• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penilaian itu ditujukan pada orang yang lebih tinggi atau yang lebih tahu kepada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penilaian itu ditujukan pada orang yang lebih tinggi atau yang lebih tahu kepada"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Evaluasi

2.1.1 Pengertian Evaluasi

Menurut kamus besar Indonesia, evaluasi adalah suatu penilaian dimana penilaian itu ditujukan pada orang yang lebih tinggi atau yang lebih tahu kepada orang yang lebih rendah, baik itu dari jabatan strukturnya atau orang yang lebih rendah keahliannya. Evaluasi adalah suatu proses penelitian positif dan negatif atau juga gabungan dari keduanya (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978: 45).

Pada umumnya evaluasi adalah suatu pemeriksaan terhadap pelaksanaan suatu program yang telah dilakukan dan yang akan digunakan untuk meramalkan, memperhitungkan, dan mengendalikan pelaksanaan program ke depannya agar jauh lebih baik. Evaluasi lebih bersifat melihat ke depan dari pada melihat kesalahan-kesalahan dimasa lalu, dan ditujukan pada upaya peningkatan kesempatan demi keberhasilan program. Dengan demikian misi dari evaluasi itu adalah perbaikan atau penyempurnaan di masa mendatang atas suatu program.

Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan sumber nilai secara objektif dari pencapaian hasil-hasil yang direncanakan sebelumnya, dimana hasil evaluasi tersebut dimaksudkan menjadi umpan balik untuk perencanaan yang akan dilakukan di depan (Yusuf, 2000: 3). Dalam hal ini Yunus menitikberatkan kajian evaluasi dari segi manajemen, dimana evaluasi itu merupakan salah satu fungsi atau unsur manajemen, yang misinya adalah untuk perbaikan fungsi atau sosial manajemen lainnya, yaitu perencanaan.

(2)

Selain itu menurut Jones evaluasi adalah suatu aktivitas yang dirancang untuk menimbang manfaat program dalam spesifikasi 24riteria, teknik pengukuran, metode analisis dan bentuk rekomendasi (Jones, 1994 : 357). Selanjutnya Weiss (dalam Jones, 1994: 355) mengemukakan bahwa evaluasi adalah kata 24riteri yang meliputi segala macam pertimbangan, penggunaan kata tersebut dalam arti umum adalah suatu istilah untuk menimbang manfaat. Seseorang meneliti atau mengamati suatu fenomena berdasarkan ukuran yang eksplisit dan 24riteria. Evaluasi dilakukan untuk dapat mengetahui dengan pasti pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan rencana strategi yang dapat dinilai dan dipelajari untuk menjadi acuan perbaikan di masa mendatang.

Dalam kajiannya tentang pelayanan sosial, Boyle (dalam Suharto, 2005:120). Sosial utama dari evaluasi adalah diarahkan kepada keluaran (output), hasil (outcomes), dan dampak (impacts) dari pelaksanaan rencana stategis. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan yang transparan dan akuntabel dan harus disertai dengan penyusunan sosial kinerja pelaksanaan rencana yang sekurang-kurangnya meliputi:

1. Sosial masukan 2. Sosial keluaran 3. Sosial hasil

Lebih jauh lagi, evaluasi berusaha mengidentifikasikan mengenai apa yang sebenarnya yang terjadi pada pelaksanaan atau penerapan program. Dengan demikian evaluasi bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasikan tingkat pencapaian tujuan

2. Mengukur dampak langsung yang terjadi pada kelompok sasaran

(3)

Dalam konteks ini dapat diartikan, sebagai proses penilaian terhadap pentingnya suatu pelayanan sosial. Penilaian ini dibuat dengan cara membandingkan berbagai bukti yang berkaitan dengan program yang telah sesuai dengan 25riteria yang ditetapkan dan bagaimana seharusnya program tersebut harus dibuat dan diimplementasikan.

2.1.2 Jenis-jenis Evaluasi

Jika dilihat dari pentahapannya, secara umum evaluasi dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Evaluasi tahap perencanaan

Yaitu evaluasi yang digunakan dalam tahap perencanaan untuk mencoba memilih dan menentukan skala prioritas terhadap berbagai alternatif dan kemungkinan terhadap cara pencapaian tujuan yang ditetapkan sebelumnya.

2. Evaluasi pada tahap pelaksanaan

Pada tahap ini evaluasi adalah suatu kegiatan yang melakukan analisa untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding dengan rencana. Terdapat perbedaan antara konsep menurut penelitian ini dengan monitoring. Evaluasi bertujuan terutama untuk mengetahui apakah yang ingin dicapai sudah tepat dan bahwa program tersebut direncanakan untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Sedangkan monitoring bertujuan melihat pelaksanaan proyek sudah sesuai dengan rencana dan bahwa rencana tersebut sudah tepat untuk mencapai tujuan, sedangkan evaluasi melihat sejauh mana proyek masih tetap dapat mencapai tujuan, apakah tujuan

(4)

tersebut sudah berubah dan apakah pencapaian program tersebut akan memecahkan masalah yang akan dipecahkan.

3. Evaluasi pada tahap pasca pelaksanaan

Dalam hal ini konsep pada tahap pelaksanaan, yang membedakannya terletak pada objek yang dinilai dengan yang dianalisa, dimana tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding rencana tetapi hasil pelaksanaan dibanding dengan rencana yakni apakah dampak yang dihasilkan oleh pelaksanaan kegiatan tersebut sesuai dengan tujuan yang akan atau ingin dicapai (Suharto, 2006: 12).

2.1.3 Fungsi Evaluasi

Evaluasi memiliki tiga fungsi utama dalam analisis kebijakan, yaitu:

1. Evaluasi memberi informasi yang salah dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan yang telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu dan target tertentu telah dicapai.

2. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendefenisikan dan mengoperasikan tujuan dan target.

3. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Informasi tentang tidak memadai kinerja kebijakan yang dapat memberi

(5)

Berdasarkan fungsi-fungsi evaluasi yang telah dikemukakan di atas, maka dapatlah kita simpulkan tentang nilai evaluasi merupakan suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut.

Beberapa istilah yang serupa dengan evaluasi dan intinya masih berhubungan erat atau masih mencakup evaluasi itu sendiri yaitu:

1. Measurement, pengukuran yang diartikan sebagai suatu proses kegiatan untuk menentukan luas atau kuantitas untuk mendapatkan informasi atau data berupa skor mengenai prestasi yang telah dicapai pada periode tertentu dengan menggunakan berbagai teknik dan alat ukur yang relevan.

2. Test, secara harfiah diartikan suatu alat ukur berupa sederetan pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur kemampuan, tingkah laku, potensi-potensi sebagai hasil pembelajaran.

3. Assessment, Suatu proses pengumpulan data atau pengolahan data tersebut menjadi suatu bentuk yang dapat dijelaskan (Dunn, dalam Suharto 2008:8).

2.1.4 Proses Evaluasi

Suatu proses dalam program harus dimulai dari suatu perencanaan. Oleh karena itu proses pelaksanaan suatu evaluasi harus didasarkan atas rencana evaluasi program tersebut. Namun demikian, dalam sebuah praktek tidak jarang ditemukan suatu evaluasi terhadap suatu program justru memunculkan ketidakjelasan fungsi evaluasi, institusi, personal yang sebaiknya melakukan evaluasi dan biaya untuk evaluasi.

(6)

Dalam melakukan proses evaluasi ada beberapa etika birokrasi yang perlu diperhatikan oleh pihak-pihak yang erat hubungannya dengan tugas-tugas evaluasi, antara lain:

1. Suatu tugas atau tanggung jawab, maka pemberi tugas atau yang menerima tugas harus jelas

2. Pengertian dan konotasi yang sering tersirat dalam evaluasi adalah mencari kesalahan harus dihindari.

3. Pengertian evaluasi adalah untuk membandingkan rencana dalam pelaksanaan dengan melakukan pengukuran-pengukuran kuantitatif totalis program secara teknik, maka dari itu hendaknya ukuran-ukuran kualitas dan kuantitas tentang apa yang dimaksud dengan berhasil telah dicantumkan sebelumnya dalam rencana program secara eksplisit.

4. Tim yang melakukan evaluasi adalah pemberi saran atau nasehat kepada manajemen, sedangkan pendayagunaan saran atau nasehat serta pembuat keputusan atas dasar saran atau nasehat tersebut berada di tangan manajemen program.

5. Dalam pengambilan keputusan yang telah dilakukan atas data-data atau penemuan teknis perlu dikonsultasikan secermat mungkin karena menyangkut banyak hal tentang masa depan proyek dalam kaitan dengan program.

6. Hendaknya hubungan dengan proses harus didasari oleh suasana konstruktif dan objektif serta menghindari analisa-analisa subjektif. Dengan demikian evaluasi dapat ditetapkan sebagai salah satu program yang sangat penting dalam siklus manejemen program.

(7)

2.2 Program

2.2.1 Pengertian Program

Program adalah cara yang dipisahkan untuk mencapai tujuan. Dengan adanya program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan. Hal ini mudah dipahami, karena program itu sendiri menjadi pedoman dalam rangka pelaksanaan program tersebut.

Program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan pelaksanaan karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek, yang antara lain adalah:

1. Adanya tujuan yang ingin dicapai

2. Adanya kebijakan-kebijakan yang harus diambil dalam pencapaian tujuan itu

3. Adanya aturan-aturan yang dipegang dengan prosedur yang harus dilalui 4. Adanya perkiraan anggaran yang perlu atau dibutuhkan

5. Adanya strategi dalam pelaksanaan

Unsur keduanya yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan program adalah adanya kelompok orang yang menguji sasaran program sehingga kelompok orang tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil program yang dijalankan dan adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Bila tidak memberikan manfaat pada kelompok orang maka boleh dikatakan program tersebut telah gagal dilaksanakan.

(8)

2.2.2 Pelaksanaan Program

Untuk dapat memahami pengertian dari pelaksanaan, Wahab (1991:51), merumuskan pengertian pelaksanaan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau pejabat-pejabat kelompok-kelompok pemerintahan atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan.

Berhasiltidaknya suatu program dilaksanakan tergantung dari unsur pelaksananya. Unsur pelaksana itu merupakan unsur ketiga. Pelaksana penting artinya karena pelaksanaan suatu program, baik itu organisasi ataupun perseorangan bertanggung jawab dalam pengelola maupun pengawasan dalam pelaksanaan.

2.2. 3 Tolak Ukur Evaluasi Program

Suatu program dapat dievaluasi apabila ada tolak ukur yang bisa dijadikan penilaian terhadap program yang telah berlangsung, berhasilnya atau tidak berhasilnya suatu program berdasarkan tujuan yang sudah tentu memiliki tolak ukur yang nantinya harus dicapai dengan baik oleh sumber daya yang mengelolanya.

Adapun yang menjadi tolak ukur dalam evaluasi suatu program adalah: 1. Apakah hasil suatu proyek sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai 2. Kesediaan sarana untuk mencapai tujuan tersebut

3. Apakah sarana atau kegiatan benar-benar dapat dicapai atau dimanfaatkan oleh orang-orang yang benar-benar membutuhkan

4. Apakah sarana yang disediakan benar-benar dilakukan untuk tujuan semula

(9)

5. Berapa persen jumlah atau luas sasaran sebenarnya yang dapat dijangkau oleh program

6. Bagaimana mutu pekerjaan atau sasaran yang dihasilkan oleh program (kualitas hidup, kualitas barang)

7. Berapa banyak sumber daya dan kegiatan yang dilakukan benar-benar dimanfaatkan secara maksimal

8. Apakah kegiatan yang dilakukan benar-benar memberikan masukan terhadap perubahan yang diinginkan.

2.3 Program BLT

2.3.1 Pengenalan Program BLT dan Mekanisme Pelaksanaannya

Program BLT adalah program kompensasi jangka pendek yang dikeluarkan oleh pemerintah dan mempunyai tujuan yang utamanya adalah untuk membantu masyarakat yang tergolong miskin, lebih tepatnya membantu rumah tangga yang tergolong miskin, karena dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak dalam negeri.

