• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB V

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Dalam Bab ini, peneliti akan menggunakan analisis wacana kritis model Norman Fairclough untuk mengkaji teks, produksi teks, dan praktik sosial budaya dalam Pernyataan Produser Film Arwah Goyang Jupe Depe yaitu Shankar RS terkait adegan perkelahian asli antara Julia Perez dan Dewi Perssik dalam Film Arwah Goyang Jupe Depe untuk menggambarkan ideologi kapitalisme dalam pernyataan tersebut.

5.1

Gambaran Adegan Perkelahian Nyata dalam Film

Gambar. 6.

(2)

2

5.2

Pernyataan Produser

“Untuk media saya minta satu hal, hati-hati ngomong settingan, karena berbahaya itu menuduh. Siapapun, apalagi perempuan saya bilang saya kasih kamu satu miliar muka kamu

dicakar beneran, ada yang mau ga? Makanya hati-hati ngomong settingan, saya ga suka media sembarang ngomong, itu ga bener, ini memplintir narasi, tidak ada disini yang

settingan.”

“Ini sama sekali bukan settingan, ini sebuah kecelakaan. Jangan dinikmatin kecelakaan ini.”

“Setiap adegan yang baik dan yang salah itu milik PH, saya berhak memakai adegan apapun.”

5.3

Analisis Wacana Kritis-Norman Fairclough

5.3.1 Analisis Teks

“Untuk media saya minta satu hal, hati-hati ngomong settingan, karena berbahaya itu menuduh. Siapapun, apalagi perempuan saya bilang saya kasih

kamu satu miliar muka kamu dicakar beneran, ada yang mau ga? Makanya hati-hati ngomong settingan, saya ga suka media sembarang ngomong, itu ga

bener, ini memplintir narasi, tidak ada disini yang settingan.”

Pernyataan diatas merupakan bentuk wacana perlawanan produser terhadap media yang mengatakan adegan perkelahian tersebut adalah settingan guna mendongkrak popularitas film. Dilihat dari aspek kebahasaannya, Shankar RS yang saat itu menjenguk Dewi Perssik menggunakan sebuah perumpaan pada

(3)

3 kalimat “Siapapun, apalagi perempuan saya bilang saya kasih kamu satu miliar muka kamu dicakar beneran, ada yang mau ga?” dalam kalimat ini Shankar berusaha menjelaskan dengan tegas bahwa adegan tersebut tidak settingan dan benar-benar perkelahian asli diluar konteks skenario. Skenario merupakan naskah

cerita yang menguraikan urutan adegan, tempat, kejadian dan dialog1, yang berarti

adegan perkelahian yang terjadi tersebut tidak terduga atau diluar naskah yang dibuat oleh sutradara.

“ini sebuah kecelakaan. Jangan dinikmatin kecelakaan ini”.

Menariknya pada kalimat ini, Shankar menjelaskan bahwa “ini sebuah

kecelakaan”. Kecelakaan adalah semua kejadian yang tidak direncanakan yang

menyebabkan atau berpotensial menyebabkan cidera, kesakitan, kerusakan atau kerugian lainnya.Dalam kalimat ini, terlihat jelas bahwa Shankar menganggap perkelahian antara Julia Perez dan Dewi Perssik merupakan sebuah perisitiwa yang pada akhirnya merugikan kedua bintang tersebut, karena berawal dari adu akting dalam film Arwah Goyang Jupe Depe tersebut kedua pemain ini saling melaporkan atas dugaan penganiyayaan dan berakhir dengan hukuman yang harus dijalani keduanya selama tiga bulan mendekap di tahanan. Shankar RS juga mengungkapkan saran pada kalimat di atas yaitu “jangan dinikmatin

kecelakaan ini”. Dalam kalimat ini memiliki unsur larangan terhadap khalayak

yaitu untuk tidak melihat dan menganggap adegan tersebut sebagai sesuatu yang menyenangkan, karena adegan tersebut tidak layak untuk dinikmati.

