JURNALTATALOKA; VOLUME11; NOMOR1; FEBRUARI2009 © 2009 Biro Penerbit Planologi UNDIP
L
O
K
A
ARAHAN
JA
LUR
L
ALU
L
INTAS YANG
AMAN
BAGI
PENGENDARA
S
EPEDA
(S
TUDI
KASUS
:P
EKERJA
BERSEPEDA DI
JALAN
R
AYA
K
ALIGAWE
)
Design Guideline For Secure Traffic Lane For Cyclist
(Case Study: Workers Cycling In Kaligawe Street)
Natalia Destriane
1dan Wakhidah Kuriniawati
21Alumni Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang 2Staff Pengajar Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang
(email: )
Abstract: Road as transportation infrastructure must be adaptive for the users. However, along with the outgrowth of automotive industry, people start to leave non-motorized vehicle. Nowadays road merely serves and accommodates motorized vehicle. Road physical design is unable to accommodate the un-motorized vehicle necessity such as bicycle. The cyclists are forgotten that they are also road users as what happens in Kaligawe Street, Semarang in which cycling inconvenience becomes an important issue. The demand of secure traffic lane by cyclists is very high which since Kaligawe Street as arterial road has threatened the safety of cyclists. This study aims to arrange the secure traffic lane designed for cyclists by utilizing the traffic and slow lane which are designed based on the change of driver’s behavior in order to ensure all road users safety.
Key words : cyclist, un motorized vehicle, design guideline
Abstrak : Jalan sebagai infrastruktur transportasi harus adaptif untuk pengguna. Namun, berturut-turut dengan perkembangan industri otomotif dan orang-orang mulai meninggalkan kendaraan manual belakangan ini, dan saat ini jalan hanya memberikan efek hanya mengakomodasi pengguna kendaraan bermotor. desain fisik jalan tidak dapat mengakomodasi kebutuhan kendaraan manual, seperti sepeda. pengendara sepeda telah sengaja ketika mereka menggunakan akses jalan. Sama seperti di Jalan Raya Ka-ligawe Semarang. Ketidaknyamanan menjadi isu penting di jalan itu. Permintaan-jalan keselamatan dari si pengendara sepeda sangat tinggi, dinyatakan Jalan Raya Kaligawe sebagai jalan arteri telah mengancam keselamatan pengendara sepeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengatur desain jalur untuk keselamatan lalu lintas bagi pengendara sepeda dengan menggunakan jalur lalu lintas dan jalur lambat yang didasarkan pada perubahan perilaku pengemudi, sehingga dapat menjamin keselamatan semua peng-guna jalan.
Key words : pengendara sepeda, kendaraan manual, arahan desain
P
ENDAHULUANTransportasi adalah pergerakan manusia dan atau barang dari suatu tempat ke tempat
lainnya (Modul Pelatihan Perencanaan Transpor-tasi, 2003). Peran transportasi secara harafiah dikelompokkan menjadi 3, yaitu dari segi ekonomi, segi sosial dan segi politik (Tamin,
1997:13). Peran transportasi dari segi ekonomi merupakan peran transportasi sebagai pemenuh kebutuhan manusia.
Bekerja merupakan aktivitas ekonomi utama manusia. Manusia harus melakukan perge-rakan ke tempat kerja, yang didukung oleh 2 komponen penting yang saling terkait, yaitu sarana transportasi dan prasarana transportasi. Sarana transportasi merupakan alat atau moda yang digunakan dalam melakukan pergerakan, sedangkan prasarana transportasi merupakan wadah untuk dapat melakukan pergerakan. Ketersediaan sarana transportasi harus dapat didukung oleh ketersediaan prasarana transportasi. Sarana transportasi yang ada haruslah dapat dijangkau oleh seluruh golongan masyarakat, dan prasarana transportasi yang ada juga harus dapat memenuhi seluruh kebutuhan penggunanya (Modul Pelatihan Perencanaan Transportasi, 2003).
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, keberadaan sarana transportasi akan lebih dirasakan manfaatnya jika didukung oleh prasarana transportasi yang mampu memenuhi kebutuhan pengguna sarana transportasi tersebut. Namun pada kenyataannya, jalan raya sebagai prasarana transportasi untuk sepeda ternyata tidak mampu menjamin keamanan para pengendara sepeda. Ketidakamanan bersepeda ini akan diperjelas pada sub bab selanjutnya.
Sumber : TDM Encyclopedia dan Dokumentasi Penulis,
2009
Gambar 1. Konflik Perebutan Ruang Pen-gendara Sepeda dengan Kendaraan
Bermotor
Jalan raya sebagai ruang milik publik, seharusnya mampu mengakomodir kebutuhan
seluruh penggunanya sebagai prasarana transpor-tasi, yaitu bagi kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor, termasuk sepeda. Namun kenyataannya, keamanan bersepeda kemudian menjadi sangat rentan ketika harus berhadapan dengan kendaraan bermotor. Karakteristik fisik sepeda yang berbeda dengan kendaraan bermotor membutuhkan tingkat keamanan yang berbeda dengan pengendara kendaraan bermotor. Konflik perebutan ruang jalan yang tejadi seakan dimenangkan oleh kendaraan bermotor, dan hal ini mengindikasikan adanya diskriminasi hak
(right-of-way) dari para pengendara sepeda (Sidi, 2005),
lihat Gambar 1.
Right-of-way merupakan hak
menggunakan ruang secara bersama yang dimiliki oleh seluruh pengguna jalan, terkait dengan sifat akomodatif jalan raya sebagai ruang milik publik. Sepeda juga memiliki hak untuk menggunakan ruang jalan seperti prasarana transportasi lainnya (Sidi, 2005). Namun perwujudan persamaan hak ini harus menanggung resiko yang cukup besar terkait kerentanan keamanan pengendara sepeda, misalnya terjadi kecelakaan. Kecelakaan yang biasanya terjadi yaitu tabrakan dengan kendaraan bermotor, seperti yang terjadi di Palo Alto, California, dengan prosentase sebesar 85% (sisanya merupakan tabrakan dengan pedestrian atau karena kesalahan pengendara sepeda lainnya). Keselamatan pengendara sepeda tampaknya menjadi jauh berkurang dibandingkan dengan pengguna moda transportasi lainnya (Lewiston, 1994).
Keselamatan merupakan hal penting da-lam bermobilitas. Tingginya tingkat kecelakaan pengendara sepeda di jalan raya mengindikasikan jaminan keselamatan yang rendah. Keselamatan dalam berlalu-lintas di jalan raya diartikan seba-gai kondisi dimana orang dapat bebas atau aman dari bahaya yang diakibatkan oleh arus lalu lintas yang mengancam di jalan raya (Rencana Umum Keselamatan Transportasi Darat, 2006). Keama-nan inilah yang dirasakan sangat kurang oleh para pengendara sepeda (Suara Merdeka, Senin 19 November 2007). Perilaku para pengendara (kendaraan bermotor) cenderung ugal-ugalan dan meremehkan para pengguna sepeda. Sepeda termasuk dalam kategori kendaraan yang lebih lemah dan tidak dapat memberikan jaminan ke-selamatan jika terjadi kecelakaan lalulintas (Sidi, 2005). Permasalahan keamanan akibat ancaman arus lalu lintas ini dapat diatasi jika jalan raya
dapat mengakomodasi kebutuhan pengendara sepeda melalui jalur lintasan yang aman. Lalu, bagaimana jalur lintasan yang aman bagi pengen-dara sepeda di jalan raya?
Konflik semacam itu disebabkan oleh desain fisik ruang jalan yang membebaskan kendaraan bermotor dapat secara leluasa berakses secara bebas, tanpa memperhatikan kebutuhan pengendara sepeda sebagai pengguna jalan lainnya (Sidi,2005). Tidak adanya ‘batasan’ bagi kendaraan bermotor, maka jalur lintasan tersebut semakin ’rawan’ bagi pengendara sepeda. Kerawanan ini akan semakin tinggi pada jalan raya dengan lalu lintas tinggi (heavy traffic), terutama pada titik-titik persimpangan jalan (Hariyanto, 2004). Melihat hal tersebut, memang dibutuhkan adanya intervensi untuk mengurangi kerawanan atau konflik pada lintasan jalan raya yang dilewati oleh pengendara sepeda melalui desain jalur yang aman.
Perkembangan industri di Kota Semarang yang cukup pesat mendorong peningkatan
jum-lah pekerja (buruh) di pabrik-pabrik tersebut. Kawasan Kaligawe merupakan salah satu pusat aglomerasi industri yang cukup besar di Kota Semarang, sesuai arahan rencana tata ruang Kota Semarang (Revisi RTRW Kota Semarang 2010-2030), dapat dilihat pada Gambar 2. Penggunaan ruang di kawasan tersebut memang didominasi oleh kawasan industri dan pergudan-gan. Hal ini mengindikasikan banyaknya tarikan pekerja ke kawasan itu. Pekerja yang didominasi oleh buruh pabrik ini sehari-harinya bersepeda ke tempat kerja mereka. Bersepeda ke tempat kerja menjadi pilihan moda yang paling tepat bagi para buruh, karena penghasilan mereka yang terbatas dan dipicu oleh kenaikan harga BBM yang terus meningkat sementara kondisi ekonomi kurang mendukung (Kompas, 15 September 2008). Karena lokasi pabrik yang berada di sepanjang Jalan Raya Kaligawe, maka lintasan untuk mobi-litas mereka sehari-harinya pasti melewati Jalan Raya Kaligawe.
Sumber : Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang 2010-2030 Gambar 2. Aglomerasi Industri Kota Semarang
Jalan Raya Kaligawe merupakan salah satu jalan arteri primer di Kota Semarang, sebagai jalur yang menghubungkan arah Jakarta dan Su-rabaya. Karakteristik jalan arteri dengan tingkat mobilitas yang tinggi dimana selalu dilewati ken-daraan bermotor mulai dari roda dua hingga kendaraan berat lainnya, membatasi kenyamanan para pekerja bersepeda ini. Tidak ada ruang
khu-sus yang dapat memberikan keamanan mereka untuk bermobilitas di Jalan Raya Kaligawe. Ruang jalan digunakan secara bersama tanpa ada ‘dispensasi’ khusus untuk pengendara sepeda. Diperlukan tingkat waspada yang tinggi bagi me-reka untuk dapat melintas bersama kendaraan-kendaraan lainnya, guna mengurangi resiko kece-lakaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
Aglomerasi sektor industri di kawasan sekitar Jalan Raya Kaligawe
keamanan para pekerja bersepeda di Jalan Raya Kaligawe ini termasuk rentan.
Keamanan yang rentan mengindikasikan jaminan kenyamanan dan keselamatan yang ren-dah. Desain jalur yang aman bagi para pekerja bersepeda untuk menghindari kriminalitas di Jalan Raya Kaligawe (baik kecelakaan maupun tindak kejahatan lainnya) dirasa sangat dibutuh-kan. Lebih lanjut diungkapkan oleh pakar trans-portasi Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, bahwa prioritas penyediaan jalur sepeda di Kota Semarang memang diarahkan pada ruas Jalan Raya Kaligawe atau Jalan Maja-pahit yang dipadati pengendara sepeda, terutama kaum buruh yang datang dari Demak dan Pur-wodadi. Banyaknya kawasan industri, dengan pekerja yang menggunakan sepeda, memerlukan prasarana penunjang berupa jalur khusus sepeda, demi kenyamanan dan keselamatan dalam ber-kendara. (Suara Merdeka, Selasa 20 November 2007). Lalu, bagaimana sebenarnya jalur yang aman untuk para pekerja bersepeda di Jalan Raya Kaligawe?
KAJIAN KEAMANAN BERSEPEDA DI JALAN ARTERIDANPEKERJABERSEPEDADIJALAN RAYAKALIGAWE
Jalan raya (roadway) secara fisik diartikan sebagai suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan ter-masuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu-lintas (UU No.
13/1980). Fungsi jalan raya sebagai jalur lalu
lintas diperjelas melalui definisi jalan menurut Direktorat Jenderal Bina Marga, yaitu berperan sebagai prasarana transportasi yang mengakomo-dasi pergerakan manusia untuk memenuhi kebu-tuhannya. Sifat akomodatif ini maksudnya dapat melayani seluruh kebutuhan pengguna, dapat digunakan kapanpun dan dimanapun agar tidak kehilangan manfaatnya (Tamin, 2003:5).
Jalan Arteri Primer
Jalan arteri primer adalah jalan yang me-miliki karakteristik sebagai berikut (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1992):
- Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam
- Lebar Daerah Manfaat Jalan minimal 11m
- Persimpangan pada jalan arteri primer dia-tur dengan pengadia-turan tertentu yang sesuai
dengan volume lalu lintas dan karakteristi-knya
- Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu lalu lintas, marka jalan, lampu lalu lintas, lampu penerangan jalan, dan lain-lain
- Jalur khusus seharusnya disediakan, yang dapat digunakan untuk sepeda dan kenda-raan lambat lainnya, terutama jika pengguna kendaraan lambat merupakan pengguna jalan tetap dengan jumlah tertentu sehari-harinya;
- Jalan arteri primer mempunyai 4 lajur lalu lintas atau lebih dan seharusnya dilengkapi dengan median (sesuai dengan ketentuan geometrik);
- Apabila persyaratan jarak akses jalan dan atau akses lahan tidak dapat dipenuhi, maka pada jalan arteri primer harus disediakan jalur lambat (frontage road) dan juga jalur khusus untuk kendaraan tidak bermotor (se-peda, becak, dll).
Ketentuan teknis penampang jalan arte-ri, terkait pembagian ruang jalan, dapat dilihat pada gambar berikut:
Sumber : Pedoman Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di
Kawasan Perkotaan, 2003
Gambar 3. Penampang Tipikal Jalan Arteri Primer
Karakteristik Sepeda
Sepeda adalah alat transportasi yang se-derhana, tanpa motor, sehingga di Indonesia di-kenal sebagai kereta angin (Sidi, 2005). Sepeda pada dasarnya memiliki lebar 0,6 m – 1,2 m, namun pada kondisi dimana lalu lintas sepeda bergabung dengan lalu lintas bus, truk, dan ken-daraan berat lainnya, maka lajur untuk sepeda untuk dapat berlalu-lintas dengan aman yaitu minimal 1,5 meter (AASTHO, 1994).
Keamanan Bersepeda di Jalan Raya
Keamanan berlalu-lintas (road safety traffic) dimaksudkan sebagai upaya yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan
di jalan raya yang beresiko kematian, cedera, atau kerusakan barang atau properti (Litman, 2003). Selanjutnya, kecelakaan lalu lintas diiden-tifikasi sebagai bahaya berlalu lintas yang berupa tabrakan (konflik) antara kendaraan dengan ben-da lain atau antar kenben-daraan ben-dan menyebabkan kerusakan (Watchel, 1994). Dari pemahaman tersebut, dapat disimpulkan bahwa permasalahan keamanan di jalan raya yaitu kerawanan terja-dinya kecelakaan atau konflik antar kendaraan.
