19
PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS KEDELAI
(Glycine max (L) Merrill) PADA NAUNGAN BUATAN
GROWTH AND SOME VARIETIES OF SOYBEAN (Glycine max (L.) Merrill)
MADE IN SHADE
Evita
Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya interaksi antara beberapa varietas kedelai terhadap naungan dan varietas tanaman kedelai yang toleran terhadap naungan. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Desa Mendalo Darat Kec. Jambi Luar Kota, Kabupaten Muara Jambi. Jenis tanah ultisol dan ketingian tempat ± 35 m dpl. Rancangan yang digunakan adalah rancangan Petak Terbagi (RPT) faktorial dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri atas naungan 0% dan 50% sebagai main plot, perlakuan 8 varietas kedelai (Cikurai, Burangrang, Ijen, Tanggamus, Menyapa, Petek, Tidar dan Jayawijaya) sebagai sub plot. Variabel yang diamati terdiri atas tinggi tanaman, berat kering, umur berbunga,
jumlah
polong per tanaman,berat polong per tanaman, umur panen dan hasil.
Hasil penelitian menunjukkan adanya interaksi yang nyata antara naungan dan varietas terhadap tinggi tanaman, umur berbunga, dan hasil , tetapi tidak berbeda nyata terhadap, berat kering, jumlah polong per tanaman, berat polong per tanaman, dan umur panen. Berdasarkan % perubahan dalam nilai relatifnya maka varietas Cikurai tergolong moderat, varietas Burangrang, Ijen, Menyapa, Petek dan Jayawijaya tergolong toleran, varietas Tanggamus,Tidar dan Jayawijaya menjurus kepada toleran.Kata kunci : naungan, kedelai
PENDAHULUAN
Kedelai
(Glycine
max
(L)
Merril)
merupakan komoditi pangan yang memegang
peranan penting sebagai bahan makanan
utama disamping beras dan jagung, karena
merupakan salah satu sumber makanan yang
bernilai gizi tinggi khususnya protein nabati.
Biji kedelai mengandung 42-45% protein.
Kebutuhan kedelai di Indonesia dari tahun
ke tahun terus meningkat seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk dan perbaikan
pendapatan. Kedelai merupakan bahan baku
pembuatan tempe dan tahu yang merupakan
makanan yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan,
selain itu kedelai juga digunakan sebagai
bahan baku pembuatan makanan ringan.
Tetapi kenyataan di lapangan bahwa produksi
kedelai Indonesia belum mampu untuk
mencukupi kebutuhan dalam negeri, sehingga
untuk mencukupinya pemerintah melakukan
impor kedelai.
Produksi kedelai Indonesia menunjukkan
perkembangan yang meningkat, namun laju
peningkatan
produksi
belum
mampu
mengimbangi laju permintaan konsumen,
karena produktivitas kedelai di Indonesia baru
mencapai 1,28 ton/ha (Badan Penelitian dan
Pengembangan
Pertanian.
2008).
Produktivitas tersebut masih rendah bila
dibandingkan dengan potensi hasil tanaman
kedelai yang dapat mencapai 1,5 – 2,5 ton per
ha (Adisarwanto 2009). Untuk mengatasi
masalah ini upaya yang dapat dilakukan
antara lain meningkatkan produksi kedelai
melalui perluasan areal.
Penambahan luas areal penanaman kedelai
yang dilakukan di lahan tegakan yang berusia
muda (tajuknya belum tinggi dan belum
saling
menaungi).
Salah
satu
upaya
pencapaian swasembada kedelai dan dalam
upaya efisiensi lahan dan pemanfaatan cahaya
matahari, tanaman kedelai dapat ditanam
disela-sela tanaman karet ataupun tanaman
kelapa sawit, terutama pada saat tanaman
karet ataupun tanaman kelapa sawit belum
menghasilkan. Selain itu juga ada alternatif
lain, yakni pengembangan areal sentra
pertanaman kedelai serta areal pencetakan
lahan produktif. Dengan penambahan ini
diharapkan kebutuhan kedelai nasional akan
terpenuhi.
