• Tidak ada hasil yang ditemukan

R1. PENGENDALIAN PENCEMARAN, EKOTOKSIKOLOGI DAN KESEHATAN LINGKUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "R1. PENGENDALIAN PENCEMARAN, EKOTOKSIKOLOGI DAN KESEHATAN LINGKUNGAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana” Pekanbaru, 28 Mei 2016

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii LAPORAN KETUA PANITIA ... viii R1. PENGENDALIAN PENCEMARAN, EKOTOKSIKOLOGI DAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PENGARUH ABU VULKANIK GUNUNG SINABUNG SEBAGAI BAHAN PENGGANTI FILLER AC-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL (Ari Pratama, Sugeng Wiyono dan Harmiyati) ... 1 PENGGUNAAN LEMPUNG BENTONIT SEBAGAI KATALIS HETEROGEN YANG RAMAH LINGKUNGAN DIBANDINGKAN KATALIS HOMOGEN

UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI MINYAK SAWIT BEKAS

PENGGORENGAN (Prasetya, Yuhelson, M. Ridha Fauzi dan Puri Triasih) ... 11

UPAYA MINIMALISASI DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN DARI LIMBAH PADAT PENGOLAHAN FILLET IKAN PATIN DI DESA KOTO MESJID KABUPATEN KAMPAR (Syahrul dan Dewita) ... 17 ANALISA ANGKUTAN SEDIMEN PADA SUNGAI KAMPAR KIRI DI DAERAH TARATAK BULUH (Virgo Trisep Haris, Muthia Anggraini, dan Widya Apriani) ... 26 KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI DAN PENGENDALIANNYA DI DAERAH ALIRAN SUNGAI SIAK BAGIAN HULU (Mitri Irianti, Besri Nasrul dan Brilliant Asmit) ... 31 PEMANFAATAN LIMBAH KULIT BUAH MELINJO (GNETUM GNEMON L ) SEBAGAI ADSORBEN LOGAM BERAT PB (TIMBAL) (Dewi Yudiana Shinta) ... 37 SUMBER POLUSI TITIK DAN SEBARAN (POINT ADN NONPOINT SOURCE

POLLUTION) TERHADAP PENCEMARAN AIR BAWAH PERMUKAAN (Syahril) ... 43 POTENSI ENERGI TEORITIS DAN TEKNIS DARI LIMBAH BIOMASSA DI PEKANBARU (Yelmira Zalfiatri dan Kunaifi) ... 50 PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENGGUNAKAN TEKNOLOGI MEMBRAN : PENGARUH MEMBRAN SELULOSA ASETAT TERHADAP KUALITAS AIR OLAHAN SUNGAI SIAK (Jhon Armedi Pinem, Syaiful Bahri, Edy Saputra dan Sofia Anita) ... 61 EKSTRAKSI DAN FRAKSINASI LIMBAH PENGOLAHAN IKAN JAMBAL SIAM (PANGASIUS HYPOPHTALMUS) (Mirna Ilza) ... 68 MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH CAIR MINYAK BUMI DI DUMAI (Asmiwati, Aras Mulyadi, Adel Zamri dan Mubarak) ... 76

(3)

iii Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana” Pekanbaru, 28 Mei 2016

PEMANFAATAN LIMBAH AMPAS SAGU SEBAGAI DODOL (Masykur HZ., R. Marwita Sari Putri dan Roberta Zulfhi Surya) ... 82 PENGENDALIAN JAMUR BIRU (BLUE STAIN) BATANG KELAPA SAWIT LIMBAH REPLANTING MENGGUNAKAN BAHAN PENGAWET BIOCIDE (Fakhri, Elianora dan Eko Riyawan) ... 90 ANALISIS PENCEMARAN PERAIRAN SELAT AIR HITAM KEPULAUAN MERANTI, RIAU (Yusni Ikhwan Siregar) ... 97 STUDI KUALITAS AIR PADA WILAYAH PERTANIAN KOTA DI

KECAMATAN MARPOYAN DAMAI KOTA PEKANBARU (Agussalim

Simanjuntak, Tengku Nurhidayah dan Nofrizal) ... 105 PAVING BLOK GEOPOLIMER DARI FLY ASH LIMBAH PABRIK (Aman, Amir Awaluddin, Adrianto Ahmad dan Monita Olivia) ... 113 DAMPAK AKTIVITAS PENAMBANGAN EMAS TANPA IZIN (PETI) TERHADAP PENCEMARAN AIR SUNGAI, SOSIAL EKONOMI, DAN SOLUSINYA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI (Nopriadi) ... 119

HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR LINGKUNGAN DENGAN

KEJADIAN DIARE PADA BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REJOSARI KOTA PEKANBARU (Oktavia Dewi dan Puteri Hidayati) ... 145

ANALISIS PROTEKSI RISIKO KEBAKARAN PADA PROSES

PEMBONGKARAN AVTUR DI PT. X PEKANBARU (Endang Purnawati Rahayu dan Masribut) ... 152 PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI DAMPAK TAMBANG GALIAN C DI KELURAHAN PASIR SIALANG KECAMATAN BANGKINANG (Budi Azwar) ... 158 KOMPARASI PENGGUNAAN BIOFILTER MEDIA PLASTIK BEKAS DAN SAND-FITO FILTER DAN GABUNGANNYA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS AIR LIMBAH PABRIK KARET (M. Hasbi dan Budijono) ... 164 R2. MANAJEMEN LINGKUNGAN,VALUASI EKONOMI, MITIGASI, DAN KEARIFAN LOKAL

PROGRAMS OF COMMUNITY EMPOWERMENT, VILLAGE GOVERNMENT AND ECOLOGICAL FOOTPRINT IN INDONESIAN (Muhammad Abduh, Dedik Budianta, Arinafril dan Lili Erina)... 172 POTENSI MITIGASI PADA SISTEM PENGGUNAAN LAHAN MASYARAKAT BERBASIS AGROFORESTRI DI PULAU NUMFOR, PAPUA (Aditya Rahmadaniarti) ... 181 PELATIHAN PENGEMBANGAN PERANGKAT PRAKTIKUM IPA BERBASIS ALAM SEKITAR UNTUK GURU-GURU SD SE- KECAMATAN PINGGIR KABUPATEN BENGKALIS RIAU (Zulhelmi, Betty Holiwarni dan Arnentis) ... 188 AMDAL SEBAGAI ALAT PENGENDALI PERUBAHAN PEMBANGUNAN (Mulyadi) ... 195

(4)

iv Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana” Pekanbaru, 28 Mei 2016

ECOCULTURE DALAM PELESTARIAN LINGKUNGAN (Husni Thamrin) ... 203 MONITORING LONGSOR DAN MITIGASI BENCANA MENGGUNAKAN

SENSOR OPTIK BERSTRUKTUR

SINGLEMODE-MULTIMODE-SINGLEMODE (Agus Rino, Helendra dan Farida) ... 219 ANALISIS TINGKAT KEPARAHAN KEKERINGAN DAN UPAYA MITIGASI BENCANA HIDROLOGIS DI SUB DAS KRUENG JREUE ACEH BESAR (Helmi, Hairul Basri, Sufardi dan Helmi) ... 226 INVENTARISIR PROGRAM CORPORATE SOSIAL RESPONSIBILITY (CSR) BIDANG PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR (Kasmaruddin, Said Ali, dan Roberta Zulfhi Surya) ... 234 VALUASI EKONOMI KAYU MANGROVE PADA EKOSISTEM MANGROVE

SUNGAI LIUNG KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS

PROVINSI RIAU (Miswadi dan Zulkarnaini) ... 240 REBOISASI TERPADU TINDAKAN URGEN PEMULIHAN LAHAN KRITIS AKIBAT KEBAKARAN HUTAN (Zainuri) ... 248 TEKNIK-TEKNIK MITIGASI KONFLIK GAJAH MANUSIA DI PROVINSI RIAU (Defri Yoza) ... 255 INDIGENOUS KNOWLEDGE RIMBO KEPUNGAN SIALANG PADA MASYARAKAT PETALANGAN DALAM PELESTARIAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO PELALAWAN (Muhammad Syafi.i, dan Yennita) ... 262 KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE SECARA BERKELANJUTAN (Farid Aulia) ... 275 KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DALAM MENGELOLA HUTAN DI NAGARI KOTO MALINTANG KECAMATAN TANJUNG RAYA KABUPATEN AGAM (Refniza Yanti) ... 281 MODEL PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN SUKU LAUT PASCA REHABILITASI RUMAH TIDAK LAYAK HUNI BERBASIS KEARIFAN LOKAL (Rusli) ... 288 KEARIFAN LOKAL ADAT MINANGKABAU DALAM MELESTARIKAN

HUTAN TROPIS BASAH DI KECAMATAN HARAU, KABUPATEN

LIMAPULUH KOTA, PROVINSI SUMATERA BARAT (Pasca Zenitho Nuari) ... 296 POLA MANAJEMEN SAMPAH DI KOTA PEKANBARU (Ernawati) ... 306 PERUBAHAN SOSIAL DI KAWASAN RIMBO LARANGAN : KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT SENTAJO MEMELIHARA HUTAN (Dhina Yuliana) ... 313 MODEL PEMBERDAYAAN REMAJABERBASIS GENERASI BERENCANA (GENRE)DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA BONO KABUPATEN PELALAWAN (Achmad Hidir, Nur Laila Meilani dan Susi Hendriani) ... 316

(5)

ISBN 978-979-792-675-5

Prosiding Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana” Pekanbaru, 28 Mei 2016

248

REBOISASI TERPADU TINDAKAN URGEN PEMULIHAN LAHAN KRITIS AKIBAT KEBAKARAN HUTAN

Zainuri

Mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Lingkungan, Universitas Riau Jl. Patimura No. 9, Gobah Pekanbaru 28131

E-mail :zainuri20@yahoo.co.id Hp/Faks : 08126883734

ABSTRAK

Hutan sebagai paru-paru dunia yang ada di Indonesia terindikasi menuju kepunahan. Bencana asap berulang setiap tahun bahkan semakin kritis. Kerusakan hutan akibat kebakaran tahun 2015 di Provinsi Riau seluas 2.643 hektar atau hampir 29,65 % dari luas Provinsi ini. Kerusakan yang terjadi terhadap hutan di Provinsi Riau sangat parah, perlu penanganan segera dan dilakukan secara konsisten yaitu reboisasi terpadu. Reboisasi bukan hanya sekedar menanam pohon saja namun meliputi pemulihan dan persiapan tanah, pemilihan tanaman, membuat petak/blok pembatas, penanaman serentak melibatkan seluruh komponen masyarakat, merawat tanaman muda secara intensif, pengawasan, serta pembenahan peraturan/perundangan/hukum konservasi lahan dan pelestarian hutan. Keterlibatan semua pihak yang terdiri dari pemerintah, institusi, perusahaan dan masyarakat sangat diperlukan.Keberhasilan program tersebut baru akan dirasakan bila semuanya dapat bekerjasama dengan baik dan dilakukan secara konsisten.

Kata kunci : pemulihan tanah, reboisasi.

ABSTRACT

Forests as the lungs of the world in Indonesia indicated towards extinction. Smoke-recurring disasters every year even more critical.Forest damage caused by fires in 2015 in the province of Riau area of 2,643 hectares or nearly 29.65% of the area of this province. Damage to the forest in Riau Province was very severe, and the need for immediate treatment done consistently is integrated reforestation. Reforestation is not just planting trees alone, but include the restoration and soil preparation, plant selection, make a plot / block barrier, planting simultaneously involving the entire community, caring for young plants intensively, supervision, and revamping the rules / regulations / laws of conservation land and forest conservation , The involvement of all the parties comprising the government, institutions, companies and the community is needed. The success of the program will only be felt when all can cooperate well and do it consistently.

Keywords: soil remediation, reforestation.

PENDAHULUAN

Hutan disebut sebagai paru-paru dunia sebab selalu memproduksi oksigen (O2) untuk kebutuhan bernafas bagi makhluk hidup. Indonesia memiliki areal hutan yang sangat luas dan sebagaian besar digolongkan pada hutan tropis yang tumbuh di daerah gambut dengan luas secara keseluruhan 32.656.106 hektar dengan rincian 7.045.753 hektar merupakan hutan di lahan gambut yang dilindungi dan 25.613.352 hektar yang terbiar tidak dilindungi sesuai KNLH dalam Hilman (2010).Luas hutan dilahan gambut tersebut menempatkan Indonesia pada urutan keempat dunia setelah Kanada (170.000.000 hektar), Rusia (150.000.000 hektar) dan Amerika Serikat (40.000.000 hektar) sesuai pernyataan Noor, M. (2010).

(6)

ISBN 978-979-792-675-5

Prosiding Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana” Pekanbaru, 28 Mei 2016

249

Perubahan iklim dunia menyebabkan hutan dan lahan gambut rentan terbakar.Gejala El Nino yang ditandai kemarau panjang dan suhu udara yang tinggi merupakan bahaya yang mengintai terhadap eksistensi hutan sebab berpotensi menyebabkan terjadinya bencana kebakaran hutan.Kebakaran hutan terus berulang setiap tahun begitu memasuki musim kemarau.Kebakaran hutan yang terjadi berulang di Indonesia dimulai sejak tahun 1980.Kebakaran paling luas terjadi pada tahun 2014 dengan luas hutan yang terbakar 6.310,01 hektar (http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/luas_kebakaran).

Dampak terburuk dari kebakaran hutan adalah asap yang mengancam kesehatan dan kelangsungan hidup dari semua jenis makhluk hidup. Sumatera dan Kalimantan merupakan daerah yang terparah dari paparan asap dengan intensitas sangat membahayakan dan waktu yang cukup lama yaitu 3 sampai 6 bulan pada tahun 2015. Khusus Provinsi Riau, luas hutan terbakar 2.643 hektar hampir 29,65 % dari luas provinsi ini.