BLT adalah program kompensasi jangka pendek dengan maksud, agar tingkat konsumsi Rumah Tangga Sasaran, yaitu rumah tangga yang tergolong sangat miskin, miskin dan dekat dengan miskin (near poor), tidak menurun pada saat terjadinya kenaikan harga bahan bakar minyak dalam negeri. Dengan demikian walaupun program BLT bukan satu-satunya program yang berkenaan dengan pemecahan masalah kemiskinan, diharapkan dapat mendorong penanggulangan tingkat kemiskinan, khususnya saat terjadi kenaikkan harga-harga kebutuhan pokok menuju keseimbangan yang baru.

Program BLT pertama kali dilaksanakan pada tanggal 10 September 2005, dimana pembahasan ini dilanjutkan pada taraf pelaksanaan melalui rapat koordinasi

(10)

tingkat menteri pada tanggal 16 September 2005, yang memandang bahwa pelaksanaan BLT sudah siap dilaksanakan, maka berlangsunglah program ini pada bulan Oktober (http://www.antara.co.id/arc.2008/5/22/trauma-btl-2005-sejumlah-ketua-rt-mundur-di-bayumas-dan-purbalingga) diakses pada tanggal 03 Oktober 2009 pukul 17.45.

BLT disalurkan tahun 2008 berdasarkan Inpres No. 3 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan BLT untuk Rumah Tangga Sasaran (RTS). Program BLT ini dilaksanakan melalui beberapa tahap, yaitu:

1. Proses pembagian kartu dan vertifikasi awal rumah tangga sasaran oleh PT POS, BPS dan aparat desa/kelurahan.

2. Proses vertifikasi menyeluruh

3. Penetapan direktori baru rumah tangga sasaran oleh BPS 4. Proses sosialisasi

5. Proses penyaluran dana

BLT adalah sejumlah uang tunai yang diberikan pemerintah kepada rumah tangga yang termasuk dalam kategori miskin, BLT dibagikan kepada Rumah Tangga Sasaran dalam kurun waktu pertiga bulan sebesar Rp 300.000. Adapun tujuan dari BLT adalah untuk membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, serta mencegah penurunan taraf hidup atau kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi dan juga meningkatkan tanggung jawab sosial bersama (

http://www.antara.co.id/arc.2008/5/22/trauma-btl-2005-sejumlah-ketua-rt-mundur-di-bayumas-dan-purbalingga). Harapan pemerintah pada

masyarakat penerima BLT adalah dapat dan mampu memanfaatkan dengan sebaik-baiknya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

(11)

Kebijakan pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak ini juga dilanjutkan dengan kebijakan lain, seperti pemberdayaan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, sehingga skema perlindungan sosial bagi masyarakat miskin tetap mendorong keberdayaan masyarakat sesuai dengan potensi yang dimiliki. Pada tahun 2005-2006 pemerintah melaksanakan skema Program Kompensasi Penghapusan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) meliputi:

1. Bidang pendidikan, untuk menyukseskan program wajib belajar 9 tahun melalui pemberian Bantuan Oprasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (KBM)

2. Bidang kesehatan, diarahkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan melalui sistem jaminan kesehatan bagi penduduk miskin, yang meliputi layanan kesehatan dasar, layanan kesehatan rujukan dan pelayanan penunjang lainnya. Bidang infrastruktur di desa tertinggal (jalan, jembatan, air bersih, sanitasi, tambatan perahu, irigasi desa sederhana dan penyediaan listrik bagi daerah yang betul-betul memerluka n).

Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara R.E Nainggolan mengemukakan sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia No 3 Tahun 2008 tanggal 14 Mei 2008 tentang Pelaksanaan BLT kepada rumah tangga miskin, maka terdapat beberapa hal penting yang perlu dipahami dan dipedomani, yaitu :

1. Badan Pusat Statistik Provinsi agar memperhatikan petunjuk Pelaksanaan Penetapan Rumah Tangga Sasaran Tahun 2008 yang diterbitkan oleh BPS, agar tetap berkoordinasi dengan aparat pemerintah daerah dalam hal ini Lurah/Kepal Desa dan Camat.

(12)

2. PT Pos Indonesia Cabang Medan agar memperhatikan petunjuk Pendistribusian Kompensasi Bahan Bakar Minyak Tahun 2008 yang diterbitkan oleh PT Pos Indonesia, yang dalam pendistribusian ini diharapkan dapat bekerja sama dengan aparat Desa/Kelurahan dan melibatkan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat, yaitu Karang Taruna Siaga Bencana dan tokoh masyarakat.

3. Pemerintah Kota Medan, diharapkan melakukan koordinasi dengan Musyawarah Pimpinan Daerah Kota Medan dan para Camat serta Lurah agar mendukung kelancaran pelaksanaan program BLT.

4. Kepada Bapak Kapolda Sumut, diminta untuk menghimbau seluruh jajarannya melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap sasaran penerima BLT atau Rumah Tangga Sasaran dan Badan Infokom Provinsi Sumatra Utara, agar mesosialisasikan program BLT Rumah Tangga Sasaran kepada seluruh masyarakat Sumatra Utara melalui media massa dan media elektronika.

5. Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, diharapkan melaksanakan monitoring dan evaluasi guna mengidentifikasi berbagai hal yang muncul dalam pelaksanaan BLT sehingga memberi kesempatan kepada pelaksanaan program untuk melakukan perbaikan yang diperlukan .

6. Guna mengetahui kesiapan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam Peluncuran Program BLT bagi rumah tangga sasaran, diminta kepada BPS Sumut, PT Pos Indonesia (Persero) Cabang Medan dan Kepala Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara memaparkan persiapan pelaksanaan

(13)

(http://wwwbainfokomsumut.go.id/open.php?id=391&db=artikel) diakses 10 oktober 2009, pukul 17.30 Wib).

Kepala Dinas SU mengatakan bahwa jumlah dana yang harus disalurkan adalah Rp. 26.142.600,- ke 21 Kecamatan dengan Rumah Tangga Sasaran (RTS) 87.142 KK. Penyaluran BLT ini juga akan dilanjutkan setelah 3 bulan tahap I selesai. Apapun Panduan Operasional Pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai Rumah Tangga Sasaran adalah sebagai berikut :

1. Petunjuk Pelaksanaan Pendapatan RTS tahun 2008 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

2. Petunjuk Pendistribusian Kartu Konpensasi diterbitkan oleh PT Pos Indonesia.

3. Petunjuk teknis tentang Pelaksanaan Penyaluran BLT Kepada Rumah Tangga Sasaran dalam rangka kompensasi pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak yang diterbitkan oleh Departemen sosial.

4. Petunjuk teknis pengendalian BLT di daerah kepada Rumah Tangga Sasaran yang diterbitkan oleh Departemen Dalam Negeri.

Sedangkan tahapan penyaluran dana BLT kepada Rumah Tangga Sasaran adalah sebagai berikut :

1. Penyiapan Data Rumah Tangga Sasaran Oleh BPS Pusat 2. Daftar nama dan alamat diolah dan disimpan oleh databesed

3. Nama dan alamat Rumah Tangga Sasaran diberikan ke PT. Pos Indonesia 4. PT. Pos Indonesia tidak diperkenankan melakukan perubahan data

5. PT. Pos Indonesia mencetak Kartu Kompensasi Bahan Bakar Minyak (KKB) sesuai data

(14)

7. Departemen sosial menempatkan dana BLT di Rekening Giro Departemen Sosial di Kantor Cabang BRI dan memerintahkan BRI memindahbukukan dana BLT ke Rekening Giro Kantor Pos di Kantor Cabang BRI seluruh Indonesia

8. Kartu yang dicetak didistribusikan langsung kepada Rumah Tangga Sasaran 9. Pemegang kartu mendatangi lokasi kantor bayar/kantor pos yang ditunjuk

sesuai informasi dalam kartu yang ditentukan kantor pos 10. Pembayaran dilakukan atas dasar kepemilikan kartu

11. PT. Pos Indonesia menyampaikan laporan bulanan ke Departemen Sosial Kepala BPS Bapak Drs Alimuddin Sidabalok MBA, mengemukakan bahwa Pemerintah saat ini akan berupaya menurunkan jumlah penduduk miskindari 16,7% pada tehun 2004 menjadi 8,2% pada tahun 2009. Strategi utama yang ditempuh pemerintah adalah dengan cara meningkatkan pendapatan penduduk, dan menurunkan beban hidup penduduk miskin. Bapak Drs Alimuddin Sidabalok MBA mengemukakan, bahwa penerimaan BLT dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kriteria, yaitu :

1. Secara konseptual, RTS adalah rumah tangga yang memenuhi minimal 9 kriteria dari 14 kriteria miskin yang telah disepakati dan ditetapkan.

2. RTS terdiri dari tiga kelompok, yaitu RTS sangat miskin (memenuhi 13-14 kriteria), RTS miskin (memenuhi 11-12 kriteria), dan RTS mendekati miskin (memenuhi 9-10 kriteria).

3. Pemenuhan kriteria/variable Rumah Tangga Sasaran pada batas kebutuhan dasar minimal yang dinyatakan dalam ukuran garis kemiskinan yaitu sejumlah rupiah yang diperlukan oleh seseorang untuk dapat memenuhi

(15)

Pengelompokan rumah tangga sasaran berdasarkan pendapatan menurut beliau dapat dikelompokkan menjadi Rumah Tangga Tidak Miskin Rp. 120.000/ jiwa / bulan (http://www.binfokomsumut.go.id/open.php?=391&db=artikel) diakses 10 oktober 2009, pukul 18.00.

Dalam penanggulangan masalah kemiskinan melalui program BLT, BPS pun telah menetapkan 14 kriteria keluarga miskin seperti yang telah disosialisasikan oleh Departemen Komunikasi dan Informasi 2005, rumah tangga yang memiliki cirri rumah tangga miskin yang berhak adalah rumah tangga yang memiliki cirri-ciri seperti disajikan pada tabel 2.1 berikut :

(16)

Tabel 2.1

Kriteria Rumah Tangga Miskin Menurut Badan Pusat Statistik

No Variabel Kriteria Rumah Miskin

1 Luas lantai bangunan tempat tinggal

Kurang dari 8 meter per orang

2 Jenis lantai bangunan tempat tinggal

Bambu/kayu bekualitas rendah atau kayu murahan

3 Jenis dinding tempat tinggal Bambu/rumbiah, kayu berkualitas rendah, tembok tanpa diplester

4 Fasilitas tempat buang air besar Tidak memiliki WC sendiri atau WC umum digunakan secara bersama-sama 5 Sumber penerangan rumah tangga Tidak menggu nakan listrik

