• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI FORMULATIF MENUJU SISTEM PERBENIHAN IDEAL KEDELAI DI SULAWESI SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI FORMULATIF MENUJU SISTEM PERBENIHAN IDEAL KEDELAI DI SULAWESI SELATAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI FORMULATIF MENUJU SISTEM PERBENIHAN

IDEAL KEDELAI DI SULAWESI SELATAN

Fachrur Rozi, Nila P, Subandi, dan Didik Harnowo Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

ABSTRAK

Kebutuhan benih dalam negeri masih tinggi dan belum dapat terpenuhi dengan baik. Demi-kian juga di Sulawesi Selatan, tetapi wilayah ini diuntungkan mempunyai kondisi agroeko-sistem yang unik, yaitu ada tiga sektor iklim yang berbeda, maka Sulawesi Selatan dapat mem-produksi benih kedelai sepanjang tahun melalui pola Jabalsim. Tujuan itu dapat tercapai dengan menggunakan strategi pengadaan benih kedelai yang ideal sesuai kondisi sumberdaya alam yang dimiliki dan kebutuhan pasar. Penelitian ini dilakukan pada sentra produksi kedelai di Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Bone, Wajo, Sopeng, dan Maros. Pendekatan PRA dilakukan dalam penelitian ini dengan melibatkan ’key persons’ sebagai responden di saat musim penanaman kedelai tahun 2012. Data dianalisis menggunakan SWOT. Hasil penelitian menunjukkan posisi usaha perbenihan kedelai di Sulsel pada kategori sel (area) I berarti strategi yang digunakan adalah strategi pertumbuhan (growth strategy). Implementasinya, perbenihan kedelai di Sulsel mempunyai peluang untuk terus tumbuh dan berkembang dengan upaya melalui konsentrasi kepada integrasi vertikal. Strategi integrasi vertikal yaitu kegiatan untuk mengembangkan atau memperluas suatu usaha dengan cara meningkatkan produksinya (output). Pencapaian output tersebut dapat dengan strategi memperluas pasar, memperbaiki fasilitas produksi, meningkatkan kualitas produk, dan teknologi.

Kata kunci: kedelai, strategi, pengadaan benih

ABSTRACT

Formulated Strategy to Ideal System of Soybean Seed in South Sulawesi. Needs of seed is still high in the country and it can’t be fulfilled including in South Sulawesi. But, the region has benefited by the unique agro-ecosystem conditions. The South Sulawesi have three different climate sector, so it will be able to produce of soybean seed year-round with Jabalsim pattern. The condition can be achieved by using strategy of seeds ideally based natural resourced owned and market preference. The research was conducted in the areas of soybean centre in South Sulawesi namely bone, Wajo, Sopeng and Maros district. PRA approach is used in this research involving key person as the respondents in 2012. Data were analyzed using SWOT. The results showed the position of the soybean seed business in South Sulawesi at the first area category mean the strategy is growth strategy. Implementation of soybean seed in South Sulawesi have opportunity to grow continued and develop through horizontal integration concentration. The strategy is an activity to develop or expand a business by increasing its production (output). Achievement of the output can expand market strategy, improving of production facilities, product quality increase and technology.

Keywords: soybean, strategy, seeds

PENDAHULUAN

Kebutuhan benih dalam negeri masih tinggi dan belum dapat terpenuhi dengan baik. Oleh karena itu, Kementan mengeluarkan kebijakan melalui Peraturan Menteri Pertanian

(2)

(Permentan) No.55 tahun 2010 tentang memperbolehkan petani untuk melakukan permurnian dari hasil panen benih sebar menjadi benih sebar yang seharusnya menjadi konsumsi. Artinya hasil panen kedelai yang seharusnya untuk konsumsi dipilih dan digu-nakan untuk benih dalam masa tanam berikutnya.

Pada tahun 2014 pemerintah memasang target produksi kedelai cukup fantastis yakni menetapkan kenaikan produksi kedelai sebesar 85,19% menjadi 1,5 juta ton dibandingkan tahun lalu (2013) sebanyak 810.000 ton. Realisasi produksi kedelai tahun 2013 hanya 810.000 ton atau 81% dari target yang ditetapkan. Pada tahun 2012, produksi kedelai juga turun dibanding tahun 2011 menjadi 840.000 ton. Berdasarkan hitungan, rata-rata kebutuhan benih kedelai setiap tahun sekitar 60.000–65.000 ton, sementara benih yang tersedia baru 30% atau 20.000 ton (Arifenie 2014). Guna menutupi kekurangan benih tersebut petani diperbolehkan malakukan pemurnian benih sebar untuk menjadi benih sebar melalui kebijakan Permentan No. 55 tahun 2010 (Harian Pelita 2014).