“setiap adegan yang baik dan yang salah itu milik PH (Production House) dan saya berhak memakai adegan apapun”

Dalam kalimat di atas, Shankar RS juga menyatakan dengan tegas bahwa “saya berhak memakai adegan apapun”. Kalimat ini memiliki unsur sengaja

(4)

4 dimana adegan perkelahian tersebut memang sengaja dimasukkan menjadi bagian dalam film dengan kesadaran penuh oleh sang Produser sendiri. Kata berhak menunjukkan bahwa Shankar sebagai produser memiliki hak penuh atau kekuasaan dalam hal ini kekuasaan atas adegan perkelahian tersebut. Jika dilihat kembali adegan tersebut adalah perkelahian yang terjadi antara Julia Perez dan Dewi Perssik, dan bukan antara Lilis dan Neneng sebagai pemain dalam film. Dalam artian perkelahian tersebut merupakan konflik pribadi yang terjadi di lokasi syuting. Hal ini dilihat menarik, karena konflik pribadi pun tetap dimasukkan sebagai karya seni oleh sang Produser, dan sah-sah saja untuk kemudian masuk dalam karya seni yaitu film yang dapat menjangkau khalayak yang luas.

Jika dihubungkan dengan penjelasan diatas, jika Shankar menganggap perkelahian yang terjadi tersebut sebagai sebuah kecelakaan yang merugikan kedua bintang tersebut juga mengarahkan khalayak untuk tidak menikmatinya, berarti Shankar mengetahui dengan jelas bahwa Shankar sendiri yang menjual kecelakaan itu pada khalayak lewat memasukkan adegan perkelahian tersebut dalam Film Arwah Goyang Jupe Depe, bahkan dengan menempelkan “Adegan perkelahian nyata di lokasi”.

5.3.2 Praktik Diskursif

Dimensi ini lebih mengarah pada proses produksi teks.

Sebelum Shankar RS selaku produser memberi pernyataan, pada awal Januari 2011 Dewi Perssik dan Julia Perez saling melapor atas tudingan tindak

penganiayaan ke Polsek Metro Matraman, Jakarta Timur2. Kasus yang membawa

nama Julia Perez dan Dewi Perssik ini ramai dibicarakan mulai dari internet, infotaiment sampai media cetak. Lewat pemberitaan tersebut khalayak diiring sehingga menjadi penasaran terkait adegan perkelahian seperti apa yang terjadi di lokasi syuting yang menjadi gugatan pidana kedua bintang ini. Disini dapat

2 Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Dewi Perssik dan Julia Perez Sempat Diminta Tidak Lapor Polisi,

(5)

5 terlihat bahwa pihak Produser dan Production House pintar membaca situasi atau kondisi serta melihat kebutuhan pasar di masyarakat. Dalam hal ini masyarakat sudah termakan oleh pihak pemilik modal dimana konsumsi bukan semata-mata karena kebutuhan dasar masyarakat namun masyarakat pun diarahkan sesuai dengan keinginan pemilik modal dengan menciptakan sifat penasaran terkait adegan perkelahian nyata tersebut.

Rasa penasaran khalayak bukan dibentuk lewat pemberitaan yang ada saja melainkan dari Poster film yang menempelkan “Termasuk adegan asli” di dalam kotak merah. Sehingga khalayak yang menonton bukan sekedar untuk menikmati karya seni yang ditampilkan lewat film horor saja tapi karena adanya ketertarikan yang memang sudah diarahkan dari awal lewat poster film.

Mengapa kekerasan menjadi tujuan orang untuk menonton film ini, karena khalayak sudah digiring lewat media-media, internet, media cetak, infotaiment yang memberitakan kasus perkelahian tersebut. Serta memberi arahan pada khalayak bahwa akan ada adegan real dalam film.

Setelah film di rilis pada 10 Februari 2011, Film ini mendapat banyak kecaman dari masyarakat terkhususnya masyarakat karawang yang menganggap kehadiran film ini hanya akan merendahkan martabat perempuan karawang dan membawa imej yang negatif bagi daerah karawang, sehingga terjadi perubahan judul dari Arwah Goyang Karawang menjadi Arwah Goyang Jupe Depe. Hal ini menunjukkan bahwa ada kekhawatiran dari sang produser terkait protes dari masyarakat sehingga memutuskan untuk merubah judul film dari Arwah Goyang Karawang menjadi Arwah Goyang Jupe Depe, yang berarti jika dilihat dari judul, film ini sudah tidak berbicara tentang budaya dari daerah Karawang yaitu tari Jaipong tetapi menjadi eksploitasi kekerasan kedua pemain yang dapat terlihat lewat penggunaan nama asli kedua pemain yaitu Jupe (Julia Perez) dan Depe (Dewi Perssik) dalam judul film, sehingga dalam waktu delapan hari film ini sudah disaksikan 300.000 penonton. Untuk iklim perfilman saat itu sangat sedikit