6 Sumber air minum Air sungai, air hujan 7 Bahan bakar untuk memasal

sehari-hari

Kayu bakar, arang, minyak tanah

8 Konsumsi daging/susu ayam perminggu

Satu kali dalam satu minggu

9 Pembelian baju baru untuk setiap ART dalam setahun

Satu kali dalam satu tahun

10 Makanan untuk sehari dalam setiap ART

Satu atau dua kali dalam satu hari

11 Kemampuan untuk membayar ke puskesmas/poliklinik

Tidak mampu menanggulangi sendiri biaya berobat ke dokter, klinik atau puskesmas

12 Sumber penghasilan kepala rumah tangga

Petani dengan luas lahan 0,5 ha buruh tani perkebunan atau pekerja lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600.000/bulan

13 Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga keluarga

Tidak sekolah, tidak tamat SD, hanya tamat SD

14 Kepemilikan aset tabungan Tidak mempunyai tabungan atau barang yang mudah dijual dengan nilai minimal

(17)

2.3.2 Organisasi Pelaksanaan Penyaluran Dana BLT

Pelaksanaan program BLT adalah Departemen Sosial selaku Kuasa Penggunaan Anggaran dibantu oleh pihak-pihak terkait yang telah ditetapkan dengan Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Program Bantuan Tunai untuk Rumah Tangga Sasaran. Penyaluran BLT kepada Rumah Tangga Sasaran merupakan suatu bentuk kerja sama yang didasarkan pada fungsi dan tugas pokok masing-masing, sehingga lembaga bertanggung jawab terhadap kelancaran bidang tugas masing-masing. Bentuk kerja sama ini dimaksudkan untuk mempercepat proses penyaluran dana BLT kepada Rumah Tangga Sasaran atau kelompok sasaran sehingga pemanfaatannya menjadi lebih optimal.

Untuk meningkatkan sinergi pelayanan yang maksimal, maka masing-masing lembaga saling berkoordinasi dan dalam program BLT difasilitasi penyediaan Unit Pelaksanaan Program BLT. Tugas pokok dan tanggung jawab dari masing-masing instansi dapat dilihat dari Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang pelaksanaan program BLT untuk Rumah Tangga Sasaran yang dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Departemen Sosial

Departemen sosial memiliki kewajiban untuk menyiapkan dana berdasarkan daftar nominatif dan menyampaikan Surat Perintah kepada Pos Indonesia untuk membayar dana BLT untuk Rumah TAngga Sasaran. Setelah itu kerja sama dengan PT Pos Indonesia (Persero) Tbk untuk menyalurkan dana tersebut sesuai dengan daftar nominatif penerima BLT yang disampaikan oleh Pusat Biro Statistik (BPS). Untuk kejelasan bagaimana proses penyalurannya, Departemen sosial berkewajiban untuk membuat dan menyusun petunjuk teknis penyaluran BLT bersama dengan

(18)

Bappenas, Menko Kesra, Depdagri, BPS, PT. Pos Indonesia (Persero) dan PT. BRI (Persero) Tbk. Sebagai penanggungjawab kepada pemerintah, Departeman Sosial berkewajiban membuat laporan pelaksanaan kepada Presiden RI tentang Pelaksanaan Penyaluran dana BLT kepada Presiden RI.

2. Kewajiban PT Pos Indonesia (Persero)

Adapun kewajiban dari PT. Pos Indonesia untuk program BLT dalam rangka kompensasi pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak adalah penyimpanan rekening giro utama di Bank Cabang Indonesia Veteran. Berdasarkan anggaran dari Departemen Sosial yang akan disalurkan kepada rekening Giro. Kantor Pos mencetak dan menyalurkan Kartu Kompensasi BBM (KKB) ke KRPK (Kantor Pos Pemerintah) seluruh Indonesia berdasarkan daftar nominatif, selanjutnya KPRK menyalurkan KKB kepada rumah tangga sasaran bekerjasama dengan aparat desa setempat, TKSM (tenaga kesejahteraan sosial masyarakat) dan aparat keamanan dan aparat keamanan bila diperlukan. Dalam hal ini PT. Pos Indonesia juga harus melaporkan realissasi penyaluran KKB kepada Departemen Sosial dan selanjutnya menyampaikan rencana penyaluran Dana BLT.

3. Kewajiban Bank Rakyat Indonesia

Bank Rakyat Indonesia memiliki peran untuk menyiapkan dana BLT. PT Pos Indonesia dan BRI juga membebaskan dana administrasi pembukaan rekening dan membedakan atas kewajiban setoran pertama dalam pembukuan giro di Kantor Cabang BRI Jakarta Veteran dan Kantor

(19)

penyaluran dan segala administrasi BLT, BRI memberikan kemudahan kepada PT Pos Indonesia untuk untuk memindahbukukan dana dari rekening Giro Kantor Pos seluruh Indonesia. Sebagai bentuk kewajiban dan tanggung jawab, BRI juga menyampaikan laporan keuangan mutasi rekening Giro utama dari Giro kantor Pos melalui layanan tunai manajemen BRI.

4. Kewajiban Badan Pusat Statistik

Lembaga ini memiliki peranan dan kewajiban untuk menyediakan data rumah tangga sasaran penerima BLT yang dikategorikan rumah tangga sangat miskin, dan rumah tangga miskin. Untuk menyediakan data tersebut dilakukan data terakhir (up dating) di lapangan, verivikasi dan evaluasi Rumah Tangga Sasaran oleh petugas. BPS juga memiliki kewajiban untuk membuat laporan pelaksanaan program BLT sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki.

5. Kewajiban Dinas Sosial/Instansi Pemerintah Provinsi

Pada tataran dinas /Instansi sosial Provinsi untuk proses program BLT tersebut, berkewajiban mengelola unit pelaksanaan BLT pada tingkat provinsi dan struktur pelaksanaannya, ketua Pengelola Unit Pelaksana Program (UUP) BLT adalah kepala dinas sosial, yang bertugas secara intensif selama pelaksanaan program BLT. Melakukan pembinaan, supervisor dan pengawasan terhadap pelaksanaan BLT termasuk unit pelaksanaan program BLT di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan. Juga mengkoordinasikan dinas/instansi sosial kabupaten/kota dalam pelaksanaan pendampingan terhadap kantor pos pada saat pembagian BLT dengan melibatkan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat.

(20)

6. Kewajiban Dinas/Instansi Kabupaten Kota

Pada tingkat jajaran dinas atau instansi sosial Kabupaten/Kota, pada proses penyaluran BLT memiliki peran dan kewajiban untuk mengelola unit pelaksanaan program BLT dan sebagai jabatan yang menduduk i struktur organisasi pengelola penyaluran BLT, sebagai ketua pengelola UUP BLT adalah kepala dinas /instansi social, sekretaris dan anggota ditetapkan pejabat di lingkungan dinas social yang bertugas secara intensif selama proses pelaksanaan program bantuan langsung tunai. 7. Kewajiban Kecamatan (Camat) :

1. Mengelola UUP BLT pada tingkat kecamatan.

2. Memantau mitra kerja pada tingkat kecamatan/desa/kelurahan yang akan terlibat secara efektif dalam pendistribusian kartu BLT dan penyaluran dana BLT serta pengendalian dan pengamanan di lapangan.

3. Menyelenggarakan pelaksanaan pertemuan koordinasi dengan seluruh mitra pada tingkat kecamatan.

4. Menginformasikan program BLT kepada RTS dan mendukung sosialisasi kepada masyarakat umum.

5. Memantau petugas pos pada saat distribusi kartu BLT untuk sampai pada sasaran yaitu RTS.

6. Melakukan pendampingan dan membantu petugas Pos pada saat pembagian kartu BLT dan pembayaran BLT dengan melibatkan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat.

(21)

7. Memantau penyelesaian masalah oleh desa/kelurahan sesuai dengan jenis pengaduan dan tingkat kewenangan melalui instansi terkait, termasuk kepada dinas pada tingkat kecamatan.

8. Membuat laporan pelaksanaan program BLT sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki secara berjenjang kepada pihak terkait, termasuk kepada dinas sosial kabupaten/kota.

8. Kewajiban Desa/Kelurahan

9. Memantau petugas pos pada pencairan atau penerimaan BLT dan pendistribusian kartu kepada Rumah Tangga Sasaran

10. Bersama-sama dengan petugas Pos menentukan pengganti RTS yang pindah/meninggal (tanpa ahli waris) atau tidak berhak, melalui rembug desa/kelurahan yang dihadiri kepala desa/kelurahan, RT/RW tempat tinggal RTS yang diganti, tokoh agama, tokoh masyarakat dan Karang Taruna.

11. Melakukan pendampingan pada petugas pos pada saat pembagian kartu BLT dan penyebaran BLT dengan melibatkan tenaga kerja kesejahteraan sosial masyarakat.

12. Mengupayakan penyelesaian yang terjadi (antara lain pada saat penetapan RTS, distribusi kartu dan penyaluran BLT) sesuai dengan jenis dan tingkat kewenangan.

2.4 Kemiskinan

2.4.1 Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan merupakan konsep dan fenomena bermatra multidimensional. Kemiskinan pada umumnya didefenisikan berdasarkan segi ekonomi, khususnya

(22)

pendapatan, berupa uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan non-meterial yang diterima seseorang. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makan dan non makan, yang disebut dengan garis kemiskinan (Poverty Line) atau batas kemiskinan (Poverty Threshold) (BPS dan Depsos 2002, dalam Suharto, 2005).

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai, seperti makanan, pakaian, tempat perlindungan, air minum dan hal-hal yang berhubungan dengan kualitas hidup. Kemiskinan juga berarti tidak ada akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan kehormatan yang layak sebagai warga negara, sekaligus juga memutus akses terhadap pemenuhan hak dasar atas pangan, kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, air bersih, pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup, perlindungan atas tanah, rasa aman, serta kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam program pembangunan. Selain itu pemenuhan hak dasar penduduk dimaksud juga erat kaitannya dengan pengembangan wilayah, yaitu untuk percepatan pembangunan perdesaan, revitalisasi pembangunan perkotaan, pengembangan kawasan pesisir serta percepatan pembangunan daerah tertinggal.

(http://www.menkokesra.co.id/view/163/118/pukul 20.17 tanggal 15 oktober 2009)

Ada tiga tipe orang miskin berdasarkan pada pendapatan yang diperoleh setiap orang dalam setiap tahun, yaitu :

1. Miskin

Orang miskin yang berpenghasilan jika diwujudkan dalam bentuk beras adalah 320 kg/orang/tahun.

(23)

Orang yang dikatakan sangat miskin adalah orang yang berpenghasilan jika diwujudkan dalam beras adalah 240 kg/orang/tahun.

1. Termiskin

Orang miskin yang berpenghasilan jika diwujudkan dalam bentuk beras adalah 180 kg/orang/tahun (Sayogyo, dalam Suharto, 2006: 11).

2.4.2 Dimensi Kemiskinan

Kemiskinan memiliki beberapa cirri, yaitu:

1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang, dan papan).

2. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).

3. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiada inventasi untuk pendidikan dan keluarga).

4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal. 5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber daya

alam.

6. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.

7. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.

8. Ketidak mampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.

9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal, dan terpencil) (Suharto, 2006: 14).

(24)

Menurut David Cox, kemiskinan dapat dibagi ke dalam beberapa dimensi, yaitu:

1. Kemiskinan yang diakibatkan oleh globalisasi

Globalisasi menghasilkan pemenang dan yang kalah. Pemenang adalah negara yang maju, dan negara yang sedang berkembang jadi terpinggirkan oleh persaingan pasar bebas yang merupakan pasar globalisasi.

2. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan

Kemiskinan substansi (kemiskinan akibat rendahnya pembangunan), kemiskinan perdesaan (kemiskinan akibat peminggiran perdesaan dalam proses pembangunan), kemiskinan perkotaan (kemiskinan akibat hakekat dan percepatan pertumbuhan perkotaan).

3. Kemiskinan sosial

Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak dan kelompok minoritas 4. Kemiskinan konsekuensional

Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau faktor-faktor eksternal

Adapun yang menjadi karakteristik penduduk miskin itu adalah :

1. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri 2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh asset produksi

dengan kekuatan sendiri

3. Tingkat pendidikan umumnya rendah

4. Banyak di antara mereka yang tidak mempunyai fasilitas

(25)

6. Makan dus atau sehari sekali tetapi jarang makan telur atau makan daging (makanan yang bergizi)

7. Tidak bisa berobat karena sakit

8. Memiliki banyak anak atau satu rumah dihuni banyak keluarga atau dipimpin kepala keluarga perempuan (Suyanto, 1995:25).

2.4.3 Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan

Adapun yang menjadi penyebab kemiskinan adalah : 1. Kemiskinan karena kolonialisme

Kemiskinan ini terjadi karena penjajahan yang dilakukan oleh suatu bangsa lain, sehingga bangsa yang dijajah menjadi tertindas, baik di bidang ekonomi, politik dan sebagainya.

2. Kemiskinan karena tradisi sosio-kultural

Hal ini berkaitan dengan suku bangsa tertentu yang kental kebudayaannya, seperti suku kubu di Sumatera, suku Dayak di pedalaman Kalimantan.

3. Miskin karena terisolir

Seorang menjadi miskin karena tempat tinggalnya jauh dari keramaian sehingga sulit berkembang.

d. Miskin strutural

Adalah kemiskinan yang ditenggarai karena kondisi struktural atau tatanan kehidupan yang menguntungan. Kemiskinan ini disebabkan juga oleh persaingan yang tidak seimbang antar negara atau daerah yang mempunyai keunggulan komparatif (Suyanto, 1995:23).

(26)

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyebab kemiskinan adalah :

1. Sikap dan pola pikir yang rendah dan malas untuk bekerja 2. Kurang keterampilan

3. Adanya diskriminasi antara orang kaya dengan orang miskin 4. Pendidikan yang rendah

5. Fakto alam/lahan sempit

6. Tidak dapat memanfaatkan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia setempat

7. Populasi penduduk yang tinggi 8. Belenggu adat dan kebiasaan

2.5 Peranan Pekerja Sosial dalam Pelaksanaan Program

Seperti kita ketahui bahwa salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan umum. Disamping itu Pasal 34 UUD 1945 menegaskan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh 48egara. Kedua pernyataan ini merupakan bukti keberadaan Indonesia sebagai 48egara kesejahteraan (welfare state). Dengan demikian memenuhi kebutuhan hidup selain merupakan kewajiban masyarakat juga merupakan haknya, dimana 48egara di dalamnya memiliki kewajiban untuk itu.

Program BLT adalah hak warga 48egara, khususnya RTS. Oleh karena itu, jika negara telah menetapkan BLT sebagai kebijakan, maka wajib diterima oleh warga negara yang berhak. Agar hak tersebut sampai kepada masyaratak sasaran, maka pekerja sosial mestinya menjalankan peran sebagai berikut :

(27)

Dalam menjalankan peranan sebgai pendidik (educator),pekerja publik di harapkan mempunyai keterampilan sebagai pembicara dan pendidik. Pekerja publik harus mampu berbicara di depan publik untuk menyampaikna informasi mengenai beberapa hal tertentu sesuai bidang yang ditanganinya.

2. Broker

Seorang broker berperan dalam menghubungkan individu ataupun kelompok dalam masyarakat yang membutuhkan bantuan ataupun layanan masyarakat (community service), tetapi tidak tahu dimana dan bagaimana mendapatkan bantuan tersebut. Broker dapat dikatakan menjalankan peran sebagai mediator yang menghubungkan pihak yang satu (klien) dengan pihak pemilik sumber daya.

3. Social Planner

Seseorang perencanaan sosial mengumpulkan data mengenai masalah sosial yang terdapat dalam masyarakat tersebut, menganalisanya dan menyajikan data alternatif tindkan yang rasional untuk menangani masalah tersebut setelah itu perencana sosial mengembangkan program, mencoba mencari alternatif sumber pendanaan, dan mengembangkan konsensus dalam kelompok yang mempunyai berbagai minat ataupun kepentingan.

4. Expert

Dalam kaitannya dengan peranan seorang community worker sebgai tenaga ahli (expert), ia lebih banyak memberikan saran dan dukungan informasinya dalam berbagai bidang. Seorang expert harus sadar bahwa usulan dan saran yang ia berikan bukanlah mutlak atau harus mutlak

(28)

dijalankan masyarakat tetapi usulan dan saran tersebut lebih merupakan masukan gagasan untuk bahan pertimbangan masyarakat ataupun organisasi dalam masyarakat tersebut.

5. Aktivis

Seorang aktivis adalah seorang community worker yang melakukan perubahan institusional yang lebih mendasar dan sering kali tujuannya adalah mengalihkan sumber daya ataupun kekuasaan (power) pada kelompok yangn kurang mendapatkan keuntungan (disadvantage group), dari yang kurang menguntungkan kurang berdaya menjadi lebih mampu dan kemudian menjadi kelompok penekan negoisasi (Suharto, 2004: 26)..

2.6 Kerangka Pemikiran

Kenaikan harga bahan bakar minyak mengakibatkan kenaikan harga dari berbagai barang dan jasa, termasuk berbagai kebutuhan pokok. Akibatnya terjadi penurunan daya beli masyarakat, yang sekaligus mengakibatkan penurunan kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kondisi ini mengakibatkan peningkatan jumlah masyarakat miskin.

