• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN JENIS KUPU-KUPU PADA BEBERAPA TIPE HABITAT DI PONDOK AMBUNG TAMAN NASIONAL TANJUNG PUTING KALIMANTAN TENGAH YUSI INDRIANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEANEKARAGAMAN JENIS KUPU-KUPU PADA BEBERAPA TIPE HABITAT DI PONDOK AMBUNG TAMAN NASIONAL TANJUNG PUTING KALIMANTAN TENGAH YUSI INDRIANI"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN JENIS KUPU-KUPU

PADA BEBERAPA TIPE HABITAT DI PONDOK AMBUNG

TAMAN NASIONAL TANJUNG PUTING

KALIMANTAN TENGAH

YUSI INDRIANI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

(3)

KEANEKARAGAMAN JENIS KUPU-KUPU

PADA BEBERAPA TIPE HABITAT DI PONDOK AMBUNG

TAMAN NASIONAL TANJUNG PUTING

KALIMANTAN TENGAH

YUSI INDRIANI

E34052505

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Profesi Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(4)

Pondok Ambung Tanjung Puting National Park Central Kalimantan. Supervised by LIN NURIAH GINOGA and BURHANUDDIN MASY’UD.

Tanjung Puting National Park, has megabiodiversity which still unexplorated all of them. Butterflies as part of biodiversity which still unexplorated, has important role as pollinator and with it’s wonderful colored wings has high value economically. Purposes of this study are to identified species diversity of butterflies in several habitat types and to analyze species richness, species diversity, evenness, and similarity of butterflies in every habitat types and to analyze correlation between habitat characteristics and species diversity of butterflies includes species richness, species diversity, and evenness of butterflies.

This study conducted for two months from July to August 2009 in Pondok Ambung, Tanjung Puting National Park, Central Kalimantan, which located in eight different types of habitats included lowland forest, swamp forest, peat swamp forest, kerangas (dry-land habitat), grassland, burned forest, Camp Ambung, and nursery camp. The method used is by transect method in length 500 m, one transect for every habitat types, by method of sweeping and trapping used rambutans and watermelon as trap bait. Data collected were butterflies species, individuals per species, habitat characteristics included structure, composition, types of vegetation and physics and biotic component of habitat. Data analysis included species richness, species diversity, evenness, similarity coefficient, vegetation analysis, and correlation analysis between habitat characteristics and butterflies diversity.

During the study, a total of 76 butterflies species were recorded included family of Papilionidae (11 species), Pieridae (6 species), Nymphalidae (43 species), Lycaenidae (14 species), and Hesperiidae (2 species). Species number for every type of habitat founded lowland forest 33 species, swamp forest 24 species, peat swamp forest 13 species, kerangas (dry-land habitat) 20 species, grassland 11 species, burned forest 27 species, Camp Ambung 37 species, and nursery camp 32 species. The highest for species richness is Camp Ambung and the lowest is grassland area. For species diversity the highest is lowland forest and the lowest is grassland. Types of habitat with low scale for evenness are grassland and burned forest. Types of habitat with highest scale for similarity are between Camp Ambung and nursery camp and the lowest are between peat swamp forest and grassland. There is founded a relation between habitat condition and butterflies diversity which depend on temperature and relative humidity, open area, water source, and vegetation as food plant, shelter, and cover for butterflies. Keywords : Butterflies, Species Diversity, Habitat.

(5)

RINGKASAN

YUSI INDRIANI. Keanekaragaman Jenis Kupu-kupu pada Beberapa Tipe Habitat di Pondok Ambung Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah. Dibimbing oleh LIN NURIAH GINOGA dan BURHANUDDIN MASY’UD.

Taman Nasional Tanjung Puting, memiliki keaneakaragaman hayati tinggi yang masih belum tereksplorasi seluruhnya. Kupu-kupu, sebagai salah satu bagian dari keaneakaragaman hayati yang keberadaannya masih belum banyak tereksplorasi, memiliki peranan yang penting sebagai polinator dan memiliki nilai keindahan dan ekonomi yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keanekaragaman jenis kupu-kupu di beberapa tipe habitat yang ada dan menganalisis perbedaan tingkat kekayaan, keanekaragaman, kemerataan, dan kesamaan jenis kupu-kupu berdasarkan tipe habitat, serta menganalisis ada tidaknya hubungan antara karakteristik habitat terhadap kekayaan, keanekaragaman, dan kemerataan jenis kupu-kupu.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli hingga Agustus 2009 di Pondok Ambung Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah yang meliputi delapan tipe habitat yaitu habitat hutan dataran rendah, hutan rawa, hutan rawa gambut, hutan kerangas, padang-semak, hutan pasca terbakar, Camp Ambung, dan Camp Persemaian. Metode yang digunakan yaitu metode jalur transek sepanjang 500 m sebanyak satu jalur di masing-masing tipe habitat dengan metode penangkapan dan pemasangan perangkap menggunakan umpan rambutan dan semangka. Data yang dikumpulkan meliputi jenis dan jumlah individu kupu-kupu serta komponen biotik dan abiotik habitat. Analisis data meliputi analisis nilai kekayaan, keanekaragaman, kemerataan, kesamaan jenis kupu-kupu, analisis vegetasi, dan analisis korelasi antara karakteristik habitat terhadap tingkat keanekaragaman jenis kupu-kupu.

Secara keseluruhan, ditemukan sebanyak 76 jenis kupu-kupu dari famili Papilionidae (11 jenis), Pieridae (6 jenis), Nymphalidae (43 jenis), Lycaenidae (14 jenis), dan Hesperiidae (2 jenis). Jumlah jenis kupu-kupu di masing-masing tipe habitat yaitu habitat hutan dataran rendah 33 jenis, hutan rawa 24 jenis, hutan rawa gambut 13 jenis, hutan kerangas 20 jenis, padang-semak 11 jenis, hutan pasca terbakar 27 jenis, Camp Ambung 37 jenis, dan Camp Persemaian 32 jenis. Nilai kekayaan jenis tertinggi yaitu di Camp Ambung dan terendah yaitu di padang-semak. Nilai keanekaragaman jenis tertinggi yaitu di hutan dataran rendah dan terendah yaitu di padang-semak. Nilai kemerataan jenis yang rendah yaitu di padang-semak dan hutan pasca terbakar. Koefisien kesamaan jenis tertinggi yaitu antara habitat Camp Ambung dan Camp Persemaian dan terendah yaitu antara habitat hutan rawa gambut dan padang-semak. Berdasarkan hasil yang diperoleh ditemukan adanya hubungan antara karakteristik habitat dengan keanekaragaman jenis kupu-kupu yang dipengaruhi oleh faktor suhu dan kelembaban relatif, keberadaan daerah terbuka, sumber air, dan vegetasi sebagai sumber pakan, shelter, dan cover bagi kupu-kupu.

(6)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Jenis Kupu-kupu pada Beberapa Tipe Habitat di Pondok Ambung Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2010

Yusi Indriani E34052505

(7)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Keanekaragaman Jenis Kupu-kupu pada Beberapa Tipe Habitat di Pondok Ambung Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah

Nama : Yusi Indriani

NIM : E34052505

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Hj. Lin Nuriah Ginoga, M.Si. Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS.

NIP. 19651116 199203 2 001 NIP. 19581121 198603 1 003

Mengetahui :

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. H. Sambas Basuni, MS. NIP. 19580915 198403 1 003

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, Al ’Aliim, Al Haaqq, Ar Rasyidd, Sumber dari suara-suara hati Yang Maha Mulia, Sang Maha Mengetahui, Maha Benar, dan Maha Penabur Petunjuk yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul Keanekaragaman Jenis Kupu-kupu pada Beberapa Tipe Habitat di Pondok Ambung Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman jenis kupu-kupu di berbagai tipe habitat yang berbeda.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan di masa yang akan datang. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih dan semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Januari 2010

(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 21 Oktober 1986 dan merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak H. Dede Romli dan Ibu Tati Maryati. Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bogor dan melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Penulis memilih Program Studi Mayor Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata serta Program Studi Minor Agroforestry, keduanya berada di bawah Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota Kelompok Pemerhati Herpetofauna ‘Phyton’ dan sekretaris Kelompok Pemerhati Flora ‘Rafflesia’. Penulis juga bergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi Fauna (Ukf) sebagai anggota Divisi Konservasi Eksitu.

Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di BKPH Indramayu dan Taman Nasional Gunung Ciremai, Linggarjati serta melakukan Praktek Umum Konservasi Eksitu (PUKES) di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta dan Kebun Tanaman Obat Karyasari, Bogor. Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Provinsi Riau-Jambi.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Keanekaragaman Jenis Kupu-kupu pada Beberapa Tipe Habitat di Pondok Ambung Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah di bawah bimbingan Ir. Hj. Lin Nuriah Ginoga, M.Si. dan Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS.

(10)

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya. Penulis menyadari dibalik pelaksanaan hingga penyelesaian skripsi ini begitu banyak pihak yang telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa yang sangat berarti. Ucapan terima kasih serta penghargaan penulis sampaikan kepada :

1. Bapak, ibu, kakak, dan seluruh keluarga besar tercinta untuk segala dukungan, pengertian, dan doa yang tak terhingga.

2. Ir.Hj.Lin Nuriah Ginoga, M.Si. dan Dr.Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dukungan serta arahan dari awal hingga akhir penyelesaian skripsi ini.

3. Kepala Balai Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah Bpk. Gunung W. Sinaga serta seluruh staf Balai Taman Nasional Tanjung Putting, Kalimantan Tengah.

4. Yayasan Orangutan Indonesia (Yayorin) dan Orangutan Foundation (UK) untuk bantuan dana kepada penulis selama melakukan penelitian.

5. Direktur OF-UK Ibu Ashley Leiman, Programme Manager OF-UK Ibu June Mary Rubis, dan Coordinator Project OF-UK Bpk. Hudi Danu Wuryanto, Manager Pondok Ambung Devis Rachmawan, S.Hut, terimakasih untuk keramahan dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian.

6. Mba Ully, Mba Asti dan seluruh staf OF-UK di Pangkalan Bun.

7. Pak Usman, Mba Siti, Mas Yatno dan Dilla, terimakasih untuk semuanya. 8. Pondok Ambung Crew : Mba Mila, Bang Pawi, Bang Lesan, “Macaca Team”

Michael, Mas arif, Pak Yanto, Pak Cobe dan “Crocodile Team” Rene, Paulli, Marchus, Thomas, Bang Andro.

9. Brian W. Matthews and Nicole. 10. Mr. Mark from University of Reading.

11. Guest house crew : Felicity and Roberta, Dokter Fikri, Ka Devis, Mas Arif, dan Michael.

(11)

12. Ibu Djunijanti Peggie dan seluruh staf Laboratorium Entomologi LIPI Cibinong, terimakasih untuk semuanya.

13. Seluruh keluarga besar KSHE.

14. Teman-teman seperjuangan KSHE Tarsius 42, sahabat-sahabatku Wulan, Ipit, Ino, Reni, Panji, Koko, terimakasih untuk semuanya.

15. KPF “Rafflesia”, A’ Rudi, Itink, Ayam, Evoy, Pesta, Wawo, dan adik-adikku tercinta Mika, Ekay, Arga, Junef, GP, Dian, Leli, Aisyah, Catur dan semuanya.

16. KPH “Python”.

17. Divisi Konservasi Eksitu : Ka Cepi, Ka Winny, Ka Rani, Ka Yandi, Arman, Tika, Putri, Riri, Rizma, Hermin, Uphil, Retno, Chen-chen, Ulil, Bagus dan adik-adikku angkatan 6.

18. Teman-temanku di UKF, angkatan IV dan semuanya.

19. Nandra Maulana Irawan, terimakasih untuk dukungannya dari awal hingga akhir.

(12)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 3

2.1 Bioekologi Kupu-kupu... 3 2.1.1 Taksonomi... 3 2.1.2 Morfologi ... 3 2.1.3 Siklus Hidup... 6 2.1.4 Ekologi ... 6 2.2 Klasifikasi ... 8

2.3 Habitat dan Penyebaran... 10

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN... 12

3.1 Sejarah dan Status Kawasan... 12

3.2 Kondisi Fisik ... 13 3.2.1 Tanah ... 13 3.2.2 Topografi ... 13 3.2.3 Hidrologi ... 13 3.2.4 Iklim ... 13 3.3 Kondisi Biotik ... 14 3.3.1 Flora ... 14 3.3.2 Fauna ... 14

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 16

(13)

iii

4.2 Alat dan Bahan ... 16

4.3 Jenis Data yang Dikumpulkan ... 17

4.4 Metode Pengambilan Data ... 17

4.5 Metode Analisis Data ... 22

4.5.1 Kekayaan Jenis (Species Richness) ... 22

4.5.2 Keanekaragaman Jenis (Heterogeneity)... 23

4.5.3 Kemerataan Jenis (Evenness) ... 23

4.5.4 Koefisien Kesamaan Jenis (Similarity Coefficient)... 23

4.5.5 Analisis Vegetasi... 24

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

5.1 Habitat Kupu-kupu... 25

5.1.1 Komponen Fisik habitat ... 25

5.1.2 Komponen Biotik Habitat ... 27

5.2 Keaneakaragaman Jenis Kupu-kupu di Masing-masing Tipe Habitat ... 33

5.3 Perbedaan Tingkat Keaneakaragaman Jenis Kupu-kupu ... 37

5.3.1 Kekayaan Jenis Kupu-kupu ... 37

5.3.2 Keanekaragaman Jenis Kupu-kupu ... 37

5.3.3 Kemerataan Jenis Kupu-kupu ... 40

5.3.4 Koefisien Kesamaan Jenis Kupu-kupu ... 42

5.4 Analisis Komponen Habitat yang Berpengaruh terhadap Tingkat Keaneakaragaman Jenis Kupu-kupu... 45

5.4.1 Faktor Suhu Lingkungan dan Keberadaan Ruang Terbuka 45 5.4.2 Faktor Keberadaan Sumber Air ... 50

5.4.3 Faktor Vegetasi ... 52

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

6.1 Kesimpulan ... 55

6.2 Saran... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(14)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Hasil pengukuran suhu dan kelembaban rata-rata di masing-masing

tipe habitat ... 25

2. Keberadaan sumber air dan daerah terbuka di masing-masing tipe habitat ... 26

3. Data jenis vegetasi yang mendominasi di masing-masing tipe habitat... 27

4. Jumlah jenis tumbuhan pakan, shelter, dan cover di masing-masing tipe habitat ... 28

5. Jenis tumbuhan yang menjadi sumber pakan kupu-kupu serta penyebarannya di masing-masing tipe habitat ... 29

6. Keberadaan satwa pemangsa dan pesaing kupu-kupu, serta satwa yang diuntungkan dengan keberadaan kupu-kupu di masing-masing tipe habitat ... 30

7. Penyebaran jenis kupu-kupu di masing-masing tipe habitat ... 33

8. Daftar jenis kupu-kupu yang hanya ditemukan di habitat tertentu ... 39

(15)

v

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Morfologi kupu-kupu ... 5

2. Skema siklus hidup kupu-kupu... ... 6

3. Bentuk jalur inventarisasi kupu-kupu dengan metode transek ... 18

4. Pemasangan perangkap kupu-kupu di sekitar vegetasi pakan dan sumber air ... 18

5. Umpan buah rambutan dan semangka yang digunakan dan pemasangannya pada perangkap kupu-kupu... 19

6. Metode pembuatan kertas papilpot ... 19

7. Kandang jaring serangga (insect cage) sebagai tempat penyimpanan sementara kupu-kupu yang baru ditangkap ... 20

8. Bentuk jalur analisis vegetasi dengan metode garis berpetak ... 21

9. Habitat hutan dataran rendah, hutan rawa, dan hutan rawa gambut ... 31

10. Habitat hutan kerangas, hutan pasca terbakar, dan padang-semak ... 32

11. Habitat Camp Ambung dan Camp Persemaian... 33

12. Jenis kupu-kupu dari famili Papilionidae dan Pieridae ... 35

13. Jenis kupu-kupu dari famili Nymphalidae , Lycaenidae , dan Hesperiidae ... 36

14. Perbandingan persentase jumlah jenis kupu-kupu pada masing-masing famili ... 37

15. Nilai kekayaan jenis kupu-kupu di masing-masing tipe habitat ... 38

16. Nilai keanekaragaman jenis kupu-kupu di masing-masing tipe habitat.. 38

17. Nilai kemerataan jenis kupu-kupu di masing-masing tipe habitat ... 40

18. Jenis kupu-kupu yang dominan di habitat padang-semak dan hutan pasca terbakar ... 41

19. Kupu-kupu dari genus Euploea yang merupakan jenis kupu-kupu yang sama di habitat Camp Ambung dan Camp Persemaian ... 43

20. Kupu-kupu Papilio helenus enganius pada bunga ubar (Syzygium sp.) yang ditemukan di habitat hutan kerangas dan Camp Ambung... 44

(16)

21. Aktivitas kupu-kupu yang berjemur di bawah sinar matahari untuk menghangatkan tubuhnya... 46

22. Grafik perbandingan tingkat suhu terhadap kekayaan,

keaneakaragaman, dan kemerataan jenis kupu-kupu ... 47 23. Grafik perbandingan tingkat kelembaban terhadap kekayaan,

keaneakaragaman, dan kemerataan jenis kupu-kupu ... 47 24. Perbedaan variasi warna sayap pada kupu-kupu yang hidup di habitat

dengan suhu tinggi dan kupu-kupu yang hidup di habitat dengan kondisi suhu rendah ... 50 25. Lokasi Camp Ambung yang terletak di tepi Sungai Sekonyer kanan

dan tepian sungai berpasir yang sering dikunjungi oleh kupu-kupu... 51 26. Jenis tumbuhan yang menjadi sumber pakan bagi kupu-kupu... 54

(17)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ... 60

2. Daftar jenis kupu-kupu di tipe habitat hutan dataran rendah ... 62

3. Daftar jenis kupu-kupu di tipe habitat hutan rawa ... 63

4. Daftar jenis kupu-kupu di tipe habitat hutan rawa gambut ... 64

5. Daftar jenis kupu-kupu di tipe habitat hutan kerangas... 65

6. Daftar jenis kupu-kupu di tipe habitat padang-semak... 66

7. Daftar jenis kupu-kupu di tipe habitat hutan pasca terbakar ... 67

8. Daftar jenis kupu-kupu di tipe habitat Camp Ambung ... 68

9. Daftar jenis kupu-kupu di tipe habitat Camp Persemaian... 69

10. Daftar jenis dan jumlah kupu-kupu di masing-masing tipe habitat ... 70

11. Data analis vegetasi di tipe habitat hutan dataran rendah ... 73

12. Data analis vegetasi di tipe habitat hutan rawa ... 77

13. Data analis vegetasi di tipe habitat hutan rawa gambut ... 80

14. Data analis vegetasi di tipe habitat hutan kerangas ... 85

15. Data analis vegetasi di tipe habitat padang-semak ... 87

16. Data analis vegetasi di tipe habitat hutan pasca terbakar ... 89

17. Data analis vegetasi di sekitar Camp Ambung ... 91

18. Data analis vegetasi di sekitar Camp Persemaian ... 92

19. Daftar jenis vegetasi pakan, shelter, dan cover bagi kupu-kupu dan penyebarannya di masing-masing tipe habitat ... 94

20. Hasil perhitungan korelasi Pearson variasi tingkat suhu dan kelembaban terhadap keanekaragaman jenis kupu-kupu ... 97

21. Hasil perhitungan korelasi Pearson keanekaragaman jenis vegetasi terhadap keanekaragaman jenis kupu-kupu ... 98

22. Hasil perhitungan korelasi Pearson variasi jumlah jenis tumbuhan pakan, shelter, dan cover terhadap keanekaragaman jenis kupu-kupu ... 100

(18)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Taman Nasional Tanjung Puting yang secara administratif berada di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, merupakan salah satu kawasan taman nasional dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Keanekaragaman jenis fauna yang ada di kawasan Taman Nasional ini meliputi 38 jenis mamalia, 200 jenis burung serta beragam jenis reptil dan amfibi (Rais et al. 2007).

