• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit di klasifikasikan sebagai berikut :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit di klasifikasikan sebagai berikut :"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit di klasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Tracheophyta

Subdivisi : Pteropsida

Kelas : Angiospermae

Subkelas : Monocotyledoneae

Ordo : Spadiciplorae (Arecales)

Familia : Palmae (Arecaceae)

Subfamilia : Cocoideae

Genus : Elaeis

Species : Elaeis guineensis Jacq.

2.1.1 Varietas Berdasarkan Ketebalan Cangkang dan Daging Buah

Beberapa varietas kelapa sawit dapat dibedakan berdasarkan ketebalan cangkang dan daging buahnya, antara lain Dura, Psifera, Tenera, dan Macro Carya. Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan jumlah rendemen minyak sawit yang dikandungnya. Rendemen minyak paling tinggi terdapat pada varietas Tenera yaitu mencapai 22 – 24%, varietas Dura hanya 16 – 18%. Deskripsi untuk masing – masing varietas dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Cangkang dan Daging

Varietas Deskripsi

Dura

 Cangkang tebal (2 – 8 mm).

 Tidak memiliki lingkaran serabut pada bagian luar cangkang.

 Daging buah relatif tipis, yaitu 35 – 50% terhadap buah.

 Kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah.

 Dalam persilangan, dipakai sebagai pohon induk betina.

Psifera

 Ketebalan cangkang sangat tipis, bahkan hampir tidak ada.

 Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah Dura.

 Kernel (daging biji) sangat tipis.

 Tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain.

 Dalam persilangan, dipakai sebagai pohon induk jantan.

Tenera

 Hasil dari persilangan Dura dengan Psifera.

 Cangkang tipis (0,5 – 4 mm).

 Terdapat lingkaran serabut di sekeliling cangkang.

 Daging buah sangat tebal (60 – 96% dari buah).

 Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif lebih kecil. Macro Carya  Cangkang tebal (sekitar 5 mm).

 Daging buah sangat tipis. Sumber : Fauzi dkk., 2012

(2)

5

2.1.2 Varietas Berdasarkan Warna Buah

Berdasarkan warna kulit buahnya, varietas kelapa sawit dapat dibedakan menjadi tigas jenis, antara lain Nigrescens, Virescens, dan Abescens. Deskripsi untuk masing – masing varietas dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Varietas Berdasarkan Warna Buah

Varietas Warna Buah Muda Warna Buah Masak

Nigrescens Ungu kehitaman. Jingga kehitam – hitaman.

Virescens Hijau. Jingga kemerahan, tetapi ujung buah tetap hijau.

Abescens Keputih – putihan. Kekuning – kuningan dan ujungnya ungu kehitaman.

Sumber: Fauzi dkk., 2012

Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang, dan daun sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangbiakan terdiri dari bunga dan buah. Berikut akan dijelaskan tentang bagian – bagian tanaman kelapa sawit tersebut :

1. Akar (Radix)

Kelapa sawit merupakan tanaman berkeping satu dengan sistem perakaran serabut. Akar pertama yang muncul dari biji yang telah tumbuh (kecambah) adalah radicula (bakal akar). Berdasarkan diameternya pengelompokan akar kelapa sawit disajikan pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Pengelompokan Akar Kelapa Sawit.

Nama Akar Diameter

Primer 6 – 10 mm

Sekunder 2 – 4 mm

Tersier 0,7 – 1,2 mm

Kuarter 0,1 – 0,3 mm

(3)

6

Akar sekunder, tersier, dan kuarter tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah. Bahkan akar tersier dan kuarter menuju kelapisan atas atau ke tempat yang banyak mengandung zat hara. Akar tersier dan kuarter merupakan bagian perakaran paling dekat dengan bulu – bulu halus yang dilindungi oleh tudung akar (kaliptra). Bulu – bulu tersebut paling efektif dalam meyerap air, udara, dan unsur hara dari dalam tanah.

2. Batang (Caulis)

Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus (phototropi) dan tidak bercabang. Batang kelapa sawit tidak memiliki cambium. Batang berfungsi sebagai struktur tempat melekatnya daun, bunga, dan buah. Batang juga berfungsi sebagai organ penimbun zat makanan yang memiliki sistim pembuluh yang mengangkut air dan hara mineral dari akar ke tajuk.

