• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNJUK KERJA KINCIR ANGIN POROS HORISONTAL DUA SUDU BAHAN KOMPOSIT DIAMETER 1 M LEBAR MAKSIMUM 13 CM DENGAN JARAK 12.5 CM DARI PUSAT POROS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNJUK KERJA KINCIR ANGIN POROS HORISONTAL DUA SUDU BAHAN KOMPOSIT DIAMETER 1 M LEBAR MAKSIMUM 13 CM DENGAN JARAK 12.5 CM DARI PUSAT POROS"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

i

UNJUK KERJA KINCIR ANGIN POROS HORISONTAL DUA SUDU BAHAN KOMPOSIT DIAMETER 1 M LEBAR MAKSIMUM 13 CM

DENGAN JARAK 12.5 CM DARI PUSAT POROS

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1

Program Studi Teknik Mesin

Diajukan oleh :

ARNOLDUS DWI SUNU KOPONG MANGU NIM : 125214038

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

THE PERFORMANCE OF WIND TUNEL HORIZONTAL TWO BLADE COMPOSITE MATERIAL THE OF DIAMETER 1 M THE MAKSIMUM 13 CM WITH 12.5 CM DISTANCE FROM THE CENTER OF A SHAFT

FINAL PROJECT

Presented as partitial fulfilment of the requirement to obtain Sarjana Teknik degree

in Mechanical Engineering

By :

ARNOLDUS DWI SUNU KOPONG MANGU Student Number : 125214038

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA 2016

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii INTISARI

Kebutuhan listrik di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini terjadi dikarenakan, bertambahnya jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi dan pemakaian energi yang terus bertambah. Bahan bakar minyak (BBM), batubara dan gas menjadi sumber energi utama untuk ketersediaan listrik di Indonesia. Namun peningkatan kebutuhan energi ini tidak diikuti dengan ketersedian bahan bakar minyak, gas maupun batu bara sebagai sumber energi pembangkit listrik di Indonesia. Hal ini dikarenakan ketersedian bahan bakar tersebut semakin menipis. Atas dasar kondisi sekarang ini, muncul adanya ide untuk menghasilkan energi alternatif yang tidak bisa habis, contohnya yakni angin, dengan melakukan penelitian terhadap kincir angin. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji unjuk kerja kincir angin yang diteliti seperti besar torsi, perbandingan daya, koefisien daya maksimal, dan tip speed ratio.

Kincir angin propeller berbahan komposit dua sudu diameter 1m, Lebar masksimal sudu 13 cm dengan jarak 12.5 cm dari pusat poros. Terdapat tiga variasi perlakuan kecepatan angin: kecepatan angin 10,3 m/s, 8,4 m/s dan 6,4 m/s. Karakteristik kincir angin maka poros kincir dihubungkan ke mekanisme pemebebanan lampu. Besarnya torsi diperoleh dari mekanisme timbangan digital, putaran kincir angin diukur mengunakan tachometer, kecepatan angin diukur menggunakan anemometer dan ketersediaan angin dengan menggunakan wind tunnel 15 Hp.

Dari hasil penelitian ini, kincir angin dengan kecepatan angin 10,3 m/s menghasilkan koefisien daya mekanis maksimal sebesar 14,85 % pada tip speed ratio 4,02, daya output sebesar 74,12 watt dan torsi sebesar 0,90 N.m. Kincir angin dengan kecepatan angin 8,4 m/s menghasilkan koefisien daya maksimal sebesar 20,56 % pada tip speed ratio 4,7, daya output sebesar 56,47 watt dan torsi sebesar 0,72 N.m.Kincir angin dengan kecepatan angin 6,4 m/s menghasilkan koefisien daya maksimal sebesar 33,73 % pada tip speed ratio 5,66, daya output sebesar 40,02 watt dan torsi sebesar 0,56 N.m pada kecepatan angin 6,4 m/s. Kincir angin dengan kecepatan angin 6,4 m/s memiliki nilai koefisien daya maksimal dan tip speed ratio paling tinggi.

(8)

viii

ABSTRACT

The need for electricity in Indonesia has increased year by year. This occurred due to increase the number of people, economic growth and the use of energy that continues to grow. Fuel oil, coal and gas become a major energy source for the availability of electricity in Indonesia.. But this increase in energy needs is not followed by the increased availability of fuel oil, gas and coal as a source of energy a power plant in Indonesia. It was because the increased availability of the fuel becomes thin. Base on this present state, appear the idea to produce alternative energy that cannot be discharged, for example the wind, with conducted research on windmills. This study attempts to assess working on windmills are researched as large torque, the ratio of power, maximum power coefficient and tip speed ratio. Windmill propeller made of a composite two-blade diameter of 1 m, a maximum width of the blade 13 cm with a distance of 12.5 cm from the center of the shaft. There are three treatment variations of wind speed: wind speed of 10,3 m/s, 8,4 m/s and 6,4 m/s. Characteristics of the windmill so the shaft of wheel is connected to the loading lamp mechanism. The amount of torque is obtained from the mechanism of digital scale, round windmills measured using a tachometer, wind speed was measured using the anemometer and wind availability by using the wind tunnel 15 Hp.

The results of this research, a windmill with a variation of wind speed of 10.3 m/s generate maximum mechanical power coefficient of 14,85 % on a tip speed ratio of 4,02, the output power of 74,12 watts and a torque of 0.90 N.m. Windmill with variations in wind speed of 8.4 m/s to produce maximum power coefficient of 20,56 % on a tip speed ratio of 4.7, the output power of 56,47 watts and a torque of 0.72 N.m. Windmill with variations in wind speed of 6.4 m/s to produce maximum power coefficient of 33,73 % on a tip speed ratio of 5,66, the output power of 40,02 watts and a torque of 0.56 N.m. at a wind speed of 6.4 m/s. Windmill with variations in wind speed of 6.4 m/s has the highest maximum power coefficient and tip speed ratio.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan berkah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir. Tugas akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains Dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Banyak hambatan yang dialami penulis selama proses penulisan tugas akhir. Namun karena kuasa Tuhan Yang Maha Esa, bantuan dan keterlibatan berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih atas segala bantuan, dukungan dan dorongan, baik secara moril, materil dan spiritual antara lain kepada: 1. Sudi Mungksi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas segala yang telah diberikan selama penulis belajar di Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains Dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin atas segala yang telah diberikan selama penulis belajar di Program Studi Teknik Mesin.

3. Dr. Drs. Vet Asan Damanik,M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan saran, kritik dan bimbingan selama penulis belajar di Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains Dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

4. Doddy Purwadianto, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah memberikan waktu, tenaga dan pikiran selama penulisan tugas akhir.

5. Segenap dosen dan staff Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta atas segala kerjasama, pelayanan dan bimbingan selama penulis menempuh kuliah dan proses penulisan tugas akhir.

(10)

x

6. Keluarga tercinta, Ruben Kopong Miten, Margareta Nuri Ardiantari, dan Claudensia Ajeng Deran Bumi atas segala bentuk dukungan, doa, dan semua yang sudah diberikan sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 7. Teman-teman Teknik Mesin Angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma

dan teman-teman dari penulis lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Yogyakarta, 09 Agustus 2016

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

INTISARI ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR SIMBOL ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang Masalah ... 1

Rumusan Masalah ... 4

Tujuan Penelitian ... 4

Batasan Masalah ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

BAB II DASAR TEORI ... 6

2.1 Angin ... 6

2.1.1 Jenis – Jenis Angin ... 7

(12)

xii

2.2.1 Kincir Angin Sumbu Horizontal ... 10

2.2.2 Kincir Angin Sumbu Vertikal ... 11

2.3 Grafik Hubungan antara Koefisien daya terhadap tip speed ratio (TSR) ... 13

2.4 Rumus Perhitungan ... 13

2.4.1 Energi Kinetik ... 13

2.4.2 Tip Speed Ratio (tsr) ... 14

2.4.3 Torsi ... 15

2.4.4 Daya Mekanis ... 15

2.4.5 Daya Listrik ... 16

2.4.6 Koefisien Daya (Cp) ... 16

2.5 Komposit ... 17

2.5.1 Tujuan Pembuatan Material Komposit ... 18

2.5.2 Properties Komposit ... 18 2.5.3 Klasifikasi Komposit ... 18 2.6 Serat ... 27 2.6.1 Serat Alami ... 27 2.6.2 Serat Sintetis ... 28 2.6.3 Serat Kaca ... 29 2.7 Matriks ... 31 2.7.1 Resin ... 33

2.7.2 Jenis – Jenis Resin ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

3.1 Diagram Penelitian ... 38

(13)

xiii

3.3 Desain Kincir ... 44

3.4 Pembuatan Sudu Kincir Angin ... 45

3.4.1 Alat Dan Bahan Pembuatan Sudu ... 45

3.4.2 Proses Pembuatan Sudu ... 46

3.5 Langkah Penelitian ... 51

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1 Data Hasil Pengujian ... 53

4.2 Pengolahan Data Dan Perhitungan ... 54

4.2.1 Perhitungan Daya Angin ... 54

4.2.2 Perhitungan Torsi ... 55

4.2.3 Perhitungan Daya Kincir ... 55

4.2.4 Perhitungan Daya Listrik ... 56

4.2.5 Perhitungan Tip Speed Ratio (tsr) ... 56

4.2.6 Perhitungan Koefisien Daya (Cp) ... 57

4.3 Data Hasil Perhitungan ... 57

4.4 Grafik Hasil Perhitungan ... 59

4.4.1 Grafik Hubungan Antara RPM dan Daya Pada Variasi Kecepatan Angin 10,3m/s ... 59

4.4.2 Grafik Hubungan Antara RPM Dan Daya Pada Variasi Kecepatan Angin 8,3m/s ... 60

4.4.3 Grafik Hubungan Antara RPM dan Daya Pada Variasi Kecepatan Angin 6,4m/s ... 61

4.4.4 Grafik Hubungan Antara RPM Dan Daya Mekanis Untuk Tiga Variasi Kecepatan Angin ... 62

(14)

xiv

4.4.5 Grafik Hubungan Antara RPM Dan Daya Elektris Untuk Tiga Variasi

Kecepatan Angin ... 63

4.4.6 Grafik Hubungan Antara RPM Dan Torsi Untuk Tiga variasi Kecepatan Angin ... 64

4.4.7 Grafik Hubungan Antara TSR Dan Koefisien Daya Pada Variasi Kecepatan Angin 10,3m/s ... 65

4.4.8 Grafik Hubungan Antara TSR Dan Koefisien Daya Pada Variasi Kecepatan Angin 8,3m/s ... 66

4.4.9 Grafik Hubungan Antara TSR Dan Koefisien Daya pada Variasi Kecepatan Angin 6,4m/s ... 67

4.4.10 Grafik Hubungan Antara TSR Dan Koefisien Daya Mekanis Pada Tiga Variasi Kecepatan Angin ... 68

4.4.11 Grafik Hubungan Antara TSR dan Koefisien Daya Listrik Pada Tiga Variasi Kecepatan Angin ... 69

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

5.1 Kesimpulan ... 71

5.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Angin Laut ... 7

Gambar 2.2 Angin Darat ... 7

Gambar 2.3 Angin Lembah ... 8

Gambar 2.4 Angin Gunung ... 8

Gambar 2.5 Angin Muson ... 9

Gambar 2.6 Kincir Angin Poros Horizontal ... 10

Gambar 2.7 Kincir Angin Poros Vertikal ... 12

Gambar 2.8 Grafik Koefisien Daya (Cp) dengan Tips Speed Ratio (TSR) ... 13

Gambar 2.9 Klasifikasi Komposit Berdasarkan Bentuk Matriks ... 19

Gambar 2.10 Matriks Dari Beberapa Tipe Komposit ... 19

Gambar 2.11 Pembagian Komposit Berdasarkan Penguatnya ... 22

Gambar 2.12 Illustrasi Komposit Berdasarkan Penguatnya ... 23

Gambar 2.13 Flat Flakes Sebagi Penguat ... 24

Gambar 2.14 Tipe Serat Pada Komposit ... 25

Gambar 2.15 Tipe Discontinuous Fiber ... 26

Gambar 2.16 Jenis Serat Alami ... 28

Gambar 2.17 Jenis Serat Buatan ... 29

Gambar 2.18 Serat Kaca ... 30

Gambar 2.19 Kurva Tegangan/Regangan Sistem Matriks Ideal ... 32

Gambar 2.20 Kurva Tegangan/Regangan Terhadap Kegagalan Serat ... 33

Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian Kincir Angin ... 38

Gambar 3.2 Sudu Kincir Angin ... 40

(16)

xvi

Gambar 3.4 Fan Blower ... 41

Gambar 3.5 Tachometer ... 41

Gambar 3.6 Timbangan Digital ... 42

Gambar 3.7 Anemometer ... 42

Gambar 3.8 Voltmeter ... 43

Gambar 3.9 Amperemeter ... 43

Gambar 3.10 Skema Pembebanan Lampu ... 44

Gambar 3.11 Desain Kincir ... 45

Gambar 3.12 Pemotongan Pipa ... 46

Gambar 3.13 Cetakan kertas ... 47

Gambar 3.14 Pembentukan Sudu Pada Pipa ... 47

Gambar 3.15 Pelapisan Cetakan Pipa ... 48

Gambar 3.16 Resin dan Harderner ... 48

Gambar 3.17 Pengolesan Cetakan Sudu Yang Dilapisi Alumunium Foil ... 49

Gambar 3.18 Peletakan Serat Glass Pada Cetakan Sudu ... 50

Gambar 3.19 Peletakan Plat Pada Pangkal Sudu ... 50

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Antara RPM Dan Daya Pada Kecepatan Angin 10,3 m/s, Kincir Angin Komposit Dua Sudu ᴓ 1m, Lmax 13 cm Dengan Jarak 12.5 cm Dari Pusat Poros ... 60

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara RPM Dan Daya Pada Kecepatan Angin 8,4 m/s, Kincir Angin Komposit Dua Sudu ᴓ 1m, Lmax 13 cm Dengan Jarak 12.5 cm Dari Pusat Poros ... 61

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara RPM Dan Daya Pada Kecepatan Angin 6,4 m/s, Kincir Angin Komposit Dua Sudu ᴓ 1m, Lmax 13 cm Dengan Jarak 12.5 cm Dari Pusat Poros ... 62

(17)

xvii

Gambar 4.4 Grafik Hubungan RPM Dan Daya Mekanis Pada Tiga Variasi Kecepatan Angin, Kincir Angin Komposit Dua Sudu ᴓ 1m, Lmax 13 cm

Dengan Jarak 12.5 cm Dari Pusat Poros ... 63 Gambar 4.5 Grafik Hubungan RPM Dan Daya Elektris Pada Tiga Variasi Kecepatan Angin, Kincir Angin Komposit Dua Sudu ᴓ 1m, Lmax 13 cm

Dengan Jarak 12.5 cm Dari Pusat Poros ... 64 Gambar 4.6 Grafik Hubungan Antara RPM Dan Torsi Pada Tiga Variasi Kecepatan Angin, Kincir Angin Komposit Dua Sudu ᴓ 1m, Lmax 13 cm Dengan Jarak

12.5 cm Dari Pusat Poros ... 65 Gambar 4.7 Grafik Hubungan Antara TSR Dan Koefisien Daya Pada Kecepatan

Angin 10,3 m/s, Kincir Angin Komposit Tiga Sudu ᴓ 1m, Lmax 13 cm

Dengan Jarak 12.5 cm Dari Pusat Poros ... 66 Gambar 4.8 Grafik Hubungan Antara TSR Dan Koefisien Daya Kecepatan Angin 8,4 m/s, Kincir Angin Komposit Dua Sudu ᴓ 1m, Lmax 13 cm Dengan

Jarak 12.5 cm Dari Pusat Poros ... 67 Gambar 4.9 Grafik Hubungan Antara TSR Dan Koefisien Daya Kecepatan Angin 6,4 m/s, Kincir Angin Komposit Dua Sudu ᴓ 1m, Lmax 13 cm Dengan

Jarak 12.5 cm Dari Pusat Poros ... 68 Gambar 4.10 Grafik Hubungan Antara TSR Dan Koefisien Daya Mekanis Pada Tiga Variasi Kecepatan Angin, Kincir Angin Komposit Dua Sudu ᴓ 1m, Lmax 13 cm Dengan Jarak 12.5 cm Dari Pusat Poros ... 69

Gambar 4.11 Grafik Hubungan Antara TSR Dan Koefisien Daya Elektris Pada Tiga Variasi Kecepatan Angin, Kincir Angin Komposit Dua Sudu ᴓ 1m, Lmax

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Ramalan Kebutuhan Energi ... 3

Tabel 1.2 Penyediaan Energi Listrik di Indonesia ... 4

Tabel 2.1 Tingkat Kecepatan Angin ... 6

Tabel 2.2 Sifat-sifat dari jenis-jenis fiber-glass ... 31

Tabel 2.3 Sifat Serat ... 31

Tabel 3.1 Alat dan Bahan Pembuatan Sudu ... 45

Tabel 4.1 Data Pengujian Dua Sudu Pada Kecepatan Angin 10,3 m/s, Kincir Angin Komposit Dua Sudu ᴓ 1m, Lmax 13 cm Dengan Jarak 12.5 cm Dari Pusat Poros ... 53

Tabel 4.2 Data Pengujian Dua Sudu Pada Kecepatan Angin 8,4 m/s, Kincir Angin Komposit Dua Sudu ᴓ 1m, Lmax 13 cm Dengan Jarak 12.5 cm Dari Pusat Poros ... 53

Tabel 4.3 Data Pengujian Dua Sudu Pada Kecepatan Angin 6,4 m/s, Kincir Angin Komposit Dua Sudu ᴓ 1m, Lmax 13 cm Dengan Jarak 12.5 cm Dari Pusat Poros ... 54

Tabel 4.4 Data Perhitungan Dua Sudu Pada Variasi Kecepatan Angin 10,3 m/s, Kincir Angin Komposit Dua Sudu ᴓ 1m, Lmax 13 cm Dengan Jarak 12.5 cm Dari Pusat Poros ... 58

Tabel 4.5 Data Perhitungan Dua Sudu Pada Variasi Kecepatan Angin 8,4 m/s, Kincir Angin Komposit Dau Sudu ᴓ 1m, Lmax 13 cm Dengan Jarak 12.5 cm Dari Pusat Poros ... 58

Tabel 4.6 Data Perhitungan Dua Sudu Pada Kecepatan Angin 6,4 m/s, Kincir Angin Komposit Dua Sudu ᴓ 1m, Lmax 13 cm Dengan Jarak 12.5 cm Dari Pusat Poros ... 58

(19)

xix DAFTAR SIMBOL Simbol Keterangan 𝜌 Massa jenis (kg/m3) r Jari-jari kincir (m) A Luas penampang (m2) 𝑣 Kecepatan angin (m/s)

𝜔 Kecepatan sudut (rad/s)

n Kecepatan putar poros (rpm)

F Gaya pembebanan (N)

T Torsi (Nm)

𝑃𝑖𝑛 Daya angin (Watt)

𝑃𝑒𝑙𝑒𝑘𝑡𝑟𝑖𝑠 Daya listrik (Watt)

𝑃𝑚𝑒𝑘𝑎𝑛𝑖𝑠 Daya kincir (Watt)

𝑇𝑆𝑅 Tip Speed Ratio

𝐶𝑝 Koefisien daya (%)

𝐶𝑝 𝑚𝑎𝑥 Koefisien daya maksimal (%)

m massa (kg)

𝐸𝑘 Energi kinetic (wH)

V Tegangan (Volt)

I Arus (Ampere)

𝑡 Waktu (s)

(20)

xx

𝑉𝑡 Kecepatan di ujung sudu kincir (m/s)

L Panjang lengan torsi (m)

𝐿𝑚𝑎𝑥 Lebar maksimal (m)

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Merupakan suatu kenyataan bahwa kebutuhan akan energi, khususnya energi listrik di Indonesia, makin berkembang menjadi bagian tak terpisahkan dari kebutuhan hidup masyarakat sehari – hari dengan pesatnya peningkatan pembangunan di bidang teknologi, industri dan informasi. Namun pelaksanaan penyediaan energi listrik yang dilakukan oleh PT.PLN (PERSERO), selaku lembaga resmi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola masalah kelistrikan di Indonesia, sampai saat ini masih belum dapat memenuhi kebutuhan masyrakat akan energi listrik secara keseluruhan. Kondisi geografis negara Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau dan kepulauan, tersebar dan tidak meratanya pusat – pusat beban listrik diseluruh daerah di Indonesia ( Ramani, K.V,1992).

Selain itu, makin berkurangnya ketersediaan sumber daya yang tak dapat diperbaharui yang sampai saat ini merupakan tulang punggung dan komponen utama penghasil energi listrik di Indonesia, menyebabkan kita harus berpikir untuk mencari alternatif penyediaan energi listrik yang memiliki karakter;

1. Dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemakain energi yang tak dapat diperbaharui.

2. Dapat menyediakan energi listrik dalam skala lokal regional. 3. Mampu memanfaatkan potensi sumber daya energi alternatif.

(22)

Sistem penyediaan energi listrik yang dapat memenuhi kriteria di atas adalah sistem konversi energi yang memanfaatkan sumber daya energi terbarukan, seperti: matahari, angin, air, biomas dan lain sebagainya (Djojonegoro,1992). Tak bisa dipungkiri bahwa kecenderungan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi sumber-sumber daya energi terbarukan dewasa ini telah meningkat dengan pesat, khususnya di negara-negara sedang berkembang, yang telah menguasai rekayasa dan teknologinya, serta mempunyai dukungan finansial yang kuat. Oleh sebab itu, merupakan hal yang menarik untuk disimak lebih lanjut, bagaimana peluang dan kendala pemanfaatan sumber-sumber daya energi terbarukan ini di negara-negara sedang berkembang, khususnya di Indonesia.

Kebutuhan dan Ketersediaan Energi Listrik di Indonesia

Dengan memperhatikan pertumbuhan ekonomi dalam sepuluh tahun terakhir, skenario "export-import" dan pertumbuhan penduduk, pada tahun 1990 diramalkan bahwa tingkat pertumbuhan kebutuhan energi listrik nasional dapat mencapai 8,2 persen rata-rata per tahun, seperti ditunjukkan dalam tabel-1 berikut.

Tabel 1.1 Kebutuhan Energi Listrik Sumber: Djojonegoro,1992

(23)

Kebutuhan energi listrik tersebut diharapkan dapat dipenuhi oleh pusat-pusat pembangkit listrik, baik yang dibangun oleh pemerintah maupun non-pemerintah. Sebagai ilustrasi, pada tahun 1990 kebutuhan energi listrik sebesar 51.919 GWh telah dipenuhi oleh seluruh pusat pembangkit listrik yang ada dengan kapasitas daya terpasang sekitar 22.000 MW. Sehingga pada tahun 2010 dari kebutuhan energi listrik, yang diramalkan mencapai 258.747 GWh per tahun, diharapkan dapat dipenuhi oleh sistem suplai energi listrik dengan kapasitas total sebesar 68.760 MW, yang komposisi sumber daya energinya seperti diperlihatkan dalam tabel-2.

Tabel 1.2 Penyediaan Energi Listrik di Indonesia. Djojonegoro, 1992 & Wibawa, 1996.

(24)

Potensi sumber daya energi energi terbarukan, seperti; matahari, angin dan air, ini secara prinsip memang dapat dierbaharui, karena selalu tersedia di alam. Namun pada kenyataannya potensi yang dapat dimanfaatkan belum dimafaatkan secara maksimal. Sebagai mahasiswa teknik mesin yang mendalami energi terbarukan dan konversi energi khususnya energi angin penulis ingin mengembangkan design kincir yang sudah ada saat ini untuk mencari unjuk kerja yang sesuai dengan kondisi angin yang berada di Indonesia. Penulis melakukan penelitian pada kincir angin horizontal dua sudu.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

a. Diperlukan kincir angin yang mampu mengkonversi energi angin tersebut dengan maksimal sehingga efisiensi yang diperoleh tinggi. b. Penggunaan bahan komposit dalam pembuatan sudu.

1.3 Tujuan Penelitian

a. Membuat kincir angin poros horizontal dua sudu dengan bahan komposit.

b. Mengetahui unjuk kerja dari kincir angin poros horizontal dua sudu, bahan komposit.

c. Mengetahui nilai Coefisien Performance (Cp) dan tip speed ratio (TSR) dari kincir angin poros horizontal dua sudu bahan komposit.

(25)

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah yang ada dalam penelitian ini adalah :

a. Model kincir angin dibuat tipe propeler dengan bahan komposit dengan diameter 1m, lebar maksimum 12 cm dengan jarak 12.5 cm dari pusat poros.

b. Kincir angin menggunakan sudu berjumlah dua.

c. Penelitian dilakukan di Laboratorium Konversi Energi Universitas Sanata Dharma.

d. Kincir angin propeller dua sudu tipe horizontal axis wind turbine (HAWT).

1.5 Manfaat Penelitian:

Manfaat peneltitian yang ada dalam penelitian ini adalah :

a. Kincir angin ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu aplikasi pemanfaatan energi terbarukan.

b. Dalam pembuatan skala besar mampu menghasilkan energi listrik dalam jumlah besar dan dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat luas.

(26)

6 BAB II DASAR TEORI

2.1 Angin

Angin adalah udara yang bergerak, angin terjadi karena perbedaan tekanan di permukaan bumi. Angin bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Perbedaan tekanan ini disebabkan oleh perbedaan penerimaan dan penyerapan panas matahari oleh bumi. Energi angin dimanfaatkan sebagai sumber pembangkit listrik tenaga angin (PLTA) dengan memanfaatkan turbin angin atau kincir angin. Cara kerjanya cukup sederhana, angin memutar kincir angin yang kemudian memutar rotor pada generator. Energi listrik yang dihasilkan bisa dimanfaatkan secara langsung, ataupun disimpan dengan menggunakan baterei. Kondisi angin yang dapat digunakan untuk menghasilkan energi listrik dapat dilihat tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tingkat Kecepatan Angin.

Sumber : hhtp://www.kincirangin.info/plta-gbr.php. diakses Mei 2016.

Batas minimum untuk menggerakkan kincir ialah angin kelas 3 dan batas maksimum adalah angin kelas 8.

Kelas Kecepatan Angin Angin (m/s)

1 0,00 – 0,02

---2 0,3 – 1,5 Angin bertiup, asap lurus keatas

3 1,6 – 3,3 Asap bergerak mengikuti arah angin

4 3,4 – 5,4 Wajah terasa ada angin, daun bergoyang, petunjuk arah angin bergerak 5 5,5 – 7,9 Debu jalanan dan kertas berterbangan, ranting pohon bergoyang 6 8,0 – 10,7 Ranting pohon bergoyang, bendera berkibar

7 10,8 – 13,8 Ranting pohon besar bergoyang, air kolam bergoyang kecil 8 13,9 – 17,1 Ujung pohon melengkung, hembusan angin terasa di telinga 9 17,2 – 20,7 Dapat mematahkan ranting pohon, jalan berat melawan arah angin 10 20,8 – 24,4 Dapat mematahkan ranting pohon, rumah rubuh 11 24,5 – 28,4 Dapat merubuhkan pohon dan menimbulkan kerusakan

12 28,5 – 32,5 Dapat menimbulkan kerusakan parah

13 32,6 – 42,3 Angin Topan

Tingkat Kecepatan Angin 10 meter di atas permukaan tanah

(27)

2.1.1 Jenis Angin 1. Angin Laut

Angin laut adalah angin yang terjadi pada waktu siang hari, angin ini bergerak dari laut atau danau menuju daratan. Hal ini terjadi dikarenakan udara di atas daratan mengalami pemanasan lebih cepat dibandingkan udara di atas permukaan air, sehingga tekanan udara di atas daratan lebih rendah dibandingkan di atas permukaan laut atau danau seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

2. Angin Darat

Angin darat adalah angin yang terjadi pada waktu malam hari, angin ini bergerak dari darat menuju laut. Hal ini terjadi dikarenakan udara di atas daratan mengalami pendinginan lebih cepat dibandingkan udara di atas permukaan air, sehingga tekanan udara di atas permukaan laut atau danau menjadi lebih rendah dibandingkan di atas daratan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.1 Angin Laut. Gambar 2.2 Angin darat.

Sumber : https://luciafebriarlita17.wordpress.com/2014/04/09/unsur-unsur-iklim-dan-cuaca-ii-angin/angin-laut-dan-angin-darat/ diakses Mei 2016.

3 Angin Lembah

Angin lembah adalah angin yang terjadi pada waktu siang hari di kawasan pegunungan di seluruh dunia. Angin ini bergerak dari lembah menuju gunung. Hal

(28)

ini terjadi dikarenakan udara di atas gunung mengalami pemanasan lebih cepat dibandingkan lembah, sehingga tekanan udara di atas permukaan gunung menjadi lebih rendah dibandingkan di atas permukaan lembah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.

4. Angin Gunung

Angin gunung adalah angin yang terjadi pada waktu malam hari di kawasan pengunungan di seluruh dunia. Angin ini bergerak dari gunung menuju lembah. Hal ini terjadi dikarenakan udara di atas gunung mengalami pendingin lebih cepat dibandingkan di atas permukaan lembah, sehingga tekanan udara di atas permukaan lembah menjadi lebih rendah di atas permukaan gunung seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.3 Angin Lembah Gambar 2.4 Angin Gunung Sumber :

http://softilmu.blogspot.sg/2013/07/pengertian-dan-macam-macam-angin.html diakses Mei 2016.

5. Angin Muson

Angin muson yang terjadi di Indonesia ada dua, yaitu muson barat dan muson timur. Angin ini disebabkan adanya perbedaan tekanan udara dua benua yang mengapit kepulauan Indonesia, yaitu Benua Asia yang kaya perairan dan Australia yang kering. Angin Musim/Muson Barat adalah angin yang mengalir dari benua Asia (musim dingin) ke Benua Australia (musim panas) dan mengandung curah

(29)

hujan yang banyak di Indonesia bagian barat, hal ini disebabkan karena angin melewati tempat yang luas, seperti perairan dan samudra. Contoh perairan dan samudra yang dilewati adalah Laut China Selatan dan Samudra Hindia. Angin Musim Barat menyebabkan Indonesia mengalami musim hujan. Angin ini terjadi pada bulan Desember, Januari dan Februari, dan maksimal pada bulan januari dengan kecepatan minimum 3 m/s. Angin Musim/Muson Timur adalah angin yang mengalir dari Benua Australia (musim dingin) ke Benua Asia (musim panas) sedikit curah hujan (kemarau) di Indonesia bagian timur karena angin melewati celah-celah sempit dan berbagai gurun (Gibson, Australia Besar, dan Victoria). Ini yang menyebabkan Indonesia mengalami musim kemarau. Terjadi pada bulan juni, juli dan Agustus, dan maksimal pada bulan juli.

Gambar 2.5 Contoh ( ) angin muson barat dan (---) angin muson timur. Sumber :

http://www.berpendidikan.com/2015/06/macam-macam-angin-beserta-contoh-gambar-dan-penjelasannya.html diakses Mei 2016.

2.2 Kincir Angin

Kincir angin adalah sebuah alat yang digerakkan oleh tenaga angin sehingga menghasilkan energi mekanik atau gerak. Kincir angin dulunya banyak ditemukan di negara – negara Eropa khususnya Belanda dan Denmark yang pada waktu itu

(30)

banyak digunakan untuk irigasi, menumbuk hasil pertanian, penggilingan gandum dan pembangkit tenaga listrik. Secara umum kincir angin digolongkan menjadi dua jenis menurut porosnya yaitu kincir angin poros horisontal dan kincir angin poros vertikal.

2.2.1 Kincir Angin Poros Horisontal

Kincir Angin Poros Horisontal atau propeler adalah kincir angin yang memiliki poros utama sejajar dengan tanah dan arah poros utama sesuai dengan arah angin. Kincir angin Poros Horisontal ini memiliki jumlah bilah lebih dari dua, kincir angin ini dapat berputar dikarenakan adanya gaya aeorodinamis yang bekerja pada suatu kincir. Beberapa jenis kincir angin poros horisontal yang telah banyak dikenal di antaranya ditunjukkan pada gambar 2.6.

(31)

Kekurangan dan kelebihan Kincir Angin Poros Horisontal : Kelebihan kincir angin poros horizontal :

1. HAWT mampu mengkonversi energi angin pada kecepatan tinggi. 2. Setiap sepuluh meter ke atas, kecepatan angin meningkat sebesar 20%. 3. HAWT tidak memerlukan karateristik angin karena arah angin langsung

menuju rotor.

Kekurangan kincir angin poros horizontal :

1. Dibutuhkan konstruksi menara untuk menyangga bilah – bilah, transmisi roda gigi, dan generator.

2. HAWT yang tinggi akan sulit dipasang, membutuhkan derek yang sangat tinggi dan membutuhkan operator yang profesional.

3. HAWT membutuhkan mekanisme control yaw tambahan untuk membelokkan kincir ke arah angin.

2.2.2 Kincir Angin Poros Vertikal

Kincir angin poros vertikal atau Vertikal Axis Wind Turbin (VAWT) adalah salah satu jenis kincir angin yang posisi porosnya tegak lurus dengan arah angin atau dengan kata lain kincir jenis ini dapat mengkonversi tenaga angin dari segala arah kecuali arah angin dari atas atau bawah. Kincir jenis ini menghasilkan torsi yang lebih besar dari pada kincir angin poros horisontal. Beberapa jenis kincir angin poros vertikal yang telah banyak dikenal diantaranya ditunjukkan pada gambar 2.7. Kekurangan dan kelebihan kincir angin poros vertikal dijelaskan seperti berikut :

(32)

Kelebihan kincir angin poros vertikal :

1. Dapat menerima arah angin dari segala arah. 2. Tidak membutuhkan struktur menara yang besar. 3. Dapat bekerja pada putaran rendah.

4. Memiliki torsi yang besar pada putaran rendah.

5. Tidak perlu mengatur sudut – sudut untuk menggerakan sebuah generator. Kelemahan kincir angin poros vertikal :

1. Bekerja pada putaran rendah, sehingga energi angin yang dihasilkan kecil. 2. Hanya dapat mengkonversi energi angin 50% dikarenakan adanya gaya drag

tambahan.

3. Bekerja pada putaran rendah, sehingga energi angin yang dihasilkan kecil. 4. Sebuah VAWT yang menggunakan kabel untuk menyanggah nya memberi

tekanan pada bantalan dasar karena semua berat rotor dibebankan pada bantalan. Kabel yang dikaitkan ke puncak bantalan meningkatkan daya dorong ke bawah saat angin bertiup.

Darrieus Savonius Gambar 2.7 Contoh Kincir Angin Poros Vertikal.

(33)

2.3 Grafik Hubungan Antara Cp dan tip speed ratio (TSR)

Menurut Albert Betz Ilmuan Jerman bahwa koefisien daya maksimal dari kincir angin adalah sebesar 59% seperti yang terlihat pada Gambar 2.8 Dia menamai batas maksimal tersebut dengan Betz limit.

Gambar 2.8 Grafik Hubungan Antara Koefisien Daya (Cp) dengan Tips Speed Ratio (TSR) dari beberapa jenis kincir.

Sumber : www.gunturcuplezt.com diakses Mei 2016.

2.4 Rumus Perhitungan

Berikut ini adalah rumus–rumus yang digunakan untuk melakukan perhitungan dan analisis kerja kincir angin yang diteliti.

2.4.1 Rumus Energi Kinetik

Energi kinetik adalah energi yang dimiliki oleh suatu benda yang bergerak. Energi yang terdapat pada angin adalah energi kinetik, sehingga dapat dirumuskan menjadi: 𝐸𝑘= 1 2 𝑚 𝑣 2 (1) dengan: 𝐸𝑘 : Energi kinetik

(34)

m : Massa ( kg ) v : Kecepatan angin

Daya adalah energi persatuan waktu, sehingga dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut :

𝑃𝑖𝑛 =1

2 ṁ 𝑣

2 (2)

dengan :

P : Daya angin (watt)

: Massa udara yang mengalir pada satuan waktu (kg/s) dimana :

ṁ = 𝜌 𝐴 𝑣 (3)

dengan :

𝜌 : Massa jenis udara (kg/m³). A : Luas penampang sudu (m²).

Dengan mengunakan persamaan (3), daya angin dapat dirumuskan menjadi 𝑃𝑖𝑛 = 1

2 (𝜌 𝐴 𝑣)𝑣

2 , yang dapat disederhanakan menjadi :

𝑃𝑖𝑛 = 1

2 𝜌 𝐴 𝑣

3 (4)

2.4.2 Rumus Perhitungan TSR (tip speed ratio)

Tip speed ratio adalah perbandingan antara kecepatan ujung sudu kincir angin dengan kecepatan angin. Kecepatan diujung sudu (Vt) dapat dirumuskan sebagai :

(35)

dengan :

𝑉𝑡 : Kecepatan ujung sudu. 𝜔 : Kecepatan sudut (rad/s). 𝑟 : Jari – jari kincir (m).

sehingga tsr-nya dapat dirumuskan sebagai berikut: 𝑇𝑆𝑅 = 2 𝜋 𝑟 𝑛

60 𝑣 (6)

dengan :

r : jari – jari kincir (m).

n : Putaran poros kincir tiap menit (rpm). v : Kecepatan angin (m/s).

2.4.3 Rumus Torsi

Torsi adalah hasil kali dari gaya pemebebanan (F) dengan panjang lengan torsi (l). Perhitungan torsi dapat dirumuskan sebagai berikut :

𝑇 = 𝐹 𝑙 (7)

dengan :

F : Gaya pembebanan (N).

l : Panjang lengan torsi ke poros (m).

2.4.4 Rumus Daya Mekanis

Daya yang dihasilkan kincir (Pout) adalah daya yang dihasilkan kincir akibat adanya angin yang melintasi sudu kincir. Sehingga daya kincir yang dihasilkan oleh gerakkan melingkar kincir dapat dirumuskan :

(36)

𝑃𝑚𝑒𝑘𝑎𝑛𝑖𝑠 = 𝑇 𝜔 (8) dengan :

T : Torsi (N.m).

𝜔 : kecepatan sudut (rad/s).

Dengan ini untuk daya yang dihasilkan kincir dapat dinyatakan dengan persamaan (7), yaitu :

𝑃𝑚𝑒𝑘𝑎𝑛𝑖𝑠 = T 𝜋 𝑛

30 (9)

dengan :

𝑃𝑚𝑒𝑘𝑎𝑛𝑖𝑠 : Daya yang dihasilkan oleh kincir angin (watt).

T : Torsi (N.m).

n : Putaran poros (rpm)

2.4.5 Rumus Daya Listrik

Daya Listik adalah daya yang dihasilkan generator. Sehingga daya kincir yang dihasilkan oleh generator dapat dirumuskan :

𝑃𝑒𝑙𝑒𝑘𝑡𝑟𝑖𝑠 = 𝑉 𝐼 (10) Dengan :

V : Tegangan (watt).

I : Arus (ampere).

2.4.6 Koefisien Daya

Koefisien Daya (Cp) adalah bilangan tak berdimensi yang menunjukkan perbandingan antara daya yang dihasilkan kincir (Pout) dengan daya yang disediakan oleh angin (Pin). Sehingga Cp dapat dirumuskan :

(37)

𝐶𝑝 = Pout

Pin 100% (11)

dengan :

𝐶𝑝 : Koefisien Daya, %

𝑃𝑖𝑛 : Daya yang disediakan oleh angin.

𝑃𝑜𝑢𝑡 : Daya yang dihasilkan kincir.

2.5 Komposit

Komposit adalah suatu jenis bahan baru hasil rekayasa yang terdiri dari dua atau lebih bahan dimana sifat masing-masing bahan berbeda satu sama lainnya baik itu sifat kimia maupun fisikanya dan tetap terpisah dalam hasil akhir bahan tersebut (bahan komposit).

Beberapa definisi komposit sebagai berikut

1. Tingkat dasar : pada molekul tunggal dan kisi kristal, bila material yang disusun dari dua atom atau lebih disebut komposit (contoh senyawa, paduan, polymer dan keramik)

2. Mikrostruktur : pada kristal, phase dan senyawa, bila material disusun dari dua phase atau senyawa atau lebih disebut komposit (contoh paduan Fe dan C) 3. Makrostruktur : material yang disusun dari campuran dua atau lebih penyusun

makro yang berbeda dalam bentuk dan/atau komposisi dan tidak larut satu dengan yang lain disebut material komposit (definisi secara makro ini yang biasa dipakai).

(38)

2.5.1 Tujuan Pembuatan Material Komposit

Berikut ini adalah tujuan dari dibentuknya komposit, yatu sebagai berikut :  Memperbaiki sifat mekanik dan /atau sifat spesifik tertentu.

 Mempermudah design yang sulit pada manufaktur.  Menjadikan bahan lebih ringan.

2.5.2 Properties Komposit

Sifat maupun karakteristik dari komposit ditentukan oleh: • Material yang menjadi penyusun komposit

Karakteristik komposit ditentukan berdasarkan karakteristik material penyusun menurut rule of mixture sehingga akan berbanding secara proporsional. • Bentuk dan penyusunan struktural dari penyusun

Bentuk dan cara penyusunan komposit akan mempengaruhi karakteristik komposit.

• Interaksi antar penyusun

Bila terjadi interaksi antar penyusun akan meningkatkan sifat dari komposit.

2.5.3 Klasifikasi Komposit

Berdasarkan matriknya, komposit dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok besar yaitu:

a. Komposit matrik polimer (KMP), polimer sebagai matrik. b. Komposit matrik logam (KML), logam sebagi matrik. c. Komposit matrik keramik (KMK), keramik sebagai matrik.

(39)

Gambar 2.9 Klasifikasi komposit Berdasarkan bentuk dari matriks-nya.

Gambar 2.10 Matriks dari beberapa tipe komposit.

A. Komposit Matrik Polimer (Polymer Matrix Composites – PMC)

Komposit ini memiliki sifat seperti : ketangguhan yang baik, tahan simpan, kemampuan memngikuti bentuk, lebih ringan dan lain sebagainya.

Keuntungan dari PMC :

1) Ringan 2) Specific stiffness tinggi

3) Specific strength tinggi 4) Anisotropy Jenis polimer yang banyak digunakan :

1) Thermoplastic

Thermoplastic adalah plastic yang dapat dilunakkan berulang kali (recycle) dengan menggunakan panas. Thermoplastic merupakan polimer yang akan menjadi keras apabila didinginkan. Thermoplastic meleleh pada suhu tertentu, melekat

Matriks phase/ reinforcement

phaase Metal Ceramic Polymer

Metal Powder metallurgy parts - combining inmiscible metals

cermets (

ceramic-metal composite) Brake pads

Ceramic

Cermets, TiC,TiCn Cemented carbides-used in

tools Fiber-reinforced metals

SiC reinforced AL203

Tool materials Fiberglass

Polymer Kevlar fibers in an

epoxy matrix Elemental ( Carbon,Boron,

etc)

Fiber reinforced metal Auto parts aerospace

Rubber with carbon (tires) Boron, Carbon

(40)

mengikuti perubahan suhu dan mempunyai sifat dapat balik (reversibel) kepada sifat aslinya, yaitu kembali mengeras bila didinginkan. Contoh dari thermoplastic yaitu Poliester, Nylon 66, PP, PTFE, PET, Polieter sulfon, PES, dan Polieter eterketon (PEEK).

2) Thermoset

Thermoset tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversibel). Bila sekali pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat dilunakkan kembali. Pemanasan yang tinggi tidak akan melunakkan termoset melainkan akan membentuk arang dan terurai karena sifatnya yang demikian sering digunakan sebagai tutup ketel, seperti jenis-jenis melamin. Plastik jenis termoset tidak begitu menarik dalam proses daur ulang karena selain sulit penanganannya juga volumenya jauh lebih sedikit (sekitar 10%) dari volume jenis plastik yang bersifat termoplastik.

B. Komposit Matrik Logam (Metal Matrix Composites – MMC)

Metal Matrix composites adalah salah satu jenis komposit yang memiliki matrik logam. Material MMC mulai dikembangkan sejak tahun 1996. Pada mulanya yang diteliti adalah Continous Filamen MMC yang digunakan dalam aplikasi aero space.

Kelebihan MMC dibandingkan dengan PMC :

1) Transfer tegangan dan regangan baik. 2) Ketahanan temperatur tinggi 3) Tidak menyerap kelembapan. 4) Tidak mudah terbakar. 5) Kekuatan tekan dan geser yang baik.

(41)

Kekurangan MMC : 1) Biayanya mahal

2) Standarisasi material dan proses yang sedikit Proses pembuatan MMC :

1) Powder metallurgy 2) Casting/liquid ilfiltration 3) Compocasting

4) Squeeze casting

C. Komposit Matrik Keramik (Ceramic Matrix Composites – CMC)

CMC merupakan material 2 fasa dengan 1 fasa berfungsi sebagai reinforcement dan 1 fasa sebagai matriks, dimana matriksnya terbuat dari keramik. Reinforcement yang umum digunakan pada CMC adalah oksida, carbide, dan nitrid. Salah satu proses pembuatan dari CMC yaitu dengan proses DIMOX, yaitu proses pembentukan komposit dengan reaksi oksidasi leburan logam untuk pertumbuhan matriks keramik disekeliling daerah filler (penguat). Matrik yang sering digunakan pada CMC adalah : 1) Gelas anorganik. 2) Keramik gelas 3) Alumina 4) Silikon Nitrida Keuntungan dari CMC :

1) Dimensinya stabil bahkan lebih stabil daripada logam.

(42)

3) Mempunyai karakteristik permukaan yang tahan aus. 4) Unsur kimianya stabil pada temperature tinggi. 5) Tahan pada temperatur tinggi (creep).

Kerugian dari CMC

1) Sulit untuk diproduksi dalam jumlah besar 2) Relatif mahal

3) Hanya untuk aplikasi tertentu

Adapun pembagian komposit berdasarkan penguatnya dapat dilihat dari gambar 2.11 Pembagian komposit berdasarkan penguatnya.

.Gambar 2.11 Pembagian komposit berdasarkan penguatnya.

Dari gambar 2.11 komposit berdasakan jenis penguatnya dapat dijelasakan sebagai berikut :

a. Particulate composite, penguatnya berbentuk partikel b. Fibre composite, penguatnya berbentuk serat

c. Structural composite, cara penggabungan material komposit

(43)

gambar 2. 12 illustrasi komposit berdasarkan penguatnya.

Gambar 2.12 Illustrasi komposit berdasarkan penguatnya.

1. Partikel sebagai penguat (Particulate composites)

Keuntungan komposit yang disusun oleh reinforcement berbentuk partikel: a) Kekuatan lebih seragam pada berbagai arah.

b) Dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan meningkatkan kekerasan material.

c) Cara penguatan dan pengerasan oleh partikulat adalah dengan menghalangi pergerakan dislokasi.

Proses produksi pada komposit yang disusun oleh reinforcement berbentuk partikel:

a) Metalurgi Serbuk b) Stir Casting c) Infiltration Process d) Spray Deposition e) In-Situ Process

Panjang partikel dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut : 1) Large particle

Komposit yang disusun oleh reinforcement berbentuk partikel, dimana interaksi antara partikel dan matrik terjadi tidak dalam skala atomik atau molekular. Partikel seharusnya berukuran kecil dan terdistribusi merata. Contoh dari large particle composite adalah cemet dengan sand atau gravel, cemet sebagai matriks

(44)

dan sand sebagai atau gravel, cemet sebagai matriks dan sand sebagai partikel, Sphereodite steel (cementite sebagai partikulat), Tire (carbon sebagai partikulat), Oxide-Base Cermet (oksida logam sebagai partikulat).

Gambar 2.13 a. Flat flakes sebagai penguat (Flake composites) b. Fillers sebagai penguat (Filler composites).

2) Dispersion strengthened particle

a) Fraksi partikulat sangat kecil, jarang lebih dari 3%. b) Ukuran yang lebih kecil yaitu sekitar 10-250 nm.

2. Fiber sebagai penguat (Fiber composites)

Fungsi utama dari serat adalah sebagai penopang kekuatan dari komposit, sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari serat yang digunakan, karena tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya diterima oleh matrik akan diteruskan kepada serat, sehingga serat akan menahan beban sampai beban maksimum. Oleh karena itu serat harus mempunyai tegangan tarik dan modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada matrik penyusun komposit. Fiber yang digunakan harus memiliki syarat sebagai berikut :

(45)

a) Mempunyai diameter yang lebih kecil dari diameter bulknya (matriksnya) namun harus lebih kuat dari bulknya.

b) Harus mempunyai tensile strength yang tinggi.

Parameter fiber dalam pembuatan komposit, yaitu sebagai berikut : a) Distribusi b) Konsentrasi c) Orientasi d) Bentuk e) ukuran

Berdasarkan penempatannya terdapat beberapa tipe serat komposit, yaitu :

Gambar 2.14 Tipe serat pada komposit.

a) Continuous Fiber Composite.

Continuous atau un-directional, mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina diantara matriksnya. Jenis komposit ini paling banyak digunakan. Kekurangan tipe ini adalah lemahnya kekuatan antar antar lapisan. Hal ini dikarenakan kekuatan antar lapisan dipengaruhi oleh matriksnya.

b) Woven Fiber Composite (bi-dirtectional).

Komposit ini tidak mudah terpengaruh pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya juga mengikat antar lapisan. Akan tetapi susunan serat

(46)

memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan tidak sebaik tipe continuous fiber.

c) Discontinuous Fiber Composite (chopped fiber composite).

Komposit dengan tipe serat pendek masih dibedakan lagi menjadi 3, seperti yang ditunjukkan gambar 2.15.

1) Aligned discontinuous fiber

2) Off-axis aligned discontinuous fiber 3) Randomly oriented discontinuous fiber

Randomly oriented discontinuous fiber merupakan komposit dengan serat pendek yang tersebar secara acak diantara matriksnya. Tipe acak sering digunakan pada produksi dengan volume besar karena faktor biaya manufakturnya yang lebih murah. Kekurangan dari jenis serat acak adalah sifat mekanik yang masih dibawah dari penguatan dengan serat lurus pada jenis serat yang sama.

Gambar 2.15 Tipe discontinuous fiber.

d) Hybrid fiber composite

Hybrid fiber composite merupakan komposit gabungan antara tipe serat lurus dengan serat acak. Pertimbangannya supaya dapat mengeliminir kekurangan sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan kelebihannya.

(47)

2.6 Serat

Serat adalah suatu jenis bahan berupa potongan – potongan komponen yang membrntuk jaringan memanjang yang utuh. Serat dibagi menjadi dua kategori, yakni Serat Alam dan Serat Buatan. Serat alam menurut Jumaeri, (1977:5), yaitu “Serat yang langsung diperoleh di alam. Sedangkan serat buatan menurut Jumaeri, (1979:35), yaitu “Serat yang molekulnya disusun secara sengaja oleh manusia. Sifat-sifat umum dari serat buatan, yaitu kuat dan tahan gesekan”.

2.6.1 Serat Alami

Serat alami meliputi serat yang diproduksi oleh tumbuh-tumbuhan, hewan, dan proses geologis seperti yang ditunjukkan gambar 2.16. Serat jenis ini bersifat dapat mengalami pelapukan. Serat alami dapat digolongkan ke dalam:

1. Serat tumbuhan/serat pangan; biasanya tersusun atas selulosa, hemiselulosa, dan kadang-kadang mengandung pula lignin. Contoh dari serat jenis ini yaitu katun dan kain rami. Serat tumbuhan digunakan sebagai bahan pembuat kertas dan tekstil. Serat tumbuhan juga penting bagi nutrisi manusia.

2. Serat kayu, berasal dari tumbuhan berkayu.

3. Serat hewan, umumnya tersusun atas protein tertentu. Contoh dari serat hewan yang dimanfaatkan oleh manusia adalah sutra dan bulu domba (Wol).

(48)

2.6.2 Serat Sintetis

Serat sintetis atau serat buatan manusia umumnya berasal dari bahan petrokimia. Namun demikian, ada pula serat sintetis yang dibuat dari selulosa alami seperti rayon. Pada gambar 2.17 menampilkan jenis – jenis serat sintetis.

Gambar 2.16 Jenis –jenis serat alami

Sumber: http://teknologitekstil.com/wp-content/uploads/2015/09/Macam-macam-Serat-Alam.bmp. Diakses Juni 2016.

(49)

Gambar 2.17 Jenis serat buatan

Sumber:http://teknologitekstil.com/wp-content/uploads/2015/09/Macam-macam-Serat-Sintetis.bmp.Diakses juni 2016.

2.6.3 Serat Kaca

Kaca serat (Bahasa Inggris: fiberglass) atau sering diterjemahkan menjadi serat gelas adalah kaca cair yang ditarik menjadi serat tipis dengan garis tengah sekitar 0,005 mm – 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau ditenun

(50)

menjadi kain, yang kemudian diresapi dengan resin sehingga menjadi bahan yang kuat dan tahan korosi. Pada gambar 2.18 menunjukkan gambar dari serat kaca.

Gambar 2.18 Serat Kaca.

Sifat-sifat fiber-glass, yaitu sebagai berikut : 1. Density cukup rendah (sekitar 2,55 g/cc).

2. Tensile strength nya cukup tinggi (sekitar 1,8 GPa). 3. Biasanya stiffness nya rendah (70GPa).

4. Stabilitas dimensinya baik.

5. Resisten terhadap panas dan dengin. 6. Tahan korosi.

Keuntungan dari penggunaan fiber-glass yaitu sebagai berikut : 1. Biaya murah.

2. Tahan korosi.

3. Biayanya relatif lebih rendah dari komposit lainnya. Kerugian dari penggunaan fiber-glass yaitu sebagai berikut :

1. Kekuatannya relatif rendah. 2. Elongasi tinggi.

(51)

3. Kekuatan dan beratnya sedang (moderate). Jenis-jenisnya antara lain :

1. E-glass 2. C-glass 3. S-glass

Tabel 2.2 Sifat-sifat dari jenis-jenis fiber-glass.

Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Cetakan Ke-6 PT. Pradnya Paramita 2005. Diakses Juni 2016.

Tabel 2.3 Sifat Serat

Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Cetakan Ke-6 PT. Pradnya Paramita 2005. Diakses Juni 2016.

2.7 Matriks

Matriks adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar (dominan). Matriks mempunyai fungsi sebagai berikut :

Serat Kekuatan tarik Perpanjangan patah Massa Jenis Modulus Young Modulus Jenis (GN/m²) (%) (g/cm³) (GN/M²) (MJ/Kg)

Karbon (Dasar Rayon viskus) 2 0,6 1,66 350 210

Karbon* (Dasar PAN) 1,8 0,5 1,99 400 200

Gelas (Jenis E) 3,2 2,3 2,54 75 30

Baja 3,5 2 7,8 200 26

Kevlar 3,2 6,5 1,44 57 40

Nilon 66 0,9 14 1,14 7 6

(52)

a. Mentrasfer tegangan ke serat. b. Melindungi serat.

c. Melepaskan ikatan koheren permukaan matrik dan serat.

Matriks juga berperan memberikan rintangan terhadap serangan alam sekitar dan melindungi permukaan gentian dari pada lelasan atau abrasi secara mekanikal. Pada gambar 2.19 memperlihatkan kurva tegangan/regangan untuk suatu sistem matriks ideal. Kurva untuk matriks menunjukkan kekuatan puncak tinggi, kekakuan tinggi (ditunjukkan dengan kemiringan awal) dan regangan tinggi terhadap kegagalan. Hal ini berarti bahwa matriks pada awalnya kaku tetapi pada waktu yang sama tidak akan mengalami kegagalan getas.

Gambar 2.19 Kurva Tegangan/Regangan Sistem Matriks Ideal. Sumber:http://3.bp.blogspot.com/_94hwoBHsxoY/S4b1FWp5 0I/AAAAAAAAACU/75rb0kxiHCk/s1600-h/teg-reg-komposit.jpg. Diakses

Juni 2016.

Matriks harus mampu berubah panjang paling tidak sama dengan serat. Gambar 2.20 memberikan regangan terhadap kegagalan yang dimiliki untuk serat kaca-E,

(53)

serat kaca-S, serat aramid, dan serat karbon berkekuatan tinggi (yaitu bukan dalam bentuk komposit). Disini terlihat, sebagai contoh, serat kaca-S dengan perpanjangan 5,3%, akan membutuhkan matriks dengan perpanjangan paling tidak sama dengan nilai tersebut untuk mencapai sifat tarik yang maksimum.

Gambar 2.20 Kurva Tegangan/Regangan Terhadap Kegagalan Serat. Sumber:http://3.bp.blogspot.com/_94hwoBHsxoY/S4b3OLg-_7I/AAAAAAAAACc/zT2_cKYQ5lU/s1600-h/images.jpg. Diakses Juni

2016.

2.7.1 Resin

Kata “resin” telah diterapkan di dunia moderen untuk semua hampir komponen dari cairan yang akan di tetapkan menjadi lacquer keras atau enamel seperti barang jadi. Contohnya adalah cat kuku, sebuah produk moderen yang berisi resin yang merupakan senyawa organik, tetapi resin tanaman tidak kalsik.Tentunya pengecoran resin dan resin sintetis (seperti epoxy resin )juga telah diberi nama resin karena menekan memperkuat dengan cara yang sama seperti beberapa resin

(54)

tanaman, tetapi resin sintetis monomer cair thermosetting plastik, tidak berasal dari tanaman.

2.7.2 Jenis – Jenis Resin

Berdasarkan kebutuhan resin itu sendiri memilki jenis – jenis berbeda dengan proses pembuatan dan karakteristik yang berbeda. Contoh jenis resin seperti berikut :

1. Resin Fenol

Fenol-fenol seperti fenol, kresol, klisenol dan lain sebagainya dikondensasikan dengan formadehida untuk menghasilkan termoset.

Keuntungannya adalah sebagai berikut :

a. Mudah dibentuk dan menguntungkan dalam kesetabilan dimensi. Kurang penyusutannya dan keretakannya.

b. Unggul dalam sifat isolasi listrik.

c. Relatif tahan panas dan dapat padam sendiri. d. Unggul dalam ketahanan asam.

Kekurangannya adalah sebagai berikut : a. Kurang tahan terhadap Alkali.

b. Aslinya agak berwarna, jadi tidak bebas dalam pewarnaan.

2. Resin Urea

Ini adalah resin termoset yang dapat lewat reaksi urea dan formalin, dimana urea dan formaldehid ( 37 % formalin) beraksi dalam alkali netral dan lunak. Resin urea sendiri lebih jelek dari pada resin fenol, resin melamin dan lain sebagainya.

(55)

Dalam hal ketahanan air, kestabilan dimensi dan ketahan terhadap penuaan. Karena itu, beberapa bahan lain ditambahkan atau diproses menjadi kopolimer dengan fenol, melamn dan lain sebagainya untuk memperbaiki sifat – sifat tersebut.

a. Pencetakan

Proses yang dipakai yaiut pencetakan tekan, pengaliha dan injeksi. Dalam pencetakan tekan, bahan diproses pada temperatur cetakan 130 – 150 0C, tekanan 150 – 300 kg/cm2, selama 30 – 40 detik per 1 mm ketebalam dari benda cetakan.

b. Penggunaan

Bila benda cetakan kaku, tahan terhadap pelarut dan busur listrik, jernih dan dapat diwarnai secara bebas, maka bahan ini banyak digunakan untuk barang – barang kecil yang diperlukan sehari – hari seperti pelindung cahaya, soket dan lain – lain.

3. Resin Melamin

Bahan ini lebih unggul dalam berbagai sifat dari pada resin urea. a. Pencetakan

Seperti halnya resin urea, dilakukan pencetakan : tekanan, pengalihan dan injeksi. Suhu pencetakan 10 -20 0C lebih tinggi dari pada resin urea. Sebagai kondisi pencetakan standar, digunakan temperatur pencetakan 150-170 0C, tekanan pencetakan 150 – 250 kg/m2, waktu pencetakan 1 menit pada 160 0C atau 40 detik pada 170 0C per 1 mm tebal bahan.

(56)

b. Penggunaan

Barang – barang cetakan melamin dapat diwarnai secara bebas. Karena unggul dalam ketahanan air, ketahanan panas, ketahanan terhadap isolasi listrik, ketahanan busur listrik, bahan ini kegunaannya luas. Pengunaan utama adalah untuk: alat – alat makan, bagian – bagian komponen listrik dan mekanik.

4. Resin Poliester Tak Jenuh

Dalam kebanyakan hal ini disebut poliester saja. Karena berupa resin cair dengan viskositas relatif rendah, mengeras pada suhu kamar dengan penggunaan katalis tanpa menghasilkan gas sewaktu pengesetan seperti banyak resin termoset lainnya, maka tak perlu diberi tekanan untuk pencetakan. Berdasarkan karakteristik ini, bahan dikembangkan secara luas sebagai plastik penguat serat ( FRP ) dengan menggunakan serat gelas.

5. Resin Epoksi

a. Proses Produksi Bahan

Pada saat ini produknya adalah kebanyakan merupakan kondensat dari bisfenol A (4-4’ dihidroksidifenil 2,2-propanon) dan epiklorhidrin. Bisfenol A diganti dengan novolak atau senyawa tak jenuh, siklopentadien, dsb. Resin epoksi bereaksi dengan pengeras dan menjadi unggul dalam kekuatan mekanik dan ketahanan kimia. Sifatnya bervariasi bergantung pada jenis, kondisi dan pencampuran dengan pengerasnya. Banyaknya campuran dihitung dari ekivalen epoksi (banyaknya resin yang mengandung 1 mol gugus epoksi dalam gram).

(57)

b. Penggunaan Resin Epoksi.

Sebagai perekat hampir semua plastik dapat melekat cukup kuat kecuali resin silicon, fluoresin, polietilen dan polipropilen. Jenis yang lain adalah jenis yang paling sering dipakai. Paling luas digunakan dalam industry penerbangan, konstruksi dan listrik. Dan sebagai bahan cat dapat dipakai terhadap berbagai bahan, dan secara luas digunakan karena pelapisannya kuat, unggul dalam ketahanan air dan ketahanan kimia.

6. Resin Poliuretan

Resin ini dihasilkan oleh reaksi diisosianat dan senyawa polihidroksi. Resin ini kuat, baik dalam ketahanan abrasi, ketahanan minyak dan ketahanan pelarut, maka digunakan untuk plastik busa, bahan elastis, cat perekat, kulit sintetis dan lain – lain.

a. Sifat – Sifat

Poliuretan dengan berbagai sifat dapat dibuat, bergantung pada bahan mentah yang dipilih, tetapi mengenai sifat – saifat yang umum, baik dalam elastisitas dan kekuatan, kekuatan tarik nya tinggi, unggul dalam ketahanan terhadap abrasi, penuaan, minyak, pelarut, dan sifat temperatur rendahnya yang menguntungkan namun demikian, mudah dehidrolisa, relatif kurang kuat terhadap asam dan alkali, dan warnanya mudah luntur oleh panas atau cahaya.

b. Penggunaan

Bahan ini digunakan secara luas untuk kulit sintetis, serat, bahan karet, bahan busa dan perekat.

(58)

38 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Penelitian

Langkah kerja dalam penelitian ini meliputi perencanaan kincir hingga analisis data. Langkah kerja dalam penelitian ini dalam bentuk gambar diagram alir seperti yang ditunjukan dalam Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Diagram alir metode penelitian kincir angin. Mulai

Perancangan kincir angin propeller dua sudu poros horisontal menggunakan pipa PVC 8 inchi sebagai cetakan sudu

Pembuatan sudu kincir angin bahan komposit komposit diameter 1 m, lebar maksimum 13 cm dari pusat poros dan panjang sudu 45 cm

Pengambilan data : - 𝑛 (rpm) - 𝑣 (kecepatan angin) - 𝐹 (gaya pengimbang) - 𝑉 (tegangan) - 𝐼 (arus) Pengolahan data

Analisis data dan pembuatan laporan

(59)

Ada tiga jenis perlakuan metode untuk melakukan penelitian ini, yaitu : 1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan dilakukan dengan membaca literatur –literatur yang berhubungan dengan penulisan tugas akhir ini serta dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

2. Pembuatan Alat

Pembuatan alat uji kincir angin dilakukan di Laboratorium Konversi Energi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Kincir yang sudah jadi dipasang pada wind tunnel dan motor listrik sebagai sumber tenaga untuk memutar fan blower yang menghasilkan tenaga angin untuk memutar kincir.

3. Pengamatan Secara Langsung (Observasi)

Metode observasi ini dilakukan dengan mengamati secara langsung terhadap objek yang diteliti yaitu kincir angin jenis propeler pada wind tunnel.

3.2 Alat dan Bahan

Model kincir angin propeler dengan bahan komposit Kincir ini dibuat dengan diameter 1 meter.

1. Sudu kincir angin.

Ukuran panjang sudu kincir menentukan daerah sapuan angin yang menerima energi angin sehingga dapat membuat dudukan sudu atau turbin berputar. Semua sudu memiliki bentuk dan ukuran yang sama, sudu kincir angin yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 3.2.

(60)

Gambar 3.2. Blade / Sudu.

2. Dudukan sudu.

Dudukan sudu yang merupakan bagian komponen yang berfungsi untuk pemasangan sudu dan juga untuk mengatur kemiringan sudu. Dudukan sudu ini memiliki dua belas buah lubang untuk pemasangan sudu,untuk mengatur sudu kemiringan cukup memutar kemiringan plat dudukan sudu. Posisi plat dudukan dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan Dudukan sudu dapat dilihat pada Gambar 3.3.

(61)

3. Fan blower.

Fan blower berfungsi untuk menghisap udara memutar kincir angin, fan blower dengan power sebesar 15 Hp. Gambar 3.4 akan menunjukan bentuk dari fan blower.

Gambar 3.4 Fan Blower.

4. Tachometer.

Tachometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan putaran poros kincir yang dinyatakan dalam satuan rpm (rotation per minute). Jenis tachometer yang digunakan adalah digital light tachometer, cara kerjanya cukup sederhana meliputi 3 bagian, yaitu: Sensor, pengolah data dan penampil. Gambar 3.5 menunjukan bentuk tachometer.

(62)

5. Timbangan Digital.

Timbangan Digital digunakan untuk mengetahui beban generator pada saat kincir angin berputar. Gambar 3.6 menunjukan bentuk dari Timbangan Digital yang digunakan dalam penelitian. Timbangan Digital ini diletakan pada bagian lengan generator.

Gambar 3.6 Timbangan Digital.

6. Anemometer.

Anemometer berfungsi untuk mengukur kecepatan angin, Gambar 3.7 menunjukan bentuk dari anemometer.

(63)

7. Voltmeter.

Voltmeter digunakan untuk mengukur tegangan yang dihasilkan kincir angin oleh setiap variasinya. Gambar Voltmeter seperti ditunjukan oleh Gambar 3.8.

Gambar 3.8 Voltmeter.

8. Amperemeter.

Ampermeter digunakan untuk mengukur arus yang dihasilkan oleh Kincir Angin dengan setiap variasinya. Gambar Ampermeter seperti ditunjukan oleh Gambar 3.9 Ampermeter.

(64)

9. Pembebanan.

Pembebanan yang dilakukan dengan menggunakan lampu bermaksud untuk mengetahui performa kincir angin. Variasi voltase lampu yang diberikan bermaksud supaya data yang dihasilkan lebih bervariasi. Lampu yang digunakan adalah lampu 60 Watt sebanyak 5 buah, lampu 40 Watt sebanyak 4 buah dan lampu 25 Watt sebanyak 5 buah. Gambar pembebanan lampu seperti ditunjukkan oleh Gambar 4.0 Pembebanan lampu.

Gambar 3.10 Skema Pembebanan Lampu.

3.3 Desain Kincir

Desain kincir angin yang dibuat seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.10. Gambar tersebut menunjukan bahwa kincir angin yang dibuat panjang diameternya berukuran 1 m dengan lebar maksimum sudu 12 cm. Gambar 4.1 menunjukan desain dari sudu kincir angin.

(65)

Gambar 3.11 Desain kincir.

3.4 Pembuatan Sudu / Blade Kincir Angin 3.4.1 Alat dan Bahan

Pembuatan sebuah sudu / blade merupakan proses yang dilakukan secara bertahap serta membutuhkan alat dan bahan, seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 3.1.

(66)

3.4.2 Proses Pembuatan Sudu / Blade

Dalam proses pembuatan sudu / blade dilakukan dengan beberapa tahapan. tahapan – tahapan pembuatan sudu seperti berikut:

A. Pembuatan Cetakan Pipa:

1. Memotong pipa 8 inchi dengan panjang 50 cm.

Pipa 8 inchi berfungsi sebagai mal / cetakan dari proses pembuatan sudu blade kincir angin yang mana bahan yang digunakan adalah komposit. Proses memotong menggunakan gerinda dengan panjang pipa yang diinginkan adalah 50 cm. Setelah pipa dipotong, kemudian pipa di belah dua. Hal ini bertujuan pada saat pembentukan pipa dengan mal kertas agar lebih mudah dilakukan. Pipa yang digunakan adalah Pipa Wavin D 8 inchi, Pemotongan pipa seperti yang ditunjukkan oleh gambar 3.12.

Gambar 3.12 Pemotongan Pipa.

2. Membentuk Mal / cetakan kertas.

Mal atau cetakan kertas mempermudah pembentukan pipa menjadi sebuah sudu / balde. Mal ditempelkan pada pipa kemudian pipa ditandai

(67)

sesuai dengan mal menggunakan spidol. Mal / cetakan kertas seperti yang ditunjukkan oleh gambar 3.13

Gambar 3.13 Mal / Cetakan Kertas.

3. Membentuk pipa dengan mal kertas.

Pipa yang telah ditandai oleh mal ketas, kemudian dipotong menggunakan gerinda. Proses pembentukan ini dilakukan secara bertahap, pemotongan di mulai dari garis mal yang mudah dipotong. Proses pembentukan pipa seperti yang ditunjukkan oleh gambar 3.14.

Gambar 3.14 Pembentukan sudu pada pipa.

4. Menghaluskan pipa.

Setelah pipa yang telah dibentuk sesuai dengan bentuk dari mal kertas, kemudian pinggiran pipa dihaluskan. Hal ini bertujuan untuk mencapai sebuah presisi ukuran dan estetika dari pipa.

(68)

B.

Proses pencetakan sudu :

5. Pelapisan cetakan pipa.

Setelah cetakan dari pipa telah siap, kemudian dilanjutkan pada tahap dua yaitu pembuatan sudu/blade. Sebelum perpaduan dari resin dan harderner dioleskan dipermukaan cetakan. Mal pipa dilapisi dengan alumunium foil. Hal ini bertujuan agar cetakan dengan sudu yang telah jadi tidak menempel, pelapisan cetakan seperti yang terlihat pada gambar 3.15.

Gambar 3.15 Pelapisan Mal.

6. Pencampuran Resin dan Harderner.

Pencampuran resin dan harderner dilkakukan dengan perbandingan 5:1. Resin berfungsi untuk mengeraskan campuran dan harderner adalah bahan yang dikeraskan. Pencampuran kedua bahan seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.16.

(69)

7. Pembuatan Sudu / Blade.

Dalam membuat sebuah sudu dengan bahan komposit yang terdiri dari Resin, Harderner dan Serat Glass. Proses pembuatan sudu / blade dilakukan secara berulang dan cepat. Karena saya mengharapkan sebuah sudu yang jadi nanti nya terdiri dari empat lapis serat glass. Di antara lapisan kedua dan ketiga serat glass diberikan sebuah plat alumunium pada pangkal sudu yang berukuran 2 cm x 10 cm. Pemberian sebuah plat pada lapisan serat glass bertujuan untuk menambah ketahanan pangkal sudu terhadap gaya tekan yang diberikan oleh baut. Langkah – langkah pembuatan sudu sebagai berikut:

a. Mengoleskan campuran resin dan harderner pada permukaan pipa yang telah dilapisi alumunium foil menggunakan kuas. Mengoleskan campuran resin dan harderner seperti yang ditujukkan oleh gambar 3.17.

Gambar 3.17 Pengolesan cetakan sudu yang dilapisi alumunium foil.

b. Menempelkan lapisan pertama serat glass pada cetakan yang telah dioleskan campuran resin dan harderner. Seperti yang ditunjukkan oleh gambar 3.18.

(70)

Gambar 3.18 Peletakan serat glass pada cetakaan sudu.

c. Mengoleskan campuran resin dan harderner pada lapisan serat glass pertama.

d. Menempelkan lapisan kedua serat glass kedua.

e. Mengoleskan campuran resin dan harderner pada lapisan serat gelas kedua.

f. Menempelkan plat alumuium diantara lapisan kedua dan ketiga Serat glass, seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.19.

Gambar 3.19 Peletakan plat pada ujung sudu untuk lubang sudu. g. Menempelkan lapisan ketiga serat glass.

h. Mengoleskan campuran resin dan harderner pada lapisan ketiga serat glass.

i. Menempelkan lapisan keempat serat glass.

j. Mengoleskan campuran resin dan harderner pada lapisan keempat serat glass.

Gambar

Tabel 1.1 Kebutuhan Energi Listrik  Sumber: Djojonegoro,1992
Tabel 1.2 Penyediaan Energi Listrik di Indonesia.
Gambar 2.8 Grafik Hubungan Antara Koefisien Daya (Cp) dengan Tips Speed  Ratio (TSR) dari beberapa jenis kincir
gambar 2. 12 illustrasi komposit berdasarkan penguatnya.
+7

Referensi

Dokumen terkait

اهيف ميلعتلا فاد ا قيقح نولصي ا ح لصفلا ي اام ذيماتلا.. ٦1 ي ةلباقم عم ةذاتسأ ةحوتفم ت ،ةعفانلا مدختس ةقيرط ةرشابم يأ ملكتي عم لا ذيمات ي ةرشابم سيردت كلا

srorrlq oRcliM MDN. FAIITJLTAS

Selain itu juga telah dilakukan survey pendahuluan dengan cara mewawancarai 3 orang ibu nifas di ruang Eva Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus pada tanggal 10

Berdasarkan hasil pene- litian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa seba- gian besar ibu nifas adalah multipara yaitu sebanyak 18 responden (60%), akan tetapi

Untuk mengetahui kategori atau tingkat hubungan tersebut bisa dilihat dari hasil analisa dengan uji Gamma didapatkan nilai r = 0,830 sehingga mempunyai hubungan

Dengan diterapkanya manajemen pendidikan kecakapan hidup vokasional ( life skill vocational ) agar pesantren Baitul Hidayah Bandung mampu memberikan bekal dasar dan

Suami yang berpengetahuan baik dan aktif, hal ini menunjukan hal yang positif karena suami sangat menyayangi istrinya sehingga dapat memberikan perhatian dan kasih sayang

Tujuan penelitian ini adalah melakukan pengukuran volume ginjal janin pada usia 36 minggu yang merupakan waktu akhir dari nefrogenesis pada janin PJT dibandingkan dengan janin