• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III DASAR TEORI. Gambar Bentuk sistem rangka paling sederhana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III DASAR TEORI. Gambar Bentuk sistem rangka paling sederhana"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

DASAR TEORI

3.1 Dasar Teori Truss 3.1.1 Rangka (truss)

Sistem struktur rangka(truss) merupakan struktur kerangka yang dibuat dengan menyambungkan elemen struktur yang lurus dengan sambungan sendi dikedua ujungnya. Geometrik rangka yang paling sederhana adalah elemen yang ujungnya mempunyai perletakan sendi dan rol (gambar 3.1.1). Perletakan sendi dan rol pada elemen merupakan kekangan minimum yang diperlukan bagi keseimbangan gaya akibat bekerjanya beban luar.

Gambar 3.1.1 Bentuk sistem rangka paling sederhana

Walaupun variasi beban yang bekerja pada sistem dapat berupa beban bentang dan beban di titik kumpul, anggapan beban kerja rangka adalah beban yang selalu bekerja di titik kumpul. ini berarti beban bentang perlu di konversikan dulu dalam beban kerja terpusat ekivalen di titik kumpul. Pada geometri rangka yang paling sederhana seperti gambar 3.1.1, hanya ada satu derajat kebebasan, sehingga hanya ada satu arah beban yang dapat dikerjakan.

Rangka dasar ini dapat dikembangkan menjadi rangka bidang dengan dua cara:

1) Penambahan elemen seperti gambar 3.1.1.a dengan tambahan perletakan rol pada ujung elemen tambahan, sehingga tetap terjaga syarat stabilitas sistem.

(2)

2) Menambah dua elemen yang saling berhubungan pada satu titik kumpul, sehingga stabilitas sistem tetap terjaga (gambar 3.1.1.b).

Gambar 3.1.1.a Sistem rangka 1

(3)

3.1.2 Bentuk Struktur Rangka 3.1.2.1. Rangka Bidang

Secara skematik beberapa bentuk rangka bidang yang dirancang berdasarkan sifat beban kerja adalah :

Gambar 3.1.2.a Rangka atap

Pada rangka atap (gambar 3.1.2.a), beban yang bekerja selain berat sendiri adalah beban komponen atap (penutup atap, kaso-kaso, gordin) dan tekanan angin.

Beban hidup jembatan (gambar 3.1.2.b) adalah berat kendaraan ; path menara air, berat air dan pada menara jaringan listrik (gambar 3.1.2.c) berupa berat kabel; sedangkan di menara komunikasi berupa beban antena.

(4)

3.1.2.2. Rangka Ruang

Seperti bentuk portal ruang, rangka ruang merupakan susunan (gambar 3.1.2.d.) unsur elemen batang pada sistem ruang, tetapi sambungan unsur elemen batang pada kedua ujungnya bersifat sendi, dan beban yang bekerja merupakan beban ekivalen terpusat pada setiap titik kumpul.

Gambar 3.1.2.d Rangka Ruang

3.1.3 Beban Luar

Pada sistem struktur rangka, beban luar selalu dikonversikan menjadi beban ekivalen terpusat yang bekerja di titik - titik kumpul. Berat sendiri elemen yang bekerja merata sepanjang bentang diperhitungkan sebagai gaya terpusat ekivalen dikedua ujung elemen. Juga seperti beban merata jembatan rangka pada gambar 3.1.3.a, besarnya beban yang digunakan dalam analisis struktur di nyatakan oleh gaya/beban terpusat di titik-titik kumpul (gambar 3.1.3.b). Dengan melakukan konversi beban bentang menjadi gaya terpusat ekivalen di titik kumpul, pemeriksaan kekuatan lentur elemen akibat beban bentang dilakukan secara terpisah.

(5)

Gambar 3.1.3 a Beban merata pada bentang Gambar 3.1.3. b Beban terpusat ekivalen

Gambar 3.1.3.c Beban merata pada bentang

Gambar 3.1.3.d Beban ekivalen di titik kumpul

Analisis sistem rangka ruang yang tidak mungkin dikonversikan sebagai analisis ekivalen rangka bidang, seperti menara tegangan tinggi dengan beban kabel dalam ruang, beban titik ekivalen yang bekerja diperhitungkan dan kombinasi pemasangan kabel pada titik pertemuan elemen. Setiap kombinasi pemasangan kabel yang memberikan pengaruh beban maksimum pada rangka ruang harus dikaji dalam analisis.

(6)

Gambar 3.1.3.e Rangka Ruang dengan Beban Titik Kumpul

3.1.4 Transformasi Koordinat Ruang

Vektor yang menyatakan gaya, perpindahan, dan unsur elemen pada sistem struktur ruang dapat mempunyai orientasi sembarang didalam ruang. Setiap vektor dalam ruang dapat dinyatakan dengan komponen ortogonal dalam sistem koordinat Kartesian ruang. Walaupun pemilihan sumbu dapat sembarang, tetapi pada analisis sistem struktur terdapat dua sistem sumbu yang spesifik, yaitu sistem sumbu lokal (elemen) dan sistem sumbu struktur (global). Mengacu pada kedua sistem ini bagi struktur ruang, dijelaskan hukum transformasi umum

dalam ruang.

Dengan memilih dua sistem koordinat ortogonal seperti gambar 3.1.4.a, orientasi kedua sistem adalah relatif sembarang satu sama lain seperti ditunjukkan oleh tiga sisi bidang dari setiap koordinat.

(7)

Reposisi koordinat [xm,ym,zm] ke [X,Y,Z] bergantung pada proses rotasi sumbu dalam

ruang. Terdapat tiga rotasi rotasi ‘independent’ yang diperlukan:

a. Rotasi θ1 terhadap sumbu Y Koordinat[x1,y1,z1] menyatakan posisi baru. Sumbu y1

sama dengan sumbu Y.

Gambar 3.1.4.b Rotasi θ1 dan reposisi vektor [PX,PY,PZ]

b.Rotasi θ2 terhadap sumbu z. Sumbu z1 merupakan sumbu baru akibat rotasi θ1 .

Koordinat [xm,xm,zm] menyatakan posisi baru. Sumbu z1 sama dengan sumbu z2

{ }

[ ] [

]

T z Y x P P P T P θ2 = θ2 1 1

Gambar 3.1.4.c Rotasi θ2 dan reposisi vektor [PX,PY,PZ]

                    − =           z Y x z Y x P P P P P P 1 1 1 1 1 1 cos 0 sin 0 1 0 sin 0 cos θ θ θ θ

{ }

Pθ1=

[ ]

Tθ1

{ }

P                     − =           1 1 2 1 2 2 1 2 1 0 0 0 cos sin 0 sin cos z Y x z xm P P P P P P

θ

θ

θ

θ

(8)

c. Rotasi θ3 terhadap sumbu xm. Sumbu z1

merupakan sumbu baru akibat rotasi θ1.

Koordinat [x2,y2,z2] menyatakan posisi

baru. Sumbu z1 sama dengan sumbu z2

                    − =           1 2 3 3 3 3 cos sin 0 sin cos 0 0 0 1 z xm zm ym xm P P P P P P

θ

θ

θ

θ

{ }

[ ] [

]

T z Y x P P P T

Pθ2 = θ2 1 1 Gambar 3.1.4.d Rotasi θ2 dan reposisi vector [PXm,P2,PZ1]

Hubungan komponen vektor [Pxm Pxm Pxm]T terhadap [Px,Py,Pz]T melalui proses ini

menjadi                     −           −           − =           Z Y X zm ym xm P P P P P P 1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 cos 0 sin 0 1 0 sin 0 cos 1 0 0 0 cos sin 0 sin cos cos sin 0 sin cos 0 0 0 1

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

atau

[ ] [ ] [ ]

{ }

m

[ ]

{ }

S Z Y X zm ym xm P T P atau P P P T T T P P P 3 1 2 3 =           =           θ θ θ

Hal serupa juga berlaku bagi perpindahan:

                    −           −           − =           ∆ ∆ ∆ Z Y X zm ym xm X X X 1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 cos 0 sin 0 1 0 sin 0 cos 1 0 0 0 cos sin 0 sin cos cos sin 0 sin cos 0 0 0 1

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

atau

{ }

m =

[ ]

T 3

{ }

X S

(9)

Gambar 3.1.4.e Komponen perpindahan ruang

Transformasi pada ruang digunakan untuk menetapkan hubungan unsur elemen struktur ruang antara sistem sumbu lokal dengan sistem sumbu struktur (global). Dalam analisis sistem struktur rangka dan portal ruang, matrik transformasi ruang [T]3 merupakan bagian

dan proses transformasi gaya dan perpindahan dari satu sistem koordinat orthogonal lokal (sumbu elemen) kepada sistem koordinat orthogonal global (struktur). Dengan hukum transformasi koordinat ini, kekakuan elemen , beban luar, dan gaya-gaya dalam unsur-unsur elemen struktur dirakit menjadi unsur-unsur matriks kekakuan struktur, beban ekivalen dan gaya gaya ujung elemen.

Persamaan dua rotasi θ1 dan θ2 dinyatakan dari posisi elemen seperti pada gambar

berikut

(10)

Dengan koordinat [X,Y,Z] sebagai koordinat global (struktur) yang pusat sumbunya sama dengan pusat sumbu koordinat lokal, maka komponen panjang elemen dapat dinyatakan sebagai [Xm,Ym,Zm]. Koordinat mi berupa koordinat titik B, dan AB1 = Xm;

dan B2B= Ym dan B2B1 = Zm. Dengan demikian :

2 2 2 Xm Zm

AB = + ,dan bentang elemen l dinyatakan dari 2 2 2 m m m Y Z X + + = l

Rotasi matriks θ1 dan θ2 dalam matriks [T]3 dinyatakan sebagai :

2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 1 1 cos sin cos sin m m m m m m m m m m m m m m m Z Y X Z X AB Z Y X Y BB dan Z X X AB AB Z X Z AB B B + + + = = + + = = + = = + = = l l

θ

θ

θ

θ

Empat Persamaan tersebut merupakan persamaan umum bila jarak [Xm,Ym,Zm]

merupakan komponen bentang l elemen.

Rotasi θ3 menyatakan orientasi dan penampang elemen, yaitu posisi penampang terhadap

sumbu utama. Rotasi ini bukan merupakan fungsi bentang, melainkan perputaran penampang terhadap vektor normal penampang. Bagi penampang bulat, rotasi θ3 tidak

dapat didefinisikan, akan tetapi mengingat geometri penampang bulat mempunyai oroientasi sama setiap arah, θ3 dapat dihilangkan.

(11)

Hal khusus untuk elemen vertikal, perubahan posisi dapat dilakukan dengan dua cara.

Gambar 3.1.4.g Rotasi elemen ke posisi vertikal

Pada gambar a elemen yang dibaringkan dalam bidang [X,Z] dirubah posisinya menjadi elemen vertikal dengan pertama kali melakukan rotasi θ2 = 90°, yang kemudian rotasi θ3.

Rotasi θ1 = 0, yang tidak diperlukan, sebab penampang sudah berorientasi pada sumbu

normal lokal. Prosedur alternatif seperti pada gambar b, menyatakan posisi akhir vertikal elemen dan posisi rebah dilakukan dengan memutar elemen pada [X,Z] dengan rotasi θ1,

kemudian ditegakkan dengan rotasi θ2 = 90°; sedangkan θ3=0.

Dapat disimpulkan untuk merubah posisi elemen ke posisi vertikal, dua prosedur rotasi yang berbeda, menghasilkan kedudukan akhir yang sama.

Menyelesaikan matriks transfomasi

[ ]

          −           −           − = 1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 3 cos 0 sin 0 1 0 sin 0 cos 1 0 0 0 cos sin 0 sin cos cos sin 0 sin cos 0 0 0 1

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

T

bagi elemen rangka ruang rotasi θ3 = 0, mengingat orientasi sumbu utama penampang

dalam bidang normal terhadap sumbu aksial elemen.

[ ]

          − − − = 1 1 2 1 2 2 1 2 1 2 2 1 3 cos 0 sin sin sin cos sin cos cos sin sin cos cos

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

T

(12)

Bagi elemen tegak, hanya terdapat rotasi θ2, dan θ1 = 0 sehingga,

[ ]

          − = 1 0 0 0 cos sin 0 sin cos 2 2 2 2 3

θ

θ

θ

θ

T 3.1.5 Sistem Struktur

Sistem struktur portal rangka mempunyai konfigurasi susunan elemen batang dalam ruang, dimana sambungan atau titik pertemuan ujung berperilaku sendi.

Setiap batang berputar kaku dan berpindah akibat tiga perpindahan orthogonal di kedua ujung. Sebagaimana rangka portal, rangka ruang yang sifat sambungannya sendi hanya dapat menyalurkan gaya aksial.

Dengan demikian, deformasi aksial — perpendekan atau perpanjangan — merupakan satu-satunya deformasi yang terjadi pada elemen. Translasi titik kumpul yang terjadi akibat deformasi aksial juga merupakan satu-satunya derajat kebebasan elemen. Perputaran ujung batang relatif terhadap titik kumpul bukan besaran ‘independent’, sebab besaran dan arahnya ditetapkan dari translasi.

Mengingat perputaran ujung batang perputaran ‘kaku’ relatif terhadap titik kumpul tidak mempengaruhi gaya dalam, maka parameter ini tidak perlu diperhitungkan.

(13)

3.1.6 Beban Luar

Sama seperti pada sistem struktur rangka bidang, beban luar selalu dikonversikan menjadi beban ekivalen terpusat yang bekerja di titik - titik kumpul. Berat sendiri elemen yang bekerja merata sepanjang bentang (gambar a) diperhitungkan sebagai gaya terpusat ekivalen di kedua ujung di titik-titik kumpul (gambar b). Dengan melakukan konversi beban bentang menjadi gaya terpusat ekivalen di titik kumpul, pemeriksaan kekuatan lentur elemen akibat beban bentang dilakukan secara terpisah.

Gambar 3.1.6 Pembebanan struktur rangka

3.1.7 Derajat Kebebasan Struktur

Derajat kebebasan sistim struktur rangka ruang ditandai dengan jumlah derajat kebebasan titik kumpul bebas. Mengingat sifat sambungan berupa sendi disetiap titik kumpul tanpa adanya kekangan, maka rotasi titik tidak memberikan pengaruh terhadap tanggap elemen (tidak menimbulkan gaya dalam). Hanya gerakan translasi titik kumpul yang merupakan derajat kebebasan. Gerakan translasi ini umumnya diuraikan dalam komponen koordinat utama. Dengan sifat tumpuan sendi atau rol pada sistem struktur, jumlah total derajat kebebasan rangka bidang dapat ditetapkan dari :

NX = 3*JTK — 3*NS - 2NR1 — NR2

NX = jumlah derajat kebebasan struktur

JTK = jumlah total titik kumpul, termasuk yang menjadi perletakan

NS = jumlah total perletakan sendi

NR1 = jumlah total perletakan rol tipe 1

(14)

Derajat kebebasan struktur ini digambarkan berpasangan dengan gaya ekivalen titik kumpul sebagai vektor arah positif. Yang harus diselesaikan pada analisis struktur metode matrik kekakuan adalah mendapatkan perpindahan translasi dan persamaan linear simultan dan hubungan gaya ekivalen {P} dengan {X}:

{ }{ } { }

K X = P

Gambar 3.1.7 Derajat kebebasan struktur

Matriks [K] menyatakan gabungan unsur kekakuan elemen yang membentuk sistem struktur. Disebut matrik kekakuan struktur. Vektor {X} menyatakan derajat kebebasan sistem struktur yang berpasangan dengan vektor gaya ekivalen {P}.

3.1.8 Matrik Kekakuan Elemen [S]m

(15)

Gambar 3.1.8.b Gaya ujung elemen batang pada sistem koordinat lokal/elemen

Dengan menetapkan indeks derajat kebebasan elemen pada ruang dan menambah vektor gaya serta perpindahan arah komponen koordinat y dan z (gambar 3.1.8b), hubungan gaya dan perpindahan dinyatakan sebagai:

[ ]

S m

{ } { }

m F m atau F F F F F F EA EA EA EA = ∆                   =                   ∆ ∆ ∆∆ ∆ ∆                       − − 6 5 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 l l l l

Gaya gaya ujung F2, F3, F5, dan F6 adalah fiktif. Nilai gaya ini selalu 0, walaupun terdapat

enam translasi ujung batang. Bentuk persamaan [S]m dalam persamaan matriks di atas

untuk memfasilitasi proses tranformasi koordinat lokal ke koordinat struktur, disamping memastikan nilai fiktif F2, F3, F5, dan F6 bernilai 0.

3.1.9 Koordinat Lokal dan Koordinat Struktur

Perakitan matrik [K] dan matrik elemen [S]m memerlukan proses transformasi

koordinat. Mengambil contoh rangka ruang pada gambar 3.1.9, maka untuk perakitan unsur [K] di titik kumpul 6, sistem koordinat elemen batang 3, 4, 6, 13, 14 dan 18 yang menyatakan hubungan [s]{∆}={F} harus ditransformasikan kedalam sistem koordinat struktur/global. Gambar 3.1.9 menunjukkan sistem koordinat elemen terhadap sistem koordinat struktur/global bagi elemen yang bertemu di titik kumpul 6. Derajat kebebasan struktur pada titik kumpul 6 dinyatakan dengan X10 X11 dan X12 yang berpasangan dengan

gaya ekivalen P10 P11 dan P12 . Hubungan antara vektor perpindahan dan gaya ini

(16)

Jika ditinjau secara umum posisi elemen dengan berturut-turut berotasi θ1, θ2, dan θ3. maka

terhadap koordinat struktur/global (gambar 3.1.9.a), maka merubah derajat kebebasan elemen [∆1 ∆2 ∆3 ∆4 ∆5 ∆6] berorientasi koordinat

struktur menjadi [X1 X2 X3 X4 X5 X6]T (gambar

3.1.9.b) adalah :

{ }

m

[ ]

[ ]

{ }

X m T T       = ∆ 3 3 0 0

Hubungan komponen vector

[F1 F2 F3 F4 F5 F6]T terhadap vektor [P1 P2 P3 P4 P5 P6]T adalah :

{ }

m

[ ]

[ ]

{ }

P m T T F       = 3 3 0 0

Gambar 3.1.9.a menjelaskan indikator gaya deformasi ujung batang terhadap sumbu elemen (lokal), dan pada gambar 3.1.9.b gaya-gaya ujung elemen di transformasikan menjadi gaya gaya ujung elemen terhadap sumbu/koordinat struktur.

[ ]

          − − − = 1 1 2 1 2 2 1 2 1 2 2 1 3 cos 0 sin sin sin cos sin cos cos sin sin cos cos

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

θ

T

(17)

Pada titik kumpul yang dibentuk oleh elemen 2, 4, 6, 13, 14, dan 18 seperti pada gambar 3.1.9.c, akan diperoleh enam pasang hubungan deformasi dan gaya ujung dalam sistem koordinat elemen dengan sistem koordinat struktur, yaitu:

Perjumlahan deformasi dan gaya-gaya ujung elemen di titik 6 didalam sistem koordinat struktur haruslah memenuhi syarat kompatibilitas dengan pasangan deformasi dan gaya ekivalen titik kumpul yang sesuai dengan derajat kebebasan struktut di titik 6.

Mengisikan ketentuan kedua persamaan (i) kedalam persamaan (ii) :

atau [S]m [T]m {X}m = [T]m {P}m (iv) dimana

{ }

[ ]

[ ]

( ) 0 0 3 3 v T T T m m       =

{ }

[ ]

[ ]

{ }

dan i X T T m m m () 0 0 3 3       = ∆

{ }

[ ]

[ ]

{ }

18 , 14 , 13 , 6 , 4 , 2 ) ( 0 0 3 3 dan m ii P T T F m m m =       =

[ ]

[ ]

{ }

[ ]

[ ]

{ }

( ) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 3 3 3 iii P T T X T T EA EA EA EA m m m m       =                             − − l l l l 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

(18)

Mengalikan persamaan (iv) dengan matriks [T]-1 :

[ ] [ ] [ ]

{ }

[ ] [ ]

[ ] [ ] [ ]

m m m

{ } { }

m m m m m m m P X T S T P T T X T S T = = − − − 1 1 1 } {

Karena matriks transformasi [T]m terkait dengan sistem koordinat orthogonal, dapat dibuktikan matriks invers [T]m-1 juga merupakan matriks transpose [T]T :

sehingga

[ ] [ ] [ ]

{ }

[ ] [ ] [ ]

[ ] [ ] [ ]

m m

{ } { }

m T m m m m T m m m m m P X T S T X T S T X T S T = = − } { 1

Perkalian [T]Tm[S]m[T]m adalah matrik n*n, hal mana n merupakan derajat kebebasan

elemen yang ditinjau terhadap sistem koordinat global/struktur rangka. Disebut [T]Tm[S] -m[T]m = [k]m , matrik kekakuan elemen terhadap sistem sumbu struktur (gambar 3.1.9.b)

Gambar 3.1.9.d Matrik Kekakuan Elemen [k]m pada Sistem Koordinat Struktur/GIobal

3.1.10 Matrik Kekakuan Struktur [K]s

Perkalian matrik [T]Tm[S]m[T]m merupakan transformasi matrik kekakuan elemen [S]m

menjadi matrik kekakuan elemen pada sistem koordinat struktur. Dinamakan hasil perkalian sebagai matrik kekakuan elemen [k]m = [T]Tm[S]m[T]m . Hasil perkalian unsur

ketiga matrik merupakan unsur matrik (seperti dijelaskan pada gambar 3.1.9.d). Indeks dalam kotak persegi 1, 2, 3, 4, menyatakan besaran arah positif gaya dan perpindahan kedua ujung elemen dalam sistem koordinat struktur/global.