Dalam mengantisipasi kondisi sesaat, Permentan No. 55 tahun 2010 efektif dalam me-menuhi kekurangan benih di lapang tetapi selanjutnya menghambat perkembangan varie-tas unggul baru (VUB) kedelai ke petani. Sementara potensi hasil VUB jauh lebih tinggi dibanding pemurnian kedelai di petani karena kualitasnya jauh lebih baik. Dampaknya, peningkatan produksi kedelai semakin jauh dari yang diharapkan apabila Permentan ter-sebut tetap diberlakukan.

Sasaran luas areal, produktivitas, dan produksi kedelai pada tahun 2013 di Sulawesi Selatan adalah 23.800 ha, produktivitas 1,6 t/ha, dan produksi 112.200 ton. Untuk men-capai sasaran tersebut diperlukan benih 950 ton. Penyediaan benih sebesar 950 ton tidak mudah jika tidak dipersiapkan dari awal. Artinya perencanaan penataan benih yang baik dengan memanfaatkan seoptimal mungkin kondisi sumberdaya lahan dan agroekosistem dalam menunjang pengadaan benih secara berkelanjutan. Konsep pengadaan benih mela-lui sistem jalinan benih antar lapang (Jabalsim) untuk kedelai masih dinilai sebagai cara yang cukup baik untuk memperoleh benih bermutu, di mana benih tidak mengalami pe-nyimpanan lebih dari tiga bulan sebelum tanam (Nugraha 1992, Nugraha 1996, Schroeder dan Legowo 1995).

Atas dasar potensi lahan dan agroekositem, Sulawesi Selatan mempunyai sektor Barat, sektor Timur dan sektor peralihan. Pada sektor barat, musim hujan berlangsung pada Oktober/November–Juni/Juli dan pada Juli–September. Sektor Timur kebalikan dengan sektor Barat, apabila sektor Barat memasuki musim hujan, maka sektor Timur musim kemarau dan sebaliknya. Pada sektor peralihan, musim hujan dan kemarau kurang lebih diantara sektor Barat dan Timur.

Kondisi agroekosistem unik yang memiliki tiga sektor iklim yang berbeda, maka Sula-wesi Selatan dapat memproduksi benih kedelai sepanjang tahun melalui pola Jabalsim. Dengan demikian Sulawesi Selatan berpotensi sebagai pusat produksi kedelai di Indonesia Timur. Hal ini mengingat benih berkualitas merupakan faktor kunci keberhasilan usahatani (Copeland dan McDonald 1995, Sadjad 1994). Kemudahan pengadaan benih yang ber-daya hasil tinggi merupakan salah satu faktor penentu dalam meningkatkan ber-daya saing kedelai. Penggunaan benih unggul akan berdampak meningkatkan produksi di tingkat petani dan memberikan motivasi untuk mengusahakan tanaman ini dengan optimal. Menurut Andrew dan Budhiyono (1995) selama ini belum ada sinkronisasi dan keterpa-duan dari pihak-pihak yang bergerak dalam perbenihan antara penghasil varietas, pro-dusen benih, dan pengguna benih.

(3)

Penyediaan benih berkualitas secara mencukupi bagi petani memerlukan perencanaan yang baik (Douglas 1980, Watanabe 2001), antara lain : (1) dimana dan berapa luas areal yang akan ditanami sehingga dapat diperkiraan kebutuhan benihnya, (2) varietas apa yang disenangi petani atau yang adaptif pada kondisi agroekosistem yang direncanakan, (3) musim tanam (kapan benih harus siap di petani), (4) dimana dan kapan benih harus diperbanyak, (5) penyediaan benih sumber yang akan diperbanyak, (6) kesiapan pengen-dalian mutu benih secara internal, dan (7) fasilitas apa yang diperlukan untuk penanganan benih. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah menentukan pelaku pengadaan benih dan kepastian pasar (pembeli) bagi benih yang akan diproduksi.

Dengan melihat potensi dan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian adalah menyusun strategi untuk membentuk penyediaan benih kedelai yang ideal sesuai dengan kondisi sumberdaya alam yang dimiliki dan kebutuhan pasar.

