Abstrak— Line A-1011-14” (25P2J) menggunakan pipa tahan
karat TP304H berdiameter 14 inch. Pipa mengalami pecah saat beroperasi pada temperatur 800oC (overheating) dan crack ditemukan pada hampir semua sambungan las. Kegagalan pipa dievaluasi dengan metode RCFA (root cause failure analysis) didukung pengujian Metalografi, SEM-EDX, dan OES. Metode ini digunakan untuk mengetahui akar penyebab kegagalan pipa udara TP304H pada line A-1011-14” (25P2J). Hasil analisa didapat adanya pre-existing crack mengakibatkan tegangan pipa 12978.55 psi masih di bawah tensile strength material TP304H pada temperatur 800oC yaitu 18000 psi. Hasil pengujian SEM dan metalografi menyatakan bahwa, kegagalan yang terjadi pada las longitudinal diakibatkan adanya IGSCC (intergranular stress
corrosion cracking) yang mengakibatkan batas butir mengalami sliding, dan terjadi penurunan kekuatan pada material. Adanya
sensitisasi dibuktikan dengan pengujian EDX yang menunjukkan kenaikan persentase unsur krom dan karbon pada batas butir yaitu 1.4% dan 21.64%. Untuk menghindari kegagalan yang sama, maka material TP304H welded pipe perlu diganti TP304H
seamless pipe. Crack yang terjadi pada las circumferential
diakibatkan adanya IP (incomplete penetration) yang menyebabkan tumbuhnya crack yang menjalar dari ujung IP menuju fusion zone, untuk mencegah hal tersebut maka setiap proses pengelasan yang dilakukan harus disesuaikan dengan prosedur.
Kata Kunci—304H, failure analysis, high temperature, precipitates
I. PENDAHULUAN
IPE Line A1011-14”(25P2J) adalah penghubung antara outlet air heater 101-BCA 2 dengan secondary reformer
103-D yang merupakan saluran pipa tahan karat type 304H berdiameter 14 inch dan beroperasi pada themperatur 610oC
dengan tekanan 39.7 kg/cm2.
Mulai tahun 2004 sudah beberapa kali terjadi kegagalan pada line A1011-14” (25P2J). Kegagalan yang terjadi adalah retak (crack) pada sambungan lasan pipa. Perbaikan sementara yang dilakukan adalah melakukan re-inforce tambalan pelat dan penggantian beberapa pipa yang mengalami kegagalan. Salah satu contoh kasus kegagalan (failure) pada line A1011-14” (25P2J) yaitu pada tanggal 14 Januari 2015 pipa mengalami pecah atau meledak. Posisi pipa yang mengalami pecah berada dekat outlet air heater 101-BCA 2. Terjadinya beberapa kegagalan pada line A1011-14” (25P2J) tersebut dinilai sangat mengganggu proses produksi di unit amonia,
karena harus dilakukan beberapa kali shutdown untuk dilakukan proses perbaikan, sehingga production rate amonia PT. Petrokimia Gresik akan turun
Hasil analisa dari pihak inspeksi PT. Petrokimia Gresik menyebutkan bahwa, kegagalan terjadi akibat adanya
overheating temperatur mencapai 800oC dan adanya
pre-existing crack pada daerah las longitudinal lebih dari 80%
tebal pipa, sehingga dengan adanya tekanan udara dalam pipa dapat mengakibatkan terjadinya pecah (rupture). Overheating hanya akan mempercepat terjadinya pecah pada pipa.
Berdasarkan pada teori tentang metalurgi, bahwabaja tahan karat jenis austenitic pada temperatur 425oC sampai 815oC,
kromium karbida akan mengalami precipitates pada batas butir [1], dengan adanya presipitates tersebut daerah sekitar batas butir akan mudah terserang korosi. Adanya tekanan pada lingkungan akan menyebabkan microcrack yang akan menjalar di sekitar batas butir atau sering disebut intergranular stress
corrosion cracking.
Analisa pihak inspeksi PT. Petrokimia Gresik tentang penyebab kegagalan pipa udara A312 Type 304H pada line A1011-14” (25P2J) belum mencapai akar permasalahan sebenarnya, karena belum diketahui apa penyebab terjadinya
pre-existing crack. Atas dasar hal tersebut maka akan
dilakukan penelitian tentang analisa kegagalan pipa udara A312
Type 304H pada line A1011-14” (25P2J) menggunakan
metode RCFA (Root Cause Failur Analisys) agar dapat diketahui akar permasalahan sebenarnya.
Dengan metode RCFA dapat mengidentifikasi suatu permasalahan dengan mencari penyebab utama terjadinya kegagalan maupun faktor-faktor yang memungkinkan baik langsung maupun tidak langsung berkontribusi terhadap masalah tersebut [2]. Komparasi antara pengujian material dan identifikasi beban operasi yang bekerja serta identifikasi proses
maintenance yang sudah dilakukan pada line A1011-14”
(25P2J) adalah skema dasar dari penelitian ini yang digunakan sebagai langkah antisipasi untuk meminimalisir kegagalan dengan kasus yang sama pada komponen ini dikemudian hari.
II. METODEPENELITIAN
A. Metode RCFA
Metode ini digunakan untuk menemukan akar dari permasalahan yang terjadi dengan bantuan tool FTA (Fault
Analisa Kegagalan Pipa Udara A312 Tipe 304H
pada Line A-1011-14” (25P2J) Unit Amonia
PT. Petrokimia Gresik
Sopan Prayoga dan Witantyo
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: [email protected]
Tree Analysis) didukung dengan perhitungan tegangan dan
pengujian pada material pipa.
B. Perhitungan Tegangan yang Terjadi pada Pipa
Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui tegangan pada pipa akibat tekanan operasi
C. Pengujian Fraktografi
Pemerikasaan fraktografi merupakan pengambilan foto makro dengan menggunakan microscope electron hingga perbesaran maksimal 100x. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat patahan yang terjadi pada pipa hasil potongan melintang.
D. Pengujian Metalografi
Pengujian metalografi dilakukan untuk mengetahui struktur mikro material pipa TP304H dengan perbesaran maksimum 500x dengan menggunakan microscope optic.
E. Pengujian SEM-EDX
Dilakukan untuk pemetaan distribusi unsur pada sampel dan untuk mengetahui apakah ada unsur korosif yang terdapat pada sampel.
F. Pegujian OES
Dilakukan untuk mengetahui unsur penyusun SS TP304H, dan untukmengetahui kadar kromium dan karbon yang terkandung pada TP304H.
G. Spesifikasi Material
Tabel 1. Data Teknis Pipa Udara
Material Pipa Udara A 1011-14” A-321 tipe 304H
Diameter 14” Schedule 60 Ketebalan Pipa 15.6mm Tekanan Opeasi 35.7 kg/cm2 Temperatur Operasi 610 oC Tabel 2. Mechanical Properties
Temperature Yield Strength Tensile Strength
oF oC ksi Mpa ksi Mpa
1500 816 9.9 68 18 124
III. HASILDANPEMBAHASAN
A. Bentuk Kegagalan
Ada dua jenis kegagalan yang terjadi pada line A1011-14” (25P2J), yaitu terjadinya crack pada sambungan
circumferential dan pecah pada sambungan las longitudinal. Crack pada sambungan circumferential terjadi pada bagian
lasan, dan toe crack di base metal saat terjadi pecah di sambungan las longitudinal.
Gambar 1. Kegagalan Crack pada Sambungan Circumferential
Gambar 2. Kegagalan Pecah pada Sambungan Longitudinal
B. Pengumpulan Data
Gambar 3. Record Tekanan saat Terjadi Kegagalan
Gambar 3 menunjukkan adanya penurunan tekanan udara mulai pukul 11.00 WIB, hal ini disebabkan kompresor 101-J mengalami low speed, dengan adanya low speed pada kompresor maka debit udara akan menurun. Penurunnya tekanan dan debit udara maka akan mengakibatkan terjadi kenaikan temperatur pada pipa karena kurangnya fluida yang akan dipanaskan, sehingga pipa mengalami overheat kemudian menyebabkan pecah.
Gambar 4. Record Tekanan saat Terjadi Kegagalan
Adanya penurunan temperatur mengindikasikan bahwa ledakan yang menyebabkan pipa pecah terjadi pada pukul 19.47 WIB. Saat terjadi pecah pukul 19.47 temperatur mencapai 799.38oC dan tekanan udara turun hingga diantara
21.35 kg/cm2 dan 19.69 kg/cm2.
C. Identifikasi Penyebab yang Mungkin
Dari diagram FTA pada Gambar 5 telah mengerucut pada kegagalan material, dimana untuk mengerucutkan permasalahan sebelumnya telah dilakukan metode
brainstorming dan interview dengan pihak inspector PT.
Petrokimia Gresik.
Gambar 6 menjelaskan diagram FTA kemungkinan penyebab terjadinya crack pada sambungan circumferntial pipa.
Kegagalan pada Material Tegangan Pada Pipa Tinggi Pre-Existing Crack Intergranular Corrosion Stress Corrosion Cracking Or And And Tekanan Operasi Tinggi Unsur Korosif Tekanan Operasi
Tinggi Temperatur Sensitasi Prosentase Karbon Tinggi Pendinginan Lambat Over Heating Penurunan Nilai Allowable Stress Or Or
Gambar 5. FTA Kegagalan Crack pada Sambungan Longitudinal
Crack Circumferential Kesalahan Prosedur Welder Kurang Berpengalaman Treatment Tidak sesuai Cacat Las Kesalahan Jenis Filler Or Or
Gambar 6. Kegagalan Crack pada Sambungan Circumferential
D. Identifikasi Akar Permasalahan
Perhitungan Tegangan pada Pipa setelah Mengalami
Pengurangan Ketebalan Pipa
Setelah dilakukan pengukuran, ketebalan pipa menglami penipisan menjadi 13.75mm atau 0.54inch, dimana desain awal pipa 0.6inch.
Tegangan yang terjadi pada pipa yang disebabkan oleh tekanan operasi sebesar 20.53kg/cm2 adalah 7276.38 psi, masih
dibawah yield strength material pipa pada temperatur 799.38oC
yaitu 9900 psi.
Perhitungan Tegangan pada Pipa setelah Mengalami
Pengurangan Ketebalan Pipa dan Pre-existing Crack
Tegangan pipa yang terjadi 12978.55 psi melampaui yield
strength material yaitu 9900 psi, akan tetapi masih dibawah tensile strength material yaitu 18000 psi.
Hasil Pengamatan Fraktografi menggunakan SEM
Gambar 7. Titik Pengamatan Fraktorafi
...(1 )
Gambar 8. Patahan Circumferential
Gambar 9. Pre-existing Crack Patahan Longitudinal
Patahan circumfeential perbesaran 1600x berdasarkan ASM
Handbook Volume 12 – Fractrography bentuk patahan dengan
ciri-ciri tersebut merupakan bentuk patahan akibat proses geser (shear process). Bentuk patahan yang terjadi akibat tegangan geser, sehingga pada daerah circumferential bukan merupakan awal terjadinya fracture, akan tetapi patahan pada daerah
circumferential terjadi akibat dari adanya patahan lain.
Hasil pengamatan (scanning electron microscope) SEM dengan perbesaran 1000x pada patahan halus yang merupakan
pre-existing crack menunjukkan pola craking disebabkan sliding pada batas butir. Sliding pada batas butir diakibatkan
karena lemahnya batas butir sehingga dapat mengalami deformasi.
Pengamatan Struktur Mikro
Gambar 10. Diagram Terjadinya Presipitasi Karbida Krom
Garis merah menggambarkan temperatur operasi udara dan garis kuning merupakan pendinginan pada proses pengelasan.
Hasil interview yang dilakukan dengan bagian pengelasan. Garis merah dan kuning pada Gambar 8 menunjukkan bahwa garis tersebut melewati daerah sensitasi.
Gambar 11. Hasil Pengujian pada Sampel di Titik ke 1
Hasil perbesaran pada sampel di titik 1 terdapat adanya
crack yang menjalar pada batas butir mulai dari HAZ melewati fusion line sampai berhenti di fusion zone. Perbesaran 500x
pada fusion zone atau welded menunjukan adanya delta ferrit. Pada perbesaran 500x daerah HAZ terlihat adanya presipitasi karbida krom pada batas butir. Perbesaran 500x presipitasi karbida krom terlihat sangat banyak. Hal tersebut yang menyebabkan daerah disekitar batas butir menjadi lemah dan terjadi retak pada daerah tersebut. Retak yang menjalar pada batas butir disebut dengan IGSCC (intergranular stress
corrosion cracking).
Gambar 12. Hasil Pengujian pada Sampel di Titik ke 2
Sampel diambil dari bagian las longitudinal, dari hasil pengamatan metalografi dengan perbesaran 100x pada terlihat adanya initial crack pada sisi pipa bagian dalam. Initial crack yang terjadi pada daerah HAZ dan menjalar melalui batas butir. Pada perbesaran 100x menunjukkan butir HAZ berukuran besar dan tidak homogen dan butir base metal yang berukuran lebih kecil dan homogen. Besarnya butiran HAZ maka butir akan rentan terjadi dislokasi dikarenakan batas butir yang menjadi penghambat pergerakan dislokasi sedikit, sehingga
Prec. Karbida di BM (500x)
Crack pada HAZ (500x)
Prec. Karbida Krom (500x)
logam akan mudah terdeformasi. Mudahnya bagian HAZ untuk terdeformasi dan dengan adanya presipitasi karbida krom pada batas butir mengakibatkan initial crack muncul pada daerah tersebut. Perbesaran 500x terlihat pada daerah HAZ terdapat adanya presipitasi karbida krom.
Gambar 13. Hasil Pengujian pada Sampel di Titik ke 3
Sampel diambil dari sambungan longitudinal pipa yang masih utuh, pada pengamatan dengan perbesaran 100x tidak terlihat adanya cacat pada lasan maupun base metal, hanya saja butiran pada HAZ terlihat lebih besar dibandingkan dengan
base metal. Perbesaran 500x menunjukkan pada daerah HAZ
terjadi presipitasi karbida krom.
Gambar 14. Hasil Pengujian pada Sampel di Sambungan Reinforce
Sampel terdapat adanya initial crack yang menjalar pada batas butir daerah HAZ dan terdapat presipitasi karbida krom pada daerah tersebut. Hasil pengamatan juga terlihat adanya
undercut. Adanya undercut pada lasan dapat mengurangi
kekuatan sambungan las, dikarenakan tegangan akan terkonsentrasi pada daerah tersebut, sehingga berpotensi terjadinya retak. Undercut pada proses pengelasan disebabkan saat melakukan capping dengan kecepatan yang rendah, sehingga base metal akan ikut mencair. Adanya initial crack dan presipitasi karbida krom pada daerah HAZ retak akan
menjalar melalui batas butir, sehingga hal tersebut merupakan penyebab terjadinya toe crack saat terjadi pecah pada pipa. Proses pecahnya daerah circumferential diyakini selain akibat dari tegangan geser juga akibat adanya initial crack yang terjadi pada HAZ.
Dari hasil pengujian sampel pada empat titik ditemukan adanya presipitasi karbida krom pada batas butir baik di daerah HAZ maupun base metal. Adanya presipitasi karbida krom pada batas butir membuat daerah tersebut menjadi lemah dan timbul intergranular cracking. Pre-existing crack yang terjadi pada sambungan longitudinal pipa setelah diteliti juga terdapat adanya intergranular cracking. Dari hasil analisa tersebut menyatakan bahwa kegagalan bukan hanya karena tegangan dan adanya pre-existing crack, akan tetapi kegagalan disebabkan karena intergranular corrosion yang menyebabkan kekuatan material menurun.
Gambar 15. Hasil Pengujian pada Sampel Potongan Circumferential
Sampel diambil dari bagian circumferential, pengamatan dilakukan untuk menemukan penyebab terjadinya crack pada las circumferential. Hasil pengamatan fotografi setelah dilakukan pemotongan sampel menunjukkan adanya
incomplete penetration pada layer pertama proses pengelasan.
Incomplete penetration disebabkan karena prosedur
pengelasan yang kurang baik, biasanya diebabkan karena saat pengelasan tidak melakukan preheat, sehingga degan kecepatan pengelasan yang tinggi dan logam dalam keadaan dingin cairan filler akan cepat membeku dan tidak dapat berpenetrasi sampai ke dalam. Dengan adanya incomplete
penetration pada daerah lasan, maka dilakukan pengamatan
lebih lanjut pada daerah tersebut dengan pengamatan metalografi. Hasil dari pengamatan metalografi dengan perbesaran 100x menunjukkan ujung-ujung incomplete
penetration terlihat tajam, setelah dilakukan perbesaran hingga
500x terlihat dari ujung-ujung tajam tersebut menjalar crack menuju dalam bagian fusion zone. Selain itu pada bagian HAZ dengan perbesaran 500x sangat jelas terdapat presipitasi karbida krom pada batas butir.
(100x) (500x) (500x) (100x) (100x) (500x) (500x) Prec.Karbida (500x) IP (100x) IP (500x)
Gambar 16. Hasil SEM-EDX
Tabel 3.
Perbandingan Hasil OES dan EDX
Unsur Pengujian OES (%) Pengujian EDX (%)
C 0,049 1,40 Cr 18,16 21,64 Mn 1,608 1,97 P 0,01 0,05 S 0,025 0,05 Si 0,479 0,12 Ni 8,52 8,31 Fe 71,149 66,45
Setelah dilakukan pengujian EDX pada bagian endapan berwarna hitam tersebut hasilnya adalah terdapat unsur C 1.4% dan unsur Cr 21.64%, apabila dibandingkan dengan hasil pengujian OES (Optical Emission Spectrometry) unsur C 0.049% dan Cr 18.16%. Hasil dari EDX menunjukkan adanya peningkatan persentase unsur karbon dan krom yang signifikan pada batas butir, hal ini menunjukkan pada daerah tersebut terdapat presipitasi karbiada krom. Hasil pengujian EDX juga tidak menunjukkan adanya unsur korosif Cl (cloride), sehingga
pre-existing crack bukan terjadi karena SCC (Stress Corrosion Craking) melainkan karena IGSCC (intergranuar stress corrosion craking).
E. Solusi dan Rekomendasi
Penggantian pipa TP304H welded menjadi TP304H
seamless dapat meningkatkan kekuatan pipa. Hasil penelitian
membukikan kegagalan terjadi pada daerah HAZ sambungan
longitudinal yang disebabkan intergranular corrosion, selain
itu kegagalan pada pipa juga dipengaruhi dengan pipa yang sudah beroperasi lebih dari 15 tahun. Penggantian dengan TP304H seamless pipe dirasa lebih efektif karena dengan biaya yang minimal dapat menaikkan kekuatan pipa. Tidak adanya sambungan longitudinal pada pipa seamless, maka kegagalan serupa dapat dicegah dan akan menambah umur pakai pipa.
Untuk kegagalan pada sambungan circumferential, hal tersebut dapat dicegah dengan penggunaan prosedur yang sesuai pada proses reweld ataupun proses pengelasan pada
reinforce.
KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat beberapa penyebab terjadinya kegagalan, yaitu: a. Hasil pengujian EDX/EDS (Energy Dispesive X-Ray
Analysis) membuktikan adanya peningkatan unsur C dan Cr
pada batas butir.
b. Kegagalan pada line A 1011-14” bukan hanya disebabkan oleh adanya tegangan dan pre-existing crack tetapi juga karenakan adanya IGSCC (intergranular stress corrosion
cracking), dan juga disebabkan oleh umur pipa mencapai
lebih dari 15 tahun. Hasil pengujian EDX membuktikan adanya IGSCC (intergranular stress corrosion cracking) c. Hasil pengamatan struktur mikro bagian las circumferential
menunjukkan adanya incomplete penetration pada fusion
zone, setelah dilakukan perbesaran 500x cacat las tersebut
berujung runcing yang menyebabkan crack pada fusion zone. Hal tersebut menjadi penyebab terjadinya crack pada las
circumferential pipa.
Solusi dan rekomendasi yang akan diajukan agar kegagalan yang serupa tidak terulang lagi adalah sebagai berikut:
a. Penggantian pipa TP304H welded menjadi TP304H seamless dapat meningkatkan kekuatan pipa. Penggantian dengan TP304H seamless pipe dirasa lebih efektif karena dengan biaya yang minimal dapat menaikkan kekuatan pipa. Tidak adanya sambungan longitudinal pada pipa seamless, maka kegagalan serupa dapat dicegah dan akan menambah umur operasi pipa.
b. Untuk menaggulangi terjadinya crack di setiap joint maka proses pengelasan harus disesuaikan prosedur.
DAFTARPUSTAKA
[1] Denny A. Jones. Principles and Prevention of Corrosion Second
Edition. University of Nevada: Prentice Hall, Upper Saddle River.
[2] Mobley Keith. R., Lindley R. Higgins dan Darrin J. Wikoff. 2008.
Maintenance Engineering Handbook Seventh Edition. New York: Mc
Graw Hill.
[3] ASM. 1987. Handbook Volume 12 Fractography. ASM International the Materials Information Company. Amerika
[4] Brook, R.C dan Choudhury, A. 2002. Failur Analisys of Engineering
Material. New York: Mc Graw-Hill.