Pada tanaman yang masih muda, batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh pelepah daun. Pertambahan tinggi batang terlihat jelas setelah tanaman berumur 4 tahun. Tinggi batang bertambah 25 – 75 cm/tahun. Pada tanaman dewasa diameter batang 45 – 60 cm. Pertumbuhan batang tergantung pada jenis tanaman, kesuburan lahan, dan iklim. Tinggi maksimum yang ditanam di perkebunan antara 15 – 18 m.

Tabel 2.4 Perkembangan Tinggi Batang Umur (tahun) Tinggi (meter) Umur (tahun) Tinggi (meter) Umur (tahun) Tinggi (meter) 3 1,6 11 7,5 19 11,5 4 2,2 12 8,4 20 11,9 5 2,6 13 8,9 21 12,2 6 3,8 14 9,8 22 12,4 7 4,5 15 10,0 23 13,0 8 5,4 16 10,5 24 13,3 9 5,7 17 11,0 25 14,0 10 6,7 18 11,3 Sumber: Wahyuni, 2007

(4)

7

3. Daun (Folium)

Daun kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap, dan bertulang sejajar. Daun – duan membentuk satu pelepah yang panjangnya mencapai lebih dari 7,5 – 9 m. Jumlah anak daun disetiap pelepah berkisar 250 – 400 helai. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat.

Menurut Fauzi dkk (2012) pada tanah yang subur, daun cepat membuka sehingga makin efektif melakukan fungsinya sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis dan sebagai alat respirasi. Semakin lama proses fotosintesis berlangsung maka semakin banyak bahan makanan yang dibentuk sehingga produksi cenderung meningkat. Produksi daun tergantung iklim setempat.

Jumlah kedudukan pelepah daun pada batang kelapa sawit disebut pilotaksis yang dapat ditentukan berdasarkan perhitungan susunan duduk daun, yaitu dengan menggunakan rumus duduk daun 1/8. Artinya, setiap satu kali berputar melingkari batang, terdapat duduk daun (pelepah) sebanyak 8 helai. Pertumbuhan melingkar duduk daun mengarah ke kanan atau ke kiri meyerupai spiral.

4. Bunga (flos)

Kelapa sawit merupakan tumbuhan berumah satu (monoceous) yaitu pada satu pohon terdapat bunga jantan dan bunga betina. Bunga jantan dan betina pada rangkaian yang terpisah. Terkadang di temukan bunga hermaprodit yaitu terdapat bunga jantan dan bunga betina pada satu rangkaian. Bunga tumbuh di setiap ketiak pelepah, potensinya dapat tumbuh jadi bunga jantan atau betina sangat tergantung dari faktor genetis, lingkungan, kesuburan tanah dan umur tanaman Menurut Fauzi dkk (2012) pada tanaman muda, tandan bunga jantan yang dihasilkan 4 – 6 tandan bunga/tahun dan pada tanaman dewasa dapat mencapai 6 – 10 tandan bunga/tahun. Untuk bunga betina, pada tanaman muda dihasilkan sebanyak 15 – 25 tandan bunga/tahun dan pada tanaman dewasa sebanyak 9 – 15 tandan bunga/tahun. Bunga – bunga tersebut akan muncul pada akhir musim hujan.

(5)

8

5. Buah (Fructus)

Buah kelapa sawit tersusun dalam satu tandan. Di perlukan 5,5 – 6 bulan dari saat penyerbukan sampai matang panen. Warna buah tergantung varietas dan umurnya. Tanaman kelapa sawit rata – rata menghasilkan buah 20 – 22 tandan/tahun. Buah matang yang lepas dari tandan disebut brondolan.

Tabel 2.5 Perkembangan Jumlah dan Berat Tandan Kelapa Sawit

Umur (Tahun) Jumlah Tandan/Tahun yang dipanen Berat Tandan (Kg)

3 – 8 15 – 25 3,5 – 13

8 – 16 10 – 15 14 – 24

.>16 4 – 8 25 – 30

Sumber : Wahyuni, 2007

Banyaknya buah buah yang terdapat pada satu tandan tergantung pada faktor genetis, umur, lingkungan, dan teknik budidaya. Jumlah buah per tandan pada tanaman yang cukup tua mencapai 1.600 buah. Panjang buah antara 2 – 5 cm dan berat 20 – 30 gr/buah (Fauzi dkk., 2012).

2.2 Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kelapa Sawit

Penilaian kesesuaian lahan ditunjukan terhadap setiap satuan peta tanah (SPT) yang ditemukan pada suatu areal. Untuk keperluan evaluasi lahan maka sifat fisik lingkungan suatu kualitas lahan dan setiap kualitas lahan terdiri dari satu atau lebih karakteristik lahan. Dalam sub bab ini akan dibahas faktor lingkungan yang meliputi iklim dan tanah.

Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah 12o LU – 12o LS pada ketinggian 0 – 500 m dpl. Beberapa unsur iklim yang penting dan saling

(6)

9

mempengaruhi adalah curah hujan, sinar matahari, suhu, kelembapan udara, dan angin.

2.2.1 Curah Hujan

Curah hujan rata – rata yang diperlukan tanaman kelapa sawit adalah 2.000 – 2.500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering (defisit air) yang berkepanjangan. Curah hujan yang merata dapat menurunkan penguapan dari tanah dan tanaman kelapa sawit. Namun, yang terpenting adalah tidak terjadi defisit air di atas 250 mm (Fauzi dkk., 2012).

Tabel 2.6. Klasifikasi Defisit Air Tahunan pada Budidaya Kelapa Sawit

Klasifikasi Keterangan

0 – 150 Optimum

150 – 250 Masih sesuai (favorable)

250 – 350 Intermediat

350 – 400 Limit

400 – 500 Krisis (marginal)

>500 Tidak sesuai (unfavorable)

Sumber: Lubis, 2008 2.2.2 Sinar Matahari

Menurut Fauzi dkk (2012) tanaman kelapa sawit memerlukan intesitas cahaya yang tinggi untuk berfotosintesis, kecuali saat kondisi tanaman masih juvenile di

pre – nursery. Untuk itu, intensitas, kualitas, dan lama penyinaran sangat

berpengaruh. Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat dan memacu pembentukan bunga dan buah. Lama penyinaran optimum yang diperlukan kelapa sawit antara 5 – 12 jam/hari. Penyinaran yang kurang dapat menyebabkan berkurangnya asimilasi dan gangguan penyakit.

2.2.3 Suhu

Suhu optimum yang dibutuhkan agar tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik adalah 24 – 28o C. Sementara itu, untuk produksi TBS yang tinggi, diperlukan suhu rata – rata tahunan 25 – 27o C. Tanaman masih bisa tumbuh pada suhu terendah 18o C dan teringgi 32o C. Pada suhu 15o C, pertumbuhan tanaman

(7)

10

sudah mulai terhambat. Beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendah suhu adalah lama penyinaran dan ketinggian tempat. Suhu berpengaruh terhadap masa pembungaan dan kematangan buah (Fauzi dkk., 2012).

2.2.4 Kelembapan Udara dan Angin

Kelembapan udara dan angin adalah faktor penting yang enunjang pertumbuhan kelapa sawit. Kelembapan optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit adalah 80%. Faktor – faktor yang mempengaruhi kelebapan adalah suhu, sinar matahari, lama penyinaran, curah hujan, dan evapotranspirasi. Kecepatan angin 5 – 6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan bunga kelapa sawit (anemophyli) (Fauzi dkk., 2012).

2.3 Tanah

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, di antaranya

podsolik, latosol, hidromorfik, kelabu, alluvial, dan regosol. Namun, kemampuan

produksi kelapa sawit pada masing – masing jenis tanah tersebut tidak sama. Ada dua sifat utama tanah sebagai media tumbuh, yaitu sifat fisik dan kimia tanah. 2.3.1 Sifat Fisik Tanah

Beberapa hal yang menentukan sifat fisik tanah adalah tekstur, struktur konsistensi, kemiringan tanah, permeabilitas, ketebalan lapisan tanah, dan kedalaman permukaan tanah. Tekstur tanah ringan dengan kandungan pasir 20 – 60%, debu 10 – 40%, dan liat 20 – 50%. Tanah yang kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan tanah gambut tebal.

Menurut Fauzi dkk (2012) untuk membuka perkebunan kelapa sawit di lahan gambut, harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :

 Tinggi rendahnya air dari permukaan lahan gambut karena lahan akan mudah dikelola jika letaknya lebih tinggi dari permukaan air sungai atau laut.

 Ada tidaknya timbunan tanah merah (mineral dalam jumlah yang banyak di sekitar lokasi bahan) karena dapat menekan biaya operasional dan investasi untuk pembangunan kantor kebun dan sarana lainnya.

(8)

11

 Kondisi bahan asal pembentukan gambut, apakah muda (belum melapuk) ataukah sudah tua (sudah melapuk). Lahan gambut tua lebih baik digunakan karena dapat menghemat pemberian pupuk dan meningkatkan produktivitas. 2.3.2 Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah dapat dilihat dari tingkat kemasaman dan komposisi kandugan hara mineralnya. Tanaman kelapa sawit tidak memerlukan tanah dengan sifat kimia yang istimewa sebab kekurangan suatu unsur hara dapat diatasi dengan pemupukan. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH tanah antara 4,0 – 6,5 sedangkan pH optimum adalah 5 – 5,5 (Fauzi dkk., 2012).

Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah yang memiliki kandungan unsur hara yang tinggi, dengan C/N mendekati 10 (C 1% dan N 0,1%). Daya tukar Mg dan K berada pada batas normal, yaitu untuk Mg 0,4 – 1,0 me/100 g.

Secara lengkap kriteria kesesuaian lahan kelapa sawit pada tanah mineral dan pada tanah gambut dapat dilihat pada tabel 2.7 dan 2.8.

(9)

12

Tabel 2.7 Kriteria Kesesuaian Lahan Kelapa Sawit pada Tanah Mineral

No Karakteristik lahan Simbol

Intensitas Faktor Pembatas

Tanpa (0) Ringan (1) Sedang (2) Berat (3)

1 Curah hujan (mm) H 1.750 – 3.000 1.750–1.500 >3.000 1.500 – 1.250 <1.250 2 Bulan kering (bln) K <1 1 – 2 2 – 3 >3 3 Ketinggian dpl(m) L 0 – 200 200 – 300 300 – 400 >400 4 Bentuk kemiringan lereng (%) W Datar–Berombak <8 Berombak – Bergelombang 8–15 Bergelombang - Berbukit 15 – 30 Berbukit – Bergunung >30 5 Batuan (%-vol) B < 3 3 – 15 15 – 40 > 40 6 Kedalaman efektif (cm) S >100 100 – 75 75 – 50 <50 7 Tekstur tanah T Lempung berdebu, Lempung liat berpasir, Lempung liat berdebu, Lempung berliat Liat, Liat berpasir, Lempung Berpasir, Lempung Pasir Berlempung, Debu Liat berat, Pasir

8 Kelas drainase D Baik, Sedang Agak Terhambat, Agak Cepat Cepat, Terhambat Sangat Cepat, Sangat Terhambat, Tergenang 9 Ph A 5,0 – 6,0 4,0 – 5,0 6,0 – 6,5 3,5- 4,0 6,5- 7,0 7,0 Sumber: Sianipar, 2013

Tabel 2.8 Kriteria Kesesuaian Lahan Kelapa Sawit pada Tanah Gambut

No Karakteristik lahan Simbol

Intensitas Faktor Pembatas

Tanpa (0) Ringan (1) Sedang (2) Berat (3)

1 Curah hujan (mm) h 1.750–3.000 1.750 – 1.500 >3.000 1.500 – 1.250 <1.250 2 Bulan kering (bln) k <1 1 – 2 2 – 3 >3 3 Ketinggian dpl(m) l 0 – 200 200 – 300 300 – 400 >400 4 Batuan (%-vol) b <3 3 – 15 15 – 40 > 40 5 Ketebalan gambut (cm) s 0 – 60 60 – 150 150 – 300 > 300 6 Tingkat pelapukan gambut t Saprik Hemosaprik, Saprohemik Hemik, Fibrohemik, Hemofibrik Fibrik 7 Campuran bahan mineral (%-vol) m <3 3 – 15 15 – 40 >40

8 Kelas drainase d - - Terhambat Sangat terhambat, Tergenang 9 Ph a 5,0 – 6,0 4,0 – 5,0 6,0 – 6,5 3,5 – 4,0 6,5 – 7,0 7,0

(10)

13

Tabel 2.9 Klasifikasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kelapa Sawit Kelas

Kesesuaian Lahan Kriteria

Kelas S1 (Sangat Sesuai)

Unit lahan yang memiliki tidak lebih dari satu pembatas ringan (optimal)

Kelas S2 (Sesuai)

Unit lahan yang memiliki lebih dari satu faktor pembatas ringan dan tidak memiliki lebih dari satu pembatas sedang

Kelas S3 (Agak Sesuai)

Unit lahan yang memiliki lebih dari satu pembatas sedang atau tidak memiliki lebih dari satu pembatas berat Kelas N1

(Tidak Sesuai Bersyarat)

Unit lahan yang memiliki dua atau lebih pembatas berat yang masih dapat diperbaiki

Kelas N2

(Tidak Sesuai Permanen)

Unit lahan yang memiliki pembatas berat yang tidak dapat diperbaiki

Sumber: Lubis, 2008

2.4 Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit

Dalam usaha perkebunan kelapa sawit, perencanaan peremajaan sangat penting mengingat dana dan tenaga yang harus disediakan cukup besar. Selain itu, pengaturan peremajaan juga sangat menentukan stabilitas pendapatan perusahaan. Umur ekonomis tanaman kelapa sawit yang saat ini digunakan dalam perhitungan teknis maupun ekonomis 25 tahun, tanaman kelapa sawit tidak lagi menguntungkan untuk dikelola sehingga perlu diremajakan.

Penetapan umur ekonomis tersebut hanya didasarkan pada perhitungan rugi – laba dalam satu siklus tanaman dalam tahun berjalan. Berdasarkan konsep tersebut, tanaman tua (23 tahun) yang biaya eksploitasi tanaman termasuk pemeliharaan untuk mempertahankan produksi dan biaya panen relatif mahal masih

(11)

14

dipertahankan. Sebaiknya pada tanaman muda, laju pertambahan produksi relatif cepat dengan biaya eksploitasi yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman tua. Oleh karena itu, produktivitas lahan tidak mencapai maksimum.

Siklus pengusaha tanaman kelapa sawit umur 22 tahun pada lahan S – 1, umur 23 tahun pada lahan S – 2 dan S – 3 memberikan keuntungan rerata tahunan yang lebih besar dari keuntungan yang dihasilkan tanaman selama 25 tahun. Oleh karena itu, dalam pengusahaa tanaman kelapa sawit secara berkesinambungan, peremajaan sebaiknya dilakukan pada umur tersebut. Peremajaan lebih awal akan meningkatkan elastisitas produksi terhadap perubahan ekonomi dan meningkatkan respon usaha terhadap perkembangan teknologi.

Produktivitas tanaman kelapa sawit tenera secara umum pada lahan S1, S2, dan S3 disajikan pada tabel 2.10 dibawah ini.

Umur (Tahun) Kelas (Ton TBS/Ha/Tahun) Umur (Tahun) Kelas (Ton TBS/Ha/Tahun) S1 S2 S3 S1 S2 S3 3 9 7 6 15 28 25 24 4 15 12 10 16 27 25 23 5 18 16 14 17 26 24 22 6 21 20 18 18 25 23 22 7 26 25 23 19 24 22 21 8 29 27 25 20 23 22 20 9 31 27 25 21 22 21 19 10 31 27 25 22 20 20 18 11 31 27 25 23 19 18 17 12 31 27 25 24 18 17 16 13 31 27 25 25 17 16 15 14 30 26 24 Sumber: Fauzi dkk., 2012 Ton

(12)

15

Gambar 2.1 : Grafik Produktivitas Kelas S1, S2, S3 (Fauzi dkk., 2012) 2.5 Replanting

Replanting adalah penanaman kembali dari bekas perkebunan kelapa sawit yang

sudah tua dan tidak produktif lagi. Pertimbangan utama dilakukan peremajaan kelapa sawit karena umur tanaman yang lebih dari umur ekonomis atau sekitar 25 tahun, tanaman tua dengan produktivitas rendah atau dibawah 13 ton TBS/ha/tahun, sehingga kurang menguntungkan bagi petani. Pada umumnya petani menggantungkan penghasilan dari produksi TBS.

Ada empat metode replanting pada tanaman kelapa sawit, yaitu : 2.5.1 Metode Partial Burning

2.5.2 Metode Zero Burning 2.5.3 Metode Chipping 2.5.4 Metode Underplanting

Mengenai teknik replanting mana yang akan dipilih dapat dianalisa berdasarkan hubungan antara teknik – teknik replanting dengan beberapa masalah yang harus dipertimbangkan yaitu lingkungan (environment), serangan hama kumbang tanduk atau Oryctes rhinoceros, penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma

boninense), biaya replanting, hasil panen, dan masa kosong tidak produksi TO

(Thinning Out) dan TBM. Berikut penjelasannya dari keempat metode tersebut : 0 5 10 15 20 25 30 35 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

KELAS S1 KELAS S2 KELAS S3

(13)

16

2.5.1 Metode Partial Burning

Pembakaran adalah pekerjaan yang sangat berbahaya karena dapat menimbulkan berbagai kecelakaan. Pembakaran dapat menimbulkan dampak negatif, antara lain dampak negatif status hara tanah, hilangnya mulsa yang seharusnya berubah kelak menjadi humus, dan hilangnya humus yang ada di lapisan permukaan tanah. Meskipun demikian pembakaran merupakan cara yang paling praktis dilihat dari segi pembukaan lahan, dan memudahkan pelaksanaan jenis – jenis pekerjaan selanjutnya.

Menurut Fauzi dkk (2012) untuk mengurangi perkembangbiakan hama dan penyakit serta mempercepat proses pembusukan, pohon kelapa sawit diracun terlebih dahulu sebelum ditebang, dikumpulkan dan dibakar.

Gambar 2.2 : Kebakaran Lahan Gambut. (Ditjenbun, 2015).

Dengan cara membakar menjadi salah satu permasalahan utama yang menjadi sorotan Internasional terutama permasalahan Polusi Asap Lintas Batas (Haze

Trasboundary Polution).

2.5.2 Metode Zero Burning

Dengan adanya isu lingkungan, teknik replanting bakar ini dilarang oleh Pemerintah karena sudah menimbulkan masalah lingkungan yang sangat serius. Selanjutnya muncul teknik replanting tanpa bakar atau zero burning.

(14)

17

Replanting kelapa sawit dengan metode zero burning dimaksudkan adalah cara

persiapan lahan mulai dari penumbangan tanaman kelapa sawit yang tidak lagi menguntungkan untuk dikelola sampai lahan siap ditanami kelapa sawit dan sama sekali tidak dilakukan pembakaran.

Gambar 2.3 : Penumbangan konvensional (Siahaan, 2014)

Persiapan lahan kelapa sawit tentunya sangat bergantung pada keadaan topografi dan keadaan lahan (basah/kering) serta peralatan yang digunakan karena sejauh ini peremajaan dengan metode zero burning dilakukan dengan cara mekanis seperti excavator dan tractor.

Menurut Lubis (2008) Topografi dikelompokan berdasarkan kemiringan lereng, yaitu :

 Datar s/d berombak (<8%)  Bergelombang (8% - 15%)  Berbukit (>15%)

Pentingnya peremajaan kelapa sawit tanpa bakar yaitu udara bebas dari pencemaran asap dan kesuburan tanah meningkat. Dengan membiarkan batang sawit membusuk secara alami di lapangan juga bermanfaat mengurangi erosi dan aliran permukaan, meningkatkan kandungan bahan organik dan anorganik tanah. Dengan meningkatkan bahan organik dalam tanah secara langsung meningkatkan

(15)

18

kesuburan fisik dan kimia tanah seperti perbaikan struktur tanah, kapasitas penahan air, dan kapasitas tukar kation meningkat, plastisitas tanah, dan kohesi tanah menurun. (Lubis, 2008).

Sebagai gambaran jumlah hara yang kembali ke tanah hasil pembusukan dalam peremajaan kelapa sawit disajikan dalam tabel 2.11.

Tabel 2.11 Kandungan Hara dari Residu Batang Kelapa Sawit Tua

Bagian Tanaman Hara (Kg/Ha)

N P K Mg

Batang 219,6 21,2 313,5 52,6

Pelepah 119,8 11,0 11,0 23,3

Total 339,4 32,2 424,2 75,9

Setara Pupuk Urea CIRP MOP Kieserit

Total 737,9 204,8 848,4 487,5

Sumber: Timbul, 2006 2.5.3 Metode Chipping

Teknik chipping merupakan teknik pembukaan lahan tanpa bakar (zero burning) dengan proses CCD (Cutting – Chipping – Decomposition). Teknik ini sudah banyak digunakan oleh perkebunan kelapa sawit untuk pembukaan areal maupun peremajaan. Teknik replanting ini menggunakan alat berat jenis excavator dengan tungkai chipping bucket yang akan mencacah batang tanaman kelapa sawit adalah maksimal 20 cm. Pekerjaan pencacahan ini dilakukan sekaligus begitu pohon ditumbang.

Pencacahan merupakan kegiatan membagi – bagi batang kelapa sawit menjadi beberapa potongan batang kelapa sawit dengan ketebalan 15 – 20 cm. Tujuannya adalah untuk mempercepat proses pembusukan (dekomposisi) sehingga biomassa tanaman kelapa sawit dapat dimanfaatkan kembali menjadi pupuk tanaman baru dan mengurangi perkembangbiakan hama Oryctes rhinoceros dan penyakit

(16)

19

Gambar 2.4 : Chipping Batang Kelapa Sawit (Siahaan, 2014). Kebaikan metode chipping :

 Menekan perkembangbiakan hama Oryctes rhinoceros dan penyakit

Ganoderma boninense.

 Mempercepat proses dekomposisi batang kelapa sawit Keburukan metode chipping :

 Biaya operasional cukup mahal

 Menguras waktu karena proses pekerjaan chipping lebih lama dibandingkan dengan penumbangan konvensional.

2.5.4 Metode Underplanting

Teknik peremajaan underplanting adalah teknik peremajaan dengan menanam tanaman muda/baru diantara tanaman tua (yang akan diremajakan).

Underplanting mulai populer sejak akhir 1990-an di beberapa perkebunan swasta

dan negara. Pola underplanting yang dikemukakan di sini adalah dengan melakukan penumbangan sebanyak 50% dari populasi tanaman tua sebelum penanaman tanaman baru. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi resiko terhambatnya pertumbuhan tanaman baru akibat terjadinya persaingan dalam perolehan hara dan sinar matahari. Sementara untuk 50% sisa tanaman tua

(17)

20

dilakukan peracunan sebanyak 25% setiap tahunnya sampai tanaman muda berumur 3 tahun. (Sutarta dkk., 2012).

Gambar 2.5 : Underplanting Kelapa Sawit (Siahaan, 2014). Berikut tahapan teknik underplanting menurut Sutarta dkk (2012), yaitu : a. Penyusunan Rencana Peremajaan

Perencanaan underplanting meliputi inventarisasi blok – blok, pemesanan bibit unggul, dan pemilihan lokasi pembibitan. Perlunya inventarisasi pohon yang ditumbang dan yang akan diracun serta penyiapan alat, bahan, dan biaya. b. Pemilihan Lahan Underplanting

Areal yang digunakan sebaiknya merupakan areal yang bukan bekas atau endemik serangan Ganoderma dan Oryctes karena dapat memperbesar resiko terserang hama penyakit bagi tanaman baru.

c. Inventarisasi Pohon

Menandai pohon yang akan ditumbang dengan cat atau sejenisnya. Batang pohon pada barisan tanaman yang akan ditumbang dicat setinggi 1 meter. Teknik underplanting dapat dilakukan dengan cara penumbangan 50%, peracunan 25%, dan peracunan terakhir 25% dari populasi.

(18)

21

d. Penumbangan

Penumbangan dilakukan sebelum penanaman tanaman baru. penumbangan dilakukan sebanyak 50% dari populasi awal dengan teknik penumbangan selang 1 baris. Pohon yang sudah terpilih ditumbang dan diusahakan tidak jatuh ke barisan samping. Pembongkaran tanaman liar harus dilakukan sampai pangkal akar, sehingga lubang tanam yang baru bersih dari sisa akar tanaman yang lama.

e. Perumpukan

Batang kelapa sawit yang telah ditumbang disusun sesuai dengan jalur tanam. f. Pemancangan

Pola penanaman menggunakan pola segitiga sama sisi dengan jarak antar tanaman tergantung pada kondisi lahan, bahan tanam, dan iklim. Barisan penanaman mengikuti baris tanaman lama (U-S), titik pancang diupayakan terletak di tengah diantara 2 tanaman tua (gawangan mati tanaman) atau dapat juga di tengah antar baris tanaman lama.

g. Peracunan Tahap Pertama

Peracunan dilakukan terhadap tanaman tua (25% dari populasi awal) setelah tanaman muda berumur ± 1 tahun. Teknik peracunan dilakukan dengan sebagai berikut :

 Pada batang kira – kira pada ketinggian 1 meter dari pangkal batang dibuat lubang sedalam 30 cm dengan posisi miring ke bawah dengan sudut ± 45o.  Lubang tersebut diisi dengan cairan berbahan aktif glyphosate atau lainnya

sebanyak 100 cc/pohon.

 Lubang ditutup kembali dengan bekas potongan batang ataupun tanah. Hal ini bertujuan agar racun yang disuntikkan tidak tumpah.

 Pada umumnya daun sudah nampak kering 2 minggu kemudian, namun pada beberapa kasus tanaman masih segar walaupun sudah diracun. Untuk kasus tesebut peracunan perlu diulangi lagi seperti pada tahap awal.

(19)

22

h. Peracunan Tahap Kedua

Peracunan tahap kedua dilakukan pada tanaman tua yang masih tersisa (25% dari populasi awal). Peracunan tahap kedua dilakukan setelah tanaman muda memasuki TM – 1. Prinsip peracunan sama dengan peracunan tahap pertama. i. Perawatan Tanaman Baru

Perawatan tanaman muda pada prinsipnya sama dengan perawatan tanaman kelapa sawit muda pada umumnya. Hama dan penyakit yang sering timbul pada penerapan underplanting adalah Oryctes sp. dan Ganoderma sp.

j. Pemupukan

Dosis pemupukan dinaikkan menjadi 1,5 kali dosis standar yang ditetapkan oleh PPKS, karena masih adanya persaingan pengambilan hara antara tanaman tua dan tanaman muda. Peningkatan dosis pemupukan ini dimaksudkan agar pupuk yang diberikan selain diserap oleh tanaman muda yang baru ditanam, juga untuk tanaman tua yang masih berproduksi.

Kebaikan Underplanting :

 Masih ada produksi yang dipanen

 Dapat dimanfaatkan untuk menyelamatkan lahan dari penjarahan terutama di daerah rawan.

Keburukan Underplanting :

 Terhambatnya tanaman baru akibat tertimpa sisa tanaman tua  Persaingan hara dan cahaya matahari antara tanaman muda dan tua

 Ledakan serangan Oryctes semakin besar dengan adanya tanaman tua yang membusuk sebagai breeding site hama tersebut.

 Memperbesar resiko terkontaminasinya tanaman baru oleh Ganoderma  Rimbunnya tukulan sisa TBS yang membusuk dan kesulitan pemanen pada

saat transisi penggunaan dodos/egrek karena tinggi – pendek tanaman baru yang beragam akibat etiolasi.

Gambar

Tabel 2.1 Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Cangkang dan Daging
Tabel 2.2  Varietas Berdasarkan Warna Buah
Tabel 2.4 Perkembangan Tinggi Batang  Umur  (tahun)  Tinggi  (meter)  Umur  (tahun)  Tinggi  (meter)  Umur  (tahun)  Tinggi  (meter)  3  1,6  11  7,5  19  11,5  4  2,2  12  8,4  20  11,9  5  2,6  13  8,9  21  12,2  6  3,8  14  9,8  22  12,4  7  4,5  15  10
Tabel 2.5 Perkembangan Jumlah dan Berat Tandan Kelapa Sawit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Game Police Personal Shooter ini dimodeling dengan aplikasi Blender dan menggunakan Unity 5 sebagai game engine.Blender merupakan aplikasi modeling open source

keuangan dan akibat dari kebijakan pemerintah Belanda yang melarang terbitnya majalah Pembela Islam. 6 Walaupun majalah Pembela Islam dilarang terbit kembali, namun

Hal senada juga dinyatakan oleh (Ilma, R., 2010), sesuai dengan peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar

Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Observasi yang dilakukan dalam

“ Dalam kenyataannya masih banyak guru yang melakukan pembelajaran dalam bidang studi IPS ini dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Dalam situasi demikian,

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan selama lebih kurang satu bulan menunjukan bahwa Aktivitas Humas Pemerintah Kota Pekanbaru dalam Mensosialisasikan Gerakan

bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nornor 23 Tahun 2011 ten tang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nornor 2 Tahun 2008 tentang

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatakan kemampuan berpikir kritis siswa, peningkatan keterampilan mengajar guru, dan peningkatan aktivitas belajar