• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III IDENTIFIKASI PERMASALAHAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

14

BAB III

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

3.1. Permasalahan Umum

PT. Bintang Toedjoe merupakan perusahaan yang bergerak dibidang farmasi. Dalam perkembangan teknologi yang semakin canggih dan persaingan industri yang semakin ketat, banyak permasalahan yang dialami PT.Bintang Toedjoe baik didalam maupun diluar perusahaan.

Permasalahan umum di luar disiplin keilmuan : 1. Absensi Karyawan

Masih banyaknya karyawan yang datang terlambat dan juga karyawan yang absen setiap harinya.

2. Ruangan Panas (Line Produksi)

Sistem AHU diruangan tidak berfungi dengan baik sehingga di ruangan line produksi jadi panas dan mengakibatkan konsetrasi dan kenyamannya dalam bekerja berkurang.

3. 5R

Belum berjalan dengan baik implementasi 5R di perusahaan. Permasalahan umum didalam disiplin keilmuan:

1. Line Produksi

Kurangnya kesadaran personil mengenai kualitas dan CPOB

2. QC

Sering terjadi keterlambatan perilisan sampel karena hasil analisa pada produk tidak memenuhi syarat

3. PPIC

Release finish good sering terlambat ke customer.

(2)

15 3.2 Pengertian Kualitas

Pengertian atau definisi kualitas mempunyai cakupan yang sangat luas, relatif, berbeda-beda dan berubah-ubah, sehinggga definisi dari kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat bergantung pada konteksnya terurtama jika dilihat dari sisi penilaian akhir konsumen dan definisi yang diberikan oleh berbagai ahli serta dari sudut pandang produsen sebagai pihak yang menciptakan kualitas.

Begitu pula para ahli dalam memberikan definisi dari kualitas juga akan berbeda satu sama lain karena mereka membantuknya dalam dimensi yang berbeda. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa kualitas atau mutu adalah karakteristik dari suatu produk atau jasa yang ditentukan oleh pemakai atau costumer dan diperoleh melalui pengukuran proses serta melalui perbaikan yang berkelanjutan. Beberapa definisi tentang kualitas antara lain :

a. Menurut Deming (1986), Kesulitan dalam pendefinisian kualitas adalah mentranslete atau mengubah kebutuhan yang akan datang dari user atau pengguna kedalam suatu karakteristik yang dapat diperlakukan, supaya sebuah produk dapat didesain dan diubah untuk memberikan kepuasan dengan harga yang akan dibayar oleh user atau pemakai.

b. Menurut Crosby (1979), Kualitas adalah kesesuaian dari permintaan atau spesifikasi.

c. Menurut juran (1974), Kualitas adalah kelayakan atau kecocokan penggunaan. Kecocokan penggunaan tersebut didasarkan pada 5 ciri-ciri utama adalah teknologi (kekuatan dan daya tahan), psikologi (cita rasa atau status).

Alasan-alasan mendasar pentingnya kualitas sebagai startegi bisnis (Hari Purnomo,2003):

1. Meningkatnya eksadaran Konsumen akan kualitas dan orientasi konsumen yang kuat akan penampilan kualitas

2. Kemampuan produk

3. Peningkatan tekanan biaya pada tenaga kerja, energi dan bahan baku 4. Persaingan yang semankin intensif

(3)

16

5. Kemajuan yang luar biasa dalam produktifitas melalui program keteknikan kualitas yang efektif.

Kegiatan pengendalian kualitas pada dasarnya akan merupakan keseluruhan kumpulan aktivitas dimana kita berusaha untuk mencapai kondisi “fitness of use” tidak peduli dimana aktivitas tersebut dilaksanakan yaitu mulai pada saat produk dirancang, diproses, sampai selesai dan didistribusikan ke konsumen (Stritomo,2003). Aktifitas pengendalian kualitas pada umumnya meliputi, kegiatan-kegiatan berikut ini:

1. Pengamatan terhadap performasi produk dan proses

2. Membandingkan performasi yang ditampilkan dengan standar yang berlaku 3. Mengambil tindakan-tindakan biala terdapat penyimpangan-penyimpangna

yang cukup signifikan, dan jika perlu dibuat tindakan-tindakan untuk mengoreksinya.

3.2.1 Dimensi Kualitas

Ada delapan dimensi kualitas yang dikembangkan oleh David Garvin (1987). Kedelapan dimensi tersebut akan dipengaruhi pelanggan terhadap suatu produk berkaitan dengan kualitasnya. Delapan dimensi kualitas tersebut antara lain (Gaspersz,1998:7-9/) :

1. Performance, merupakan karakteristik utama yang berkaitan dengan aspek fungsional. Suatu produk dikatakan berkualitas apabila produk tersebut dapat digunakan sesuai dengan fungsi ketika produk tersebut dirancang.

2. Feature, merupakan karakteristik yang menunjang fungsi dasar yang berhubungan dengan pilihan-pilihan sebelum mengambil keputusan. Biasanya konsumen akan mengatakan bahwa suatu produk dikatakan berkualitas jika produk tersebut dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas tambahan selain fungsi utama dari produk tersebut. Aspek ini bersifat sekunder, tetapi diharapkan oleh konsumen.

3. Reability merupakan kerakteristik yang berkaitan dengan tingkat kegagalan dalam penggunaan sutu produk. Suatu produk dikatakan berkualitas jika produk tersebut jarang pakai/rusak ketika digunakan sesuai fungsinya.

(4)

17

4. Conformance, menyatakan kesesuaian karakteristi-karakteristik san spesifikasi suatu produk dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan dengan keinginan pelanggan.

5. Durability, merupakan karakteristik yang berhubungan dengan daya tahan atau lama masa pakai produk tersebut, suatu produk dapat dikatakan berkualitas jika produk tersebut memiliki umur penggunaan yang lama. 6. Serviceability, merupakan karakteristik yang berhubungan dengan kecepatan,

keramahan, kompetensi dan kemudahan serta akurasi dalam perbaikan. Konsumen dalam memilih produk juga sering memperhatikan hal ini. Bagi konsumen produk dikatakan berkualitas jika produk tersebut mudah dirawat dan diperbaiki jika terjadi kerusakan.

7. Aesthetic, erat hubungannya dengan penampilan produk, baik itu bentuk, warna, keindahan, dan lain-lain. Dimensi ini merupakan karakteristik yang bersifat subjektif dan individual yang berhubungan dengan pertimbangan pribadi.

8. Perceived Quality, merupakan karakteristik yang bersifat subjektif mengacu pada perasaan pelanggan yang berhubungan dengan reputasi. Meskipun konsumen tidak memiliki informasi tentang produk tersebut, tetapi kualitas produk cenderung akan dilihat dari reputasi produsen.

3.2.2 Variasi

Variasi adalah ketidak seragaman dalam sisitem produksi atau operasional supaya produk yang dihasilkan dapat terus berada didalam kualitas pada output (barang atau jasa yang dihasilkan). Pada dasarnya, dikenal dua sumber tau penyebab timbulnya variasi, variasi penyeban khusu dan variasi penyebab umum (anynoumous, 2000):

1. Variasi Penyebab Khusus ( Special Causes Of Variation)

Adalah kejadian-kejadian di luar sisitem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari manusia, peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dll. Penyebab khusus ini mengambil pola-pola non-acak sehingga dapat diidentifikasi/ditemukan, sebab mereka tidak selalu

(5)

18

aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebiuh kuat pada proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses statisyikal menggunakan peta-peta kendali, jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian yang didefinisikan (define control limits).

2. Variasi Penyebab Umum (common Cause of Variation)

Adalah faktor-faktor di dalam sisitem atau yang melekat pada proses yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya. Penyebab umum sering disebut juga penyebab acak (random causes) atau penyebab sistem (system causes). Karena penyebab umum ini selalu melekat pada sistem, untuk menghilangkannya kita harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem itu dan hanya pihak manajemen yang dapat memperbaikinya, karena pihak manajemen yang mengendalikan sisitem itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dengan menggunakan peta-peta kendali, jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian yang didefinisikan.

3.3 Manajemen Kualitas (Quality Manajemen)

Manejemen kualitas sangaT penting bagi perusahaan terutama dalam upaya dalam meningkatkan kualitas dan daya saing di pasar global yang semakin ketat. Sehingga dpat menjadi perusahaan yang unggul dengan melampaui standar-standar yang berlaku, sehingga kepuasan pelanggan meningkat. David Garvin, 1994 mengidentifikasikan pendekatan persfektif kualitas yang dapat digunakan oleh praktisi bisnis yaitu:

1. Transcendental Approach

Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur. Perspektif ini umumnya diterapkan dalam karya seni seperti seni musik, seni tari, seni drama dan seni rupa. Untuk produk dan ajsa pelayanan, perusahaan dapat mempromosikan dengan menggunakan pernyataan-pernyataan seperti kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), kecantikan wajah (kosmetik),

(6)

19

pelayanan prima (bank) dan tempat berbelanja yang nyaman (mall). Definisi seperti ini sangan sulit untuk dijadikan sebagai dasar perencanaan dalam manajemen kualitas.