METODOLOGI

Penelitian dilakukan pada sentra produksi kedelai di Sulawesi Selatan yaitu Kabupaten Bone, Wajo, Sopeng dan Maros. Pendekatan ’Parcipatory Rural Appraisal’ (PRA) dilaku-kan dalam penelitian ini dengan melibatdilaku-kan ’key persons’ sebagai responden pada musim tanam kedelai tahun 2012. Pengumpulan data dilakukan dengan penelusuran pada lem-baga-lembaga yang bergerak pada sistem perbenihan, diantaranya Direktorat benih, BBI, BBU, BPP, penangkar swasta, dan penangkar BUMN (Pertani, Sang Hyang Seri) dan petani di empat kabupaten tersebut.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah SWOT yang bertujuan untuk mengetahui potensi dan permasalahan serta pemecahannya melalui strategi yang diha-silkan oleh analisis tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Perbenihan Kedelai

a. Kondisi ‘Eksisting’

Usaha penangkaran benih kedelai dilakukan oleh kelompok tani, swasta, dan BUMN. Kelompok tani banyak berkecimpung pada proses produksi di lahan. Pihak swasta dalam hal ini pedagang atau pemilik modal yang akan menampung calon benih untuk selan-jutnya dijadikan benih. Pihak BUMN yang bergerak di perbenihan adalah PT Sang Hyang Seri (SHS) dan PT Pertani.

Apabila saat ini kebutuhan benih kedelai di Sulsel sebesar 2.250 t per tahun, maka idealnya dapat dicukupi oleh pelaku usaha perbenihan yang ada di Sulsel. Kapasitas PT SHS dan PT Pertani di Sulsel masing-masing sebesar 500 t per tahun. Pihak swasta peda-gang dan pemilik modal besar seperti di Sopeng ada tiga pengusaha benih kedelai yang mempunyai kapasitas produksi 700–1000 t per tahun. Di samping itu ada pengusaha benih kedelai yang berkapasitas kecil, antara 10–50 t per tahun, tersebar di Kabupaten Sopeng, Bone, dan Wajo.

Mutu benih kedelai yang ditanam petani selama ini tidak baik (asalan) karena menda-patkannya dari pasar, atau kalau dari penangkaran tidak menggunakan cara pemurnian karena ketiadaan sumber benih. Benih yang digunakan penangkar adalah kedelai varietas

(4)

lama, Mahameru. Dengan sistem pemurnian (tanam yang diulang-ulang) tanpa sumber benih memungkinkan potensi hasil kedelai rendah.

b. Sistem Perbenihan Ideal

Pengadaan benih di Sulawesi Selatan diuntungkan dengan adanya tiga wilayah/sektor yang berbeda musim, yaitu pantai/sektor timur, pantai/sektor barat, dan sektor peralihan. Pola jabalsim atau konsep jalur benih antar lapang antar musim dapat dilakukan secara efektif apabila ditangani dengan baik. Menurut Sadjad (1994), pengadaan benih melalui sistem Jabalsim dinilai cukup baik untuk memperoleh benih bermutu, di mana benih tidak mengalami penyimpanan lebih dari tiga bulan sebelum tanam. Implementasi pola jabalsim digunakan seperti penanaman benih kedelai pada musim kemarau di pantai barat (Kabu-paten Maros) dapat mensuplai kebutuhan benih penanaman musim kemarau di pantai timur (Kabupaten Sopeng, Bone atau Wajo) dengan mutu yang terjamin.

Kabupaten penghasil utama kedelai utama (sentra) untuk tiga sektor (zone) wilayah di Sulsel adalah sebagai berikut: (1) Sektor barat Kabupaten Jeneponto dan Maros, (2) Sektor timur Kabupaten Bone, Soppeng, dan Wajo, (3) Sektor peralihan Kabupaten Pinrang dan Luwu Timur. Dengan diuntungkannya wilayah Sulsel terbagi ke dalam tiga musim dalam satu saat, maka pola Jabalsim sangat mendukung dan dapat dilakukan dengan mudah dalam perencanaan pengadaan benih kedelai, baik untuk kebutuhan wila-yah sendiri maupun memenuhi kebutuhan wilawila-yah lain (Gambar 1).

Gambar 1. Pola perbenihan kedelai Jabalsim di Sulsel

Pada wilayah sektor barat di Kabupaten Jeneponto, kedelai banyak diusahakan pada lahan kering, sehingga penanamannya dilaksanakan pada musim hujan. Di Kabupaten Maros, kedelai lebih banyak dibudidayakan pada lahan sawah setelah panen padi atau musim kemarau. Pertimbangan kualitas benih yang dihasilkan untuk sektor barat lokasi Kabupaten Maros menjadi potensial untuk produksi benih kedelai. Di sektor timur, baik di Kabupaten Bone, Sopeng maupun Wajo, kedelai ditanam pada lahan sawah atau lahan basah pada musim kemarau atau curah hujan rendah, sehingga ketiga kabupaten poten-sial sebagai penghasil benih kedelai. Bagi sektor peralihan, di Kabupaten Pinrang kedelai ditanam pada lahan sawah setelah panen padi musim kemarau, sedangkan di Kabupaten Luwu Timur pada lahan kering musim hujan. Dengan kondisi seperti ini sektor peralihan yang berpeluang sebagai produsen benih kedelai adalah Kabupaten Pinrang.

(5)

Melihat kondisi wilayah dan iklim yang sangat mendukung tersebut, maka pola penga-daan benih kedelai dengan sistem jabalsim dinilai sesuai dengan memasukkan benih-benih VUB kedelai sebagai sumber benih-benih kepada salah satu simpul wilayah/lokasi produ-sen. Menurut Harnowo dan Adie (1998), untuk memperbaiki mutu benih yang diperoleh dari Jabalsim antara lain diperlukan informasi yang akurat mengenai pola/jalur distribusi benih dan injeksi benih sumber ke dalam salah satu musim tanam, di mana hasil panen-nya sangat potensial sebagai bahan pertanaman (benih) untuk musim tanam berikutpanen-nya yang berdekatan. Dengan demikian, benih kedelai yang dihasilkan berkualitas dan berser-tifikat dengan mengikuti aturan perbenihan yang telah ada.

Pengaruh Faktor Lingkungan Internal dan Eksternal

Pemecahan masalah perbenihan kedelai di Sulawesi Selatan digunakan teknik SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats). Pengambilan keputusan dalam sistem per-benihan kedelai dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Dalam SWOT, analisis faktor internal diterjemahkan ke dalam kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) dalam sistem perbenihan kedelai, sedangkan faktor eksternal dijabarkan ke dalam peluang (opportunities) dan ancaman (threath). Faktor internal dapat dilakukan dengan kemam-puan pelaku perbenihan (petani/kelompok tani dan penangkar benih), tetapi faktor ekster-nal di luar jangkauan pelaku perbenihan untuk mengatasinya. Dalam aekster-nalisis faktor-faktor tersebut dijabarkan ke dalam Tabel 1.

Tabel 1. Analisis SWOT.

No Faktor internal Faktor eksternal

Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman

1. Adanya kelompok petani dan penangkar kedelai sebagai pelaku utama usaha kedelai

Ketiadaan benih sumber untuk penangkaran benih kedelai

Perbedaan zona musim antara barat dan timur yang mendukung pola jabalsim Keberlangsungan Permentan 55 tentang pemurnian benih kedelai menghambat perbenihan VUB kedelai

2 Motivasi dan sikap positif dalam pengembangan usaha perbenihan kedelai

Keterbatasan peralatan pasca panen

Tingkat harga dari calon benih yang signifikan lebih tinggi

Kondisi iklim yang tidak menentu pada masing-masing zona

3 Lahan tersedia untuk

perbenihan kedelai Pengetahuan teknik baku tentang perbenihan kurang Koordinasi kelembagaan yang kondusif mendukung perbenihan kedelai (Dukungan Pemda)

Tingkat harga kedelai konsumsi rendah dan fluktuasi tinggi setiap musim

4 Sudah banyak varietas kedelai dikeluarkan (73 varietas sampai tahun 2011) Kedelai mempunyai ’viabilitas’ yang cepat turun Permintaan kebutuhan

benih cukup besar Benih konvensional (bukan standar benih/pasaran) 5 Keterbatasan sapras: pengairan Sektor perbenihan kedelai belum banyak menangani

(6)

Analisis faktor lingkungan internal menggambarkan faktor-faktor yang menjadi ke-kuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh sistem perbenihan kedelai. Keke-kuatan dan kele-mahan yang teridentifikasi adalah sebagai berikut:

a. Kekuatan

1. Usaha benih bukan hal yang baru di sentra kedelai. Teridentifikasi sudah sejak lama ada penangkar benih kedelai yang tersebar di Kabupaten Bone dan Sopeng. Pedagang ini memasok benih kedelai untuk wilayah Sulawesi Selatan, bahkan sampai ke Sula-wesi Tengah dan Kalimantan. Pedagang sekaligus penangkar ini memberi modal ke petani untuk menanam kedelai untuk dijadikan calon benih, tidak mengambil sumber benih melainkan hanya dengan cara pemurnian, dalam hal ini kedelai varietas Mahameru yang ditanam secara berulang-ulang.

2. Selalu ada pertanaman kedelai sepanjang tahun di Sulawesi Selatan pada kabupaten yang berbeda. Hal ini dimungkinkan karena mempunyai tiga zone iklim yang berbeda dalam wilayah tersebut. Dengan demikian benih kedelai di wilayah ini tersedia sepan-jang tahun seiring dengan kebutuhan petani. Kondisi ini memunculkan minat atau memotivasi petani/pedagang/penangkar untuk selalu memproduksi benih atau calon benih.

3. Lahan cukup luas untuk memproduksi kedelai dibanding di Jawa yang memiliki keterbatasan lahan untuk bertanam kedelai.

4. Varietas unggul kedelai sudah banyak dihasilkan oleh Balitkabi atau lembaga lain, sudah dilepas sekitar 75 varietas unggul baru kedelai sampai tahun 2013.

b. Kelemahan

1. Karena ketiadaan sumber benih, maka pengadaan benih kedelai di Sulsel pada umum-nya dengan cara pemurnian, bukan pensertifikatan benih. Karena tidak menggunakan benih sumber, tetapi menanam berulang-ulang varietas yang telah ada maka produkti-vitasnya rendah karena kualitas mutu tidak terjamin.

2. Demikian juga peralatan pascapanen yang terbatas dan seadanya tanpa alat ukur kadar air dan alat seleksi biji (graider).

3. Pengetahuan teknik perbenihan kurang seperti kapan kedelai optimal dipanen untuk tujuan produksi benih, berapa kadar air yang layak, kadar kotoran, dan seleksi di lapang (rouging) kurang dikuasai petani.

4. Sifat dasar kedelai sendiri cepat turun daya tumbuhnya (viabilitas rendah) dibanding tanaman padi atau aneka kacang lain.

5. Beberapa lokasi produksi benih di Kabupaten Bone dan Maros memanfaatkan lahan kering yang mempunyai keterbatasan alat untuk memanfaatkan sumber pengairan yang ada.

Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki sistem perbenihan kedelai digunakan matrik faktor strategi internal (IFAS/Internal Factors Analysis Summary) seperti pada Tabel 2. Dapat dijelaskan bahwa sistem perbenihan kedelai mempunyai skor total 3,79 dengan skor kekuatan 2,79 dan skor kelemahan 1,00. Hal ini berarti kekuatan yang dimiliki dalam perbenihan kedelai di Sulsel lebih dominan dibanding kelemahan, sehingga mampu menutupi kelemahan yang ada. Selisih skor antara kekuatan dan kelemahan ada-lah 1,79 yang berarti lingkungan internal perbenihan kedelai masih dapat dikendalikan.

(7)

Tabel 2. Matrik faktor strategi internal perbenihan kedelai di Sulawesi Selatan.

Faktor internal Bobot (%) Rating Skor

Kekuatan:

Kelompok/penangkar benih sudah lama ada Motivasi usaha penangkaran benih tinggi Lahan untuk usaha benih luas

Tersedia banyak VUB kedelai Jumlah variabel kekuatan

Kelemahan:

Ketiadaan sumber benih VUB untuk ditangkarkan Peralatan pasca panen terbatas

Pengetahuan teknik perbenihan kurang Sifat dasar (viabilitas) kedelai cepat turun Pengairan lahan terbatas

Jumlah variabel kelemahan Total skor Selisih skor 25,0 21,9 18,8 9,4 9,4 3,1 6,3 6,3 0,0 4 3 4 4 4 4 4 4 2 1,00 0,66 0,75 0,38 2,79 0,38 0,12 0,25 0,25 0 1,00 3,79 1,79 Analisis faktor lingkungan eksternal digunakan untuk melihat peluang dan ancaman berpengaruh terhadap kelangsungan sistem ini. Peluang dan ancaman teridentifikasi sebagai berikut:

c. Peluang

1. Sulsel mempunyai tiga zona iklim (barat, timur dan peralihan) yang berlainan atau berkebalikan saat musim hujan dan kemaraunya. Kondisi ini sebagai peluang yang memungkinkan sepanjang tahun dapat memproduksi benih dengan jaminan kualitas baik.

2. Tingkat harga calon benih lebih tinggi dibanding menjual dengan tujuan konsumsi, karena besarnya permintaan benih.

3. Pemda Sulsel cukup aktif memberikan dukungan dalam pengadaan benih kedelai mengingat sejak dulu wilayah di sekitar danau Tempe sudah menjadi sentra kede-lai dan perlu dikembangkan. Dukungan diberikan dengan bantuan sarana dan pra-sarana pengairan seperti di Maros karena perbenihan kedelai dilakukan di lahan kering dengan menaikkan air dari sungai yang ada.

4. Kebutuhan kedelai semakin meningkat seiring dengan bertambahnya populasi (penduduk). Untuk memenuhi permintaan kedelai harus diupayakan peningkatan area tanam yang tentunya memerlukan benih dalam jumlah besar.

5. Terkait dengan sifat viabilitas kedelai yang rendah, pelaku usaha perbenihan lebih tertarik kepada benih yang mempunyai viabilitas tinggi dan tahan disimpan untuk menghindari risiko kerugian, sehingga pengusaha yang bergerak di sektor perbe-nihan kedelai terbatas.

d. Ancaman

1. Peraturan Menteri Pertanian No. 55 Tahun 2010 memperbolehkan petani kedelai untuk melakukan pemurnian benih sebar menjadi benih sebar yang seharusnya men-jadi konsumsi. Hal tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan benih kedelai

(8)

dalam negeri yang selama ini masih kekurangan. Peraturan ini menghambat penggunaan VUB kedelai yang berpotensi hasil tinggi dan bermutu yang sudah banyak dihasilkan.

2. Akibat membanjirnya kedelai impor di pasaran seringkali harga kedelai petani mengalami fluktuasi tinggi. Di saat musim panen raya harga kedelai turun, tetapi di saat tidak ada tanaman, harga kedelai tinggi.

Petani belum minded benih berlabel yang jelas-jelas berkualitas dan berpotensi hasil tinggi, mereka seringkali menggunakan benih hasil panen tanpa melihat kualitas dan potensi hasil. Kedelai hasil panen dipastikan memberikan daya tumbuh tinggi sehingga sering dipilih dan digunakan petani sebagai benih (menggunakan benih asalan).

Matrik faktor strategi eksternal (EFAS/External Factors Analysis Summary) digunakan untuk melihat kondisi potensi usaha perbenihan kedelai. Tabel 3 menunjukkan bahwa skor total peluang adalah 1,85 lebih besar dari skor total ancaman (1,31). Hal ini berarti bahwa perbenihan kedelai di Sulsel mempunyai peluang lebih besar untuk berkembang. Implementasinya, pelaku perbenihan kedelai harus mampu mengambil peluang yang ada untuk mengembangkan usahanya karena ancaman dari usaha ini cukup kecil. Ancaman terberat adalah masih berlakunya PP 55 tahun 2010 tentang pemurnian benih kedelai tanpa menggunakan benih sumber, cukup kedelai yang sudah ada di petani. Dampak dari berlakunya peraturan ini maka varietas unggul baru (VUB) tidak berkembang dan produktivitas kedelai lokal tidak mengalami peningkatan.

Tabel 3. Matrik faktor strategi eksternal perbenihan kedelai di Sulawesi Selatan.

Faktor internal Bobot Rating Skor

Peluang:

Perbedaan zona iklim mendukung jabalsim Harga produk calon benih menarik Dukungan aktif Pemda

Permintaan benih kedelai tinggi

Pelaku yang bergerak di perbenihan kedelai sedikit Jumlah variabel peluang

Ancaman:

Permentan 55 tahun 2010 pemurnian benih kedelai Fluktuasi harga kedelai konsumsi tinggi

Penggunaan benih kualitas konsumsi (asalan) tinggi Jumlah variabel ancaman

Total skor Selisih skor 23,1 11,5 0,0 15,4 11,5 15,4 7,7 15,4 3 3 2 3 3 4 3 3 0,69 0,35 0,0 0,46 0,35 1,85 0,62 0,23 0,46 1,31 3,16 0,54 Posisi perbenihan kedelai dalam kategori strategi pengembangan dapat dilihat dari analisis matrik IE (Internal-Eksternal) dengan melihat nilai total skor faktor internal dan eksternal. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh total skor faktor internal 3,79 (Tabel 2) dan total skor faktor eksternal 3,16 (Tabel 3), sehingga menempatkan perbenihan kedelai pada sel (area) I (Gambar 2). Kategori pada sel I tersebut berarti strategi yang digunakan pada perbenihan kedelai adalah strategi pertumbuhan (growth strategy). Implementasinya, perbenihan kedelai di Sulsel mempunyai peluang untuk terus tumbuh dan berkembang.

(9)

vertikal. Strategi integrasi vertikal yaitu kegiatan untuk mengembangkan atau memperluas usaha dengan cara meningkatkan produksi (output). Pencapaian output tersebut dapat dengan cara memperluas pasar, memperbaiki fasilitas produksi, meningkatkan kualitas produk, dan teknologi.

Gambar 2. Matrik I-E (Internal-Eksternal)

Strategi Mencapai Perbenihan Kedelai Ideal

Untuk merumuskan strategi implementatif berdasarkan faktor-faktor penyusun internal maupun eksternal ditetapkan satu faktor yang berpengaruh sangat kuat dalam sistem perbenihan kedelai seperti pada Tabel 4. Penjabaran dari strategi yang disusun dalam matriks SWOT (Tabel 4) dituangkan dalam rencana kerja operasional upaya menum-buhkan perbenihan kedelai di Sulawesi Selatan. Sedang rencana kerja tersebut dijabarkan pada Tabel 5.