Setelah kebakaran hutan akhirnya berhenti dengan usaha dari berbagai komponen masyarakat dan yang terpenting alam yang benar-benar menghentikan kebakaran dengan menurunkan hujan.Selanjutnya yang tersisa adalah lahan-lahan kritis dengan kerusakan yang parah.Langkah yang sangat penting harus segera dilakukan adalah reboisasi.Yang menjadi masalah, bagaimana reboisasi dapat dikatakan berhasil sementara tahun berikutnya kejadian kebakaran hutan kembali berulang bahkan pada lahan yang telah direboisasi sebelumnya.

METODE PENELITIAN

Data-data dikumpulkan dari berbagai sumber berupa berita dan berkas-berkas yang merupakan data sekunder. Data-data yang dikumpulkan tersebut adalah :

1) Berita-berita tentang kebakaran hutan di Indonesia. 2) Berita tentang pelaksanaan reboisasi.

3) Data kebakaran hutan dari badan penanggulangan bencana. 4) Data luasan hutan dari Dinas Kehutanan/BPS.

5) Referensi yang berhubungan dengan lahan gambut, hutan, kebakaran hutan dan reboisasi. Metode yang digunakan adalah metode deskripsi dengan memaparkan data dan fakta yang terjadi dengan didukung studi literatur terhadap permasalahan yang ditemukan.Data literatur yang dikumpulkan disesuaikan dengan kondisi lapangan yang diamati dengan melakukan survei.

Lokasi penelitian adalah lahan hutan yang telah terbakar di Provinsi Riau dan beberapa lokasi yang telah direboisasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebagian besar hutan di Provinsi Riau berada di lahan gambut, termasuk hutan bakau atau mangrove yang merupakan hutan rawa gambut. Gambut tersusun dari unsur karbon (C) yang bila terbakar akan melepaskan emisi GRK keudara. Dalam jumlah besar emisi GRK sangat membahayakan kesehatan.GRK menyumbang CH4 dan CO2 keudara.Kedua gas ini mengancam pernafasan.Kebakaran hutan yang terjadi setiap tahun sangat menganggu kehidupan dari makhluk hidup yang berada disekitarnya.Flora dan fauna yang habis terbakar sangat merugikan manusia.Akhirnya hanya meninggalkan lahan-lahan kritis.Dampak kebakaran hutan langsung dirasakan saat terjadi dengan terganggunya aktivitas dan kesehatan masyarakat.Upaya-upaya penanggulangan telah dilakukan namun hal tersebut tidak cukup membuat peristiwa kebakaran hutan berhenti.Pada musim kemarau tahun berikutnya kebakaran kembali terjadi.

(7)

ISBN 978-979-792-675-5

Prosiding Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana” Pekanbaru, 28 Mei 2016

250

Reboisasi yang telah dilakukan tidak mampu mengurangi perluasan lahan kritis.Setiap tahun kebakaran hutan cenderung semakin luas dan lahan yang telah ditanami kembalipun ikut terbakar.Melihat kenyataan ini maka metode reboisasi yang digunakan harus ditinjau kembali.

Reboisasi bukan sekedar penanam kembali pohon-pohon pada lahan yang gundul.Reboisasi yang diharapkan meliputi strategi untuk keberhasilan program tersebut. Dengan strategi dan langkah-langkah yang tepat maka reboisasi terpadu akan memperlihatkan keberhasilan. Strategi dan langkah yang diambil dalam reboisasi terpadu dibahas pada bagian berikut ini.

Pemulihan dan persiapan tanah

Hutan yang terbakar menyisakan abu hasil pembakaran dan terkadang ada beberapa pohon yang selamat dari kebakaran.Apabila hutan yang terbakar hanya pada bagian atas yang membakar tumbuh-tumbuhan saja, areal tersebut dapat segera ditanami setelah sisa bakaran disingkirkan dari lubang-lubang yang diperuntukan bagi tanaman. Perlakuan akan sangat berbeda bila yang terbakar hingga lapisan tanah yang terdiri dari lapisan gambut.

Ketebalan lapisan gambut yang terbakar menentukan jumlah abu yang tersisa di lapisan atas tanah.Apabila lapisan gambut terbakar secara keseluruhan maka lapisan abu yang terbentuk semakin tebal.Abu yang seperti itu bukan media tanam yang baik sebab minim unsur hara dan daya menahan tanaman yang sangat rendah.