Salah satu kebijakan sosial yang ditetapkan dan diberlakukan pemerintah adalah Pemberian BLT. Dalam rangka implementasi kebijakan sosial tersebut, Pemerintah telah menetapkan mekanisme pelaksanaan, termasuk di dalamnya syarat-syarat bagi penerima.

Dalam berbagai media sering diberitakan tentang polemik di antara berbagai pihak atas kebijakan Pemberian BLT.. Selain itu, tidak jarang diberitakan tentang

(29)

Sementara polemik atas kebijakan tersebut di antaranya berkenaan dengan efektivitas program Pemberian BLT. dalam meningkatkan sosial ekonomi dan pemecahan masalah kemiskinan. Ada pihak yang berpendapat bahwa kebijakan Pemberian BLT. tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sosial ekonomi dan ada pula pendapat yang sebaliknya sebaliknya.

Selanjutnya kerangka pemikiran dalam penelitian ini disketsakan dalam bentuk bagan alir pikir berikut ini :

Gambar 1 Bagan Alir Pikir

(30)

Kenaikan Harga Barang/ Jasa Daya Beli Masya- rakat Turun Masya- rakat Miskin Bertam- bah Pemberian Bantuan Langsung Tunai

1. Luas lantai bangunan < 8 Meter/orang

2. Jenis lantai bangunan dari kayu kualitas rendah 3. Dinding kayu, tembok tanpa

plester

4. Tidak memiliki fasilitas kukus

5. Tidak menggunakan listrik 6. Sumber air minum non PAM 7. Memasak kayu bakar, arang,

minyak tanah 8. Konsumsi daging 1

kali/minggu

9. Beli baju baru 1 kali 1 / tahun

10.Makan 1-2 kali perhari

11.Tidak mampu membayar biaya berobat di Puskesmas 12.Pendapatan

<Rp.600.000/bulan

12.Pendidikan kepala rumah tangga maksimum SD

13.Tidak memiliki tabungan Check Data

Lapangan Kenaikan

Harga BBM

(31)

2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Oprasional 2.7.1 Defenisi Konsep

Konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi sejumlah karakteristik kejadian, keadaan kelompok atau individu tertentu (Singarimbun, 1987 : 34).

Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan dan mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat menghamburkan tujuan penelitian, maka disusun defenisi konsep sebagai berikut :

1. Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan member nilai secara objektif pencapaian hasil yang direncanakan sebelumnya dimana hasil evaluasi tersebut dimaksudkan menjadi umpan balik untuk perencanaan yang dilakukan di depan. 2. Program adalah suatu cara yang dipisahkan untuk mencapai tujuan. Dengan

adanya program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioprasionalkan.

3. BLT adalah program kompensasi jangka pendek yang dikeluarkan Pemerintah yang tujuann utaman yaitu untuk membantu masyarakat yang tergolong miskin, karena dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak dalam negeri.

2.8.2 Defenisi Oprasional

Defenisi oprasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variable (Singarimbun, 1987 : 46). Dalam hal ini maka harus ditentukan terlebih dahulu variabel penelitian. Penelitian ini mengkaji satu variabel, yaitu pelaksanaan program BLT. Untuk lebih memudahkan penulis

(32)

melakukan penelitian tentang variabel penelitian, maka penulis melakukan penjabaran atau perincian lebih lanjut tentang pelaksanaan program BLT sesuai dengan Buku Pedoman Pelaksanaan Program BLT, yaitu:

rinci., maka yang menjadi indikator sosial ekonomi dalam penelitian ini adalah : 1. Sosialisasi program BLT, dengan ukuran :

a. Pelaksanaan peran pemerintah kelurahan/kecamatan sebagai sumber pertama program BLT.

b. Pemahaman RTS tentang program BLT

2. Penerapan syarat menjadi RTS atau penerima BLT, meliputi : 1. Luas lantai bangunan < 8 Meter/orang

2. Jenis lantai bangunan dari tanah, bamboo, kayu kualitas rendah 3. Dinding kayu, tembok tanpa plester

4. Tidak memiliki fasilitas kakus sendiri

5. Tidak menggu nakan listrik sebagai sumber penerangan 6. Sumber air minum non PAM

7. Memasak dengan menggunakan kayu bakar, arang, minyak tanah 8. Konsumsi daging maksimum 1 kali perminggu

9. Beli baju baru maksimum 1 kali 1 pertahun 10. Makan 1-2 kali perhari

11. Tidak mampu membayar biaya berobat di Puskesmas/klinik 12. Pendapatan < Rp.600.000/bulan

m. Pendidikan kepala rumah tangga maksimum SD

n. Tidak memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,-

(33)

a. Ketepatan waktu

Referensi

Dokumen terkait

Penulis lain seperti Surin Pitsuwan 53 dalam tesisnya melihat kepada sejarah latar belakang konflik, usaha orang Melayu untuk mendapatkan status autonomi, aturan-aturan

Dalam UU Wakaf, pasal 62 yang menjelaskan tentang penyelesaian sengketa mengenai wakaf, disebutkan apabila penyelesian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1

Pada buku pedoman ini dijelaskan cara pengutipan berdasarkan format APA (American Psychological Association). Pada format APA, kutipan langsung ditulis dengan menyebutkan

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

 Mendiskusikan bagaimana cara memperbaiki kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan saat melakukan gerak dasar dalam renang gaya bebas (latihan teknik

[r]

Kualitas udara di seluruh AQMS / Sistem Monitoring Kualitas Udara di Provinsi Riau menunjukkan Kategori Baik (good), sedang (moderate), tidak sehat (unhealthy), sangat tidak

Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia terutama rekan- rekan Jurusan PJKR angkatan 2014 yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada