• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L) Merrill) PADA NAUNGAN BUATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L) Merrill) PADA NAUNGAN BUATAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

19

PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS KEDELAI

(Glycine max (L) Merrill) PADA NAUNGAN BUATAN

GROWTH AND SOME VARIETIES OF SOYBEAN (Glycine max (L.) Merrill)

MADE IN SHADE

Evita

Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya interaksi antara beberapa varietas kedelai terhadap naungan dan varietas tanaman kedelai yang toleran terhadap naungan. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Desa Mendalo Darat Kec. Jambi Luar Kota, Kabupaten Muara Jambi. Jenis tanah ultisol dan ketingian tempat ± 35 m dpl. Rancangan yang digunakan adalah rancangan Petak Terbagi (RPT) faktorial dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri atas naungan 0% dan 50% sebagai main plot, perlakuan 8 varietas kedelai (Cikurai, Burangrang, Ijen, Tanggamus, Menyapa, Petek, Tidar dan Jayawijaya) sebagai sub plot. Variabel yang diamati terdiri atas tinggi tanaman, berat kering, umur berbunga,

jumlah

polong per tanaman,berat polong per tanaman, umur panen dan hasil.

Hasil penelitian menunjukkan adanya interaksi yang nyata antara naungan dan varietas terhadap tinggi tanaman, umur berbunga, dan hasil , tetapi tidak berbeda nyata terhadap, berat kering, jumlah polong per tanaman, berat polong per tanaman, dan umur panen. Berdasarkan % perubahan dalam nilai relatifnya maka varietas Cikurai tergolong moderat, varietas Burangrang, Ijen, Menyapa, Petek dan Jayawijaya tergolong toleran, varietas Tanggamus,Tidar dan Jayawijaya menjurus kepada toleran.

Kata kunci : naungan, kedelai

PENDAHULUAN

Kedelai

(Glycine

max

(L)

Merril)

merupakan komoditi pangan yang memegang

peranan penting sebagai bahan makanan

utama disamping beras dan jagung, karena

merupakan salah satu sumber makanan yang

bernilai gizi tinggi khususnya protein nabati.

Biji kedelai mengandung 42-45% protein.

Kebutuhan kedelai di Indonesia dari tahun

ke tahun terus meningkat seiring dengan

pertambahan jumlah penduduk dan perbaikan

pendapatan. Kedelai merupakan bahan baku

pembuatan tempe dan tahu yang merupakan

makanan yang banyak dikonsumsi oleh

masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan,

selain itu kedelai juga digunakan sebagai

bahan baku pembuatan makanan ringan.

Tetapi kenyataan di lapangan bahwa produksi

kedelai Indonesia belum mampu untuk

mencukupi kebutuhan dalam negeri, sehingga

untuk mencukupinya pemerintah melakukan

impor kedelai.

Produksi kedelai Indonesia menunjukkan

perkembangan yang meningkat, namun laju

peningkatan

produksi

belum

mampu

mengimbangi laju permintaan konsumen,

karena produktivitas kedelai di Indonesia baru

mencapai 1,28 ton/ha (Badan Penelitian dan

Pengembangan

Pertanian.

2008).

Produktivitas tersebut masih rendah bila

dibandingkan dengan potensi hasil tanaman

kedelai yang dapat mencapai 1,5 – 2,5 ton per

ha (Adisarwanto 2009). Untuk mengatasi

masalah ini upaya yang dapat dilakukan

antara lain meningkatkan produksi kedelai

melalui perluasan areal.

(2)

Penambahan luas areal penanaman kedelai

yang dilakukan di lahan tegakan yang berusia

muda (tajuknya belum tinggi dan belum

saling

menaungi).

Salah

satu

upaya

pencapaian swasembada kedelai dan dalam

upaya efisiensi lahan dan pemanfaatan cahaya

matahari, tanaman kedelai dapat ditanam

disela-sela tanaman karet ataupun tanaman

kelapa sawit, terutama pada saat tanaman

karet ataupun tanaman kelapa sawit belum

menghasilkan. Selain itu juga ada alternatif

lain, yakni pengembangan areal sentra

pertanaman kedelai serta areal pencetakan

lahan produktif. Dengan penambahan ini

diharapkan kebutuhan kedelai nasional akan

terpenuhi.