Lahan dengan ketebalan abu cukup tebal membutuhkan upaya pemulihan dengan penanganan khusus.Hal yang paling mungkin dilakukan adalah mencampur abu dengan tanah.Seberapa besar kontribusi pencampuran tanah dan abu tersebut terhadap pemulihan lahan masih harus diteliti lebih lanjut.Setelah pemulihan dan persiapan tanah lahan siap untuk ditanami kembali.

Pemilihan tanaman

Semua tumbuhan besar berupa pohon-pohon dapat ditanam pada areal yang telah dipersiapkan.Namun ternyata tidak semua pohon aman untuk ditanam.Beberapa pohon malah dapat menjadi pemicu kebakaran.Pohon-pohon tersebut merupakan bahan bakar dengan daya bakar yang tinggi, contohnya jenis pinus, eukaliptus, akasia dan sengon.Hal tersebut pernah terjadi di Riam Kanan, Kalimantan Selatan dimana reboisasi yang dilakukan dapat dikatakan tidak berhasil.Dari 13.000.000 hektar areal reboisasi yang dilakukan dari tahun 1984 sampai tahun 1992, terbakar 7.000 hektar pada tahu 1993 (berita Kompas 30 Nov 1993 dalam Sagala, 1994).Dari kejadian masa lalu tersebut diketahui bahwa kesalahan bukan terletak pada petugas lapangan atau penduduk setempat, melainkan kesalahan pada pemilihan jenis tumbuhan yang ditanam.Meskipun kejadian tersebut telah lama,jangan pernah dilupakan agar kesalahan serupa tidak terulang kembali pada masa kini.

Pemilihan tanaman disesuaikan dengan kondisi tanah dan jenis tanaman untuk tegakan (pohon tinggi).Pohon tegakan dari jenis yang tidak mudah terbakar dan setelah tinggi tertentu tudung daun/canopy atas tidak rapat sehingga memungkinkan tumbuh-tumbuhan lain hidup dibawahnya.Salah satu tanaman yang dapat dipertimbangkan untuk tegakan adalah petai yang berpohon besar namun setelah tinggi daunnya tidak banyak/jarang sehingga tidak menghalangi sinar matahari sampai ke tanah.

(8)

ISBN 978-979-792-675-5

Prosiding Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana” Pekanbaru, 28 Mei 2016

251

Membuat petak/blok pembatas

Areal reboisasi yang sangat luas akan susah digarap dan diawasi. Agar pelaksanaan reboisasi lebih terarah dibuat petak-petak atau blok-blok dengan luasan tertentu.Setiap petak/blok dipisahkan oleh alur berupa parit-parit yang cukup lebar dalam hal ini disebut canal block.

Pada hutan yang terbakar lebih besar 80%, canal block dibuat menggunakan alat berat, dalam hal ini negara harus berperan aktif. Pendanaan untuk penggalian canal block yang melingkari blok-blok reboisasi diambil dari uang negara yang dengan jelas dipergunakan untuk kelangsungan hidup masyarakat dan makhluk hidup lainnya di tanah air ini.

Canal block sebagai pemisah blok-blok reboisasi berguna sebagai pembatas. Bila terjadi kebakaran pada satu blok sekurang-kurangnya canal block dapat mengisolasi daerah yang terbakar sehingga tidak mudah menjalar ke blok lainnya.Bila tidak air yang mengisi canal block maka disepanjang canal block tersebut dapat ditanami tanaman perdu yang tidak mudah terbakar seperti gamelina. Pada kejadian kebakaran hutan api dapat dihadang pada canal block yang telah dibuat dengan menggunakan alat sederhana berupa kepiok panjang ataupun dengan mengalirkan air pada canal block tersebut.Keperluan air ini dapat dipenuhi dengan membuat sumur-sumur bor pada tempat-tempat tertentu.

Penanaman serentak melibatkan seluruh komponen masyarakat

Penanaman kembali dilakukan begitu mulai masuk musim penghujan, setelah petak-petak/blok-blok penanaman dibuat.Pemerintah daerah dapat mengintruksikan dinas-dinas yang ada di bawahnya(bukan hanya Dinas Kehutanan) untuk melakukan reboisasi dengan menentukan petak-petak bagian masing-masing yang telah dibuat sebelumnya.Dinas-dinas diberi tanggungjawab pada blok masing-masing, selanjutnya dapat menghubungi aparat negara terdekat dengan areal yang akan ditanami. Tujuannya adalah untuk mengajak masyarakat berperan serta dalam kegiatan reboisasi.

Selain mengistruksikan dinas-dinas untuk menetapkan, melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan reboisasi, Pemerintah Daerah harus memastikan ketersediaan bibit yang cukup.Bila ketersediaan bibit di daerah tidak mencukupi maka harus didatangkan dari luar daerah dan dananya berasal dari pemerintah.Pemerintah harus mengalokasikan dana untuk kegiatan reboisasi terpadu ini.