Sebagai suatu kawasan konservasi yang secara khusus dikenal sebagai kawasan konservasi orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii) dan bekantan (Nasalis larvatus) yang termasuk jenis satwa liar yang dilindungi, berbagai penelitian serta kajian beragam jenis fauna khususnya mengenai orangutan dan bekantan telah banyak dilakukan. Sebaliknya penelitian mengenai keanekaragaman jenis kupu-kupu yang ada di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting termasuk yang ada di wilayah Pondok Ambung belum pernah dilakukan sebelumnya.

Hal tersebut sangat disayangkan mengingat masih banyaknya potensi keanekaragaman hayati lain termasuk keanekaragaman jenis kupu-kupu yang dimiliki kawasan ini. Kupu-kupu, merupakan salah satu jenis fauna yang memiliki peran penting dalam suatu sistem ekologis. Peranan kupu-kupu dalam penyerbukan, memungkinkan tumbuhan untuk menghasilkan buah yang menjadi pakan bagi satwa lainnya. Peranan tersebut memperlihatkan pentingnya kupu-kupu sebagai salah satu mata rantai yang menjaga keseimbangan ekologis suatu kawasan. Kupu-kupu diketahui pula memiliki kepentingan ekonomi yang besar (Borror 1992). Keindahan yang dimiliki kupu-kupu menjadikannya sebagai salah satu obyek ekowisata maupun sebagai cenderamata bernilai estetika tinggi.

Berdasarkan data yang ada, keanekaragaman jenis kupu-kupu di Indonesia mencapai 2000 jenis, dan banyak diantaranya merupakan jenis endemik (Noerdjito dan Aswari 2003). Masih banyaknya wilayah Indonesia yang belum dieksplorasi termasuk wilayah Taman Nasional Tanjung Puting di Kalimantan Tengah, maka diperkirakan masih banyak jenis kupu-kupu di Indonesia yang

(19)

2

belum diketahui. Untuk itu, diperlukan suatu penelitian untuk mengidentifikasi keanekaragaman jenis kupu-kupu yang ada sehingga pada akhirnya dapat mendukung upaya pelestarian kupu-kupu serta membuka wawasan baru mengenai keanekaragaman hayati yang ada khususnya di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah.

1.2 Tujuan

Penelitian ini dilakukan untuk :

1. Mengidentifikasi keanekaragaman jenis kupu-kupu di setiap tipe habitat di Pondok Ambung Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah.

2. Menganalisis perbedaan tingkat kekayaan, keanekaragaman, kemerataan, dan kesamaan jenis kupu-kupu berdasarkan tipe habitat.

3. Menganalisis ada tidaknya hubungan antara karakteristik habitat terhadap kekayaan, kenekaragaman, dan kemerataan jenis kupu-kupu.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu :

1. Sebagai data base untuk melengkapi data keanekaragaman hayati khususnya mengenai keanekaragaman jenis kupu-kupu di berbagai tipe habitat yang ada di Pondok Ambung Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah. 2. Sebagai masukan bagi pihak pengelola Pondok Ambung serta pengelola

Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah terkait dengan manajemen pengelolaan kawasan Taman Nasional Tanjung Puting.

3. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai keanekaragaman jenis kupu-kupu yang masih kurang tereksplorasi.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioekologi Kupu-kupu 2.1.1 Taksonomi

Kupu-kupu termasuk kedalam kelas serangga (insekta) yang memiliki ciri tubuh beruas-ruas dan memiliki tiga pasang kaki. Sebagai anggota kelompok serangga yang memiliki sayap, kupu-kupu termasuk kedalam sub-kelas Pterygota dan termasuk kedalam ordo Lepidoptera karena memiliki sayap yang ditutupi sisik halus yang memberi corak dan warna sayap kupu (Noerdjito dan Aswari 2003; Amir et al. 2003; Elzinga 2004). Lepidoptera berasal dari kata lepido yang berarti sisik dan ptera yang berarti sayap (Borror et al. 1992; Amir et al. 2003; Elzinga 2004). Anggota ordo Lepidoptera lain selain kupu-kupu yaitu ngengat (moth) yang termasuk dalam subordo Heterocera (Grzimek 1975; Borror et al. 1992).

Secara taksonomi, kupu-kupu diklasifikasikan dalam (Grzimek 1975; Borror et al. 1992) :

Kelas : Insekta

Ordo : Lepidotera

Subordo : Rhopalocera

Super famili : Hesperioidea dan Papilionoidea

2.1.1 Morfologi

Kupu-kupu memiliki tubuh yang terbagi menjadi tiga bagian meliputi bagian kepala, dada (toraks), dan perut (abdomen) (Noerdjito dan Aswari 2003; Amir et al. 2003). Tubuh kupu-kupu ditopang oleh kerangka luar (exosceleton), tempat otot dan organ dalam melekat di sisi bagian dalam. Rangka luarnya sebagian besar berupa lapisan kitin yang tidak tembus air dan tidak larut dalam asam organik. Ketika mati, seperti kelompok serangga lainnya perombakannya terjadi dengan bantuan mikroorganisme (Noerdjito dan Aswari 2003).

(21)

4

Kepala kupu-kupu terdiri atas enam ruas dengan gerakan kepala yang terbatas. Tiga ruas pertama berasosiasi dengan tiga komponen sensori yaitu mata majemuk, mata tunggal, dan antena atau sungut. Tiga ruas lainnya berasosiasi dengan bagian mulut. Bagian mandibula (rahang bawah) kupu-kupu yang asalnya sebagai alat penggigit, mereduksi. Maksila, beradaptasi sebagai alat penghisap, berbentuk belahan tabung yang bersatu disebut probosis. Probosis dapat digulung ketika sedang tidak digunakan dan dijulurkan kembali untuk menghisap nektar. Palpus labialis merupakan bagian bibir yang sangat sensitif sebagai alat peraba. Pada bagian ujung kepala, terdapat antena yang dapat digerakkan ke segala arah. Pada beberapa famili, antena memiliki bagian ujung yang membesar, bergada, berambut, berbentuk menyerupai sisir di kedua sisinya atau berbentuk mirip bulu. Antena dilengkapi dengan sel-sel syaraf yang berfungsi sebagai alat pencium dan peraba (Braby 2000; Noerdjito dan Aswari 2003).

Kupu-kupu memiliki dua jenis mata yaitu mata majemuk dan mata tunggal. Mata majemuk terletak di kedua sisi kepala dan tersusun oleh unit optik yang disebut omatidia. Kupu-kupu memiliki mata yang cukup tajam terutama pada jarak dekat. Hal tersebut memungkinkan kupu-kupu mampu terbang diantara pepohonan. Mata tunggal kupu-kupu terletak tersembunyi tertutup oleh rambut-rambut halus. Fungsinya belum diketahui sepenuhnya dan diperkirakan berfungsi sebagai alat bantu untuk mempertajam penglihatan dari kerja mata majemuk (Noerdjito dan Aswari 2003).

Toraks kupu-kupu terbagi menjadi tiga bagian yang dilengkapi dengan ruas-ruas yang kuat membentuk kotak yang sepenuhnya berisi otot, terbagi menjadi pro-toraks, meso-toraks, dan meta-toraks. Protoraks menjadi tempat melekatnya kaki depan, mesotoraks menjadi tempat melekatnya kaki tengah dan pasangan sayap depan, sedangkan metatoraks menjadi tempat melekatnya kaki belakang dan pasangan sayap belakang. Bagian toraks juga merupakan tempat melekatnya kepala yang dihubungkan oleh selaput tipis yang merupakan leher sehingga memungkinkan kepala dapat digerakkan. Pada bagian sisi toraks terdapat dua pasang lubang spirakel yang berfungsi sebagai lubang pernafasan. Kaki kupu-kupu terdiri atas koksa, trokanter, femur, tibia, dan tarsus. Bagian karsus biasanya terdiri dari lima ruas yang dilengkapi dengan sepasang kuku.

(22)

Bagian kaki depan kupu-kupu sangat sensitif dan berguna dalam mengenali nektar, bunga atau pasangannya. Kaki kupu-kupu kadang dilengkapi dengan spina atau taji yang membantu kupu-kupu berjalan (Braby 2000; Noerdjito dan Aswari 2003).

Bagian sayap kupu-kupu, biasanya berbentuk menyerupai segitiga dengan berbagai variasi berbeda antar famili. Sayap kupu-kupu ditutupi oleh sisik-sisik halus yang bila dilihat di bawah mikroskop memiliki bentuk beragam dengan bentuk membulat, memanjang atau berbentuk menyerupai anak panah. Sayap kupu-kupu yang berupa selaput tipis dilengkapi dengan vena-vena yang membantu melekatnya sayap pada toraks. Bentuk atau percabangan dan susunan gurat-gurat atau venasi sayap dapat menjadi salah satu ciri untuk mengenal jenis kupu-kupu (Noerdjito dan Aswari 2003).

Bagian perut kupu-kupu, pada dasarnya terdiri atas sepuluh ruas, namun ruas terakhir mengalami modifikasi menjadi alat kelamin. Pada sisi-sisi bagain perut juga terdapat spirakel yang berjumlah 6 hingga 7 pasang spirakel. Pada bagian dalam perut, terdapat alat pencernaan, jantung, organ eksktresi, dan organ kelamin serta sistem otot yang kompleks (Noerdjito dan Aswari 2003). Berikut ini merupakan gambar kupu-kupu dan bagian-bagian tubuhnya (Gambar 1) :

Gambar 1. Morfologi kupu-kupu (Sumber : Microsoft Corporation 2007).

Forewing Hindwing Antennae Compound eye Head Proboscis Thorax Leg Spiracle Abdomen

(23)

6

2.1.3 Siklus Hidup

Kupu-kupu merupakan jenis satwa yang mengalami metamorfosis sempurna dalam hidupnya. Kupu-kupu memiliki siklus hidup yang melalui beberapa tahapan meliputi tahap atau stadium telur, larva (ulat), pupa (kepompong), dan tahapan terakhir yaitu tahap imago atau kupu-upu dewasa (Braby 2000; Amir et al. 2003; Noerdjito dan Aswari, 2003; Elzinga 2004). Siklus hidup kupu-kupu berawal dari fase telur yang dihasilkan dari perkawinan kupu-kupu jantan dan betina kemudian berkembang menjadi larva (ulat) dan berlanjut pada fase pupa (kepompong). Antara fase larva dan pupa, terdapat beberapa kali tahapan moulthing yaitu proses pengelupasan dan pergantian yang disebut fase instar. Kemudian lahirlah kupu-kupu dewasa yang akan melakukan perkawinan dengan lawan jenisnya dan berlanjut kembali pada fase awal kehidupannya dengan menghasilkan telur yang baru (Gambar 2).

Gambar 2. Skema siklus hidup kupu-kupu.

2.1.4 Ekologi

Selama menjalani daur hidupnya, kupu-kupu memerlukan makanan pada saat fase larva (ulat) dan pada saat fase dewasa (Noerdjito dan Aswari 2003). Pada saat fase larva, yang menjadi pakannya yaitu meliputi bagian-bagian tumbuhan termasuk bagian buah dan biji (Noerdjito dan Aswari 2003; Borror et al. 1992) Pada saat fase larva (ulat), kupu-kupu memakan daun dan bagian tumbuhan

(24)

lainnya untuk membantunya tumbuh dengan cepat sebelum menghadapi masa istirahat dalam kepompong (Degginger 2007). Pada saat fase dewasa (imago), pakan utamanya adalah serbuk sari dan nektar (Amir et al. 2003). Kupu-kupu akan mengunjungi bunga untuk memperoleh nektar (Kindersley 2007).

Selain sebagai sumber pakan, kupu-kupu membutuhkan tumbuhan sebagai tumbuhan inang. Fungsi tumbuhan sebagai inang yaitu sebagai tempat kupu-kupu meletakkan telur-telurnya dan tempat kepompong melekat. Jenis tumbuhan yang menjadi inang untuk setiap jenis kupu-kupu berbeda-beda seperti halnya jenis tumbuhan sebagai sumber pakannya. Kupu-kupu biasanya bertelur pada tanaman inang tertentu yang menjadi pakan larvanya (Elzinga 2004; Amir et al. 2003). Kupu-kupu akan meletakkan telurnya secara tersembunyi seperti di bagian bawah daun untuk menghindari terik matahari dan musuh alaminya (Amir et al. 2003).

Kupu-kupu termasuk jenis satwa yang bersifat diurnal atau memiliki waktu aktif pada siang hari (Amir et al. 2003). Di daerah tropika, kupu-kupu aktif mulai matahari terbit pukul 06.00 hingga 18.00 saat matahari terbenam (Noerdjito dan Aswari 2003). Pada saat musim hujan atau angin kencang sangat sulit untuk menemukan kupu-kupu karena kecepatan angin bertiup akan mempengaruhi aktifitas kupu-kupu (Noerdjito dan Aswari 2003). Pada saat kondisi tersebut, kupu-kupu akan berlindung diantara tumbuhan cover.

Kupu-kupu seringkali tertukar dengan ngengat yang juga termasuk kedalam ordo Lepidoptera. Antara kupu-kupu dan ngengat dapat dibedakan dari perbedaan morfologi dan perilakunya (Stanek 1992 diacu dalam Noerdjito dan Aswari 2003) yaitu :

a. Ngengat hinggap dengan posisi kedua sayap terbuka atau terentang sedangkan kupu-kupu hinggap dengan posisi sayap tertutup.

b. Ngengat pada umumnya aktif pada malam hari (nokturnal) dan tertarik dengan cahaya lampu sedangkan kupu-kupu aktif di siang hari (diurnal).

c. Ngengat memiliki antena (sungut) pendek dengan bentuk yang menyerupai bulu dan beberapa jenis ujungnya membesar (clubbed), sedangkan kupu-kupu memilki antena yang langsing, gilig seperti lidi dengan ujung membesar (clubbed).

(25)

8

d. Ulat atau larva ngengat memiliki kaki semu (kaki perut) kurang dari lima pasang sedangkan kupu-kupu memiliki lima pasang kaki semu (kaki perut). e. Pupa ngengat di dalam kokon sutera, sedangkan pupa kupu-kupu tidak

diselimuti kokon sutera dan umumnya pada bagian ujung dilengkapi dengan substansi sutera atau tali sutera untuk menopang pelekatannya pada substrat.

2.2 Klasifikasi

Berdasarkan klasifikasinya, kupu-kupu terbagi menjadi dua kelompok superfamili Hesperioidea dan Papilionoidea. Superfamili Hesperioidea terdiri dari satu famili yaitu famili Hesperidae (skippers) sedangkan superfamili Papilionoidea terdiri dari lima famili meliputi famili Papilionidae, Pieridae, Nymphalidae (termasuk Danaidae), dan Lycaenidae (termasuk Riodinidae) (Grzimek 1975; Borror et al 1992). Karakteristik kelima kelompok famili tersebut yaitu (Grzimek 1975; Corbet & Pendlebury 1992; Otsuka 2001; Amir et al. 2003; Noerdjito dan Aswari 2003; Peggie dan Amir 2006) :

1. Papilionidae

Anggota famili ini memiliki sayap depan vena radius bercabang lima, cubitus terlihat seperti bercabang empat dan sayap belakang dilengkapi dengan sebuah vena anal. Kedua pasang sayapnya memiliki venasi (gurat-gurat) membentuk sel tertutup. Beberapa jenis memiliki pemanjangan sayap belakang yang menyerupai ekor. Sebagian besar anggota famili Papilionidae memiliki ukuran yang besar dengan pola warna yang indah. Beberapa jenisnya memiliki pola terbang yang lambat menyerupai burung layang-layang sehingga sering disebut sebagai kupu-kupu sayap burung “birdwing” atau “swallowtails”.

Banyak jenis anggota famili Papilionidae yang bersifat sexual dimorphic yaitu adanya perbedaan antara individu jantan dan betina yang terlihat pada perbedaan pola dan warna sayap. Pada jenis-jenis yang antara individu jantan dan betinanya tampak serupa, terdapat perbedaan ukuran pada betina yang memiliki ukuran lebih besar dengan sayap yang lebih membulat. Jenis tumbuhan pakannya antara lain dari famili Rutaceae, Annonaceae, Lauraceae, Magnoliacae, Bombacaceae, dan Piperaceae.

(26)

2. Pieridae

Biasanya kupu-kupu yang termasuk kedalam famili Pieridae, memiliki ukuran yang kecil hingga sedang. Warna putih kuning atau oranye dengan bercak-bercak berwarna hitam. Sayap depan dengan cubitus seperti bercabang tiga, dengan sayap belakang yang memiliki dua vena anel. Kaki depan normal atau sedikit mereduksi dan cakar tarsusnya menggarpu. Tidak ada perpanjangan sayap yang menyerupai ekor. Banyak jenis menunjukkan variasi sesuai musim. Beberapa memiliki kebiasaan bermigrasi dan beberapa jenis menunjukkan banyak variasi. Umumnya kupu-kupu betina berwarna lebih gelap dan dapat dibedakan dengan mudah dengan individu jantan. Famili Pieridae memiliki jenis tumbuhan pakan antara lain dari famili Fabaceae, Capparidaceae, dan Mimosaceae.

3. Nymphalidae

Ukurannya bervariasi dan memiliki kaki depan yang sangat mereduksi. Sayap depan relatif sedikit lebar, berbentuk segitiga. Vena radius bercabang lima dan cubitus tampak seperti bercabang tiga. Vena analnya tidak ada. Sedangkan bagian sayap belakangnya memilki dua vena anal. Vena humerus lurus atau bengkok pada ujungnya, sel diskal terbuka atau tertutup oleh vena halus. Pangkal vena tidak ada yang membengkak.

Umumnya berwarna coklat, oranye, kuning dan hitam. Ciri dari anggota famili Nymphalidae yaitu bagian pasangan tungkai depan yang mengecil pada kupu-kupu jantan dan betina (kecuali pada kupu-kupu betina Lybytheinae) sehingga tungkai tidak berfungsi untuk berjalan. Pada individu jantan, biasanya pasangan tungkai depan tertutup oleh kumpulan sisik yang padat menyerupai sikat sehingga sering disebut sebagai kupu-kupu berkaki sikat. Famili Nymphalidae memiliki jenis tumbuhan pakan yang bervariasi antara lain meliputi famili Acanthaceae, Amaranthaceae, Anacardiaceae, Annonaceae, Arecaceae, Asclepidaceae, Apocynaceae, Convolvulaceae, Ebenaceae, Euphorbiaceae, Flacourtiaceae, Melastomataceae, Mimosaceae, Moraceae, Poaceae, Rubiaceae, Salicaceae, Sapindaceae, Urticaceae, dan Zingiberaceae.

(27)

10

4. Lycaenidae

Anggota famili ini berukuran kecil, lembut dan sebagian besar memiliki warna cerah biru ungu atau oranye dengan bercak metalik, hitam atau putih. Biasanya jantan memiliki warna yang lebih terang dan banyak jenis yang memiliki ekor sebagai perpanjangan sayap belakang. Pola venasi sayap hampir seperti Pieridae, tetapi sayap depan dengan medius tidak berpangkal pada radius sesudah diskal sel, radius bersayap 4. Sayap belakang dengan vena hemerus. Vena costa tidak menebal. Kaki depan untuk kupu-kupu jantan mereduksi, cakar tarsus tidak menggarpu. Famili Lycaenidae umumnya dijumpai pada hari yang cerah di habitat yang terbuka. Beberapa jenisnya bersimbiosis mutualistik dengan semut melalui hubungan kerjasama penjagaan ulat dari serangan parasit oleh semut dan imbalan cairan manis untuk semut yang dihasilkan oleh kelenjar pada ruas ketujuh abdomen ulat anggota famili Lycaenidae. Famili Lycaenidae memiliki jenis pakan antara lain dari famili Combretaceae, Lythraceae, dan Myrsinaceae.