2. Product-based Approach

Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang dapat diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan adaanya perbedaan atribut yang dimilika produk secara objektif, tetapi pendekatan ni tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera dan prefensi individual.

3. User-based Approach

Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualita tergantung pada orang yang memandangnya, dan produkk yang saling memuasakan prefensi seseorang atau cocok dengan selera (fitnes for used) merupakan produk yang berkualitas tinggi. Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah kepuasan maksimum yang dapat dirasakannya.

4. Manufacturing-base Approach

Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-base atau dari sudut pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang sesuai dengan persyaratannya (conformance quality) dari produsen. Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena itu, yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, dan bukan konsumen yang menggunakannya. 5. Value-based Approach

Kualitas dalam pendekatan ini adalah memndang kualitas dari segi nilai dan harga. Kulitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Oleh karen aitu kualitas dalam pandangan ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Produk yang bernilai adalah produk yang paling tepat dibeli.

Adapun prinsip-prinsip manajemen kualitas produk dapat dijelaskan berikut ini (Gasperz,2001) :

(7)

20

1. Fokus pada pelanggan, organisasi tergantung pada pelanggannya, oleh karena itu hendaknya perusahaan memahami kebutuhan kini dan mendatang dari pelanggannya (current the future customer need)dan hendaknya memenuhi dan melampaui harapan pelanggan (customer expectations)

2. Kepemimpinan, pemimpin menetapkan kesatuan tujuan arah organisasi. Mereka hendaknya menciptakan dan memelihara lingkungan internal tempat karyawan melibatkan dirinya secara penuh dalam pencapaina sasaran organisasi (organization’s objective)

3. Keterlibatan Orang, karyawan pada seluruh tingkatan organisasi adalah inti sebuah organisasi, dan keterlibatan penuh, memungkinkan kemampuannya dipakai untuk manfaat organisasi.

4. Pendekatan Proses, hasil yang dikehendaki bisa tercapai lebih efisien bila kegiatan dan sumber daya yang terkait dikelola sebagai suatu proses.

5. Pendekatan Sistem Terhadap Manajemen, mengetahui, mengenal, memahami dan mengelola suatu sistem yang saling terkait sebagai sistem memberi sumbangan pada keefektifan dan efisiensi ornanisasi dalam mencapai sasarannya.

6. Perbaikan Terus-menerus, perbaikan yang berkesinambungan pada suatu organisasi secara menyeluruh hendaknya dijadikan sasaran tetap organisasi.

7. Pengambilan Faktual dalam Pengambilan Keputusan, keputusan yang efektif didasarkan pada data dan informasi yang tepat

8. Hubungan Antar Rekanan yang Saling Menguntungkan, sebuah organisasi dan pemasoknya saling bergantung satu sama lain dan menjadikan suatu hubungan yang saling menguntungkan dalam meningkatkan kemampuan keduanya untuk menciptakan nilai (value).

(8)

21 3.4 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai

langkah – langkah yang dilakukan untuk menjamin mutu obat yang diproduksi dengan penerapan Good Manufacturing Practice (GMP) dalam seluruh aspek kegiatan produksi. Tujuan CPOB adalah untuk menjamin mutu obat yang dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.

Penerapan CPOB sebagaimana tercakup dalam CPOB 2012 BAB III tentang penerapan CPOB Pasal 3, yaitu :

1. Industri Farmasi dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat dan/atau bahan obat wajib menerapkan pedoman CPOB.

2. Pedoman CPOB sebagaimana dimaksud pada ayat 1, tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.

Ada 5 pedoman penerapan CPOB yang sering dikenal dengan lima pilar CPOB, yaitu :

1. Spesifikasi, yaitu bahwa setiap peralatan, bangunan, ruangan dan segala sesuatu yang digunakan dalam proses pembuatan obat harus memiliki desain, kriteria dan persyaratan tertentu.

2. Prosedur tetap, yaitu bahwa setiap pekerjaan yang dilakukan dalam proses pembuatan obat harus dilakukan dengan mengikuti suatu prosedur tetap yang valid untuk menjamin keseragaman kerja.

3. Validasi, yaitu bahwa semua prosedur, proses, material, peralatan atau sistem yang dipakai harus dapat dibuktikan kebenaran atau kesesuaiannya dan didokumentasikan dengan menghasilkan keluaran yang dapat diperbanyak (Output Reproducible).

4. Monitoring, yaitu bahwa dalam proses pembuatan obat harus selalu dilakukan pengecekan secara rutin terhadap seluruh aspek pembuatan dan kualitas produk untuk menjamin proses pembuatan obat terlaksana sesuai dengan persyaratan.

(9)

22

5. Dokumentasi, yaitu bahwa semua kegiatan yang dilakukan dalam penerapan CPOB harus selalu dicatat atau didokumentasikan sebagai bukti bahwa hal tersebut telah dilakukan dengan benar.

3.5 Ruang lingkup CPOB

Ruang lingkup yang tercantum dalam CPOB meliputi 12 aspek, yaitu :

1. Manajemen Mutu

Industri farmasi membuat obat sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko berbahaya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu mempunyai tanggung jawab dalam pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu” yang memerlukan partisipasi dan komitmen semua departemen.

Unsur dasar manajemen mutu adalah :

a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya

b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Ruang lingkup manajemen mutu meliputi :

a. Pemastian mutu, merupakan keseluruhan pengaturan yang dibuat untuk memastikan bahwa obat yang dihasilkan sesuai dengan mutu dan tujuan pemakaiannya.

b. Pengawasan mutu, merupakan kegiatan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan, serta semua bahan ataupun produk yang tidak memenuhi syarat tidak dijual atau dipasok.

c. Pengkajian mutu produk, dilakukan secara berkala untuk memverifikasi konsistensi proses produksi dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan. d. Manajemen resiko mutu, suatu kegiatan yang sistematis dan bertujuan

melakukan evaluasi terhadap mutu suatu produk.

(10)

23 2. Personalia

Industri farmasi memilih personil yang terkualifikasi dan memahami prinsip CPOB dalam jumlah yang cukup untuk menjalankan semua kegiatan produksi. Semua personil yang ada dalam suatu Industri farmasi menerapkan higiene perorangan yang meliputi sanitasi yang baik dan kebiasaan yang sehat. Ruang lingkup personalia adalah :

a. Personil kunci, mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu dan kepala bagian manajemen mutu.

b. Organisasi, kualifikasi dan tanggung jawab, bahwa kepala bagian produksi, pengawasan mutu dan manajemen mutu adalah seorang Apoteker yang terkualifikasi dan terdaftar.

c. Pelatihan, diberikan kepada semua personil sesuai dengan ruang lingkup kerjanya masing-masing, karena berdampak langsung dengan mutu suatu produk.

3. Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai dan bisa memperkecil resiko terjadinya kekeliruan dan pencemaran silang serta hal lainnya yang dapat menurunkan mutu obat. Kondisi bangunan disesuaikan dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tingkat kebersihan ruangan untuk pembuatan obat diklasifikasikan sesuai dengan jumlah maksimum partikel udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas adalah sebagai berikut :

Ukuran Partikel

Kelas

Non Operasional Operasional Jumlah maksimum partikel/m3 yang diperbolehkan ≥ 0.5 µm ≥ 5 µm ≥ 0.5 µm ≥ 5 µm

A 3.520 20 3.520 20

B 3.520 29 352.000 2.900 C 352.000 2.900 3.520.000 29.000 D 3.520.000 29.000 Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan E 3.520.000 29.000 Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan

(CPOB 2012, Aneks 1, hal 87)

(11)

24 Kelas A adalah zona untuk kegiatan yang beresiko tinggi, misalnya zona

pengisian, wadah tutup karet, ampul dan vial terbuka, penyambungan secara aseptis, LAF dan biosafety. Umumnya kondisi ini dicapai dengan memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow) di tempat kerja. Sistem udara laminar hendaklah mengalirkan udara dengan kecepatan merata berkisar 0,36 – 0,54 m/detik (nilai acuan) pada posisi kerja dalam ruang bersih terbuka. Keadaan laminar yang selalu terjaga harus dibuktikan dan divalidasi.

Kelas B, digunakan untuk pembuatan dan pengisian secara aseptis. Kelas

ini adalah kondisi ruangan untuk zona kelas A.

Kelas C dan D adalah area bersih untuk melakukan tahapan proses

pembuatan yang mengandung resiko lebih rendah.

Kelas E adalah area bersih untuk ruang pembuatan produk nonsteril.

Adapun batas mikroba yang diperbolehkan pada tiap ruangan adalah :

Kelas

Batas yang disarankan untuk cemaran mikroba (*) Sampel udara (cfu/m3) Cawan papar (dia. 90 mm cfu/4 jam) (**) Cawan kontak (dia. 55 mm) (cfu/plate) Sarung tangan 5 jari (cfu/sarung tangan) A < 1 < 1 < 1 < 1 B 10 5 5 5 C 100 50 25 - D 200 100 50 -

(CPOB 2012, Aneks 1, hal. 90)

Catatan :

(*) : Nilai rata – rata

(**): Cawan papar dapat dipaparkan kurang dari 4 jam

4. Peralatan

Peralatan yang digunakan di Industri Farmasi khususnya yang digunakan secara langsung untuk pembuatan obat, memiliki desain konstruksi yang tepat,

(12)

25

ukuran yang memadai serta telah dilakukan kalibrasi dan kualifikasi agar mutu obat terjamin. Ruang lingkup peralatan meliputi :

a. Desain dan konstruksi. Peralatan yang digunakan dalam proses produksi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbs yang bisa mempengaruhi mutu obat dan mudah dibersihkan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Mesin yang kontak dengan produk memiliki sertifikat material yang menjamin bahwa material yang digunakan bersifat inert.

b. Pemasangan dan penempatan. Pemberian jarak antar peralatan untuk menghindari dari kesesakan peralatan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan ketercampuran produk. Semua peralatan diberi tanda dengan nomor identitas yang jelas agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan alat, untuk alat yang sudah dikalibrasi diberi label sudah dikalibrasi yang dilengkapi dengan tanggal kalibrasi dan tanda tangan yang melakukan kalibrasi.

c. Perawatan. Semua peralatan yang bersentuhan langsung dengan produk obat dibersihkan dan dirawat untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang sehingga memberikan hasil produk yang sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.

5. Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi diterapkan oleh Industri Farmasi pada setiap aspek pembuatan obat. Sumber pencemaran potensial dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh. Ruang lingkup sanitasi dan higiene melingkupi :

a. Higiene perorangan. Semua personil yang masuk ke dalam area produksi memakai pakaian pelindung dan bersih untuk mencegah kontaminasi terhadap produk dan menjaga kesehatan personil. Penggunaan arloji, kosmetika dan perhiasan tidak boleh dipakai di area bersih (grey area) dan seluruh rambut serta janggut dan kumis ditutup atau diselipkan ke dalam leher baju grey area.

(13)

26

b. Sanitasi bangunan dan fasilitas. Semua bangunan dan fasilitas dibersihkan dan dijaga sanitasinya agar terhindar dari pencemaran yang bisa mempengaruhi mutu produk.

c. Pembersihan dan sanitasi peralatan. Metode pembersihan yang digunakan dengan cara vakum atau cara basah, metode cleaning in place (CIP) atau cleaning out place (COP) serta dengan penggunaan desinfektan atau deterjen seperti Klorin, Iodopor, Fenol – fenol dan Alkohol 70%.

d. Validasi prosedur pembersihan dan sanitasi. Semua prosedur pembersihan, sanitasi dan higiene telah dilakukan validasi dan evalusai secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur yang memenuhi syarat.

6. Produksi

Proses produksi menjamin produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Bahan awal dibeli dari supplier yang memenuhi spesifikasi dan telah disetujui. Bahan awal yang datang masuk ke gudang IMC (In coming material control) dan dilakukan pemeriksaan visual tentang kesesuaian barang dengan pesanan dan spesifikasi yang ditentukan. Bahan awal yang masuk dikarantina hingga disetujui dan diluluskan oleh kepala bagain Pengawasan Mutu. Validasi proses dilakukan pada setiap metode preparasi atau formula pembuatan baru, untuk pembuktian kecocokan prosedur dengan pelaksanaan rutin produksi. Setiap proses yang dilakukan di produksi harus meminimalisir terjadinya pencemaran silang (cross contamination) atau salah pencampuran (mix up). Kegiatan produksi seperti penimbangan, pengisian dan pengemasan dilakukan di area grey, karena berkaitan langsung dengan kualitas dan mutu produk yang dihasilkan. Produk yang sudah jadi disimpan di gudang produk jadi dan dikarantina hingga produk diluluskan oleh Manager Pemastian Mutu untuk didistribusikan.

7. Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengawasan mutu

(14)

27

mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan. Bagian pengawasan mutu, independen dari bagian lain dan dibawah tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan menjamin bahwa pengujian telah dilakukan sebelum produk disetujui untuk didistribusikan.

8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok

Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Dilakukan secara independen dan rinci serta secara rutin oleh petugas yang kompeten. Audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri, yang meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu dilakukan oleh auditor yang dibentuk khusus oleh manajemen perusahaan. Kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) mempunyai tanggung jawab bersama departemen lain yang terkait untuk memberi persetujuan supplier yang dapat diandalkan untuk memasok bahan baku dan bahan pengemas yang sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Sebelum dilakukan persetujuan dengan supplier, dilakukan evaluasi terlebih dahulu dengan mempertimbangkan riwayat supplier dan sifat bahan yang dipasok oleh supplier.

9. Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan

Semua keluhan dan informasi lain yang terkait dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Keluhan ditangani oleh personil yang bertanggung jawab untuk menangani keluhan dan memutuskan tindakan yang dilakukan. Hasil dari penanganan keluhan yang dilakukan dicatat serta dilaporkan kepada manajemen mutu dan pihak yang complain sebagai bukti bahwa penanganan terhadap produk yang di complain telah dilakukan. Penarikan kembali produk dilakukan segera setelah diketahui adanya produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan. Pedoman dan prosedur penarikan kembali dibuat untuk

(15)

28

memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi. Produk yang ditarik kembali diberi identifikasi dan disimpan terpisah dari area yang aman untuk dilakukan evaluasi terhadap produk yang ditarik tersebut.

10. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen dan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas merupakan dasar untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas dengan jelas dan rinci sehingga mengurangi resiko salah tafsir dan kekeliruan akibat mengandalkan komunikasi lisan. Sistem dokumentasi yang baik dapat menggambarkan riwayat lengkap dari batch lengkap suatu obat, sehingga memungkinkan penelusuran kembali bila terjadi masalah pada produk tersebut. Dokumen didesain, disiapkan, dikaji dan distribusikan dengan cermat. Dokumen disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang berwenang. Judul, sifat dan tujuan dokumen dinyatakan dengan jelas. Isi dokumen tidak memiliki arti ganda dan dikaji ulang secara berkala serta dijaga agar selalu up-to-date.

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Meliputi tanggung jawab industri farmasi terhadap Badan POM dalam hal pemberian izin edar dan pembuatan obat. Pembuatan dan analisis kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalah pahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak dibuat secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak, serta menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap batch produk untuk diedarkan. Kontrak tertulis yang dibuat meliputi pembuatan dan analisis obat yang dikontrakkan termasuk pengaturan teknis terkait.

(16)

29 12. Kualifikasi dan Validasi

CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Validasi mencakup validasi proses, validasi pembersihan, validasi ulang, pengendalian perubahan dan validasi metode analisis. Kualifikasi termasuk kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional dan kualifikasi kinerja.

Pendekatan dengan kajian resiko sebaiknya digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi telah direncanakan sebelum validasi dilakukan. Unsur utama program validasi dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV merupakan dokumen yang singkat, tepat, dan jelas.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Laporan Tugas Akhir

Hasil dari analisis yang dilakukan peneliti terkait Business Model Canvas baru tersebut maka dapat disimpulkan bahwa PT Duta Nusantara dapat memperluas segmen

Dari hasil penelitian, orang tua di kelurahan Mulyojati Kecamatan Metro Barat telah melaksanakan tanggung jawab dan kewajiban untuk mendidik dan membimbing putra putrinya,

Pariwisata budaya adalah jenis kepariwisataan yang dalam perkembangan dan pengembangannya menggunakan kebudayaan daerah Bali yang dijiwai oleh agama Hindu yang

Zircon biru atau juga disebut starlite merupakan jenis yang paling langka dengan warna yang paling disukai adalah biru cerah yang memiliki sifat pleochorism yaitu kemampuan

Insiden kesalahan pemberian obat high alert yang dimaksud adalah ketidaktepatan pemberian obat high alert dan tidak sesuai dengan standar prosedur yang ditetapkan rumah sakit

Judul : IMPLEMENTASI PROGRAM KKG (Kelompok Kerja Guru) BERMUTU DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU SD (Studi Kasus KKG Bermutu Ki Ageng Selo Kecamatan

Hasil wawancara dengan pihak wajib pajak yang mengusahakan hotel yaitu alasan wajib pajak sering melakukan tindakan telat bayar pajak, penunggakan pajak, bahkan