• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia 20 tahun. Banyaknya perempuan menikah di usia muda memicu kasus kehamilan dan persalinan yang tidak aman. Pernikahan muda hingga saat ini masih menjadi persoalan serius secara global. Selain menyebabkan putusnya akses pendidikan, pernikahan anak juga berdampak secara psikologis, ekonomi dan kesehatan reproduksi.

Berdasarkan data UNICEF tahun 2010, 60% anak perempuan di dunia menikah di usia kurang dari 18 tahun. Sementara di Indonesia, sebanyak 34,5% anak perempuan menikah di bawah usia 19 tahun. Menurut Peneliti Pusat Kependudukan dan Kebijakan UGM, “Basilicia Dyah Putranti” kasus pernikahan muda ini di dunia disebabkan beberapa faktor diantaranya belum selaras dengan peraturan seperti UU perlindungan Anak, UU Perkawinan juga konvensi Hak Anak dan Konvensi Anti Deskriminasi terhadap perempuan yang telah diratifikasi, faktor ekonomi, interpertasi terhadap ajaran agama, kuatnya budaya patriarki, serta tingginya praktik pernikahan muda. Sementara itu, fenomena pernikahan muda Indonesia selain disebabkan tradisi, juga disebabkan faktor kemiskinan. Dalam pandangan Dyah Putranti, muatan dan implementasi hukum terkait pernikahan turut mendorong terjadinya penikahan muda. UU Perkawinan No.1 tahun 1974 tentang usia minimal kawin 16 tahun bagi anak perempuan.

(2)

Serta Kompilasi Hukum Islam tentang pernikahan muda di bawah 16 tahun merupakan dua produk hukum yang kemudian menggiring anak perempuan dalam situasi pernikahan (http//www.Zona-remaja.com/2011/03/nikah-muda-mengapatidak.htm#ixzzloD56iGnj).

Data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dari 2 juta perkawinan sebanyak 34,5 % kategori pernikahan dini. Fenomena pernikahan pada usia anak di daerah lainnya tidaklah jauh berbeda mengingat fakta perilaku seksual remaja yang melakukan hubungan seks pra-nikah sering berujung pada pernikahan dini serta kultur masyarakat Indonesia yang masih memosisikan anak perempuan sebagai warga kelas kedua dan ingin mempercepat perkawinan dengan berbagai alasan ekonomi dan sosial. Anggapan pendidikan tinggi tidak penting bagi anak perempuan dan stigma negatif terhadap status perawan tua (Al-Hafizh, http://www.referensimakalah.com/2011/08/pernikahan-dini-di-indonesia1271 .html).

Pernikahan usia muda yang menjadi fenomena sekarang ini pada dasarnya merupakan satu siklus fenomena yang terulang di daerah pedesaan yang kebanyakan dipengaruhi oleh minimnya kesadaran dan pengetahuan. Sikap atas persoalan ini terbagi dalam dua sisi yang berseberangan. Dengan alasan bahwa dengan menikah di usia akan menghindari hal-hal yang dilarang baik asas agama maupun sosial di tengah gejolak pergaulan yang semakin “menggila” seperti saat ini. Alasan lain adalah pikiran bahwa dengan menikah muda, mereka akan masih sehat dan aktif berkarya disaat anak-anak mereka tumbuh besar yang membutuhkan biaya untuk keperluan pendidikan dan persoalan lainnya. Selain itu muncul pula alasan lain yang mengatakan bahwah nikah muda itu “asyik’. Dari

(3)

pihak yang berseberangan melihat bahwa mereka yang menikah muda akan lebih cenderung untuk mengalami kegagalan dalam rumah tangga mereka.

Tingginya perkara perceraian dihampir semua daerah yang menjadi area penelitian ISI (Ikatan Sosiologi Indonesia) berbanding lurus dengan tingkat pernikahan di usia muda. Namun dalam alasan perceraian tentu saja bukan karena alasan kawin muda, melainkan alasan ekonomi dan maupun alasan keterpaksaan dimana mereka harus menjalankan pernikahan di samping terjadinya kesalahan dan penyimpangan, misalnya saja terjadinya hamil di luar nikah, ini juga salah satu faktor penyebab dimana seseorang mengharuskan untuk menikah di usia muda dengan alasan untuk mempertanggungjawabkan dari perbuatan mereka tersebut. Tetapi, masalah ini tentu saja sebagai salah satu dampak dari pernikahan yang dilakukan tanpa kematangan usia dan psikologi.

Dampak lain dari persoalan ini adalah laju perkembangan penduduk yang bila tidak terkontrol dapat mengakibatkan terjadi ledakan penduduk mengingat usia muda akan mendorong tingginya rata-rata tingkat kesuburan atau total. Menikah di usia muda juga akan menimbulkan banyak permasalahan di berbagai sisi kehidupan ekonomi kehidupan, misalnya; dengan tingkat pendidikan rendah yang dimiliki pasangan akan menyulitkan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak yang berhimbas pada kurangnya kecukupan secara ekonomi dalam rumah tangga. Terlebih bila menikah muda itu karena alasan kehamilan di luar penikahan yang seringkali memicu konflik keluarga, gunjingan dan penolakan msyarakat itu dapat memicu tekanan pasangan muda. Dan tekanan tersebut dapat mempengaruhi persoalan-apersoalan dalam rumah tangga. Di samping itu juga kecenderungan masyarakat Perkebunan Pulobauk dalam menikah muda tidak

(4)

hanya disebabkan karena terjadinya hamil di luar pernikahan, melainkan adanya hal-hal lain yang memaksa mereka untuk menikah, di mana kedua pasangan remaja tersebut belum siap untuk menikah, tapi mau tidak mau harus menjalani pernikahan tersebut, ini dikarenakan adanya tradisi yang sering terjadi di Perkebunan Pulobauk, kalau anak perempuan pulang ke rumah di atas jam 10 malam, dan itu keluar dengan pasangan mereka bagi orang tua itu hal yang tidak wajar lagi, jadi siap atau tidaknya pasangan tersebut harus dikawinkan karena anggapan para orang tua itu mereka sudah melakukan hal-hal yang semestinya mereka belum boleh lakukan, belum lagi adanya gunjingan-gunjingan dari tetangga yang dapat menyebarkan fitnah, maka pilihan orang tua itu untuk menikahkan anak mereka tersebut.

Karakteristik masyarakat pedesaan tentulah berbeda dengan masyarakat perkotaan. Masyarakat desa pada umumnya masih memiliki ikatan kekeluargaan, memiliki rasa solidaritas, dan memiliki norma-norma dan kebudayaan. Namun, cirr-ciri ini pun dapat berubah seiring dengan adanya program pembangunan yang menimbulkan perubahan-perubahan. Bila dilihat dari kualitas sumber daya manusia pedesaan yang tersedia masih sangat rendah, mereka pada umumnya hanya berpendidikan lulus sekolah dasar atau tidak lulus sekolah dasar, sangat jarang yang lulus tingkat SLTA atau perguruan tinggi. Tingkat pendidikan yang rendah akan berpengaruh terhadap kemajuan dan perkembangan desa, tingkat pendidikan juga akan berpengaruh pada pola berpikir dan cara bertindak masyarakat (Wisadirana, 2005).

Perkebunan Pulobauk merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Batang Angkola, Padangsidempuan. Waktu tempuh antara desa

(5)

Perkebunan Pulobauk ke kota Padangsidempuan adalah sekitar 1 jam perjalanan. Masyarakat Perkebunan Pulobauk ini mayoritas masyarakatnya adalah suku jawa yang merupakan masyarakat pendatang di daerah tersebut. Sebagian besar masyarakatnya bekerja di perkebunan, baik perkebunan swasta maupun perkebunan sendiri. Bagi masyarakat Perkebunan Pulobauk sekolah bukanlah hal yang utama, tamat SMP itu sudah pendidikan yang minimal bagi mereka, sebagian orang tua juga berpikiran kalau anaknya pandai baca dan tulis itu sudah cukup. Sebagian besar ada juga anak yang ingin sekolah, tapi orang tuanya tidak mampu, malah sebaliknya ada orang tua yang mampu tapi anaknya tidak mau sekolah. Begitu juga dengan remaja perempuan yang berpikiran ’untuk apa sekolah tinggi-tinggi, kalau ujungnya jadi ibu rumah tangga juga, ke dapur juga’, jadi hal-hal yang demikian juga dapat menjadi penyebab mereka kenapa memilih untuk menikah di usia muda.

Banyak pemikiran yang menganggap untuk menikah di usia muda itu dapat juga meringankan beban ekonomi keluarga, tapi kenyataan yang ada tidak semua masyarakat Pulobauk yang memilih menikah muda ekonominya membaik, malahan sebaliknya karena tidak selamanya juga pasangan mereka bekerja, jadi biaya ekonomi mereka ditanggung oleh orang tua. Ini dapat mengakibatkan biaya ekonomi yang tadinya hanya menafkahi empat orang bertambah menjadi lima orang.

(6)

2. Perumusan Masalah

Rumusan masalah adalah penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu menarik, penting, dan perlu untuk diteliti. Rumusan masalah biasanya berisi pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dan untuk mencari jalan pemecahannya. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, maka peneliti mencoba menarik suatu permasalahan yang lebih mengarah pada fokus penelitian ini adalah:

1. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Perkebunan Pulobauk, Pijorkoling lebih cenderung memilih untuk kawin muda?

2. Bagaimana kondisi sosial ekonomi pasangan suami istri yang menikah pada usia muda?

3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah ;

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Perkebunan Pulobauk, Pijorkoling lebih cenderung memilih kawin muda. 2. Untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi pasangan suami istri yang

menikah pada usia muda.

4. Manfaat penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat teoritis

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan sumbangan kepada peneliti lain sebagai bahan perbandingan referensi dalam

(7)

meneliti masalah yang sesuai dengan penelitian ini dalam bidang sosiologi, khususnya pada sosiologi keluarga.

2. Manfaat praktis

Adapun yang menjadi manfaat praktis dari penelitian ini adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi aparat desa dan masyarakat Perkebunan Pulobauk, Pijorkoling tentang apa dapat dilakukan masyarakat perkebunan dalam mengatasi persoalan perkawinan muda.

5. Defenisi konsep

Konsep adalah suatu hasil pemaknaan di dalam intelektual manusia yang merujuk pada kenyataan yang benar-benar nyata dari segi emipris dan bukan merupakan refleksi sempurna (Suyanto, 2005:49).

1. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU NO.1 Tahun 1974 pasal 1)

2. Perkawinan usia muda: adalah Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang masih muda, berkisar umur 16-20 tahun. Ini menjadi batasan yang ditetapkan peneliti dengan mempertimbangakan usia perkawinan yang diizinkan Negara berdasarkan UU NO.1 Tahun 1974 pasal 7 yaitu bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.

(8)

3. Masyarakat perkebunan adalah masyarakat yang tinggal menetap di daerah perkebunan dan banyak yang bermata pencaharian utama di sektor perkebunan.

4. Sosial: merujuk pada hubungan-hubungan manusia dalam kemasyarakatan, hubungan antara manusia dengan kelompok, serta hubungan manusia dengan organisasi untuk mengembangkan dirinya. 5. Keluarga inti: merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari

ayah, ibu dan anak.

6. Norma sosial: adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu.

7. Adat istiadat: adalah tata kelakuan yang kekal dan turun-temurun dari generasi satu ke generasi lain sebagai warisan sehingga kuat integrasinya dengan pola perilaku masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga berdasarkan analisis estetika dalam pertunjukan wayang thengul Blora lakon Amir Hambyah Winisudha sajian Muslih, pencapaian nuksma diwujudkan melalui

Kelebihan dari transformasi ini adalah teknik ini memiliki kemampuan mengidentifikasi bagian di Gambar 2, sehingga citra dapat disisipkan dengan baik dalam bagian tersebut

Gambar 23 merupakan grafik normalisasi gelombang teta yaitu sinyal yang telah mengalami filterisasi pada rentang nilai frekuensi 4-8 Hz untuk sampel data normal dan

Identifikasi unsur dalam cuplikan lapisan tipis yang terdeposit pada permukaan substrat kaca dilakukan dengan menggunakan metode analisis aktivasi neutron cepat menunjukkan bahwa

Memberi kesempatan mendapatkan hasil yang baik (sense of succses). Menggunakan variasi metode dalam proses pembelajaran. Mengaitkan materi baru dengan materi lama. Minat belajar juga

Salah satunya adalah untuk menyampaikan Informasi seputar pembuatan KTP, Pada Pekon Sridadi, masyarakat yang hendak membuat KTP harus datang ke Balai Pekon untuk

terdiri dari seringnya membeli produk beras Tri Jaya, akan merekomendasikan kepada orang lain, menolak menggunakan produk lain yang sejenis, harga yang

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan penerapan metode role playing dengan media audio visual, (2) meningkatkan motivasi belajar siswa, (3) meningkatkan hasil belajar