(6)

6 film yang dapat meraih jumlah penonton sebanyak yang diraih film Arwah

Goyang Jupe Depe3, sehingga banyak opini yang muncul terkait adegan settingan

guna mendongkrak popularitas dan terlihat jelas bahwa produser mampu melihat dan memanfaatkan situasi demi kepentingan semata.

5.3.3 Praktik Sosio-Budaya

Praktik sosial budaya merupakan interpretasi dari praktik produksi teks yang melatarbelakangi kemunculan teks tersebut yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi, politik (kekuasaan dan ideologi), dan budaya.

Praktik sosial yang melatarbelakangi kemunculan teks tersebut, jika dilihat dari konteks perfilman setiap media massa khususnya film sebagai hasil karya seni diproduksi dengan tujuan bisnis. Film memperhatikan sisi pasar yang

menjadi target penjualan, film seperti apa yang disukai pasar4. Oleh sebab itu

dalam industri film terdapat tiga area yaitu Produksi, Distribusi dan Pameran. Mulai dari tim produksi, bagian administrasi, bagian penyebaran film ke layar bioskop hingga pameran pertunjukan film.

Dalam hal ini film Arwah Goyang Jupe Depe adalah film kontroversial yang menuai protes dari masyarakat, seniman, budayawan, hingga pejabat pemerintah daerah karena dianggap terlalu mengeksploitasi sensualitas ketimbang seni tari jaipong. Tapi realitasnya film seperti ini justru yang banyak diproduksi. Agar tidak terlalu dianggap sebagai film berbau pornografi, produser

menyiasatinya dengan cerita seputar hantu5.

Sejak film Jelangkung garapan Rizal Mantovani dan Jose Poernomo meledak di pasar pada 2001, produksi film dengan tema hantu terus bermunculan. Dalam daftar perfilman di Indonesia, tercatat dalam kurun 2001-2009, ada 57 film

3https://www.kapanlagi.com/showbiz/film/indonesia/matcont-arwah-goyang-jupe-depe-ditonton-36000-per-hari.html

4 https://id.wikipedia.org/wiki/Film_sebagai_Media_Komunikasi_Massa 5 Koran Tempo (published 27 Februari 2011)

(7)

7 horor yang diproduksi. Presiden Direktur PT Parkit Films dan PT Tipar Multivision Plus, Raam Jeth-mal Punjabi menjelaskan bahwa Film horor memiliki pasarnya sendiri. Dalam perfilman Indonesia kebanyakan orang menganggap bahwa film horor selalu identik dengan adegan mesum. Ody Mulya Hidayat selaku Produser Maxima Pictures dalam Koran Kompas menjelaskan bahwa “memang film seperti itu yang laku”. Ody melanjutkan bahwa salah satu film yang murni tak memiliki adegan seks adalah film komedi Lihat Boleh Pegang Jangan, yang dirilis pada September 2010, dan film horor Mati Suri (2009). “Tapi enggak jalan, Mati Suri cuma 450 ribu penonton. Padahal waktu itu industri film sedang bagus”.

Dalam film Arwah Goyang Jupe Depe sendiri, masih terdapat unsur-unsur seksualitas yang bisa dilihat dari wardrobe, adegan bahkan dialog percakapannya. Film ini mengambil budaya karawang sebagai latar belakangnya yaitu Tari Jaipong dan tidak ada relevansinya dengan budaya yang ada. Budaya yang berlaku di masyarakat Karawang, tari Jaipong merupakan tari kreasi baru dengan gerakan yang sangat dinamis, spontan, dan penuh improvisasi yang lahir dari

kreatifitas seorang seniman Bandung bernama Gugum Gumbira.6 Secara

menyeluruh, gerakan dalam tari jaipong sendiri menggambarkan perempuan Sunda yang enerjik, tidak pantang menyerah, ramah, genit, berani, gesit dan

lincah, namun tetap kuat dan santun.7 Dilihat dari pakaian, penari jaipong pada

umumnya menggunakan sinjang, kain panjang: apok, kebaya dengan pernik dan ornament, kemudian dilengkapi dengan sampur, selendang yang dikenakan di leher para penari. Penulis tari tradisi, Endang Caturwati, mengatakan jaipong bukanlah tari erotis. Tarian khas Karawang ini, merupakan tarian eksotis dengan

daya tarik yang sangat khas tapi tidak mengumbar syahwat. 8

Tari Jaipong yang ditampilkan oleh kedua pemain yakni Julia Perez dan Dewi Perssik justru menghilangkan keindahan tari Jaipong sendiri, mulai dari

6 Diakses dari https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/tari-jaipong 7 Diakses dari https://www.infobudaya.net/2019/02/nilai-filosofi-di-balik-tari-jaipongan/

8 Diakses dari

(8)

8 gerakan-gerakan yang erotis dengan menonjolkan bagian dada hingga pakaian yang digunakan terlalu mengumbar syahwat. Hal itu nampak ketika ada penolakan dari Masyarakat Karawang setelah film ini tayang, karena merasa film karya Helfi Kardit tersebut hanya akan menimbulkan image yang negatif, dimulai dengan tidak adanya ijin yang diberikan dari Kepada Daerah untuk penggunaan

nama Karawang.9 Penolakan pun diajukan oleh Pemerintah, seniman dan

kalangan LSM, karena menyimpang dari nilai budaya Karawang dengan menampilkan tarian erotis yang mengatasnamakan tari Jaipong. Salah seorang seniman tari Karawang yaitu Suwanda mengatakan bahwa ada nilai keindahan dan estetika dari tari Jaipong dengan mengenakan pakaian yang tertutup bukan

tarian yang vulgar seperti yang ada di film.10 Hal ini membuktikan bahwa dalam

proses pembuatan film dengan latar belakang budaya tari Jaipong ini justru tidak memperkenalkan budaya tari Jaipong itu sendiri, melainkan menggunakannya sebagai nilai jual dalam film ini.

Selain seksualitas yang digunakan sebagai nilai jual, yang

melatarbelakangi kemunculan teks di atas adalah adegan nyata perkelahian di lokasi yang dimasukkan dalam film pada menit ke 0.21.50 - 0.22.19, bahkan terlihat adanya pengulangan gambar saat kedua pemain berkelahi pada menit ke 0.22.24 sampai 0.22.35. Perkelahian tersebut berlangsung selama 29 detik dan tidak terlihat satupun crew atau bahkan sutradara yang menengahi perkelahian tersebut. Secara pengambilan gambar pun tidak stabil, terlihat saat adegan tersebut bahkan terdapat beberapa crew yang muncul di menit ke 0.22.10 yang hanya menyaksikan perkelahian antara kedua pemain.

Terkait perselisihan kedua pemain itu, terdapat protes dari pihak Dewi Perssik yang sempat mempertimbangkan untuk melaporkan produser dan

9 Diakses dari

https://www.liputan6.com/news/read/321115/warga-tolak-film-quotarwah-goyang-karawangquot?related=dable&utm_expid=.9Z4i5ypGQeGiS7w9arwTvQ.1&utm_referrer=

(9)

9 sutradara yakni Shankar RS dan Helfi Kardit, karena tidak ada kesepakatan dari

pemain ketika adegan perkelahian nyata tersebut dimasukan dalam film.11

“seharusnya apabila ada behind the scene atau kejadian yang menurut dunia perfilman itu tidak indah, itu tidak ditayangkan. Kalau pun ditayangkan itu harus ada musyawarah atau kesepakatan dari para actor, di sini kan tidak ada”

Hal ini menunjukkan bahwa adegan tersebut jelas bukan bagian dari skenario yang telah dibuat, tetapi tetap dimasukkan menjadi bagian dari film yang juga dimanfaatkan untuk pemasaran oleh pemilik modal karena memiliki kuasa penuh. Tabel berikut memperkuat kesimpulan ini.

Tabel 4. Peringkat teratas jumlah penonton pada tahun 2011 Sumber: (filmindonesia.or.id12)

(10)

10 Film Arwah Goyang Jupe Depe ini menduduki peringkat nomor dua pada tahun 2011 dengan jumlah penonton terbanyak yakni 727.540 penonton. Film Arwah Goyang Jupe Depe ini mengalahkan beberapa film horor lainnya seperti Pocong Juga Pocong, Kuntilanak Kesurupan, Ada Apa dengan Pocong? dan Pocong Ngesot. Bahkan jumlah penonton Film Arwah Goyang Jupe Depe ini mengalahkan jumlah penonton beberapa film dalam list diatas yang memenangkan beberapa penghargaan seperti: Film Hafalan Shalat Delisa,

mendapat penghargaan pemeran anak terpuji, Festival Film Bandung 2012.13 Film

Get Married 3, mendapat penghargaan pemeran pembantu wanita terpuji, Festival

Film Bandung 2012.14 Film Tanda Tanya, mendapat sepuluh penghargaan dari

Sutradara terbaik, Penulis scenario terbaik, penulis cerita asli terbaik, pengarah sinematografi terbaik, pengarah artistik terbaik, penyunting gambar terbaik, penata suara terbaik, pemeran pendukung pria terbaik, pemeran pendukung

wanita terbaik dan Film bioskop terbaik di Penghargaan Piala Citra tahun 2011.15

Film Tendangan dari Langit, mendapat 6 penghargaan di Festival Film Bandung, Indonesian Movie Awards dan Festival Film Indonesia pada tahun 2011 dan

2012.16 Film Garuda di Dadaku 2, mendapat penghargaan Film Terfavorit di

Indonesian Movie Awards tahun 2012.17 Film Serdadu Kumbang, mendapat

penghargaan Pemain Anak-anak Terbaik di Indonesian Movie Awards tahun

2012.18 Film-film diatas tersebut mendapat beberapa penghargaan, tetapi

mendapat jumlah penonton yang masih dibawah jumlah penonton Film Arwah Goyang Jupe Depe. Berbicara tentang penghargaan, Film Arwah Goyang Jupe Depe tidak mendapat penghargaan di Acara Penghargaan Film, tetapi berhasil meraih jumlah penonton sebanyak 727.540 penonton dan menduduki peringkat nomor dua berdasarkan film terlaris pada tahun 2011. Film ini juga tidak mengedepankan nilai budaya masyarakat karawang karena isinya banyak menampilkan nilai yang bertentangan dengan yang ada seperti tari jaipong,

12 Diakses dari http://filmindonesia.or.id/movie/viewer/2011#.XU0h63sxXIU

13 Diakses dari http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-h019-11-576455_hafalan-shalat-delisa/award#.XU16GXsxXIU 14 Diakses dari http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-g011-11-869688_get-married-3/award#.XU16YnsxXIU 15 Diakses dari http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-t010-11-123312_tanda-tanya/award#.XU16fXsxXIU 16 Diakses dari http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-t019-11-093991_tendangan-dari-langit/award#.XU16l3sxXIU 17 Diakses dari http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-g015-11-985904_garuda-di-dadaku-2/award#.XU16tnsxXIU 18 Diakses dari http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-s014-11-603438_serdadu-kumbang/award#.XU163XsxXIU

(11)

11 seksualitas perempuan sampai adegan perkelahian nyata antara kedua pemain yang diikutsertakan menjadi bagian dari film tersebut, jelas dilingkupi oleh kekuatan pemilik modal.

Disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman, pada Pasal 5 dan 6 yang mengatakan kebebasan berkreasi dan berkarya dalam kegiatan perfilman harus sejalan dan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa. Pasal 6 juga menjelaskan dilarang mengandung isi yang menonjolkan pornografi atau eksploitasi seksual, kekerasan, memprovokasi yang menyebabkan terjadinya

pertentangan antarkelompok.19

Pasar media adalah terjadinya jual beli konten atau isi tampilan dari media yang dijual ke pasar. Pengelolaan media massa dikategorikan sebagai sebuah industri yang masuk dalam budaya ekonomi. Media harus menjunjung moralitas dengan memegang idealismenya namun disisi lain media dituntut oleh persaingan kapital. Garnham dalam Harahap mengatakan bahwa pertukaran nilai isi media ditentukan kepentingan ekonomi-politik pemilik dan pembuat

kebijakan media20. Kepentingan tersebut secara jelas dalam rangka untuk memperoleh

keuntungan sebagai implikasi kecenderungan monopolistis. Adanya kepentingan tarik-menarik dari pihak kepentingan modal yang menggambarkan media tidak ideal lagi. Pasar sebagai sebuah realitas independen yang berdiri di atas individu dan mengendalikan perilaku individu. Dalam pemahaman pasar media, perilaku yang dikendalikan dalam menyampaikan isi media.

Kepentingan ekonomi dan faktor politik selalu melatarbelakangi keberadaan media massa21.

Dibalik sajian isi media massa ada kekuatan pemilik modal yang mengatur dan mempengaruhi isi sajian media massa.

19 Dalam UU Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman 20 Harahap, Kapitalisme media. 2013 hlm 7

(12)

12

5.4

Refleksi

Pertama, Analisis teks: Dari berbagai alat kebahasaan yang digunakan Produser Shankar RS ingin menunjukkan kepada khalayak bahwa “adegan perkelahian nyata” tersebut merupakan sebuah kecelakaan serta mengajak khalayak untuk tidak menikmati kecelakaan tersebut. Peneliti menemukan keganjalan yaitu pada kata kecelakaan dan berhak, dimana Shankar menyatakan bahwa ia berhak menggunakan adegan apapun. Lewat analisis teks ini dapat dilihat Shankar RS justru mengungkap dirinya sebagai orang yang mempertontonkan sebuah kecelakaan pada khalayak. Merepresentasi sebuah eksploitasi kecelakaan

Kedua, Analisis Praktik Diskursif: Dalam proses sebelum Shankar menyampaikan pernyataan tersebut, dapat terlihat bahwa sang pemilik modal sudah bisa meramalkan apa yang akan terjadi setelah pemberitaan tentang konflik Dewi Perssik dan Julia Perez ramai diperbincangkan masyarakat, yang kemudian dimanfaatkan lewat rasa penasaran masyarakat terkait adegan perkelahian tersebut lewat poster film yang dirilis dengan tempelan “termasuk adegan asli”.

Ketiga, Analisis Praktik Sosio-Budaya: Dalam tahap ini dapat terlihat bagaimana persaingan film dalam mendapatkan perhatian masyarakat mulai dari menggunakan adegan fulgar sampai adegan kekerasan di luar konteks skenario yakni adegan perkelahian nyata yang menjadi bagian dari karya seni yang menjangkau banyak orang.

Gambar

Tabel 4. Peringkat teratas jumlah penonton pada tahun 2011

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini, tak ayal karena pola peternakan di Indonesia berskala kecil LPPM IPB (2015). Karakteristik peternakan berskala kecil menurut LPPM IPB adalah; 1) Rata-rata

>> Para pihak bebas melangsungkan perjanjian dan membentuk perjanjian menurut kehendak mereka sendiri, asal tidak melampaui batas-batas yang teleh ditentukan oleh kaidah-

apabila nilai yang diperolah konsumen melebihi apa yang dibayar, maka suatu dasar penting dari kepuasan konsumen telah tercipta; (b) product quality, merupakan penilaian dari

a. Memastikan jam pelaksanaan praktek kerja dilakukan secara proporsional dengan jam istirahat agar tidak menimbulkan kelelahan sangat yang dapat

88 (2) Tujuan pengelolaan cadangan pangan adalah terpenuhinya kebutuhan beras masyarakat dalam masa kerawanan pangan, keadaan darurat pasca bencana dan harga

Aksi Rekap Izin bertujuan sebagai control terhadap izin yang berada di satuan kerja nya, disini sebagai contoh ada 3 perizinan dan kebetulan yang baru saja kita buat tadi adalah

Agar penghunian kembali permukiman rumah susun ini dapat mendukung permukiman yang berkelanjutan 7 baik berkelanjutan secara ekonomi, sosial maupun ekologis, maka

Sebagai sastra lisan seloko adat Jambi mempunyai fungsi informasional karena muncul dan berkaitan dengan pemanfaatan seloko adat Jambi itu sendiri yang digunakan untuk penyampaian