Utusan dinas, aparatur negara dan masyarakat saling berkoordinasi dalam pelaksanaan reboisasi yang dimaksud. Setelah menetukan waktu, pelaksanaan reboisasi dilakukan serentak pada petak-petak yang telah disiapkan.Penanaman secara serentak dimaksudkan agar menumbuhkan semangat masyarakat untuk melestarikan lingkungan.Masyarakat yang tidak mau terlibat karena ketidakpedulian dapat melihat kegiatan tersebut sehingga termotivasi untuk ikut peduli pada lingkungannya setelah melihat upaya saudara-saudaranya dalam melestarikan hutan demi kepentingan bersama. Dengan penanaman serentak juga akan terlihat hasil yang dikerjakan sebab wilayah yang ditanami akan lebih luas.

Merawat tanaman muda secara intensif

Setelah penanaman, hal yang terpenting adalah menjaga agar pohon yang ditanam dapat tumbuh membesar dengan subur.Untuk menjamin kelangsungan hidup pohon-pohon yang ditanam diperlukan perawatan.Adalah langkah yang tidak bijak bila setelah penanaman, lalu tanaman tersebut dibiarkan tumbuh dengan sendirinya tanpa ada penanganan lebih lanjut untuk memastikan bahwa tanaman tersebut dapat tumbuh dan membesar separti yang

(9)

ISBN 978-979-792-675-5

Prosiding Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana” Pekanbaru, 28 Mei 2016

252

diharapkan.Tumbuhan yang baru ditanam sangat rentan dengan kondisi alam dan gangguan lingkungan sehingga membutuhkan penjagaan dari hal-hal yang dapat menyebabkan tanaman tersebut rusak dan mati.Bila dalam perawatan ada tanaman yang mati, harus segera diganti dengan tanaman baru dan mengelakkan hal-hal yang menyebabkan tanaman sebelumnya mati.

Pertanyaannya; siapa yang akan merawat tanaman tersebut? Kelompok pertama yang bertanggung tanggung jawab atas tanaman dari kegiatan reboisasi adalah masyarakat yang berdomisili di sekitar lahan yang telah ditanami kembali dengan bibit pohon-pohon.Masyarakat dibagi dalam kelompok-kelompok yang dikoordinir oleh kepala pemerintahan terendah di wilayah tersebut, misalnya kepala desa.Kepala desa dapat membuat kelompok-kelompok yang ditunjuk untuk bertanggung jawab merawat tanaman tersebut.Sekurang-kurangnya perawatan dilakukan dalam enam bulan dengan perkiraan tanaman sudah cukup kuat menghadapi perubahan cuaca dan kondisi tanah/lingkungan. Perawatan yang dilakukan meliputi :

1) Mengawasi tanaman dari hewan perusak seperti kambing yang sering memakan pucuk tanaman muda atau babi yang suka merusak umbi atau akar tanaman.

2) Melakukan penyiraman jika hujan tidak turun dalam beberapa hari dan tanah terlihat kering.

3) Mengendalikan pertumbuhan ilalang.

Ilalang bukan tumbuhan tumpangan yang baik bagi hutan. Ilalang dapat tumbuh di lahan yang miskin unsur hara sekali pun dan jika sudah tumbuh berkelompok akan sukar dibasmi. Ilalang dengan daun yang tipis dan kering sangat mudah terbakar. Dalam hal ini, ilalang dapat dikatakan sebagai bahan bakar bagi hutan yang menjalarkan api dengan cepat apalagi jika dalam keadaan kering di musim kemarau. Karena sifat lalang yang sangat mudah terbakar maka pertumbuhannya harus segera dicegah di areal reboisasi. Pembasmian ilalang dapat dilakukan dengan cara pencabutan (menyiangi) bila baru tumbuh sedikit dan bila telah tumbuh menjadi padang-padang ilalang dapat dilakukan penyemprotan dengan racun pembasmi.

Pihak-pihak yang ditunjuk untuk bertanggung jawab merawat tanaman seperti Kepala Desa atau ketua-ketua kelompok masyarakat secara rutin (misalnya sekali seminggu) meninjau areal reboisasi dan membuat laporan yang dilaporkan pada dinas yang bertanggung jawab langsung terhadap eksisitensi hutan di Indonesia yaitu Dinas Kehutanan.Berkas laporan dapat disampaikan kepada kecamatan untuk diteruskan pada Dinas Kehutanan.Dinas Kehutanan tidak cukup hanya menerima laporan saja, tapi juga harus meninjau area reboisasi langsung sekurang-kurangnya sekali sebulan.