Pengembangan usaha tani tanaman pangan
seperti kedelai dilahan tegakan sebagai
tanaman sela banyak menghadapi kendala,
antara lain adalah tanaman yang tumbuh di
bawah
naungan
menunjukkan
karakter
tumbuh yang berbeda dengan tanaman tanpa
naungan. Hasil penelitian Soverda (2002)
pada
tanaman
padi
gogo
(Jatiluhur)
memperlihatkan bahwa pada kondisi naungan
50 % memperlihatkan hasil lebih tinggi.
Adanya keragaman respon pertumbuhan dan
hasil tanaman terhadap naungan antara lain
dipengaruhi oleh sifat fisiologi fotosintetik
tanaman tersebut yang dapat dijadikan sebagai
penciri toleran terhadap naungan.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di kebun
percobaan Fakultas Pertanian Universitas
Jambi dengan jenis tanah ultisol dan ketingian
tempat ± 35 m dpl. Bahan yang digunakan
dalam percobaan ini adalah 8 varietas benih
kedelai
(Cikurai,
Burangrang,
Ijen,
Tanggamus,
Menyapa,
Petek,
Tidar,
Jayawijaya), Urea, TSP, KCL, Pestisida Decis
2,5 EC.
Alat yang digunakan adalah traktor,
cangkul, sabit, wangkil, sprayer, mesin air,
selang, naungan (paranet dengan persentase
50%), tiang, ajir, seng, gunting, tali, karung,
spidol dan alat tulis.
Percobaan disusun dalam Rancangan Petak
Terbagi (RPT). Petak utama adalah naungan
(N) yang terdiri atas 2 level yaitu naungan 0%
dan naungan 50 %. Anak petak adalah
varietas kedelai (V) yang terdiri atas varietas
Cikurai,
Burangrang,
Ijen,
Tanggamus,
Menyapa, Petek, Tidar dan Jayawijaya. Setiap
perlakuan diulang 3 kali, sehingga terdapat
48 petak percobaan. Ukuran setiap petak
percobaan 1 m x 2,4 m, jarak antar petak 50
cm, Jarak antar ulangan 1 meter. Jarak tanam
40 cm x 20 cm sehingga dalam petak
percobaan terdapat 30 lubang tanam, setiap
lubang tanam hanya ada satu tanaman yang di
pelihara atau ada 30 tanaman, 12 tanaman
dalam petak ubinan dan 5 diantaranya sebagai
tanaman sampel. Dua tanaman sebagai sampel
destruktif di luar petak ubinan. Jarak antara
naungan 0% dengan 50% adalah 2 m.
Variabel yang diamati adalah tinggi
tanaman (cm), bobot kering tanaman (g),
umur berbunga (hari), jumlah polong per
tanaman (bh), berat polong per tanaman (g),
umur panen (hari) dan hasil
Data yang diperoleh dianalisis ragam dan
dilanjutkan dengan uji BNT.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tinggi TanamanHasil analisis ragam menunjukkan bahwa
terdapat interaksi antara naungan dan varietas
terhadap tinggi tanaman. Tinggi tanaman
beberapa varietas kedelai akibat penggunaan
naungan disajikan pada Tabel 1.
Berdasarkan
hasil
analisis
statistik
diketahui bahwa terdapat interaksi antara
naungan dan varietas. Tanaman di dalam
naungan 50% tumbuh lebih tinggi daripada
tanaman di dalam naungan 0%. Namun,
penampakan tinggi tanaman yang tumbuh di
dalam naungan 50% ini berwarna pucat,
kurus, dan tumbuh memanjat.
Keadaan di atas sejalan dengan pernyataan
Harjadi (1979) yang menyatakan bahwa
kekurangan
cahaya
pada
tanaman
menyebabkan bentuk tanaman lebih tinggi
dan lemah. Bentuk tanaman yang lebih tinggi
(etiolasi) ini disebabkan aktivitas hormon
pertumbuhan, yakni auksin. Hal ini sejalan
dengan pernyataan Wika (2009) yang
menyatakan bahwa tinggi tanaman yang
21
Grafik Pertambahan Tinggi Delapan VarietasKedelai pada Perlakuan Naungan 50%
0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 M inggu T in g g i T a n a m a n ( c m ) v1 v2 v3 v4 v5 v6 v7 v8
Tabel 1. Tinggi tanaman dengan pemberian naungan pada varietas kedelai yang berbeda.
