UUD 1945 di Pasal 1 Ayat (3) dengan jelas menegaskan, Negara Indonesia adalah negara hukum. Ini berarti bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara yang dijalankan oleh siapapun harus tunduk dan patuh dalam aturan-aturan hukum.
Ironisnya, menurut Ketua Komisi Yudisial, Suparman Marzuki, menyatakan bahwa kebanyakan masyarakat tidak percaya terhadap proses penegakan hukum. Ketidakpercayaan ini karena prinsip peradilan yang fair, mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan sampai di lembaga pemasyarakatan, dilanggar. Selain itu, prinsip independensi (Pen. tidak terikat dengan pihak manapun, mandiri, merdeka dari kepentingan tertentu) dan imparsialitas (Pen. tidak
memihak, bersikap jujur atau adil, tidak bersikap diskriminatif -memandang semua pihak setara di depan hukum) juga tidak diperhatikan (Siregar, 2013). Tidak heran jika kemudian banyak yang melakukan aksi main hakim sendiri. Tercatat di tahun 2014, Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) mengungkap, dari 6.807 konflik kekerasan yang terjadi, 3.952 merupakan aksi main hakim sendiri (Mulyartono, 2015).
Apa sebenarnya hukum itu dan bagaimana hukum dapat berkaitan dengan ekonomi akan menjadi permasalahan utama yang diungkap dalam tulisan ini. Tujuan utamanya adalah sebagai pengantar awal dalam memahami dasar-dasar hukum dan ekonomi, termasuk juga keterkaitannya.
PENGERTIAN HUKUM
Untuk dapat memahami pengertian hukum, maka perlu dipahami bahwa hakikat dasar manusia adalah makhluk sosial yang memiliki motif untuk mengadakan hubungan dan hidup bersama dengan orang lain, yang disebut dorongan sosial. Hubungan timbal-balik sebagai suatu tindakan atas dorongan ini kemudian disebut sebagai interaksi sosial yang akan menimbulkan reaksi dari
individu lain (Sunaryo, 2004). Tentu reaksi ini tidak serta merta selalu positif. Terlebih bila dikaitkan dengan perilaku ekonomi, perilaku yang timbul sebagai tanggapan terhadap dorongan kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan terhadap barang atau kebendaan, yang tidak terbatas berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, akan
menimbulkan masalah yang tidak mudah untuk dipecahkan. (Gilarso, 2008)
Masalah-masalah inilah yang kemudian menjadi landasan terbentuknya suatu hukum. Ini tidak bisa dilepaskan dari keyakinan yang mendasari bangunan masyarakat modern itu sendiri yang sangat mengandalkan hukum sebagai pencipta stabilitas dan keadilan bagi masyarakat (Iskandar & Junaidi, 2011).
Kata hukum dalam Bahasa Indonesia diserap dari kata hukm dalam Bahasa Arab. Ini sepadan dengan kata law dalam Bahasa Inggris yang diperkirakan berasal dari kata lagu kemudian menjadi lag dalam Bahasa Inggris Kuno yang berarti “sesuatu yang tetap”. Sedangkan istilah “legal” yang merupakan kata sifatnya diadopsi dari legalis (Latin) yang berasal (turunan) dari lex yang juga berarti “hukum”. Sementara itu, dalam bahasa Jerman digunakan recht sebagai padanan dari istilah hukum. (Iskandar & Junaidi, 2011).
Beberapa ahli mendefinisikan pengertian hukum sebagai berikut :
1. Van Kan
Menurut Van Kan definisi hukum ialah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.
Kemudian Van Kan berpendapat mengenai tujuan hukum adalah untuk ketertiban dan perdamaian. Dengan adanya peraturan hukum orang akan lebih memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan melindungi kepentingannya dengan tertib. Dengan demikian, akan tercapai
kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Utrecht
Menurut Utrecht definisi hukum ialah himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu, pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pemerintah.
3. Wiryono Kusumo
Menurut Wiryono Kusumo definisi hukum ialah keseluruhan peraturan yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib di dalam masyarakat dan terhadap pelanggarnya umumnya dikenakan sanksi.
Kemudian Wiryono Kusumo berpendapat mengenai tujuan hukum adalah untuk mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan ketertiban dalam masyarakat. (Sari & Simangunsong, 2007)
Dari beragam pengertian tersebut, hukum tidaklah muncul dari sebuah kekosongan. Hukum hanya hadir ketika sebelumnya telah muncul kepentingan yang kemudian berfungsi sebagai latar belakangnya. Kenyataan ini sejalan dengan maksud awal dari peran dan hakikat yang restriktif dari hukum itu sendiri, selaku regulasi dalam kehidupan publik. (Iskandar & Junaidi, 2011). Dengan demikian, segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan-kekuatan yang bersifat memaksa, yang dapat mengakibatkan sanksi tegas dan nyata jika melanggar, dapat menjadi sumber hukum.
Sumber hukum dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Sumber hukum materiil, sumber hukum yang dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, misalnya ekonomi, sejarah, sosiologi, dan filsafat. Ini menjadikan segala peristiwa yang terjadi dalam masyarakat dapat menjadi sumber hukum, yang pada akhirnya akan sangat tergantung pada subyektivitas masing-masing.
2. Sumber hukum formal, tertulis dan tidak tertulis. Sumber hukum formal tertulis, bersumber dari:
a. Undang-undang (statue) yang diadakan dan dipelihara oleh Negara Dalam arti materiil, setiap peraturan yang dikeluarkan, dilihat dari isinya, dapat mengikat secara umum. Sedangkan dalam arti formal, keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang karena bentuknya dan dilibabatkan dalam pembuatannya disebut sebagai undang-undang.
b. Kebiasaan (custom), perbuatan yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama kemudian diterima dan diakui oleh masyarakat. Apabila terjadi tindakan atau perbuatan yang berlawanan dengan kebiasaan tersebut, ini bisa dianggap sebagai pelanggaran.
c. Keputusan Hakim (jurisprudensi), keputusan hakim terdahulu yang dijadikan dasar sebagai dasar
keputusan hakim-hakim lain dalam memutuskan perkara yang sama. d. Traktat (treaty) atau perjanjian yang
mengikat warga negara dari negara yang bersangkutan. Traktat juga merupakan perjanjian formal antara dua negara atau lebih.
e. Pendapat Ahli (doktrin) merupakan pendapat para ilmuwan atau ahli terkemuka yang mempunyai pengaruh atau kekuasaan dalam pengambilan keputusan.
3. Sumber hukum formal yang tidak tertulis, misalnya hukum adat merupakan peraturan-peraturan tidak tertulis yang tumbuh berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Ini bersifat tradisional dengan berpangkal pada kehendak nenek moyang.
Sumber-sumber hukum di atas kemudian disusun dan ditata sedemikian rupa untuk mempermudah seseorang ketika ingin menyelesaikan suatu peristiwa hukum yang terjadi di masyarakat. Tata hukum ini kemudian disahkan oleh pemerintah saat itu. Tata hukum yang sah dan berlaku pada waktu tertentu di negara tertentu dinamakan hukum positif (ius constitutum). Tata hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang dinamakan ius constituendum. Ius constituendum dapat menjadi ius constitutum baru yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang senantiasa berkembang. (Hasim, 2007)
SISTEM HUKUM
Suatu sistem akan memilki unsur-unsur yang satu sama lain saling berhubungan ketergantungan dan dalam keutuhan organisasi yang teratur serta terintegrasi. Sistem hukum menurut Friedman, dikutip dari Tohir (2011), mengandung tiga unsur,
yaitu struktur, substansi dan budaya hukum. Ketiga komponen tersebut dalam suatu sistem hukum saling berhubungan dan saling bergantung.
Lebih detail Nursadi (2014) menjelaskan masing-masing unsur sebagai berikut:
1. Unsur struktur akan menjelaskan tentang bagian-bagian sistem hukum yang berfungsi dalam suatu mekanisme kelembagaan, yaitu lembaha-lembaga pembuat undang-undang, pengadilan dan lembaga-lembaga lain yang berwenang sebagai penegak hukum. Di Indonesia, hubungan antar lembaga ini diatur dalam UUD 1945 dan amandemennya.
Selain yang terkait dengan kelembagaan, unsur struktur juga mencakup pembidangan hukum, yaitu pembagian pembidangan dengan hukum publik dan perdata, hukum materiil dan formal, yaitu:
a. Hukum Negara
1) Hukum Tata Negara materiil dan formal.
2) Hukum Administrasi Negara materiil dan formal
b. Hukum Perdata
1) Hukum Perdata materiil, mencakup:
a) Hukum Pribadi
b) Hukum Harta Kekayaan (1) Hukum Benda
Hukum Benda Tetap atau Hukum Agraria Hukum Benda Lepas (2) Hukum Perikatan Hukum Perjanjian Hukum Penyelewengan Perdata Hukum Perikatan lainnya
(3) Hukum Objek Immateriil c) Hukum Keluarga (1) Hukum Kekerabatan (2) Hukum Perkawinan (3) Hukum Hubungan Orang tua/Wali-Anak (4) Hukum Perceraian (5) Hukum Harta Perkawinan d) Hukum Waris 2) Hukum Perdata formal c. Hukum Pidana materiil dan formal d. Hukum Internasional
2. Unsur substansi berisikan hasil nyata yang diterbitkan oleh sistem hukum. Hasil ini dapat berwujud in concerto (kaidah hukum individual) dan in abstraco (kaidah hukum umum). Kaidah hukum individual hanya ditujukan pada pihak-pihak atau individu-individu tertentu saja, misalnya putusan pengadilan atas lama hukuman seseorang, keputusan (bestuur) pemerintah untuk seseorang yang diizinkan mengemudikan kendaraan bermotor untuk diberi Surat Izin Mengemudi, dan sejenisnya. Kaidah hukum umum merupakan kaidah yang bersifat abstrak karena tidak ditujukan pada individu tertentu tetapi pada siapa saja yang dikenai perumusan kaidah umum tersebut. Kaidah umum bisa dibaca pada perumusan berbagai undang-undang yang berlaku.
3. Unsur budaya hukum merupakan sikap-sikap dan nilai-nilai yang dipegang oleh masyarakat. Ini berhubungan erat dengan pola pikir dan suasana batin masyakarat karena merupakan cerminan nilai yang hidup dalam masyarakat.
Dari unsur-unsur di atas, kemudian terwujudlah beberapa sistem hukum yang dikenal luas, yaitu:
1. Sistem Eropa Kontinental
Sistem ini berkembang di negara-negara eropa daratan, dikenal sebagai Civil Law. Prinsip utama yang menjadi dasar sistem ini adalah “hukum memperoleh kekuatan mengikat karena diwujudkan dalam peraturan perundang-undangan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi atau
kompilasi.” Nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah “kepastian hukum”. 2. Sistem Anglo Saxon
Sistem ini dikenal juga dengan sebutan Anglo Amerika, mulai berkembang di Inggris abad XI dan sering disebut sebagai Common Law. Sumber hukum sistem ini ialah “putusan-putusan hakim/pengadilan” (judicial decisions). Selain itu, kebiasaan-kebiasaan dari peraturan perundang-undangan tertulis undang-undang dan peraturan administrasi negara diakui. Sistem ini pun memberikan peran penting kepada hakim untuk berwenang sangat luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang berlaku dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim lain dalam memutuskan perkara sejenis. Satu doktrin yang dianut dalam sistem ini the doctrine of precedent, yaitu seorang hakim harus mendasarkan putusannya pada prinsip hukum yang sudah ada dalam putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya.
3. Sistem Hukum Adat
Hukum adat merupakan hukum tidak tertulis, hukum kebiasaan dengan ciri
khas yang merupakan pedoman kehidupan rakyat dalam menyelenggarakan tata keadilan dan kesejahteraan masyarakat dan bersifat kekeluargaan. Ini merupakan konkritisasi dari pada kesadaran hukum masyarakat dengan struktur sosial dan kebudayaan sederhana.
4. Sistem Hukum Islam
Sistem ini menganggap hukum adalah salah satu pilar utama masyarakat, karena hukum itu diperuntukkan untuk masyarakat. Dengan kata lain, hukum selalu ada dan tumbuh dari dan untuk masyarakat; tidak ada masyarakat tanpa hukum. Sumber hukum ini bersumber dari al Quran, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas. Sistem hukum nasional Indonesia, menurut Mahfud MD, adalah sistem hukum yang berlaku di seluruh Indonesia yang meliputi semua unsur hukum (seperi isi, struktur, budaya, sarana, peraturan, perundang-undangan dan semua sub unsurnya) yang antara yang satu dengan yang lain saling bergantung dan bersumber dari Pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945. (Adhayanto, 2014).
PENGERTIAN EKONOMI
Memahami kata “ekonomi” sebenarnya sama halnya dengan memahami kata “rumah tangga”. Kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani Kuno kata oikonomos, yang berarti “sesuatu yang mengatur rumah tangga”. Suatu rumah tangga akan selalu menghadapi banyak pengambilan keputusan, mulai dari pembagian tugas cuci piring, cuci baju, jemur baju, sampai pengelolaan pendapatan belanja, dan lain-lain. Demikian pula dalam ekonomi, akan menentukan cara untuk memutuskan apa yang harus diselesaikan
dan siapa yang melakukannya. (Mankiw, 2010)
Untuk dapat lebih memahami ekonomi, Gregory N. Mankiw merumuskan 10 (sepuluh) prinsip dasar ekonomi, yaitu: 1. Orang selalu menghadapi pertukaran
(people face trade-offs).
Untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan, seseorang harus merelakan sesuatu yang dimilikinya.
2. Suatu biaya adalah apa yang diberikan untuk mendapatkannya (the cost of something is what you give up to get it). Karena seseorang melakukan pertukaran, pengambilan keputusan diperlukan untuk memperbandingkan antara biaya dan keuntungan terhadap alternatif tindakan lainnya. Misalnya, biaya kuliah bukan hanya uang kuliah (SPP), buku, atau iuran, melainkan juga pendapatan yang hilang.
3. Orang rational berpikir pada selisih (rational people think at the margin). Ahli ekonomi mengasumsikan secara umum orang bertindak rasional. Setiap keputusan yang diambil akan memperbandingkan antara selisih keuntungan atau biaya (marginal benefits and marginal cost).
4. Orang merespon adanya insentif (tambahan) (people respond to incentive).
Pengambilan keputusan akan didasari pada keuntungan dan kerugian. Segalanya akan sangat mempengaruhi keputusan tersebut. Insentif (tambahan) akan memberikan perhatian, baik secara positif maupun negatif.
5. Pertukaran dapat menjadikan setiap orang merasa lebih baik (Trade can make everyone better off)
Pertukaran bukanlah kompetisi olah raga dimana satu pihak menang sementara dilain pihak kalah. Pertukaran seperti halnya satu keluarga akan menukarkankan sesuatu dengan keluarga lainnya. Tidak semua keluarga membangun rumah sendiri, menjahit pakaian sendiri atau menanam makanan sendiri. Spesialisasi produk akan menguntungkan dalam proses pertukaran ini.
6. Pasar biasanya cara terbaik mengorganisir aktivitas ekonomi (markets are usually a good way to organize economuc activity)
Pasar, dalam pengertian ekononomi, adalah suatu perekonomian yang mengalokasikan sumber daya melalui keputusan desentralisasi kepada banyak perusahaan dan rumah tangga agar mereka saling berinteraksi atas barang dan jasa. Harga pasar akan menggambarkan nilai jual produk ke konsumen dan biaya sumber daya yang digunakan untuk memproduksinya. Adam Smith menyebut tangan-tangan tidak terlihat (invisible hand), dimana: although individuals are motivated by self-interest, an invisible hand guides this self-interest into promoting society’s economic well-being
[meskipun individu dimotivasi oleh kepentingan-sendiri, tangan tidak terlihat akan memandu kepentingan-sendiri ini untuk memajukan kesejahteraan ekonomi masyarakat]
7. Pemeritah kadang-kadang dapat meningkatkan hasil pasar (government can sometimes improve market outcome) Ada dua alasan utama pemerintah dapat mengintervensi ekonomi, meningkatkan efisiensi (efficiency) dan pemerataan keadilan (equity). Efisiensi adalah hak masyarakat untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari kelangkaan sumber daya. Keadilan adalah hak mendapatkan kesejahteraan ekonomi yang cukup (fairly) di antara anggota masyarakat. Peran pemerintah sangat penting ketika pasar sedang mengalami kegagalan (market failure).
8. Standar kehidupan sangat tergantung pada kemampuan produksi negara (the standard of living depends on a country’s production)
Perbedaan standar kehidupan terletak pada perbedaan produktivitas, banyaknya barang atau jasa yang diproduksi setiap jam dalam jam kerja. Produktivitas yang tinggi akan berdampak pada standar kehidupan
yang tinggi Untuk meningkatkan standar kehidupan, pembuat kebijakan harus meningkatkan produktivitas dengan memastikan pekerja mendapat pendidikan yang baik, memiliki alat yang dibutuhkan dan memiliki akses teknologi terbaik yang ada.
9. Harga naik ketika pemerintah mencetak uang terlalu banyak (prices rise when the government prints too much money) Ketika pemerintah banyak mencetak uang, maka nilai uang itu akan jatuh. 10. Masyarakat akan menghadapi dampak
jangka pendek dalam pertukaran ketika terjadi inflasi dan pengangguran (society faces a short-run trade off between inflation and unemployment)
Kebanyakan ahli ekonomi percaya dampak jangka pendek kebijakan moneter adalah menurunkan pengangguran dan menaikkan harga. Ketika pemerintah menambah sejumlah uang dalam ekonomi akan menstimulasi pengeluaran dan meningkatkan permintaan barang dan jasa. Ketika permintaan meningkat, perusahaan produsen akan menaikkan harga. Namun di sisi lain, perusahaan akan berusaha meningkatkan kuantitas penawaran dengan menambah jumlah tenaga kerja
yang akan memproduksi barang atau jasa tersebut. Ini berarti kemudian menurunkan tingkat pengangguran. Dampak jangka pendek atas inflasi dan tingkat pengangguran ini merupakan kunci utama dalam melakukan analisis siklus usaha, fluktuasi dalam aktivitas eknonomi. (wikiversity, 2017)
Namun demikian, pembahasan tentang ekonomi, terutama terkait ekonomi mikro, yang menekankan pada rumah tangga dan perusahaan tidak terlalu diutamakan. Kebanyakan ahli ekonomi saat ini lebih menekankan perilaku pasar (market behavior) terhadap keseluruhan perusahaan dan rumah tangga (aggregations of firms and households). Meskipun penting untuk mengenal rumah tangga dan perusahaan sebagai satuan tetapi lebih diutamakan dalam memahami respon menyeluruh atas perubahan parameter ekonomi dasar, seperti tarif pajak, masa tarif, teknologi atau pengawasan persaingan industri. Selain itu, ekonomi saat ini lebih ditekankan pada ekonomi positif (positive economics) dari perilaku pasar dan ekonomi itu sendiri. Sebagai contoh, apa yang terjadi terhadap tenaga kerja ketika pemerintah memutuskan ketentuan upah minimum. (Becker, 2007)
Ilustrasi 1
Perbedaan pola pikir tentang upah antara pemberi kerja dan pekerja
HUKUM DALAM EKONOMI
Literatur hukum sebelumnya tidak mengenal istilah Hukum Ekonomi. Ilmu hukum mengenal istilah hukum ekonomi justru berasal dari kalangan ahli ekonomi. Istilah ini berkembang setelah Ronald Coase (1960) menerbitkan artikel yang berjudul The Problem of Social Cost. Coase berpendapat bahwa, dari perspektif ekonomi, tujuan dari sistem hukum harus mengarah pada pencapaian efisiensi ekonomi. Selanjutnya diikuti Guido Calabresi (1961) dengan menerbitkan artikel berjudul Some Thoughts on Risk Distribution and Law the Torts. Guido Calabresi diakui sebagai Bapak Pendiri Hukum dan Ekonomi yang meletakkan dasar-dasar analisis ekonomi terhadap hukum ganti rugi. Adalah Richard A. Posner (1970) yang kemudian memperkenalkan konsep The Economic Analysis of Law, yang menjadikan hukum ekonomi semakin diminati dan menjadi kajian yang lebih sistematis (Irawan, 2013).
Seperti yang telah diuraikan pada bagian awal bahwa perilaku ekonomi manusia secara individu yang akan terus berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, akan saling berinteraksi sosial dengan manusia lainnya. Ini tentu menimbulkan masalah yang tidak mudah dipecahkan. Keberadaan hukum ekonomi menjadi faktor penting karena aturan hukum
akan menjadi aturan perilaku agar tidak menyimpang. Ini menunjukkan bahwa hukum dan ekonomi tidak dapat dipisahkan satu sama lain, sebagaimana Adam Smitm menyatakan, the end of justice is the secure from injury [tujuan keadilan adalah untuk melindungi dari kerugian]. (Harjono, 2011) Rochmat Soemitro, sebagaimana dikutip dari Sari & Simangunsong (2007), mendefinisikan bahwa hukum ekonomi ialah sebagian dari keseluruhan norma yang dibuat oleh pemerintah atau penguasa sebagai satu personifikasi dari masyarakat yang mengatur kehidupan kepentingan ekonomi masyarakat yang berhadapan. Norma adalah aturan, ketentuan, tatanan atau kaidah yang dipakai sebagai panduan, pengendali tingkah laku (pemerintah dan masyarakat) atau sebagai tolak ukur untuk menilai atau memperbandingkan sesuatu. (Hariningsih, 2011)
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa pembahasan hukum ekonomi tidaklah terbatas pada Hukum Administrasi Negara saja tetapi juga mengatur hal-hal yang termasuk substansi Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Dagang, Hukum Perdata Internasional, bahkan juga Hukum Acara Perdata dan Pidana (Hartono, 2003).
DAFTAR BACAAN
Adhayanto, Oksep. Perkembangan Sistem Hukum Nasional. Jurnal Ilmu Hukum Volume 4 No. 2 Februari-Juli 2014 hal. 207-228
Becker, Gary Stanley (2007). Economics Theory. New Jersey: Transaction Publisher. ISBN 978-0-202-30980-4
Gilarso, T. (2008). Pengantar Ilmu Ekonomi Makro. Cetakan ke-5. Yogyakarta: Penerbit Kanisius ISBN 979-21-0398-8
Hariningsih, Sri (2011). Perumusan Norma dalam Peraturan Perundang-undangan. <http://ditjenpp. kemenkumham.go.id/files/doc/1944_Perumus%20Norma%20dalam%20Peraturan%20Perunda ng-undangan.pdf> diakses 21 Februari 2017, 22.36 WITA
Harjono, Dhaniswara K. Konsep Pembangunan Hukum dan Perannya Terhadap Sistem Ekonomi Pasar. Jurnal Hukum No. 4 Vol. 18 Oktober 2011 hal. 564-584
Hartono, Sunaryati (2003). Upaya Menyusun Hukum Ekonomi Indonesia Pasca Tahun 2003. Makalah Seminar Pembangunan Nasional VIII, Denpasar 14-18 Juli 2003. <http://www.lfip.org/english/ pdf/bali-seminar/Upaya%20menyusun%20hukum%20ekonomi%20Indonesia%20-%20 sunaryati%20hartono.pdf> diakses 21 Februari 2017, 22.46 WITA
Irawan, Candra (2013). Dasar-dasar Pemikirian Hukum Ekonomi Indonesia. Cetakan 1. Bandung: Penerbit Mandar Maju ISBN 978-979-538-420-5
Iskandar, Pranoto dan Junaidi, Iskandar (2011). Memahami Hukum di Indonesia, Sebuah Korelasi antara Politik, Filsafat dan Globalisasi. Cianjur: IMR Press. ISBN 978-602-96480-2-7
Mankiw, N. Gregory. (2010). Principles of Economics. Edisi Keenam. South-Western, Cangage Learning ISBN 978-0-538-45305-9
Mulyartono, Siswo. Main Hakim Sendiri. https://www.tempo.co. 3 Maret 2015, 03.45 WIB. <https://www.tempo.co/read/kolom/2015/03/03/1975/main-hakim-sendiri> diakses 18 Februari 2017, 16.22 WITA
Nursadi, Harsanto (2014). Sistem Hukum Indonesia. Edisi 1. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka ISBN 979-0112-432
Purba, Hasim (2007). Pengantar Ilmu Hukum Indonesia. Universitas Sumatera Utara Fakultas Hukum Sari, Elsi Kartika dan Simangunsong, Advendi (2007). Hukum dalam Ekonomi. Jakarta: Penerbit
Grasindo ISBN 978-979-759-796-2
Siregar, Zulhidayat. Indonesia Negara Hukum, tapi masyarakat tidak percaya proses penegakan hukum. http://www.rmol.co. 23 November 2013, 22.50 WIB. <http://www.rmol.co/read/2013/ 11/23/134332/Indonesia-Negara-Hukum,-Tapi-Masyarakat-Tidak-Percaya-Proses-Penegakan-Hukum-> diakses 18 Februari 2017, 15.30 WITA
Sunaryo (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC ISBN 979-448-662-0
Tohir, Toto. Rekonstruksi Budaya Hukum Nasional yang Berbasis Nilai-nilai Budaya Hukum Bangsa Indonesia. Jurnal Syiar Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung Volume XIII No. 1 Maret 2011 hal. 104-115
wikiversity.org. 10 Principles of Economics. https://wikiversity.org. <https://en.wikiversity.org/ wiki/10_Principles_of_Economics> diakses 21 Februari 2017, 21.37 WITA