• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. (termasuk puisi) yang dianalisis, sekarang semakin berkembang dengan berbagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. (termasuk puisi) yang dianalisis, sekarang semakin berkembang dengan berbagai"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

Analisis terhadap teks sastra yang bertujuan untuk memahami karya sastra (termasuk puisi) yang dianalisis, sekarang semakin berkembang dengan berbagai macam pendekatannya. Secara umum, pendekatan tersebut meliputi pendekatan intrinsik dan pendekatan ekstrinsik.

Setiap pengkajian tersebut bertujuan agar karya sastra itu dapat dipahami lebih baik sehingga dapat dinikmati (dulce) lebih intens serta dapat ditarik manfaatnya (utile) dalam memahami hidup ini (Sudjiman, 1993: 1; Mas, 1988: 9). Dengan kata lain, semua pendekatan baik intrinsik maupun ekstrinsik , dilakukan sebagai usaha merebut makna yang terkandung di dalam karya sastra tersebut serta menikmati keindahannya.

Pada kajian intrinsik karya sastra, bahasa sebagai medium sastra tidak dapat diabaikan. Karya sastra disusun dengan bahasa (Widdowson, 1978: 203). Apapun rumusan dan pengertian orang tentang sastra, bahasa tetap merupakan medium sastra yang tidak dapat diabaikan (Subroto, 1976: 13). Medium bagi penciptaan seni sastra adalah bahasa. Bahasa bagi seni sastra dapat disamakan dengan garis dan bidang bagi seni lukis, gerak dan irama pada seni tari, nada dan irama pada seni musik dan sebagainya. Oleh sebab itu, tidak dapat dipungkiri bahwa karya sastra memiliki status khusus sebagai seni verbal (Cummings dan Simmons, 1986: vii). Selanjutnya

(2)

Cummings dan Simmons menyatakan bahwa bahasa merupakan aktivitas bermakna. Bahasa sebagai inti dari semiotika kemanusiaan dan sebagai model bagi semua bentuk perilaku bermakna lainnya. Dengan demikian, untuk memahami hakikat bahasa, kita harus memiliki kepekaan terhadap pola-pola makna dalam semua jenjang bahasa seperti simbol-simbol grafik, leksikogramatikal, serta organisasi semantik yang terdapat dalam setiap bentuk teks.

Karya sastra bersifat teks-contained sehingga interpretasi sebuah karya sastra ditemukan dalam karya itu sendiri (Widdowson, 1978: 203; Teeuw, 1983: 22). Widdowson selanjutnya menyatakan sebagai berikut:

With literary text, generally speaking we can concentrate on the text itself without worrying about distracting social appendages. Literary messages manage to convery meaning because they organize their deviations from the code into patterns which are discernible in the texts them selves (1978: 204-205).”

Dengan demikian, sebuah karya sastra dapat dilihat dari teks sastra itu sendiri tanpa melibatkan aspek “di luar” teks tersebut.

Karena medium yang digunakan oleh pengarang adalah bahasa, pengamatan terhadap bahasa ini pasti mengungkapkan hal-hal yang membantu kita menafsirkan makna suatu karya atau bagian-bagiannya, untuk selanjutnya memahami dan menikmatinya (Sudjiman, 1993: vii). Menurut Sudjiman, pengkajian tersebut disebut pengkajian stilistik. Dalam pengkajian stilistik tampak relevansi linguistik terhadap

(3)

studi sastra. Dengan stilistika dapat dijelaskan interaksi yang rumit antara bentuk dan makna yang sering luput dari perhatian dan pengamatan para kritikus sastra.

Pada dasarnya kajian stilistika melihat bagaimana unsur-unsur bahasa digunakan untuk melahirkan pesan-pesan dalam karya sastra. Atau dengan kata lain, stilistika berhubungan dengan pola-pola bahasa dan bagaimana bahasa digunakan dalam teks sastra yang dikaji.

Dengan menganalisis bahasa yang dipolakan secara khas, kita menunjukkan kekompleksitasan dan kedalaman bahasa teks sastra tersebut dan juga menjawab tentang bagaimana bahasa tersebut memiliki kekuatan yang menakjubkan termasuk kekuatan kreativitas karya sastra (Cummings dan Simmons, 1986: vii).

Stilistika merupakan kritik terhadap studi karya sastra yang secara tradisional sebagai cabang estetika. Pandangan estetika tersebut berhubungan dengan efek-efek total yang timbul ketika berhadapan dengan karya sastra dan efek tersebut dianggap sebagai keseluruhan artistik. Jadi, kritik sastra tradisional tersebut menggunakan teori estetika dengan mendalilkan nilai-nilai keuniversalan artistik. Keuniversalan artistik dapat menimbulkan kesadaran intuitif. Kajian yang mengandalkan kesan dan “kesadaran intuitif” dianggap kurang tepat karena tidak menggunakan bukti-bukti yang menguatkannya dan lebih bersifat subjektif. Bukti-bukti tersebut hendaknya berkaitan dengan pola-pola bahasa dalam teks sastra. Dengan demikian, stilistika memberikan kontribusinya dengan berusaha mengurangi subjektivitas dan menampilkan interpretasi berdasarkan pemunculan unsur-unsur bahasa yang terdapat dalam teks sastra itu sendiri namun dengan tidak melupakan kesan intuitif tersebut.

(4)

Sudjiman (1993: 1) menyatakan bahwa pada dasarnya karya sastra merupakan peristiwa bahasa. Dengan menggunakan tanda atau lambang, pencerita menyampaikan apa yang dipikirkan atau dirasakan dengan bahasa yang khas, yaitu ragam bahasa sastra. Keris Mas (1988: 4) mengungkapkan pula bahwa pengucapan-pengucapan sastra sering berbeda dari pengucapan-pengucapan bahasa yang lurus dan teratur mengikuti struktur tata bahasa.

Dengan adanya sifat bahasa karya sastra yang menyimpang dari norma bahasa yang umum atau konvensional maka kajian yang menggunakan pendekatan stilistik dapat membantu memaknai karya sastra, lebih-lebih karya sastra puisi.

Widdowson (1975: vii-viii) memandang bahwa stilistika dapat diaplikasikan kedalam pengajaran baik di sekolah maupun di universitas.

Terhadap pengajaran sastra kita dewasa ini, terutama pengajaran sastra di sekolah, banyak keluhan yang muncul dikalangan masyarakat. Hal ini menandai bahwa baik dalam fungsi edukasional maupun dalam fungsi kulturalnya, pengajaran sastra belum memenuhi harapan masyarakat (Sayuti, 1994: 2).

Kurangnya perhatian terhadap pengajaran sastra oleh para guru sering pula dilontarkan dalam berbagai pertemuan dan tulisan. Salah satu penyebab “ketidakseriusan” para guru terhadap pengajaran sastra dikarenakan pengajaran sastra tersebut terlalu “sarat dengan beban” yang menitikberatkan pada pesan moral dan estetika tanpa memperdulikan bahwa pada hakikatnya sastra adalah bahasa itu sendiri.

(5)

Begitu pula terhadap sistem pengajaran bahasa yang sering menyediakan kalimat-kalimat terpisah untuk menggambarkan unsur-unsur bahasa tertentu dapat mencegah para siswa membuat analisis berdasarkan konteks (Hill, 1986: 10). Siswa sulit mengingat kata-kata dan struktur yang terpisah-pisah tersebut. Mereka memerlukan konteks yang bermakna dan dengan konteks tersebut mereka dapat menghubungkan apa yang telah dipelajarinya (unsur-unsur bahasa). Dalam pada itu, teks-teks sastra yang menarik dapat memenuhi kebutuhan mereka.

Oleh sebab itu, perlu dikembangkan satu strategi yang melibatkan aspek intuisi yang menjadi bagian pengajaran sastra dengan menggunakan pola-pola bahasa yang terdapat dalam karya sastra. Adanya “titik singgung” antara pengajaran bahasa dengan pengajaran sastra. Seperti diungkapkan oleh Widdowson (1984: 84) …. To serve an essentially pedagogic purpose: to develop in learners an awareness of how literature funtioncs as discourse and so to give them some access to the means of interpretation.

Hal senada diungkapkan oleh Maley (Carter dkk, 1989: 1) yang menyatakn bahwa karya sastra dapat digunakan sebagai bahan atau materi dalam pengajaran menunjukkan kenyataan bahwa karya sastra pada hakikatnya adalah “bahasa dalam penggunaannya” (language in use).

Karya sastra tidak hanya menyediakan teks yang “asli” untuk pengajaran dikelas namun juga memberikan “kesenangan” dengan mengikutsertakan emosi siswa (Hill, 1986: 9). Dengan demikian, karya sastra (termasuk puisi) dapat digunakan untuk tujuan pengajaran bahasa.

(6)

Secara umum, analisis terhadap karya sastra dengan menggunakan pendekatan stilistik masih belum banyak dilakukan. Hal ini mungkin disebabkan oleh keengganan adanya “campur tangan” terhadap bidang masing-masing. Seperti dikemukakan oleh Becker (1978: 3) “Ahli gramatikal jarang sekali melihat keluar batasan kalimat, dan ahli sastra jarang sekali melihat ke dalam kalimat untuk mengetahui bahwa di sana ada struktur-struktur dan sistem-sistem yang mencerminkan arsitektur keseluruhan karya sastra.” Lebih lanjut Becker mengungkapkan bahwa stilistika adalah suatu tempat pertemuan antara makroanalisis dan mikroanalisis.

Secara umum, kajian terhadap puisi dengan menggunakan pendekatan stilistika di Indonesia sudah banyak dilakukan. Seperti yang dilakukan oleh Nurhayati, dengan judul Kajian Stilistika Terhadap Puisi-Puisi Rendra (Studi tentang Aspek-aspek Linguistik dan Kesusastraan pada sepuluh puisi Rendra). Ada pula penelitian terhadap karya sastra jenis prosa dengan menggunakan kajian stilistika yang dilakukan oleh Rosyid dengan judul Gaya Bahasa Pramudya Ananta Toer Dalam Novel Rumah Kaca: Sebuah Kajian Stilistika. Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut peneliti ingin melakukan penelitian terhadap puisi-puisi Indonesia dari sisi stilistika dan nilai-nilai budaya.

Kajian stilistika dan nilai-nilai budaya merupakan satu hal penting dalam pembelajaran sastra. Dikatakan penting karena adanya kajian stilistika dari sebuah karya sastra diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam bagi siswa mengenai makna sebuah puisi. Di samping itu pula, dapat memperkaya

(7)

pengetahuan siswa tentang nilai yang terkandung dalam puisi di antaranya nilai-nilai budaya.

Apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan dan pikiran kritis siswa terhadap karya sastra. Masalah penting yang sering dihadapi seorang guru dalam kegiatan pembelajaran apresiasi sastra adalah pemilihan bahan ajar yang tepat dalam rangka membantu siswa mencapai kompetensi yang diharapkan. Menurut Depdiknas, bahan ajar atau materi pembelajaran (intrucsional materials) merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran yang memegang peranan penting dalam membantu siswa mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Secara garis besar, bahan ajar atau materi pembelajaran berisi pengetahuan, keterampilan dan sikap atau nilai yang harus dipelajari siswa (Depdiknas, 2006: 193). Pendapat yang sama dikemukakan Haryati (2007: 9), bahan ajar atau materi pembelajaran secara garis besar terdiri atas pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan sikap atau nilai. Masalah pemilihan bahan pembelajaran merupakan masalah penting yang dihadapi guru ketika memilih atau menentukan materi.

Pada dasarnya memilih bahan pembelajaran, penentuan jenis dan kandungan materi sepenuhnya terletak ditangan guru. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai dasar pegangan untuk memilih objek bahan pembelajaran yang berkaitan dengan pembinaan apresiasi siswa. Prinsip dasar dalam pemilihan bahan

(8)

pembelajaran atau materi pembelajaran harus sesuai dengan kemampuan siswa pada suatu tahapan pengajaran tertentu. Kemampuan siswa berkembang sesuai dengan tahapan perkembangan jiwanya. Oleh karena itu, karya sastra yang disajikan hendaknya diklasifikasikan berdasarkan derajat kesukarannya disamping kriteria-kriteria lainnya. Tanpa adanya kesesuaian antara siswa dengan bahan yang diajarkan, pelajaran yang disampaikan tidak akan diserap secara maksimal.

Agar dapat memilih bahan pembelajaran sastra yang tepat, beberapa aspek perlu dipertimbangkan. Menurut Rahmanto (1993: 27) ada tiga aspek yang tidak boleh dilupakan dalam memilih bahan pengajaran sastra, yaitu aspek bahasa, aspek psikologis, dan aspek latar belakang budaya. Sedangkan menurut Depdiknas (2006: 195) ada beberapa prinsip dalam penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran, prinsip tersebut antara lain prinsip relevansi, prinsip konsistensi, dan prinsip kecukupan (edukasi).

Berdasarkan uraian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa kajian stilistika dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam puisi masih layak dan dapat dipertahankan sebagai alternatif materi pembelajaran apresiasi sastra di sekolah.

1.2 Fokus Penelitian

Sesuai dengan pernyataan Spradley (Sugiyono, 2010: 34) bahwa “A fokused refer to a single cultural domain or afew related domains” maksudnya bahwa fokus merupakan domain tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi sosial (lapangan). Cara menentukan fokus diantaranya adalah dengan menetapkan fokus

(9)

yang memiliki nilai temuan untuk pengembangan IPTEK. Setelah membaca dan menganalisis puisi yang dijadikan bahan kajian, maka penelitian ini di fokuskan pada: 1) Karakteristik stilistika dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam puisi

Indonesia .

2) Aplikasi model rancangan pembelajaran sastra dari kajian stilistika dan nilai-nilai budaya dalam puisi Indonesia.

1.3 Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan pemahaman analisis sastra, pengajaran sastra pada dasarnya adalah suatu proses untuk membawa peserta didik memahami karya sastra secara lebih baik. Selama ini jenis analisis yang dipahami siswa berdasarkan pengamatan sementara, masih sebatas pengenalan teori dan kurang memahami esensi dari pencarian suatu makna karya. Selain itu terdapat hasil analisis karya pengarang terkenal Indonesia yang menyebabkan baik pengajar maupun siswa merasa cukup memahami karya tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, fokus penelitian ini adalah pengajaran sastra berupa kegiatan menganalisis karya sastra berupa puisi.

Latar belakang yang diuraikan di bagian depan masih tergolong luas dalam jangkauan dan kedalaman penelitian yang akan dilakukan. Pelaksanaan penelitian ini akan lebih oprasional jika disusun identifikasi masalah penelitian:

Pertama, puisi yang dikaji terbatas pada sepuluh puisi Indonesia karya tujuh penyair. Analisis dilakukan untuk mengetahui stilistika dan nilai budaya yang terkandung dalam puisi-puisi tersebut.

(10)

Kedua, kajian puisi tersebut akan digunakan untuk menunjang pembelajaran sastra khusunya di MTs Misykat Al-Anwar Kwaron Diwek Jombang.

1.4 Batasan Masalah Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis membatasi permasalahan yang akan dijadikan bahan penelitian pada kajian stilistika yang meliputi diksi, citraan, kata-kata konkret, dan bahasa figuratif serta nilai-nilai budaya dalam sepuluh puisi Indonesia karya tujuh penyair, adapun puisi tersebut adalah:

1. “Sebab Dikau” (1930) karya Amir Hamzah

2. “Citaku Jauh di Pulau” (1945) karya Chairil Anwar 3. “Sajak Putih” (1945) karya Chairil Anwar

4. “Lapangan Pagi” (1945) karya Sitor Situmorang

5. “Doa di Medan Laga” (1966) karya Subagio Sastrowardoyo 6. “Kata” (1966) karya Subagio Sastrowardoyo

7. “Gerilya” (1966) karya W.S. Rendra

8. “Doa Orang Lapar” (1966) karya W.S Rendra

9. “Kwartin Tentang Sebuah Poci” (1966) karya Goenawan Mohammad 10. “Hujan di Bulan Juni” (1966) karya Sapardi Djoko Damono

Hasil kajian stilistika dan nilai-nilai budaya tersebut kemudian akan dijadikan alternatif model pembelajaran apresiasi sastra di MTs.

(11)

1.5 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan batasan masalah yang sudah dikemukakan di atas, kemudian dapat disusun beberapa rumusan masalah. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Bagaimanakah stilistika dalam puisi Indonesia?

2) Nilai-nilai budaya apa saja yang terkandung dalam puisi Indonesia?

3) Apakah dapat disusun bahan pembelajaran dari hasil kajian stilistika dan nilai-nilai budaya dalam puisi Indonesia?

1.6 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang stilistika dan nilai-nilai budaya dalam puisi Indonesia. Berdasarkan uraian di atas secara operasional penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut.

1) Stilistika dalam puisi Indonesia.

2) Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam puisi Indonesia.

3) Rancangan bahan pembelajaran yang dapat diberikan dari hasil kajian stilistika dan nilai-nilai budaya dalam puisi Indonesia.

1.7 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoretis maupun secara praktis. Manfaat secara teoretis adalah sebagai berikut.

(12)

1) Penelitian ini sebagai masukan untuk menambah wawasan dalam pembelajaran apresiasi sastra khususnya dalam kajian stilistika dan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam puisi Indonesia.

2) Penelitian ini memberikan wawasan tentang contoh rencana pembelajaran apresiasi sastra khususnya dalam kajian stilistika dan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam puisi Indonesia.

3) Penelitian ini sebagai masukan pemikiran dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan dalam pembelajaran apresiasi sastra khususnya dalam kajian stilistika dan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam puisi Indonesia.

Sedangkan manfaat secara praktisnya adalah sebagai berikut ini.

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam menentukan rencana pembelajaran apresiasi sastra khususnya dalam kajian stilistika dan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam puisi Indonesia.

2) Hasil penelitian ini sebagai masukan pemikiran dalam upaya meningkatkan kualitas hasil pembelajaran apresiasi sastra khususnya dalam kajian stilistika dan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam puisi Indonesia.

3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan tingkat keefektifan rencana pembelajaran dan analisis dalam pembelajaran apresiasi sastra khususnya dalam kajian stilistika dan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam puisi Indonesia.

(13)

1.8 Anggapan Dasar

Anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyidik (Arikunto, 2002:5). Dalam penelitian ini anggapan dasar peneliti adalah seperti berikut.

1) Peneliti beranggapan bahwa dalam puisi Indonesia merupakan karya sastra dan mengandung stilistika (gaya bahasa).

2) Peneliti beranggapan bahwa dalam puisi Indonesia sarat dengan nilai-nilai budaya.

3) Puisi Indonesia merupakan salah satu aset budaya, aset khazanah intelektual yang perlu diapresiasi.

4) Menurut Triyono Adi, penelitian sastra bermanfaat untuk memahami aspek kemanusiaan dan kebudayaan yang tertuang ke dalam karya sastra.

5) Model pembelajaran sastra harus terus ditingkatkan agar tercapai pembelajaran yang lengkap dan menarik yang mampu mengembangkan semangat apresiasi siswa terhadap sastra.

1.9 Definisi Operasional

Agar lebih memahami peristilahan yang digunakan dalam penelitian ini, maka berikut dikemukakan definisi operasionalnya.

1) Kajian stilistika

Yang dimaksud dengan kajian stilistika adalah sebuah proses analisis karya sastra (puisi) dengan melihat bagaimana unsur-unsur bahasa sebagai medium karya sastra itu sendiri digunakan oleh penyair yang bertujuan untuk memperlihatkan

(14)

perlakuannya terhadap bahasa tersebut dalam rangka menuangkan gagasannya (subjek matter). Oleh karena itu, semua daya yang berhubungan analisis bahasa dikerahkan untuk mengungkapkannya. Dengan demikian, proses analisis yang digunakan meliputi diksi, citraan, kata-kata konkret, dan bahasa figuratif dengan tidak melupakan struktur batin yang diperoleh ketika membaca puisi tersebut. Semua upaya yang dilakukan demi kepentingan apresiasi terhadap puisi yang dikaji.

2) Puisi

Definisi puisi menurut Altenberd (Pradopo, 2009: 5) adalah pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa berirama (bermetrum) (as the interpretif dramatization of experience in metrical language).

Puisi adalah karya sastra berupa ungkapan ekspresi perasaan dari pengalaman penyair yang bersifat imajiner, menggunakan bahasa yang ditata, sehingga menimbulkan bunyi, irama, dan menyiratkan amanat bagi pembacanya.

3) Model kajian stilistika

Yang dimaksud dengan model kajian stilistika adalah contoh atau acuan yang terpilih untuk proses analisis karya sastra (terutama puisi) dengan menggunakan prosedur-prosedur yang melibatkan kajian linguistik dan bahasa dari sudut pandang kesastraan yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pengajaran bahasa dan sastra.

4) Nilai Budaya

Nilai budaya merupakan nilai-nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu

(15)

kebiasaan, kepercayaan, simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan perilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.

Referensi

Dokumen terkait

ketidaktepatan waktu pengiriman barang, ketidakamanan transaksi mulai dari pembayaran menggunakan kartu kredit milik orang lain (pembajakan), akses ilegal ke sistem informasi

Contoh, jika deteksi texton dilakukan menggunakan jenis texton T1 pada gambar RGB yang telah dikuantisasi, maka jika terdapat grid yang cocok dengan T1 dan nilai R yang

Pendidikan karakter melalui musik merupakan salah satu cara yang memuat potensi besar dalam mendidik manusia di zaman sekarang, namun perlu diteliti lebih lanjut jenis musik

Analisis kebutuhan dilakukan bertujuan untuk menentukan keluaran yang akan dihasilkan dari sistem, masukan yang diperlukan sistem dan lingkup proses yang digunakan untuk mengolah

Penelitian dilakukan terhadap 2 kelompok mencit yaitu mencit yang tidak diinfeksi bakteri (normal) dan mencit yang diinfeksi bakteri Escherichia coli (E. coli)

Hubungan antara kelengkapan penulisan diagnosa pada resume medis terhadap ketepatan pengkodean klinis yang telah diuji peneliti pada penelitian ini sejalan dengan penelitian

Tidak hanya gebyok, saya mendapatkan banyak mendengar cerita dari "arga mengenai cerita kali 1engek, maupun cerita tokoh!tokoh yang kini makamnya berada di

dilindungi.. perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi dengan tujuan untuk menemukan persamaan dasar dan konsep penanganan tindak pidana perdagangan satwa liar