Beberapa lokasi dan kondisi di jalan raya dianggap rawan untuk mobilitas sepeda, antara lain sebagai berikut:
1. Pada badan jalan (jalur lalu lintas jalan raya), dimana jalur ini tidak memiliki bahu jalan hingga terjadi mobilitas bersama antara se-peda dan kendaraan bermotor, tanpa pemisah visual (Citra Cycling Club, 2007)
2. Pada bahu jalan yang terdapat on street parking
On street parking memakan bahu jalan yang
biasanya digunakan oleh sepeda pada jalan raya yang tidak memiliki jalur untuk sepeda. Kondisi ini rawan bagi sepeda jika sepeda akhirnya harus masuk ke lintasan bersama dengan kendaraan bermotor. Selain itu, pintu yang terbuka secara tiba-tiba dari kendaraan yang terparkir on street tersebut juga akan membahayakan pengendara sepeda. (Toronto Web dalam Sidi, 2005)
3. Pada sidewalks atau trotoar
Pada jalan raya yang tidak memiliki jalur sepeda, terkadang sepeda menggunakan tro-toar sebagai lintasan. Hal ini selain meng-ganggu pedestrian, juga membahayakan pen-gendara sepeda karena kondisi permukaan dan lebar trotoar yang kadang tidak sesuai untuk dilintasi sepeda. (Litman dkk, 2006) 4. Pada persimpangan jalan
Titik persimpangan dianggap merupakan titik paling rawan konflik antara pengguna sepeda dan pengguna kendaraan bermotor (Wachtel and Lewiston, 1994). Menurut Litman, konflik dengan motorist pada persim-pangan jalan banyak terjadi terutama pada simpang tidak bersinyal. Hal ini memicu kee-goisan baik pengendara sepeda maupun
mo-torist untuk tetap melaju pada kecepatan yang
sama.
5. Pada jalan masuk menuju bangunan khusus
(gateways)
Terutama pada pabrik, gateways diguna-kan bersama antara kendaraan-kendaraan be-sar dan sepeda. Hal ini jelas membahayakan pengendara sepeda. (Sidi, 2005)
6. Pada titik pemberhentian angkutan umum Perilaku angkutan umum yang ngetem di sisi jalan yang biasanya digunakan untuk linta-san sepeda mengganggu aktivitas pengendara sepeda. Aktivitas angkutan umum yang ter-kadang suka berhenti tiba-tiba tanpa lampu peringatan juga mempengaruhi ketidakama-nan pengendara sepeda. (Sidi, 2005)
Jarak pandang atau penglihatan yang men-jadi aspek penting dalam berlalu-lintas. Permasa-lahan mengenai jarak pandang ini dapat diatasi melalui desain ruang yang tepat, dengan meng-gunakan pendekatan yang dianggap dapat men-gakomodasi kebutuhan jarak pandang pengenda-ra sepeda melalui penandaan atau peringatan sebelumnya dari desain fisik jalan. (AASHTO, 1994)
Kerawanan jalan raya untuk mobilitas se-peda ini membutuhkan penanganan agar dapat memberikan keamanan dan kenyamanan pen-gendara sepeda, serta untuk pengguna jalan lain-nya. Secara umum, permasalahan keamanan
lalu lintas sepeda di jalan raya dipenga-ruhi oleh layout jalan dan fasilitas penunjang, dalam hal ini dapat diatasi dengan desain ruang fisik jalan yang sesuai, yang mampu memenuhi kebutuhan pergerakan pengendara sepeda (Klein, 2001: 5.4-2 – 5.4-8).
Jalur yang Aman Untuk Lalu Lintas Se-peda
Penggunaan sepeda memang perlu diberi fasilitas untuk meningkatkan keselamatan para pengguna sepeda dan bisa meningkatkan kecepa-tan berlalu lintas bagi para pengguna sepeda. (AASHTO, 1994). Dalam merencanakan jalur untuk lintasan sepeda, perlu adanya pertimban-gan beberapa hal sebagai berikut (Haecher dalam Sidi, 2005):
1. Pertimbangan jalur tersingkat antara sum-ber pengendara dengan kawasan tujuan
(ori-gin-destination)
2. kondisi visual yang seaman dan senyaman mungkin, melalui pemisahan ruang dan kelengkapan fasilitas
3. jaringan harus dapat memberikan kejelasan orientasi tempat yang akan dituju
5. tidak menggangu pejalan kaki dan aman dari kendaraan bermotor
Beberapa standar tentang ketentuan dan kebutuhan untuk jalur lintasan sepeda yang aman, antara lain sebagai berikut:
Tabel 1. Ketentuan Lebar Lintasan Jalur Sepeda Untuk Jalan Arteri
Kondisi Lebar lajur untuk
sepeda Sumber
Untuk jalur dua arah terpisah dari jalur lalu lintas 2,4 meter AASHTO, 1994 Untuk jalur satu arah bergabung dengan jalur lalu
lintas tanpa saluran 1,2 meter AASHTO, 1994 Untuk jalur satu arah bergabung dengan jalur lalu
lintas tanpa saluran
1,5 meter AASHTO, 1994 Untuk jalur satu arah terpisah dengan jalur lalu lintas 1,5 meter AASHTO, 1994 Pada jalan dengan 4 – 6 lajur untuk lalu lintas 2,5 meter Direktorat Jenderal Bina
Marga, 1992 Pada jalan dengan 4 lajur dan jalur lambat Jalur sepeda termasuk dalam
jalur lambat dengan lebar 6 m
Pedoman Penentuan Klasifi-kasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan, 2003
Pada jalan dengan bahu jalan pada tepi jalur lalu lintas Jalur sepeda dialokasikan pada bahu jalan dengan lebar 2 me-ter
Pedoman Penentuan Klasifi-kasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan, 2003
Pada penyempitan jalan 1 meter Sidi, 2005
Sumber: Hasil Perumusan Penulis (Disarikan dari Berbagai Sumber), 2009
1. Tipe jalur lintasan sepeda untuk jalan arteri, yaitu berupa bike path atau bike lane, keten-tuan geometrik lebar jalur lintasan sepeda, dapat dilihat pada Tabel 1.
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1992 Gambar 4. Jalur Sepeda Pada Jalan Arteri
2. Tipe jalur sepeda seperti dijelaskan diatas menunjukkan bahwa jalur sepeda benar-benar terpisah dari jalur lalu lintas kendaraan bermotor. Namun terdapat pula tipe jalur
untuk lalu lintas sepeda yang tergabung den-gan lalu lintas sepeda motor, yaitu jalur lam-bat. Jalur lambat berfungsi untuk melayani kendaraan yang bergerak lebih lambat dan searah dengan jalur utamanya. Jalur ini dapat berfungsi sebagai jalur peralihan dari hirarki jalan yang ada ke hirarki lainnya yang lebih rendah atau sebaliknya. Ketentuan untuk ja-lur lambat adalah sebagai berikut:
a) Untuk jalan arteri 2 arah terbagi dengan 4 lajur atau lebih, dilengkapi dengan jalur lambat
b) Jalur lambat direncanakan mengikuti alin-yemen jalur cepat dengan lebar jalur da-pat mengikuti ketentuan sebelumnya (yai-tu lebar ideal 6 m)
Pada jalan arteri, jalur untuk kendaraan tidak bermotor disarankan untuk terpisah dengan lalu lintas kendaraan bermotor, na-mun dapat digabung dengan sepeda motor dalam jalur lambat. (Geometri Jalan Perko-taan, 2004).
3. Ketentuan desain dan kebutuhan fasilitas jalur lintasan sepeda, dapat dilihat pada Tabel 2.
Pekerja Bersepeda
Pekerja yaitu orang dalam usia kerja (14 – 50 tahun) yang melakukan suatu pekerjaan seha-ri-harinya untuk mendapatkan upah. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa orang melakukan pergerakan (Tamin, 2003:13). Me-nurut Tamin, perjalanan yang berkaitan dengan pekerja termasuk:
1. ke tempat kerja 2. pulang ke rumah 3. mengangkut barangok 4. ke dan dari rapat
Pola pergerakan pekerja secara tidak spa-sial dapat dilihat dari kecenderungan waktu
per-jalanan, dimana peak hours akan terjadi ketika jam berangkat kerja sekitar pukul 06.00 – 08.00, dan ketika jam pulang kerja sekitar pukul 16.00 – 18.00 (Tamin, 2003:14).
Pekerja bersepeda diartikan sebagai para pekerja yang menggunakan sepeda sebagai pili-han moda transportasi ketika bekerja (www.biketowork-indonesia.com). Sepeda menjadi pilihan utama karena dianggap paling mudah untuk dimiliki para pekerja, karena har-ganya yang terjangkau. Hal ini sesuai dengan sa-lah satu karakteristik pekerja yang lebih suka mengendarai kendaraan pribadi ketika bekerja (Tamin, 2003: 15-16).
Tabel 2. Ketentuan Desain dan Kebutuhan Fasilitas Untuk Jalur Sepeda
Item Detail variabel Keterangan Sumber
Desain
Layout Jalan Jaringan rute jalursepeda
- Jaringan atau rute yang dilalui harus saling terhubung, antar titik-titik tujuan
- Aman dari tempat-tempat yang berpotensi kecelakaan dan kriminalitas
- Dapat diakses dengan mudah - Dapat diketahui dengan jelas
AASHTO, 1994
Lajur untuk sepeda - Ketentuan lebar dapat dilihat pada Tabel 1- Jika terdapat pada on street parking, diletakkan di antara jalur lalu lintas dan parkir
AASHTO, 1994 Cycle Notes, 2007 Direktorat Jenderal Bina Marga, 1992 Pedoman Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan, 2003 Sidi, 2005
Barrier untuk lajur
sepeda (Street marking)
- Dapat berupa barrier vertikal, atau penanda berupa garis pada permukaan jalan
- Barrier vertikal tidak menutup pandangan pengendara sepeda
- Barrier berupa penanda garis berwarna terang dan tetap terlihat jelas ketika malam
- Barrier berupa penanda garis pada jalan: lebar garis 8 inchi (20,32 cm)
- Barrier berupa penanda garis pada jalan dengan on street
parking : lebar garis pada sisi dalam 4 inchi (10,16 cm)
dan pada sisi luar 6 inchi (15,24 cm)
AASHTO, 1994
Parkir on street - Parkir diatur sejajar satu lapis- Diletakkan pada jarak 0,4m – 0,75m dari garis jalur lintasan
- Alokasi ruang untuk parkir onstreet dapat menggunakan teknik traffic calming (pengalihan horizontal dan vertical)
AASHTO, 1994 Sidi, 2005
Tanjakan dan turunan - Jalan menanjak dan menurun dibuat sependek mungkin- Kemiringan maksimal 10 % Sidi, 2005 Persimpangan - Traffic calming pada titik simpang sebagai bentuk perin-gatan atau waspada, dapat berupa pengalihan vertical,
horizontal, dan pulau jalan
AASHTO, 1994 Sidi, 2005
Item Detail variabel Keterangan Sumber
- Ruang penyebrangan untuk sepeda
Pengakhiran jalur lintasan
- Mengalihkan jalur lintasan ke trotoar
- Berhenti pada tanda lalu lintas yang berfungsi (biasanya di persimpangan)
Pergantian jalur linta-san pada sisi jalan yang lain
- Traffic calming sebagai peringatan untuk waspada, dapat berupa pembedaan warna atau tekstur paving
- Warning signs
Sidi, 2005
Pada jalan masuk ban-gunan khusus
(gate-ways)
- Traffic calming pada jalur sepeda (sebelum gateways), dapat berupa pembedaan warna atau tekstur paving - Traffic calming pada gateways, dapat berupa penyempitan
jalan - Warning signs
AASHTO, 1994 Sidi, 2005
Pada lokasi pember-hentian (halte) angku-tan umum
- Traffic calming sebagai peringatan untuk waspada, dapat berupa pembedaan warna atau tekstur paving
- Warning signs AASHTO, 1994 Cycle Notes, 2007 Sidi, 2005 Signage (rambu-rambu untuk sepeda)
- Tidak terhalangi, juga tidak menghalangi pandangan - Memiliki ketinggian 1,2m – 3m, dengan besar yang
proporsional
- Terletak pada jarak 1m dari batas lintasan sepeda, untuk jarak pandang yang cukup
- Penanda untuk jalur sepeda atau rute untuk jalur sepeda diletakkan sebelum persimpangan, dengan tetap mem-perlihatkan nama jalan
AASHTO, 1994
Fasilitas
Penunjang Pavement - Permukaan yang rata, dalam artian bebas dari gundu-kan, batu-batu kecil, dahan atau cabang, puing-puing
yang bersifat licin dan pecah belah, serta adanya lubang. - Struktur: semen, aspal
AASHTO, 1994
Vegetasi - Tidak menghalangi pandangan, dengan akar yang tidakmerusak permukaan paving. - Ketinggian ideal 3 – 4m, atau mempertimbangkan tinggi
ruang bebas untuk sepeda dengan tidak mengganggu pandangan pengendara
- Tidak diletakkan pada titik simpang (untuk kejelasan pandangan pada persimpangan)
- Pemberian barrier pada tanaman dengan akar yang berpotensi merusak permukaan paving
AASHTO, 1994
Sumber: Hasil Perumusan Penulis (Disarikan dari Berbagai Sumber), 2009
Pemahaman dan Prinsip Dasar Traffic
Calming
Traffic calming merupakan bentuk
ma-najemen lalu lintas yang lebih menekankan pada bentuk desain jalan raya yang men-“threat” pen-gendara, atau sebagai bentuk peringatan untuk mereka, untuk dapat berjalan lambat atau men-gurangi kecepatan kendaraan. Traffic calming ini dapat ditunjukkan melalui: rambu-rambu, per-mukaan lintasan yang berbeda (cenderung tidak
rata), desain pola bahu jalan, pulau-pulau jalan
(roundabout) atau kanalisasi. (Direktorat Jenderal
Bina Marga, 1992).
Beberapa prinsip yang dijadikan sebagai dasar desain traffic calming yaitu (Kulash, 2001: 7.2-1 – 7.2-2):
- Ditekankan pada pengubahan unsur fisik
- Lebih berhubungan dengan maksimalisasi pemanfaatan street-scaping (vegetasi, lampu jalan, serta street furniture lainnya)
- Tidak termasuk route modification measure
- Pengubahan perilaku pengendara (menjadi lebih hati-hati)
- Penciptaan kondisi yang aman untuk pengguna kendaraan tidak bermotor
Ilustrasi aplikasi traffic calming yang biasa diterapkan dapat dilihat pada gambar berikut:
Sumber : New York Bicycling Coalition, 2001
Gambar 5. Ilustrasi Penerapan Teknik Traffic Calming
Traffic Calming pada Jalan Arterial
Jalan untuk kelas ini memiliki karakteris-tik mobilitas tinggi dengan aksesibilitas rendah. Oleh karena itu, traffic calming pada kelas ini le-bih dimaksudkan pada pengurangan
kemungki-nan terjadinya kecelakaan dan peningkatan slower
traffic, guna memberikan lingkungan yang aman
bagi kendaraan tidak bermotor yang berlalu-lintas di dalamnya. Traffic calming untuk jalan arteri dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3. Desain Traffic Calming Untuk Jalan Arteri
Lokasi Desain Traffic Calming
Persimpangan Penutupan jalan (Directional closures)
Antara lain: partial closure, one-way closure,
half closures
Penutupan jalan ini diletakkan pada per-simpangan akses masuk ke jalan arteri (www.ottawa.com).
Forced Turn Island
(intersection channelization, pork chops, right turn
islands)
Median Barriers
(median diverters, island diverters) Neckdowns
pede-Lokasi Desain Traffic Calming
strian dan pengendara sepeda
Lintasan lurus (tanpa perpo-tongan jalan)
Modifikasi jalan
(bottleneck, pemanfaatan street scaping) Yaitu pengubahan dimensi jalan, berupa penyempitan jalan dengan pemanfaatan
street scaping (New York Bicycling
Coali-tion, 2001)
Chicanes
Aplikasi desain chicanes ini biasanya sering di-manfaatkan untuk lokasi on street parking, yaitu diletakkan pada ruang di sela-sela penambahan bahu jalan (Harvey, 2001)
Chokers
Chokers digunakan sebagai ruang
penye-brangan, ruang di sela-sela penambahan bahu jalan juga dapat dimanfaatkan seba-gai ruang untuk parkir on street, atau lokasi pemberhentian angkutan umum (halte). (Harvey, 2001)
Road hump
Yaitu bentuk pengalihan vertical melalui jendulan melintang (Harvey, 2001)
Speed hump Speed bump
Rumble strip
Gateway Media island Pavement signing
Yaitu penandaan pada paving, berupa pembedaan warna atau tekstur paving (Harvey, 2001).
Sumber: Hasil Perumusan Penyusun (Disarikan Dari Berbagai Sumber), 2009
Kecepatan lalu lintas yang tinggi membuat peng-guna kendaraan tidak bermotor ini sukar untuk dapat memprediksikan waktu yang tepat untuk menyebrang dengan aman. Hal ini dikarenakan jarak henti kendaraan bermotor yang sulit dipre-diksi pada kecepatan yang tinggi (Kulash, 2001: 7.2-2). Karena itulah, aplikasi traffic calming san-gat dibutuhkan pada kondisi seperti ini.
Permasalahan yang dihadapi oleh penggu-na kendaraan tidak bermotor (pejalan kaki, pengguna sepeda, dll) pada jalan arteri terutama adalah ketika ingin menyebrang. Kecepatan lalu lintas yang tinggi membuat pengguna kendaraan tidak bermotor ini sukar untuk dapat mempre-diksikan waktu yang tepat untuk menyebrang dengan aman. Hal ini dikarenakan jarak henti kendaraan bermotor yang sulit diprediksi pada kecepatan yang tinggi (Kulash, 2001: 7.2-2). Karena itulah, aplikasi traffic calming sangat dibu-tuhkan pada titik ini. Permasalahan tersebut se-perti salah satu permasalahan yang dialami oleh pengendara sepeda di Jalan Raya Kaligawe. Arus
lalu lintas yang ramai dengan kecepatan yang tinggi sangat menyulitkan pengendara bersepeda ketika hendak menyebrang. Oleh sebab itu pen-dekatan traffic calming dianggap mampu menja-wab permasalahan tersebut
Karakteristik Jalan Raya Kaligawe
Jalan Raya Kaligawe merupakan jalan raya di kawasan perbatasan dengan Kabupaten De-mak. Dalam Rencana Struktur Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota, kawasan di sekitar Jalan Raya Kaligawe memang diarahkan untuk pen-gembangan sektor industri di Kota Semarang (Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang, 2007). Oleh karena itu banyak ditemukan pen-gendara sepeda yang melintasi Jalan Raya Kali-gawe untuk bekerja, yang merupakan buruh pa-brik di kawasan industry sekitar Jalan Raya Kali-gawe.
JURNALTATALOKA; VOLUME11; NOMOR1; FEBRUARI2009 © 2009 Biro Penerbit Planologi UNDIP
L
O
K
A
Sumber : Master Plan Transportasi 2010-2030
Gambar 6 . Jalan Raya Kaligawe sebagai Wilayah Penelitian Tabel 4. Potensi dan Masalah Fisik di Jalan Raya Kaligawe
Variabel Potensi Masalah
Kondisi permukaan lintasan Memiliki topografi yang relatif
datar, yaitu 0-2%
Untuk lintasan utama (sepanjang Jalan Raya Kaligawe) permukaan ja-lan rata dan tidak licin.
Pada beberapa ruas jalan masih rawan tergenang rob, jalan berlubang dan bergelombang, yaitu pada gateway LIK
Dimensi jalan Memiliki lebar 12-21,8m, terdiri
dari 4-6 lajur
Masing-masing jalur terpisah oleh median jalan
Memiliki bahu jalan dengan lebar 2-7,2m
Jalur lalu lintas digunakan bersama untuk seluruh jenis kendaraan yang melintas (terma-suk sepeda) tanpa ada visual barrier, mengin-dikasikan desain jalan belum mempertim-bangkan kemampuan mobilitas sepeda yang cenderung lebih lemah.
Bahu jalan dimanfaatkan untuk on street
park-ing sembarangan tanpa ada rambu-rambu
pe-ringatan untuk aktivitas tersebut.
Kondisi persimpangan Untuk persimpangan dengan Ter-minal Terboyo, terdapat kanalisasi berupa median guna meminimalisasi pertemuan langsung sirkulasi silang Untuk persimpangan dengan Jalan
wolter Monginsidi, terdapat lampu pengatur lalu lintas yang mencegah terjadinya pertemuan langsung arus lalu lintas dari berbagai arah.
Pada persimpangan dengan Jalan Arteri Yos Sudarso dan Jalan Tol, terjadi pertemuan sir-kulasi silang karena tidak adanya lampu pen-gatur lalu lintas.
Pertemuan arus silang juga terjadi di depan LIK, depan simpang Jalan Gebanganom, dan depan KIT, mengingat kendaraan besar keluar masuk gateway – Jalan Raya Kaligawe tanpa ada pengatur lalu lintas; pada kondisi peak
Variabel Potensi Masalah
Kanalisasi justru dimanfaatkan untuk aktivitas
bus stopping sehingga menghambat kelancaran
arus lalu lintas.
Pertemuan arus silang juga terjadi di sekitar depan Pasar Genuk. Keberadaan Pasar Genuk menjadi tarikan pergerakan di ruas jalan ter-sebut, mengindikasikan tingginya pergerakan ke dan dari Pasar Genuk. Sirkurasi silang yang terjadi tidak teratur, pada peak hour menye-babkan terjadinya kesemrawutan.
Gateway Gateway yaitu pada LIK, memiliki
gapu-ra sebagai identitas, sehingga dapat terlihat dengan jelas oleh pengguna jalan
Ruang gateway digunakan secara bersama oleh kendaraan tidak bermotor dan kendaraan bermotor tanpa ada barrier visual
Fasilitas pen-dukung kea-manan
Halte Tidak tersedia halte di sepanjang wilayah
peneli-tian, oleh karena itu aktivitas bus stopping banyak ditemukan di beberapa titik yang dianggap men-jadi tarikan pergerakan yang tinggi. Aktivitas ini memakan ruang jalan sehingga menghambat kelancaran lalu lintas.
Ruang
Penyebe-rangan
Tidak tersedia ruang penyeberangan yang aman bagi pengendara sepeda dan pejalan kaki, padahal arus lalu lintas di sepanjang ruas jalan ini sangat ramai.
Signage Terdapat papan petunjuk arah dan
rambu-rambu peringatan
Signage tersebut memiliki warna yang kontras sehingga dapat terlihat dengan jelas walau pada malam hari pun.
Signage yang ada memiliki ketinggian yang tidak
sesuai dengan kebutuhan pengendara sepeda, mengindikasikan signage tersebut hanya didesain untuk kebutuhan pengendara kendaraan bermo-tor.
Sumber: Hasil Perumusan Penyusun, 2009
Karakteristik Jalan Raya Kaligawe selan-jutnya dijelaskan sebagai berikut:
1. Karakteristik Fisik Jalan Raya Kaligawe Potensi dan permasalahan fisik secara umum di Jalan Raya Kaligawe dijelaskan pada Tabel 4.
2. Karakteristik Pola Pergerakan dan Aktivitas Pekerja Bersepeda
a) Waktu terjadinya pergerakan pekerja bersepeda
Pergerakan pekerja bersepeda tidak terjadi sepanjang waktu di Jalan Raya
Kaligawe. Pergerakan pekerja bersepeda ini hanya terjadi pada pagi hari dan sore hari, mengikuti waktu jam kerja pabrik. Pada pagi hari, pergerakan mulai terjadi sekitar pukul 06.00 – 08.30, dan pada sore hari mulai terjadi pada pukul 14.30 – 18.00. Kondisi ini terjadi setiap harinya, diasumsikan dari jam kerja normal pabrik yang digeneralisasikan yaitu dari Senin-Sabtu (tidak termasuk hari libur).
Gambar 7. Pola Pergerakan Pekerja pada Saat Berangkat (kiri) dan Pulang (kanan) Kerja di Jalan Raya Kaligawe
b) Rute lintasan yang dilalui
Secara umum, pekerja bersepeda ini be-rasal dari Kota Semarang dan dari wilayah perba-tasan Kota Semarang yaitu Mranggen, Sayung, dan sekitarnya. Pekerja bersepeda ini menjadikan Jalan Raya Kaligawe sebagai lintasan yang dilalui sehari-harinya ke tempat kerja. Tempat yang sering dituju oleh pekerja bersepeda selain pa-brik yaitu Pasar Genuk.
Sepanjang koridor Jalan Raya Kaligawe digunakan sebagai lintasan pekerja bersepeda. Untuk pekerja yang berasal dari kawasan Genuk, Pedurungan, dan Sayung, biasanya hanya melin-tas di Jalan Raya Kaligawe dari lokasi pabrik (di
sekitar Jalan Raya Kaligawe) sampai pada per-simpangan Jalan Wolter Monginsidi, karena jalan tersebut merupakan rute terdekat menuju kawa-san permukiman mereka. Sedangkan untuk yang tinggal di Kawasan Mranggen melintas terus sampai gerbang perbatasan di sebelah timur Jalan Raya Kaligawe. Pola pergerakan pekerja ketika berangkat (gambar kiri) dan ketika pulang (gam-bar kanan) di Jalan Raya Kaligawe digam(gam-barkan sebagai berikut:
c) Aktivitas yang dilakukan selama melakukan mobilitas, dijelaskan pada Tabel
Tabel 5. Karakteristik Aktivitas Pekerja Bersepeda Selama Bermobilitas
Aktivitas Lokasi
Umum Menyeberang Depan gerbang Pabrik PT. Jamu Nyonya Meneer Depan gerbang LIK
Depan gerbang Jalan Gebanganom Depan gerbang KIT
Depan Pasar Genuk Keluar masuk
gate-way Entrance Pabrik PT. Jamu Nyonya Meneer Entrance LIK
Entrance Jalan Gebanganom Entrance KIT
Khusus: pem-berhentian karena kondisi tertentu
Bus stopping Sekitar simpang Jalan Raya Kaligawe dengan Jalan Tol dan Jalan Arteri Yos Sudarso
Sekitar depan Pabrik PT. Jamu Nyonya Meneer Sekitar depan RS. Sultan Agung
Sekitar simpang Jalan Raya Kaligawe dengan akses menuju Terminal Terboyo
Sekitar simpang Jalan Raya Kaligawe dengan Jalan Geban-ganom
Sekitar simpang depan gerbang KIT Sekitar depan Pasar Genuk Parkir on street Sekitar depan Pasar Genuk
Sekitar simpang dengan Jalan Wolter Monginsidi Sumber: Hasil Perumusan Penyusun, 2009
JURNALTATALOKA; VOLUME11; NOMOR1; FEBRUARI2009 © 2009 Biro Penerbit Planologi UNDIP
L
O
K
A
3. Karakteristik Kerentanan Keamanan dan Kebutuhan Ruang Pekerja Bersepeda di Jalan Raya Kaligawe
Permasalahan keamanan di Jalan Raya Ka-ligawe dan kaitannya dengan kebutuhan ruang yang aman dijelaskan pada Tabel 6.
Tabel 6. Permasalahan Kemananan dan Kaitannya dengan Kabutuhan Ruang yang Aman di Jalan Raya Kaligawe
Permasalahan Keamanan Pada
Kondisi Eksisting Lokasi Variabel Kebutuhan Ruang
Mix traffic antara kendaraan bermotor
dan kendaraan tidak bermotor
Bentuk fisik sepeda yang lebih kecil dan lebih lemah, ditambah perilaku pengendara kenda-raan bermotor yang cenderung menguasai ruang jalan memungkinkan terjadinya kece-lakaan.
Sepanjang lintasan Jalan Raya
Kali-gawe Ketersediaan ruang untuk mobilitas
sepeda yang terpisah dengan kendaraan besar.
Jalur sepeda ini disertai dengan visual barrier, untuk penegasan kepemilikan ruang.
Konflik pertemuan langsung arus per-gerakan silang (cross sirculation)
Pertemuan langsung pergerakan silang menye-babkan tingginya kemungkinan terjadinya tabrakan
Simpang Jalan Raya Kaligawe dengan Jalan Tol dan Jalan Arteri Yos Sudarso Sekitar simpang depan LIK Simpang Jalan Raya Kaligawe dengan Jalan Gebanganom
Sekitar simpang depan KIT
Pengatur arus lalu lintas, dapat berupa pengatur elektronik (traffic light) atau pengalih arus pergerakan dari arah ter-tentu (kanalisasi).
Aktivitas bus stopping
Angkutan umum yang ngetem atau menaik-turunkan penumpang biasanya kurang teratur dan memakan ruang jalan.Hal ini mengganggu aktivitas pengendara sepeda, dan menimbul-kan kondisi rawan bagi pengendara sepeda karena harus masuk ke sisi tengah jalan dengan tiba-tiba untuk melanjutkan pergerakan.
Simpang Jalan Raya Kaligawe dengan Jalan Tol dan Jalan Arteri Yos Sudarso Sekitar depan Rumah Sakit Sultan Agung
Sekitar Simpang Terminal Terboyo Sekitar Depan Pasar Genuk
Alokasi ruang pemberhentian angkutan umum yang teratur, yang tidak menghambat arus lalu lintas.
Berupa modifikasi bahu jalan (chicanes dan chokers).
Mix activity antara sirkulasi pada gate-way dengan aktivitas bus stopping
Mix activity ini menimbulkan terjadinya
kesem-rawutan pada lokasi tersebut, sehingga menghambat pergerakan menerus
Sekitar Depan Pabrik PT. Jamu Nyonya Meneer
Sekitar simpang KIT
Kejelasan pembagian ruang antara ak-tivitas pada gateway dan akak-tivitas bus
stopping.
Kerawanan menyeberang
Menyeberang pada jalan dengan arus lalu lintas pergerakan menerus yang ramai
memung- Sekitar Depan Pabrik PT. Jamu Nyonya Meneer
Sekitar simpang depan LIK Simpang Jalan Raya Kaligawe dengan
Ruang penyeberangan untuk pengen-dara sepeda dan pejalan kaki, dimana dapat terlihat jelas oleh pengendara lainnya.
Permasalahan Keamanan Pada
Kondisi Eksisting Lokasi Variabel Kebutuhan Ruang
kinkan terjadinya tabrakan
Kejelasan jarak henti pada persimpangan men-jadi permasalahan utama dalam kondisi ini. Tidak adanya penanda visual pada aktivitas
penyeberangan menyebabkan pengendara
kendaraan bermotor pada pergerakan menerus kurang dapat memprediksi aktivitas tersebut untuk dapat mengontrol kecepatan.
Jalan Gebanganom Sekitar simpang depan KIT Sekitar Depan Pasar Genuk
Mix sirculation pada gateway
Penggunaan ruang bersama dengan karakter-istik kemampuan kendaraan yang berbeda (terutama antara sepeda dengan truk) berpo-tensi menyebabkan terjadinya kecelakaan.
Gateway LIK
Gateway Jalan Gebanganom Gateway KIT
Pemisahan ruang sirkulasi melalui visual
barrier atau manajemen waktu sirkulasi.
Parkir on street
Keberadaan parkir on street memakan ruang jalan terutama ruang pada area mobilitas pen-gendara sepeda, dapat menyebabkan terham-batnya kelancaran lalu lintas pergerakan menerus.
Sekitar Depan Pasar Genuk Simpang Jalan Raya Kaligawe dengan Jalan Wolter Monginsidi
Alokasi ruang parkir yang teratur dan tidak mengganggu arus lalu lintas ken-daraan lainnya, baik karena ruang jalan yang termakan atau oleh aktivitas keluar masuk parkir.Berupa modifikasi bahu jalan (chicanes dan chokers).
Sumber: Hasil Perumusan Penyusun, 2009
ARAHANDESAINJALANRAYAKALIGAWE
Konsep perancangan yang digunakan un-tuk Jalan Raya Kaligawe yaitu “Jalan Raya Kali-gawe Sebagai Jalan Arteri Primer Yang Akomo-datif Yang Menjamin Keamanan Lalu Lintas Pen-gendara Sepeda, Dengan Mempertimbangkan Keamanan Lalu Lintas Pengguna Jalan Lainnya”. Maksud dari konsep ini yaitu Jalan Raya Kali-gawe tidak hanya mengakomodasi kebutuhan keamanan pengendara kendaraan bermotor saja, tetapi juga pengendara kendaraan tidak bermotor baik sepeda maupun pejalan kaki. Dalam hal ini, keamanan pengendara sepeda difokskan, namun tetap memperhatikan keamanan pengguna jalan lainnya, sehingga lalu lintas masing-masing peng-guna jalan jangan sampai mengganggu lalu lintas pengguna jalan lainnya. Konsep desain yang akan dijadikan pedoman analisis perancangan jalur lalu lintas yang aman bagi pekerja bersepeda di Jalan Raya kaligawe yaitu melalui pendekatan traffic
calming. Secara umum aplikasi traffic calming
un-tuk Jalan Raya Kaligawe dilihat dari kebutuhan
ruang pada analisis sebelumnya antara lain beru-pa:
Modifikasi dimensi jalan melalui penambahan jalur lambat dan median berupa pulau jalan un-tuk semakin menjamin keamanan ruang gerak kendaraan
Modifikasi bahu jalan guna mewadahi aktivitas pemberhentian angkutan umum dan parkir on
street agar tidak bercampur dengan pergerakan
menerus
Penandaan pada permukaan lintasan untuk mewadahi aktivitas penyeberangan
Adapun arahan desain nantinya juga memperha-tikan kebutuhan penunjang keamanan berdasar-kan standar yaitu antara lain melalui penyediaan penandaan dan rambu-rambu lalu lintas yang didesain juga untuk kebutuhan pengendara sepe-da.
Perancangan jalur lalu lintas yang aman bagi pen-gendara sepeda di Jalan Raya Kaligawe diarahkan sebagai berikut:
Tabel 7. Pokok Perancangan Persimpangan, Rambu untuk Sepeda, dan Sirkulasi Gateway di Jalan Raya Kaligawe
Sumber: Hasil Perumusan Penyusun, 2009
Tabel 8. Pokok Perancangan Jalur Lalu lintas yang Aman Bagi Pekerja Bersepeda di Jalan Raya Kaligawe
Sumber: Hasil Perumusan Penyusun, 2009
Tabel 9. Pokok Perancangan Jalur Penyeberangan di Jalan Raya Kaligawe
Item Perancangan Arahan Desain Ruang yang Aman Secara Umum
Jalur Penyeberangan Diatur dengan lampu lalu lintas, kanalisasi
Diseetai dengan jalur atau ruang penyeberangan jika terdapat aktivitas penyeberan-gan
Signage untuk Pengendara
Se-peda
Berfungsi sebagai rambu-rambu atau sebagai identitas ruang
Ketinggian signage 1,2m – 3m dengan besar yang proporsional untuk pengguna jalur lambat dan pedestrian, serta signage dengan ketinggian normal dimaksudkan agar mudah terlihat oleh pengendara kendaraan bermotor
Panjang 60cm, lebar 75cm
Diletakkan di setiap perpotongan jalan pada barrier lintasan sepeda, dengan jarak 1m untuk kejelasan pandangan
Pengaturan sirkulasi pada
gate-way Pengaturan waktu sirkulasi untuk sirkulasi masuk dan sirkulasi keluar, antara sirkulasisepeda-pejalan kaki-mobil-sepeda motor, dengan truk pembawa muatan material pabrik.
Item Perancangan Arahan Desain Ruang yang Aman Secara Umum
Jalur sepeda Diletakkan pada sisi kiri jalur lalu lintas, antara lajur untuk pejalan kaki dan lajur untuk lalu lintas utama, pada masing-masing jalur lalu lintas
Digunakan bersama dengan pengendara sepeda motor (berupa jalur lalu lintas) Lebar 3,5m, namun jika terjadi penyempitan lebar jalan, lebar jalur lambat
diper-sempit 1 meter menjadi 2,5m.
Visual barrier jalur sepeda Berupa raised median (pembatas vertikal)
Diletakkan di antara jalur sepeda dan jalur lalu lintas, dan di antara jalur sepeda den-gan sidewalk
Lebar 0,6m (sesuai dengan ketentuan ruang bebas mendatar dengan jalur lalu lintas) Barrier jalur sepeda – jalur lalu lintas : ketinggian 0,25m (dimaksudkan untuk
kejela-san pandangan)
Barrier jalur sepeda – sidewalk : dapat berupa pola penanaman vegetasi sebagai pe-nambah unsur kenyamanan (baik untuk pengendara sepeda maupun pejalan kaki), tinggi minimal 2m (sesuai tinggi ruang bebas vertikal untuk pengendara sepeda). Sign awal
Sumber: Hasil Perumusan Penyusun, 2009
Lintasan untuk jalur sepeda disesuaikan dengan karakteristik roda sepeda. Permukaan lintasan harus rata, dalam artian bebas dari gun-dukan, batu-batu kecil, dahan atau cabang, puing-puing yang bersifat licin dan pecah belah,
serta adanya lubang. Struktur lintasan berupa semen atau aspal. Untuk pavement marking sebagai bentuk traffic calming, diatur dengan pembedaan warna dan tekstur.
Tabel 10. Pokok Perancangan Pemberhentian Bus di Jalan Raya Kaligawe
Sumber: Hasil Perumusan Penyusun, 2009
Tabel 11. Pokok Perancangan Pemberhentian Bus di Jalan Raya Kaligawe
Item Perancangan Arahan Desain Ruang yang Aman Secara Umum
Diletakkan melintang sepanjang lebar jalur lalu lintas, dengan lebar 6m Ruang penyeberangan berupa pewarnaan lintasan jalan dan tekstur
permu-kaan yang berbeda, namun tetap harus disesuaikan dengan karakteristik ro-da sepero-da
Ruang penyeberangan digunakan bersama untuk pengendara sepeda dan pejalan kaki
Dapat digabungkan dengan modifikasi bahu jalan guna mempertegas kebe-radaan ruang ini, sehingga dapat memperjelas jarak henti kendaraan lain Penambahan signage sebagai identitas ruang dan bycicle signal
Item Perancangan Arahan Desain Ruang yang Aman Secara Umum
Diletakkan minimal 50 m dari entrance bangunan atau kawasan khusus untuk meminimalisasi terjadinya kesemrawutan akibat percampuran aktivitas
Dialokasikan hanya pada 1 sisi jalan saja
Alokasi parkir untuk masing-masing 1 mobil, panjang 3m, lebar 2,5m Berupa ruang parkir dari hasil modifikasi bahu jalan (chicanes atau chokers),
dengan model parkir sejajar satu lapis Penambahan signage sebagai identitas ruang
Sumber: Hasil Perumusan Penyusun, 2007
Tabel 12. Sintesis Desain Traffic Calming Menurut Hasil Penelitian di Jalan Raya Kaligawe Desain Traffic Calming Menurut
Konsep Teori Kemungkinan Diterapkan pada Jalan Raya Kaligawe Hasil Penelitian
Modifikasi jalur lalu lintas jalan √ Guna mengatasi permasalahan mixtraffic, yaitu melalui penambahan jalur lambat (untuk sepeda dan sepeda motor) dan trotoar
Memungkinkan karena adanya penambahan lebar jalan di Jalan Raya Kaligawe sehingga penambahan jalur lam-bat dan trotoar tidak secara segnifikan mengurangi ka-pasitas jalan.
Modifikasi
bahu jalan Chicanes √ Guna mengatasi permasalahan aktivitas bus stoppingyang tidak teratur. Memungkinkan karena modifikasi diarahkan ke luar badan jalan sehingga tidak mengurangi ruang jalan
Chokers √
Directional closures
(penutupan oleh modi-fikasi bahu jalan)
x Tidak memungkinkan karena dianggap justru akan menambah kesemrawutan mengingat kapasitas ruang jalan yang terbatas
Kanalisasi
- Forced turn island
- Left turn island
√ Hanya pada simpang-simpang besar (simpang primer) Tidak dimungkinkan pada simpang local pada gateway, mengingat ruang jalan yang terbatas (karena hanya berupa jalan local) sementara volume kendaraan yang melewati simpang tersebut terutama pada peak hour tinggi.
Bentuk pengendalian pertemuan arus kendaraan yang dipilih berupa lampu lalu lintas dan zona penyeberan-gan untuk mengatur pergerakan dan mengamankan aktivitas yang terjadi
Pulau jalan Median island x Median pulau jalan sebagai perantara penyeberangan pedestrian tidak dimungkinkan karena dalam hal ini ruang penyeberangan pedestrian diarahkan bergabung dengan penyeberangan untuk sepeda
Item Perancangan Arahan Desain Ruang yang Aman Secara Umum
Dialokasikan terpisah dengan kawasan depan gateway untuk meminimalisasi terjadinya kesemrawutan akibat percampuran aktivitas
Berupa halte yang didesain pada bus bay dengan modifikasi bahu jalan (kerb) agar tidak mengganggu arus pergerakan kendaraan lain, serta sebagai bentuk penegasan jarak pada pemberhentian (chicanes atau chokers).
Lebar kerb untuk bus bay yaitu 4,2m – 5,1m (disesuaikan dengan lebar jalur lalu lintas)
Berlaku untuk semua angkutan umum, dengan pengaturan waktu ngetem Penambahan signage sebagai identitas ruang
Bus stop clearence: 24,4m untuk kejelasan jarak pandang Sign keberadaan halte
Median barrier x Median sebagai bentuk penyempitan jalan pada gateway tidak dimungkinkan, karena kapasitas ruang jalan pada
gateway yang terbatas (lebar jalan local), sehingga
beradaan median tersebut justru akan menyebabkan ke-semrawutan pada gateway
Pengalihan
vertical lan melintang)Road humps (jendu- x runkan kenyamanan dan dapat membahayakan pengen-Tidak dimungkinkan karena dianggap akan menu-dara, mengingat karakteristik kendaraan yang melewati jalurlalu lintas Jalan Raya Kaligawe yaitu kendaraan-kendaraan besar terutama kendaraan-kendaraan yang membawa material industri.
Pavement signing √ Dimungkinkan untuk mewadahi ruang penyeberan-gan, karena desain ini hanya berupa pembedaan warna, tanpa memakan ruang jalan untuk aplikasinya
Sumber: Hasil Perumusan Penyusun, 2009
KESIMPULAN
Aplikasi traffic calming pada Jalan Raya Kaligawe tidak sepenuhnya mengikuti standar penerapan untuk jalan arteri berdasarkan litera-ture. Hal ini dikarenakan standar dari literature tidak sepenuhnya sesuai dengan karakteristik fisik dan masalah keamanan Jalan Raya Kaligawe bagi pengendara sepeda, dengan mempertimbangkan keamanan dan kenyamanan pengendara lain; di jelaskan sebagai berikut:
Dalam penelitian ini tidak dihitung kapa-sitas jalur lambat, ruang penyeberangan, ruang pemberhentian angkutan umum, dan ruang par-kir on street. Oleh karena itu, desain yang dihasil-kan belum dapat 100 % menyelesaidihasil-kan permasa-lahan kesemrawutan akibat percampuran aktivi-tas, naumn dari konsep desain yang dihasilkan dapat memberikan pemenuhan kebutuhan ruang lalu lintas yang dianggap aman bagi pengendara sepeda di Jalan Raya Kaligawe.
Desain yang dihasilkan lebih bersifat konseptual, karena penelitian ini bersifat kualita-tif yang lebih menggali dan menemukenali feno-mena permasalahan ketidakamanan di Jalan Raya Kaligawe, sehingga kebutuhan ruang secara kuantitatif yang sesuai dengan kebutuhan ruang di lapangan guna menghitung kapasitas ruang dan jumlah ruang yang dibutuhkan belum dapat dike-tahui.
DAFTAR PUSTAKA
Citra Cycling Club. 2007. Jadikan Komunitas Anda
Lebih Ramah Sepeda.
http://www.bicyclefriendlycommunit y.org/
Kulash, Walter M dan Ian M Lockwood. 2001. “Traffic Calming”, dalam Time Saver Standards for Urban Design. Massachu-setts, USA: McGraw Hill.
Litman, Todd, et.al. 2006. Pedestrian and Bicycle
Planning Guidebook. www.vtpi.com
Master Plan Transportasi Kota Semarang 2010 – 2030. Semarang: Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
Modul Pelatihan Perencanaan Transportasi. 1996.
Bandung: Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat ITB Bekerjasama dengan KBK Rekayasa Transportasi-Jurusan Teknik Sipil ITB.
New York Bicycling Coalition. 2001. Improving
Bicycling and Pedestrian Safety.
http://www.bikewalkdurham.org/BPA C_Docs/1277_001.pdf
Sidi, Boedi Darma. 2005. “Revitalisasi Pemanfaatan Sepeda dalam Perencanaan Transportasi Kota”, dalam Jurnal
Infrastruktur dan Lingkungan Binaan. Vol.
1 No. 2, Desember 2005. Departemen Teknik Arsitektur, Fakultas Sipil dan Lingkungan, ITB
Tamin, Ofyar Z. 1997. Perencanaan dan
Watchel, Alan and Diana Lewiston. 1994. ITE
Journal, September 1994, hal.30-35. The Institute of Transportation Engineers. www.suaramerdeka.com. 2007. ”Jalan Kaligawe
dan Majapahit Prioritas untuk Pitway,” dalam Suara Merdeka, Selasa 20 November 2007. Semarang.
http://www.suaramerdeka.com/harian/0601/1 8/kot12.htm. 2007. “Perlu Digagas “Pitway” di Semarang: Pengendara Se-peda Butuh Jalur,” dalam Suara Merdeka, Senin 19 November 2007. Semarang www.biketowork-indonesia.com
JURNALTATALOKA; VOLUME11; NOMOR1; FEBRUARI2009 © 2009 Biro Penerbit Planologi UNDIP