6. Hesperiidae

Anggota famili Hesperiidae memiliki ukuran sedang dengan warna sayap pada umumnya coklat dengan bercak putih atau kuning. Anggota kelompok famili ini terbang cepat dengan sayap yang relatif pendek. Sebagian bersifat crepuscular yaitu aktif pada saat pagi dan sore hari ketika matahari terbit dan terbenam. Famili Hesperiidae memiliki jenis pakan antara lain dari famili Combretaceae, Roxburghiaceae, dan Zingiberaceae.

2.3 Habitat dan Penyebaran

Penyebaran kupu-kupu di dunia sangat luas pada tempat-tempat dimana terdapat tumbuhan yang menjadi sumber pakan maupun shelter. Satu-satunya kawasan yang tidak ditemukan anggota Lepidoptera yaitu wilayah Antartika (Grzimek 1975). Penyebaran jenis kupu-kupu dibatasi oleh faktor-faktor geologi, faktor ekologi yang cocok dan sebaran tanaman inang yang menjadi pakan bagi kupu-kupu dewasa maupun pada saat fase larva (Amir et al. 2003). Kupu-kupu dapat dijumpai pada hampir seluruh tipe habitat yang memiliki tumbuhan inang yang sesuai untuk jenis kupu-kupu tersebut (Peggie & Amir 2006). Berbagai jenis kupu-kupu ada yang bersifat endemik, artinya sebaranya terbatas pada tempat

(28)

tertentu, seperti jenis Trogonoptera dan Ornithoptera. Selain itu banyak pula yang bersifat kosmopolit yang sebarannya sangat luas dan mudah beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan misalnya Papilio memnon (Amir et al. 2003).

Kupu-kupu banyak dijumpai beterbangan diantara pepohonan di dalam hutan, tepian sungai dan tempat-tempat lain yang terang dan terbuka di dalam hutan yang banyak terdapat berbagai jenis bunga (Amir et al. 2003). Kupu-kupu menyukai tempat-tempat yang bersih dan sejuk serta tidak terkontaminasi oleh insektisida, asap dan bau yang tidak sedap. Oleh karena itu kupu-kupu dapat dijadikan sebagai indikator perubahan ekologi suatu lingkungan, makin beragam jenis kupu-kupu yang ada menandakan lingkungan tersebut masih amat baik (Odum 1971).

(29)

BAB III

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Sejarah dan Status Kawasan

Kawasan Pondok Ambung, berada di wilayah SPTN 1, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah yang telah ditetapkan status kawasannya sebagai kawasan taman nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 687/Kpts-II/1996. Berdasarkan sejarahnya, dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 43/Kpts/DJ/I/1978, Taman Nasional Tanjung Puting pada awalnya merupakan kawasan Suaka Margasatwa Tanjung Puting dengan luasan mencakup 138.860 ha di wilayah KPH Kotawaringin Barat dan 131.180 ha di wilayah KPH Kotawaringin Timur. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 698/Kpts/Um/II/1978, luasannya ditambah seluas 30.000 ha yang mencakup kawasan hutan diantara Sungai Serimbang dan Sungai Sigintung. Kawasan Suaka Margasatwa Tanjung Puting yang pada saat itu luasan totalnya mencapai 300.040 ha, dideklarasikan sebagai kawasan Taman Nasional berdasarkan pernyataan Menteri Pertanian Nomor 736/Mentan/X/1982. Pada Tahun 1996, kawasan tersebut ditetapkan oleh Menteri Kehutanan sebagai kawasan taman Nasional dengan perluasan wilayah menjadi 415.040 ha yang mencakup kawasan Suaka Margasatwa Tanjung Puting seluas 300.040 ha, kawasan hutan produksi seluas 90.000 ha dan kawasan perairan di sekitarnya seluas 25.000 ha.

Sejarah keberadaan Pondok Ambung di Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah, pada awalnya didirikan pada tahun 1980an oleh OFI (Orangutan Foundation International) sebagai kawasan penelitian bekantan (Nasalis larvatus). Setelah lama vakum, pada bulan Agustus 2005 Pondok Ambung dibangun dan dibuka kembali oleh YAYORIN (Yayasan Orangutan Indonesia) yang didukung oleh Orangutan Foundation (UK). Saat ini Pondok Ambung peruntukkannya diperluas untuk memenuhi kebutuhan penelitian hutan tropis dataran rendah Kalimantan.

(30)

3.2 Kondisi Fisik 3.2.1 Tanah

Kondisi tanahnya sebagian besar merupakan jenis tanah yang miskin akan unsur hara. Tanah di kawasan ini rentan terhadap pencucian tanah dan cenderung kurang berkembang. Tanahnya bersifat sangat asam dengan nilai pH 3,8-5,0. Di daerah rawa-rawa di pedalaman yaitu pada bagian hulu, tanahnya memiliki kandungan unsur organik yang lebih tinggi dan terdapat formasi gambut yang tersebar luas dengan ketebalan hingga dua meter. Pada wilayah hutan tanah kering, tanahnya memiliki kandungan pasir yang lebih tinggi. Sedangkan di sekitar anak-anak sungai, tanahnya dicirikan oleh lapisan topsoil dan lapisan subsoil lengket yang keduanya berwarna abu-abu kecoklatan (Rais et al. 2007). 3.2.2 Topografi

Topografinya berkisar antara datar hingga bergelombang dan terletak pada ketinggian 0-11 m dpl. Daerah pantainya berpasir dan sebagian berlumpur (Rais et al. 2007).

3.2.3 Hidrologi

Di dalam kawasan Taman Nasional Tanjung Puting terdapat tujuh Daerah Aliran Sungai (DAS) meliputi DAS Sekonyer, DAS Pembuang, DAS Buluh Kecil, DAS Buluh Besar, DAS Segintung, DAS Perlu, dan DAS Cabang. Aliran sungainya yang berwarna hitam dipengaruhi oleh pasang surut. Pada musim hujan, sering terbentuk beberapa danau di bagian hulu. Di kawasan ini air tanah menjadi bagian yang penting dari semua habitat di Tanjung Puting, sebagian besar kawasannya tergenang air paling tidak selama empat bulan setiap tahunnya (Rais et al. 2007).

3.2.4 Iklim

Menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson tipe iklimnya yaitu tipe iklim A yang selalu basah. Besarnya curah hujan rata-rata mencapai 2.400 mm/tahun (Rais et al. 2007).

(31)

14

3.3 Kondisi Biotik 3.3.1 Flora

Menurut Rais et al. (2007) Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting memiliki tujuh tipe ekosistem meliputi ekosistem hutan tanah kering (hutan kerangas), ekosistem hutan rawa air tawar, ekosistem hutan rawa gambut, ekosistem hutan bakau, ekosistem hutan pantai, hutan tropika dataran rendah, dan ekosistem hutan sekunder. Pada ekosistem hutan tanah kering (hutan kerangas) terdapat jenis tumbuhan pemakan serangga kantong semar (Nepenthes sp.) yang tumbuh menghampar di lantai hutan. Pada ekosistem hutan rawa air tawar (alluvial) jenis vegetasi yang ada merupakan jenis tumbuhan kompleks termasuk jenis tumbuhan merambat berkayu, epifit, dan paku-pakuan. Di bagian hulu Sungai Sekonyer hutan rawa air tawarnya didominasi oleh pandan (Pandanus sp.) dan bentangan makrofita (bakung) seperti Crinum sp. yang mengapung. Ekosistem hutan rawa gambut memiliki jenis vegetasi dengan akar lutut dan akar nafas yang mencuat ke permukaan air. Ekosistem hutan bakau yang berada di daerah pantai dan payau yang berada di muara sungai ditumbuhi nipah (Nypa fructicans) yang tumbuh meluas hingga ke pedalaman di sepanjang sungai. Jenis vegetasi mangrovenya yaitu api-api (Sonneratia sp.) dan bakau (Rhizopora sp.) (Rais et al. 2007).

Dijelaskan pula untuk ekosistem hutan pantai jenis vegetasi yang ada meliputi marga Casuarina, Pandanus, Podocarpus, Scaevola, dan Barringtonia. Jenis vegetasi yang ada di ekosistem hutan tropika dataran rendah dan ekosistem hutan sekunder antara lain meranti (Shorea sp.), ramin (Gonystylus bancanus), jelutung (Dyiera costulata), keruing (Dipterocarpus sp), ulin (Eusideroxylon zwageri), tengkawang (Dracontomelas sp.), puspa (Schima sp.), pulai (Alstonia sp.), durian (Durio sp.), rotan (Calamus sp.), dan alang-alang (Imperata cylindrica) (Rais et al. 2007).

3.3.2 Fauna

Di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting terdapat 38 jenis mamalia, 200 jenis burung dan berbagai jenis reptil, amfibi, dan ikan. Berbagai jenis mamalia yang ada antara lain tupai (Tupaia sp.), tikus (Echinoserex gymnurus), kera buka (Tarsius bancanus), kukang (Nyctycebus coucang), kera ekor panjang

(32)

(Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestrina), kelasi (Presbytis rubicunda), lutung (Presbytis cristata), bekantan (Nasalis larvatus), owa-owa (Hylobates agilis), orangutan (Pongo pygmaeus), trenggiling (Manis javanica), bajing (Ratuva affinis), landak (Hystrix brachyura), beruang madu (Helarctos malayanus), berang-berang (Lutar sp.), musang (Matres flagivula), kucing batu (Felis bengalensis), macan dahan (Neofolis nebulosa), babi hutan (Sus barbatus), kancil (tragulus javanicus), kijang (Muntianus muntjak), dan mamalia air tawar ikan duyung (Dugong dugon) (Rais et al. 2007).

Jenis burung yang ada diantaranya yaitu bultok kecil (Megalaima australis), walet pantat kelabu (Collocalia fuciphaga), tepekong kecil (Hemiprocne comata), lelayang pasifik (Hirundo tahitica), dan kutilang hitam putih (Pycnonotus melanoleucos). Jenis reptil yang telah teridentifikasi meliputi buaya sapit (Tomistoma schlegel), buaya muara (Crocodylus porosus), bidawang (Trionyx cartilaganeus), ular sawa (Python reticulatus), ular sendok (Naja naja), kura-kura (Testuda emys), dan biawak (Varanus salvator). Jenis ikan yang ada salah satunya yaitu arowana (Schlerofagus formosus) (Rais et al. 2007).

(33)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama dua bulan pengamatan dari bulan Juli hingga Agustus 2009 di Pondok Ambung, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Kawasan yang menjadi lokasi kajian meliputi delapan tipe habitat kupu-kupu yaitu habitat hutan dataran rendah, habitat hutan rawa, habitat hutan rawa gambut, habitat hutan kerangas, habitat hutan pasca terbakar, habitat padang-semak, serta habitat Camp Ambung dan habitat Camp Persemaian.

4.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan meliputi :

1. Peta Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah 2. Kompas

3. GPS

4. Software Arcview 3.3 5. Spftware Minitab 14 6. Kamera Olympus FE-320 7. Jaring penangkap kupu-kupu

8. Perangkap kupu-kupu (food trap) dan kandang jaring serangga (insect cage) 9. Alat tulis dan buku lapang

10. Alat pengukur suhu dan kelembaban (thermohygrometer) 11. Meteran 30 meter dan 1,5 meter

12. Tali tambang 13. Tally sheet

14. Field guide kupu-kupu

15. Peralatan pembuatan spesimen dan herbarium (pinset, kertas papilot, alat suntik, setting board, kotak spesimen, jarum pentul, kantong plastik, oven sederhana/pengering, kertas koran, sprayer, kertas label, dan kotak herbarium).

(34)

Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu semua jenis kupu-kupu yang ditemukan di lokasi penelitian, habitat kupu-kupu, bahan pembuatan spesimen meliputi alkohol 70% dan kapur barus serta umpan kupu-kupu meliputi buah rambutan dan semangka.

4.3 Jenis Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan meliputi data jenis dan jumlah individu kupu-kupu yang ditemukan pada setiap tipe habitat serta data karakteristik habitat meliputi komponen fisik dan biotik habitat. Komponen fisik yang diambil meliputi data tingkat suhu dan kelembaban relatif, serta keberadaan sumber air dan daerah terbuka. Komponen biotik meliputi struktur, komposisi, serta tipe vegetasi dan keberadaan satwaliar lainnya mencakup satwa pemangsa kupu-kupu, satwa pesaing, dan satwa yang diuntungkan dengan keberadaan kupu-kupu.

4.4 Metode Pengambilan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui tahapan : 1. Tahap pendahuluan

Pengamatan pendahuluan dilakukan untuk menemukan areal penyebaran kupu-kupu untuk kemudian ditetapkan sebagai lokasi penelitian. Lokasi penelitian kemudian ditandai dengan melakukan penitikan dengan GPS (Global Positioning System) untuk memperoleh titik koordinat lokasi penelitian. Data titik koordinat lokasi yang diperoleh kemudian diolah menjadi peta lokasi penelitian dengan software Arcview 3.3.

2. Tahap pengumpulan kupu-kupu a. Penangkapan kupu-kupu

Penangkapan kupu-kupu dilakukan pada pagi dan sore hari pukul 08.00-12.00 WIB dan pukul 15.00-17.00 WIB. Dalam penangkapan kupu-kupu metode yang digunakan yaitu metode transek garis dengan panjang transek 500 m dan lebar transek 20 m (Gambar 3). Jumlah transek yang dibuat untuk setiap tipe habitat yang menjadi lokasi penelitian yaitu masing-masing sebanyak satu jalur transek. Penangkapan kupu-kupu dilakukan selama 4 hari pengamatan pada jalur transek yang sama yang dilakukan secara bertahap di masing-masing tipe habitat.

(35)

18

Gambar 3. Bentuk jalur inventarisasi kupu-kupu dengan metode transek. Penangkapan kupu-kupu dilakukan dengan metode sweeping yaitu penangkapan dengan jaring dan metode trapping dengan pemasangan perangkap kupu-kupu (food trap). Penangkapan dengan jaring dilakukan di sepanjang jalur yang telah dibuat. Lokasi pemasangan perangkap dipilih secara acak di sepanjang jalur yang telah dibuat yaitu di tempat yang biasanya dikunjungi oleh kupu-kupu seperti di sekitar tumbuhan pakan, di areal terbuka, dan di sekitar sumber air seperti terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Pemasangan perangkap kupu-kupu di sekitar tumbuhan pakan (a) dan sumber air (b). 20 m 20 m Jeda 10 m Plot I Plot II Panjang jalur 500 m a b

(36)

Jumlah perangkap yang dipasang berdasarkan pada tingkat kesulitan penangkapan dengan jumlah perangkap yang lebih banyak di habitat tertentu yang memiliki kondisi lapang yang sulit dalam penangkapan secara langsung dengan jaring. Umpan yang digunakan yaitu buah rambutan dan semangka (Gambar 5).

Gambar 5. Umpan buah rambutan (a) dan semangka (b) dan pemasangannya pada perangkap kupu-kupu (c dan d).

Kupu-kupu yang berhasil ditangkap dengan jaring maupun perangkap kemudian ditempatkan dalam kertas papilot (Gambar 6) atau dimasukkan kedalam kandang jaring serangga (insect cage) sebagai tempat sementara (Gambar 7). Sebelum dimasukkan dalam papilot, kupu-kupu dimatikan terlebih dulu dengan cara memencet bagian thoraksnya.

Gambar 6. Metode pembuatan kertas papilot (Sumber : After Common dan Waterhouse (1981) diacu dalam Braby (2000) ).

a

(37)

20

Gambar 7. Kandang jaring serangga (insect cage) sebagai tempat penyimpan sementara kupu-kupu yang baru ditangkap.

b. Identifikasi kupu-kupu

Setelah penangkapan selesai, kupu-kupu yang terkumpul kemudian diidentifikasi dengan bantuan field guide (Fleming 1983; Maruyama & Otsuka 1991; Novak 1995; Otsuka 2001; Peggie & Amir 2006; Seki et al. 1991; Sen 1983; Tsukada & Nishiyama 1982; Tsukada 1985, 1981; Yata & Morishita 1981). c. Pembuatan spesimen kupu-kupu

Selanjutnya yaitu tahapan pembuatan spesimen dengan menempatkan kupu-kupu di atas setting board dengan posisi sayap direntangkan. Perentangan dilakukan dengan bantuan kertas minyak/kertas roti agar sayap kupu-kupu dapat direntangkan dengan sempurna. Selanjutnya kupu-kupu dikeringkan dengan oven sederhana yang diberi lampu 25 watt. Selanjutnya kupu-kupu disimpan dalam wadah tertutup dan diberi kamper untuk menghindari semut.

3. Tahap pengambilan data karakteristik habitat a. Komponen fisik habitat

Pengumpulan data komponen fisik habitat dilakukan dengan melakukan pengukuran untuk mengetahui tingkat suhu dan kelembaban lingkungan dan pengamatan secara langsung di lapangan untuk mengetahui keberadaan sumber air dan daerah terbuka. Pengukuran tingkat suhu dan kelembaban relatif dilakukan secara bertahap di masing-masing tipe habitat dengan melakukan pengukuran suhu selama 4 hari pengamatan pada waktu pagi hari (pukul 08.00 dan 10.00 WIB), siang hari (pukul 12.00 WIB), dan sore hari (pukul 15.00 WIB). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan thermohygrometer.

(38)

b. Komponen biotik habitat

Pengumpulan data komponen biotik habitat dilakukan dengan melakukan analisis vegetasi untuk memperoleh data struktur, komposisi, serta tipe vegetasi dan pengamatan untuk memperoleh data keberadaan jenis satwa lainnya yang meliputi satwa pemangsa kupu-kupu, satwa pesaing, dan satwa yang diuntungkan dengan keberadaan kupu-kupu.

Analisis vegetasi dilakukan dengan metode garis berpetak (Gambar 8) untuk memperoleh data keanekaragaman jenis vegetasi. Data vegetasi yang diambil meliputi data vegetasi tingkat semai, pancang, tiang, pohon, dan tumbuhan bawah.

Gambar 8. Bentuk jalur analisis vegetasi dengan metode garis berpetak. Keterangan :

a (2 m x 2 m) : Petak inventarisasi tingkat semai dan tumbuhan bawah b (5 m x 5 m) : Petak inventarisasi tingkat pancang

c (10 m x 10 m) : Petak inventarisasi tingkat tiang d (20 m x 20 m) : Petak inventarisasi tingkat pohon

Pengumpulan data vegetasi kemudian dilanjutkan dengan pembuatan herbarium. Pembuatan herbarium dilakukan terutama untuk jenis tumbuhan yang menjadi sumber pakan, shelter, dan cover bagi kupu-kupu. Tahap pengumpulan dan pembuatan herbarium dilakukan dengan mengambil contoh bahan herbarium yaitu bagian daunnya. Tahapannya meliputi (Laboratorium Ekologi Hutan 2004; Indriyanto 2006) :

a. Mengambil bagian tumbuhan yang akan dijadikan bahan herbarium. Ukuran ranting yang diambil yaitu 29 cm x 42 cm (ukuran setengah halaman kertas koran).

p jalur = 80 m

b a c d

(39)

22

b. Memberikan etiket gantung (label) yang berisi data nama pengumpul, nomor koleksi, tanggal, dan tempat koleksi.

c. Bahan herbarium kemudian dimasukkan dalam lipatan koran dan disimpan dalam wadah plastik tebal, kemudian diberi alkohol 70% dengan menggunakan sprayer hingga merata, selanjutnya plastik diikat kuat untuk mencegah penguapan alkohol, selanjutnya plastik ditempatkan dalam kotak herbarium.

d. Bahan herbarium kemudian dikeringkan dalam oven.

e. Setelah kering, bahan herbarium ditempel/dipasang pada karton herbarium ukuran 29 x 42 cm2 dan kemudian ditutup/dilapisi dengan plastik bening. f. Pada karton tersebut diberikan keterangan data hasil risalah pohon di lapangan

meliputi nama pengumpul, nomor koleksi, tanggal, nama daerah, taksonomi, keadaan tempat tumbuh, sifat-sifat botanis, dan morfologis.

g. Untuk penyimpanan, herbarium dimasukkan dalam rak, laci atau lemari yang tertutup rapi.

