• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pepaya (Carica papaya) merupakan salah satu tanaman buah yang sangat penting dalam pemenuhan kalsium dan sumber vitamin A dan C (Nakasome dan Paull 1998). Selain dikonsumsi sebagai buah segar, buah pepaya yang masak dapat diolah menjadi minuman penyegar, dan sebagai bahan baku industri makanan (Villegas 1997). Getah pepaya (papain) mengandung enzim proteolitik, dapat digunakan sebagai pelunak daging. Villegas (1992) menyatakan bahwa karpaina yang terkandung dalam daun pepaya berguna untuk mengurangi gangguan jantung, obat anti amuba, serta biji buah pepaya dapat digunakan sebagai obat peluruh kencing

Penelitian Hutari (2005) menunjukkan potensi latex pepaya sebagai fungisida nabati untuk penyakit antraknosa pada buah pepaya setelah dipanen. Kermanshai et al. (2001) menyatakan bahwa ekstrak biji pepaya memiliki kandungan toksin yang berpotensi sebagai bahan pestisida.

Produktivitas pepaya di Indonesia pada tahun 2004 bisa mencapai 73.26 ton/ha dan menurun menjadi 64.67 ton/ha pada tahun 2005 (FAO 2005). Penurunan produktivitas ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain; kekeringan, perubahan iklim, serangan hama dan penyakit.

Salah satu penyakit yang penting pada pepaya adalah penyakit antraknosa. Menurut Mahfud (1986) penyakit antraknosa dapat menurunkan produksi pepaya sekitar 40% di Kabupaten Malang. Hasil survei kejadian penyakit antraknosa pada buah pepaya di lapangan dari Oktober 2003 sampai Oktober 2004 menunjukkan di Pasir Kuda 75%, Cinangneng 50%, di Tajur 30%. Populasi pepaya di Pasir Kuda dan Cinangneng adalah genotipe California dan Hawai,. sedangkan di Tajur, populasi pepaya yang diamati terdiri dari 26 genotipe atau populasi multi line.

Patogen penyebab antraknosa pada buah pepaya di Indonesia adalah Colletotrichum gloeosporioides (Penz) Sacc. yang stadium sempurnanya dikenal dengan nama Glomerella cingulata (Ston Spauld. Et Schrenk (Sulusi et al. 1991 dan Semangun 2000). Selanjutnya Kader (2000) menyatakan bahwa antraknosa yang disebabkan oleh C. gloeosporioides merupakan penyebab utama kehilangan

(2)

2

hasil pasca panen pada buah pepaya di California. Sepiah et al. (1992) melaporkan bahwa penyebab antraknosa pada buah pepaya eksotika di Malaysia adalah C. capsici. Lim dan Tang (1984) melaporkan bahwa C. dematium adalah patogen penyebab antraknosa pada pepaya di Singapura.

Petani mengendalikan penyakit antraknosa menggunakan fungisida secara intensif (Prabawati et al. 1991). Penggunaan fungisida yang berlebihan mengakibatkan peningkatan biaya produksi, resiko kesehatan petani dan konsumen, serta merusak lingkungan. Dengan penerapan sistem ISO 14000, penggunaan pestisida harus ditekan serendah mungkin sebagai jaminan mutu proses ramah lingkungan (Priel 1999). Selanjutnya Leonard-Schipper et al. (1994) menyatakan bahwa penggunaan pestisida secara berlebihan tidak hanya menyebabkan peningkatan biaya produksi, tetapi juga mengakibatkan resiko kesehatan petani dan konsumen, kerusakan lingkungan dan menstimulasi munculnya populasi baru yang resisten dan lebih virulen.

Penggunaan varietas yang resisten merupakan salah satu cara potensial untuk mengatasi masalah penyakit antraknosa, mengingat sangat sulitnya memperoleh lahan pertanaman yang bebas patogen penyebab antraknosa. Umumnya tanaman pepaya komersial rentan terhadap penyakit antraknosa, meskipun demikian dari beberapa hasil penelitian pada varietas yang sama dapat menampakkan derajat ketahanan yang berbeda (Choi et al. 1990; Park et al. 1990). Hasil survei pada koleksi pepaya Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) di Tajur menunjukkan adanya perbedaan derajat ketahanan baik genotipe lokal maupun introduksi.

Keragaan varietas pepaya dengan produktivitas tinggi, genjah dan buah bermutu tinggi, terutama daya simpan lama dan tahan terhadap penyakit antraknosa menjadi daya tarik dalam agribinis buah pepaya. Penelitian tentang ketahanan terhadap antraknosa telah banyak dilakukan dibeberapa negara pada tanaman cabai (Hartman dan Wang 1992), akan tetapi pada pepaya belum banyak dilakukan. Pada tanaman pepaya, penelitian yang intensif dilakukan sampai saat ini adalah ketahanan terhadap penyakit papaya ringspot virus (PRV). Pada tahun 1998 telah dilakukan silang tunggal antar aksesi liar yang tahan PRV (Purnomo,

(3)

3

2001). Califlora adalah kultivar dioecious yang memiliki sifat toleran terhadap infeksi PRV ( Conover et al. 1986).

Pembentukan varietas resisten memerlukan waktu yang lama, terlebih lagi pepaya secara alami menyerbuk silang (heterozigot). Perakitan pepaya hibrida telah banyak dilakukan di negara-negara lain. Malaysia berhasil melepas pepaya Eksotika yang merupakan hasil silang balik selama 11 tahun yang melibatkan induk pepaya Subang dan Sunrise Solo. Eksotika II merupakan hasil proses pemuliaan dan seleksi selama 7 tahun, yang merupakan persilangan F1 antara galur no. 19 dengan Eksotika.

Perbaikan karakter terutama ketahanan terhadap hama dan penyakit dapat dilakukan dengan memanfaatkan adanya efek heterosis dari persilangan pada tanaman pepaya. Gejala heterosis ditemukan pada empat peubah vegetatif yang diamati yaitu diameter batang, tinggi tanaman, panjang petiole dan lebar lamina (Chan 1995; Sullistyo 2006).

Heterosis pada tanaman pepaya untuk karakter vegetatif telah banyak diketahui, namun untuk karakter ketahanan terhadap penyakit terutama untuk ketahanan terhadap antraknosa belum diperoleh informasi. Ditegaskan Brewbeker (1964) bahwa heterosis merupakan perwujudan suatu genotipe yang mengambil manfaat dari adanya persilangan atau hibridisasi.

Masalah pokok yang dihadapi dalam merakit pepaya hibrida dengan daya produksi tinggi dan kualitas buah yang baik sekaligus tahan terhadap hama dan penyakit adalah ketersedian plasma nutfah sebagai sumber heterosis yang mempunyai daya gabung tinggi. Besarnya daya gabung antar plasma nutfah yang berfungsi sebagai tetua dan besarnya heterosis yang dicapai oleh hibrida-hibridanya dapat berbeda-beda. Kedua sifat tersebut dikendalikan secara genetik. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang sifat-sifat tersebut agar memudahkan di dalam program pemuliaannya.

Perbaikan sifat-sifat yang mempunyai ketahanan terhadap penyakit sering dihadapkan kepada masalah dalam memilih tetua-tetua yang memiliki sumber gen ketahanan dan mempunyai daya gabung tinggi dalam persilangan. Menurut Darlina et al. (1992) daya gabung sangat diperlukan untuk mengidentifikasi

(4)

4

kombinasi tetua yang akan menghasilkan keturunan yang berpotensi hasil tinggi dan tahan terhadap penyakit.

Pengetahuan tentang aksi gen dalam pemuliaan tanaman merupakan kunci memilih prosedur-prosedur yang akan memberikan kemajuan seleksi yang maksimal. Apabila aksi gen aditif lebih penting, pemulia dapat menyeleksi secara efektif galur-galur pada berbagai tingkat inbreeding, sebab pengaruh aditif selalu diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sebaliknya apabila aksi gen nonaditif lebih penting, maka dimungkinkan untuk memproduksi varietas hibrida (Dudley & Mool 1969; Gravois & McNew 1993). Hasil penelitian Sulistyo (2006) menunjukkan bahwa IPB 10 merupakan tetua dengan daya gabung umum (DGU) yang baik untuk karakter-karakter generatif, sedangkan IPB 6 merupakan tetua dengan DGU yang baik untuk kualitas buah.

Ketahanan tanaman terhadap penyakit antraknosa dikendalikan secara genetik. Belum diperoleh informasi tentang gen pengendali ketahanan terhadap antraknosa pada pepaya, namun pada tanaman cabai telah banyak diketahui. Beberapa laporan menyatakan bahwa ketahanan terhadap antraknosa dikendalikan secara kuantitatif oleh gen dominan (Park et al. 1990). Selanjutnya Sanjaya (1998) menyatakan bahwa gen ketahanan terhadap antraknosa pada tanaman cabai bersifat poligenik, sedangkan Cheema (1984) dan Ahmad et al. (1991) melaporkan bahwa ketahanan terhadap antraknosa adalah bersifat aditif dan resesif. Selanjutnya Syukur (2007) menyatakan bahwa ketahanan terhadap penyakit antraknosa pada cabai yang disebabkan C. acutatum dikendalikan oleh banyak gen dan tidak ada efek maternal.

Perbedaan kesimpulan tentang gen pengendali tersebut disebabkan oleh sumber gen ketahanan yang diteliti berbeda-beda, dan tersebar dibeberapa spesies yang berbeda atau adanya perbedaan species dan ras patogen penyebab penyakit antraknosa pada tanaman cabai.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengembangkan konsep pemuliaan pepaya dalam upaya mendapatkan genotipe tahan terhadap penyakit antraknosa. Sebagai tahap awal untuk mencapai tujuan tersebut, dalam penelitian ini ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:

(5)

5

1. Mengidentifikasi patogen penyebab antraknosa dan mendapatkan metode penapisan yang efisien untuk penentuan derajat ketahanan terhadap penyakit antraknosa pada pepaya

2. Mengetahui adanya tanaman yang tahan dan rentan pada plasma nutfah yang ada yang akan digunakan sebagai tetua.

3. Mengevaluasi keragaan umum beberapa karakter kuantitatif pepaya yang mencerminkan tingkat ketahanan terhadap penyakit antraknosa.

4. Menghitung besarnya daya gabung (umum dan khusus) dan heterosis dari hasil persilangan half diallel, sehingga diharapkan diperoleh keterangan tentang potensi hibrida.

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa informasi dalam perbaikan genetik tanaman pepaya, terutama hubungannya dengan karakter ketahanan terhadap penyakit antraknosa.

Kerangka Pemikiran dan Pengajuan Hipotesis

Penyakit antraknosa pada buah pepaya pada pasca panen merupakan permasalahan yang penting karena dapat menurunkan kualitas disamping itu pada tanaman yang rentan dapat menurunkan produksi karena gejala sudah muncul pada saat panen atau sebelum buah dipanen. Oleh karena itu untuk memecahkan pemasalahan ini salah satunya adalah merakit tanaman yang resisten.

Langkah awal untuk memperoleh tanaman resisten adalah mengumpulkan genotipe-genotipe pepaya baik lokal maupun introduksi sebagai sumber genetik lalu melakukan karakterisasi dan penapisan untuk mengetahui adanya tanaman yang tahan dan rentan. Sebelum melakukan penapisan, studi patogen juga perlu dipelajari antara lain identifikasi, uji patogenisitas dan metode inokulasi.

Penanganan karakter kuantitatif dalam pemuliaan tidak sesederhana karakter kualitatif yang dapat dianalisis dengan menggunakan genetika Mendel. Pendekatan statistika melalui analisis nilai tengah, ragam dan peragam dilakukan terhadap karakter kuantitatif untuk menduga parameter genetik yang penting dalam pemuliaan tanaman seperti heritabilitas dan korelasi genetik.

Pada tanaman menyerbuk silang sering ditemukan efek heterosis yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki beberapa karakter tanaman yang diinginkan. Perbaikan sifat-sifat yang mempunyai ketahanan terhadap penyakit

(6)

6

sering dihadapkan kepada masalah dalam memilih tetua-tetua yang memiliki sumber gen ketahanan dan mempunyai daya gabung tinggi dalam persilangan. Menurut Darlina et al. (1992) daya gabung sangat diperlukan untuk mengidentifikasi kombinasi tetua yang akan menghasilkan keturunan yang berpotensi hasil tinggi dan tahan terhadap penyakit.

Dari serangkaian kerangka pemikiran dalam mencari informasi dalam pembentukan tanaman pepaya yang tahan terhadap antraknosa, dapat ditarik beberapa hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat satu spesies patogen penyebab antraknosa pada pepaya dan terdapat satu metode penapisan yang efisien dalam menentukan derajat ketahanan pepaya terhadap penyakit antraknosa.

2. Terdapat sedikitnya satu genotipe yang menunjukkan tingkat ketahanan yang tinggi pada plasma nutfah pepaya yang diuji.

3. Terdapat beberapa karakter kuantitatif yang mencerminkan ketahanan terhadap penyakit antraknosa.

4. Terdapat sedikitnya satu tetua yang memiliki daya gabung (umum dan khusus) serta efek heterosis untuk karakter-karakter yang diamati, sehingga diharapkan diperoleh keterangan tentang potensi hibrida.

Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dirumuskan kedalam empat aspek: (1) patogen penyebab antraknosa pada pepaya, (2) ketahanan pepaya terhadap antraknosa, (3) korelasi antar karakter, (4) daya gabung tetua dan efek heterosis. Keempat aspek tersebut dikelompokkan menjadi empat kegiatan penelitian: (1) studi patogen penyebab antraknosa pada pepaya, (2) penapisan, (3) uji korelasi dan sidik lintas karakter kuantitatif terhadap ketahanan antraknosa, (4) analisis silang dialel untuk karakter ketahanan pepaya terhadap antraknosa.

Dalam pelaksanaan penelitian, masing-masing kegiatan dilakukan beberapa kajian. Kegiatan pertama meliputi : (1) identifikasi, isolasi dan uji patogenisitas patogen penyebab antraknosa pada pepaya, (2) respon suhu terhadap pertumbuhan Colletotrichum, (3) inokulasi silang terhadap delapan isolate Colletotrichum pada buah cabai, (4) metode inokulasi. Kegiatan kedua meliputi: (1) penapisan ketahanan di lapangan (2) penapisan di laboratorium. Kegiatan

(7)

7

ketiga meliputi (1) uji korelasi dan (2) sidik lintas beberapa karakter kuantitatif terhadap ketahanan antraknosa. Kegiatan keempat meliputi (1) kajian tingkat ketahanan pepaya hasil persilangan dialel, (2) daya gabung, (3) heterosis. Garis besar seluruh kegiatan adalah sebagai berikut:

Populasi Dasar

(F1 Half Diallel)

Gambar 1 Alur kegiatan penelitian studi penapisan genotipe dan analisis genetik ketahanan pepaya terhadap penyakit antraknosa.

Survei Kejadian Penyakit Antraknosa pada Pepaya (Tajur, Pasir Kuda dan Cinangneng)

PERCOBAAN I Studi Patogen Antraknosa 1. Identifikasi dan uji

patogenisitas 2. Respon suhu 3. Inokulasi silang 4. Metode inokulasi

PERCOBAAN II Penapisan Ketahanan Genotipe Pepaya terhadap Antraknosa

1. Penapisan infeksi alami di lapang

2. Penapisan infeksi buatan di laboratorium

PERCOBAAN IV Pendugaan parameter genetik

1. Kajian tingkat ketahanan 2. DGU dan DGK

3. Heterosis

PERCOBAAN III Uji korelasi dan sidik lintas

1. Uji korelasi tetua 2. Analisis sidik lintas

(8)

8

Gambar

Gambar 1 Alur kegiatan penelitian studi penapisan genotipe dan analisis genetik  ketahanan pepaya  terhadap penyakit antraknosa

Referensi

Dokumen terkait

Yang menarik dari hasil penelitian pengaruh mata kuliah kecerdasan emosional terhadap pengembangan self- awareness dan self-regulation mahasiswa semester 1 ini

Jadi, dapat dikatakan bahwa penyewa tersebut diizinkan untuk menggunakan tanah, bahwa adalah mungkin untuk menyebutkan suatu penggunaan dengan tujuan khusus dalam akta

Pada pengujian ini digunakan metode difusi kertas cakram, kertas cakram dicelupkan ke dalam ekstrak daun sirih merah steril selama 15 menit kemudian dikeringkan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Walikota Yogyakarta tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta

Badan/Lembaga Amil Zakat tersebut melakukan promosi melalui iklan di media massa dan media sosial yang memberikan informasi kepada masyarakat.. Badan/Lembaga Amil Zakat

Data biaya ini dan data persediaan awal cengkeh bulan September 2003 sebesar 1.466.837 kg beserta hasil peramalan kebutuhan cengkeh digunakan sebagai masukan untuk

PT Smelting adalah perusahaan smelter tembaga pertama di Indonesia yang memurnikan dan mengolah konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral

Setiap kegiatan yang dilakukan oleh para peserta KKM-DR grup 180 paling tidak telah sedikit banyak memenuhi dari target yang dicanangkan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang tahun