat crossover (crossover Rate/Cr). Rasio offspring dihasilkan dari proses crossover sehingga dapat dituliskan rumus seperti berikut.

Offspring = Cr x popSize (5.1)

C1 = P1 + α (P2 – P1) (5.2) C2 = P2 + α (P1 – P2) (5.3) α = Random [-0.25, 1.25]

Metode crossover yang digunakan pada penelitian adalah extended intermediate crossover. Reproduksi menggunakan crossover

dilakukan dengan memilih dua individu parent secara acak untuk menghasilkan child atau

offspring. Jika jumlah offspring (child) sudah

memenuhi jumlah offspring yang diinginkan maka proses crossover selesai. Sedangkan jika belum memenuhi jumlah offspring yang diinginkan maka proses crossover tetap dilanjutkan sampai jumlah offspring sesuai dengan yang diinginkan. Parent yang terpilih dilambangkan sebagai P1 dan P2, dan hasil

offspring dilambangkan sebagai C1 dan C2.

(7)

membangkitkan persamaan (5.2) dan (5.3) sebagai berikut. Parent terpilih dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7.

P1

Gambar 6. Individu Terpilih 1

P2

Gambar 7. Individu Terpilih 2

Misalkan gen nomer 3 dan a adalah [-0.25, 1.25] maka : C1 = 7 + 0.05 (10 – 7) = 7 + 0.15 = 7.15 C2 = 10 + 0.05 (7 – 10) = 10 +(- 0.15) = 9.85

Perhitungan tersebut dilakukan untuk setiap gen yang ada dalam individu. Sehingga memberikan hasil seperti pada Gambar 8 dan Gambar 9. C1

Gambar 8. Child 1 Hasil Crossover

C2

Gambar 9. Child 2 Hasil Crossover

5.5 Mutasi

Tingkat mutasi (mutation Rate/pm) harus ditentukan yang kemudian akan menghasilkan nilai yang menyatakan rasio offspring yang akan dihasilkan pada proses mutasi sehingga dihasilkan rumus sebagai berikut.

Offspring = Mr x popSize (5.4)

𝑥𝑖′= 𝑥𝑖+ 𝑟(𝑚𝑎𝑥𝑖− 𝑚𝑖𝑛𝑖) (5.5)

r = Random [-0.1, 0.1] (5.6) Metode mutasi yang digunakan adalah

random mutation. Proses mutasi dilakukan

dengan cara memilih satu individu atau parent secara acak dan memilih gen yang akan di mutasi secara acak. Jika jumlah offspring (child) sudah memenuhi jumlah offspring yang diinginkan maka proses mutasi selesai. Sedangkan jika belum memenuhi jumlah offspring yang

diinginkan maka proses mutasi tetap dilanjutkan sampai jumlah offspring sesuai dengan yang diinginkan. Parent yang terpilih dilambangkan sebagai P1 , dan hasil offspring dilambangkan sebagai C dan angka yang melanjutkan dari jumlah offspring pada crossover. Perhitungan

offspring dilakukan dengan cara membangkitkan

persamaan (5.5). Parent terpilih dapat dilihat

pada Gambar 10, dan child dapat dilihat pada Gambar 11.

P1

Gambar 10. Individu Terpilih Mutasi

Misalkan terpilih gen nomer 3 dan a adalah [-0.1, 0.1] maka :

C3 = 10+ 0.01 (18 – 1) = 10 + 0.17 = 10.17

C3

Gambar 11. Child Hasil Mutasi

5.6 Evaluasi

Evaluasi merupakan tahapan dimana kromosom akan diperiksa nilai fitness-nya. Dari nilai tersebut kita dapat menentukan apakah kromosom tersebut layak atau tidak menjadi calon solusi. Penentuan nilai fitness dapat dilakukan dengan melihat nilai f(x), dalam tahap ini fitness = f(x).

𝐹𝑖𝑡𝑛𝑒𝑠𝑠 = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎 (5.7)

5.7 Seleksi

Tahapan ini dilakukan untuk memilih individu-individu dari populasi yang dapat bertahan hidup untuk menjadi induk dari generasi selanjutnya, agar generasi selanjutnya lebih baik daripada generasi sebelumnya. Semakin besar suatu nilai fitness dari suatu individu maka semakin besar peluangnya untuk menjadi sebuah solusi. Terdapat beberapa cara dalam menentukan apakah sebuah individu layak menjadi solusi, di antaranya yaitu metode

roulette wheel, binary tournament, elitism.