4.5 Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menghitung nilai kekayaan jenis (species richness), keanekaragaman jenis (heterogeneity), kemerataan jenis (evennes), dan kesamaan jenis (similarity coefficient) kupu-kupu untuk setiap tipe habitat. Pada analisis data dari hasil analisis vegetasi dilakukan perhitungan Indeks Nilai Penting (INP) dan perhitungan tingkat keanekaragaman jenis vegetasinya. Hubungan antara karakteristik habitat dan tingkat keaneakaragaman jenis kupu-kupu diketahui dengan melakukan uji korelasi dengan korelasi Pearson (Pudjirahardjo et al. 1993) menggunakan software minitab 14.

4.5.1 Kekayaan Jenis (Species Richness)

Kekayaan jenis (species richness) dihitung dengan menggunakan Indeks Diversitas Margalef (Odum 1971) dengan persamaan :

Dmg= (S – 1)

ln N Keterangan :

S : Jumlah jenis yang teramati N : Jumlah individu

(40)

4.5.2 Keanekaragaman Jenis (Heterogeneity)

Untuk mengetahui tingkat keanekaragaman jenis digunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dengan mempertimbangkan jumlah jenis dan jumlah masing-masing individu per jenis yang ditemukan dengan persamaan (Odum 1971; Krebs 1978) :

Indek Keanekaragaman (H’) = - ∑ ( pi. ln pi ) ; pi = ni / N

Keterangan :

H’ : Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener ni : Jumlah individu ke-i

N : Jumlah individu seluruh jenis

Besarnya nilai keanekaragaman jenis termasuk kedalam kategori tinggi apabila nilainya > 3,5 dan termasuk dalam kategori sedang pada nilai kisaran 1,5-3,5 dan termasuk kategori rendah pada nilai < 1,5.

4.5.3 Kemerataan Jenis (Evenness)

Indeks kemerataan jenis (evenness) digunakan untuk mengetahui gejala dominansi diantara jenis dalam suatu komunitas. Persamaannya yaitu (Odum 1971; Krebs 1978) :

e = H’ / ln S Keterangan :

E : Indeks kemerataan jenis (0-1) H’ : Indeks Shannon

S : Jumlah jenis

Kisaran nilai indeks kemerataan jenis (evennes) yaitu 0-1. Apabila setiap jenis memiliki jumlah individu yang sama maka komunitas tersebut memiliki nilai evenness maksimal (indeks = 1). Sebaliknya apabila nilai evennes tersebut kecil (mendekati 0) maka dalam komunitas tersebut terdapat jenis dominan, sub dominan, dan jenis tidak dominan.

4.5.4 Koefisien Kesamaan Jenis (Similarity Coefficient)

Koefisien kesamaan jenis (similarity coefficient) digunakan untuk mengetahui nilai kesamaan jenis antar habitat. Persamaan yang digunakan yaitu koefisien Jaccard ( Krebs 1978) :

(41)

24

Sj = a

a + b + c Keterangan :

Sj : Koefisien kesamaan Jaccard

a : Jumlah jenis yang ditemukan pada tipe habitat A dan B b : Jumlah jenis yang hanya ditemukan pada tipe habitat B c : Jumlah jenis yang hanya ditemukan pada tipe habitat A 4.5.5 Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi digunakan untuk mengetahui kondisi vegetasi pada habitat kupu-kupu sehingga dapat diketahui komposisi dan dominasi suatu jenis tumbuhan pada suatu habitat. Dominasi tersebut ditunjukkan dalam besaran Indeks Nilai Penting (INP).

Persamaan-persamaan yang digunakan untuk memperoleh nilai INP yaitu (Laboratorium Ekologi Hutan 2004; Indriyanto 2006) :

Kerapatan suatu jenis (K)

K = Jumlah individu suatu jenis / Luas petak contoh Kerapatan relatif suatu jenis (KR)

KR = (Kerapatan suatu jenis / Kerapatan seluruh jenis) x 100 % Frekuensi suatu jenis (F)

F = Jumlah subpetak ditemukan suatu jenis / Jumlah seluruh subpetak contoh Frekuensi relatif suatu jenis (FR)

FR = (Frekuensi suatu jenis / Frekuensi seluruh jenis) x 100% Dominasi suatu jenis (D)

D = Luas bidang dasar suatu jenis / Luas petak contoh Dominasi relatif suatu jenis (DR)

DR = Dominasi suatu jenis / Dominasi seluruh jenis x 100% Indeks Nilai Penting (INP)

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Habitat Kupu-kupu

5.1.1 Komponen Fisik Habitat

Berdasarkan pengukuran suhu di lapangan, diperoleh hasil tingkat suhu dan kelembaban relatif rata-rata di masing-masing tipe habitat yaitu seperti tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil pengukuran suhu dan kelembaban relatif rata-rata di masing-masing tipe habitat

No. Tipe Habitat

08.00 WIB 10.00 WIB 12.00 WIB 15.00 WIB

T (°C) R (%) T (°C) R (%) T (°C) R (%) T (°C) R (%) 1. HDR 24.13 99.25 26.38 91.13 28 85.5 27.88 87.25 2. HRW 24.25 97 27.25 86.5 28.5 78.5 27.13 88.5 3. HRWG 23.63 100 26.88 95.38 27.63 91.88 27 96.13 4. HK 28 82.75 30.13 73.88 31.25 70 26.88 87.5 5. PS 30.38 73.13 32.88 63.88 35.13 57.63 32.75 64.75 6. HPT 28 84 32.13 69.05 34.75 60 30 78 7. CA 24.75 95.38 27.5 85 29.25 77.38 29.63 76.25 8. CP 24.63 94.25 29.25 80.25 30.88 69.75 28.63 83

Keterangan : HDR (Hutan Dataran Rendah), HK (Hutan Kerangas), HRW (Hutan Rawa), HRWG (Hutan Rawa Gambut), PS (Padang-Semak), CA (Camp Ambung), CP (Camp Persemaian), HPT (Hutan Pasca Terbakar), T (Suhu), R (Kelembaban relatif).

Berdasarkan hasil yang diperoleh terlihat hubungan antara kondisi suhu lingkungan dan kelembaban relatif yang memiliki nilai berbanding terbalik dengan kelembaban relatif yang semakin rendah seiring dengan peningkatan suhu. Tipe habitat dengan tingkat suhu tertinggi dan tingkat kelembaban relatif yang rendah yaitu habitat padang-semak yang memiliki tingkat suhu tertinggi pada siang hari sebesar 35,13°C dan kelembaban relatif 57,63%. Tipe habitat lainnya yang juga memiliki tingkat suhu tinggi dan kelembaban relatif yang rendah yaitu habitat hutan pasca terbakar dan hutan kerangas. Habitat hutan pasca terbakar memiliki tingkat suhu tertinggi pada siang hari mencapai suhu 34,75°C dan kelembaban relatif 60%, sedangkan habitat hutan kerangas memiliki tingkat suhu tertinggi pada siang hari mencapai suhu 31,25°C dan kelembaban relatif 70%. Tipe habitat hutan dataran rendah, hutan rawa, dan hutan rawa gambut merupakan

(43)

26

tipe habitat yang memiliki tingkat suhu yang rendah dan kelembaban relatif yang tinggi. Habitat hutan dataran rendah memiliki tingkat suhu tertinggi di siang hari yang mencapai 28°C dan kelembaban relatif 85,5%, habitat hutan rawa memiliki tingkat suhu tertinggi mencapai 28,5°C dan kelembaban relatif 78,5%, dan habitat hutan rawa gambut memiliki tingkat suhu tertinggi mencapai 27,63°C dan kelembaban relatif 91,88%. Tipe habitat lainnya yaitu habitat Camp Ambung dan Camp Persemaian memiliki tingkat suhu dan kelembaban relatif yang sedang. Camp Ambung memiliki tingkat suhu tertinggi di siang hari mencapai suhu 29,25°C dan kelembaban relatif 77,38%, Camp Persemaian memiliki tingkat suhu tertinggi mencapai 30,88°C dan kelembaban relatif 69,75%.

Pada kondisi fisik yang mencakup keberadaan sumber air dan daerah terbuka, berdasarkan hasil pengamatan diperoleh hasil seperti tersaji pada Tabel 2. Diantara berbagai bentuk sumber air yang tersedia, daerah sumber air yang sering dikunjungi kupu-kupu selama pengamatan di lapangan yaitu daerah tepian Sungai Sekonyer Kanan di habitat Camp Ambung, sedangkan keberadaan daerah terbuka yang sering dikunjungi mencakup areal terbuka yang luas maupun areal terbuka berupa daerah dengan tajuk yang jarang yang sering dikunjungi kupu-kupu untuk berjemur menghangatkan suhu tubuhnya.