Tabel 4. Strategi Formulatif Berdasarkan SWOT. Faktor internal Faktor eksternal Kekuatan (S)

Kelompok/penangkar sudah ada dalam pengembangan usaha perbenihan kedelai

Kelemahan (W)

Keterbatasan sumber benih kedelai

Peluang (O)

Perbedaan zona iklim mendukung jabalsim

Strategi S-O (progresif) Memperluas dan/atau meng-intensifkan pertanaman untuk perbenihan kedelai dengan jabalsim

Strategi W-O (koordinatif) Bantuan benih sumber VUB untuk mendukung perbenih-an kedelai di Sulsel

Ancaman (T)

Keberlangsungan Permentan 55 tentang pemurnian benih kedelai menghambat perbenihan VUB kedelai

Strategi S –T (diversifikasi) Kebijakan pencabutan Permentan 55 untuk meningkatkan benih kedelai secara kualitas maupun kuantitas dengan VUB

Strategi W-T(defensif) Dukungan pemerintah secara proaktif dalam menumbuhkan sistem per-benihan kedelai dengan pola jabalsim

(10)

Tabel 5. Kebijakan operasional, program, strategi dan rencana kegiatan.

Kebijakan operasional : Pengembangan sistem perbenihan ideal kedelai di Sulawesi Selatan Program : Menumbuhkembangkan penangkaran kedelai di Sulawesi Selatan

Strategi Kegiatan

Strategi (S-O)

Memperluas dan/atau meng-intensifkan pertanaman untuk perbenihan kedelai

Penanaman benih sumber FS

Penggunaan varietas unggul kedelai seperti Anjasmoro, Grobogan yang berbiji besar pengganti varietas Mahameru Mengadakan temu lapang panen kedelai untuk benih Strategi (W-O)

Bantuan benih sumber VUB untuk mendukung perbenihan kedelai di Sulsel

Memberikan bantuan benih sumber VUB dalam acara-acara temu lapang

Mendorong kelompok tani dalam pengusulan bantuan benih sumber kedelai

Bantuan benih dalam program Strategi (S-T)

Kebijakan pencabutan Permentan 55 untuk meningkatkan benih kedelai secara kualitas maupun kuantitas

Penyediaan sumber benih kedelai BS maupun FS yang cukup Pelatihan perbenihan kedelai kepada petani/kelompok Memfasilitasi pemasaran benih petani

Strategi (W-T)

Dukungan pemerintah secara proaktif dalam menumbuhkan sistem

perbenihan kedelai dengan jabalsim

Memfasilitasi dengan membuat link atau penguatan pola kemitraan dengan pelaku pemasaran

Bantuan permodalan dalam usaha benih kedelai

Memberi tugas Balai-balai benih untuk menyiapkan sumber benih kelompok/petani

KESIMPULAN

1. Perbenihan kedelai eksisting belum dapat memenuhi permintaan kebutuhan benih di Sulawesi Selatan, baik dari aspek kuantitas maupun kualitas, karena potensi sumberdaya yang ada tidak digunakan secara optimal.

2. Teridentifikasi penyebab tidak optimalnya sistem perbenihan kedelai yang terbagi ke dalam 4 faktor dalam analisis SWOT sebagai pendukung, yaitu faktor kekuatan sudah terbentuk (sudah ada) kelompok/penangkar dalam pengembangan usaha perbenihan kedelai; faktor peluang mempunyai perbedaan zona iklim yang men-dukung pola jabalsim. Sebagai penghambat/masalah adalah faktor kelemahan yaitu keterbatasan (ketiadaan) sumber benih kedelai; dan faktor ancaman yaitu Permentan 55 tahun 2010 tentang pemurnian benih kedelai menghambat per-benihan VUB kedelai.

3. Strategi formulatif terbentuknya sistem perbenihan ideal kedelai adalah: (1) Strategi S-O (progresif) yaitu memperluas dan/atau mengintensifkan pertanaman untuk perbenihan kedelai; (2) Strategi W-O (koordinatif) yaitu bantuan benih sumber VUB untuk mendukung perbenihan kedelai di Sulsel; (3) Strategi S-T (diversifikasi) yaitu kebijakan pencabutan Permentan 55 untuk meningkatkan benih kualitas maupun kuantitas kedelai; dan (4) Strategi W-T (defensif) yaitu dukungan peme-rintah secara proaktif dalam menumbuhkan sistem perbenihan kedelai dengan jabalsim.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Andrew, L. and B.E. Budhiyono. 1995. Assessment of the Cost of Soybean seed Production in Indonesia. Paper Presented at the International Workshop on ‘Integrated Seed System for Low Input Agriculture’, October 24–27, 1995. Rilet. Malang, Indonesia.

Arifenie Fitri Nur. 2014. Target produksi kedelai tahun ini meroket 85,19%. Industri Kontan Kamis, 02 Januari 2014. http://industri.kontan.co.id/news/target-produksi-kedelai-tahun-ini-meroket-8519. Diunduh 8 April 2014.

Copeland, L.O. and M.B. McDonald. 1995. Principles of Seed Science and Technology (3rd.). McMillan Publ. Co. Ltd., New York.

Douglas, J.E. 1980. Successful Seed Programs: A Planning and Management Guide. Westview Press, Inc., USA. 302 p.

Harian Pelita. 2014. Kebutuhan Benih Kedelai Balum Terpenuhi [Ekonomi dan Keuangan. Edisi Senin, 07 April 2014.

Harnowo, D. Dan M. M. Adie. 1998. Teknologi Pengolahan dan Penyimpanan Benih Kedelai. Hal. 80–93. Dalam Roesmiyanto dkk. (ed.). Prosiding Lokakarya Sistem Produksi dan Peningkatan Mutu Benih Kedelai di Jawa Timur.

Nugraha, U.S. 1992. Perbaikan Jalinan Arus Benih Antar Lapang untuk Menunjang Industri Benih kedelai. Reflektor, 5(1–2): 12–24.

Nugraha, U.S. 1996. Produksi Benih Kedelai Bermutu Melalui Sistem Jabal dan Partisipasi Petani. Jurnal Litbang Pertanian 15(2): 27–34.

Sadjad, S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 145 hlm.

Schroeder, P.C. and E. Legowo. 1995. Market for Palawija Seed in Indonesia. Paper Presented at the International Workshop on ‘Integrated Seed System for Low Input Agriculture’, October 24–27, 1995. Rilet. Malang, Indonesia.

Watanabe Ryoichi. 2001. Supply Chain Management Konsep dan Terori. http://www.lmfeui. com/uploads/file22-XXX-Februari-2001.PDF.

DISKUSI

1. Pertanyaan Dr. Yusuf (BPTP NTT).

Usaha perbenihan kedelai kurang menarik untuk kelompok tani? Jawaban:

Caranya Kelompok tani tidak memproduksi benih secara utuh (siap jual) tetapi menjual calon benih dan bermitra dengan BUMN atau swasta. Sehingga sortir, pelabelan dan pemasaran dilakukan oleh pihak swasta atau BUMN.

2. Pertanyaan Prof. Nasir Saleh

Meskipun B/C tinggi kedelai kurang kompetitif dengan tanaman lain? Jawaban:

Pasar dinamis, walaupun ada kenaikan harga kedelai, harga komoditas pesaing (jagung) juga naik. Indeks Kompetitif kedelai lebih kecil dari indeks kompetitif tanaman pesaing (tanaman pangan lain: missal jagung). Cara untuk meningkatkan indek kompetitif yaitu dengan adanya lompatan produksi (hasil) sehingga volume (kapasitas produksi) lebih besar.

Gambar

Gambar 1. Pola perbenihan kedelai Jabalsim di Sulsel
Tabel 1. Analisis SWOT.
Tabel 2. Matrik faktor strategi internal perbenihan kedelai di Sulawesi Selatan.
Tabel 3. Matrik faktor strategi eksternal perbenihan kedelai di Sulawesi Selatan.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Keluaran Proses Perencanaan (Planning Outputs) - Kapasitas Produksi Jangka Panjang - Alokasi Sumber (Produk, Proses,dll) Tingkat Pemakaian Alternatif Produksi / Kegiatan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja prinsip jurnalisme bencana yang diterapkan Jawa Pos dan Kompas dalam pemberitaan kecelakaan AirAsia QZ8501

Obyek animasi yang dipakai dalam jenis film animasi ini adalah boneka dan figur lainnya, merupakan penyederhanaan dari bentuk alam benda yang ada, terbuat dari bahan-bahan

Tugas Akhir ini disusun dengan judul “Pengaruh faktor pembentuk Cash Conversion Cycle terhadap Profitabilitas (Profit Margin) pada perusahaan Sektor Pertambangan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menerapkan yang bersinergitas dengan e-Commerce yang menggunakan fasilitas responsive, yaitu web bootstrap, dalam membantu pendanaan

Perbaikan citra untuk mengganti area yang terdeteksi sebagai cahaya dilakukan dengan tiga cara yaitu perbaikan citra dengan rata-rata RGB, perbaikan citra dengan pencarian

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini ialah transplantasi dengan judul Tingkat Kelangsungan Hidup dan Laju Pertumbuhan

Tabel 4.2 Tugas Surveyor Disurvei Volume Kendaraan Pada Simpang 46 Tabel 5.1 Data Arus Lalu Lintas Simpang Bersinyal Rabu, 26 Desember 2018 55 Tabel 5.2 Data Arus Lalu