• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

   Musik adalah ekspresi kebudayaan manusia yang mengandung unsur-unsur keindahan, yang diekspresikan melalui dimensi ruang dan waktu. Dimensi ruang ini umumnya dikaitkan dengan tangga nada atau modus, yang terdiri lagi atas frekuensi bunyi, interval, ambitus, melodi, motif melodi, frase, bentuk, dan lainnya. Sementara dimensi waktu terdiri dari unsur-unsurnya seperti meter (birama), tanda birama, aksentuasi, fungtuasi, siklus, ritmik, up beat, down beat, dan hal-hal sejenis.

Setiap kebudayan memiliki konsep dan aplikasi tersendiri tentang dimensi waktu dan ruang di dalam musik. Di dalam kebudayaan India dimensi ruangnya secara umum disebut dengan raga dan dimensi waktunya disebut dengan tala. Dalam musik Timur Tengah dimensi ruang disebut dengan maqamat dan waktu disebut dengan iqaat. Dalam musik Jawa dimensi ruang disebut dengan tangga nada selendro dan pelog, dengan modusnya yang disebut dengan

pathet. Demikian pula untuk musik-musik lainnya di seluruh dunia (Malm.1977; 78).

Selain itu, budaya musik ini ada yang disajikan secara solo saja, ada pula yang disajikan secara bersama, baik dengan instrumentasi atau vokal, atau campuran keduanya. Ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan budaya dalam masyarakat tersebut. Ada pula musik yang disajikan bersifat rahasia. Misalnya tradisi marhusip, yaitu nyanyian untuk berpacaran dalam kebudayaan Mandailing disajikan khusus oleh seorang pemuda kepada kekasihnya dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Ada juga musik yang disajikan secara duet atau trio, sebagaimana yang lazim dipraktekkan pada kebudayaan musik populer Batak Toba, seperti kelompok Trio Lasidos, Trio Ambisi, Trio Amsisi, dan lainnya.

Selain dari dimensi ruang yang berorientasi melodis, sebagaimana musik dalam kebudayaan masyarakat dunia Timur, maka dalam beberapa tradisi musikal ada juga dimensi ruang yang berorientasi harmonik, sebagaimana umumnya musik Barat, termasuk tradisi orkestranya. Musik dengan ciri harmonik ini menjadi bahagian dari identitas musik Barat. Tradisi musik harmoni ini dapat disajikan dalam tekstur homofoni maupun polifoni.

Harmoni dalam musik Barat adalah salah satu teori musik yang mengajarkan bagaimana menyusun suatu rangkaian akord-akord, agar musik tersebut dapat enak didengar dan selaras. Di sini dipelajari tentang penggunaan berbagai nada secara bersama-sama dan akord-akord musik yang terjadi dengan sesungguhnya ataupun yang tersirat. Studi ini sering merujuk kepada studi tentang progresi harmoni, gerakan dari satu nada secara berbarengan ke nada yang lain, dan prinsip-prinsip struktural yang mengatur progresi tersebut. Dalam musik Barat, harmoni sering

(2)

mengacu kepada aspek-aspek vertikal musik yang dibedakan dari gagasan tentang garis melodi atau aspek horisontalnya (http://id.wikipedia.org/wiki/harmoni).

Di Eropa, genre musik yang menggunakan unsur harmonik di antaranya adalah: orkestra, tradisi dalam gereja Katolik seperti penggunaan modus-modus aeolian, lidian, dorian,

miksolidian, frigian, dan ionian. Begitu juga dengan musik-musik rakyat di Semenanjung

Balkan, Bulgaria, Irlandia, Inggris, dan berbagai tempat di wilayah budaya Barat. Musik dengan ciri harmonik ini juga menyebar ke berbagai tempat, seiring dengan persebaran orang-orang Eropa ke seluruh dunia, terutama di Amerika. Di sini terdapat musik country, bluegrass, cowboy, dan juga berakulturasi dengan jazz, bossanova, reggae, dan lain-lainnya. Salah satu yang paling menonjol adalah genre musik orkestra.

Musik orkestra adalah kelompok musik instrumental yang terdiri dari banyak instrumen yang terdiri dari seksi gesek, seksi tiup kayu, seksi tiup logam, dan seksi pukul , yang dimainkan secara bersama-sama dengan membaca sebuah partitur atau naskah lagu yang sudah disiapkan terlebih dahulu yang dipimpin oleh seorang konduktor sebagai seorang pemimpin lagu (Fuadi.2009;144).

Di Sumatera utara, khususnya di Kota Medan sejauh pengamatan penulis, musik orkestra pernah ada di Televisi Republik Indonesia (TVRI) Medan yang dikenal pada era 1970-an dengan nama orkestra televisi dan radio (OTR), dan pada era 1990-an muncul lagi musik orkestra dengan nama Puspa Irama dilokasi yang sama. Di Taman Budaya Medan (TBM) juga pernah ada musik orkestra pada era 1990-an yang disebut orkestra Caparita 77, Kemudian ada lagi musik orkestra di Radio Republik Indonesia (RRI) Medan yang disebut Orkestra RRI, yang awalnya di dasawarsa 1970-an diketuai oleh Max Sapulete, dan kemudian dilanjutkan oleh Ahmad Sa’aba. Orkestra-orkestra ini tumbuh di dasawarsa 1970-an sampai 1990-an. Tetapi memasuki awal tahun 2000-an dan sampai saat ini orkestra-orkestra tersebut sudah tidak ada lagi, yang tersisa hanyalah cerita-cerita saja, semuanya hanya tinggal kenangan.