Matrik kekakuan elemen [k]m menjadi bagian dan penyusunan unsur matrik kekakuan

struktur [K]s. Meninjau penyusunan unsur matrik kekakuan struktur di titik kumpul 6

[ ]                           − − − − − − − − − − − − − − − − − − = 2 2 cos 1 2 cos 2 cos 2 sin 1 sin 2 cos 2 cos 1 sin 2 cos 2 sin 1 sin 2 2 sin 2 cos 2 sin 1 cos 2 2 cos 1 cos 1 sin 2 2 cos 2 sin 1 cos 2 2 cos 1 2 cos 2 2 cos 1 2 sin 2 cos 2 sin 1 sin 2 2 cos 2 sin 1 cos 2 cos 2 sin 1 sin 2 2 sin 2 cos 2 sin 1 cos 2 2 cos 1 cos 1 sin 2 cos 2 sin 1 cos 2 2 cos 1 2 cos 2 2 cos 1 2 sin 2 cos 2 sin 1 sin 2 2 cos 1 sin 1 sin 2 cos 2 sin 1 sin 2 2 sin 2 cos 2 sin 1 cos 2 2 cos 2 sin 1 cos 2 cos 2 sin 1 cos 2 2 cos 1 2 cos 2 2 cos 1 2 sin 2 cos 2 sin 1 sin 2 2 cos 2 sin 1 cos 2 cos 2 sin 1 sin 2 2 sin 2 cos 2 sin 1 cos 2 2 cos 2 sin 1 cos 2 cos 2 sin 1 cos 2 2 cos 1 2 cos θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ l EA m k 1 2 3 4 5 6

(19)

pada contoh, maka prosedur menggabungkan indeks unsur kekakuan elemen [k]m dengan

sebutan derajat kebebasan struktur haruslah ditetapkan dari posisi indeks derajat kebebasan elemen. Untuk elemen 2, 4. 6, 13, 14, dan 18 dengan indeks derajat kebebasan 1, 2. dan 3 elemen sama dengan indeks derajat kebebasan struktur 10, 11 dan 12. Persamaan(vi) menjelaskan posisi indeks elemen dengan indeks struktur di titik kumpul.

(vi)

∆ adalah indeks derajat kebebasan struktur  adalah indeks derajat kebebasan elemen

                      = 66 65 64 56 55 54 46 45 44 63 62 61 53 52 51 43 42 41 36 35 34 26 25 24 616 15 14 33 32 31 23 22 21 13 12 11 22 k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k R1 R3 R2 R1 R2 R3 10 11 12 10 11 12 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

(20)

3.2 Prinsip Disain Space Truss Untuk Atap 3.2.1 Perbedaan Space Truss dengan Space Frame

Dengan perkembangan teknologi dibidang komputer, perkembangan dibidang software dan teori juga seimbang. Di dalam teori analisa struktur, dikenal perbedaan antara Space Frame dan Space Truss. Perbedaan keduannya dalam teori adalah :

a. Space Frame adalah suatu struktur rangka ruang yang mempunyai sambungan rigid, dimana setiap jointnya mempunyai 6 degree of freedom (Dof).

Gambar 3.2.1.a Derajat kebebasan elemen space frame

b. Space Truss adalah suatu struktur rangka ruang yang mempunyai sampungan pinned, yang batang-batangnya hanya bisa menerima gaya aksial saja. Karena itu setiap jointnya hanya mempunyai 3 degree of freedom.

(21)

Komponen space truss(rangka ruang) terdiri dari 3 bagian komponen :

1. Node

2. Connector Set 3. Pipe

Gambar 3.2.1.c Detail sambungan

Jika kita melihat sistem sambungan tersebut, didalam teori diatas sistem ini lebih cocok sebagai Space Truss, bukan Space Frame. Karena setiap pipa dihubungkan hanya dengan 1 baut yang berfungsi hanya menahan gaya tarik, sedangkan untuk menahan gaya tekan difungsikan connector yang sama sekali tidak di las dengan pipa. Di industri, sambungan dianggap bersifat pinned sehingga sambungan ini tidak dapat menahan gaya momen. Namun demikian pada kenyataannya, sambungan ini memiliki karakteristik yang berada di antara jepit dan sendi.

3.2.2 Stabilitas space truss

Kita mengenal 3 bentuk statis tertentu dalam mekanika teknik, yaitu

a. Sendi – Rol

(22)

b. Jepit bebas

Gambar 3.2.2.b Tumpuan Jepit-bebas

c. Pelengkung 3 sendi

Gambar 3.2.2.c Pelengkung tiga sendi 3.2.2.1Stabilitas space truss dalam 2 dimensi

Dari ke tiga statis tertentu dasar tersebut, sistem pelengkung 3 sendi menjadi dasar theory design space truss, seperti gambar berikut ini.

(23)

Teori pelengkung 3 sendi ini tidak sepenuhnya sesuai dengan spacetruss. Pada pelaksanaannya, ada kemungkinan terjadi kesalahan posisi support. Hal ini dapat menyebabkan moment yang tidak terduga pada posisi tersebut.

Untuk mengatasi hal tersebut diatas, harus ditambah member penghubung antara support seperti gambar dibawah ini.

(24)

3.2.2.2Stabilitas Space Truss Dalam 3 Dimensi

Untuk mendapatkan sistem yang stabil dalam 3 dimensi, harus dipenuhi 2 syarat kestabilan :

1. Stabilitas diluar sistem. 2. Stabilitas didalam sistem.

Stabilitas diluar sistem didapat dari support posisi, sedangkan stabilitas dalam didapat dari susunan member-member.

 Stabilitas Diluar Sistem

Kestabilan di luar sistem dicapai jika :

1 Minimum 3 support yang tidak pada 1 garis lurus, dengan syarat minimun 1 Support dapat menahan gaya arah sumbu X, Y dan Z, dan 1 support lainnya menahan arah sumbu X, Y, dan 1 support lainnya menahan arah sumbu Y, Z.

(25)

2 Untuk single truss sistem, support harus dapat menahan puntiran.

 Stabilitas di dalam Sistem

Yang dimaksud dengan Stabilitas didalam sistem adalah hubungan antara member-member yang sedemikian rupa sehingga dapat menyalurkan beban dengan baik (stabil). Posisi member-member diagonal memegang peranan yang sangat penting untuk menciptakan kestabilan didalam sistem

Ada 4 hal yang harus diperhatikan pada hubungan antara top layer dengan bottom layer:

1. Untuk joint tengah, sekurang kurangnya harus ada 4 segitiga tertutup pada bidang yang berbeda.

(26)

2. Untuk joint tepi, sekurang-kurangnya harus ada 3 segitiga tertutup pada bidang yang berbeda.

3. Untuk joint sudut, sekurang kurangnya harus ada 2 segitiga tertutup pada bidang yang berbeda.

(27)

4. Khusus untuk single truss harus ada member diagonal tambahan, sehingga membentuk grid segitiga, sehingga pada joint tepi harus ada minimum 2 segitiga tertutup pada 1 bidang

3.2.3 Hubungan Grid Tinggi Dalam Space Truss

Grid adalah jarak antara bola ke bola pada top layer atau bottom layer. Tinggi layer adalah jarak tegaklurus antara top layer ke bottom layer.

3.2.3.1Sudut Ideal

Untuk mendapatkan sudut yang ideal yaitu 45o, jika ukuran grid A x A, maka tinggi layer adalah A/√2.

(28)

3.2.3.2Tinggi Layer Minimum

Untuk menentukan tinggi layer minimum, harus diperhatikan perbandingan antara bentang dan tinggi layer. Dasar untuk menentukan tinggi layer minimum adalah dari defleksi maximum yang di ijinkan.

Untuk Space Truss diambil defleksi maksimum adalah L/360. Dimana L adalah bentang terjauh

Defleksi dipengaruhi oleh :

1. Pembebanan 2. Tinggi layer 3. Modulus elastis 4. Bentang 5. Kondisi support 6. Ukuran grid 7. Ukuran pipa 8. Kekakuan 9. Kestabilan sistem 10.Kekakuan terhadap torsi

(29)

Pendekatan hitungan inersia space truss I = 2*A*(h/2)2

Perbandingan minimum antara tinggi layer (h) terhadap bentang (L) :

1. Support hanya di sudut h : L = 1 : 15 2. Support sekeliling h : L = 1 : 25 3. Atap lengkung h : L = 1 : 50 4. Double layer dome h : L = 1 : 150

(30)

3.2.4 Dasar Perhitungan Space Truss 3.2.4.1 Distribusi Gaya

Prinsip transformasi gaya :

c. Gaya tarik

Pipa --- Baut --- Node d. Gaya tekan

Pipa --- Bottle --- Node

The Bot t le Syst em A xial Force Flow Line Tension

Compression

Node Weld Deposit Pipe (Member)

Bot t le-body SpringConical

Plate

Bolt Screw

(31)

3.2.5 Cek Disain Berdasarkan AISC-LRFD

Disain yang menggunakan bantuan software SAP2000 menggunakan code AISC-LRFD99, yang bersesuaian dengan kode disain baja yang digunakan di Indonesia yaitu SNI 03 1729 2002. Pada aturan ini, konsep disain yang digunakan telah menganut disain yang berdasarkan kondisi batas atau dikenal dengan LRFD (Load and Resistance Factor Design).

Berikut ini beberapa hal yang ditinjau dalam perhitungan disain berdasarkan SNI.

3.2.5.1Batas-batas lendutan

Batas-batas lendutan untuk keadaan kemampuan-layan batas harus sesuai dengan struktur, fungsi penggunaan, sifat pembebanan, serta elemen-elemen yang didukung oleh struktur tersebut.

Tabel 3.1 Batas lendutan maksimum

Komponen struktur dengan beban tidak terfaktor Beban tetap Beban sementara

Balok pemikul dinding atau finishing yang getas L/360 -

Balok biasa L/240 -

Kolom dengan analisis orde pertama saja h/500 h/200

Kolom dengan analisis orde kedua h/300 h/200

Untuk memutuskan batas lendutan ijin pada elemen rangka tidak tertera dengan jelas pada peraturan Indonesia, sehingga penulis memutuskan untuk menggunkaan British standard BS 5950 tahun 1985 yakni sebesar L/360.

3.2.5.2Klasifikasi Penampang

Kuat nominal untuk axial compression dan flexure bergantung pada klasifikasi penampang apakah termasuk kompak, non-kompak, langsing atau sangat langsing.

Dalam Tugas Akhir ini, kami melakukan disain dengan menggunakan penampang pipa yang semuanya dikalsifikasikan sebagai penampang kompak.

(32)

Cek Kelangsingan penampang

Rasio lebar-tebal λ = D/t ≤ 22000/fy

3.2.5.3Perhitungan Beban terfaktor

Beban elemen terfaktor yang diperhitungkan untuk setiap kombinasi pembebanan adalah Pu , Mu33 , Mu22 , Vu2 , Vu3 . yang berturut-turut bersesuaian dengan nilai terfaktor dari

beban aksial, major moment, minor moment, gaya geser arah major, dan gaya geser arah minor.

Untuk kombinasi pembebanan yang menyebabkan tekan pada elemen, momen terfaktor Mu (Mu33 dan Mu22 ) ditambah untuk memperhitungkan efek orde kedua. Perbesaran

momen sesuai arah diberikan pada persamaan:

Mu = B1Mnt+B2Mlt (LRFD C1-1, SAM 6)

Dimana:

B1 = Faktor perbesaran momen untuk non sidesway moments

B2 = Faktor perbesaran momen untuk sidesway moments

Mnt =Momen terfaktor yang tidak menyebabkan sidesway

Mlt = Momen terfaktor yang menyebabkan sidesway

(

)

1.0 / 1 1 ≥ − = e u m P P C B (LRFD C1-2, SAM 6-2)

Pe adalah beban tekuk Euler yang rumuskan sebagai

E f r K dengan f A P g y c y e λ π λ l = = , 2

(33)

3.2.5.4Perhitungan Kuat Nominal a) Kuat Tarik

Kuat tarik nominal batang tarik, tanpa lubang, dinyatakan sebaagai perkalian luas brutto profil dengan tegangan leleh baja profil yang digunakan. Walaupun kekuatan dari suatu batang tarik bisa saja melampaui tegangan lelehnya sebagai akibat dari pengerasan regangan (strain hardening). Akan tetapi, nilai tersebut tidak diambil karena pelelehan umum di sepanjang batang akan menyebabkan perubahan yang terlalu besar pada batang tarik sehingga dikhawatirkan tidak berfungsi lagi seperti yang diharapkan.

Selain itu kegagalan dapat terjadi pula pada sambungan. Dalam hal ini, disain yang kami gunakan elemen pipa dengan sambungan di baut tumpu pada ujung konektor yang dilas melintang terhadap elemen, sehingga penampang brutto merupakan penampang efektif elemen.

Kuat tarik rencana Ø Nn, ditentukan oleh kondisi batas yang mungkin dialami oleh

elemen dengan mengambil kondisi terkecil di antara kondisi leleh dan kondisi fraktur.

Kondisi Leleh

Ø Nn = 0.90 Ag fy

Kondisi Fraktur

Ø Nn = 0.75 Ae fu

Dimana:

Ag = luas penampang kotor

Ae = luas penampang efektif

fy = tegangan leleh nominal baja profil yang digunakan dalam disain

fu =tegangan batas tarik yang digunakan dalam disain.

Namun demikian, sambungan disain kami yang terdiri dari baut serta konektor yang dilas melintang terhadap elemen memiliki kekuatan yang jauh lebih besar daripada

(34)

kuat elemen sehingga dipastikan kegagalan akan terjadi pada elemen (menurut uji pabrik) sehingga analisis hanya terhadap kondisi leleh.

Selanjutnya, komponen struktur yang memikul gaya aksial tarik terfaktor Nu harus

memenuhi:

Nu ≤ Ø Nn

b) Kuat Tekan

Berbeda dengan batang tarik dimana kekuatannya sangat ditentukan oleh karakteristik bahan yang dipakai dan jenis sambungannya, pada batang tekan, kuat tekan komponen selain ditentukan oleh karakteristik bahan, juga dipengaruhi geometri batang tekan tersebut.

Karakteristik bahan yang mempengaruhi kuat tekan komponen adalah:

• Tegangan leleh ( fy )

• Tegangan sisa ( fu )

• Modulus elastisitas bahan (E)

Sedangkan bentuk geometri penampang yang mempengaruhi kuat tekan komponen adalah:

• Bentuk, tebal, dan lebar elemen

• Kelangsingan (rasio lebar terhadap tebal) • Luas penampang (A)

• Momen inersia penampang (Ix, Iy)

• Kelangsingan batang tekan yang berhubungan erat dengan kondisi ujung • Ada tidaknya penopang lateral pada batang tekan

Secara umum, kondisi batas kekuatan batang tekan dipengaruhi oleh kondisi tekuk (buckling) akibat ketidakstabilan. Hal ini dapat saja terjadi jauh sebelum batang tekan mencapai kondisi leleh. Hanya kolom pendek saja yang dapat dibebani sampai mencapai

(35)

kondisi lelehnya. Dengan demikian, untuk mendisain komponen struktur yang memikul gaya aksial tekan diperlukan pengetahuan tentang masalah tekuk dan stabilitas batang tertekan.

Batang yang dibebani gaya tekan dapat mengalami kondisi tidak stabil berupa tekuk lentur, tekuk lokal atau tekuk torsi.

1. Tekuk Lentur (flexural buckling). Batang mengalami lentur terhadap sumbu lemah. Batang yang menahan gaya tekan akan memiliki tendensi untuk melentur/menekuk pada sumbu lemahnya. Hal ini terjadi karena struktur kolom mulai memasuki kondisi ketidakstabilan. Faktor ketidakstabilan ini dapat diakibatkan oleh panjang elemen kolom itu sendiri, eksenstrisitas beban yang bekerja, jenis sambungan yang digunakan, ketidakseragaman karakteristik bahan di sepanjang bentang dan faktor tegangan sisa.

Kolom yang panjang akan cenderung mengalami tekuk dibandingkan dengan kolom yang lebih pendek dengan penampang yang sama. Selain itu, beban tekan yang tidak bekerja pada titik pusat kolom akan menimbulkan tambahan momen (secondary moment) yang memperbesar kecenderungan kolom untuk melentur. Kecenderungan batang untuk menekuk dinyatakan dengan nilai koefisien kelangsingan (slenderness ratio). Semakin tinggi nilai koefisien kelangsingan suatu kolom, maka akan semakin besar kecenderungan kolom untuk menekuk dan menjadi tidak stabil.

Ketidakstabilan pada komponen struktur tekan dapat mengakibatkan kolom tidak mencapai leleh umum pada keseluruhan penampang. Penampang sudah mengalami tekuk lebih dahulu sebelum kondisi leleh terjadi. Kolom jenis ini sering disebut kolom elastik. Pada kondisi lain, kolom dapat mengalami leleh sebagian sebelum kolom menekuk. Kolom jenis ini sering disebut kolom inelastik atau tidak elastik. Hanya sedikit kolom yang mencapai leleh penuh tanpa mengalami efek tekuk. Kolom ini sering disebut kolom pendek.

(36)

Tegangan kritik kolom akan ditentukan oleh besaran parameter kelangsingan λ=

yaitu panjang tekuk kolom (sebagai fungsi dari kondisi perletakan ujung) dibagi jari-jari girasi kolom.

Untuk kolom panjang/langsing dengan nilai λ akan semakin besar maka nilai fcr

akan semakin kecil dan sebaliknya pada kolom pendek nilai λ akan semakin kecil fcr akan semakin besar mendekati nilai fy.

Peraturan Baja dengan Metoda LRFD memberi persyaratan kelangsingan kolom

pemikul gaya tekan sebesar ≤200

r Lk

Tekuk Inelastik

Pada tekuk inelastik, kolom menekuk pada saat sebagian penampang telah mengalami leleh dimana kekuatan kolom telah berkurang (EtI < EI). Pada kasus

leleh umum (kolom tidak akan menekuk) dan dengan asumsi bahan adalah elastik-plastik sempurna, maka besarnya tegangan pada kondisi batas ini adalah fcr = fy.

Kondisi batas yang terjadi pada sebuah batang tekan akan ditentukan oleh parameter kelangsingan batang, yang dapat berupa kondisi batas akibat tekuk elastik (λ >>), kondisi batas akibat tekuk inelastik atau kondisi batas akibat leleh murni (λ <<).

Berdasarkan kondisi batas tersebut maka draft Tatacara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung Indonesia - TPSBBGI (1999) mengelompokkan kolom atas tiga jenis yakni kolom panjang/langsing (long columns), kolom menengah (intermiediate columns) dan kolom

pendek (short columns). Pengelompokkan kolom tersebut didasarkan pada nilai λc

vang dimiliki suatu kolom. Besaran ini merupakan besaran parameter kelangsingan non-dimensional. E r Lk f f f y cr y c 2 2 2 π λ       = = dengan E f Lk y c π λ =

(37)

Kolom Panjang (Long Columns). Kolom panjang memiliki nilai λc ≥ 1.2. Kolom

akan segera menekuk secara elastik tanpa ada serat profil yang meleleh.

Kolom Menengah (intermediate Columns). Kolom menengah memiliki nilai λc

pada batasan 0.25 < λc < 1.2. Sebagian serat profil akan mengalami leleh sebelum

kolom menekuk secera inelastik. Umumnya kolom direncanakan sebagai kolom menengah.

Kolom pendek (Short Columns). Kolom pendek memiliki nilai nilai λc ≤ 0.25.

Seluruh penampang kolom tersebut akan mencapai leleh dan tidak terjadi tekuk pada kolom. Secara umum, kekuatan kolom hanya ditentukan oleh karakteristik bahan yang digunakan.

Selanjutnya nilai nilai λc ini akan digunakan dalam menentukan kuat tekan

rencana komponen yang memikul gaya tekan.

2. Tekuk Lokal (local buckling) terjadi pada elemen pada penampang yang menekuk karena terlalu tipis. Ini dapat terjadi sebelum batang menekuk lentur secara keseluruhan.

3. Tekuk Torsi (Torsional Buckling). Elemen pada penampang berputar/ memuntir terhadap sumbu batang.

Kuat Tekan Rencana

Sebuah batang yang memikul gaya tekan konsentris akibat beban terfaktor Nu, harus direncanakan sedemikian rupa sehingga selalu terpenuhi hubungan:

N

u

≤ Ø N

n

Dimana:

Ø = faktor reduksi kuat tekan, diambil 0.85

Nn = kuat tekan nominal terkecil yang ditentukan di antara kondisi batas tekuk

(38)

Pada batang yang menekuk lentur, kuat tekan nominal kolom dihitung sebagai berikut:

Nn = Ag fcr = Ag fy/ω

Dimana:

Ag = luas penampang bruto

fcr = tegangan kritis penampang

fy = tegangan leleh penampang

ω direncanakan menurut kondisi batas yang diperhitungkan bagi elemen.

Leleh umum: λc ≤ 0.25 maka ω = 1

Tekuk inelastik: 0.25 < λc < 1.2 maka ω =

Gambar

Gambar 3.1.1.a  Sistem rangka 1
Gambar 3.1.3 a Beban merata pada bentang   Gambar 3.1.3. b Beban terpusat ekivalen
Gambar 3.1.4.a   Dua sistem koordinat orthogonal ruang
Gambar 3.1.4.b  Rotasi θ 1  dan reposisi vektor [P X ,P Y ,P Z ]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda dengan kajian yang disebutkan di atas, kajian ini merekonstruksi secara bersama memori kolektif dan identitas kultural antar komunitas umat beragama Kristen

Sel dari stratum basal berbentuk kuboid dan Sel dari stratum basal berbentuk kuboid dan silindris pendek dan membentuk lapisan silindris pendek dan membentuk

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui kemampuan metode jaringan syaraf tiruan algoritma propagasi balik dalam klasifikasi penggunaan lahan menggunakan citra ALOS

Pada anak leukemia dengan jenis ALL ditemukan lebih banyak yaitu sekitar 80% (Rudolph, Hoffman, &amp; Rudolph, 2014). Pada fase kemoterapi yang dijalani pasien sebagian besar

Secara teori menurut Rangkut, promosi penjualan adalah keinginan menawarkan insentif dalam periode tertentu untuk mendorong keinginan calon konsumen, para penjual

Penelitian itu menggunakan metode semiotika milik Saussure,dalam teori ini membagi masing-masing teks yang kemudian diteliti berdasarkan konsep tanda, yaitu berdasarkan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan kodisi optimal proses ekstraksi senyawa antosianin kelopak bunga rosella ungu (Hibiscus sabdariffa L) yaitu pada suhu 85°C

Bab pertama, berisi Pendahuluan. Untuk mengantarkan pembahasan pada bab- bab selanjutnya secara lebih komperhensif, penyusun membagi bab ini kedalam sub bab yang berisi