PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN DENGAN CARA HIPNOTIS DI POLRESTA PADANG
1Roni Arie Afandi, 1Uning Pratimaratri, 1Yetisma Saini 1Jurusan, Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta
E-mail: roniarie.afandi@yahoo.com ABSTRACT
Hypnosis is widely used for various purposes. One of them is used to commit a crime offraud. Fraud with hypnosis a lot going on in the city of Padang. The problem in this studyare: 1) How is the implementation of criminal fraud investigation by means of hypnosis in Champaign Police? 2) What obstacles encountered investigators in investigating criminalcases of fraud by means of hypnosis in Champaign Police? This study used socio-legal approach. Sources of data in the form of primary data and secondary data. Primary data were obtained by interviews, secondary data obtained from the study ofdocuments. The data were analyzed qualitatively. From the results of this studyconcluded: 1) The investigation of criminal offenses of fraud by way of hypnosis inChampaign Police are in accordance with the existing rules in the Code of Criminal Procedure 2) Constraints encountered investigators in innvestigating criminal cases offraud by means of hypnosis in the Champaign Police, evidence weak, and difficult to getwitnesses.
Keywords: Implementation, Investigation, Fraud, hypnotic
Pendahuluan
Persoalan tindak pidana merupakan gejala sosial yang senantiasa menarik perhatian berbagi kalangan terutama bagi penegak hukum. Tindak pidana tidak terlepas dari proses dan struktur sosial ekonomis yang tengah berlangsung dan mengkoordinasikan bentuk-bentuk setiap prilaku warga masyarakat. Di mana yang merupakan salah satu dinamika sosial yang menjadi latar
belakang perbuatan jahat atau tindak pidana.
Salah satu bentuk kejahatan yang sangat marak terjadi di masyarakat yaitu penipuan. Penipuan bisa terlaksana cukup dengan bermodalkan kemampuan berkomunikasi yang baik sehingga seseorang dapat meyakinkan orang lain, baik melalui serangkaian kata bohong ataupun fiktif. Sekarang ini banyak sekali terjadi tindak pidana penipuan, bahkan telah berevolusi secara apik dengan berbagai macam
bentuk. Perkembangan ini menunjukkan semakin tingginya tingkat intelektualitas dari pelaku kejahatan penipuan yang semakin kompleks.
Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara bila mana tiap-tiap anggota masyarakat mentaati peraturan-peraturan atau norma-norma yang ada dalam masyarakat itu. Peraturan-peraturan ini di keluarkan dalam suatu badan yang disebut pemerintah. Walaupun peraturan-peraturan ini telah dikeluarkan masih ada saja orang yang melanggar peraturan-peraturan. Terhadap orang ini sudah tentu dikenakan hukuman yang sesuai dengan perbuatan yang di langgarnya. Di Indonesia segala pelanggaran dan kejahatan diatur oleh hukum pidana dan dimuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Salah satu dari kejahatan tersebut yang sangat banyak terjadi dalam masyarakat pada saat sekarang ini adalah hipnotis. Secara sederhana, pengertian hipnotis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah membuat atau menyebabkan sesorang berada dalam keadaan hipnosis, sedangkan
hipnosis adalah keadaan seperti tidur karena sugesti yang pada taraf permulaan orang itu dibawah pengaruh orang yang memberikan sugestinya, tetapi pada taraf berikutnya menjadi tidak sadar sama sekali.
Setiap orang mempunyai perspektif yang berbeda tentang hipnotis. Oleh karena itu, begitu banyak pengertian hipnotis yang muncul. Ada yang berpendapat bahwa hipnotis adalah sebuah perbuatan jahat melalui alam bawah sadar, hipnotis adalah cara menyembukan melalui alam bawah sadar, ada juga yang berpendapat bawah hipnotis adalah sebuah perbuatan yang tidak berbahaya dimana perbuatan ini bisa merubah
hidup orang yang
menggunakannya. Pengertian hipnosis sebenarnya adalah ilmu yang mempelajari pikiran alam bawah sadar dengan kata lain hipnosis adalah ilmunya sedangkan hipnotis adalah sebutan orang untuk melakukan hipnosis. Namun kebanyakan orang Indonesia menyebut hipnosis dengan kata hipnotis.
Dalam mengungkap perkara tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis membutuhkan waktu yang
lama dalam penyidikannya, karena penipuan dengan cara hipnotis tidak begitu terlihat. Oleh karena itu untuk mengantisipasi dalam hal penyidikan terhadap perkara tindak pidana dengan cara hipnotis memerlukan koordinasi serta kerja sama terutama Polri sebagai pengayom dan perlindungan masyarakat.
Penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam KUHAP Pasal 7 ayat (1), karena kewajibannya penyidik mempunyai wewenang: a. Menerima laporan atau
pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian. c. Menyuruh berhenti seorang
tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangkaatau saksi.
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara. i. Mengadakan penghentian
penyidikan.
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Perkara tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis di berlakukan pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP, Pasal 378 jo Pasal 89 KUHP.
Pasal 378 KUHP
Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 89 KUHP
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. Perumusan Masalah
Dari uraian di atas maka yang menjadi perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan penyidikan perkara tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis di Polresta Padang? 2. Apakah kendala yang ditemui
oleh penyidik dalam melakukan penyidikan perkara tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis di Polresta Padang?
Tujuan Penelitian
Sebagaimana yang telah penulis uraikan dalam penulisan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan penyidikan dalam menangani perkara tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis di Polresta Padang.
2. Untuk mengetahui kendala yang ditemui oleh penyidik dalam perkara tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis di Polresta Padang.
Metode Penelitian
Dalam penulisan ini penulis menggunakan penelitian yuridis sosiologis yaitu pendekatan masalah melalui peraturan dan teori yang ada kemudian dihubungkan dengan kenyataan atau fakta yang
ada di masyarakat. Data yang digunakan dalan penelitian ini meliputi.
Data primer adalah data yang diperoleh langsung di lapangan dengan cara mewawancarai yaitu penyidik Polresta Padang Brigadir Simon Sibuayan dan Brigadir Miko yang pernah menyidik perkara tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis di Polresta Padang.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kantor Kepolisian Resort Kota Padang, yaitu data statistik perkara tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis tahun 2011-2013.
Teknik Pengumpulan Data, Di dalam pengumpulan data, penulis menggunakan alat pengumpulan data sebagai berikut:
Pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara dengan pihak yang terkait. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara dalam bentuk semi terstruktur yang mana penulis akan mengajukan pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu kemudian dikembangkan sesuai dengan masalah yang diteliti.
Studi Dokumen, Penulis mengambil data dan bahan yang berkaitan dengan permasalahan
yang di teliti, berupa dukumen-dukumen dan data yang ada.
Analisis Data ini dilakukan untuk menganalisis data primer dan data sekunder dengan menggunakan metode kualitatif dengan mengelompokkan data menurut aspek-aspek yang diteliti dan selanjutnya diambil suatu simpulan yang relevan atau berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
Hasil penelitian dan pembahasan Ruang lingkup Kepolisian penyidikan dimulai setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan di mana penyidik diperintahkan untuk melakukan penyidikan atas diduganya telah terjadi tindak pidana, namum apabila tindak pidana tersebut tertangkap tangan, maka penyidik wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan atau seperlunya tanpa harus menunggu perintah penyidikan. Aturan baku dalam hal tersangka tertangkap tangan, maka kepada yang bersangkutan tidak diperlukan surat perintah. Namun jika tidak tertangkap tangan, maka penggeledahan atau penangkapan maupun penyitaan harus dikuatkan dengan surat perintah yang ditanda
tangani oleh kepala direktorat dengan nomor, tanggal, dan stempel. Tindakan Kepolisian tersebut harus didasarkan pada laporan polisi yang sah serta pasal pidana yang dituduhkan.
Hasil wawancara dengan penyidik Kepolisian yaitu Brigadir Simon Sibuayan, menyatakan kewajiban dari penyidik adalah menerima setiap laporan dari seorang yang mengalami, melihat, atau yang menjadi korban dari peristiwa tindak pidana yang sudah terjadi. Menurut Brigadir Simon Sibuayan, setiap proses penyidikan harus berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 106 dan Pasal 108 KUHAP.
Pelaksanaan penyidikan tindak pidana di Polresta Padang dimulai dengan adanya laporan, laporan dari seseorang maupun korban itu sendiri. Laporan tersebut disampaikan melalui petugas Kepolisian pada pos penjagaan atau pos pelayanan, Sehingga proses awal penyidikan dimulai dengan adanya laporan. Apabila ada korban yang datang memberikan laporan, maka kepolisian yang bertugas di pos jaga meminta korban untuk menceritakan secara jelas apa permasalahannya dan bagaimana
hal tersebut dapat terjadi, siapa yang melakukan dan dimana terjadinya. Oleh pihak kepolisian laporan tersebut dicatat dan ditanda tangani oleh pihak pelapor serta diberikan surat tanda penerima laporan. Laporan tersebut merupakan dasar dari pihak kepolisian untuk melakukan penyelidikan serta dilanjutkan dengan penyidikan. Setiap proses pemeriksaan harus dicantumkan dalam Bukti Acara Pemeriksaan (BAP). Dalam proses pemeriksaan kepada korban penipuan dengan cara hipnotis, langkah pertama yang dilakukan adalah terlebih dahulu menyanyakan apakah korban mengetahui bagaimana pelaku melakukan perbuatan tersebut.
Setelah dilakukan pemeriksaan terhapa korban dan didapati bukti dari korban, maka proses selanjutnya masuk tahap pemeriksaan tersangka dan saksi. Pada umumnya kita melakukan penangkapan kepada tersangka yang diduga telah melakukan tindak pidana tersebut. Dalam pelaksanaan penangkapan, petugas harus disertai dengan surat perintah penangkapan yang tembusan surat perintah diberikan kepada tersangka, surat
tersebut memberikan penjelasan dan penegasan tentang :
1) Identitas tersangka, nama, umur dan tempat tinggal 2) Menjelaskan alasan
penangkapan
3) Menjelaskan perkara kejahatan yang disangka terhadap tersangka
4) Menyebutkan dimana pemeriksaan dilakukan.
Untuk kepentingan penyidikan dilakukannya penangkapan, penangkapan adalah rangkaian tindakkan Kepolisian untuk membawa tersangka dan barang bukti tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka. Penangkapan oleh penyidik Polresta Padang kepada tersangka dengan melakukan pemeriksaan karena telah diduga melakukan tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis, penangkapan dilakukan dalam rangka pertanggung jawaban pidana sehingga tersangka harus melalui proses pemeriksaan pihak Kepolisian.
Setelah penyidikan selesai dan dianggap cukup, maka selanjutnya penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum sebagai instansi yang bertindak dan berwenang untuk melakukan
penuntutan terhadap tindak pidana. Terkait dengan pembuatan Berita acara harus memuat syarat-syarat sebagaimana di atur dalam Pasal 121 KUHAP.
Penyidikan tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis ini, penyidik tidak pernah mendatangkan atau memanggil para ahli hipnotis atau pakar-pakar hipnotis untuk mengetahui apakah korban benar-benar telah dihipnotis oleh tersangka. Penyidik hanya menggali informasi dan menanyai lebih dalam kepada korban dan tersangka untuk mengetahui apa benar cara hipnotis yang digunaka untuk melakukan penipuan, tanpa harus memanggil ahli hipnotis. Pihak Kepolisian mempunyai teknik dan taktik untuk mengungkap kasus hipnotis tersebut. Taktik dan teknik itu yang dilakukan penyidik untuk mengetahui bagaimana bermula kejadian tindak pidana tersebut dan apa modusnya.
Dalam penyidikan tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis ini sama dengan penyidikan tindak pidana penipuan biasa, hanya saja modus operandinya dengan menggunakan hipnotis untuk menipu korbannya. Aparat
Kepolisian Polresta Padang sendiri kini lebih banyak memasukkan kasus-kasus kejahatan hipnotis sebagai kejahatan tindak pidana penipuan, karena mempunyai unsur-unsur yang sama dengan dengan tindak pidana penipuan yang di atur dalam Pasal 378 sampai dengan Pasal 395 KUHP yang merupakan salah satu tindak pidana atau kejahatan terhadap harta benda.
Bagian yang terpenting dalam perkara pidana adalah persoalan pembuktian. Untuk kepentingan tersebut maka kehadiran benda-benda yang tersangkut tindak pidana diperlukan sebuah barang bukti. Begitu juga dengan tindak pidana penipuan melalui hopnotis, dimana pihak Kepolisian yang melakukan penyidikan tentang tindak pidana ini harus juga memiliki sebuah bukti yang otentik kuat untuk menjerat tersangka. Tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis diatur dalam Pasal 378 jo Pasal 89 KUHP.
Tindak pidana hipnotis mempunyai unsur-unsur dengan tindak pidana penipuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana terdapat dalam Pasal
378 jo Pasal 89 KUHP yang merupakan salah satu tindak pidana atau kejahatan terhadap harta benda. Dalam melakukan tugasnya, penyidik haruslah selalu berpedoman pada peraturan-peraturan yang berlaku, karena setiap tindakan yang ditempuh harus berdasarkan hukum. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, penyidik menemui kendala-kendala selama dalam penyidikan. Selama penulis meneliti di Polresta Padang dan sesuai dengan hasil wawancara yang penulis lakukan. Bahwasanya dalam melakukan pemeriksaan terhadap pelaku tindak pidanapenipuan dengan cara hipnotis penyidik menemukan kendala-kendala dalam melakukan penyidikan. Adapun beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kendala-kendala itu antara lain :
a) Pembuktian pada saat tertangkap
Pihak penyidik masih belum bisa memakai atau menjadikan keterangan tersangka sebagai bukti dari tindak pidana tersebut, karena
tersangka takut untuk memberikan keterangan kepada penyidik yang mana tersangka diancam oleh anggota kelompok hipnotis, pada umumnya kejahatan hipnotis ini biasanya berkelompok dan memiliki tugas masing-masing dari setiap anggotanya. Tetapi polisi mempunyai taktik dan teknik dalam mengungkap kasus hipnotis dan setiap kasus apapun.
b) Barang bukti yang lemah atau tidak ada
Tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis sekilas memang tidak terlihat dan sangat sulit untuk dilacak karena penipuan dengan cara hipnotis susah untuk membuktikannya. Sehingga dalam penyidikan membuat penyidik merasa lemahnya barang bukti atau tidak ada barang bukti dalam tindak pidana hipnotis tersebut. c) Keterangan dari saksi
Pihak polisi belum mendapatkan saksi dalam tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis tersebut, karena
pada umumnya saksi dalam kasus penipuan dengan hipnotis tersebut adalah korban itu sendiri, sehingga korban tidak mengetahui bagaimana asal mulanya ia terhipnotis oleh pelaku tersebut.
Tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis memang sudah meresahkan warga. Kejahatan ini terus saja terjadi dan belum banyak yang terungkap dengan tuntas. Setiap aksi kejahatan ini dilakukan oleh orang-orang yang berlagak sopan, ingin menolong dan berpakaian rapi sehingga sulit untuk diantisipasi.
Aparat kepolisian Polresta Padang juga masih kesulitan untuk memberantas tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis karena dengan berbagai kendala yang didapat. Untuk menghindari aksi kejahatan ini masyarakat diminta waspada dan tidak mudah percaya kepada orang yang baru saja dikenalnya. Banyak kasus menunjukan hal yang tidak wajar karena korban begitu mudah percaya dan terperdaya oleh orang-orang yang baru saja dikenalnya sehingga mau menuruti semua kemauannya.
Aparat Kepolisian mempunyai peranan penting dalam upaya penanggulangan tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis yaitu dengan mencari sejumlah bukti yang lengkap untuk bisa memenjarakan tersangka tindak pidana dengan cara hipnotis. Tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis sulit untuk dihilangkan atau diberantas sampai akar-akarnya, sebab itu masyarakatlah yang harus terus waspada dan jangan mudah percaya dengan orang yang baru dikenal atau berpura-pura mengenal kita meski orang tersebut berlagak sopan dan berniat untuk menolong.
Simpulan
1. Bahwa cara pelaksanaan penyidikan tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis di Polresta Padang adalah dengan adanya laporan yang diterima oleh pihak Kepolisian dan dicantumkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan dilakukan pemeriksaan penangkapan terhadap tindak pidana. Dalam penangkapan petugas disertai dengan surat perintah penangkapan, dengan kata lain penyidikan
merupakan pengumpulan bukti dan bahan-bahan yang jelas tentang sebuah kejahatan guna
untuk menemukan
tersangkanya.
2. Bahwa kendala-kendala yang ditemui penyidik dalam melakukan penyidikan perkara tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis di Polresta Padang, dimana dalam perkara tindak pidana adalah persoalan pembuktian. Pihak Kepolisian yang melakukan penyidikan tentang tindak pidana ini harus memiliki sebuah bukti yang kuat. Adanya pembuktian pada saat tertangkap keterangan tersangka belum bisa dijadikan pedoman, terus bukti yang lemah atau tidak ada yang menjadikan penyidik masih kurang alat bukti dan sulitnya keterangan saksi untuk mendapatkan bukti karena korban merupakan saksi pada
tindak pidana didalam kasus hipnotis.
Daftar Pustaka
Adami Chazawi, 2001,
Pelajaran Hukum Pidana 1,
PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta
Dianata Eka Putra, 2010,
Rahasia Menangkal
Kejahatan Hipnotis, Titik
Media.
Djoko Prokoso, 1987, POLRI
Sebagai Penyidik Penegak Hukum, Bina Aksara, Jakarta.
R. Soesilo, 1974, Taktik dan
Teknik Penyidikan Perkara Kriminal, Politea, Bogor.
Soerjono Soekanto, 1986,
Pengantar Penelitian Hukum,
Universitas Indonesia (UI press), Jakarta.
Taufik Adi Susilo, 2010, Tiga
Mahir Hipnotis, Starbooks,
Jogjakarta.
Willy Wong dan Andri Hakim, 2009, Dasyatnya Hipnotis, Visimedia, Jakarta.
Yen Pramudya Puspa, 1977,
Kamus Hukum Edisi
Lengkap Bahasa Belanda-Indonesia-Inggris, Aneka, Semarang