Pengembangan usaha tani tanaman pangan

seperti kedelai dilahan tegakan sebagai

tanaman sela banyak menghadapi kendala,

antara lain adalah tanaman yang tumbuh di

bawah

naungan

menunjukkan

karakter

tumbuh yang berbeda dengan tanaman tanpa

naungan. Hasil penelitian Soverda (2002)

pada

tanaman

padi

gogo

(Jatiluhur)

memperlihatkan bahwa pada kondisi naungan

50 % memperlihatkan hasil lebih tinggi.

Adanya keragaman respon pertumbuhan dan

hasil tanaman terhadap naungan antara lain

dipengaruhi oleh sifat fisiologi fotosintetik

tanaman tersebut yang dapat dijadikan sebagai

penciri toleran terhadap naungan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di kebun

percobaan Fakultas Pertanian Universitas

Jambi dengan jenis tanah ultisol dan ketingian

tempat ± 35 m dpl. Bahan yang digunakan

dalam percobaan ini adalah 8 varietas benih

kedelai

(Cikurai,

Burangrang,

Ijen,

Tanggamus,

Menyapa,

Petek,

Tidar,

Jayawijaya), Urea, TSP, KCL, Pestisida Decis

2,5 EC.

Alat yang digunakan adalah traktor,

cangkul, sabit, wangkil, sprayer, mesin air,

selang, naungan (paranet dengan persentase

50%), tiang, ajir, seng, gunting, tali, karung,

spidol dan alat tulis.

Percobaan disusun dalam Rancangan Petak

Terbagi (RPT). Petak utama adalah naungan

(N) yang terdiri atas 2 level yaitu naungan 0%

dan naungan 50 %. Anak petak adalah

varietas kedelai (V) yang terdiri atas varietas

Cikurai,

Burangrang,

Ijen,

Tanggamus,

Menyapa, Petek, Tidar dan Jayawijaya. Setiap

perlakuan diulang 3 kali, sehingga terdapat

48 petak percobaan. Ukuran setiap petak

percobaan 1 m x 2,4 m, jarak antar petak 50

cm, Jarak antar ulangan 1 meter. Jarak tanam

40 cm x 20 cm sehingga dalam petak

percobaan terdapat 30 lubang tanam, setiap

lubang tanam hanya ada satu tanaman yang di

pelihara atau ada 30 tanaman, 12 tanaman

dalam petak ubinan dan 5 diantaranya sebagai

tanaman sampel. Dua tanaman sebagai sampel

destruktif di luar petak ubinan. Jarak antara

naungan 0% dengan 50% adalah 2 m.

Variabel yang diamati adalah tinggi

tanaman (cm), bobot kering tanaman (g),

umur berbunga (hari), jumlah polong per

tanaman (bh), berat polong per tanaman (g),

umur panen (hari) dan hasil

Data yang diperoleh dianalisis ragam dan

dilanjutkan dengan uji BNT.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi Tanaman

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa

terdapat interaksi antara naungan dan varietas

terhadap tinggi tanaman. Tinggi tanaman

beberapa varietas kedelai akibat penggunaan

naungan disajikan pada Tabel 1.

Berdasarkan

hasil

analisis

statistik

diketahui bahwa terdapat interaksi antara

naungan dan varietas. Tanaman di dalam

naungan 50% tumbuh lebih tinggi daripada

tanaman di dalam naungan 0%. Namun,

penampakan tinggi tanaman yang tumbuh di

dalam naungan 50% ini berwarna pucat,

kurus, dan tumbuh memanjat.

Keadaan di atas sejalan dengan pernyataan

Harjadi (1979) yang menyatakan bahwa

kekurangan

cahaya

pada

tanaman

menyebabkan bentuk tanaman lebih tinggi

dan lemah. Bentuk tanaman yang lebih tinggi

(etiolasi) ini disebabkan aktivitas hormon

pertumbuhan, yakni auksin. Hal ini sejalan

dengan pernyataan Wika (2009) yang

menyatakan bahwa tinggi tanaman yang

(3)

21

Grafik Pertambahan Tinggi Delapan Varietas

Kedelai pada Perlakuan Naungan 50%

0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 M inggu T in g g i T a n a m a n ( c m ) v1 v2 v3 v4 v5 v6 v7 v8

Tabel 1. Tinggi tanaman dengan pemberian naungan pada varietas kedelai yang berbeda.

Varietas Naungan NR (%) Perubahan (%)

0% 50% V1 (Cikurai) 40,40 AB 63,18 B 156,39 56,39 a b V2 (Burangrang) 55,53 A 110,33 A 198,68 98,68 A b V3 (Ijen) 40,07 AB 70,07 B 174,88 74,88 A b V4 (Tanggamus) 34,20 AB 64,60 B 188,89 88,87 A b V5 (Menyapa) 33,73 B 64,73 B 191,90 91,90 A b V6 (Petek) 46,07 AB 100,60 A 218,38 118,38 a b V7 (Tidar) 34,53 AB 75,20 B 217,76 117,76 a b V8 (Jayawijaya) 36,93 AB 69,33 B 187,73 87,73 A b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan angka-angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT (5%)

demikian berhubungan dengan sifat cahaya

yang merusak auksin. Bagian tajuk tanaman

yang terkena cahaya matahari akan selalu

mengalami kerusakan auksin. Akibatnya

auksin terakumulasi di bagian tajuk. Kondisi

ini membuat bagian tajuk (apikal) tanaman

mengalami pertumbuhan yang paling aktif.

Dengan kata lain menggambarkan bahwa

tanaman tumbuh mencari cahaya matahari

guna melakukan fotosintat yang lebih optimal.

Tanaman yang toleran terhadap naungan 50%

akan membentuk tubuhnya yang tidak terlalu

tinggi sehingga kokoh dan tidak mudah rebah.

Melihat dari hasil uji lanjut diketahui bahwa

varietas Cikurai merupakan varietas yang

paling sedikit mengalami pemanjangan tajuk

sehingga merupakan varietas terbaik dalam

tinggi tanaman di dalam naungan 50%.

Sedangkan varietas Burangrang dan Petek

tumbuh lebih tinggi daripada 6 varietas

lainnya pada naungan 50% yakni 110,33 cm

untuk Burangrang dan 100,60 cm untuk

varietas Petek sehingga tidak berdiri kokoh

dan paling mudah rebah. Pada naungan 50%

terlihat bahwa pertambahan tinggi tanaman

kedelai varietas Burangrang dan Petek lebih

signifikan dibanding 6 varietas lainnya

(Gambar 1). Selain itu, jika dibandingkan

antara tinggi tajuk rata-rata tanaman kedelai

naungan 0% dengan tinggi tajuk rata-rata

tanaman kedelai naungan 50% maka pada

naungan 50% tinggi tajuk rata-rata varietas

Burangrang

dan

Petek

mengalami

pertumbuhan lebih dari dua kali lipat daripada

naungan 0%.

Gambar 1. Grafik tinggi tanaman dari

delapan varietas kedelai pada

naungan 50%

Keterangan :

v1 = varietas Cikurai; v5 = varietas Menyapa

v2 = varietas Burangrang; v6 = varietas Petek

v3 = varietas Ijen; v7 = varietas Tidar

v4 = varietas Tanggamus; v8 = varietas

Jayawijaya

(4)

Tabel 2. Umur berbunga dengan pemberian naungan berbeda pada beberapa varietas

Varietas Naungan NR (%) Perubahan (%)

0% 50% V1 (Cikurai) 42 B 42 A 100,00 0,00 A a V2 (Burangrang) 42 B 42 A 100,00 0,00 A a V3 (Ijen) 42 B 37 B 88,10 11,90 A b V4 (Tanggamus) 48 A 42 A 87,50 -12,50 A b V5 (Menyapa) 48 A 42 A 87,50 -12,50 A b V6 (Petek) 42 B 35 BC 83,33 -16,67 A b V7 (Tidar) 42 B 42 A 100,00 0,00 A b V8 (Jayawijaya) 46 B 42 A 87,50 -12,50 A b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan angka-angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT (5%)

Umur berbunga

Menurut hasil analisis ragam diketahui

bahwa terdapat interaksi antara naungan dan

varietas. Perlakuan naungan dan varietas

berbeda sangat nyata. Umur berbunga dengan

pemberian naungan berbeda pada beberapa

varietas disajikan pada Tabel 2.

Tanaman dalam naungan 50% cendrung

lebih cepat memasuki fase pembungaan

dibanding varietas kedelai yang ditanam

dalam naungan 0%. Hal tersebut terlihat pada

2 varietas kedelai yang lebih cepat berbunga

yakni v3 (var. Ijen) pada 37 hst dan v6 (var.

Petek) pada 35 hst sedangkan pada naungan

0%

terlihat

bahwa

varietas

Cikurai,

Burangrang, Ijen, Petek, dan Tidar berbunga

pada 42 hst. Varietas yang diharapkan adalah

varietas yang paling cepat memasuki fase

berbunga, sehingga varietas Petek dan Ijen

merupakan varietas terbaik.

Secara fisiologis, tanaman yang ditanam di

dalam naungan akan menghasilkan fotosintat

yang lebih sedikit dibanding tanaman yang

ditanam pada pencahayaan penuh. Namun,

kurangnya cahaya yang diterima oleh tanaman

di dalam naungan membuat tanaman kurang

melakukan transpirasi. Hal ini disebabkan

oleh kelembaban udara tumbuh tanaman di

dalam naungan 50% yang basah sehingga

menurunkan

suhu

disekitar

tanaman.

Kelanjutannya adalah berkurangnya proses

respirasi yakni perombakan timbunan pati

karena tanaman memerlukan energi bertahan

yang lebih kecil. Akibatnya, simpanan energi

pada tubuh tanaman yang ditanam di dalam

naungan 50% lebih cepat terkumpul untuk

pembentukan bunga. Sebab-sebab lainnya

faktor genetik dan kurangnya kerusakan

tertentu pada organ fotosintesis membuat

fotosintat banyak yang ditimbun daripada

digunakan untuk keperluan perlindungan diri

pada tanaman tersebut. Semakin cepat

memasuki fase pembungaan tentu akan

menambah peluang suatu varietas untuk dapat

membentuk polong lebih banyak daripada

Berat kering berangkasan

Berdasarkan data analisis ragam berat

kering berangkasan menunjukkan bahwa tidak

terdapat interaksi antara naungan dengan

varietas terhadap berat kering berangkasan.

Namun, perlakuan varietas berbeda nyata

terhadap

berat

kering.

Berat

kering

berangkasan dengan pemberian naungan yang

berbeda pada varietas yang berbeda disajikan

pada Tabel 3.

Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat

dilihat bahwa berat keringnya paling besar

(5)

23

Tabel 3. Berat kering berangkasan dengan pemberian naungan yang berbeda pada varietas yang berbeda

Varietas Naungan NR (%) Perubahan(%)

0% 50% V1 (Cikurai) 6,2 AB 4,4 A 70,51 -29,49 A a V2 (Burangrang) 6,0 AB 4,4 A 73,77 -26,23 A a V3 (Ijen) 6,5 AB 4,2 A 64,20 -35,80 A a V4 (Tanggamus) 7,8 AB 5,4 A 68,53 -31,47 A a V5 (Menyapa) 7,3 A 5,5 A 74,67 25,33 A a V6 (Petek) 4,5 B 3,8 A 83,25 -16,75 A a V7 (Tidar) 5,4 B 4,3 A 78,79 -21,21 A a V8 (Jayawijaya) 8,0 A 4,8 A 59,72 -40,28 A a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan angka-angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT (5%)

tetapi tidak berbeda nyata dengan Cikurai,

Tanggamus, Burangrang, Ijen, Petek, Tidar

dan

Jayawijaya

pada

naungan

50%.

Sedangkan di naungan 0% menunjukkan

bahwa Jayawijaya berbeda dengan Tidar dan

Petek, tetapi tidak berbeda dengan Menyapa,

Cikurai, Burangrang, Ijen dan Tanggamus

Tabel uji lanjut berat kering (Tabel 3)

menerangkan bahwa hanya perlakuan varietas

yang berbeda nyata. Hal ini menunjukkan

bahwa berat kering lebih dipengaruhi oleh

faktor genetik. Tidak adanya pengaruh nyata

dari

naungan

terhadap

berat

kering

menandakan bahwa setiap varietas kedelai

yang dicobakan relatif mampu beradaptasi di

dalam naungan 50%.

Jumlah polong per tanaman

Analisis ragam menunjukkan bahwa tidak

adanya interaksi antara naungan dan varietas.

Naungan dan varietas tidak berpengaruh

nyata. Jumlah polong per tanaman dengan

pemberian naungan berbeda pada varietas

yang berbeda disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah polong per tanaman dengan pemberian naungan berbeda pada varietas yang berbeda

Varietas Naungan NR (%) Perubahan (%)

0% 50% V V 1 (Cikurai) 12,9 A 8,2 A 63,93 -36,07 a a V V2 (Burangrang) 11,0 A 9,2 A 83,78 -16,22 a a V V3 (Ijen) 18,3 A 9,4 A 51,53 -48,47 a a V V4 (Tanggamus) 14,6 A 9,8 A 66,78 -33,22 a a V V5 (Menyapa) 14,0 A 10,1 A 71,95 -28,05 a a V V6 (Petek) 11,1 A 9,2 A 82,62 -17,38 a a V V7 (Tidar) 12,9 A 10,2 A 78,91 -21,09 a a V8 (Jayawijaya) 15,1 A 8,0 A 52,69 -47,31 a a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan angka-angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT (5%)

(6)

Berdasarkan tabel 4 di atas pada naungan

0%, Ijen menunjukkan jumlah polong per

tanaman paling besar tetapi tidak berbeda

dengan 7 varietas yang dicobakan. Pada

naungan 50% terlihat bahwa Tidar memiliki

jumlah polong paling banyak tetapi tidak

berbeda nyata juga dengan 7 varietas yang

dicobakan.

pada uji lanjut jumlah polong per tanaman

(Tabel 4) pada naungan 50% terdapat dua

varietas yang unggul dalam jumlah polong per

tanaman, yaitu v5 (var. Menyapa) dan v7 (var.

Tidar). Varietas Tidar dan varietas Menyapa

mampu bertahan di dalam naungan 50%.

Polong berisi per tanaman

Berdasarkan

analisis

ragam

variabel

polong berisi per tanaman tidak terdapat

interaksi antara perlakuan naungan dengan

perlakuan varietas kedelai . Perlakuan

naungan dan varietas menunjukkan tidak

berpengaruh nyata. Polong berisi per tanaman

dengan pemberian naungan berbeda pada

beberapa varietas dapat dilihat pada Tabel 5.

Berdasarkan tabel 5 di atas pada naungan

0%, Tanggamus memiliki rata-rata polong

berisi per tanaman paling banyak tetapi tidak

berbeda nyata dengan 7 varietas kedelai yang

digunakan.iikuti oleh v3 dan v7. Pada

naungan 50% menunjukkan bahwa Tidar

memiliki polong berisi per tanaman paling

banyak tetapi tidak berbeda nyata dengan 7

varietas yang dicobakan.

Umur Panen

Tabel analisis ragam menunjukkan bahwa

tidak adanya interaksi antara perlakuan

naungan dan perlakuan varietas. Namun,

perlakuan varietas berpengaruh sangat nyata

terhadap umur panen. Sedangkan naungan

menunjukkan tidak berpengaruh nyata. Umur

panen dengan pemberian naungan berbeda

pada varietas berbeda disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 memperlihatkan bahwa di naungan

50% varietas Tidar tidak berbeda nyata

dengan Cikurai, Ijen, dan Jayawijaya tetapi

berbeda

nyata

dengan

Burangrang,

Tanggamus, Menyapa, dan Petek. Begitu pula

yang terjadi pada naungan 0%.

Hasil

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa

terdapat interaksi antara perlakuan naungan

dengan varietas terhadap hasil. Analisis ragam

juga menunjukkan adanya pengaruh sangat

nyata pada naungan dan varietas. Hasil

(ton/ha) dengan pemberian naungan berbeda

pada varietas berbeda disajikan pada Tabel 7.

Tabel 5. Polong berisi per tanaman dengan pemberian naungan berbeda pada varietas yang berbeda

Varietas Naungan NR (%) Perubahan (%)

0% 50% V V1 (Cikurai) 12,4 A 8,0 A 64,58 -35,42 a a V V2 (Burangrang) 10,5 A 9,1 A 87,07 -12,93 a a V V3 (Ijen) 13,0 A 9,3 A 71,57 -28,43 a a V V4 (Tanggamus) 13,6 A 9,1 A 67,50 -32,50 a a V V5 (Menyapa) 8,9 A 9,6 A 107,80 7,80 a a V V6 (Petek) 10,7 A 9,1 A 85,19 -14,81 a a V V7 (Tidar) 12,6 A 9,8 A 77,88 -22,12 a a V 8 (Jayawijaya) 11,0 A 7,2 A 65,50 -34,50 a a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan angka-angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT (5%)

(7)

25

Tabel 6. Umur panen dengan pemberian naungan berbeda pada varietas berbeda

Varietas Naungan NR (%) Perubahan (%)

0% 50% V1 (Cikurai) 92 BCD 96 BC 104,35 4,35 a a V2 (Burangrang) 106 A 106 A 100,00 0,00 a a V3 (Ijen) 98 BC 101 B 102,71 2,71 a a V 4 (Tanggamus) 104 A 106 A 101,60 1,60 a a V5 (Menyapa) 106 A 106 A 99,69 -0,31 a a V6 (Petek) 106 A 106 A 100,00 0,00 a a V7 (Tidar) 91 BCD 91 BCD 100,00 0,00 a a V8 (Jayawijaya) 101 B 103 B 101,65 1,65 a A

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan angka-angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT (5%)

Tabel 7 memperlihatkan bahwa pada

naungan 0% varietas Tanggamus berbeda

nyata dengan Ijen, tetapi tidak berbeda nyata

dengan Cikurai, Burangrang, Menyapa, Petek,

Tidar, dan Jayawijaya. Pada naungan 50%

varietas Ijen berbeda nyata dengan 7 varietas

kedelai yang dicobakan.

Pada naungan 50% varietas Tanggamus

menghasilkan 0,66 ton/ha, varietas Tidar

menghasilkan

0,82

ton/ha,

Petek

menghasilkan 0,62 ton/ha, sedangkan varietas

Cikurai dan Burangrang menghasilkan 0,48

ton/ha, varietas Menyapa 0,46 ton/ha,

Jayawijaya 0,44 ton/ha dan Ijen 0,42 ton/ha.

Terjadi kenaikan hasil pada varietas Tidar

sebesar 60,78 % dan Ijen 2,44 %.

Tabel 7. Hasil (ton/ha) dengan pemberian naungan berbeda pada varietas berbeda

Varietas Naungan NR (%) Perubahan (%)

0% 50% V1 (Cikurai) 0,81 AB 0,48 A 59,01 -40,99 a a V2 (Burangrang) 0,83 AB 0,48 A 58,04 -41,96 a a V3 (Ijen) 0,41 B 0,42 B 90,75 -9,25 a a V4 (Tanggamus) 1,20 A 0,66 A 55,21 -44,79 a a V5 (Menyapa) 0,59 AB 0,46 A 77,90 -22,10 a a V6 (Petek) 1,09 AB 0,62 A 56,36 -43,64 a b V7 (Tidar) 0,51 AB 0,82 A 137,38 -37,38 a a V8 (Jayawijaya) 0,63 AB 0,44 A 69,19 -30,81 a A

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan angka-angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT (5%)

(8)

Kemudian

analisis

dilanjutkan

pada

pengelompokkan varietas melalui proses

seleksi. Menyeleksi varietas yang tergolong

toleran, moderat, dan peka menggunakan nilai

relatif. Bila nilai perubahan kecil dari 30 %

maka tergolong toleran, jika diantara 30% -

60% tergolong moderat dan jika besar dari

60% tergolong peka terkecuali untuk variabel

tinggi tanaman dan umur berbunga serta umur

panen. Untuk menentukan berapa besar nilai

relatif

dan

%

perubahannya

maka

disederhanakan dengan menggunakan tabel .

Pada kolom tinggi tanaman dapat dilihat

nilai NR sebesar 156,39. Nilai tersebut

diperoleh dari hasil bagi antara tinggi tanaman

v1 di naungan 50% dengan tinggi tanaman v1

di naungan 0% dan dikali 100%. Nilai

perubahan (%) untuk v1 diperoleh dari

pengurangan NR v1 dengan 100%. Hal yang

sama dilakukan untuk menentukan nilai NR

(%) dan perubahan (%). Berdasarkan nilai

perubahan tinggi tanaman di atas maka nilai

perubahan v1 paling kecil. Berdasarkan

kriteria toleran naungan untuk tinggi tanaman

yang telah dijelaskan di atas maka v1 adalah

v1 tergolong moderat. Sedangkan 7 varietas

lainnya tergolong peka.

Pada kolom umur berbunga pengurangan

nilai

perubahan

(%)

terbesarlah

yang

diharapkan. Semua varietas tergolong toleran.

Namun,

varietas

Petek

mengalami

pengurangan

paling

besar.

Hal

ini

menjelaskan

bahwa

Petek

lebih

cepat

memasuki fase pembungaan dibanding 7

varietas yang dicobakan.

Pada kolom berat kering terlihat bahwa

terjadi

pengurangan

berat

kering.

Pengurangan berat kering terkecil merupakan

kriteria

yang

diharapkan.

Pada

nilai

perubahan (%) berat kering terlihat bahwa

Tidar, Petek, Burangrang, Menyapa dan

Cikurai tergolong toleran, sedangkan 3

varietas lainnya tergolong moderat.

Pada kolom nilai perubahan jumlah polong

per tanaman terjadi pengurangan jumlah

polong. Untuk kedelai toleran naungan adalah

varietas

yang

paling

kecil

mengalami

pengurangan jumlah polong. Pengurangan

paling kecil jatuh pada varietas Petek.

Burangrang, Menyapa, Petek dan Tidar

tergolong toleran, sedangkan Cikurai, Ijen,

Tanggamus

dan

Jayawijaya

tergolong

moderat.

Pada kolom polong berisi per tanaman

terlihat bahwa terjadi pengurangan pada nilai

perubahannya.

Pengurangan

menjelaskan

bahwa telah terjadi pengurangan polong berisi

di naungan 50%. Namun, varietas yang

mengalami pengurangan polong berisi terkecil

adalah varietas yang diharapkan. Berdasarkan

% perubahannya maka Burangrang, Ijen,

Petek, Tidar dan Menyapa tergolong toleran

sedangkan 3 varietas lainnya tergolong

moderat. Terlihat jelas bahwa telah terjadi

kelainan nilai perubahan pada Menyapa.

Pada

kolom

umur

panen

terjadi

pertambahan

pada

nilai

perubahannya.

Namun, pengurangan nilai perubahanlah yang

diharapkan. Pengurangan nilai perubahan

hanya dialami oleh Menyapa. Semua varietas

tergolong toleran.

Pada kolom hasil terjadi pengurangan pada

nilai perubahannya. Persentase pengurangan

yang terkecil pada Ijen. Varietas Ijen dan

Menyapa tergolong toleran sedangkan 6

varietas lainnya tergolong moderat.

KESIMPULAN

Berdasarkan

hasil

pengamatan

dan

pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1.

Terdapat interaksi yang nyata antara

naungan dan varietas terhadap tinggi

tanaman, umur berbunga, dan hasil.

2.

Berdasarkan perbandingan % perubahan

nilai relatifnya maka varietas Cikurai

tergolong moderat. Varietas Burangrang,

Ijen, Menyapa, Petek dan Jayawijaya

tergolong toleran. Varietas Tanggamus,

Tidar dan Jayawijaya menjurus kepada

toleran.

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. 2005. Budidaya Kedelai

Tropika. Penebar Swadaya. Jakarta.

Adisarwanto, T. 2009. “Kedelai” Budidaya

Dengan Pemupukan Yang Efektif

dan Pengoptimalan Bintil Akar.

Penebar Swadaya. Jakarta.

(9)

27

Badan

Penelitian

dan

Pengembangan

Pertanian. 2008. Warta Penelitian

dan Pengembangan Pertanian. Vol.

30 No.1. Bogor

Badan Pusat Statistik Propinsi Jambi. 2009.

Data

Luas

Panen,

Produksi,

Produktifitas

Kedelai

menurut

kabupaten/kota di Provinsi Jambi

Tahun 2008. Jambi.

Fitter, A.H dan R. K. M. Hay. 1991. Fisiologi

Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta

Gardner, Pierce, Mitchell. 1991. Fisiologi

Tanaman

budidaya.

Universitas

Indonesia. Jakarta

Harjadi, S. 1979. Pengantar Agronomi.

Gramedia. Jakarta

Soverda, N. 2002. Karakteristik Fisiologi

Fotosintetik Padi Gogo Toleran

Terhadap Naungan. Jurnal Agronomi

Universitas Jambi. Vol 6 (2).

________ 2004 . Adaptasi Tanaman Padi

Gogo Terhadap Naungan. Jurnal

Agronomi Publikasi Nasional Ilmu

Budidaya Pertanian Vol. 8 No. 2 :

Hal 105 – 110.

Soverda, N., Evita, Gusniwati. 2009. Kajian

dan

Implementasi

Karakteristik

fisiologi

Fotosintetik

Tanaman

Kedali Toleran Terhadap Intensitas

Cahaya

Rendah

:

Optimalisasi

Pemanfaatan Lahan Tegakan di

Provinsi Jambi. Jambi. Laporan

Penelitian

Hibah

Kompetitif

Penelitian Sesuai Prioritas Nasional

Batch IV.

(10)

Gambar

Grafik Pertambahan Tinggi Delapan Varietas  Kedelai pada Perlakuan Naungan 50%

Referensi

Dokumen terkait

Pemenuhan pelayanan kesehatan dasar kuratif termasuk layanan kesehatan rujukan bagi seluruh masyarakat yang didukung dengan kemudahan akses baik jarak maupun

Dalam hal pengolahan data, kita tidak bisa lepas dari suatu proses yang cukup penting dimana data perlu diurutkan sedemikian rupa sehingga data dapat digunakan secara efektif.

pembajak pesawat masih hidup, para saksi mata melihat dan mendengar rentetan ledakan saat gedung roboh, ribuan arsitek dan insinyur menolak gedung tinggi menjulang ini dapat

Protokol TCP (Transmission Control Protocol) dan IP (Internet Protocol) yaitu protokol yang mengatur komunikasi data dalam proses tukar-menukar data dari satu komputer

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas perekonomian istri nelayan di Desa Tamalate Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar merupakan serangkaian

Untuk mengukur mutu modal manusia, United Nations Development Program (UNDP) mengenalkan konsep mutu modal manusia yang diberi nama Human Development Indeks atau

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini dengan baik, serta tepat

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas izin-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn.. I Dengan Efusi Pleura