Metode seleksi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode elitism selection. Metode elitism selection digunakan dengan cara penggabungan antara parent dengan offspring

(8)

yang dihasilkan kemudian mengurutkan nilai

fitness-nya dan mengambil parent baru sesuai

dengan jumlah populasi yang telah ditentukan. 6. HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk melakukan evaluasi program pada penelitian kali ini dilakukan beberapa uji coba agar program yang dibuat mampu menghasilkan solusi yang optimal. Beberapa uji coba tersebut adalah :

1. Uji coba jumlah populasi yang optimal. 2. Uji coba banyaknya generasi yang optimal. 3. Uji coba kombinasi nilai crossover rate (Cr)

dan mutation rate (Mr) yang terbaik. 4. Uji coba perbandingan FIS Tsukamoto

dengan optimasi FIS Tsukamoto.

6.1 Hasil dan Analisis Uji Coba Ukuran Populasi (Popsize)

Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui ukuran populasi yang dapat menghasilkan titik keanggotaan yang paling optimal pada FIS Tsukamoto untuk diagnosis autisme pada anak. Uji coba ini dilakukan sebanyak 10 kali dengan menggunakan Cr (crossover rate) = 0.3 dan Mr (mutation rate) = 0.2 dengan jumlah generasi sebanyak 100. Jumlah populasi yang akan diuji merupakan nilai kelipatan 10, mulai dari 10 sampai dengan 80. Hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 12 untuk metode CARS dan Gambar 13 untuk metode CHAT.

Gambar 12. Grafik Hasil Pengujian Banyak

Populasi CARS

Dari Gambar 12 dapat di amati bahwa perbedaan banyaknya populasi CARS pada setiap percobaan berpengaruh terhadap rata-rata

fitness yang diperoleh dalam penerapan algoritma genetika pada penelitian ini. Dari hasil percobaan tersebut menunjukkan fitness terkecil dihasilkan oleh populasi yang paling sedikit yaitu 10. Hal ini disebabkan jumlah populasi tersebut belum dapat mencapai daerah pencarian yang optimal pada algoritma genetika. Selanjutnya pada populasi 20 hingga populasi 50 memiliki peningkatan yang signifikan, hingga mencapai fitness 1, lalu pada banyak populasi 60 mengalami penurunan dan kembali naik pada banyak populasi 70 dan 80. Oleh Karena itu pada metode CARS dapat disimpulkan banyak populasi yang paling optimal pada proses optimasi FIS Tsukamoto untuk diagnosis autisme pada anak adalah 50. Populasi yang paling optimal akan digunakan pada pengujian selanjutnya.

Gambar 13 Grafik Hasil Pengujian Banyak

Populasi CHAT

Sedangkan pada CHAT, dari Gambar 13 terlihat bahwa banyaknya populasi tidak berpengaruh terhadap nilai fitness yang dihasilkan. Dari tingkat permasalahan yang lebih sederhana dibandingkan dengan CARS ini mengakibatkan popsize yang paling sedikit sudah dapat menghasilkan nilai fitness yang paling optimal. Yang dimaksud lebih sederhana adalah variabel fuzzy dan rule yang dimiliki oleh metode CHAT jauh lebih sedikit dibandingkan metode CARS. Untuk metode CHAT diputuskan banyak populasi yang paling optimal adalah 10. 6.2 Hasil dan Analisis Uji Coba Banyak Generasi

Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui banyak generasi yang dapat menghasilkan titik keanggotaan pada himpunan fuzzy yang paling optimal pada FIS Tsukamoto untuk diagnosis autisme pada anak. Uji coba ini dilakukan

0,996296 296 0,997037 037 0,999259 259 0,999259 259 1 0,999259 259 1 1 0,994 0,995 0,996 0,997 0,998 0,999 1 1,001 10 20 30 40 50 60 70 80 Fitn es s Populasi

Pengujian Populasi (Popsize) CARS

1 1 1 1 1 1 1 1 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 10 20 30 40 50 60 70 80 Fitn es s Populasi

(9)

sebanyak 10 kali dengan menggunakan Cr = 0.3 dan Mr = 0.2 dengan jumlah popsize 50 untuk CARS dan 10 untuk CHAT. Banyaknya generasi yang akan diuji merupakan nilai kelipatan 50, mulai dari 50 sampai dengan 400. Hasil dari pengujian banyak generasi CARS dapat dilihat pada Gambar 14 dan CHAT dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 14. Grafik Hasil Pengujian Banyak

Generasi CARS

Dari Gambar 14 dapat diamati bahwa pada metode CARS banyak berpengaruh pada optimal atau tidaknya hasil keluaran sistem, Karena dapat dilihat pada banyak generasi 50 sampai 150 belum mengberikan hasil yang paling optimal. Pada banyak generasi 200 dan 250 sudah didapatkan rata-rata fitness yang terbaik. Pada banyak generasi 300 dan 350 kembali mengalami penurunan rata-rata fitness yang dihasilkan. Dan pada banyak generasi 400 kembali memberikan rata-rata fitness yang paling optimal. Dari percobaan banyak generasi dapat disimpulkan bahwa pada metode CARS terpilih banyak generasi 200 untuk menghasilkan nilai fitness yang optimal.

Sedangkan pada CHAT dapat dilihat pada Gambar 15 terjadi kenaikan rata-rata nilai fitness pada banyak generasi 50 ke 100, lalu pada jumlah generasi berikutnya memberikan hasil yang optimal dan stabil. Pada banyak generasi 300 mengalami penurunan rata-rata nilai fitness yang dihasilkan, dan kembali naik lagi pada banyak generasi 350 sampai seterusnya. Dapat disimpulkan banyak generasi yang paling optimal pada metode CHAT adalah 100.

Gambar 15. Grafik Hasil Pengujian Banyak

Generasi CHAT

6.3 Hasil dan Analisis Uji Coba Crossover

Rate (Cr) dan Mutation Rate (Mr)

Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui kombinasi crossover rate dan mutatin rate yang dapat menghasilkan titik keanggotaan pada himpunan fuzzy yang paling optimal pada FIS Tsukamoto untuk diagnosis autisme pada anak. Uji coba ini dilakukan sebanyak 10 kali dengan kenaikan kombinasi probabiltasnya sebanyak 0.1 dalam rentang 0 – 1. Uji coba ini menggunakan jumlah popsize 50, dan banyak generasi yang digunakan sebanyak 200 generasi untuk metode CARS. Dan menggunakan jumlah

popsize 10 dan banyak generasi 100 untuk

metode CHAT. Hasil dari pengujian kombinasi cr dan mr dapat dilihat pada Gambar 16 untuk metode CARS dan Gambar 17 untuk metode CHAT.

Gambar 16. Grafik Hasil Pengujian Kombinasi Cr

dan Mr CARS 0,997777 778 0,999259 259 0,999259 259 1 1 0,998518 519 0,998518 519 1 0,996 0,997 0,998 0,999 1 1,001 50 100 150 200 250 300 350 400 Fitn es s Generasi

Pengujian Generasi CARS

0,996666 667 1 1 1 1 0,99 1 1 0,985 0,99 0,995 1 1,005 50 100 150 200 250 300 350 400 Fitn es s Generasi

Pengujian Generasi CHAT

0,997037 037 0,999259 259 1 1 0,999259 259 0,999259 259 0,999259 259 0,999259 259 1 0,997777 778 0,999259 259 0,9955 0,996 0,9965 0,997 0,9975 0,998 0,9985 0,999 0,9995 1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 Mr Cr

Pengujian Kombinasi Cr dan Mr CARS

(10)

Dari Gambar 16 dapat diamati bahwa kombinasi antara Cr dan Mr juga berpengaruh terhadap nilai fitness pada setiap percobaan. Kombinasi yang optimal pada perngujian kali ini adalah cr = 0.8 mr = 0.2.

Dari Gambar 17 dapat diamati bahwa kombinasi antara Cr dan Mr tidak berpengaruh terhadap nilai fitness pada setiap percobaan. Ditentukan kombinasi yang optimal pada perngujian kali ini adalah cr = 0.9 mr = 0.1.

Gambar 17. Grafik Hasil Pengujian Kombinasi Cr

dan Mr CHAT

6.4 Pengujian Perbandingan Hasil FIS Tsukamoto dengan Optimasi FIS Tsukamoto Pengujian perbandingan dilakukan dengan menggunakan hasil dari optimasi batasan keanggotaan pada fuzzy Tsukamoto yang telah dilakukan sebelumnya dan batasan keanggotaan awal sebelum dilakukan optimasi pada fuzzy Tsukamoto. Pada metode CARS menggunakan 20 data yang telah di diagnosis sebelumnya oleh pakar dan metode CHAT menggunakan 30 data yang telah di diagnosis sebelumnya oleh pakar.

Dari hasil perbandingan pada metode CARS dapat disimpulkan proses optimasi menggunakan algortima genetika pada FIS Tsukamoto di metode CARS memberikan hasil yang baik. Dari 20 data yang di uji optimasi pada FIS Tsukamoto memberikan hasil yang baik yaitu 20 data benar dan tidak ada kesalah, yang berarti sistem memiliki akurasi 100% pada data tersebut. Sedangkan pada FIS Tsukamoto tanpa optimasi, dari 20 data yang diuji metode ini memberikan hasil 14 data benar dan 6 data salah, yang berarti sistem memiliki akurasi 70% pada data tersebut.

Dari hasil perbandingan pada metode CHAT dapat disimpulkan proses optimasi menggunakan algortima genetika pada FIS Tsukamoto di metode CHAT memberikan hasil yang baik. Dari 30 data yang di uji optimasi pada FIS Tsukamoto memberikan hasil yang baik yaitu 30 data benar dan tidak ada kesalah, yang berarti sistem memiliki akurasi 100% pada data tersebut. Sedangkan pada FIS Tsukamoto tanpa optimasi, dari 30 data yang diuji metode ini memberikan hasil 28 data benar dan 2 data salah, yang berarti sistem memiliki akurasi 93.33% pada data tersebut.

7. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan melalui hasil uji coba yang telah dilakukan mengenai optimasi FIS Tsukamoto menggunakan Algoritma Genetika untuk diagnosis autisme pada anak adalah sebagai berikut :

1. Algoritma genetika dapat diterapkan dengan baik pada permasalahan optimasi FIS Tsukamoto untuk diagnosis autisme pada anak, representasi kromosom yang digunakan adalah real code, metode

crossover yang digunaan adalah extended intermediate crossover, sedangkan metode

mutasi yang digunakan adalah random

mutation, dan seleksi yang digunakan adalah elitism selection.

2. Nilai akurasi yang dihasilkan dari penerapan optimasi menggunakan algoritma genetika pada batasan himpunan (nilai keanggotaan)

fuzzy Tsukamoto sudah mencapai nilai

akurasi yang optimal. Pada metode CARS dan CHAT menghasilkan nilai akurasi 100%, hal ini dapat dilihat dari nilai fitness yang bernilai 1 dan hasil perbandingan dengan data pakar yang telah dilakukan.

3.

Parameter terbaik yang memberikan hasil

optimal pada metode CARS adalah banyak

popsize sejumlah 50, banyak generasi 200,

dan kombinasi Cr=0.8 Mr =0.2. Lalu pada metode CHAT parameter yang paling optimal adalah popsize sebanyak 10, banyak generasi 100, dan kombinasi Cr = 0.9 Mr = 0.1.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, G. (2011). Penerapan Metode

Tsukamoto (Logika Fuzzy) Dalam Sistem Pendukung Keputusan Untuk Menentukan Jumlah Produksi Barang

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 Mr Cr

Pengujian Kombinasi Cr dan Mr CHAT

(11)

Berdasarkan Data Persediaan dan Jumlah Permintaan. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Matematika. FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Azizah, E. N., Cholissodin, I., & Mahmudy, W. (2015). Optimasi Fungsi Keanggotaan Fuzzy Tsukamoto Menggunakan Algoritma Genetika Untuk Penentan Harga Jual Rumah. Jurna of Enviromental Engineering and Sustanable Technology, 2, 79-82.

Desiani, A., & Arhami, M. (2006). Konsep

Kecerdasan Buatan. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Dissanayake, Cheryl, & Cherie Green. (2010).

"Cause of ASD". La trobe University:

The Olga Tennision Autism Research Center.

Halgin, R. P., & Whitbourne, S. K. (2010).

Psikologi Abnormal. Jakarta: Salemba

Humanika.

Mahmudy, W. F. (2013). Algoritma Eolusi. Malang: Program Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer. Universitas Brawijaya.

Mahmudy, W. F., Marian, R. M., & Luong, L. H. S. . (2014). Hyvrid Genetic Algorithms for Part Type Selection and Machine Loading Problems with Alternative Production Plans in Flexible Manufacturing System. ECTI Transactions on Computer and Information Technology (ECTICIT),

80-93.

Mahmudy, W. F., Marian, R. M., & Luong, L. H. S. (2013). Modeling and Optimization of Part Type Selection and Loading Problem in Flexible Manufacturing System Using Real Coded Genetic Algorithms.

International Journal of Electrical, Electronic Science and Engineering,

181-190.

Nevid, J. S. (2005). Psikologi Abnormal Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Ormrod, J. E. (2008). Psikologi Pendidikan Jilid

I. Jakarta: Erlangga.

Parthiban, L., & Subramanian, R. (2009). An Intellegent Agent For Detection Of Erythermato Squamous Diseases Using

Co-Active Neuro Fuzzy Inference System And Genetic Algorithm.

International Conference on Intellegent Agent & Multi-Agent Systems, IAMA,

1-6.

Pramesti, R. A. (2016). Optimasi Fuzzy

Inference System Mamdani Untuk Prediksi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika Menggunakan Algoritma Genetika. Malang.

Putri, D. N. (2015). Sistem Pakar Diagnosa

Autisme Pada Anak Menggunakan Metode Fuzzy Tsukamoto. Malang.

Samuel A. E., & Balamurugan M. (2012). Fuzzy Max-Min Composition Technique In Medical Diagnosis. Applied Mathematical Science, 6, 1741-1746.

Suprayogi, D. A., & F., M. W. (2015). Penerapan Algoritma Genetika Traveling Salesman Problem with Time Window : Studi Kasus Rute Antar Jemptu Laudry. J.

Bauana Inform, 6.

Sutoyo, T., Mulyanto, E., & Suhartanto, V. (2011). Kecerdasan Buatan.

Yogyakarta: C.V. Andi Offset (Penerbit Andi).

Wahyuni I., Mahmudy W., & Iriany A. (2016).

Rainfall Prediction In Tengger Region Indonesia Using Tsukamoto Fuzzy Inference System. Yogyakarta, Indonesia: International Conference on Information Technologi, Information System and Electrical Engeneering (ICITISEE) .

Widodo, A. W., & Mahmudy, W. (2010). Penerapan Algoritma Genetika Pada Sistem Rekomendasi Wisata Kuliner.

Gambar

Gambar 4. Diagram Alir Algoritma Genetika  CHAT
Gambar 13 Grafik Hasil Pengujian Banyak  Populasi CHAT
Gambar 16. Grafik Hasil Pengujian Kombinasi Cr  dan Mr CARS 0,9977777780,9992592590,999259259110,9985185190,99851851910,9960,9970,9980,99911,00150 100 150 200 250 300 350 400FitnessGenerasiPengujian Generasi CARS
Gambar 17. Grafik Hasil Pengujian Kombinasi Cr  dan Mr CHAT

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil-hasil yang telah diuraikan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: surfaktan Sodium Lignosulfonat dapat dibuat dari Jerami Padi

jumlah saham yang dimiliki oleh pihak manajemen dengan total saham beredar dan kepemilikan asing diukur dengan menghitung perbandingan jumlah saham yang

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan berkat dan segala Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

dapat dilihat bahwa pengaturan fisik dalam indikator keadaan ruangan TPA dengan baik dan rapi (100%) maka KB FKIP UNRI sudah dikatakan sangat baik (SB) dan indikator dengan

Penentuan jumlah lokasi titik ukur dan jumlah sensor suhu yang digunakan adalah seperti diuraikan pada bagian 6.1.. 4.3.Selama proses kalibrasi berlangsung suhu ambien tidak

melakukan hal-hal lain yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, akan mentaati peraturan yang ada dalam lingkungan kerja dengan kesadaran yang tinggi tanpa ada

Setelah menyelesaikan permasalahan ini saya kemudian mencari video tentang tutorial penggunaan Linux pada VirtualBox karena pada hari kemarin saya masih bingung

Transformasi Laplace adalah suatu teknik untuk menyederhanakan permasalahan dalam suatu sistem yang mengandung masukan dan keluaran, dengan melakukan transformasi dari suatu