Varietas Naungan NR (%) Perubahan (%)
0% 50% V1 (Cikurai) 40,40 AB 63,18 B 156,39 56,39 a b V2 (Burangrang) 55,53 A 110,33 A 198,68 98,68 A b V3 (Ijen) 40,07 AB 70,07 B 174,88 74,88 A b V4 (Tanggamus) 34,20 AB 64,60 B 188,89 88,87 A b V5 (Menyapa) 33,73 B 64,73 B 191,90 91,90 A b V6 (Petek) 46,07 AB 100,60 A 218,38 118,38 a b V7 (Tidar) 34,53 AB 75,20 B 217,76 117,76 a b V8 (Jayawijaya) 36,93 AB 69,33 B 187,73 87,73 A b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan angka-angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT (5%)
demikian berhubungan dengan sifat cahaya
yang merusak auksin. Bagian tajuk tanaman
yang terkena cahaya matahari akan selalu
mengalami kerusakan auksin. Akibatnya
auksin terakumulasi di bagian tajuk. Kondisi
ini membuat bagian tajuk (apikal) tanaman
mengalami pertumbuhan yang paling aktif.
Dengan kata lain menggambarkan bahwa
tanaman tumbuh mencari cahaya matahari
guna melakukan fotosintat yang lebih optimal.
Tanaman yang toleran terhadap naungan 50%
akan membentuk tubuhnya yang tidak terlalu
tinggi sehingga kokoh dan tidak mudah rebah.
Melihat dari hasil uji lanjut diketahui bahwa
varietas Cikurai merupakan varietas yang
paling sedikit mengalami pemanjangan tajuk
sehingga merupakan varietas terbaik dalam
tinggi tanaman di dalam naungan 50%.
Sedangkan varietas Burangrang dan Petek
tumbuh lebih tinggi daripada 6 varietas
lainnya pada naungan 50% yakni 110,33 cm
untuk Burangrang dan 100,60 cm untuk
varietas Petek sehingga tidak berdiri kokoh
dan paling mudah rebah. Pada naungan 50%
terlihat bahwa pertambahan tinggi tanaman
kedelai varietas Burangrang dan Petek lebih
signifikan dibanding 6 varietas lainnya
(Gambar 1). Selain itu, jika dibandingkan
antara tinggi tajuk rata-rata tanaman kedelai
naungan 0% dengan tinggi tajuk rata-rata
tanaman kedelai naungan 50% maka pada
naungan 50% tinggi tajuk rata-rata varietas
Burangrang
dan
Petek
mengalami
pertumbuhan lebih dari dua kali lipat daripada
naungan 0%.
Gambar 1. Grafik tinggi tanaman dari
delapan varietas kedelai pada
naungan 50%
Keterangan :
v1 = varietas Cikurai; v5 = varietas Menyapa
v2 = varietas Burangrang; v6 = varietas Petek
v3 = varietas Ijen; v7 = varietas Tidar
v4 = varietas Tanggamus; v8 = varietas
Jayawijaya
Tabel 2. Umur berbunga dengan pemberian naungan berbeda pada beberapa varietas
Varietas Naungan NR (%) Perubahan (%)
0% 50% V1 (Cikurai) 42 B 42 A 100,00 0,00 A a V2 (Burangrang) 42 B 42 A 100,00 0,00 A a V3 (Ijen) 42 B 37 B 88,10 11,90 A b V4 (Tanggamus) 48 A 42 A 87,50 -12,50 A b V5 (Menyapa) 48 A 42 A 87,50 -12,50 A b V6 (Petek) 42 B 35 BC 83,33 -16,67 A b V7 (Tidar) 42 B 42 A 100,00 0,00 A b V8 (Jayawijaya) 46 B 42 A 87,50 -12,50 A b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan angka-angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT (5%)
Umur berbunga
Menurut hasil analisis ragam diketahui
bahwa terdapat interaksi antara naungan dan
varietas. Perlakuan naungan dan varietas
berbeda sangat nyata. Umur berbunga dengan
pemberian naungan berbeda pada beberapa
varietas disajikan pada Tabel 2.
Tanaman dalam naungan 50% cendrung
lebih cepat memasuki fase pembungaan
dibanding varietas kedelai yang ditanam
dalam naungan 0%. Hal tersebut terlihat pada
2 varietas kedelai yang lebih cepat berbunga
yakni v3 (var. Ijen) pada 37 hst dan v6 (var.
Petek) pada 35 hst sedangkan pada naungan
0%
terlihat
bahwa
varietas
Cikurai,
Burangrang, Ijen, Petek, dan Tidar berbunga
pada 42 hst. Varietas yang diharapkan adalah
varietas yang paling cepat memasuki fase
berbunga, sehingga varietas Petek dan Ijen
merupakan varietas terbaik.
Secara fisiologis, tanaman yang ditanam di
dalam naungan akan menghasilkan fotosintat
yang lebih sedikit dibanding tanaman yang
ditanam pada pencahayaan penuh. Namun,
kurangnya cahaya yang diterima oleh tanaman
di dalam naungan membuat tanaman kurang
melakukan transpirasi. Hal ini disebabkan
oleh kelembaban udara tumbuh tanaman di
dalam naungan 50% yang basah sehingga
menurunkan
suhu
disekitar
tanaman.
Kelanjutannya adalah berkurangnya proses
respirasi yakni perombakan timbunan pati
karena tanaman memerlukan energi bertahan
yang lebih kecil. Akibatnya, simpanan energi
pada tubuh tanaman yang ditanam di dalam
naungan 50% lebih cepat terkumpul untuk
pembentukan bunga. Sebab-sebab lainnya
faktor genetik dan kurangnya kerusakan
tertentu pada organ fotosintesis membuat
fotosintat banyak yang ditimbun daripada
digunakan untuk keperluan perlindungan diri
pada tanaman tersebut. Semakin cepat
memasuki fase pembungaan tentu akan
menambah peluang suatu varietas untuk dapat
membentuk polong lebih banyak daripada
Berat kering berangkasanBerdasarkan data analisis ragam berat
kering berangkasan menunjukkan bahwa tidak
terdapat interaksi antara naungan dengan
varietas terhadap berat kering berangkasan.
Namun, perlakuan varietas berbeda nyata
terhadap
berat
kering.
Berat
kering
berangkasan dengan pemberian naungan yang
berbeda pada varietas yang berbeda disajikan
pada Tabel 3.
Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat
dilihat bahwa berat keringnya paling besar
23
Tabel 3. Berat kering berangkasan dengan pemberian naungan yang berbeda pada varietas yang berbedaVarietas Naungan NR (%) Perubahan(%)
0% 50% V1 (Cikurai) 6,2 AB 4,4 A 70,51 -29,49 A a V2 (Burangrang) 6,0 AB 4,4 A 73,77 -26,23 A a V3 (Ijen) 6,5 AB 4,2 A 64,20 -35,80 A a V4 (Tanggamus) 7,8 AB 5,4 A 68,53 -31,47 A a V5 (Menyapa) 7,3 A 5,5 A 74,67 25,33 A a V6 (Petek) 4,5 B 3,8 A 83,25 -16,75 A a V7 (Tidar) 5,4 B 4,3 A 78,79 -21,21 A a V8 (Jayawijaya) 8,0 A 4,8 A 59,72 -40,28 A a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan angka-angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT (5%)
tetapi tidak berbeda nyata dengan Cikurai,
Tanggamus, Burangrang, Ijen, Petek, Tidar
dan
Jayawijaya
pada
naungan
50%.
Sedangkan di naungan 0% menunjukkan
bahwa Jayawijaya berbeda dengan Tidar dan
Petek, tetapi tidak berbeda dengan Menyapa,
Cikurai, Burangrang, Ijen dan Tanggamus
Tabel uji lanjut berat kering (Tabel 3)
menerangkan bahwa hanya perlakuan varietas
yang berbeda nyata. Hal ini menunjukkan
bahwa berat kering lebih dipengaruhi oleh
faktor genetik. Tidak adanya pengaruh nyata
dari
naungan
terhadap
berat
kering
menandakan bahwa setiap varietas kedelai
yang dicobakan relatif mampu beradaptasi di
dalam naungan 50%.
Jumlah polong per tanaman
Analisis ragam menunjukkan bahwa tidak
adanya interaksi antara naungan dan varietas.
Naungan dan varietas tidak berpengaruh
nyata. Jumlah polong per tanaman dengan
pemberian naungan berbeda pada varietas
yang berbeda disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah polong per tanaman dengan pemberian naungan berbeda pada varietas yang berbeda
Varietas Naungan NR (%) Perubahan (%)
0% 50% V V 1 (Cikurai) 12,9 A 8,2 A 63,93 -36,07 a a V V2 (Burangrang) 11,0 A 9,2 A 83,78 -16,22 a a V V3 (Ijen) 18,3 A 9,4 A 51,53 -48,47 a a V V4 (Tanggamus) 14,6 A 9,8 A 66,78 -33,22 a a V V5 (Menyapa) 14,0 A 10,1 A 71,95 -28,05 a a V V6 (Petek) 11,1 A 9,2 A 82,62 -17,38 a a V V7 (Tidar) 12,9 A 10,2 A 78,91 -21,09 a a V8 (Jayawijaya) 15,1 A 8,0 A 52,69 -47,31 a a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan angka-angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT (5%)
Berdasarkan tabel 4 di atas pada naungan
0%, Ijen menunjukkan jumlah polong per
tanaman paling besar tetapi tidak berbeda
dengan 7 varietas yang dicobakan. Pada
naungan 50% terlihat bahwa Tidar memiliki
jumlah polong paling banyak tetapi tidak
berbeda nyata juga dengan 7 varietas yang
dicobakan.
pada uji lanjut jumlah polong per tanaman
(Tabel 4) pada naungan 50% terdapat dua
varietas yang unggul dalam jumlah polong per
tanaman, yaitu v5 (var. Menyapa) dan v7 (var.
Tidar). Varietas Tidar dan varietas Menyapa
mampu bertahan di dalam naungan 50%.
Polong berisi per tanamanBerdasarkan
analisis
ragam
variabel
polong berisi per tanaman tidak terdapat
interaksi antara perlakuan naungan dengan
perlakuan varietas kedelai . Perlakuan
naungan dan varietas menunjukkan tidak
berpengaruh nyata. Polong berisi per tanaman
dengan pemberian naungan berbeda pada
beberapa varietas dapat dilihat pada Tabel 5.
Berdasarkan tabel 5 di atas pada naungan
0%, Tanggamus memiliki rata-rata polong
berisi per tanaman paling banyak tetapi tidak
berbeda nyata dengan 7 varietas kedelai yang
digunakan.iikuti oleh v3 dan v7. Pada
naungan 50% menunjukkan bahwa Tidar
memiliki polong berisi per tanaman paling
banyak tetapi tidak berbeda nyata dengan 7
varietas yang dicobakan.
Umur Panen
Tabel analisis ragam menunjukkan bahwa
tidak adanya interaksi antara perlakuan
naungan dan perlakuan varietas. Namun,
perlakuan varietas berpengaruh sangat nyata
terhadap umur panen. Sedangkan naungan
menunjukkan tidak berpengaruh nyata. Umur
panen dengan pemberian naungan berbeda
pada varietas berbeda disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 memperlihatkan bahwa di naungan
50% varietas Tidar tidak berbeda nyata
dengan Cikurai, Ijen, dan Jayawijaya tetapi
berbeda
nyata
dengan
Burangrang,
Tanggamus, Menyapa, dan Petek. Begitu pula
yang terjadi pada naungan 0%.
Hasil
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
terdapat interaksi antara perlakuan naungan
dengan varietas terhadap hasil. Analisis ragam
juga menunjukkan adanya pengaruh sangat
nyata pada naungan dan varietas. Hasil
(ton/ha) dengan pemberian naungan berbeda
pada varietas berbeda disajikan pada Tabel 7.
Tabel 5. Polong berisi per tanaman dengan pemberian naungan berbeda pada varietas yang berbedaVarietas Naungan NR (%) Perubahan (%)
0% 50% V V1 (Cikurai) 12,4 A 8,0 A 64,58 -35,42 a a V V2 (Burangrang) 10,5 A 9,1 A 87,07 -12,93 a a V V3 (Ijen) 13,0 A 9,3 A 71,57 -28,43 a a V V4 (Tanggamus) 13,6 A 9,1 A 67,50 -32,50 a a V V5 (Menyapa) 8,9 A 9,6 A 107,80 7,80 a a V V6 (Petek) 10,7 A 9,1 A 85,19 -14,81 a a V V7 (Tidar) 12,6 A 9,8 A 77,88 -22,12 a a V 8 (Jayawijaya) 11,0 A 7,2 A 65,50 -34,50 a a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan angka-angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT (5%)
25
Tabel 6. Umur panen dengan pemberian naungan berbeda pada varietas berbedaVarietas Naungan NR (%) Perubahan (%)
0% 50% V1 (Cikurai) 92 BCD 96 BC 104,35 4,35 a a V2 (Burangrang) 106 A 106 A 100,00 0,00 a a V3 (Ijen) 98 BC 101 B 102,71 2,71 a a V 4 (Tanggamus) 104 A 106 A 101,60 1,60 a a V5 (Menyapa) 106 A 106 A 99,69 -0,31 a a V6 (Petek) 106 A 106 A 100,00 0,00 a a V7 (Tidar) 91 BCD 91 BCD 100,00 0,00 a a V8 (Jayawijaya) 101 B 103 B 101,65 1,65 a A
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan angka-angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT (5%)
Tabel 7 memperlihatkan bahwa pada
naungan 0% varietas Tanggamus berbeda
nyata dengan Ijen, tetapi tidak berbeda nyata
dengan Cikurai, Burangrang, Menyapa, Petek,
Tidar, dan Jayawijaya. Pada naungan 50%
varietas Ijen berbeda nyata dengan 7 varietas
kedelai yang dicobakan.
Pada naungan 50% varietas Tanggamus
menghasilkan 0,66 ton/ha, varietas Tidar
menghasilkan
0,82
ton/ha,
Petek
menghasilkan 0,62 ton/ha, sedangkan varietas
Cikurai dan Burangrang menghasilkan 0,48
ton/ha, varietas Menyapa 0,46 ton/ha,
Jayawijaya 0,44 ton/ha dan Ijen 0,42 ton/ha.
Terjadi kenaikan hasil pada varietas Tidar
sebesar 60,78 % dan Ijen 2,44 %.
Tabel 7. Hasil (ton/ha) dengan pemberian naungan berbeda pada varietas berbeda
Varietas Naungan NR (%) Perubahan (%)
0% 50% V1 (Cikurai) 0,81 AB 0,48 A 59,01 -40,99 a a V2 (Burangrang) 0,83 AB 0,48 A 58,04 -41,96 a a V3 (Ijen) 0,41 B 0,42 B 90,75 -9,25 a a V4 (Tanggamus) 1,20 A 0,66 A 55,21 -44,79 a a V5 (Menyapa) 0,59 AB 0,46 A 77,90 -22,10 a a V6 (Petek) 1,09 AB 0,62 A 56,36 -43,64 a b V7 (Tidar) 0,51 AB 0,82 A 137,38 -37,38 a a V8 (Jayawijaya) 0,63 AB 0,44 A 69,19 -30,81 a A
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan angka-angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT (5%)