Tabel 2. Keberadaan sumber air dan daerah terbuka di masing-masing tipe habitat

No. Lokasi Faktor Abiotik

Keberadaan Sumber Air Keberadaan Daerah Terbuka 1. Hutan Dataran

Rendah

Tidak ada Terdapat sedikit areal terbuka berupa daerah dengan penutupan tajuk yang jarang 2. Hutan Rawa Kawasan hutan rawa terletak di tepi

Sungai Sekonyer Kanan dan tedapat aliran sungai kecil di dalam kawasan hutan rawa

Terdapat beberapa areal terbuka

3. Hutan Rawa Gambut

Terdapat cukup banyak genangan air di lantai hutan

Tidak ada 4. Hutan

Kerangas

Tidak ada Kondisi hutan terbuka dengan

beberapa tajuk yang cukup terbuka

5. Padang-Semak Terdapat beberapa sisa genangan air setelah musim hujan (air pasang)

Kondisi kawasan berupa areal terbuka

6. Hutan Pasca Terbakar

Tidak ada Kondisi kawasan masih terbuka

(masih dalam tahap suksesi) 7. Camp

Ambung

Camp terletak di tepian Sungai Sekonyer Kanan

Terdapat sebagian kecil areal terbuka yang tidak terhalangi pepohonan

8. Camp Persemaian

Sumber air berupa sebuah lubang galian mata air yang cukup besar

Kondisi kawasan sebagian besar berupa areal terbuka

(44)

5.1.2 Komponen Biotik Habitat

Berdasarkan hasil analisis vegetasi, diketahui jenis vegetasi yang dominan di masing-masing tipe habitat berikut fungsinya sebagai sumber pakan, shelter, maupun cover bagi kupu-kupu yaitu seperti tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3. Data jenis vegetasi yang mendominasi di masing-masing tipe habitat

No. HabitatTipe VegetasiTingkat Jenis Famili Fungsi

1. HDR a. Semai Bati-bati (Syzygium zeylanica )

Myrtaceae P

b. Pancang Bati-bati (Syzygium zeylanica)

Myrtaceae P

c. Tumbuhan bawah

Kikipasan S

d. Tiang Ubar samak (Syzygium sp.) Myrtaceae P e. Pohon Idat (Cratoxylon glaucum) Clusiaceae P 2. HRW a. Semai Ketiau (Ganua motleyana) Sapotaceae SC

b. Pancang Pansulan (Pternandra caerulescens)

Melastomataceae SC c. Tumbuhan

bawah

Kelakai S

d. Tiang Habu-habu rawa

(Symplocos celastrifolia)

Symplocaceae SC e. Pohon Ketiau (Ganua motleyana) Sapotaceae SC 3. HRWG a. Semai Ketiau (Ganua motleyana) Sapotaceae SC

b. Pancang Kabui SC

c. Tumbuhan bawah

Bakung S

d. Tiang Kepodas SC

e. Pohon Ketiau (Ganua motleyana) Sapotaceae SC 4. HK a. Semai Luwari (Shima wallichii) Theaceae PSC

b. Pancang Luwari (Shima wallichii) Theaceae PSC c. Tumbuhan

bawah

Tonggau S

d. Tiang Luwari (Shima wallichii) Theaceae PSC e. Pohon Luwari (Shima wallichii) Theaceae PSC 5. PS a. Semai Ubar merah (Syzygium sp.) Myrtaceae P

b. Pancang Ubar merah (Syzygium sp.) Myrtaceae P c. Tumbuhan

bawah

Anak purun S

d. Tiang Galam SC

6. HPT a. Semai Kremunting padang (Ochtocharis bornensis)

Melastomataceae P b. Pancang Luwari (Shima wallichii) Theaceae PSC c. Tumbuhan

bawah

Jeruman S

7. CA a. Pohon Luwari (Schima wallichii) Theaceae PSC 8. CP a. Tiang Bintangur (Callophyllum

pulcherrimum)

Clusiaceae SC

b. Pohon Luwari (Schima wallichii) Theaceae PSC Keterangan : HDR (Hutan Dataran Rendah), HK (Hutan Kerangas), HRW (Hutan Rawa), HRWG (Hutan Rawa Gambut), PS (Padang-Semak), CA (Camp Ambung), CP (Camp Persemaian), HPT (Hutan Pasca Terbakar), P (Pakan), S (Shelter), C (Cover).

(45)

28

Berdasarkan fungsinya, secara keseluruhan ditemukan sebanyak 29 jenis tumbuhan pakan, 103 jenis tumbuhan shelter dan 98 jenis tumbuhan cover. Jumlah jenis tumbuhan pakan, shelter, maupun cover di masing-masing tipe habitat yaitu seperti tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah jenis tumbuhan pakan, shelter, dan cover di masing-masing tipe habitat

No. Tipe Habitat Tumbuhan

Pakan

Tumbuhan

Shelter

Tumbuhan

Cover

1. Hutan dataran rendah 15 41 39

2. Hutan rawa 6 22 22

3. Hutan rawa gambut 13 53 51

4. Hutan kerangas 8 9 8

5. Padang-semak 3 3 2

6. Hutan pasca terbakar 5 2 2

7. Camp Ambung 9 14 14

8. Camp Persemaian 10 26 25

Tipe habitat yang memiliki jumlah jenis tumbuhan pakan terbanyak yaitu habitat hutan dataran rendah sebanyak 15 jenis tumbuhan pakan, dan tipe habitat yang memiliki jumlah jenis tumbuhan pakan paling sedikit yaitu habitat padang semak sebanyak 3 jenis tumbuhan pakan. Tipe habitat yang memiliki jumlah vegetasi shelter dan cover terbanyak yaitu habitat hutan rawa gambut sebanyak 53 jenis tumbuhan shelter dan 51 jenis tumbuhan cover. Tipe habitat hutan pasca terbakar dan habitat padang semak merupakan habitat yang memiliki jumlah jenis tumbuhan shelter dan cover paling sedikit sebanyak 2 jenis untuk tumbuhan shelter dan cover di habitat hutan pasca terbakar dan 3 jenis tumbuhan shelter dan 2 jenis tumbuhan cover di habitat padang-semak.

Berikut merupakan daftar jenis tumbuhan yang menjadi sumber pakan bagi kupu-kupu serta penyebarannya di masing-masing tipe habitat seperti tersaji pada Tabel 5. Daftar jenis tumbuhan yang berfungsi sebagai shelter dan cover secara lengkap tersaji pada lampiran 19. Jenis tumbuhan yang menjadi sumber pakan bagi kupu-kupu yaitu dari famili Anacardiaceae (1 jenis), Annonaceae (1 jenis), Clusiaceae (1 jenis), Ebenaceae (2 jenis), Euphorbiaceae (1 jenis), Fabaceae (3 jenis), Lauraceae (3 jenis), Melastomataceae (4 jenis), Moraceae (1 jenis), Myrtaceae (8 jenis), dan Theaceae (1 jenis).

(46)

Tabel 5. Jenis tumbuhan yang menjadi sumber pakan kupu-kupu serta penyebarannya di masing-masing tipe habitat

Keterangan : A (Hutan Dataran Rendah), B (Hutan Kerangas), C (Hutan Rawa), D(Hutan Rawa Gambut), E (Padang-Semak), F (Hutan Pasca Terbakar), G (Camp Ambung), H (Camp Persemaian).

No. Nama Lokal Famili A B C D E F G H

1. Bati-bati (Syzygium zeylanica) Myrtaceae √ √ √ 2. Bekunyit (Diospyros polyalthioides) Ebenaceae √ √

3. Blensuit (Sindora leicocarpa) Fabaceae √

4. Idat (Cratoxylon glaucum) Clusiaceae √ √ √ √ √ √

5. Jamai (Rhodamnia cinerea) Myrtaceae √ √ √

6. Jejambu (Syzygium cuprea ) Myrtaceae √ √ √ √ √

7. Keranji (Dialium indum) Fabaceae √ √

8. Kremunting padang (Ochtocharis bornensis)

Melastomataceae √

9. Kriwaya √ √ √

10. Kriwaya buah kecil √

11. Lamanaduk/ Tebingkar (Diospyros pilosanthera)

Ebenaceae √ √

12. Luwari (Schima wallichii) Korth.

Theaceae √ √ √ √

13. Makai (Mezzettia parvifolia) Annonaceae √ √

14. Mangga (Mangifera sp.) Anacardiaceae √

15. Medang (Actinodaphne sp.) Lauraceae √ √ √

16. Medang Kabui (Actinodaphne sp.) Lauraceae √ 17. Medang tembaga (Actinodaphne sp.) Lauraceae √ 18 Pansulan (Pternandra coerulescens) Melastomataceae √ √ √ √

19. Puak (Artocarpus sp.) Moraceae √ √ √ √

20 Puntiranak (Phyllanthus niruri)

Euphorbiaceae √ √

21. Temboras (Memecylon sp.) Melastomataceae √

22. Ubar (Syzygium sp.) Myrtaceae √ √ √

23. Ubar hiang (Syzygium sp.) Myrtaceae √ 24. Ubar merah (Syzygium

leucoxylon)

Myrtaceae √ √ √

25. Ubar putih (Syzygium tawaense)

Myrtaceae √ √

26. Ubar samak (Syzygium sp.) Myrtaceae √ √ √

27. Anak purun √ 28. Kakacangan Fabaceae √ √ 29. Kremunting kodok (Melastoma malabathricum) Melastomataceae √ √ Jumlah 15 6 13 8 3 5 9 10

Referensi

Dokumen terkait

Oleh kerana sifat yang dinyatakan dan kewujudan grafin yang stabil dalam keadaan mandiri, grafin adalah salah satu calon bahan yang sesuai untuk memfabrikasi suis NEM yang

Pendanaan, Leverage dan Ukuran Perusahaan ( Size ) terhadap Return Saham perusahaan yang terdaftar dalam indeks LQ45.

[r]

maka di dalamnya dapat diperoleh makna model masyarakat madani Indonesia- Dari sila-sila yang ad4 dapat dikontruksikan bahwa Masyarakat Madani Indonesia merupakan

Sebagai contoh, bila pin 4 pada port data yang dikendalikan dan setelah diperiksa oleh komputer hasilnya benar, maka alarm akan menyala dan komputer

Dari diagram tersebut di atas terlihat bahwa sebagian besar yakni 74 orang (64%) responden meyakini bahwa alasan dari penyamaan besaran PTKP bagi anak baik yang memperoleh

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu melaksanakan urusan pemerintahan dan pembangunan di bidang penanaman modal dan penyelenggaraan pelayanan

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 286 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun