• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Karakteristik Individu dan Organisasi terhadap Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan Pasca diberlakukannya UUPK No 29 Tahun 2004 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Karakteristik Individu dan Organisasi terhadap Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan Pasca diberlakukannya UUPK No 29 Tahun 2004 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2010"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA DOKTER SPESIALIS KEBIDANAN DAN PENYAKIT

KANDUNGAN PASCA DIBERLAKUKANNYA UUPK NO 29 TAHUN 2004 DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2010

T E S I S

Oleh

ANTONIUS GINTING 087013002/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA DOKTER SPESIALIS KEBIDANAN DAN PENYAKIT

KANDUNGAN PASCA DIBERLAKUKANNYA UUPK NO 29 TAHUN 2004 DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2010

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANTONIUS GINTING 087013002/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA DOKTER SPESIALIS KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN PASCA

DIBERLAKUKANNYA UUPK NO 29 TAHUN 2004 DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010

Nama Mahasiswa : Antonius Ginting

Nomor Induk Mahasiswa : 087013002

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si) (

Ketua Anggota

Drs. Amru Nasution, M.Kes)

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 24 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si Anggota : 1. Drs. Amru Nasution, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA DOKTER SPESIALIS KEBIDANAN DAN PENYAKIT

KANDUNGAN PASCA DIBERLAKUKANNYA UUPK NO 29 TAHUN 2004 DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2010

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 24 Agustus 2010 Penulis

(6)

ABSTRAK

Persentase kematian ibu akibat perdarahan, pre-eklamsia dan sepsis di RSUP.H.Adam Malik Medan masih tinggi, melebihi standar Depkes RI, demikian juga dengan persentase kematian bayinya. AKI dan AKB merupakan salah satu indikator yang menunjukkan kinerja (performance) tenaga kesehatan yang berperan dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak, termasuk dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. Berlakunya UUPK No 29 tahun 2004 dengan pembatasan 3 tempat praktik bagi dokter bertujuan memberikan pelayanan yang berkualitas.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu (jumlah tempat praktik, lama kerja, umur dan jenis kelamin) dan karakteristik organisasi (pengawasan dalam pelayanan, sarana pelayanan dan imbalan) terhadap kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan pasca diberlakukannya UUPK No 29 tahun 2004 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Jenis penelitian ini survey dengan tipe explanatory. Populasi penelitian sebanyak 52 orang dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan dan seluruh populasi menjadi sampel. Data diperoleh dengan wawancara, dianalisis dengan uji regresi linear berganda pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel karakteristik individu (jumlah tempat praktik, umur, lama kerja, jenis kelamin) dan karakteristik organisasi (pengawasan, sarana pelayanan, serta imbalan) berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. Variabel jumlah tempat praktik merupakan variabel yang memberikan pengaruh paling besar.

Disarankan RSUP. H. Adam Malik Medan mengevaluasi jumlah tempat praktik dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan sesuai UUPK No 29 tahun 2004 serta melengkapi sarana pelayanan yang dibutuhkan dalam pelayanan kebidanan dan penyakit kandungan. Peningkatan peran dan fungsi Komite Medik RSUP. H. Adam Malik Medan dalam pengawasan dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan sehingga terhindar dari tindakan malpraktik.

(7)

ABSTRACT

Percentage of maternal deaths due to haemorrhage, pre-eclampsia and sepsis in Haji Adam Malik General Hospital is still high, exceeding the Ministry of Health standards, as well as the percentage of infant mortality. AKI (Maternal Mortality Rate) and AKB (Infant Mortality Rate) are the indicator that shows the performance of health workers who play role in maternal and child health services, including specialists, obstetrics and gynecology. The Implementation of UUPK No.29/2004 by limiting third for the doctor's practice aims to provide a quality service.

The purpose of this study to analyze the influence of characteristics of individual (number of places of practice, length of service, age, and sex) and the characteristics of organization (control of service provided, service facilities, and reward) on the performance of Obstetrician and Gynecologist after the passing of UUPK No.29/2004 at Haji Adam Malik General Hospital, with an explanatory survey . The population of this study were all of 52 Obstetricians and Gynecologists and all of them were selected to be sample. The data for this study were obtained through interviews using questionnaires. The data obtained were analyzed through multiple linear regression test at α = 0.05.

The result of this study showed that statistically the variables of individual characteristics (number of places of practice, length of service, age, and sex) and the characteristics of organization (control of service provided, service facilities, and reward) had significant influence on the performance of Obstetrician and Gynecologist. The variable of number of places of practice was the dominant variable influenced on the performance of Obstetrician and Gynecologist.

Based on UUPK No.29/2004, the management of Haji Adam Malik General Hospital suggested to evaluate the number of places where the Obstetricians and Gynecologists do their medical practice and to equip the places with the service facilities needed by the Obstetrics and Gynecology service. The hospital role and function of the Medical Committee of Haji Adam Malik General Hospital in controlling the performance of the Obstetricians and Gynecologists need to be improved to avoid the Obstetricians and Gynecologists from doing malpractice.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan tesis ini dengan judul " Pengaruh Karakteristik Individu dan Organisasi terhadap Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan

Penyakit Kandungan Pasca diberlakukannya UUPK No 29 Tahun 2004 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2010”

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas

Sumatera Utara.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu

Prof. Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K).

Selanjutnya kepada Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si

selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan juga kepada Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si

selaku sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

(9)

yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan

meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan

tesis selesai.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Drs. Amru Nasution, M.Kes

sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan

kepada penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. Terima kasih juga

kepada Prof.dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP (K) dan Prof. Dr. Ritha

F. Dalimunthe, M.Si selaku penguji tesis yang telah memberikan masukan dan

koreksi untuk kesempurnaan tesis ini.

Terima kasih kepada Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Irjen. Pol.

Oegroseno, SH yang telah mengizinkan penulis untuk melanjutkan pendidikan pada

Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Universitas Sumatera Utara dan memberikan dorongan semangat dalam

menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih kepada Kepala Bidang Kedokteran Kepolisian Daerah Sumatera

Utara, Kombes. Pol. Dr. Didi Agus Mintadi, Sp.JP, D.F.M yang telah memberikan

dorongan semangat untuk menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih kepada Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Kepolisian

Daerah Daerah Sumatera Utara, Kombes. Pol. Drg. Hasrat Ginting, Sp.BM yang

(10)

Terima kasih kepada Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Medan yang

telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di rumah

sakit yang dipimpinnya.

Terima kasih kepada Kepala Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan di

RSUP H. Adam Malik Medan beserta seluruh Dokter Spesialis Kebidanan dan

Penyakit Kandungan di RSUP H. Adam Malik Medan yang telah bersedia

bekerjasama dan menjadi responden dalam penelitian ini.

Terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada kedua orangtua tercinta serta kedua

mertua yang telah memberikan motivasi dan dukungan untuk menyelesaikan

pendidikan.

Tak terhingga terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Istriku tercinta

Roswitha Bukit, SE.Ak, serta putriku tersayang: Sabrina Angelina br Ginting dan

Glory Anitha Putri br Ginting yang telah menjadi dukungan selama masa pendidikan.

Selanjutnya terima kasih juga para dosen dan staf di lingkungan Program

Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit,

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih kepada seluruh teman-teman angkatan 2008, khususnya Minat

Studi Administrasi Rumah Sakit yang telah memberikan dorongan semangat dan

bantuan sumbangan ide-ide untuk penulisan tesis ini.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan

(11)

harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan,

dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Agustus 2010 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Antonius Ginting, lahir pada tanggal 6 Juli 1965 di Tiga Panah, anak ketiga

dari tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda S. Ginting dan Ibunda R. Br Tarigan.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar

Negeri Tiga Panah selesai tahun 1979, Sekolah Menengah Pertama Negeri Kabanjahe

selesai tahun 1982, Sekolah Menengah Atas Negeri Pancurbatu selesai tahun 1985,

Fakultas Kedokteran USU Medan selesai tahun 1991, Pendidikan Sekolah Perwira

Karier Polri (SEPA-PK.Polri) selesai tahun 1992, Pendidikan Dokter Spesialis

Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran USU Medan selesai tahun

2003.

Mulai bekerja sebagai Perwira Polri di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat –

IV Pekanbaru Riau tahun 1992 s/d 2004, tahun 2004 pindah tugas ke Polda Sumatera

Utara sampai sekarang bekerja pada Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat-II Medan.

Pada tanggal 27 Desember 1994, penulis menikah dengan Roswitha Bukit,

SE.Ak, putri dari Pdt (Em). P. Bukit dan Ng br. Sembiring, dan penulis dikaruniai

2 orang putri.

Tahun 2008 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Minat Studi Aministrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan

(13)

DAFTAR ISI

2.1.Undang-Undang Praktik Kedokteran (UUPK) ... 10

2.1.1. Pengaturan Praktik Kedokteran ... 12

2.1.2. Izin Praktik ... 13

2.1.3. Ketentuan Pidana (Sanksi) ... 15

2.1.4. Pembatasan Tempat Praktik ... 16

2.2. Pelayanan Dokter Spesialis dan Penyakit Kandungan ... 17

2.2.1. Angka Kematian Ibu dan Bayi sebagai Masalah Kebidanan dan Penyakit Kandungan ... 22

2.3. Kinerja ... 26

2.4. Rumah Sakit Milik Pemerintah ... 31

2.5. Landasan Teori ... 32

2.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 35

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 36

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 38

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 40

(14)

3.5.2. Definisi Operasional... 40

3.6. Metode Pengukuran ... 42

3.7. Metode Analisis Data ... 44

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 45

4.1. Gambaran Umum RSUP H. Adam Malik Medan ... 45

4.2. Karakteristik Individu ... 50

4.3. Karakteristik Organisasi ... 51

4.3.1. Pengawasan ... 51

4.3.2. Sarana Pelayanan ... 53

4.3.3. Imbalan ... 55

4.4. Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan ... 58

4.5. Analisis Bivariat ... 61

4.6. Analisis Multivariat ... 65

BAB 5 PEMBAHASAN ... 67

5.1. Pengaruh Karakteristik Individu terhadap Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSUP H. Adam Malik Medan ... 67

5.1.1. Pengaruh Jumlah Tempat Praktik terhadap Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSUP H. Adam Malik Medan ... 67

5.1.2. Pengaruh Umur terhadap Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSUP H. Adam Malik Medan ... 68

5.1.3. Pengaruh Masa Kerja terhadap Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSUP H. Adam Malik Medan ... 70

5.1.4. Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSUP H. Adam Malik Medan ... 72

5.2. Pengaruh Karakteristik Organisasi terhadap Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSUP H. Adam Malik Medan ... 73

5.2.1. Pengaruh Pengawasan terhadap Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSUP H. Adam Malik Medan ... 73

5.2.2. Pengaruh Sarana Pelayanan terhadap Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSUP H. Adam Malik Medan ... 75

(15)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

6.1. Kesimpulan ... 78

6.2. Saran ... 78

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Jumlah Kematian Pasien Kebidanan di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009 ... 3

3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 39

3.2. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 42

4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Individu di RSUP H. Adam Malik Medan ... 50

4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengawasan di RSUP H. Adam Malik Medan ... 52

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Sarana Pelayanan di RSUP H. Adam Malik Medan ... 54

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Imbalan di RSUP H. Adam Malik Medan ... 56

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Organisasi di RSUP H. Adam Malik Medan ... 58

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja di RSUP H. Adam Malik Medan ... 59

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kinerja di RSUP H. Adam Malik Medan ... 60

4.8. Hubungan Karakteristik Individu dengan Kinerja di RSUP H. Adam Malik Medan ... 61

4.9. Hubungan Karakteristik Organisasi dengan Kinerja di RSUP H. Adam Malik Medan ... 63

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja Menurut Gibson ... 33

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 85

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 89

3. Distribusi Frekuensi (Uji Univariat) ... 90

4. Hasil Uji Chi-Square (Uji Bivariat) ... 96

5. Hasil Uji Regresi Berganda (Uji Multivariat) ... 103

6. Dokumentasi Penelitian ... 104

7. Surat Izin Penelitian dari FKM-USU Medan ... 105

8. Surat Keterangan Selesai Melaksanakan Penelitian dari RSUP H.Adam Malik Medan ... 106

(19)

ABSTRAK

Persentase kematian ibu akibat perdarahan, pre-eklamsia dan sepsis di RSUP.H.Adam Malik Medan masih tinggi, melebihi standar Depkes RI, demikian juga dengan persentase kematian bayinya. AKI dan AKB merupakan salah satu indikator yang menunjukkan kinerja (performance) tenaga kesehatan yang berperan dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak, termasuk dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. Berlakunya UUPK No 29 tahun 2004 dengan pembatasan 3 tempat praktik bagi dokter bertujuan memberikan pelayanan yang berkualitas.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu (jumlah tempat praktik, lama kerja, umur dan jenis kelamin) dan karakteristik organisasi (pengawasan dalam pelayanan, sarana pelayanan dan imbalan) terhadap kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan pasca diberlakukannya UUPK No 29 tahun 2004 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Jenis penelitian ini survey dengan tipe explanatory. Populasi penelitian sebanyak 52 orang dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan dan seluruh populasi menjadi sampel. Data diperoleh dengan wawancara, dianalisis dengan uji regresi linear berganda pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel karakteristik individu (jumlah tempat praktik, umur, lama kerja, jenis kelamin) dan karakteristik organisasi (pengawasan, sarana pelayanan, serta imbalan) berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. Variabel jumlah tempat praktik merupakan variabel yang memberikan pengaruh paling besar.

Disarankan RSUP. H. Adam Malik Medan mengevaluasi jumlah tempat praktik dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan sesuai UUPK No 29 tahun 2004 serta melengkapi sarana pelayanan yang dibutuhkan dalam pelayanan kebidanan dan penyakit kandungan. Peningkatan peran dan fungsi Komite Medik RSUP. H. Adam Malik Medan dalam pengawasan dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan sehingga terhindar dari tindakan malpraktik.

(20)

ABSTRACT

Percentage of maternal deaths due to haemorrhage, pre-eclampsia and sepsis in Haji Adam Malik General Hospital is still high, exceeding the Ministry of Health standards, as well as the percentage of infant mortality. AKI (Maternal Mortality Rate) and AKB (Infant Mortality Rate) are the indicator that shows the performance of health workers who play role in maternal and child health services, including specialists, obstetrics and gynecology. The Implementation of UUPK No.29/2004 by limiting third for the doctor's practice aims to provide a quality service.

The purpose of this study to analyze the influence of characteristics of individual (number of places of practice, length of service, age, and sex) and the characteristics of organization (control of service provided, service facilities, and reward) on the performance of Obstetrician and Gynecologist after the passing of UUPK No.29/2004 at Haji Adam Malik General Hospital, with an explanatory survey . The population of this study were all of 52 Obstetricians and Gynecologists and all of them were selected to be sample. The data for this study were obtained through interviews using questionnaires. The data obtained were analyzed through multiple linear regression test at α = 0.05.

The result of this study showed that statistically the variables of individual characteristics (number of places of practice, length of service, age, and sex) and the characteristics of organization (control of service provided, service facilities, and reward) had significant influence on the performance of Obstetrician and Gynecologist. The variable of number of places of practice was the dominant variable influenced on the performance of Obstetrician and Gynecologist.

Based on UUPK No.29/2004, the management of Haji Adam Malik General Hospital suggested to evaluate the number of places where the Obstetricians and Gynecologists do their medical practice and to equip the places with the service facilities needed by the Obstetrics and Gynecology service. The hospital role and function of the Medical Committee of Haji Adam Malik General Hospital in controlling the performance of the Obstetricians and Gynecologists need to be improved to avoid the Obstetricians and Gynecologists from doing malpractice.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR) dan Angka

Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) di Indonesia masih cukup

tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia,

dan lain-lain. Tahun 2008 AKI di Indonesia sebesar 226 per 100.000 kelahiran hidup

dan AKB sebesar 33 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2009). Di Provinsi

Sumatera Utara AKI tercatat sebesar 177,36 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB

sebesar 33,11 per 1.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara,

2009).

Menurut Roeshadi (2004), tingginya AKI dan AKB di Indonesia terkait

dengan semakin kompleksnya faktor penyulit yang dihadapi dalam persalinan seperti:

persalinan dengan eklampsia, persalinan dengan perdarahan, persalinan dengan

sepsis, waktu rawat inap ibu melahirkan yang panjang/partus tidak maju, persalinan

dengan BB lahir < = 2000 gram, serta pelayanan persalinan dengan seksio sesarea.

AKI dan AKB merupakan salah satu indikator yang menunjukkan kinerja

(performance) tenaga kesehatan yang berperan dalam pelayanan kesehatan ibu dan

anak, termasuk dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan yang masih

(22)

penyakit kandungan terkait dengan praktik dokter di beberapa tempat, sehingga

kualitas pelayanan medik pada saat melakukan pertolongan persalinan belum sesuai

dengan yang diharapkan. Kondisi semacam itu antara lain yang melatarbelakangi

keluarnya Undang-Undang Praktik Kedokteran (UUPK) No 29 tahun 2004, yang di

dalamnya memuat pembatasan 3 tempat praktik bagi dokter.

Pembatasan tiga tempat praktik yang diatur dalam pasal 37 ayat (2) Undang

Undang Praktik Kedokteran didasarkan pada pertimbangan: (a) menjamin tersedianya

waktu yang cukup tepat bagi pelayanan medis, (b) menjamin tersedianya waktu yang

cukup bagi dokter dan dokter gigi untuk melakukan penelitian, (c) menghindari

monopoli pelayanan medis oleh dokter-dokter yang lebih senior, (d) memberikan

kesempatan pada dokter untuk bersaing secara positif dalam pemberian pelayanan

kepada pasien, (e) untuk menghindari kelelahan sehingga dokter atau dokter gigi

dapat bekerja dengan kualitas yang maksimal, serta (f) lebih menyebarluaskan tenaga

dokter dan dokter gigi ke seluruh penjuru tanah air.

Pelayanan kedokteran spesialistik di Indonesia yang terkait erat dengan

peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan menggunakan indikator utama

yaitu AKI dan AKB adalah spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. Pentingnya

peran ilmu kebidanan karena mempelajari tentang kehamilan, persalinan, kala nifas

serta kembalinya alat reproduksi ke keadaan normal.

Berdasarkan data Persatuan Obstetri dan Gynekologi Indonesia (POGI

Cabang Propinsi Sumatera Utara) tahun 2009 terdapat 201 orang dokter spesialis

(23)

terbesar terdapat di Kota Medan yaitu sebanyak 125 orang (62,19%), hal ini

menunjukkan penyebaran dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan belum

merata di seluruh kabupaten atau kota.

Salah satu rumah sakit pemerintah di Kota Medan yaitu Rumah Sakit Umum

Pusat H.Adam Malik yang merupakan pusat rujukan. Kejadian ibu meninggal karena

melahirkan di rumah sakit ini berdasarkan data yang diperoleh tergolong tinggi

(Tabel 1.1).

Tabel 1.1. Jumlah Kematian Pasien Kebidanan di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009

Bulan Jumlah Pasien Kebidanan tahun 2009 Kematian Ibu

Kematian Sumber: Poli Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan IGD RSUP.H.Adam Malik Medan, 2009.

Tabel 1.2. di atas menunjukkan bahwa persentase pasien kebidanan dengan

perdarahan paling banyak, yaitu 120 orang, dari jumlah tersebut terdapat 4 orang

(3,3%) yang meninggal. Selanjutnya pasien kebidanan dengan preeklamsia sebanyak

(24)

kebidanan dengan sepsis sebanyak 40 orang, dari jumlah tersebut terdapat 2 orang

(5,0%) yang meninggal.

Indikator Kinerja Rumah Sakit (Depkes RI, 2005) menyebutkan bahwa

standar kematian (case fatality rate) ibu akibat perdarahan sebesar < 1%, akibat

pre-eklamsia sebesar < 3,0% dan akibat sepsis sebesar <0,2%. Dibandingkan dengan data

pada Tabel 1.2, maka dapat dijelaskan bahwa persentase kematian ibu akibat

perdarahan, pre-eklamsia dan sepsis di RSUP.H.Adam Malik Medan masih tinggi,

karena lebih tinggi dari standar Depkes RI.

Jumlah kematian bayi di RSUP.H.Adam Malik Medan selama tahun 2009

sebanyak 94 orang (14,1%) dari seluruh persalinan yang ditangani sebanyak 669 bayi,

dengan persentase kematian paling banyak akibat Berat Badan Bayi Lahir Rendah

(BBLR). Dibandingkan dengan Indikator Kinerja Rumah Sakit (Depkes RI, 2005),

bahwa kematian bayi di rumah sakit sebesar < 3%, maka persentase kematian bayi di

RSUP.H.Adam Malik Medan juga di atas angka standar Depkes RI.

Beberapa penelitian sebelumnya yang mengaji kinerja dokter setelah

pemberlakuan UUPK antara lain penelitian yang dilakukan Persatuan Rumah Sakit

Seluruh Indonesia (2005). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa di daerah yang

tuntutan malpraktik tinggi (kota-kota besar di Indonesia), sekitar 93% dokter

melakukan praktik kedokteran defensif, yaitu dengan melakukan banyak

pemeriksaan, prosedur diagnostik, dan merujuk kepada spesialis lain. Hasil penelitian

tersebut juga menunjukkan bahwa 43% dokter melakukan pemeriksaan lebih sering

dibanding semestinya, selain itu 42% dokter menyatakan enggan mengambil prosedur

(25)

Penelitian Nugroho (2009) terhadap 300 dokter, menyimpulkan bahwa lebih

dari 76% dokter menyatakan tuntutan malapraktik mengganggu kemampuan dokter

dalam memberikan pelayanan berkualitas. Berkaitan dengan kekhawatiran terhadap

ekses sistem tuntutan hukum yang berlebihan, 91% dokter merujuk pasien ke dokter

lain, 79% mengajukan lebih banyak pemeriksaan medis dibandingkan yang

semestinya, kemudian 71% merujuk pasien ke spesialis, 51% merekomendasikan

prosedur invasif, dan 41% meresepkan obat lebih banyak daripada yang diperlukan

sesuai pertimbangan medis.

Penelitian tentang kinerja dokter dilakukan Zulfendri (2006) tentang regulasi

dokter spesialis di Provinsi Sumatera Utara, menyimpulkan bahwa manajemen dokter

spesialis belum optimal di rumah sakit swasta, organisasi profesi belum optimal

melaksanakan pendidikan profesi berkelanjutan, serta belum optimalnya peraturan

daerah yang mendukung regulasi registrasi dan perizinan praktik dokter. Penelitian

Zufendri (2006) juga membandingkan regulasi dokter di Indonesia dibandingkan

dengan Negeri Pulau Pinang, dengan temuan bahwa pada umumnya rumah sakit

swasta di Sumatera Utara mempekerjakan dokter yang berstatus PNS dengan part

time sehingga pasien sulit ketemu dengan dokter pada saat dibutuhkan. Berbeda

dengan rumah sakit di Negeri Pulau Pinang, pasien mudah menjumpai dokter karena

pada umumnya dokter bekerja secara full time.