Pengawasan

Pengawasan adalah tindakan yang diperlukan untuk menjamin keberhasilan suatu usaha.Pengawasan yang kontinyu harus dilakukan hingga hutan kembali terbentuk dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian hutan ikut tumbuh dan terus berkembang seperti hutan yang dilindungi tersebut.

Fungsi pengawasan dilakukan secara berlapis.Pada lapisan pertama adalah masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.Mereka harus mengubah pola hidup yang dapat merusak hutan seperti peladangan berpindah, membuka lahan dengan membakar, dan membakar sampah. Pengawasan pertama dilakukan terhadap diri sendiri, keluarga dan selanjutnya orang-orang yang hidup dalam lingkungan yang sama. Untuk mengaktifkan kepedulian dalam mengawasi

(10)

ISBN 978-979-792-675-5

Prosiding Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana” Pekanbaru, 28 Mei 2016

253

hutan masyarakat harus diberikan penyuluhan dan aparat negara tidak boleh bosan mengingatkan selalu.

Lapisan kedua dilakukan oleh aparat atau pemerintah daerah mulai dari tingkat terkecil seperti Kepala Desa/Ketua RW.Jika ditemukan ada warga yang membakar untuk membersihkan lahan maka perangkat desa harus segera menindak-lanjuti dengan menghentikan pembakaran segera dan memanggil pelaku untuk konfirmasi dan dinasehati. Jika kejadian berulang pada orang yang sama maka pelaku dikenakan sejumlah denda. Bila terjadi lagi dan pembakaran menimbulkan kerugian sudah tentu pelaku diberi tindakan hukum.

Lapisan ketiga adalah Dinas Kehutanan yang bertanggung jawab penuh atas kelestarian hutan di Indonesia, serta penegak hukum yang akan menindak setiap pelanggaran yang terjadi.Keberhasilan reboisasi yang dilakukan juga tergantung dari pengawasan yang kontinyu, meskipun reboisasi telah dikatakan berhasil menghutankan kembali lahan kritis yang terjadi akibat kebakaran hutan.

Pembenahan peraturan, perundangan dan hukum konservasi lahan dan pelestarian hutan

Peraturan dan perundangan bersifat dinamis.Perubahan selalu terjadi mengikuti perkembangan dan perubahan pola hidup masyarakat.Perubahan juga terjadi dalam peraturan dan perundangan tentang konservasi lahan dan pelestarian hutan.Penyempurnaan selalu dilakukan dalam menetapkan peraturan dan perundangan.

Kebakaran hutan yang berulang terjadi setiap tahun memerlukan penanganan khusus.Langkah yang lebih penting dari menghentikan kebakaran hutan adalah mencegah terjadinya kebakaran tersebut.Selama ini, tindakan pencegahan yang dilakukan masih kurang efektif dengan bukti kebakaran hutan tetap saja terjadi.Namun sekurang-kurangnya upaya pencegahan tersebut masih cukup membantu sehingga kebakaran yang terjadi tidak lebih luas dari yang terjadi.

Penindakan tegas terhadap orang-orang yang menyebabkan kebakaran hutan sudah semestinya dilakukan.Namun kiranya lebih penting terlebih dahulu membersihkan aparat hukum dari penyakit nurani agar pelaku pembakaran dapat menerima ganjaran sebagaimana mestinya. Hukuman yang ringan tidak akan memberikan efek jera. Dalam hal ini diperlukan pembenahan peraturan, perundangan dan hukum tentang konservasi lahan dan perlestarian hutan agar dalam perspektif hubungan internasional, Indonesia tidak disudutkan dalam masalah kebakaran hutan ini (Chandradewi, R. 2014).

KESIMPULAN

Reboisasi adalah tindakan yang sangat diperluakan dan harus disegerakan saat ini di Indonesia untuk melestarikan hutan yang kini sudah mengalami kerusakan yang parah dengan luas areal hutan yang terus berkurang setiap tahunnya. Reboisasi yang diperlukan bukan hanya sekedar menanam pohon kembali lahan-lahan kritis/gundul untuk tujuan menghutankan, namun reboisasi terpadu yang terdiri dari beberapa tahapan kegiatan yaitu : 1) Pemulihan dan persiapan tanah

2) Pemilihan tanaman

3) Membuat petak/blok pembatas

4) Penanaman serentak melibatkan seluruh komponen masyarakat 5) Merawat tanaman muda secara intensif

(11)

ISBN 978-979-792-675-5

Prosiding Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana” Pekanbaru, 28 Mei 2016

254

6) Pengawasan

7) Pembenahan peraturan, perundangan dan hukum konservasi lahan dan pelestarian hutan

REKOMENDASI

Asapakibat kebakaran hutan adalah bencana nasional yang sampai saat ini masih menjadi masalah negara. Selain sangat merugikan masyarakat, komplain negara tetangga juga membuat malu Indonesia. Bencana lain menanti setelah kebakaran hutan tersebut seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, dan kembakaran kembali pada saat kemarau tahun berikutnya. Mengingat dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh lahan hutan yang gundul maka rekomendasi yang dapat diberikan adalah :

1) Reboisasi terpadu dengan langkah-langkah yang telah dibahas sebaiknya segera dirembukkan dan direalisasikan, dimulai dari Pemerintah sebagai komando untuk bergerak bagi seluruh lapisan masyarakat termasuk institusi dan perusahaan yang berhubungan dengan hutan.

2) Upaya pencegahan kebakaran hutan harus dilakukan secara intensif terutama pengendalian terhadap hotspot sesuai pendapat Cahyono dkk. (2015) yang baru timbul, jangan sampai hotspot meluas menjadi kebakaran yang dahsyat.

3) Kesadaran seluruh lapisan masyarakat terhadap pentingnya pelestarian hutan harus dibina dan dipupuk, jangan dibiarkan kering dan terbakar seperti hutan yang dibiarkan tersebut. 4) Kampanye tentang pelestarian hutan harus dilakukan lebih gencar lagi agar masyarakat

mendengar dan memahami dengan sebaik-baiknya.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. 2001.Hutan dan Kehutanan.Kanisius.Yogyakarta.

Arief, A. 2003.Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya.Kanisius.Yogyakarta.

Barchia, M.F. 2012.Gambut Agroekosistem dan Transformasi Karbon.cet. II.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Cahyono, S.A., Sofyan P Warsito, Wahyu Andayani dan Dwidjono H Darwanto. 2015. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan di Indonesia dan Implikasi Kebijakannya.Jurnal Sylvia Lestari.3 (1): 103-112.

Candradewi, R. 2014. Kebakaran Hutan dan Kabut Asap di Riau Dalam Perspektif Hubungan Internasioanl.Jurnal Phobia. 1 (3): 1-8.

Gradwohl, J.1991.Menyelamatkan Hutan Tropisku.Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Gunawan, L.W.1996.Reboisasi.Penebar Swadaya. Jakarta.

Hilman, M. 2010.Arahan Kebijakan Pengelolaan Lahan Gambut, Makalah Works Rumah Kaca Lahan Gambut. Yogyakarta.

Noor, M. 2010.Lahan Gambut; Pengembangan, Konservasi, dan Perubahan Iklim.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Resosudarmo, I.A.P. 2003.Kemana Harus Melangkah? Masyarakat, Hutan, dan Perumusan Kebijakan di Indonesia.Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Sagala, P. 1994.Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia.ed. I. cet. I. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Setiawan, A.I. 1995.Penghijauan dengan Tanaman Potensial.Penebar Swadaya. Jakarta. Setiawan, A.I. 1996.Penghijauan Lahan Kritis.Penebar Swadaya. Jakarta.

Sugianto.2013.Penghijauan Pantai.Penebar Swadaya. Jakarta.

Suwandi.2005.Dasar-dasar Perlindungan Hutan.Gadjah Mada University.Yogyakarta.

Zain,A.S.1998.Aspek Pembinaan Kawasan Hutan & Stratifikasi Hutan Rakyat. PT. Rineka Cipta.Jakarta.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan wawancara dengan siswa pelajaran IPA menunjukkan bahwa minat siswa terhadap pelajaran IPA kelas VII SMP Negeri 4 Terbanggi Besar masih kurang. Siswa tidak

Pengaruh Risiko Pasar Terhadap ROA IRR memiliki pengaruh positif yang tidak signifikan dan kontribusi sebesar 5,76 persen terhadap ROA pada Bank Umum Swasta

perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari

|jejakseribupena.com, Soal dan Solusi Simak UI Matematika IPA, 2013

Selain itu lini bisnis surety bond merupakan lini bisnis yang menjadi primadona perusahaan meskipun pada tahun 2003 tingkat risikonya cukup signifikan 49,34% yaitu adanya klaim

Universitas Negeri Semarang (UNNES) adalah salah satu lembaga pendidikan tenaga pendidikan yang menyelenggarakan PPL disamping universitas- universitas pendidikan

Produk Bolmut Ikan adalah kombinasi dari berbagai macam sumber daya alam yang merupakan produk diversifikasi dari hasil perikanan untuk di olah menjadi

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada di bawah Balai Besar Pengkajian dan