Namun demikian, di era tahun 2000-an ini ada juga bentuk-bentuk orkestra kecil (orkes kamar) yang eksis di Kota Medan, seperti di Medan Music, Vivo Music, di Unimed yang digunakan untuk mengiringi wisuda ahli madya, sarjana, magister, dan doktor di bawah pimpinan Erison Koto.11

Oleh karena keadaan tersebut, maka penulis merasa tertarik dan merasa layaklah keberadaan musik orkestra yang pernah ada dahulu di Sumatera utara khususnya di Kota Medan diteliti dan ditulis sebagai bahan dokumentasi sejarah seni. Selain itu ketertarikan penulis untuk mengkaji keberadaan orkestra yang pernah ada ini adalah bahwa genre, struktur, dan gaya musiknya selain dalam gaya Eropa, para komposer dan seniman pemusik orkestra Medan ini juga memiliki ciri khas Medan. Yang di maksud dengan ciri khas Medan disini adalah munculnya lagu-lagu tradisi seperti Sai anjumau, O.Tano Batak, lagu-lagu dangdut Simalakama,       

       1

Erizon Koto adalah seorang dosen luar biasa di sendratasik Unimed, mereka ini adalah kelompok generasi muda yang berjuang dan ingin meneruskan keberadaan musik orkestra di Kota Medan. 

(3)

Araskabu, lagu-lagu keroncong/seriosa yang semua itu di aransemen dengan gaya musik orkestra hal ini tidak terdapat ditempat lain.

Di era tahun 1970- an dimana pada waktu itu kondisi politik di Indonesia belum begitu stabil dan tingkat perekonomian sebagian besar masyarakat Indonesia juga masih jauh dari kesan sederhana, namun musik orkestra telah hadir dan memberikan hiburan ditengah-tengah masyarakat. Pada saat itu tidak semua masyarakat memiliki televisi di rumah, karena pada saat itu televisi masih dianggap barang mewah, dan masyarakat yang tidak memiliki televisi hanya bisa menyaksikan penayangan musik orkestra di Balai Desa menonton secara beramai-ramai disana.

Sampai awal tahun 2000-an orkestra ini dapat hidup dan berkembang di Kota Medan karena fungsional dalam masyarakat. Masyarakat selalu menantikan siaran televisi dan radio yang menyajikan pertunjukan musik orkestra secara langsung (live), karena pada saat itu belum munculnya stasiun televisi swasta dan tidak ada pilihan acara yang lain. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998 membuat keterpurukan di sana sini, termasuk juga kelangsungan hidup musik orkestra yang sempat menghilang beberapa saat. Namun seiring dengan perkembangan politik dan ekonomi yang semakin membaik, sehingga dengan demikian keadaan musik orkestra juga mengalami pertumbuhan kembali dengan kata lain beraktifitas kembali.

Namun memasuki awal tahun 2000- an jaman keemasan orkestra sudah dapat dikatakan selesai, ini disebabkan oleh kondisinya yang tidak lagi fungsional. Disamping itu stasiun-stasiun televisi swasta dan stasiun-stasiun radio swasta bermunculan dengan konsep hiburan populer, seperti dangdut, musik populer, campur sari, lawakan oleh Sri Mulat, dan lain-lain yang lebih menarik dan variatif sehingga menggerus keberadaan musik orkestra di Kota Medan. Oleh karena itu maka penelitian ini bertujuan menulis sisi sejarah orkestra di Kota Medan yang pernah ada. Kemungkinan penelitian ini dapat digunakan untuk kerja revitalisasi bagi pihak-pihak yang perduli terhadapnya.

Berkenaan dengan fungsi musik, menurut Alam P. Merriam memberikan contoh sepuluh fungsi musik, yang menurutnya telah dikaji oleh para pengkaji musik sampai dasawarsa 1960-an terutama dalam disiplin etnomusikologi, yaitu: (1) fungsi pengungkapan emosional, (2) fungsi penghayatan estetika, (3) fungsi hiburan, (4) fungsi komunikasi, (5) fungsi perlambangan, (6) fungsi reaksi jasmani, (7) fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan, (8) fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial, (9) fungsi kesinambungan kebudayaan dan (10) fungsi pengintegrasian masyarakat (Merriam,1964 ;219-226).

Dengan melihat contoh-contoh fungsi musik di atas, maka musik orkestra di Kota Medan, menurut penulis memiliki fungsi-fungsi: hiburan, komunikasi, kesinambungan kebudayaan, pengintegrasian masyarakat, estetika, perlambangan, reaksi jasmani dan seterusnya. Di luar kesepuluh fungsi tersebut, menurut penulis musik orkestra di Kota Medan juga memiliki fungsi enkulturasi budaya, yaitu sarana pendidikan musik bagi para pemusik dan penontonnya. Dalam

(4)

hal ini adalah musik orkestra Barat yang diserap oleh masyarakat Kota Medan. Selain itu, musik orkestra ini sebenarnya memiliki fungsi penguat identitas media masa penyiaran umum (publik) yaitu TVRI Medan dan RRI Medan. Semua fungsi musik tersebut tidak bisa dilepaskan dari sejarah dan konsep musik, khususnya orkestra, termasuk perjalanannya secara difusi dari Eropa ke Indonesia dan khususnya Kota Medan.

Musik dapat dihasilkan melalui beberapa bentuk antara lain: melalui vokal, yaitu musik yang disajikan dengan menggunakan suara manusia sebagai medianya yang biasa disebut dengan menyanyi. Kemudian melalui bentuk instrumental yaitu musik yang di sajikan dengan menggunakan instrumen atau alat musik sebagai medianya, termasuk juga dalam hal ini musik orkestra.

Salah satu genre musik adalah musik klasik yang biasanya mengacu pada musik yang dibuat atau berakar dari tradisi kesenian Barat, musik Kristiani dan musik orkestra yang mencakup periode dari sekitar abad ke 9 sampai abad ke 21. Musik hadir saat dipertunjukkan, bila seseorang hanya terampil membaca nada dan imajinasi yang baik tanpa adanya permainan musik, maka tidak dapat disangkal bahwa musik tidak akan hadir. Musik benar-benar hadir hanya bila dipertunjukkan. Satu-satunya cara untuk memahami musik adalah dengan belajar memainkannya, apapun alat musiknya atau menggunakan suara manusia sebagai alat musiknya. (Djohan,2000;125).

Musik tidak bisa terlepas dari kehidupan kita sehari-hari. Hampir di manapun kita berada kita bisa menikmati musik seperti di bus, di restoran, bahkan di gedung pertunjukkan dan tempat-tempat fasilitas umum lainnya. Musik ini bisa diperdengarkan melalui tape rekorder, radio, televisi, dvd bahkan yang paling praktis melalui telepon selular, yang semuanya itu untuk mengiringi berbagai aktifitas manusia, dan juga sebagai hiburan agar pikiran yang terbebani oleh berbagai macam pekerjaan dan masalah dapat menjadi segar kembali. Dengan mendengarkan musik membuat suasana batin menjadi menyenangkan, menyuguhkan rindu, sendu, bahagia maupun haru. Itulah sebabnya mengapa peranan musik tidak bisa dipisahkan dalam aktivitas manusia sehari-hari.

Perkembangan musik yang pesat di Indonesia melahirkan berbagai aliran atau genre musik antara lain: keroncong, seriosa, populer, dangdut, bahkan musik klasik yang dianggap oleh sebagian orang musik yang serius juga turut memberi warna di dunia musik Indonesia. Aliran atau genre musik tersebut di atas juga dimainkan didalam bentuk musik orkestra, ada orkestra keroncong, orkestra seriosa, orkestra pop, orkestra dangdut, dan orkestra musik klasik.

Musik juga dapat ditampilkan dalam beberapa bentuk Antara lain: bentuk penyajian musik ditampilkan secara satu orang, dua orang, tiga orang bahkan bisa lebih dari itu. Musik orkestra yang ada di Kota Medan, menurut pengamatan penulis, yang juga sebagai pemain biola dan piano, umumnya memakai pemain dalam penampilan panggungnya berkisar 25 hingga 30

(5)

pemain. Jumlah tersebut masih dibilang terlalu minim untuk sebuah musik orkestra, tetapi hal itu semua tergantung dari situasi dan kondisi di daerah masing-masing.22

Di dalam permainan musik orkestra, pemusik di tuntut untuk bisa memainkan alat musik, sambil membaca sebuah komposisi musik atau partitur musik atau naskah musik yang telah tertulis untuk sebuah alat musik. Belajar memainkan alat musik memerlukan tingkat kedisiplinan dan kesungguhan yang tinggi dan waktu belajar yang tinggi pula. Salah satu aliran musik yang memerlukan tingkat kedisiplinan dan keseriusan yang tinggi adalah musik orkestra. Musik orkestra yang ada di Kota Medan hampir memiliki kesamaan unsur dengan musik orkestra yang ada di Barat, terutama terlihat pada alat musik yang dipakai missalnya biola, biola alto, cello, kontra bass, flute, klarinet, horn, trumpet, trombon, oboe, timpani, triangle, maracas dan sama-sama dipimpin oleh satu orang dirigen/kondukter (pemimpin musik orkestra) dan masih banyak lagi lainnya. Musik orkestra juga dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis antara lain: orkestra teater, orkestra simponi, orkestra gesek, orkestra tiup, orkestra pukul, orkestra radio, orkestra studio, orkestra café, dan lain sebagainya (Fuadi,2009;145).

Kita tahu bahwa masyarakat Kota Medan adalah masyarakat yang heterogen, yang terdiri dari berbagai macam agama, berbagai macam suku, berbagai macam tingkat pendidikan, berbagai macam status sosial yang berbeda-beda dan merupakan masyarakat yang mobilitas kesibukannya tinggi. Hal ini pulalah yang membuat tingkat keseleraan terhadap suatu aliran musik menjadi berbeda-beda pula. Untuk musik orkestra di Kota Medan sambutan masyarakat tidaklah sebagus musik populer maupun musik dangdut, penikmat musik orkestra di Kota Medan adalah sebagian besar musisi-musisi yang terlibat langsung didalam musik orkestra tersebut. Padahal bisa dikatakan, masyarakat Kota Medan adalah masyarakat yang senang akan hiburan khususnya musik.

Di sisi lain grup-grup Band di Indonesia ikut juga terpengaruh untuk menggabungkan alat-alat musik orkestra di dalam penampilan panggung atau album rekaman mereka. Biasanya alat-alat musik orkestra yang dipakai seperti instrumen gesek yaitu biola, biola alto, cello,

contra bass, instrumen tiup kayu yaitu flute, oboe, klarinet, instrumen tiup logam yaitu terompet,

trombone, bahkan instrumen pukul yaitu timpani, ringbell, kastanyet, cymbal, dan lain-lain. Namun hal yang cukup penting dalam perjalanan orkestra adalah terjadinya masa pasang surut sejak keberadaanya di Indonesia sebagai pengaruh difusi (persebaran) kebudayaan. Menurut Gaetner,”unsur-unsur kebudayaan masa lampau adalah dengan membuat klasifikasi benda-benda menurut tempat asalnya dan menyusunnya berdasarkan persamaan unsur-unsur tersebut.”

1.2 Rumusan Masalah

       2

Chamber orchestra (atau di Indonesiakan orkes kamar) yang berada diluar negeri memiliki jumlah pemain 50 orang dan disebut dengan small ensemble. Ada lagi symphony orchestra atau philharmonic orchestra yang memiliki jumlah pemain 100 orang .(sumber: www.wikipedia.org)  

(6)

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapatlah ditentukan yang menjadi rumusan masalahnya adalah bagaimana perubahan, keberkelanjutan, masa jaya, masa runtuh musik orkestra di Kota Medan. Selain itu di uraikan juga beberapa orang komponis ternama Kota Medan yang membidangi musik orkestra yaitu: Mulyono, Max Sapulete, Ahmad Sa’aba, dan lain-lain. Mereka dipandang oleh masyarakat dan seniman memiliki kapasitas dan kapabilitas sebagai tokoh orkestra di Kota Medan pada era 1970-an sampai awal tahun 2000-an .

 

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan, keberkelanjutan, masa jaya, masa runtuh musik orkestra di Kota Medan. Tujuan ini selaras dengan perumusan masalah yang mengkaji sejarah orkestra di Kota Medan, juga dilengkapi dengan biografi beberapa orang komponis musik orkestra Kota Medan. 1.3.1 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai sebuah studi banding terhadap pertumbuhan dan perkembangan musik orkestra yang berada di luar Kota Medan, juga diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap khasanah musik orkestra di Kota Medan sehingga dapat menumbuhkembangkan kembali musik orkestra di Kota Medan, dan menjadikan musik orkestra sebagai bagian dari nafas kehidupan musisi-musisi itu sendiri.

Disamping itu juga sebagai syarat untuk menyelesaikan tugas akhir memperoleh gelar Magister Seni di Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

1.4 Tinjauan Pustaka

Studi ini berangkat dari kenyataan yang ada di Kota Medan, tidak jauh berbeda umumnya dengan musik orkestra yang ada di Indonesia juga mengalami masa pasang surut. Bahwa sepanjang pengetahuan penulis sampai saat ini buku-buku yang secara khusus berisikan tentang musik orkestra sangatlah jarang dan langka khususnya yang berbahasa Indonesia lengkap untuk diperoleh. Di sini ada beberapa buku-buku yang penulis gunakan sebagai acuan penulis dalam mengungkapkan berbagai hal mengenai musik orkestra. Di antaranya adalah sebagai berikut: Skripsi mahasiswa Sendratasik Universitas Negeri Medan yang berjudul “Program musik klasik di RRI Medan pada tahun 1950-2000” oleh Dedi Purnama. Skripsi ini menjelaskan tentang musik klasik yang menjadi salah satu program siaran di RRI Medan.Dedi Purnama juga mengkaji aspek perubahan dan kontinuitas program musik klasik, Ia menggunakan pendekatan sejarah dan penelitian lapangan. Namun di dalam skripsi ini tidak ada contoh lagu-lagu dalam bentuk partitur, kalaupun ada hanyalah sedikit saja.

(7)

Selain itu juga ada Skripsi mahasiswa Sendratasik Universitas Negeri Medan lainnya yang berjudul “Peranan musik orkestra dalam ibadah di Gereja Pantekosta Tabernakel” oleh Natanael. Ia mengkaji mengenai peranan dan fungsi musik orkestra untuk mengiringi ibadah umat Kristen di Gereja, disertai dengan contoh-contoh lagu. Di samping itu juga dari jurnal Ilmiah Harmoni, terbitan Universitas Negeri Semarang, Jawa Tengah salah satu artikelnya yang berjudul “Mengenal lebih dekat musik orkestra” oleh Fuadi, berisi gambaran umum musik orkestra, termasuk instrumentasi, sejarah, perkembangan, dan proses difusinya di Indonesia. Tulisan ini sangat membantu penulis di dalam penulisan tesis ini.

Buku Sejarah Musik 1 oleh Karl-Edmund Prier sj juga penulis pakai sebagai acuan. Buku ini menjelaskan tentang sejarah dan perkembangan musik dari masa prasejarah (5000 SM) sampai zaman akhir (711-332SM).

Untuk menambah wawasan tentang musik orkestra di dunia Barat, penulis juga membaca buku yang berjudul “The study of orchestration” oleh Samuel Adler, dari Eastman School of

Music of the University of Rochester 1989, Buku ini berisi kajian yang mendalam tentang

instrumentasi di dalam orkestra dalam kebudayaan Barat, yang disertai dengan contoh-contoh lagu dari masing-masing instrumen. Buku “The History of the Orchestration and Orchestral

Instrument” oleh P.Beeker, New York 1963 yang menjelaskan sejarah orkestra di dunia

dilengkapi dengan penjelasan mengenai alat musik orkestra.

Buku-buku, sumber dan daftar pustaka diatas penulis gunakan sebagai acuan

dalam rangka mendeskripsikan dan menganalisis keberadaan musik orkestra di dunia, di Indonesia, dan khususnya di Kota Medan. Tentu saja kajian ini sangat berdimensi sejarah. Namun demikian, sejarah yang dimaksud bukanlah sejarah umum, tetapi sejarah seni (orkestra), yang juga melibatkan peran komponis, dirigen, pemusik, stage manager, manajemen di tiga lokasi penelitian yaitu Taman Budaya Medan, TVRI Medan, dan RRI Medan. Kajian ini tentu saja melalui pendekatan multidisiplin dan interdisiplin ilmu.

1.5. Landasan teori

Musik orkestra merupakan warisan dari budaya Barat yang masuk, tumbuh, dan berkembang di Indonesia khususnya Kota Medan. Perkembangan musik orkestra tidak dapat dilepaskan dari perkembangan dan penyebarannya dari satu benua ke benua lain atau dari satu wilayah ke wilayah lain. Dalam kaitan dengan penyebaran musik orkestra ini, studi ini mengombinasikan teori difusi dengan pendekatan sejarah. Teori difusi menjelaskan penyebaran dari seorang yang dianggap penting atau dari pusat perkotaan yang dalam waktu tertentu dibawa orang lain ke pedesaan (Koentjaraningrat,1980;123-125). Dalam kaitannya dengan musik orkestra, jenis musik ini masuk dari Eropa ke Nusantara di bawa oleh pedagang, pelaut, dan, penjajah Belanda. Melalui merekalah akhirnya musik orkestra ini berkembang dari satu tempat

(8)

ke tempat lain sampai akhirnya sampai ke Medan. Selain teori difusionis ini, studi ini juga memakai pendekatan sejarah yaitu ingin menyingkap proses diakronik perkembangan musik orkestra dari tahun 1970-an sampai awal tahun 2000-an. Dalam kaitan dengan pendekatan sejarah ini akan diungkap aspek-aspek sosial dan struktural dari perkembangan musik orkestra dari satu periode ke periode tertentu. Dengan menyingkap proses diakronik musik okestra ini akan di mengerti perkembangan dari satu periode tertentu ke periode lainnya. Dalam hubungannya dengan aspek diakronik ini musik orkestra yang berkembang sampai masa puncaknya tidak bisa dipisahkan dari dinamika sosial yang muncul saat itu. Artinya dalam setiap tahapan waktu musik orkestra ini tentu saling terkait dengan perkembangan masyarakat pendukungnya. Sementara itu masyarakat pendukung jenis musik ini sangat terkait dengan kebijakan pemerintah. Dengan memahami ini akan diketahui aspek-aspek sosial yang mendorong jenis musik ini sampai masa puncaknya sekaligus diketahui penyebab ditinggalkannya jenis musik ini oleh masyarakat pendukungnya.

Pendekatan sejarah terhadap musik, khususnya musik jazz dilakukan oleh GuntherSchuller,Jazz:AHistoricalPerspective

(http://www.tannerlectures.utah.edu/lectures/documents/schuller97.pdf London, 1996). Dalam menjelaskan perkembangan musik jazz, etnomusikolog ini memakai pendekatan sejarah untuk melacak asal mula sejarah jazz yang berasal dari Afrika Barat dengan semua elemen musiknya dari wilayah ini kemudian dibawa para budak ke Amerika dan negara Eropa lainnya. Setelah sampai di negara Paman Sam jazz ini mengalami evolusi dan improvisasi, terutama lagi setelah munculnya klub musik jazz seperti yang bermain secara ensembel seperti gaya New Orleans dan Kelompok musik jazz King Oliver Jazz. Dengan musik jazz yang wilayah asalnya memadukan unsur ritual, etnik, dan dansa setelah sampai di Amerika mengalami perubahan.

Selain Gunther Schuller, etnomusikolog lain yang memakai pendekatan sejarah terhadap perkembangan musik rock adalah Samuele Bacchiocchi, The Nature of Rock Music:From A Historical Perspective (Endtime Issues No. 34, 1994). Melalui pendekatan sejarah Samuele Bacchiocchi membagi tahapan perkembangan musik rock lewat dimensi waktu. Dalam tulisannya ini ia memulai melacak awal penyebaran musik rock, lalu di tahun 1960-an dengan mengambil contoh grup musik the Beattles, yang menjadi bagian penting dalam mempromosikan musik ini di mana para pemusiknya memakai obat-obatan terlarang dan menolak agama Kristen. Pada tahun 1970- an terjadi perubahan dalam musik rock yang di masa ini tercermin dari pemunculan pemujaan terhadap tahyul dan setan, kemudian di tahun 1980-an berubah lagi musik rock menjadi vulgar dan profan. Studi dari Samele Bacchiocchi ini sangat menarik dan membantu kajian musik orkestra ini dalam menggunakan perspektif sejarah terhadap perkembangan musik. Meskipun belum ditemukan kajian perspektif sejarah dalam perkembangan orkestra, tetapi dua studi yang dikerjakan dua etnomusikolog ini sangat relevan jika dipakai dalam melihat perkembangan musik orkestra di Medan.

(9)

1.6 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan yang bersifat kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, baik berupa tulisan atau pernyataan dari seseorang atau suatu perilaku aktor, maupun gejala tertentu yang dapat diamati oleh seorang penulis. Masalah utama dari penelitian ini adalah menelusuri sejarah keberkelanjutan dan perkembangan musik orkestra di tiga lokasi penelitian khususnya di Kota Medan.

Sejauh ini di wilayah Sumatera Utara, orkestra hanya ada di Kota Medan. Maka penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Medan saja, yang terfokus pada tiga lokasi yaitu Taman Budaya Medan (TBM), Televisi Republik Indonesia (TVRI) Medan, dan Radio Republik Indonesia (RRI) Medan.

1.6.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di Taman Budaya Medan, TVRI Medan, RRI Medan. Karena ketiga lokasi tersebut merupakan wadah yang berkecimpung di bidang seni, yang merupakan tempat untuk menciptakan dan mempertunjukan hasil karya seni. Taman Budaya Medan adalah sebuah lokasi yang dibangun oleh Pemerintah Kota Medan untuk tempat bermusyawarah, seminar, rekaman, latihan, pertunjukan, perlombaan, dan mengembangkan seni khususnya bagi seniman Kota Medan yang tergabung ke dalam organisasi Dewan Kesenian Medan juga Dewan Kesenian Sumatera Utara, atau kelompok-kelompok seni yang terkait. Dewan Kesenian Medan beralamat di Jalan Perintis Kemerdekaan Medan, di sebelah Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (dahulu Sekolah Menengah Musik Negeri) 11 Medan.

Televisi Republik Indonesia (TVRI) Medan adalah sebuah institusi bahagian dari Departemen atau Kementerian Informasi dan Komunikasi, yang bertujuan menyiarkan program-program penerangan kepada masyarakat melalui media televisi. TVRI Medan di antara siarannya adalah berisi berita, ekonomi, politik, budaya, seni, dan lain-lain. Salah satu yang menjadi ikonnya di dasawarsa 1970- an sampai 1990-an adalah Orkestra TVRI Medan. Alamatnya adalah di Jalan Putri Hijau Medan, di depan Hotel J.W. Marriot.

Sementara RRI Medan juga adalah lembaga penyiaran yang berada di bawah Kementerian Informasi dan Komunikasi. Dahulu disebut jugta dengan RRI Nusantara III Medan, kemudian berubah menjadi RRI Nusantara I Medan. Kini menjadi RRI Pro II FM. Di RRI ini juga diisiarkan berbagai acara seperti berita nasional, berita daerah, musik dengan berbagai genrenya, dan tidak lupa juga iklan. Setiap tahun dahulunya di RRI dilaksanakan lomba bintang radio dan televisi. Di kalangan pegawai negeri sipil dahulunya di lingkungan RRI banyak yang merupakan pemain musik orkestra, walau kini orkestranya tidak beraktifitas lagi. Alamat RRI adalah di Jalan Gatot Subroto, Medan.

(10)

1.6.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini keseluruhannya adalah berupa data kualitatif . Sumber data yang digunakan dalama penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data Primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan langsung dan juga sekaligus wawancara di lokasi penelitian. Data Sekunder merupakan dokumentasi berupa buku-buku, jurnal-jurnal, dan lain sebagainya. Penelitian ini menggunakan data informasi dengan menggunakan kata-kata, dan juga data musikal.

Semua teknis analisis data kualitatif berkaitan erat dengan metode pengumpulan data, yaitu observasi partisipatif dan wawancara mendalam. Jenis data kualitatif kebanyakan di gunakan pada penelitian kualitatif, penelitian deskriptif, penelitian historis dan penelitian filosofi. Data kualitatif bersifat subjektif, karena peneliti yang menggunakan data kualitatif berusaha sedapat mungkin untuk menghindari sikap subjektif yang dapat mengaburkan objektifitas data penelitian.

1.6.3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data harus dilakukan dengan tertib dan hati-hati sehingga data yang diperoleh bermanfaat. Metode/teknik yang digunakan dalam pengumpulan data disertai alasannya perlu dijelaskan. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara dan studi kepustakaan.

1.6.3.1. Observasi

Observasi atau pengamatan sebagai suatu teknik pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian ini. Penulis memang bertempat tinggal di wilayah Kota Medan, dan semenjak rancangan penelitian ini dibuat, penulis sudah melakukan beberapa hal yaitu, pertama penulis mendatangi ketiga lokasi yang dijadikan tempat penelitian untuk sekedar mengamati dan mengadakan sedikit tanya jawab dengan para musisi. Kedua, penulis juga mengunjungi lokasi-lokasi di luar lokasi-lokasi penelitian guna mencari perbandingan dan perbedaan musik orkestra. Semua itu di lakukan dengan wawancara. Ketiga, penulis pernah ikut terlibat langsung dalam kegiatan musik orkestra di tiga lokasi penelitian tersebut sebagai pemain biola, piano, dan keyboard ini juga yang menjadi salah satu alasan penulis mengapa berani mengangkat musik orkestra di dalam penelitian ini disebabkan karena sudah mengalami dan melihat langsung yang terjadi di lapangan sebelumnya.

Dalam pengumpulan data, penulis sengaja telah mengamati berbagai bentuk seni pertunjukan musik, baik yang dilaksanakan tiga lokasi penelitian, maupun di luar dari lokasi penelitian tersebut. Di Taman Budaya Sumatera Utara hampir setiap bulannya dilaksanakan seni pertunjukan musik, tetapi pertunjukan musik yang mengarah ke musik orkestra ataupun

(11)

bersifat ke grup band anak muda. Dahulunya pada era tahun 1990- an pertunjukan musik orkestra berskala besar pernah dilaksanakan di Gedung Utama Taman Budaya Sumatera Utara Medan dibawah pimpinan Mulyono. Musik orkestra tersebut memakai instrumen lengkap yang terdiri dari instrumen biola I dengan delapan pemain, biola II dengan tujuh pemain, instrumen

trombone dengan dua pemain, instrumen klarinet dengan dua pemain, instrumen saxophone

dengan dua pemain, satu buah drum, satu buah keyboard (dimana penulis sendiri yang menjadi pemainnya), satu buah gitar bass, dan beberapa orang vokalis.

Proses latihan untuk pertunjukan musik orkestra memakan waktu yang lumayan lama, latihan dilaksanakan dua kali dalam seminggu, dan ketika mendekati hari pelaksanaan acara pertunjukan musik orkestra waktu latihan bisa menjadi setiap hari. Para pemain musik orkestra berasal dari latar belakang yang sangat beragam yaitu ada yang dari pegawai Taman Budaya itu sendiri, ada dari siswa-siswi Sekolah Menengah Musik Negeri Medan (termasuk penulis sendiri), ada dari pegawai TVRI Medan, ada dari mahasiswa Universitas Sumatera Utara, ada dari Nomensen dan masih banyak lagi. Semua musisi –musisi musik orkestra ini juga berbeda- beda dalam segi umur, dari umur delapan belas tahun sampai umur empat puluh tahun bahkan lebih. Tidak ada perbedaan gender di sini, wanita dan pria berada di posisi yang sama dalam pertunjukan musik orkestra.

Yang menjadi fokus perhatian utama pada penelitian ini adalah untuk mengamati bagaimana keberkelanjutan dan perkembangan musik orkestra yang ada di Taman Budaya Medan (TBM), TVRI Medan, dan RRI Medan khususnya di era tahun 1970-an sampai awal tahun 2000-an, juga mengamati pertunjukan musik yang bagaimana sajakah yang sering dilaksanakan di tiga lokasi tersebut, serta hal-hal lain yang terjadi pada pelaksanaannya dilapangan.

1.6.3.2. Wawancara

Dalam melakukan wawancara, peneliti tidak bisa mendekati informan, sumber informasi atau guru bagi si peneliti, dan langsung meminta tentang topik yang diketahui. Hal ini bisa mengejutkannya dan bahkan mungkin menganggap si peneliti sebagai mahluk asing yang harus dihindari atau dihancurkan. (Spadley,1979;67) memberikan tahap dalam wawancara yaitu: salam, memberikan penjelasan proyek penelitian yang dilakukan, mengajukan pertanyaan, menampilkan kepentingan, menciptakan situasi hipotesis (membuat hipotesis), mengajukan pertanyaan bersahabat, dan mohon pamit.

Berkaitan dengan tema penelitian ini adalah tentang musik orkestra di Kota Medan: kajian sejarah seni, penulis menentukan informan pokoknya adalah Hendrik Perangin-angin, seorang pemusik juga seorang guru dan pegawai negeri di Taman Budaya Medan yang cukup banyak berkiprah di bidang musik. Hendrik Perangin -angin juga ikut terlibat dalam pertunjukan musik orkestra di Taman Budaya Medan juga di TVRI Medan sebagai pemain gitar melodi juga Klarinet. Melalui wawancara yang di lakukan dengan Hendrik Perangin-angin, maka dapat

(12)

diperoleh informasi tentang keberkelangsungan musik orkestra di Taman Budaya Medan. Selanjutnya wawancara di lakukan dengan beberapa seniman (musisi) lainnya guna mendapatkan data yang menyeluruh, baik tentang keberkelanjutan perkembangan musik orkestra di Taman Budaya Medan, maupun perkembangan musik orkestra pada umumnya.

Sedangkan informan yang penulis jumpai di TVRI Medan adalah Harun yang juga sebagai salah satu pemain musik orkestra pada jaman keemasan dahulu (era tahun 1970-an sampai 1990-an) kini beliau masih bekerja sebagai karyawan di TVRI Medan sedangkan musisi-musisi yang lain kebanyakan sudah meninggal termasuk pimpinan musik orkestra itu sendiri yaitu Mulyono.

Kemudian informan yang penulis jumpai di RRI Medan adalah Friany Nainggolan, Gleny Silitonga, dan Taufik. Ketiganya adalah pegawai negeri sipil di lingkungan RRI Medan dan dulunya di era tahun 1970- an dan 1990- an terlibat juga sebagai pemain biola di lingkungan RRI Medan. Mereka bertiga merupakan alumni Sekolah Musik Negeri Medan. Sayang sekali Max Sapulete tidak bisa penulis wawancarai dengan maximal karena saat ini beliau telah berusia lebih kurang 70 tahun, disamping itu kemampuan daya ingat beliau sudah banyak berkurang.

Data yang sudah di dapatkan semuanya merupakan data yang bersifat kulitatif. Etnografis yang kemudian diartikan sebagai deskripsi tentang bangsa-bangsa yang berasal dari kata ethnos dan graphein. Ethnos berarti bangsa atau suku bangsa, sedangkan graphein adalah tulisan atau uraian. (Winnick,1915;193) mendefenisikan etnografis sebagai … the study of individual

culture. Hal yang sama dikatakan oleh Adamson E.Hoebel. Menurut Hoebel (1966; 8),

etnografis adalah … To write about peoples … menulis tentang masyarakat. Penulisannya mengacu pada studi deskriptif. Dalam perkembangan dewasa ini, etnografi tidak hanya merupakan paparan saja, tanpa interpretasi. (Keesing,1989;250) mendefenisikannya sebagai pembuatan dokumentasi dan analisis budaya tertentu dengan mengadakan penelitian lapangan. Artinya dalam mendeskripsikan suatu kebudayaan seorang etnografer haruslah bisa melukisan secara sistematis dan analisis suatu kebudayaan kelompok, masyarakat atau suku bangsa yang dihimpun dari lapangan dalam kurun waktu yang sama.

Menurut Muhajir (2002:142) analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan data dokumen lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya bagi orang lain. Data yang berhasil dikumpulkan dikategorikan berdasarkan pokok dan sub pokok masalahnya. Setiap sumber data di seleksi dan di bandingkan antara satu dengan lainnya agar diperoleh data yang benar-benar dapat di pertanggung-jawabkan secara ilmiah karena data tersebut nantinya digunakan sebagai laporan akhir penelitian ini. Seluruh data yang telah di seleksi dan dikategorisasi tersebut akhirnya diinterpretasikan secara kronologis, dan eksplanatif berdasarkan sejarahnya, sesuai dengan teori-teori yang terkait.

(13)

Keseluruhan data yang sudah di dapatkan dilapangan berbentuk kata-kata, narasi, teks dan pola tingkah laku manusia diwujudkan dalam bentuk deskripsi tulisan. Semua data yang didapat dilapangan tidak semuanya bisa diambil, tetapi harus disaring kembali yang mana yang cocok dan tidak cocok untuk tujuan penelitian dan melakukan pengumpulan data, karena data yang ada pada suatu hasil pengamatan maupun wawancara sangat bervariasi dan beragam. kegiatan mereduksi data, yaitu memilih, mengelompokan dan memisahkan semua data-data yang sudah terkumpul untuk penyajian hasil analisis data mutlak diperlukan.

Penyajian hasil analisis data di lakukan dengan mendeskripsikan semua hasil reduksi data dalam bentuk teks atau narasi. Deskripsi dalam penyajian data lebih di tekankan pada sejarah pasang surut musik orkestra di Kota Medan. Akhirnya, melalui penyajian data dapat ditarik kesimpulan terhadap sejarah musik orkestra di Kota Medan.

Atas dasar penjelasan di atas maka proses penyajian hasil analisis data dilaksanakan melalui informasi naratif. Penyajian hasil analisis data juga melampirkan beberapa notasi, gambar, dan foto sebagai pendukung.

1.7  Sistematika Penulisan  

Bagaimanapun juga tesis ini ditulis mengikuti sistematika penulisan ilmiah. Tulisan ini secara umum dibagi kedalam V bab. Setiap bab merupakan satu kesatuan yang utuh dan berisi satu rangkaian tulisan yang padu. Selengkapnya Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan

Bab II menjelaskan mengenai gambaran musik orkestra yang ada di dunia dan di Indonesia. Dimana masing-masing sub bab menjelaskan tentang keberadaan musik orkestra yang ada di dunia dan juga di Indonesia.

Bab III menjelaskan mengenai gambaran musik orkestra yang ada di Kota Medan yaitu Taman Budaya Medan, TVRI Medan, dan RRI Medan. Masing-masing sub bab menjelaskan tentang keberadaan dan keberkelanjutan musik orkestra di Kota Medan disertai biografi beberapa tokoh komponis musik orkestra di Kota Medan.

Bab IV menjelaskan mengenai pengelompokan alat-alat musik orkestra. Dimana masing-masing sub bab berisi uraian mengenai alat-alat musik yang sering digunakan di dalam suatu pertunjukan musik orkestra yang terdiri dari empat seksi, yang disertai juga dengan gambar-gambar dari alat musik tersebut.

Bab V menjelaskan mengenai kesimpulan dan saran. Terakhir tesis ini juga disertai dengan daftar pustaka, daftar table, daftar informan, glosarium, lampiran peta, lampiran gambar,

(14)

lampiran foto, dan juga lampiran lagu-lagu/partitur yang digunakan didalam musik orkestra baik dalam bentuk notasi angka maupun notasi balok.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pelaksanaan Program Induksi, pembimbing ditunjuk oleh kepala sekolah/madrasah dengan kriteria memiliki kompetensi sebagai guru profesional; pengalaman mengajar

[r]

Menimbang : bahwa sebagai tindak lanjut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 - 2025 dan Peraturan

seperangkat peralatan tambahan pada komputer, misal printer dan mouse semua program yang dapat menjalankan komputer karakteristik gambar yang biasanya berupa titik angka

Komposisi tari yang demikian biasanya apabila garapan cengkok kendangnya lemah, maka terinya dirasakan sangat lemah, (coba menarilah gambyong atau ngremo tanpa kendang

1 M.. Hal ini me nunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar siswa yang signifikan dibandingkan dengan siklus I. Pertukaran keanggotaan kelompok belajar

Penelitian ini ditujukan untuk pengembangan sistem informasi administrasi, diharapkan dapat menghasilkan sebuah produk berupa Sistem Informasi Administrasi Santri Pada

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keberhasilan program P-LDPM dan faktor-faktor yang berhubungan dengan keberhasilan program di Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun