• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Weer (2006: 581) mengemukakan bahwa OCB pada awalnya dikonsep

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Weer (2006: 581) mengemukakan bahwa OCB pada awalnya dikonsep"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Weer (2006: 581) mengemukakan bahwa OCB pada awalnya dikonsep sebagai penjelasan alternatif untuk hipotesis satisfaction-causes-performance, hal ini dikembangkan untuk menanggapi studi yang menemukan hubungan sederhana antara sikap karyawan dan ukuran kinerja tradisional dan intinya, karyawan menanggapi perlakuan supportive dari organisasi mereka dengan melakukan OCB. Lee dan Low (2013) juga mengatakan bahwa OCB merupakan perilaku yang sukarela dan saling membantu tanpa adanya permintaan untuk diberikan imbalan yang bertujuan memajukan organisasi. Luthans (2006: 654) juga mengatakan bahwa OCB secara tidak langsung dipengaruhi oleh kepemimpinan transformasional. Weer (2006: 580) mengemukakan bahwa organizational citizenship behavior (OCB) adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang individu bukan secara resmi diakui atau dihargai oleh organisasi, tetapi secara total meningkatkan fungsi efektif organisasi, sederhananya, itu adalah perilaku yang berjalan di atas dan di luar persyaratan pekerjaan namun belum tentu dikompensasi oleh sistem reward organisasi tradisional.

Luthans (2006: 251) menjelaskan bahwa selain peran ekstra atau di luar “panggilan tugas”, dimensi utama lain adalah bahwa OCB bersifat bebas memilih

(2)

dan bahwa OCB tidak perlu diatur dengan sistem penghargaan formal dari organisasi. Adapun menurut OCB memiliki 5 bentuk utama:

1) Altruisme, yaitu perilaku berinisiatif untuk membantu atau menolong rekan kerja dalam organisasi secara sukarela. Contoh membantu saat rekan kerja tidak sehat atau dalam kesulitan.

2) Kesungguhan, yaitu pengabdian atau dedilkasi yang tinggi pada pekerjaan dan keinginan untuk melebihi standar pencapaian dalam setiap aspek. Contoh, lembur untuk menyelesaikan proyek.

3) Kepentingan umum, yaitu perilaku individu yang menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki tanggung jawab untuk terlibat, berpartisipasi, turut serta, dan peduli dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan organisasi. Contohnya, rela mewakili perusahaan untuk program bersama 4) Sikap sportif, yaitu kesediaan individu menerima apapun yang ditetapkan

oleh organisasi meskipun dalam keadaan yang tidak sewajarnya. Contohnya, ikut menanggung kegagalan proyek tim yang mungkin akan berhasil dengan mengikuti nasihat anggota.

5) Sopan, yaitu perilaku individu yang menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari perselisihan antar anggota dalam organisasi. Contohnya, memahami dan berempati walaupun saat dikritik.

(3)

2.2 Kepuasan Kerja

Schleider dan Fox (2006: 436) berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah salah satu dimensi yang paling banyak dibahas dan dipelajari dari kehidupan kerja karyawan, definisi awal kepuasan kerja dipahami sebagai reaksi afektif atau reaksi emosional terhadap pekerjaan seseorang, spesifik utama dari apa yang karyawan butuhkan dari kepuasan kerja meliputi harga diri dan identitas. Maxwell (2006: 446) juga mengemukakan bahwa kepuasan kerja lebih mengedepankan semangat dan kebahagiaan atas pekerjaan yang dilakukan, kepuasan kerja adalah kunci untuk mendapatkan pengakuan, penghasilan, promosi dan pencapaian tujuan-tujuan lain. Lu, et al. (2013) mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan faktor yang paling penting yang mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang.Sidartha, dkk.(2011) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu respon umum yang ditunjukkan oleh karyawan yang berupa perilaku positif, dimana perilaku tersebut dari berbagai hal yamg diterima terkait dengan pekerjaannya.Kepuasan kerja merupakan faktor yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh suatu organisasi karena kepuasan kerja menentukan kesuksesan suatu organisasi tersebut (Teck dan Waheed, 2011).

Locke dalam Luthans (2006: 243) menyatakan bahwa definisi komperhensif dari kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau sikap kognitif, efektif, dan evaluatif menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Luthans (2006: 243) sendiri mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal

(4)

yang dinilai penting. Handoko (2001:193) menyatakan kepuasan kerja adalah perasaan puas atau tidaknya karyawan dalam bekerja yang berkaitan dengan pekerjaan mereka dalam suatu perusahaan.

Menurut Luthans (2006: 243) ada 5 indikator penting kepuasan kerja yaitu:

1) Pekerjaan itu sendiri. Dalam hal di mana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab.

2) Gaji. Sejumlah upah yang diterima dan tingkat di mana hal ini bisa dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain dalam organisasi.

3) Kesempatan promosi. Kesempatan untuk maju dalam organisasi

4) Pengawasan. Kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dukungan perilaku

5) Rekan kerja. Tingkat di mana rekan kerja pandai secara teknis dan mendukung secara social.

2.3 Kepemimpinan Transformasional

Northouse (2013: 175) mengatakan bahwa kepemimpinan transformasional adalah proses yang mengubah orang-orang, seperti emosi, nilai, etika, standar, dan tujuan jangka panjang, hal itu termasuk menilai motif pengikut memuaskan kebutuhan mereka dan memperlakukan mereka sebagai manusia secara utuh. Lee dan Low (2012) mengemukakan bahwa kepemimpinan

(5)

transformasional mengacu pada proses transformasi pemimpin yang melibatkan individu, kelompok, dan organisasi serta menciptakan perubahan substantif dalam sikap karyawan, peningkatan moral dan arah organisasi.

Adapun indikator kepemimpinan menurut Northouse (2013: 181) adalah:

1) Pengaruh ideal. Pengaruh ideal mendeskripsikan pemimpin yang bertindak sebagai teladan yang kuat bagi pengikut mereka

2) Motivasi yang menginspirasi. Faktor ini menggambarkan pemimpin yang mengomunikasikan harapan tinggi kepada pengikut, menginspirasi mereka lewat motivasi untuk menjadi setia pada, dan menjadi bagian dari visi bersama dalam organisasi.

3) Rangsangan intelektual. Hal ini mencakup kepemimpinan yang merangsang pengikut untuk bersikap kreatif dan inovatif serta merangsang keyakinan dan nilai mereka sendiri, seperti juga nilai dan keyakinan pemimpin serta organisasi.

4) Pertimbangan yang diadaptasi. Faktor ini mewakili pemimpin yang memberikan iklim yang mendukung, di mana mereka mendengarkan dengan seksama kebutuhan masing-masing pengikut.

2.4 Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)

Ardana, dkk. (2009: 34) mengatakan bahwa Frederick Herzberg mengembangkan suatu teori yang disebut Teori Dua Faktor, yang terdiri atas:

(6)

1) Faktor higiene, yaitu faktor-faktor yang dapat menyebabkan ataupun mencegah ketidakpuasan, yang pada hakekatnya terdiri atas faktor ekstrinsik dari pekerjaan. Faktor-faktor itu antara lain: gaji, jaminan pekerjaan, kondisi kerja, status, kebijakan pemerintah, kualitas supervisi, kualitas hubungan antar pribadi dengan atasan, bawahan dan sesama pekerja serta jaminan sosial.

2) Faktor motivator, faktor-faktor yang betul-betul membawa pada pengembangan sikap positif dan pendorong pribadi. Faktor-faktor tersebut meliputi: tanggung jawab, prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, kemajuan, serta pertumbuhan dan perkembangan pribadi.

2.5 Rumusan Hipotesis dan Kerangka Konseptual

1) Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Kepuasan Kerja

Menurut Suryanatha dan Ardana (2014) dalam penelitian yang telah mereka lakukan, bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Ibrahim dan Shurbagi (2012) juga mengatakan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki hubungan positif terhadap kepuasan kerja.Yang (2012) juga berpendapat pada penelitiannya bahwa kepemimpinan transformasional memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja intrinsik dan ekstrinsik. Wilanda (2014) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa semakin baik kepemimpinan transformasional diciptakan, maka akan semakin meningkat kepuasan kerja

(7)

karyawan yang dirasakan. Athanasios dan Belias (2014) menemukan dalam penelitiannya bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diatas maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:

H1: Kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.

2) Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap OCB

Menurut penelitian Maharani,etal.(2013), kepemimpinan transformasional mempunyai pengaruh positif yang tidak langsung terhadap OCB.Oguz (2010) juga berpendapat bahwa kepemimpinan transformasioal memiliki pengaruh positif secara tidak langsung terhadap tingkat OCB di suatu organisasi. Menurut Li dan Hung (2009), kepemimpinan transformasional meningkatkan performa karyawan dan kesedian karyawan untuk melakukan OCB. Rahmi (2014) mendapatkan dalam penelitiannya bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB.Ini berarti semakin tinggi tingkat penerapan kepemimpinan transformasional, maka semakin tinggi pula tingkat OCB yang didapatkan. Zacher dan Jimmieson (2012) juga menemukan bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap OCB. Saeed dan Ahmad (2012) menyatakan bahwa pemimpin disarankan untuk mengadopsi gaya kepemimpinan transformasional untuk mempengaruhi bawahannya sehingga mereka dapat terlibat dalam perilaku peran ekstra seperti organizational citizenship behavior

(8)

(OCB) yang bermanfaat bagi pertumbuhan organisasi, sehingga dapat dilihat dan diamati bahwa antara kepemimpinan transformasional dan berbagai dimensi dari OCB berhubungan positif.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diatas, maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:

H2: Kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB.

H3: Kepuasan kerja memediasi hubungan kepemimpinan transformasional terhadap OCB.

3) Hubungan Kepuasan Kerja terhadapOCB

Menurut Rejeki, dkk. (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB, ini berarti makin tinggi tingkat kepuasan kerja yang di dapat maka semakin tinggi juga tingat OCB yang dilakukan. Lu, et al. (2013), juga berpendapat bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap OCB. Swaminathan dan Jawahar (2013) juga berpendapat bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap OCB.Darmawati, dkk.(2013) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap OCB. Lembono (2013) juga mendapatkan bahwa kepuasan kerja karyawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB, hal ini berarti bahwa kepuasan kerja karyawan yang tinggi dapat meningkatkan OCB para karyawan.

(9)

Berdasarkan hasil penelitian yang diungkapkan diatas maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:

H4: Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB.

2.5.1. Kerangka Konseptual

Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja dan organizational citizenship behavior pada PT. Sinar Nusra Press Utama.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Sumber: Hasil Konseptual dan Kajian Konseptual Kepemimpinan Transformasional (X1) Kepuasan Kerja (Y1) Organizationa l Citizenship Behavior (Y2)

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Soetomo didapatkan bahwa pada pasien trauma tembus yang dilakukan kraniotomi debridement kurang dari 12 jam post trauma diikuti pemberikan antibiotik profilaksis

Gambar tersebut memperlihatkan bahwa nilai yang dihasilkan oleh pemilah kombinasi kedua warna lebih kecil dibandingkan dengan hasil pemilah kombinasi hipocotyl dan

Di samping Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Propinsi Sumatera Utara, terdapat beberapa perusahaan yang mengelola industri turunan (hilir) mengolah minyak CPO menjadi minyak

Pembuatan Motion Graphic ini berdasarkan penelitian terhadap target audiens serta hasil dari wawancara kepada ahli dalam bidang penyakit leptospirosis, kemudian

1) Interaksi (obat dengan obat atau obat dengan makanan): Interaksi aktual dan interaksi potensial. 2) Ketidaktepatan Pemilihan Obat: tidak tepat pemilihan obat sesuai drug

Di samping itu, fokus penting lainnya yang bisa ditujukan pada isu-isu tersebut adalah eksis- tensi konstruksi sosial terhadap tubuh seorang Hester Prynne sebagai

b. Penahanan justisial, yaitu penahanan sementara di bidang hukum pidana. Pendapat pertama, tindakan penahanan yang dilakukan KOPKAMTIB/LAKSUSDA termasuk boleh

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap kinerja tenaga akademik, adanya tidak pengaruh tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan