• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa kesehatan lingkungan merupakan suatu keseimbangan yang harus ada antara manusia dengan lingkungannya agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Lingkungan itu sendiri secara fisik meliputi tanah, air dan udara serta interaksi satu sama lain diantara faktor – faktor tersebut. Diantara faktor – faktor fisik tersebut, udara merupakan wujud yang sulit untuk dikenal, karena wujudnya yang tak dapat terlihat dengan kasad mata sehingga pencemaran terhadap faktor fisik ini sulit untuk diketahui, namun dampaknya dapat bersifat langsung dan lokal, regional maupun global. Akibatnya sangat mengganggu bagi kesehatan makhluk hidup khususnya manusia (Kusnoputranto, 2000).

Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber – sumber alami maupun kegiatan manusia. Pencemaran udara dapat terjadi di mana – mana, misalnya di dalam rumah, sekolah dan kantor. Pencemaran ini sering disebut pencemaran dalam ruangan (indoor pollution). Sementara itu pencemaran di luar ruangan (outdoor pollution) berasal dari emisi kendaraan bermotor, industri, perkapalan dan prose alami oleh makhluk hidup. Sumber pencemar udara dapat diklasifikasikan menjadi sumber diam dan sumber bergerak. Sumber diam terdiri dari pembangkit listrik

(2)

Industri dan rumah tangga, sedangkan sumber bergerak adalah aktivitas lalu lintas kendaraan bermotor dan transportasi laut (Mukono, 2008).

Diantara sumber polutan tersebut kendaraan bermotor merupakan sumber polutan terbesar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh JICA dan Bapedal tahun 1995 dan studi ADB bekerja sama dengan KLH pada tahun 2001, kendaraan bermotor memberikan kontribusi lebih dari 70% terhadap pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia.

Data yang dihasilkan oleh SUSENAS dan BMKG, Indeks Kualitas Udara (IKU) Kota Medan merupakan salah satu yang memiliki indeks yang buruk . Nilai IKU berkisar antara 0 sampai dengan 96,18. Peringkat nilai IKU terbaik adalah Kota Gorontalo (96,18), diikuti oleh Kota Ambon (95,95), Kota Ternate (94,29), Kota Tanjung Pinang (88,25) dan Kota Pangkal Pinang (86,94). Enam kota dengan nilai IKU sama dengan 0 adalah DKI Jakarta, Kota Surabaya, Kota Bandung, Kota Medan, Kota Semarang, dan Kota Pekanbaru. Hasil ini menunjukkan bahwa kota besar dengan kepadatan penduduk yang tinggi, dengan segala aktivitas sosial ekonominya yang tinggi serta ruang terbuka hijaunya yang semakin sempit karena tergerus oleh pembangunan pemukiman, sarana dan prasarana wilayah, gedung-gedung kantor dan kawasan industri memiliki kualitas udara yang lebih rendah dibandingkan kota lainnya (BPS, 2012).

Selain itu, pengukuran kualitas udara menunjukkan bahwa kualitas udara enam kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Jambi dan Pekanbaru dalam kategori baik hanya terjadi 22 – 62 hari dalam setahun. Kecuali Jambi dan Pekanbaru,

(3)

buruknya kondisi udara di kota tersebut lebih disebabkan oleh pencemaran kenderaan bermotor, sebagai sumber bergerak (KLH, 2002).

Pada dasarnya ada berbagai macam bahaya di tempat kerja yang bisa mengancam kesehatan pekerja maupun orang-orang yang berada di sekitar lingkunganyang tercemar. Lingkungan kerja yang sering penuh oleh debu, uap, gas dan lainnya dapat mengganggu produktivitas dan mengganggu kesehatan. Hal inilah yang sering menyebabkan terjadinya gangguan pernafasan ataupun dapat mengganggu nilai Kapasitas Vital Paru. Dalam kondisi tertentu, debu merupakan bahaya yang dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru yang dimulai dari penyakit saluran nafas kecil bahkan dapat menimbulkan keracunan umum (Depkes RI, 2003).

Data WHO (World Health Organization) tahun 2007 menunjukkan diantara semua penyakit akibat kerja 30% sampai 50% adalah penyakit silikosis dan penyakit pneumokoniosis lainnya. Selain itu juga, ILO (International Labour Organization) mendeteksi bahwa sekitar 40.000 kasus baru pneumokoniosis (penyakit saluran pernafasan) yang disebabkan oleh paparan debu tempat kerja terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya.

Pencemaran udara oleh debu tersebut dapat merusak sistem pernapasan orang yang terpapar pada konsentrasi maupun ukuran partikel debu yang berbeda – beda. Efek utama terhadap pekerja dapat berupa gangguan kapasitas paru baik yang bersifat akut maupun kronis. Penumpukan dan pergerakan debu pada saluran nafas dapat menyebabkan peradangan jalan nafas. Peradangan ini dapat menyebabkan

(4)

penyumbatan jalan nafas sehingga dapat mnurunkan kapasitas paru. Dampak paparan debu yang terus – menerus dapat menurunkan faal paru yang menyebabkan kelainan dan kerusakan paru (Mukono 2008).

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada BAB XII mengenai kesehatan kerja pasal 164 menyatakan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan meliputi pekerja – pekerja pada sektor formal dan nonformal. Untuk melindungi para pekerja tersebut pemerintah membuat nilai ambang batas untuk debu total sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk konsentrasi

kadar debu total adalah sebesar 3 mg/m3.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara menjelaskan tentang pengertian baku mutu udara ambien, yaitu ukuran batas atau kadar zat, energi dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Baku mutu kadar debu dalam udara ambien yang tercantum di dalam

PP RI No. 41 tahun 1999 tersebut untuk PM10 (Partikel <10 μm) adalah 150 μg/m3.

Salah satu bidang pekerjaan yang perlu mendapat perhatian adalah pekerja penyapu jalan. Pekerjaan sebagai penyapu jalan merupakan pekerjaan yang sangat berisiko untuk terpapar debu yang berasal dari jalan raya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chahaya (2005) pada penyapu jalan di Kecamatan Medan Amplas, sebanyak 28 orang responden (80%) mengalami keluhan kesehatan. Jenis

(5)

keluhan yang mereka alami seperti pusing, mual, sakit kepala, sesak nafas, dan mata berair. Hampir semua responden (96,43%) menyatakan bahwa keluhan kesehatan dirasakan setelah mereka bekerja sebagai petugas penyapu jalan dan keluhan itu mereka rasakan sudah lebih dari 2 tahun (82,14%).

Penelitian yang dilakukan oleh Meita (2012) pada penyapu Pasar Johar Semarang sebanyak 90% responden mengalami gangguan fungsi paru yang terdiri dari 36,7% restriksi ringan, 46,7% restriksi sedang dan 6,7% mixed restriksi obstruksi dan sebanyak 93,9 % kadar debu di atas Nilai Ambang Batas (NAB). Adapun penelitian Hamonangan (2013) pada pekerja di gudang pelabuhan Belawan menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kadar partikel debu dengan kapasitas vital paru ( p = 0,008).

Data Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2012 menyebutkan 10 penyakit tebesar yang ada di puskesmas Kota Medan yaitu, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), hipertensi, penyakit pada sistem otot dan jarigan ikat, penyakit lain pada saluran pernapasan atas, penyakit kulit infeksi, diare, penyakit pulpa dan jaringan periapikal, penyakit kulit alergi, tonsiltis, penyakit gingivitis dan penyakit periodental (Dinkes, 2013).

Berdasarkan paparan yang telah diuraikan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di kecamatan Medan Amplas tentang “Pengaruh Kadar Debu Ambien dan Karakteristik Penyapu Jalan Terhadap Kapasitas Vital Paru Pada Penyapu Jalan di Kecamatan Medan Amplas, Kota Medan Tahun 2015”.

(6)

1.2. Perumusan Masalah

Pencemaran udara oleh partikel debu di udara di Kecamatan Medan Amplas yang diakibatkan oleh kepadatan lalu lintas sangat berbahaya terhadap kesehatan. Debu di udara dapat mengakibatkan gangguan kapasitas vital paru pada penyapu jalan yang secara langsung kontak dengan udara tersebut. Adapun banyaknya penyapu jalan yang memiliki keluhan kesehatan pada pernapasan telah mencapai 80 %. Selain itu, Indeks Kualitas Udara Kota Medan termasuk ke dalam enam kota dengan nilai IKU sama dengan 0.

1.3. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik dan kadar debu ambien terhadap kapasitas vital paru pada penyapu jalan di Kecamatan Medan Amplas.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini berdasarkan variabel penelitian adalah “Ada Pengaruh Karakteristik dan Kadar Debu Ambien terhadap Kapasitas Vital Paru pada Penyapu Jalan di Kecamatan Medan Amplas.”

1.5. Manfaat

1. Memberikan informasi tentang pengaruh karakteristik dan kadar debu ambien terhadap kapasitas vital paru kepada penyapu jalan dan instansi terkait seperti Dinas Kebersihan dan Dinas Kesehatan Kota Medan.

(7)

2. Sebagai bahan masukan bagi instansi terkait seperti Dinas Kebersihan dan Dinas Kesehatan Kota Medan dalam menentukan program dan kebijakan untuk mencegah risiko penyakit akibat pencemaran udara oleh debu dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan para penyapu jalan.

3. Pengendalian dini terhadap pencemaran udara oleh debu untuk mencegah efek kesehatan yang merugikan para penyapu jalan di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan.

Referensi

Dokumen terkait

Faktor lainnya aadalah tunneling incentive yang memiliki definisi suatu aktivitas dari pemegang saham mayoritas sebagai pengendali untuk melakukan tindakan memindahkan aset

Oleh karena itu, peneliti dapat mengetahui bahwa besar pengaruh kompetensi Sumber daya Manusia terhadap implementasi kebijakan perpustakaan desa adalah sebesar

KODE 1 2 5 6 URAIAN NILAI 7 4 NILAI NILAI MUTASI NILAI BERTAMBAH BERKURANG SALDO PER 31 DESEMBER 2011 SALDO PER 1 JANUARI 2011 SAT.. KUANTITAS KUANTITAS

(2013) Java masih termasuk dalam bahasa pemrograman yang paling banyak digunakan....

Bagong yang juga guru besar UNAIR sejak PTN-BH ke-169 akan menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Sosiologi Ekonomi: Dinamika Kapitalisme dan Gaya Hidup Masyarakat

Hasil dari Penelitian ini adalah (1) BMT Kota Palembang meliputi BMT Al – Aqobah, BMT Surya Barokah dan BMT Insan Mulia dikategorikan Efisiensi (2) Pembiayaan berpengaruh

Diastema sentral yang terjadi pada rahang atas bisa disebabkan oleh : (1) ukuran gigi insisif lateral kecil, (2) rotasi dari gigi insisif, (3) perlekatan frenulum yang abnormal,

[r]