Penelitian Iryanto (2007), menyimpulkan bahwa munculnya perilaku berobat

ke luar negeri (Singapura dan Malaysia) akibat dari rendahnya kualitas pelayanan

(26)

karena rumah sakit di luar negeri memiliki fasilitas yang lebih lengkap serta

pelayanan dokter yang lebih baik.

Penelitian Sibuea (2007) tentang manajemen seksio sesarea emergensi;

masalah dan tantangan di RSUP H. Adam Malik Medan menyimpulkan bahwa

diagnosa partus tak maju atau distosia sebanyak 50,33% kasus adalah merupakan

indikasi seksio sesarea emergensi dan merupakan golongan rujukan. Manajemen

partus tak maju pada penelitian ini terjadi keterlambatan mengambil keputusan

merujuk pasien.

Kebijakan tempat praktik dokter sebagaimana diatur dalam UUPK

merupakan aturan yang mengarahkan dokter dalam melaksanakan pelayanan

kesehatan. Aspek lain yang perlu dipertimbangkan terkait dengan pelayanan dokter

spesialis kebidanan dan penyakit kandungan adalah faktor karakteristik organisasi.

Menurut Kopelman dalam Ilyas (2002), faktor karakteristik organisasi

merupakan determinan utama dalam menentukan kinerja, di samping faktor

karakteristik individu, lingkungan dan karakteristik pekerjaan. Dalam konteks

pelayanan dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan, kinerjanya

ditunjukkan dari pelayanan terhadap pasien berdasarkan standar pelayanan medik.

Kinerja merupakan penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas

maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun

kelompok (Ilyas, 2001). Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks

dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi. Untuk mengetahui faktor

(27)

Gibson et.al. (1996) mengatakan, kinerja adalah tingkat keberhasilan dalam

melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Banyak faktor yang memengaruhi kinerja individu. Gibson et.al. (1996)

mengelompokkan variabel-variabel yang dapat memengaruhi kinerja, yaitu

(a) variabel individual, (2) variabel psikologi, dan (3) variabel organisasi.

Kebijakan jumlah tempat praktik dokter tentunya menjadi salah satu faktor

individu dalam diri dokter yang memengaruhi kinerjanya dalam pelayanan kesehatan,

di samping faktor lain sebagaimana disebutkan Gibson et.al. (1996), yaitu;

(a) kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan ketrampilan,

latar belakang pribadi dan demografis. Variabel kemampuan dan ketrampilan

merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu.

Sedangkan variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak langsung, (b)

kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian, dan

motivasi mempunyai pengaruh yang tidak langsung, sehingga tidak menjadi variabel

dalam penelitian ini, (c) kelompok variabel organisasi terdiri dari variabel sumber

daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.

Kebijakan tersebut bertujuan meningkatkan kinerja dalam pelayanan, dalam

hal ini dikaji dari aspek keberadaan dokter spesialis kebidanan dan penyakit

kandungan di tempat selama jam kerja, jumlah pasien yang dilayani dan jumlah

(28)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam

penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh karakteristik individu (jumlah tempat

praktik, lama kerja, umur dan jenis kelamin) dan karakteristik organisasi

(pengawasan dalam pelayanan, sarana pelayanan dan imbalan) terhadap kinerja

dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan di Rumah Sakit Umum Pusat

Haji Adam Malik pasca diberlakukannya UUPK No 29 tahun 2004?.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu (jumlah tempat praktik,

lama kerja, umur dan jenis kelamin) dan karakteristik organisasi (pengawasan dalam

pelayanan, sarana pelayanan dan imbalan) terhadap kinerja dokter spesialis kebidanan

dan penyakit kandungan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pasca

diberlakukannya UUPK No 29 tahun 2004.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh karakteristik individu (jumlah tempat praktik, lama kerja, umur

dan jenis kelamin) dan karakteristik organisasi (pengawasan dalam pelayanan, sarana

pelayanan dan imbalan) terhadap kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit

kandungan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pasca diberlakukannya

(29)

1.5. Manfaat Penelitian

1) Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi manajemen RSUP H.Adam Malik

dalam pengambilan kebijakan tentang pelayanan dokter spesialis kebidanan dan

penyakit kandungan.

2) Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi dokter spesialis kebidanan dan

penyakit kandungan di rumah sakit dalam upaya meningkatkan kinerjanya.

3) Penelitian ini diharapkan menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut tentang

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Undang-Undang Praktik Kedokteran (UUPK)

Undang-Undang Praktik Kedokteran (UUPK) telah disetujui oleh DPR RI

pada 7 September 2004 dan telah efektif diberlakukan tanggal 6 Oktober 2005.

UUPK dibuat oleh DPR RI (melalui hak inisiatifnya) dengan tujuan untuk

memberikan jaminan mutu pelayanan kedokteran (dalam arti luas) bagi masyarakat.

Melalui UUPK ini, diharapkan output dari proses penyiapan dokter yang akan masuk

(sebagai input) dalam praktik kedokteran dapat tertata lebih baik.

Perumusan UUPK dimulai dengan berkembangnya gagasan untuk

membentuk Medical Council pada awal 1980-an. Baru pada sekitar 1998 prakarsa

perumusan Undang-Undang tentang Konsil Kedokteran memperoleh respon yang

positif dari Pemerintah. Beberapa ahli dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Biro

Hukum Depkes kemudian bekerja bersama-sama merumuskan Rancangan

Undang-undang (RUU) tentang Konsil Kedokteran. RUU tersebut kemudian diubah namanya

menjadi RUU tentang praktik kedokteran. Para pemrakarsa perumusan RUU

berkesempatan pula mengadakan studi banding ke berbagai negara termasuk negara

maju untuk mempelajari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

Konsil-Kedokteran dan Praktik Kedokteran (Idris, 2006).

UUPK memuat tujuan dari pembangunan kesehatan, kesehatan sebagai hak

(31)

penyelengaraan upaya kesehatan dan perlunya memberikan perlindungan dan

kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan dan dokter serta dokter gigi.

Secara keseluruhan, struktur dari UUPK adalah sebagai berikut : ketentuan umum,

azas dan tujuan, konsil kedokteran, standar pendidikan profesi kedokteran dan

kedokteran gigi, pendidikan dan pelatihan kedokteran dan kedokteran gigi, registrasi

dokter dan dokter gigi, penyelenggaraan praktik kedokteran, disiplin dokter dan

dokter gigi, pembinaan dan pengawasan, serta ketentuan pidana.

Pengaturan praktik kedokteran pada dasarnya harus ditujukan untuk

menunjang pembangunan nasional bidang kesehatan. Pembangunan nasional bidang

kesehatan yang tertuang dalam visi Indonesia Sehat 2010, secara jelas mengharapkan

masa depan kesehatan bangsa yang ingin dicapai, yaitu ”kehidupan masyarakat,

bangsa dan negara ditandai oleh penduduk yang hidup dalam lingkungan dan dengan

prilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan

yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia”.

Dalam pasal 2 dan 3 UUPK (2004), dinyatakan bahwa pengaturan

penyelenggaraan praktik kedokteran dilandaskan pada asas kenegaraan, keilmuan,

kemanfaatan, kemanusiaan dan keadilan. Keberadaan UUPK dimaksudkan untuk:

1) memberikan perlindungan kepada pasien, 2) mempertahankan dan meningkatkan

mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi, dan

(32)

2.1.1. Pengaturan Praktik Kedokteran

Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara

dokter atau dokter gigi dan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan,

pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan

kesehatan. Dokter atau dokter gigi yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) dan

menyelengarakan praktik kedokteran wajib memasang papan nama. Dalam hal

berpraktik di sarana pelayanan kesehatan, pimpinan sarana pelayanan kesehatan

wajib membuat daftar dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran.

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengiizinkan dokter dan dokter gigi

yang tidak memiliki SIP untuk melakukan praktik di sarananya.

Dokter dan dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib

mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi yang dibedakan

menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan. Standar pelayanan akan diatur

dengan Peraturan Menteri. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang

akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan setelah pasien mendapat

penjelasan lengkap. Persetujuan dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.

Setiap tindakan yang mengandung risiko harus diberikan dengan persetujuan tertulis

yang ditanda tangani oleh yang berhak.

Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib

membuat rekam medis yang harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima

pelayanan kesehatan. Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan

(33)

medik merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan,

sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien.

Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktiknya wajib

menyimpan rahasia kedokteran. Rahasia dapat dibuka hanya untuk kepentingan

pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum, permintaan pasien sendiri,

atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

2.1.2. Izin Praktik

Dalam UUPK Bab II Pasal 2 disebutkan bahwa Setiap dokter dan dokter gigi

yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki Surat Izin Praktik

(SIP) yang dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di

kabupaten/kotamadya tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi yang

dilaksanakan. Surat izin Praktik hanya berlaku untuk 1(satu) tempat praktik. Untuk

memperoleh SIP dokter atau dokter gigi harus mengajukan permohonan kepada

kepala dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat praktik dilaksanakan, dengan

persayaratan : (a) memiliki surat tanda registrasi dokter, (b) mempunyai tempat

praktik, (c) memiliki rekomendasi dari organisasi profesi. Dokter hanya bisa

menjalankan praktik apabila telah mimiliki Surat Tanda Registrasi (STR). SIP masih

tetap berlaku sepanjang tempat praktik masih sesuai dengan SIP. STR berlaku untuk

lima tahun (Idris, 2003 ; Cahyono, 2008).

Dokter hanya dapat menjalankan praktik apabila sudah terregistrasi. Proses

(34)

praktik. Praktik diserahkan pada mekanisme pasar (misalnya disesuaikan dengan

kondisi pasar asuransi kesehatan yang ada, misalnya Belanda). Ada negara yang

menyerahkan kewenangan izin praktik ke institusi profesi (Kolegium profesi ini di

tingkat provinsi, misalnya Kanada). Ada negara yang mengatur izin praktik melalui

institusi Departemen Kesehatan.

Izin praktik dilakukan oleh institusi Depatemen Kesehatan setelah mendapat

rekomendasi dari institusi profesi (IDI). Untuk izin praktik, secara khusus UUPK

juga mengatur hal tersebut namun tidak jauh berbeda dengan proses perizinan selama

ini (Idris, 2006).

Selain menempatkan prinsip-prinsip utama dalam menjaga mutu dokter (yang

akan menjadi input) dalam proses pelayanan kedokteran, melalui mekanisme

registrasi dan pendisiplinan, UUPK juga mengatur tentang penyelenggaraan praktik.

Hal-hal yang diatur tersebut meliputi: surat izin praktik (SIP), pelaksanaan praktik,

standar pelayanan, persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi, rekam

medis, rahasia kedokteran, kendali mutu dan kendali biaya, hak dan kewajiban dokter

dan dokter gigi, hak dan kewajiban pasien, serta hal yang terkait dengan pembinaan

penyelenggaraan praktik.

Pengaturan-pengaturan di atas sangat bersifat teknis tentang tempat praktik

maksimal hanya tiga tempat sebagai upaya menjaga mutu praktik kedokteran, namun

tidak mempertimbangkan kepentingan daerah yang memang dokternya masih sangat

dibutuhkan di beberapa tempat dan mobilitasnya jauh lebih baik (tidak separah

(35)

pasal-pasal tersebut cukup diatur dalam keputusan Menteri Kesehatan saja atau

Peraturan Daerah (Idris, 2006)

2.1.3. Ketentuan Pidana (Sanksi)

Pasal 75 sampai dengan pasal 80 dalam UUPK menyebutkan sanksi hukuman

pidana penjara dan atau denda dapat diberikan kepada setiap dokter dan dokter gigi,

apabila :

1. Melakukan praktik tanpa memiliki surat tanda registrasi

2. Melakukan praktik tanpa SIP

3. Menyalahgunakan gelar dokter oleh yang tak berhak.

4. Menggunakan alat, metode, dan lain-lain yang ingin mengesankan

penggunaannya seolah-olah dokter.

5. Tidak memasang papan nama, tidak membuat rekam medis, tidak

memenuhi kewajiban.

6. Mempekerjakan dokter dan dokter gigi yang tidak memiliki SIP.

Pidana penjara maksimum berlangsung antara 1 tahun sampai dengan 10

tahun. Misalnya pidana penjara tidak membuat rekam medis paling lama satu tahun,

sedangkan dengan mempekerjakan dokter yang tidak memiliki SIP dapat dipenjara

paling lama sepuluh tahun (pimpinan sarana pelayanan).

Pidana denda paling banyak berkisar antara Rp.50 juta sampai dengan Rp.300

(36)

paling banyak Rp.50 juta, sedangkan mempekerjakan dokter tanpa SIP dapat pidana

denda paling banyak Rp.300 juta. (Idris, 2006 dan UUPK, 2004).

Sanksi atau upaya pembinaan dokter anggota IDI yang tidak secara

sungguh-sungguh menjalankan sumpahnya dan aturan etik organisasi lebih bersifat sanksi

moral dan administratif. Sanksi ini, paling tinggi adalah memecat dokter tersebut

sebagai anggota, dan pada yang bersamaan mengusulkan pencabutan izin praktiknya

ke pihak berwenang. IDI, dengan niat untuk menjaga keluhuran profesi kedokteran

dari beberapa permasalahan etik yang diprediksikan dapat melunturkan sifat luhur

profesi kedokteran, telah berinisiatif dan proaktif mendorong berbagai langkah jangka

panjang (yang lebih sistemik sifatnya) dan langkah jangka pendek (yang lebih

kasuistik).

Apabila dokter melakukan upaya praktik kedokteran yang tidak semestinya

(melakukan technical misconduct) maka sanksi yang diberikan lebih pada upaya

memperbaiki kompetensi dokter tersebut, antara lain dengan memerintahkan dokter

tersebut untuk sekolah lagi (reschooling). Sanksi maksimal dari penegakan disiplin

profesi adalah pencabutan kewenangan dari dokter tersebut.

2.1.4. Pembatasan Tempat Praktik

Mengenai permohonan pembatasan tempat praktik terdapat pada

Undang-Undang Repubik Indonesia No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 37

ayat (2); “Surat izin praktik dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat”. Perlindungan, kepastian

(37)

dengan pembatasan tempat praktik dokter. Menurut Mahkamah Konstitusi, sebagai

manusia dokter memiliki keterbatasan fisik dan mental, sehingga fungsi memberikan

pelayanan kesehatan masyarakat akan lebih mendapat kepastian hukum

(rechtszekerheid) dan perlindungan hukum (rechtsbescherming) dengan adanya

pembatasan tersebut

Perlindungan hukum bagi dokter sebagai pemberi jasa kesehatan (health

provider) dan juga pasien sebagai penerima layanan kesehatan (health receiver),

pembatasan praktik di tiga tempat akan memberikan kesempatan kerja bagi

dokter-dokter muda di seluruh Indonesia, sehingga pemerataan kerja dan pelayanan

kesehatan masyarakat dapat diberikan secara simultan.

Pembatasan tempat praktik kedokteran tersebut pada satu sisi

menimbulkan beban moral akibat bertentangan dengan sumpah dokter (Hipocrates

oath) yang menegaskan adanya nobeles oblige (responsibility of profession)

profesi dokter, antara lain janji membaktikan hidup guna kepentingan

perikemanusiaan dan janji menjalankan tugas dengan mengutamakan kepentingan

masyarakat (www.hukumonline.com).

2.2. Pelayanan Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan

Beberapa pengertian dalam pelayanan kebidanan dan penyakit kandungan

menurut Martaadisoebrata (2009) adalah:

a. Obstetri Ginekologi Klinik: Ilmu yang mempelajari alat dan fungsi

reproduksi, baik laki-laki maupun wanita, yang merupakan bagian integral

(38)

b. Obstetri Ginekologi Sosial: Ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik

antara alat dan fungsi reproduksi dengan lingkungannya, terutama lingkungan

sosial.

c. Kesehatan Reproduksi: Ilmu yang mempelajari alat dan fungsi reproduksi,

baik laki-laki maupun wanita, yang merupakan bagian integral dari sistem

tubuh lainnya, serta hubungannya secara timbal balik dengan lingkungannya,

terutama lingkungan sosial.

Pelayanan dalam bidang obstetri dan ginekologi merupakan bagian dari

pelayanan kesehatan secara umum. Pelayanan dalam bidang obstetri dan ginekologi

merupakan pelayanan kesehatan terhadap seorang perempuan yang meliputi kedua

jenis pelayanan kesehatan tersebut. Pada awalnya dokter spesialis obstetri dan

ginekologi hanya terfokus pada kesehatan reproduksi perempuan terutama untuk

persalinan yang aman dan berhasil baik serta masalah penyakit ginekologik. Namun,

saat ini pelayanan ini menjadi lebih luas bahkan seorang dokter spesialis obstetri

ginekologi sangat mungkin menjadi pemberi pelayanan primer bagi seorang

perempuan (FK-UI, 2001).

Menurut Martaadisoebrata (2009), kesehatan reproduksi dijabarkan atau lebih

dikenal sebagai Obstetri Ginekologi. Pada awalnya ilmu ini menggambarkan

perkembangan alat dan fungsi reproduksi. Obstetri berkaitan dengan kehamilan,

persalinan dan masa nifas, sedangkan Ginekologi adalah ilmu yang mempelajari alat

dan fungsi reproduksi wanita di luar kehamilan, baik yang fisiologis maupun

(39)

berkonotasi klinik. Tujuannya tidak lain adalah untuk mempelajari dan mengobati

proses reproduksi atau kelainan/penyakit yang ada pada manusia, bukan

mengamankan manusia yang sedang mengalami proses reproduksi atau manusia yang

menderita kelainan/penyakit.

Perkembangan Obstetri Ginekologi Klinik, sebagai akibat perkembangan

ilmu, bioteknologi dan ketrampilan klinik, yang mempunyai ciri Akademis dan

berwawasan klinik individualistis. Pada perkembangan selanjutnya diketahui bahwa

peristiwa biomedis itu ternyata tidak berdiri sendiri. Misalnya, pada peristiwa

kehamilan. Apakah kehamilan tersebut akan berjalan normal atau patologis, sangat

dipengaruhi oleh karakteristik dan faktor sosial wanita tersebut, seperti umur, paritas,

sosioekonomi, dan budaya serta gambaran demografi. Demikian pula dengan

kejadian HIV/AIDS dan Karsinoma Serviks, berkaitan dengan perkawinan remaja,

kawin cerai dan promiskuitas (Martaadisoebrata, 2009).

Setiap tindakan medis dapat berpengaruh terhadap kehidupan sosial dan

Quality of Life (QOL) selanjutnya, seperti tindakan pada partus lama dapat

menimbulkan infertilitas sekunder atau fistula genitalia, atau tindakan operasi.

Kemoterapi dan radiasi pada karsinoma ovarii, dapat menyebabkan kesulitan seksual

atau keterbatasan kemampuan hidup (Martaadisoebrata, 2009).

Upaya menjamin kualitas pelayanan dokter spesialis kebidanan dan penyakit

kandungan, maka dalam struktur organisasi POGI terdapat Dewan Pertimbangan

(40)

Klinik (MRK). Yang dimaksud dengan risiko ialah: kesalahan/malpraktik/

penyimpangan/efek samping/ kematian sampai ketidak puasan pasien pada luaran.

Pengendalian pelayanan Obstetri Ginekologi seyogyanya merupakan suatu

bagian dari system yang mempunyai kehendak meningkatkan mutu terus menerus.

Pada kenyataannya ketidakpuasan pasien yang berupa tuntutan terus meningkat,

diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Upaya yang direncanakan untuk mengurangi

dampak kelemahan pelayanan ialah dengan membentuk manajemen risiko klinik

(clinical risk management). Melalui upaya ini diharapkan identifikasi kelemahan

dapat diketahui secara dini dan diredam dengan maksud meningkatkan mutu secara

keseluruhan (Wiknjosastro, 2003).

Ruang lingkup MRK ditujukan terutama bidang Obstetri, namun dapat

diperluas pada ginekologi dan perinatal. Kegiatan kelompok ini ialah berkaitan

dengan masalah (risiko) : identifikasi risiko, analisa risiko/masalah, pengendalian

risiko, pendanaan risiko. Risiko tersebut berkembang secara bertahap, sehingga

kelompok kerja harus bersikap proaktif. Dengan demikian diperlukan kepemimpinan

dan organisasi yang mantap, dimana dapat bekerja sama dengan pimpinan namun

bersifat tegas (Wiknjosastro, 2003).

Tujuan identifikasi risiko menelaah kesalahan yang terjadi pada pelayanan

Obstetri Ginekologi. Seharusnya penyidikan langsung dilakukan begitu diketahui

adanya kesalahan (risiko). Risiko dapat menyangkut : kematian, kesakitan atau efek

(41)

Sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat saat ini dirasakan

bahwa dengan pendekatan Obstetri Ginekologi Klinik saja tidak mungkin dapat

menyelesaikan masalah kesehatan reproduksi secara paripurna, karena ada

keterbatasan, baik dalam pengertian Falsafah, Wawasan maupun Garapannya. Untuk

itu perlu dikembangkan Obstetri Ginekologi Sosial. Sesuai dengan tahap

perkembangannya kita sekarang mengenal tiga keilmuan yang berkaitan dengan

kesehatan reproduksi, yaitu Obstetri Ginekologi Klinik, Obstetri Ginekologi Sosial

dan Kesehatan Reproduksi sendiri (Martaadisoebrata, 2009).

Pada saat Obstetri Ginekologi Sosial dikembangkan, sebetulnya tujuan

pertama adalah untuk mengingatkan para dokter spesialis kebidanan dan penyakit

kandungan (SpOG) akan adanya ketimpangan antara perkembangan ilmu dan

bioteknologi yang dianut para klinisi dengan hasil yang dicapai dalam

penanggulangan masalah kesehatan reproduksi. Di satu fihak perkembangan ilmu

bioteknologi menghasilkan subspesialisasi seperti Feto Maternal, Onkologi

Reproduksi dan Fertiliti Endokrinologi Reproduksi, di lain pihak angka

kematian/kesakitan ibu/anak masih tetap tinggi, demikian juga dengan prevalensi

STD/HIV/AIDS (Martaadisoebrata, 2009).

Obstetri Ginekologi Sosial juga ingin mengingatkan akan adanya pengaruh

timbul balik antara proses biomedis reproduksi serta hasil penanganannya, dengan

faktor sosial. Karena itu para klinisi digugah agar mau memperluas wawasan, baik

secara konseptual maupun implementasinya. Di sini sengaja digunakan istilah

(42)

Ginekologi Sosial) tidak bermaksud untuk menghilangkan Obstetri Ginekologi

Klinik. Seorang Obstetri Ginekologi Sosial harus tetap seorang klinisi yang mahir.

Hanya saja wawasannya diperluas, dengan pengertian bahwa SpOG tersebut harus

memikirkan bagaimana kemampuan kliniknya, di samping bermanfaat bagi setiap

wanita sebagai individu, dapat pula dimanfaatkan secara efektif dan efisien, oleh

sebagian besar masyarakat yang memerlukannya (Martaadisoebrata, 2009)

2.2.1. Angka Kematian Ibu dan Bayi sebagai Masalah Kebidanan dan Penyakit Kandungan

Pada Millenium Development Goals (MDGs) disebutkan bahwa akselerasi

penurunan angka kematian ibu dan bayi merupakan salah satu tujuan dan target yang

ingin dicapai. Pada tujuan 4 MDGs dinyatakan penurunan angka kematian bayi

dengan target penurunan 2/3 pada tahun 2015, serta pada tujuan 5 dinyatakan

penurunan angka kematian ibu dengan target penurunan 3/4 pada tahun 2015.

Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara sistematis mulai Repelita I

(1969), telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia

khususnya di Propinsi Sumatera Utara. Derajat Kesehatan diukur berdasarkan angka

Kematian (Mortalitas), angka Kesakitan (Morbiditas), status gizi dan umur harapan

hidup (UHH).

Berdasarkan penelitian WHO diseluruh dunia terdapat kematian ibu sebesar

500.000 jiwa per tahun dan kematian bayi khususnya neonatus sebesar 10.000.000

jiwa pertahun. Kematian maternal dan Bayi terjadi terutama di Negara berkembang

(43)

karena kejadiannya tersebar (sporadis), berbeda dengan kematian yang terjadi akibat

banjir, tanah longsor, bencana alam lainnya atau korban kecelakaan. Sebenarnya

kematian ibu dan bayi mempunyai peluang yang sangat besar untuk dihindari dengan

meningkatkan kerjasama antar pemerintah, swasta, dan badan-badan sosial lainnya.

WHO memperkirakan jika ibu hanya melahirkan rata-rata 3 bayi, maka

kematian ibu dapat diturunkan menjadi 300.000 jiwa dan bayi sebesar 5.600.000

jiwa pertahun. Sebaran kematian ibu di Indonesia bervariasi di antara 130 sampai 780

dalam 100.000 persalinan hidup. Kendatipun telah dilakukan usaha yang intensif dan

dibarengi dengan makin menurunnya angka kematian ibu dan bayi di setiap rumah

sakit, kematian ibu di Indonesia masih berkisar 307 per 100.000 kelahiran hidup.

Sedangkan kematian bayi sekitar 35 per 1.000 kelahiran hidup. Untuk lebih

mengetahui angka kematian ibu dan perinatal di Indonesia berikut ini disajikan

beberapa tabel yang dapat memberikan gambaran kondisi tersebut (Depkes RI, 2008).

Angka Kematian Bayi (AKB) di Propinsi Sumatera Utara telah dapat

diturunkan secara bermakna selama dekade 70 sampai 80-an dari 121 per 1000

kelahiran hidup menurun tajam menjadi 89 per 1000 kelahiran hidup. Memasuki

dekade 90-an, penurunan AKB Propinsi Sumatera Utara menunjukkan indikasi

perlambatan, dengan melandainya penurunan AKB mulai tahun 1995. Berturut-turut

50 (1995), 49 (1996), 41 (1997), 41 (2000) dan 37 (2002-2003). Bila dibandingkan

dengan angka nasional, penurunan AKB di Propinsi Sumatera Utara cenderung lebih

lambat, dimana pada tahun 2003 AKB secara nasional yaitu 35 per 1000 kelahiran

(44)

Seperti juga AKB, secara nasional maupun lokal, AKI juga menunjukkan

penurunan. Berdasarkan SKRT 1995 dilaporkan AKI di Indonesia yaitu sebesar 384

per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2003 sebesar 307 per 100.000 kelahiran

hidup. Untuk propinsi Sumatera Utara, AKI pada tahun 1995 adalah 373 per 100.000

kelahiran hidup menurun menjadi 345 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2003.

Dari angka Nasional dan propinsi ini terkait bahwa pada tahun 1995 AKI di Propinsi

Sumatera Utara lebih rendah 7 point dari AKI Indonesia pada tahun yang sama.

Namun pada tahun 2003, AKI di daerah ini justru tertinggal 38 point dari angka

nasional. Hal ini menunjukkan bahwa memasuki dekade 21 dimana reformasi,

otonomi dan desentralisasi diluncurkan dengan tujuan mempercepat pembangunan di

daerah ternyata belum berjalan dengan optimal, terlihat dari pembangunan kesehatan

mengalami stagnasi dan kemunduran. Beberapa asumsi penyebab yaitu (Dinkes

Sumut, 2005):

1. Adanya vested-intrested (perbedaan kepentingan) dalam pelaksanaan otonomi

daerah.

2. Kurangnya perhatian pemerintah untuk pembangunan kesehatan dilihat dari

rendahnya alokasi pembiayaan untuk sektor kesehatan.

3. Kurangnya kemampuan dan kesiapan SDM tenaga kesehatan di dalam

menghadapi otonomi itu sendiri.

Kehamilan, disatu sisi merupakan saat-saat yang membahagiakan bagi

seorang ibu, tetapi juga dapat menjadi suatu keadaan yang mengkhawatirkan bila ada

(45)

kehamilan seperti perdarahan pasca persalinan, eklampsia, sepsis, dan komplikasi

keguguran menyebabkan tingginya kasus kematian ibu di banyak negara

berkembang.

Kematian ibu didefenisikan sebagai kematian seorang wanita yang terjadi

pada masa kehamilan atau dalam waktu 42 hari setelah berakhirnya kehamilan tanpa

memperdulikan lama dan letak kehamilan, akibat setiap hal yang berhubungan

dengan dan/atau dipicu oleh kehamilan atau penatalaksanaannya, tetapi bukan oleh

sebab kecelakaan. ICD-X membagi kematian maternal menjadi dua kelompok yaitu

kematian obstetrik langsung, yaitu kematian yang disebabkan oleh komplikasi

obstetrik pada saat kehamilan, persalinan dan nifas maupun akibat tindakan-tindakan,

kesalahan-kesalahan karena penanganan yang tidak tepat/benar ataupun gabungan

kejadian berbagai hal diatas. Kelompok kedua adalah kematian obstetrik tidak

langsung yaitu kematian maternal yang terjadi karena penyakit yang ada sebelumnya

atau mulai terjadi pada saat kehamilan dan tidak disebabkan oleh penyebab langsung

tetapi diperberat oleh efek fisiologis dari kehamilan.

Kematian bayi merupakan kematian seorang bayi pada masa tahun pertama

kelahirannya. Berdasarkan International Case Effort (ICE), penyebab kematian bayi

dibagi menjadi delapan kategori, yaitu anomali kongenital, asfiksia, imaturitas,

infeksi, Sudden Death Infant Syndrome (SIDS), kematian mendadak yang tidak bisa

dijelaskan sebabnya, penyebab eksternal dan kondisi lainnya. Kematian balita adalah

kematian yang terjadi pada anak sebelum mencapai usia lima tahun (Depkes RI,

(46)

2.3. Kinerja

Kinerja merupakan terjemahan dari performance. Selain bermakna kinerja,

performance juga diterjemahkan secara beragam. Keragaman tersebut salah satunya

diungkapkan oleh Sedarmayanti (2001), bahwa “performace dapat diterjemahkan

menjadi kinerja, juga berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau

hasil kerja/unjuk kerja/penampilan kerja”

Hasibuan (2003), menyatakan kinerja sebagai prestasi kerja mengungkapkan

bahwa “prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam

melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang disandarkan atas

kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”. Mangkunegara (2001)

berpendapat “prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang

dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Rahardja (2004) menyatakan bahwa kinerja merupakan tindakan yang

menunjukkan bahwa dia adalah anggota kelompok. Pernyataan tersebut menunjukkan

bahwa kinerja menunjuk (mengacu) pada perbuatan atau tingkah laku seseorang di

dalam suatu kelompok (organisasi). Brown (dalam Rahardja, 2004) mengemukakan

bahwa kinerja adalah manifestasi konkret dan dapat diobservasi secara terbuka atau

realisasi suatu kompetensi.

Menurut Prawirosentono (1999) kinerja seorang pegawai akan baik, jika

pegawai mempunyai keahlian yang tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya

(47)

Secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kerja

dan kinerja individu, yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel

psikologis (Gibson et.al, 1996). Kelompok variabel individu terdiri dari variabel

kemampuan dan ketrampilan, latar belakang pribadi dan demografis. Variabel

kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi perilaku

kerja dan kinerja individu, sedangkan variabel demografis mempunyai pengaruh yang

tidak langsung. Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap,

kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga,

tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Kelompok

variabel organisasi terdiri dari variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan,

struktur dan desain pekerjaan.

Menurut Gomes (2003), aspek organisasional cenderung lebih berpengaruh

terhadap pelaksanaan kegiatan pelayanan di institusi kesehatan dibandingkan

lingkungan fisik. Faktor organisasional yang mendukung akan sangat

berpengaruh terhadap semangat kerja karyawan dalam suatu pekerjaan yang

dilakukan, sehingga perusahaan haruslah mengusahakan agar faktor-faktor yang

dalam organisasinya dapat diusahakan sedemikian rupa dan memberi pengaruh

positif.

Organisasi yang dipersiapkan baik akan mendukung produktivitas kerja

karyawan yang lebih baik sehingga kemampuan tenaga kerja juga semakin baik.

Kemampuan kerja yang baik akan menghasilkan keluaran organisasi yang lebih

(48)

Variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi, yang pada akhirnya

secara langsung memengaruhi kinerja individu (Gomes, 2003).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah unjuk

kerja seseorang dalam melaksanakan tugas sebagai realisasi konkret dari kompetensi

berdasarkan kecakapan, pengalaman dan kesungguhan.

Menurut Rivai (2004), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang

kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan

standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan proses

yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang,

meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.

Menurut Rivai (2004) pada dasarnya ada dua model penilaian kinerja :

1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu

a. Skala Peringkat (Rating Scale)

Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam

penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian

yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu,

mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

b. Daftar Pertanyaan (Checklist)

Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam

tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau

(49)

Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah,

penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi.

c. Metode dengan Pilihan Terarah

Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi

subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini

adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah

penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan

deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.

d. Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)

Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait

langsung dengan pekerjaannya.

e. Metode Catatan Prestasi

Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan

penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional,

misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan

aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.

f. Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored

Rating Scale=BARS)

Penggunaan metode ini menuntut diambilnya tiga langkah, yaitu:

1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja

(50)

3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku

karyawan yang dinilai dengan jelas.

g. Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)

Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM.

Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal

karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.

h. Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)

Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang

menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan

mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian

praktik yang langsung diamati oleh penilai.

i. Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan

karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.

2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan

a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)

Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri

dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan

dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek

perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.

(51)

Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia

bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja

karyawan secara individu di waktu yang akan datang.

c. Penilaian dengan Psikolog

Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi,

diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia

2.4. Rumah Sakit Milik Pemerintah

Ada dua jenis pemilikan Rumah Sakit Pemerintah, yaitu Rumah Sakit milik

Pemerintah Pusat (RSUP) dan Rumah Sakit milik Pemerintah Provinsi dan kabupaten

atau kota (RSUD). Kedua jenis Rumah Sakit Pemerintah ini berpengaruh terhadap

gaya manajemen rumah sakit masing-masing. Rumah Sakit Pemerintah Pusat,

mengacu kepada Departemen Kesehatan, sementara rumah sakit pemerintah provinsi

dan kabupaten atau kota mengacu pada stakeholder utamanya yaitu pimpinan daerah

dan lembaga perwakilan masyarakat daerah. Rumah sakit pemerintah pusat sebagian

adalah rumah sakit pendidikan yang cukup besar dengan hubungan khusus ke

fakultas kedokteran (Trisnantoro, 2006).

Rumah sakit merupakan salah satu jaringan pelayanan kesehatan yang

penting, karena rumah memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya peningkatan

derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Peran strategis ini diperoleh karena rumah

sakit adalah fasilitas kesehatan yang padat teknologi dan padat pakar. Peran tersebut

(52)

epidemiologi penyakit, perubahan struktur demografis, perkembangan IPTEK,

perubahan struktur sosio-ekonomi masyarakat, pelayanan yang lebih bermutu, ramah

dan sanggup memenui kebutuhan mereka yang menuntut perubahan pola pelayanan

kesehatan di Indonesia (Aditama, 2006).

Pada sistem kesehatan nasional Indonesia, rumah sakit pendidikan

mempunyai kedudukan yang sangat penting, yaitu merupakan pusat rujukan regional

dan nasional, baik medik maupun kesehatan. Di pihak lain rumah sakit pendidikan

juga merupakan tempat dihasilkannya sumber daya manusia di bidang kesehatan,

(Aditama, 2006)

Rumah sakit pendidikan di negara maju umumnya bermutu lebih baik

dibandingkan rumah sakit non pendidikan. Setidaknya hal ini diperlihatkan oleh

peringkat rumah sakit di Amerika Serikat yang dikeluarkan oleh US News 2001

dimana keseluruhan 50 RS terbaik di Amerika Serikat merupakan RS Pendidikan,

baik yang dimiliki ataupun berafiliasi ke universitas.

2.5. Landasan Teori

Tujuan kebijakan pembatasan tempat praktik untuk memperbaiki kualitas

pelayanan dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan terkait dengan faktor

individu, psikologi dan organisasi (Gibson et.al. (1996), secara skematis teori Gibson

(53)

Gambar 2.1. Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja Menurut Gibson

Berdasarkan teori di atas bahwa kemampuan dan kemauan dokter dalam

melaksanakan kebijakan, hal ini menyangkut faktor karakteristik individu dokter

yang menjadi fokus dari kebijakan pembatasan tempat praktik, serta faktor psikologi

dan organisasi terkait dengan pelaksanaan pelayanan dokter spesialis kebidanan dan

penyakit kandungan.

Prinsip praktik kedokteran masa kini adalah kendali mutu, kendali biaya,

berkeadilan, merata, terjangkau, terstruktur, dan aman dalam sebuah sistem pelayanan

kesehatan berkualitas. Diberlakukannya Undang-undang (UU) No 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran diharapkan bisa memperbaiki kualitas pelayanan dokter

kepada pasiennya.

Pembatasan tempat praktik merupakan suatu perubahan besar bagi dunia

kedokteran di Indonesia. UUPK dibuat dalam rangka memberikan kepastian dan

perlindungan hukum, untuk meningkatkan, mengarahkan, dan memberikan landasan

hukum serta menata kembali berbagai perangkat hukum yang mengatur

KINERJA

- Disain pekerjaan

Gambar

Tabel 1.1. Jumlah Kematian Pasien Kebidanan di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009
Gambar 2.1. Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja Menurut Gibson
Gambar  2.2.  Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

To obtain well-distributed, stable and quantity controllable features, UR-SIFT algorithm is adopted in source image, meanwhile, SIFT with lower contrast threshold

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang tidak akan direklasifikasi ke laba rugi. Penyesuaian akibat penjabaran laporan keuangan dalam mata

Faktor persamaan suatu negara yang dapat menyebabkan terjadinya kerjasama ekonomi antar negara adalah..... Persamaan

Memperoleh gelar/ijazah yang tidak sesuai dengan bidang yang diampunya, membimbing siswa dalam praktik kerja nyata/praktik industri/ekstrakurikuler dan

Dengan adanya web untuk sebuah dealer sepeda motor suzuki maka semua proses pemesanan kendaraan yang terjadi didalam sebuah dealer sepeda motor akan menjadi lebih efisien dan

Program studi yang diusulkan harus memiliki manfaat terhadap institusi, masyarakat, serta bangsa dan negara. Institusi pengusul memiliki kemampuan dan potensi untuk

Penelitian mengenai Evaluasi Tarif Angkutan Umum Pedesaan (Studi kasus bus Garuda Tiga jurusan Baturetno - Wonogiri) belum pernah diteliti, meskipun demikian pernah

[r]