• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS III"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIKA SISWA KELAS III

Gede Adi Juliawan

1

, Luh Putu Putrini Mahadewi

2

, Ni Wayan Rati

3

1,3

Jurusan PGSD,

2

Jurusan TP

FIP Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: adijuliawan@gmail.com

1

, lpp-mahadewi@undiksha.ac.id

2,

niwayan_rati@yahoo.com

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan kemampuan pemecahan masalah matematika antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model problem based learning (PBL) dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas III di Gugus III Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2016/2017. Jenis Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan rancangan non-equivalent post-test only control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III di Gugus III Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2016/2017. Sampel diambil dengan cara random sampling. Sampel penelitian ini yaitu siswa kelas III SDN 2 Padangbulia dan siswa kelas III SDN 3 Pegadungan. Data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dikumpulkan menggunakan tes uraian. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil analisis uji-t diperoleh thitung lebih besar

dibandingkan dengan ttabel (thitung 15,76 > ttabel 2,021) ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan kemampuan pemecahan masalah matematika antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model problem based learning (PBL) dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model konvensional, sehingga dapat disimpulkan bahwa model problem based learning (PBL) berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas III di Gugus III Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2016/2017.

Kata-Kata Kunci: kemampuan pemecahan masalah, Model PBL

Abstract

This research aims to determine the significant differences in the ability of problem solving of mathematics outcomes among groups of students that learned with model of problem based learning (PBL) and group of students that learned with conventional learning models to students third grade in cluster III Sukasada district Buleleng regency in the academic year 2016/2017. This research is a quasi-experimental with non-equivalent post-test only control group design. The population of this study was all students in three grade in cluster III Sukasada district Buleleng regency in the academic year 2016/2017. Samples were taken by random sampling. The sample of this research is the third grade students of SDN 2 Padangbulia and third grade students of SDN 3 Pegadungan. The students' math problem solving data were collected using a description test. The data obtained were analyzed using descriptive statistics and inferential statistics. The result of this research shows that the result of t-test analysis obtained tcount is bigger than ttable (tcount 15,76> ttable 2.021). This means that there are

significant difference of problem solving ability of mathematics between group of students who are learning with problem based learning (PBL) model and Groups of students that learned with conventional learning models, so it can be concluded that the problem based learning model (PBL) has a positive effect on the ability of solving the problem of mathematics of third grade in cluster III Sukasada district Buleleng regency in the academic year 2016/2017.

(2)

2 PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensi dalam dirinya serta untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, sehingga manusia mampu untuk menghadapi setiap perubahan yang terjadi menuju arah yang lebih baik. Berdasarkan UU nomor 20 pasal 1 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dapat disimpulkan bahwa pendidikan menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia di segala bidang untuk memiliki kesiapan dalam menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu proses pendidikan haruslah sesuai dengan ketentuan yang bersifat mendasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mampu mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, dan siap menghadapi tantangan global. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari masalah-masalah yang berhubungan dengan perhitungan. Perhitungan seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian sering kita temui dalam keseharian kita. Perhitungan-perhitungan tersebut ada dalam mata pelajaran matematika. Senada dengan hal tersebut Susanto (2013:185) menyatakan “Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”.

Pembelajaran matematika dapat dikatakan berhasil jika tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai. Hal tersebut terlihat dari hasil yang diperoleh siswa serta keantusiasan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Namun kenyataanya, dalam pembelajaran matematika di semua jenjang sekolah masih banyak siswa yang beranggapan bahwa matematika merupakan pembelajaran yang sulit, baik itu sulit dalam menerima materi maupun sulit dalam menyelesaikan permasalahan

matematika, manakutkan, membosankan dan tidak menarik. Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran matematika hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga siswa merasa senang dan merasa gembira serta tidak merasa tertekan atau terpaksa belajar matematika. Siswa hendaknya dapat aktif baik secara fisik maupun mental dalam mengikuti pembelajaran matematika. Hal tersebut dapat terjadi jika guru selalu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi siswa untuk mengoptimalkan dan memanfaatkan semua inderanya untuk belajar serta dengan mengaktifkan kerjasama, komunikasi, dan kolaborasi dengan siswa yang lain. Hal tersebut akan memperkuat daya ingat siswa, mempermudah dan mempercepat siswa memahami sesuatu, meningkatkan keterampilan siswa, serta meningkatkan sikap positif siswa terhadap mata pelajaran matematika. Senada dengan pernyataan tersebut Susanto (2013) memaparkan bahwa pembelajaran matematika merupakan proses belajar mengajar untuk mengembangkan kreativitas berpikis siswa sebagai upaya peningkatan penguasaan terhadap materi matematika.

Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika. Menurut Susanto (2013:191) menjelaskan bahwa “Faktor seperti masalah klasik tentang penerapan metode pembelajaran matematika yang masih terpusat pada guru, sementara siswa cenderung pasif. Faktor klasik lainnya, ialah penerapan model pembelajaran konvensional, yakni ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas atau pekerjaan rumah (PR)”. Sistem pembelajaran yang demikian menyebabkan siswa tidak berpartisipasi aktif dalam mengikuti pembelajaran, sehingga siswa tidak sungguh-sungguh dalam mengikuti pelajaran dan cenderung kurang berminat untuk mengikuti pembelajaran matematika. Penggunaan metode yang kurang tepat dalam pembelajaran matematika menyebabkan siswa sulit menerima materi yang disampaikan oleh guru. Sehingga saat siswa diberikan suatu persoalan siswa

(3)

3 tidak dapat memecahkan masalah tersebut.

Selain faktor di atas, hasil pengamatan yang dilakukan di Gugus III Kecamatan Sukasada, menunjukan bahwa model pembelajaran konvensional dengan kegiatan ceramah dan tanya jawab dominan digunakan dalam pembelajaran matematika. Adapun permasalahan-permasalahan yang didapat dalam pengamatan yaitu, (1) dalam proses pembelajaran siswa kurang antusias dalam menerima pelajaran matematika, (2) dalam kegiatan belajar siswa cenderung pasif, kondisi seperti ini mengakibatkan siswa kurang berminat untuk belajar, (3) Guru tidak memberikan persoalan-persoalan sehari-hari untuk dipecahkan, (4) interaksi belajar antara siswa-siswa, siswa-guru tidak berlangsung dengan baik, (5) model pembelajaran konvensional/ceramah mendominasi, (6) Guru tidak menerapkan strategi-strategi pembelajaran yang efektif dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan kegiatan wawancara dengan wali kelas III di Gugus III Kecamatan Sukasada diperoleh hasil sebagai berikut. (1) kendala yang dialami guru terletak pada siswa, yaitu siswa cenderung kurang aktif baik bertanya maupun menjawab saat pembelajaran berlangsung, (2) dalam pembelajaran guru biasa menggunakan kegiatan ceramah, tanya jawab, diskusi maupun penugasan tanpa mempertimbangkan metode maupun model yang lain, (3) kebanyakaan siswa masih sulit untuk memahami materi-materi pelajaran, apalagi materi-materi yang sulit dibelajarkan, (4) kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita masih kurang, karena siswa sulit mengartikan soal-soal cerita seperti mana pernyataan dan mana pertanyaan dalam soal tersebut, (5) tidak semua siswa mampu menyelesaikan soal hitungan yang berkaitan dengan angka, khususnya hitung campuran karena siswa tidak tahu mana operasi hitung yang didahulukan untuk dikerjakan maupun sebaliknya, (6) solusi yang dilaksanakan guru untuk meningkatkan kemampuan siswa, mengadakan jam tambahan atau les dan

mengajarkan materi secara berulang-ulang.

Rata-rata UAS mata pelajaran matematika di Gugus III Kecamatan Sukasada masih tergolong rendah. Karena pembelajaran matematika di gugus III Kecamatan Sukasada di dominasi oleh pembelajaran konvensional dengan metode ceramah. Hal tersebut juga dibuktikan dengan adanya sekolah yang memiliki rata-rata yang di bawah KKM. Walaupun rata-rata nilai mata pelajaran matematika sudah sebagian sekolah di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) namun nilai tersebut masih tergolong rendah dan tidak menunjukkan hasil yang maksimal karena rata-rata nilai siswa masih ada pada kisaran nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sekolah. Selain itu, jika dibandingkan dengan sekolah lain, nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di SD Gugus III Kecamatan Sukasada masih dikatakan lebih rendah karena nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sekolah dasar lainnya adalah 70 ke atas. Jadi dipandang perlu untuk mencari solusi agar nilai siswa lebih meningkat sehingga mampu bersaing pula dengan sekolah lainnya.

Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara, dan pencatatan dokumen yang dilakukan di Gugus III Kecamatan Sukasada, dapat diketahui bahwa hasil yang diperoleh siswa masih rendah. Hasil tersebut disebabkan oleh pembelajaran yang dilakukan oleh guru dominan konvensional. Pembelajaran secara konvensional yang diterapkan guru membuat siswa sulit memahami materi ketika pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika di sekolah masih banyak siswa yang beranggapan bahwa matematika merupakan pembelajaran yang sulit, baik itu sulit dalam menerima materi maupun sulit dalam menyelesaikan permasalahan matematika, manakutkan, membosankan dan tidak menarik. Pemahaman siswa dan kemampuan siswa dalam belajar karena pengaruh pembelajaran yang kurang diminati akan berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. Hal tersebut dikarenakan kemampuan pemecahan masalah siswa yang baik

(4)

4 dalam pembelajaran matematika akan meningkatkan hasil belajar siswa yang kurang baik.

Kemampuan pemecahan masalah adalah, “Kemampuan menyelesaikan masalah rutin, non-rutin, rutin terapan, rutin non-terapan, non-rutin terapan, dan masalah non-rutin dan non-terapan dalam bidang matematika” (Eka dan Ridwan, 2015:84). Kemampuan pemecahan masalah dalam satu kelas dengan yang lain bervariasi, bergantung kepada kondisi masing-masing individu. Budhayanti (2008:9-2), menyatakan, “Banyak ahli matematika mengatakan bahwa matematika searti dengan pemecahan masalah yaitu mengerjakan soal cerita, membuat pola menafsirkan gambar atau bangunan”. Dengan demikian belajar untuk memecahkan masalah penting dalam mempelajari matematika. Semakin tinggi kemampuan pemecahan masalah siswa maka hasil yang ditunjukan akan semakin tinggi.

Tindakan yang tepat untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa harus dilakukan. Dalam hal ini, beberapa model pembelajaran telah dikembangkan oleh para ahli untuk menciptakan proses pembelajaran yang lebih baik dengan berdasarkan pada kaidah konstruktivisme, interaksi sosial, maupun pada konteks kehidupan nyata. Model pembelajaran yang berpegang pada kaidah konstruktivisme salah satunya adalah Model Problem Based

Learning (PBL). Menurut Duch (dalam

Shoimin, 2014:130), mengatakan bahwa,

“Problem Based Learning (PBL) adalah

model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta memperoleh pengetahuan”. Sejalan dengan itu Arends (dalam Eka dan Ridwan, 2015:42), juga mendefinisikan, “Problem Based Learning (PBL) sebagai suatu model pembelajaran di mana siswa dihadapkan pada masalah autentik (nyata) diharapkan dapat menyusun pengetahuan sendiri, menumbuhkembangkan inkuiri dan keterampilan tingkat tinggi, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan

dirinya”. Jadi dapat disimpulkan bahwa

Problem Based Learning (PBL)

merupakan model pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu masalah sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan penyelesaian masalah serta memperoleh pengetahuan baru terkait dengan permasalahan tersebut.

Dalam model Problem Based Learning (PBL), pembelajaran diarahkan

oleh suatu permasalahan sehari-hari. Jhon Dewey (dalam Trianto, 2007) menyatakan, bahwa sekolah harus menjadi laboratorium untuk pemecahan kehidupan secara nyata. Contoh penyelesaian masalah secara langsung dalam pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Pada model Problem Based Learning (PBL), tujuan pembelajaran dan masalah dirancang lebih realistik. Siswa akan didorong untuk memiliki kemampuan pemecahan masalah dalam situasi nyata, Pembelajaran akan berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak akan dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi.

Shoimin(2014:132), mengungkapkan beberapa kelebihan dari model Problem

Based Learning dalam pembelajaran

yaitu, “(1) siswa didorong untuk memiliki kemampuan pemecahan masalah dalam situasi nyata, (2) pembelajaran berfokus pada masalah, (3) siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuan sendiri”. Kelebihan dari model Problem

Based Learning sangat bermanfaat untuk

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Sejalan dengan hal tersebut penelitian yang dilakukan oleh Gunantara (2014) yang menunjukan bahwa penerapan model Problem Based

Learning dapat meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah siswa kelas V SDN 2 Sepang.

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh model Problem Based Learning dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam pembelajaran matematika di Gugus

(5)

5 III Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Dengan demikian, dilakukannya penelitian eksperimen yang berjudul “Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas III Semester Genap SD Di Gugus III Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2016/2017”.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam mata pelajaran matematika antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model

Problem Based Learning (PBL) dan

kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas III semester genap di Gugus III Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Tahun Pelajaran 2016/2017. METODE

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu (quasi experiment) karena dalam penelitian ini

mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2011). Dalam eksperimen semu, penempatan subjek ke dalam kelompok yang dibandingkan tidak dilakukan secara acak. Individu subjek sudah ada dalam kelompok yang dibandingkan sebelum diadakannya penelitian. Desain Penelitian yang digunakan adalah non equivalent post-test

only control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah kelas III di SD gugus III Kecamatan Sukasada. Dari 8 SD yang ada di gugus III dilakukan uji kesetaraan untuk menentukan sampel setara atau tidak. Hasil dari uji kesetaraan pada populasi didapatkan hasil 8 sekolah tersebut setara yaitu SDN 1 Padangbulia, SDN 2 Padangbulia, SDN 3 Padangbulia, SDN 1 Pegadungan, SDN 2 Pegadungan, SDN 3 Pegadungan, SDN 1 Silangjana, SDN 2 Silangjana. Kemudian, dari delapan SD yang ada di Gugus III Kecamatan Sukasada dilakukan pengundian untuk diambil dua kelas yang dijadikan subjek

penelitian. Dari dua kelas tersebut diundi lagi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan hasil pengundian untuk menentukan kelas eksperimen dan kontrol, diperoleh sampel yaitu siswa kelas III SDN 2 Padangbulia sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas III SDN 3 Pegadungan sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran dengan model

problem based learning (PBL) dan kelas

kontrol diberikan perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Penelitian ini melibatkan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model problem based learning (PBL) dan model pembelajaran konvensional sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan pemecahan masalah matematika.

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes. Jenis instrumen berupa tes uraian. Tes tersebut kemudian diuji coba lapangan untuk mencari validitas, reabilitas, taraf kesukaran dan daya bedanya. Hasil tes uji lapangan akan diberikan kepada siswa kelas eksperimen dan kontrol. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan statistik inferensial melalui Uji-t.

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

Data penelitian ini adalah skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sebagai akibat dari penerapan model problem based learning (PBL) pada kelompok eksperimen dan model pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol. Rekapitulasi perhitungan data hasil penelitian tentang kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

(6)

6 M = 62,8 Mo = 66,75 Md = 63 Mo = 27,16 Md = 29,11 M = 30,41 0 2 4 6 8 Fre k u en si Kelas Interval F 0 2 4 6 8 10 fr ek u en si Kelas Interval F

Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Mean 62,8 30,41 Median 63 29,11 Modus 66,75 27,16

Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa mean data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen = 62,8 lebih besar daripada kelompok kontrol = 30,41. Kemudian data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen tersebut dapat disajikan ke dalam bentuk poligon seperti pada Gambar 1.

Gambar 1.Poligon Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelompok eksperimen

Berdasarkan poligon diatas, diketahui modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling negatif yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi. Sedangkan Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa kelompok kontrol dapat disajikan ke dalam bentuk poligon seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Poligon Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelompok Kontrol

Berdasarkan poligon diatas, diketahui mean lebih besar dari median dan median lebih besar dari modus (M>Md>Mo). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling positif yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah. Kemudian dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui pangaruh dari model pembelajaran yang diterapkan. Namun sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis data yaitu normalitas dan homogenitas. Berdasarkan hasil uji prasyarat analisis diperoleh bahwa data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen dan kontrol adalah normal dan varians kedua kelompok homogen. Untuk itu, pengujian hipotesis dilakukan menggunakan uji-t dengan rumus polled

varians. Rangkuman hasil perhitungan uji-t

antar kelompok eksperimen dan kontrol disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji-t Data Kelompok N

X

s2 t hitung ttabel Kemampuan Pemecahan Masalah Eksperimen 28 62,8 61,76 15,76 2,021 Kontrol 29 30,41 59,13

(7)

7 Keterangan: N = jumlah data,

X

= mean, s2 = varians

Berdasarkan tabel hasil perhitungan uji-t di atas, diperoleh nilai thitung sebesar 15,76. Sedangkan nilai ttabel adalah 2,021. Hal ini berarti nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel (thitung > ttabel), sehingga H0 ditolak atau

H1 diterima. Dengan demikian, dapat

diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model problem based learning (PBL) dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas III di SD Gugus III Kecamatan Sukasada.

PEMBAHASAN

Perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model

problem based learning (PBL) dan

kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional disebabkan oleh (1) Pemberian permasalahan nyata atau kontekstual, (2) Bekerja secara berkelompok, (3) mengumpulkan informasi secara mandiri. Dengan memberikan permasalahan-permasalahan nyata yang ada disekitar siswa maka siswa akan lebih tertarik untuk belajar sehingga mendorong siswa untuk memahami materi yang kompleks daripada materi dengan cakupan yang sangat dangkal. Pembelajaran yang berorientesi masalah bertujuan agar siswa tidak hanya mendapat pengetahuan dasar dalam belajar, tetapi mendapatkan pengalaman menggunakan pengetahuan siswa untuk memecahkan masalah nyata. Temuan ini didukung oleh penjelasan Shoimin (2014) yang menyatakan bahwa model problem

based learning (PBL) atau Pembelajaran

Berbasis Masalah merupakan suasana pembelajaran yang diarahkan oleh suatu permasalahan sehari-hari.

Siswa kelas III di SDN 2 Padangbulia sebagai kelas eksperimen yang diberikan pembelajaran dengan menggunakan model

problem based learning (PBL) lebih tertarik

untuk belajar karena materi yang diberikan dikaitkan langsung dengan

masalah-masalah sehari-hari siswa. Contohnya mengenai menghitung luas persegi panjang menggunakan satuan tidak baku, guru mengkaitkannya dengan masalah sehari-hari seperti menghitung luas ruang kelas dengan menghitung jumlah ubin yang ada dikelasnya. Sedangkan siswa kelas III di SDN 3 Pegadungan sebagai kelas control dengan menggunakan pembelajaran konvensional cenderung pasif karena semua dijelaskan secara teori saja. Siswa hanya mendengarkan dan mencatat penjelasan dari gurunya.

Kedua, adanya diskusi kelompok, model problem based learning (PBL) adalah model pembelajaran yang dapat dilaksanakan secara berkelompok. Dalam proses pembelajaran siswa berdiskusi untuk membahas lembar kerja siswa (LKS) yang diberikan oleh guru. Melalui diskusi kelompok siswa dapat menyampaikan pendapat untuk memecahkan suatu permasalahan dan saling bertukar informasi. Selain itu, melalui diskusi kelompok siswa dapat mengembangkan sikap menghargai pendapat orang lain dan belajar bermusyawarah. Semua siswa aktif menyampaikan pendapat, tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja. Temuan ini sesuai dengan penjelasan Tan (dalam Amir, 2009) menyatakan Pembelajaran bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan melakukan presentasi. Selain itu sesuai dengan Tan, Wee dan Kek (dalam Amir, 2009:12), mengenai ciri-ciri model PBL, Guru harus mampu menciptakan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan secara berkelompok, sehingga pesan guru adalah sebagai pemberi rangsangan, pembimbing kegiatan siswa, dan penentu arah belajar siswa.

Siswa kelas III di SDN 2 Padangbulia berdiskusi secara aktif, baik bertanya maupun menjawab dengan sesama teman kelompoknya dan dengan guru yang mengajar. Hal ini terlihat saat mengerjakan LKS, siswa yang kurang mengerti bertanya kepada temannya, sedangkan yang sudah mengerti akan menjelaskan kepada teman kelompoknya. Saat perwakilan kelompok

(8)

8 menyampaikan hasil kerjanya di depan kelas. Masing-masing kelompok memiliki kesempatan untuk bertanya maupun memperbaiki jawaban temannya yang kurang tepat. Dalam kegiatan ini muncul interaksi antara siswa dan siswa lain serta siswa dengan guru. Siswa akan memperbaiki jawaban teman yang kurang tepat maupun bertanya jika masih kurang jelas. Sehingga terjadi pertukaran gagasan antar kelompok.

Ketiga, adanya dorongan untuk mengumpulkan segala informasi yang sesuai dengan permasalahan yang diberikan dapat meningkatkan kemandirian siswa untuk belajar sehingga siswa mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah dengan kemampuannya sendiri, diharapkan dengan demikian siswa akan paham cara memecahkan masalah tidak hanya menghafal, sehingga kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat ditingkatkan. Dalam model problem

based learning (PBL) diberikan kesempatan

kepada siswa untuk mencari informasi sendiri, bekerja secara kelompok, menyajikan hasil pekerjaannya dan mengevalusi pekerjaan teman lainnya. Guru memberikan penghargaan berupa pujian, gerakan tubuh, tepuk tangan. Agar siswa antusias dan semangat dalam proses pembelajaran. Temuan ini didukung oleh penjelasan Shoimin (2014) yang menyatakan bahwa langkah-langkah menerapkan model Problem Based Learning (PBL) adalah menjelaskan tujuan

pembelajaran, mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar, mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi, membantu siswa dalam merencanakan serta menyiapkan karya yang sesuai dan membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi. Selain itu, Model problem based learning (PBL) lebih menekankan pada aktivitas siswa melalui sintaks/langkah-langkah sebagai berikut: 1) Mengorientasi siswa pada masalah, 2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar, 3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, 4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, 5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Sumber Sri, 2016).

Ditinjau dari proses pembelajaran, aktivitas siswa yang dibelajarkan dengan model problem based learning (PBL) lebih aktif dalam pembelajaran. Kegiatan pembelajaran berpusat kepada siswa dan guru sebagai fasilitator. Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran terutama pada saat mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, maupun menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Siswa terlihat senang dan serius saat bekerja secara kelompok dan menyajikan hasil kerjanya kedepan kelas. Suasana pembelajaran menjadi menyenangkan, tidak ada siswa yang terlihat bosan mengikuti pembelajaran. Siswa saling bekerjasama dalam kelompok untuk menyelesaikan LKS sehingga siswa mendapatkan pengetahuan baru. Temuan ini sesuai dengan penjelasan Sanjaya (2006) yang menyatakan bahwa, model

problem based learning (PBL) dalam

proses belajar mengajarnya akan lebih menyenangkan dan disukai siswa serta dapat mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

Berbeda halnya dengan model pembelajaran konvensional, dalam pembelajaran guru lebih mendominasi proses pembelajaran sehingga pembelajaran hanya berpusat pada guru (teacher centered). Interaksi siswa dan guru bersifat satu arah. Guru lebih banyak menyampaikan materi, kemudian menuliskan konsep-konsep materi yang diajarkan di papan tulis, dan siswa mencatat apa yang disampaikan oleh guru. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Rasana (2009) yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran konvensional guru yang aktif di kelas dan siswa menjadi pasif, guru memberikan ceramah, tanya jawab, dan tugas untuk siswa. Selama kegiatan pembelajaran, siswa terlihat pasif karena siswa lebih banyak mendengarkan penjelasan guru. Suasana pembelajaran kurang menarik dan kurang menyenangkan untuk siswa sehingga banyak siswa yang terlihat bosan dan kurang memperhatikan guru. Hal ini mengakibatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

(9)

9 rendah karena proses pembelajaran yang dilakukan kurang bermakna untuk siswa.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil dari beberapa penelitian tentang model problem based learning (PBL). Gunantara (2014) melakukan penelitian mengenai penerapan model pembelajaran

problem based learning (PBL) untuk

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas V semester II SD No 2 Sepang. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan dengan menggunakan model Problem

Based Learning (PBL) dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematika. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) dapat

meningkat secara signifikan.

Penelitian lain yang dilaksanakan oleh Rianita (2014) mengenai pengaruh model

problem based learning (PBL) terhadap

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII SMPN 1 Pagelaran. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model problem based

learning (PBL) dan kelompok siswa yang

dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran

problem based learning (PBL) lebih baik

dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional.

Perbedaan tahapan pembelajaran antara model problem based learning (PBL) dan model pembelajaran konvensional tentunya akan memberikan dampak yang berbeda terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika. Penerapan model

problem based learning (PBL)

menyebabkan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran, lebih antusias untuk belajar sehingga siswa mampu membangun pengetahuannya. Siswa menjadi lebih tertantang untuk belajar dan berusaha menyelesaikan permasalahan matematika yang ditemukan, sehingga siswa lebih memahami materi yang dipelajari. Dengan

demikian, kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang dibelajarkan dengan model problem based

learning (PBL) lebih baik dibandingkan

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan pemecahan masalah matematika antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model problem based learning (PBL) dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas III SD di Gugus III Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2016/2017. Hasil tersebut diperoleh dari perhitungan uji-t, thitung = 15,76 > ttabel = 2,021 (dengan db 55 dan taraf signifikansi 5%), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti model problem based learning (PBL) berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas III SD di Gugus III Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2016/2017.

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dikemukakan beberapa saran yaitu pertama, bagi siswa agar selalu memotivasi diri untuk belajar sehingga mampu mencapai hasil belajar yang maksimal. Kedua, bagi guru agar menggunakan model problem based learning dalam kegiatan belajar mengajar, khususnya untuk mata pelajaran Matematika. Ketiga, bagi Kepala Sekolah agar membina para guru dalam memilih dan menerapkan model pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Keempat, bagi peneliti lain yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model problem based learning (PBL) dalam mata pelajaran matematika maupun mata pelajaran lainnya yang sesuai agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini sehingga mendapatkan hasil penelitian yang lebih sempurna.

(10)

10 DAFTAR RUJUKAN

Agung, A.A. Gede. 2014. Metodologi

Penelitian Pendidikan. Yogyakarta:

Aditya Media Publishing.

Afrilia, Rianita.2014. ”Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Viii Smpn 1 Pagelaran Tahun Pelajaran 2013/2014”. Skripsi (tidak diterbitkan).

Budhayanti, dkk. 2008.Bahan Ajar Cetak,

Pemecahan Masalah Matematika.

Bahan Ajar (Tidak diterbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Eka dan Ridwan. 2015. Penelitian Pendidikan Matematika. Bandung :

PT Refika Aditama.

Gunantara, Gede. 2014. ”Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas V semester II SD No. 2 Sepang tahun pelajaran 2012/2013”. Jurnal ilmiah pendidikan dan pembelajaran. Vol 2.

No. 1 (hlm 1-10).

Koyan, I Wayan. 2011. Asessmen dalam

Pendidikan. Singaraja: Universitas

Pendidikan Ganesha Press.

Rasana, I.D.R. 2009. Model-Model

Pembelajaran. Singaraja:

Universitas Pendidikan Ganesha.

Shoimin, Aris. 2014. 68 Model

Pembelajaran Inovatif dalam

Kurikulum 2013. Yogyakarta:

Ar-Ruzz Media.

Sri Ayu Lestari, Ni Made. 2016. “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Penilaian Proyek Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis siswa”. Jurnal ilmiah pendidikan dan pembelajaran. Vol 4 No. 1.

Susanto, Ahmad.2013.Teori belajar dan

pembelajaran di sekolah dasar.

Jakarta : Kencana.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R dan D.

Bandung: CV.ALFABETA.

Taufiq Amir. 2009. Inovasi Pendidikan

Melalui Problem Based Learning

Bagaimana Pendidik

memberdayakan pemelajar di era pengetahuan. Jakarta : Kencana.

Trianto. 2007. Model-model pembelajaran

inovatif berorientasi konstruktivistik.

Jakarta : Prestasi Pustaka.

Wina Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran

Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta : Kencana

---.Undang-Undang Republik

Indonesia No 20 tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Denpasar: Badan

Informasi dan Telematika Daerah Provinsi Bali.

Gambar

Gambar  1.Poligon  Kemampuan  Pemecahan  Masalah  Matematika  Siswa  Kelompok eksperimen

Referensi

Dokumen terkait

Bermula dari 31 Mei hingga 2 Jun 2013, seramai 30 jurulatih tempatan dan 250 kanak-kanak- sebahagian besar mereka terdiri daripada anak-anak yatim atau mereka yang kurang

HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah awal penelitian peramalan kunjungan wisman menggunakan GRNN dengan membuat plot data runtun waktu kunjungan wisman ke Indonesia.. Plot

a) Multiplatform, Kelebihan utama dari java ialah dapat dijalankan di beberapa platform / sistem operasi komputer. b) OOP (Object Oriented Programming – Pemrograman Berorentasi

Sistem Informasi Akuntansi Pengeluaran Kas yang dikembangkan dapat diakses oleh tiga user, yaitu asisten administrasi umum, manager dan operasional yang memiliki

Swastika Andini. Pengembangan Multimedia Flipbook untuk Meningkatkan Keterampilan Dasar Geometri dalam Pencapaian Tingkat Deduktif Informal Siswa Kelas VI di Sekolah

DAN SEKITARNYA, KECAMATAN KALIGESING DAN BAGELEN, KABUPATEN PURWOREJO, PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN METODE SAYATAN TIPIS. Ikra Wahyu Pratama, Ikfi Maasyi Hanif,

Pada flowchart sistem pengamanan mobil tidak aktif (OFF) akan dijelaskan ketika pemilik mobil kembali masuk mobil dan memutus tegangan pada alat sistem pengamanan

(1994) dinamika Cladocera dan Diptera pada sawah di Filipina dipengaruhi oleh pemberian pupuk nitrogen dan pestisida Selain itu indeks keanekaragaman (Tabel 2) juga tergolong