• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Fidusia menurut asal katanya berasal dari kata fides yang berarti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Fidusia menurut asal katanya berasal dari kata fides yang berarti"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Fidusia menurut asal katanya berasal dari kata “fides” yang berarti kepercayaan. Sesuai dengan arti kata ini, maka hubungan hukum antara debitur (pemberi fidusia) dan kreditur (penerima fidusia) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan. Pemberi fidusia percaya bahwa penerima fidusia mau mengembalikan hak milik barang yang telah diserahkan setelah dilunasi hutangnya. Sebaliknya penerima fidusia percaya bahwa pemberi fidusia tidak akan menyalahgunakan barang jaminan yang berada pada kekuasaannya. Pranata jaminan fidusia telah dikenal dan diberlakukan dalam masyarakat umum Romawi. Ada 2 (dua) bentuk jaminan fidusia yaitu jaminan fiducia cum creditore dan fiducia cum amico. Keduanya timbul dari perjanjian yang disebut pactum fiduciae yang kemudian diikuti dengan penyerahan hak atau in iure cessio.1

Fiducia cum creditore adalah suatu penyerahan hak milik dari debitur kepada kreditur karena adanya hutang dari debitur tersebut dan penyerahan hak milik tersebut dilakukan berdasarkan asas kepercayaan sebagai jaminan hutang debitur tersebut. Sedangkan Fiducia cum amico adalah suatu penyerahan hak milik dari seseorang kepada orang lain berdasarkan kepercayaan untuk dititipkan sementara tanpa adanya hutang dari pemberi titipan tersebut. Fiducia cum amico disebut juga dengan

1Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Alumni,

(2)

penitipan barang untuk sementara waktu. Pactum fiduciaea adalah artinya adalah perjanjian berdasarkan asas kepercayaan. In iure cessio maksudnya adalah perpindahan hak kepemilikan dari suatu benda yang pada awalnya merupakan penyerahan hak milik asas kepercayaan.

Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Jaminan Fidusia (UUJF) No. 42 Tahun 1999 menyebutkan bahwa, “Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.” Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud dan tidak berwujud, terdaftar maupun tidak terdaftar dan juga bergerak maupun tidak bergerak dengan syarat bahwa benda tersebut tidak dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atau hipotek sebagaimana dimaksud pada Pasal 314 ayat (3) KUH Dagang Jis Pasal 1162 KUH Perdata.2

Pengertian fidusia juga dapat disimpulkan dari beberapa arti yang dijadikan sumber hukum jaminan fidusia (Keputusan HR. 21-6-1929 N.) 29-10-1096), yaitu perjanjian dimana salah satu pihak mengikatkan diri untuk menyerahkan hak milik atas benda bergerak sebagai jaminan, penyerahan hak milik dimaksud merupakan titel yang sempurna dari penyerahan bersifat abstrak. Dalam praktek yang terjadi di masyarakat timbulnya perjanjian pengikatan jaminan fidusia pada umumnya berawal

2Sri Soedewi Masjoen Sofyan, Hukum dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 1995,

(3)

dari adanya perjanjian hutang-piutang antara kreditur dengan debitur dimana perjanjian pengikatan jaminan fidusia itu bertujuan sebagai tindakan antisipasi bagi kreditur apabila ternyata debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk melunasi hutangnya sebagaimana yang telah termuat dan disepakati dalam perjanjian utang piutang tersebut. Adanya kewajiban menyerahkan sesuatu hak kebendaan barang bergerak kepada pihak lain, membuktikan bahwa perjanjian pengikatan jaminan fidusia merupakan perjanjian yang bersifat kebendaan (zakelijk).3 Tidak berbeda dengan jaminan kebendaan yang lain, jaminan fidusia lahir dari terwujudnya perjanjian utang piutang yang diikuti dengan perjanjian secara fidusia. Para sarjana pada umumnya menyepakati sifat perjanjian jaminan fidusia yang accesoir yang menginduk pada perjanjian utang piutang selaku perjanjian pokoknya. Namun demikian ada sebagian sarjana yang menyanggupi perjanjian tersebut sebagai perjanjian yang berdiri sendiri, sehingga lahir dan berakhirnya penyerahan hak milik secara fidusia harus melalui perbuatan hukum itu sendiri. Mengingat bentuknya, perjanjian fidusia lazimnya dituangkan dalam bentuk tertulis, bahkan tidak jarang dituangkan dalam akta notaris dengan tujuan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kreditur.

Perjanjian fidusia dilakukan secara tertulis dengan tujuan agar kreditur pemegang fidusia demi kepentingannya akan menuntut cara yang paling mudah untuk membuktikan adanya penyerahan jaminannya tersebut terhadap debitur. Hal paling

3Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dan Penjelasannya,

(4)

penting lainnya dibuatnya perjanjian fidusia secara tertulis adalah untuk mengantisipasi hal-hal diluar dugaan dan diluar kekuasaan manusia seperti debitur meninggal dunia, sebelum kreditur memperoleh haknya. Tanpa akta jaminan fidusia yang sah akan sulit bagi kreditur untuk membuktikan hak-haknya terhadap ahli waris debitur.4

Dalam fidusia debitur melakukan penyerahan benda bergerak secara hak kepemilikan dimana debitur tetap menguasai barang jaminan tersebut. Mengenai penguasaan ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yang pertama bila yang difudisiakan adalah barang-barang inventaris maka debitur menguasai barang jaminan atas dasar jaminan pinjam pakai dengan kreditur, yang kedua bila yang difudusiakan adalah barang-barang dagangan maka debitur menguasai barang jaminan atas dasar konsinyasi (consignatie) atau penitipan.

Dalam praktek pelaksanaannya di masyarakat pengikatan objek agunan dengan menggunakan lembaga jaminan fidusia sering digunakan oleh bank maupun perusahaan-perusahaan pembiayaan kendaraann bermotor (mobil) dalam suatu perjanjian kredit. Pada prinsipnya dalam suatu perjanjian kredit baik oleh bank maupun oleh perusahaan pembiayaan, pengikatan objek agunan dengan menggunakan lembaga jaminan fidusia adalah dengan tujuan mengamankan aset bank/perusahaan yang diberikan kepada debitur melalui suatu perjanjian kredit dari resiko debitur tidak mampu mengembalikan hutang-hutangnya kepada pihak bank

4 Tiong Oey Hoey, Fudusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia,

(5)

atau perusahaan pembiayaan tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan pengikatan objek agunan dengan menggunakan lembaga jaminan fidusia merupakan suatu perjanjian accesoir, dimana perjanjian kredit yang terlebih dahulu dilaksanakan sebagai perjanjian pokoknya.5

Perjanjian pembiayaan konsumen merupakan jenis kredit konsumsi (consumer credit) yang membedakan hanya pihak memberi kreditnya dimana pembiayaan konsumen dilakukan oleh perusahaan pembiayaan sedangkan kredit konsumen diberikan oleh bank. Kegiatan pembiayaan dilakukan dengan cara melakukan membeli barang yang dibutuhkan oleh konsumen kepada toko / dealer yang menjual barang tersebut. Oleh dealer/toko barang tersebut diserahkan kepada konsumen setelah terlebih dahulu harganya dibayar lunas oleh perusahaan pembiayaan tersebut. Kewajiban konsumen adalah membayar secara angsuran / berkala kepada perusahaan pembiayaan sesuai dengan perjanjian pembiayaan yang telah disepakati oleh perusahaan pembiayaan dan konsumen tersebut.

Perjanjian pembiayaan konsumen pada perusahaan pembiayaan merupakan perjanjian hutang-piutang antara pihak perusahaan pembiayaan dengan konsumen. Berhubung karena pihak perusahaan pembiayaan telah membayar lunas harga barang yang dibutuhkan oleh konsumen tersebut kepada dealer/toko dan pihak perusahaan pembiayaan menyerahkan barang tersebut kepada konsumen berdasarkan atas kepercayaan bahwa konsumen tersebut akan membayar secara angsuran / berkala

5Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000,

(6)

harga barang tersebut hingga lunas sesuai besar angsuran dan jangka waktu angsuran sebagaimana yang telah ditetapkan melalui kesepakatan diantara pihak perusahaan pembiayaan maupun konsumen.6

Dalam suatu perjanjian pembiayaan konsumen berupa kendaraan bermotor (mobil) khususnya mobil maka pihak perusahaan pembiayaan akan melaksanakan pengikatan objek jaminan fidusia terhadap mobil yang telah diserahkan kepada konsumen tersebut. Tujuan difidusiakannya mobil yang telah diserahkan kepada konsumen tersebut adalah untuk mengamankan kreditur atas perjanjian yang telah dibuatnya tersebut dari resiko macetnya angsuran atau dipindahtangankannya mobil yang telah diikat dengan jaminan fidusia tersebut. Dengan diikatnya objek jaminan fidusia yaitu mobil dalam suatu perjanjian pengikatan jaminan fidusia dalam pelaksanaan pembiayaan tersebut dan mendaftarkannya ke kantor wilayah Departemen Hukum dan HAM maka apabila terjadi resiko konsumen tidak mampu melunasi angsuran atau konsumen memindahtangankan barang (mobil) yang telah menjadi objek jaminan fidusia tersebut maka perusahaan pembiayaan sebagai pihak kreditur dapat mengeksekusi barang (mobil) tersebut karena masih menjadi hak kepemilikannya.7

Sebagai suatu perjanjian accesoir, perjanjian jaminan fidusia memberikan kedudukan yang mendahului kepada kreditur penerima fidusia terhadap kreditur

6

Faisal Darwanto, Sekilas Tentang Perjanjian Sewa Beli Sebagai Perjanjian Tak Bernama, Rajawali Press, Jakarta, 2006, hal. 15

7Muktar Djasman, Perusahaan Pembiayaan dan Perjanjian Sewa Beli, Mitra Ilmu, Surabaya,

(7)

lainnya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 ayat (1) UUJF No. 42 Tahun 1999 yaitu, “Penerima fidusia miliki hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya”. Selanjutnya Pasal 27 ayat (2) UUJF No. 42 Tahun 1999 menyebutkan bahwa, “Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia”. Pasal 27 ayat (3) UUJF No. 42 Tahun 1999 selanjutnya menyebutkan bahwa, “Hak yang didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuitadasi pemberi fidusia”. Dari ketentuan Pasal 27 ayat (1), (2) dan (3) UUJF No. 42 Tahun 1999 tersebut di atas dapat dikatakan bahwa kreditur penerima jaminan fidusia oleh undang-undang diberikan hak yang didahulukan dari kreditur lainnya dalam hal untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut. Didalam hal adanya 2 (dua) penerima jaminan fidusia maka yang lebih didahulukan adalah penerima jaminan fidusia yang mendaftarkan jaminan fidusianya pertama kalinya.

Pasal 24 UUJF No. 42 Tahun 1999 menyebutkan bahwa, “Penerima fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian fidusia baik yang timbul dari hubungan kontraktual atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang menjadi objek jaminan fidusia”. Dari ketentuan Pasal 24 UUJF No. 42 Tahun 1999 tersebut di atas dapat dikatakan bahwa penerima fidusia tidak menanggung akibat atas perbuatan melanggar hukum dari pemberi fidusia terhadap objek jaminan fidusia tersebut.

(8)

Apabila ternyata dikemudian hari objek jaminan fidusia yang diberikan oleh pemberi fidusia diperoleh dengan melanggar ketentuan hukum pidana maka penerima fidusia tidak ikut menanggung akibat apabila objek jaminan fidusia tersebut dirampas / disita oleh negara.

Dalam penelitian ini PT Astra Sedaya Finance (ASF) sebagai perusahaan leasing yang memberikan kredit mobil kepada konsumen (debitur) yang juga merupakan penerima fidusia dalam perjanjian pengikatan fidusia dimana konsumen (debitur) bertindak sebagai pemberi fidusia maka perusahaan leasing tersebut tidak bertanggung jawab dan tidak ikut menanggung beban kerugian bila objek jaminan fidusia tersebut terkait dengan tindak pidana perbankan dan pencucian uang dan dirampas / disita oleh Negara.

Kasus yang dibahas dalam penelitian ini adalah kasus pembelian mobil mewah jenis Ferrari Scuderia secara kredit di PT Astra Sedaya Finance (ASF) oleh Malinda Dee karyawan senior Citibank. Mobil tersebut seharga 8 (delapan) miliar rupiah tunai, yang dibeli oleh Malinda Dee secara kredit dengan menggunakan uang muka sebesar Rp 5.652.254.000 (lima milyar enam ratus lima puluh dua juta dua ratus lima puluh empat ribu rupiah) atau 70,65% dan sisa hutang kredit sebesar 2 (dua) miliar rupiah dicicil oleh Malinda Dee selama 1 (satu) tahun dengan cicilan perbulan sebesar Rp 206.896.000 (dua ratus enam juta delapan ratus sembilan puluh enam ribu rupiah) sesuai dengan perjanjian kredit tanggal 19 November 2010.8

8 http://m.merdeka.com/read/2011/12/19/339/54416/keterangan-saksi-beratkan-melindadee,

(9)

Ternyata di kemudian hari terbukti bahwa pembelian mobil mewah oleh Malinda Dee tersebut menggunakan uang nasabah Citibank sehingga Malinda Dee dikenakan tuduhan melakukan penggelapan dan pencucian uang nasabah Citibank. Mobil Ferrari Scuderia yang dibeli secara angsuran oleh Malinda Dee yang telah diikat dengan jaminan fidusia oleh PT Astra Sedaya Finance (ASF) dalam kasus ini disita oleh negara (pengadilan).

Penyitaan yang dilakukan oleh negara (pengadilan) disebabkan adanya tindak pidana perbankan dan pencucian uang terhadap objek jaminan fidusia yang telah diberikan oleh pemberi fidusia dan telah diikat melalui suatu perjanjian jaminan fidusia dengan suatu akta otentik notaris. Sebagaimana yang diketahui tindak pidana pencucian uang yang diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.9

Didalam Pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa, “Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam

9Rusman Hadinata, Tindak Pidana Perbankan dan Pencucian Uang, Aneka Ilmu, Surabaya,

(10)

pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 10 miliar rupiah dan paling banyak Rp 200 miliar rupiah”.

Perbuatan Inong Malinda Dee juga melangar ketentuan yang termuat dalam Undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dimana pada Pasal 3 ayat (1) huruf b menyebutkan bahwa, “Setiap orang, yang dengan sengaja mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dari suatu penyedia jasa keuangan ke penyedia jasa keuangan lain baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain di pidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (limabelas) tahun dan denda paling sedikit Rp 5 miliar rupiah dan paling banyak 15 miliar rupiah”. Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan bahwa, “Setiap orang yang dengan sengaja membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain di pidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (limabelas) tahun dan denda paling sedikit Rp 5 miliar rupiah dan paling banyak 15 miliar rupiah”

(11)

Perbuatan Inong Malinda Dee yang melakukan transfer rekening dari harta kekayaan orang lain tersebut dengan melawan hukum juga melawan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang menyebutkan bahwa, “Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tersebut di atas dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar”.

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), selain pidana pokok berupa pidana penjara dan pidana tambahan sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu, pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu dan pengumuman putusan hakim, pidana tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu tersebut adalah perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud barang tidak bergerak yang diperoleh dari hasil tindak pidana, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana tersebut dilakukan, begitu pun harga dari barang yang menggantikan barang tersebut.

(12)

Bila dilihat dari ketentuan sanksi hukum yang terdapat di dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang-Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, demikian pula dengan Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan serta Undang-Undang-Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, maka selain dari hukuman penjara, bagi pelaku tindak pidana perbankan dan pencucian uang dikenakan pula sanksi denda yang merupakan hukuman tambahan dalam jumlah miliaran rupiah. Sanksi denda bagi pelaku tindak pidana perbankan dan pencucian uang tersebut yang memungkinkan bagi pengadilan untuk melakukan penyitaan barang bergerak yang telah menjadi objek jaminan fidusia, apabila pelaku tindak pidana perbankan dan pencucian pencucian uang tersebut tidak mampu membayar denda sebagaimana telah diputuskan oleh pengadilan disamping hukuman badan (penjara). Akibat terjadinya penyitaan terhadap harta kekayaan milik pelaku tindak pidana pencucian uang yang merupakan objek jaminan fidusia menimbulkan kerugian bagi penerima fidusia, karena objek jaminan fidusia yang menjadi jaminan hutang dari debitur selaku pemberi fidusia dirampas/disita oleh negara melalui putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (incracht van gewijsde) yang mengakibatkan objek jaminan fidusia itu tidak dapat lagi dieksekusi apabila debitur sebagai pemberi fidusia melakukan wanprestasi atau tidak mampu melakukan pelunasan terhadap hutang-hutangnya.

(13)

Dalam setiap perjanjian pengikatan jaminan fidusia maka objek jaminan fidusia akan diasuransikan pada pihak perusahaan asuransi. Namun asuransi hanya mengcover objek jaminan fidusia (mobil) bila unitnya hilang (total loss only (TLO)), bukan di sita oleh negara atau dipindahtangankan secara sengaja tanpa sepengetahuan PT Astra Sedaya Finance (ASF) kepada pihak ketiga. Dalam hal terjadinya penyitaan /pemindahtanganan objek jaminan fidusia tersebut maka perusahaan asuransi tidak melakukan ganti rugi atas terjadinya kedua peristiwa tersebut.

Pembahasan mengenai masalah objek jaminan fidusia yang disita oleh negara melalui suatu putusan pengadilan inilah yang menarik untuk dibahas lebih lanjut dalam pembahasan selanjutnya pada penelitian ini. Pembahasan difokuskan pada ketentuan perundang-undangan tentang pengikatan objek Jaminan Fidusia pada perusahaan pembiayaan, status hukum objek jaminan fidusia yang disita oleh negara melalui putusan pengadilan berkaitan dengan kasus tindak pidana pencucian uang dan bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan fidusia terhadap objek jaminan fidusia yang disita oleh negara melalui putusan pengadilan yang berkaitan dengan kasus tindak pidana pencucian uang tersebut.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana kriteria penilaian kreditur terhadap debitur yang dipandang layak dalam suatu perjanjian kredit mobil yang diikat dengan jaminan fidusia?

(14)

2. Bagaimana status hukum objek jaminan fidusia yang dirampas/disita oleh negara melalui suatu putusan pengadilan berkaitan dengan kasus tindak pidana pencucian uang dalam hal debitur tidak mampu membayar hutangnya? 3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan fidusia

terhadap objek jaminan fidusia yang disita oleh negara melalui putusan pengadilan berkaitan dengan kasus tindak pidana pencucian uang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kriteria penilaian kreditur terhadap debitur yang dipandang layak dalam suatu perjanjian kredit mobil yang diikat dengan jaminan fidusia. 2. Untuk mengetahui status hukum objek jaminan fidusia yang dirampas/disita

oleh negara melalui suatu putusan pengadilan berkaitan dengan kasus tindak pidana pencucian uang dalam hal debitur tidak mampu membayar hutangnya 3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan

fidusia terhadap objek jaminan fidusia yang disita oleh negara melalui putusan pengadilan berkaitan dengan kasus tindak pidana pencucian uang

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis dibidang hukum jaminan pada umumnya dan jaminan fidusia pada khususnya yaitu :

(15)

1. Secara Teoritis.

Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran bagi perkembangan hukum jaminan pada umumnya dan hukum jaminan fidusia pada khususnya dalam kaitannya dengan praktek pelaksanaan pengikatan objek jaminan fidusia, masalah perampasan/penyitaan jaminan fidusia oleh negara melalui putusan pengadilan dan perlindungan hukum terhadap kreditur sebagai penerima jaminan fidusia yang disita berkaitan dengan kasus tindak pidana pencucian uang.

2. Secara Praktis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada masyarakat praktisi, maupun bagi pihak-pihak terkait mengenai praktek pelaksanaan pengikatan objek jaminan fidusia pada perusahaan pembiayaan, masalah status hukum objek jaminan fidusia yang dirampas/disita oleh negara melalui suatu putusan pengadilan dan perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan fidusia atas objek jaminan fidusia yang telah disita/dirampas oleh negara melalui putusan pengadilan berkaitan dengan kasus tindak pidana pencucian uang.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum pernah dilakukan. Akan tetapi, ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan topik dalam tesis ini antara lain:

(16)

1. Kemala Atika Hayati, 097011042/MKn, dengan judul tesis “Perlindungan Hukum Kreditor Pemegang Jaminan Fidusia Terhadap Eksekusi Yang Diumumkan Oleh Kreditor Lain Atas Debitor Yang Dinyatakan Pailit”. Pemasalahan yang dibahas :

a. Bagaimanakah kedudukan benda jaminan fidusia dengan pailitnya pemberi fidusia pada Bank CIMB Niaga?

b. Bagaimana kedudukan penerima fidusia (kreditur) pemegang jaminan fidusia yang pemberi fidusianya pailit pada Bank CIMB Niaga?

c. Bagaimana eksekusi benda jaminan yang memberi fidusianya pailit pada Bank CIMB Niaga?

2. Herly Gusti Meliana, NIM. 077011027/MKn, dengan judul tesis “Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian (Studi di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama)”.

Pemasalahan yang dibahas

a. Bagaimana kewenangan Notaris dalam pembuatan perjanjian kredit angsuran sistem fidusia pada perum pegadaian Cabang Medan Utama? b. Bagaimana kedudukan benda jaminan dalam perjanjian kredit angsuran

sistem fidusia pada Perum Pegadaian Cabang Medan Utama?

c. Bagaimana peran Notaris dalam pelaksanaan perjanjian kredit angsuran sistem fidusia pada Perum Pegadaian Cabang Medan Utama?

3. Martinus Tjipto, NIM. 077011079/MKn, dengan judul tesis “Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Dalam Perjanjian Fidusia Secara Di Bawah

(17)

Tangan (Penelitian Pada PT Olympindo Multi Finance Cabang Medan Dan PT ORIX Indonesia Finance Cabang Medan)”.

Pemasalahan yang dibahas

a. Apakah faktor-faktor penyebab lembaga pembiayaan melakukan perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan?

b. Bagaimana kedudukan hukum perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan?

c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur dalam perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan jika terjadi wanprestasi? Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian yang penulis lakukan. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Teoritis 1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi dasar perbandingan, pegangan teoritis.10 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pedoman/ petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.11

Suatu undang-undang harus memberikan keadaan yang sama kepada semua pihak dan juga memberikan perlindungan hukum yang seimbang, walaupun terdapat

10

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994. hal. 80

11 Lexy Molloeng, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993.

(18)

perbedaan-perbedaan diantara pribadi-pribadi tersebut. Semua orang bersamaan kedudukannya dan harus diperlakukan sama di depan undang-undang, apabila terjadi perbedaan perlakuan hukum diantara orang-orang maka tujuan undang-undang untuk memberikan keadilan, perlindungan hukum bagi semua orang. Teori yang digunakan dalam penelitian adalah teori kepemilikan barang/benda. Menurut teori hak kepemilikan terhadap suatu benda hak milik atas suatu benda mengikuti kemanapun atau ditangan siapapun benda itu berada. Teori kepemilikan benda/barang ini dikenal dengan istilah droit de suit. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hak kepemilikan dari suatu benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tetap melekat berada di tangan pemiliknya (pemberi fidusia) sebagai kreditur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, meskipun benda tersebut tidak berada di tangan pemiliknya bahkan sekalipun benda/barang tersebut berada ditangan orang lain. Oleh karena itu pemilik barang/benda yang sah tersebut perlu memperoleh perlindungan hukum agar hak-haknya tidak dirugikan karena perlakuan yang tidak adil dari pihak yang menguasai barang atau benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tersebut. Hadjon perlindungan hukum meliputi 2 (dua) jenis bagi masyarakat yaitu :12

1. Perlindungan preventif dimana para pihak diberikan kesempatan mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum akta perikatan ditandatangani dihadapan notaris. Hal ini dimaksudkan untuk membuat akta perikatan tersebut benar-benar mencerminkan suatu keadaan yang seimbang dan proporsional serta

(19)

memberikan perlindungan hukum kepada para pihak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya setelah akta perikatan jual beli tersebut ditandatangani. 2. Perlindungan hukum represif dimana perlindungan hukum tersebut ditujukan

untuk melakukan penyelesaian terhadap sengketa yang terjadi diantara para pihak dalam pelaksanaan perjanjian perikatan jual beli tersebut.

Prinsip penyelesaian sengketa diutamakan dengan jalan musyawarah mufakat sedangkan jalur litigasi merupakan suatu sarana terakhir (ultimum remedium). Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini menyangkut perlindungan hukum terhadap kreditur pemegang hak fidusia terhadap objek jaminan yang menjadi sitaan pengadilan karena kasus tindak pidana pencucian uang.13

Dalam perjanjian kredit konsumen untuk produk mobil dengan sistem perjanjian sewa beli, mobil sebagai objek jaminan fidusia masih merupakan milik dari perusahaan pemberi kredit (kreditur) sampai debitur (konsumen penerima kredit) melunasi seluruh angsuran yang telah diperjanjikan dalam perjanjian sewa beli mobil tersebut. Setelah harga keseluruhan dari mobil tersebut dibayar lunas debitur (penerima kredit) maka terjadilah momentum peralihan hak kepemilikan dari kreditur (pemberi kredit) kepada debitur (penerima kredit) dengan ditandai pemberian kwitansi tanda pelunasan, dokumen-dokumen yang terkait dengan mobil tersebut dari kreditur kepada debitur.

13Riswanto Anwar, Asas Keseimbangan dalam Suatu Perjanjian Timbal Balik, Citra Ilmu,

(20)

Dalam penelitian ini pembahasan difokuskan pada perjanjian kredit barang berupa mobil antara perusahaan pembiayaan sebagai kreditur dan konsumen sebagai debitur. Perjanjian kredit terhadap perusahaan pembiayaan lazim disebut dengan perjanjian jual beli secara angsuran (perjanjian sewa beli) terhadap suatu barang atau produk yang dibutuhkan oleh konsumen tersebut. Proses pemberian kredit antara perusahaan pembiayaan sebagai kreditur dan konsumen sebagai debitur dilakukan dengan cara perusahaan pembiayaan mengambil barang ke toko / dealer yang menyediakan barang tersebut dan membayar lunas kepada toko / dealer tersebut harga barang yang dibutuhkan oleh konsumen tersebut. Selanjutnya perusahaan pembiayaan menyerahkan secara kepercayaan (fidusia) kepada konsumen yang membutuhkan barang tersebut dengan suatu perjanjian tertulis yang disebut dengan perjanjian sewa beli secara angsuran.

Perjanjian sewa beli secara angsuran adalah suatu perjanjian yang mengandung makna bahwa barang telah diserahkan kepada konsumen meskipun harga barang tersebut belum dibayar lunas oleh konsumen tersebut. Namun hak kepemilikan atas barang yang telah diserahkan oleh perusahaan pembiayaan selaku kreditur kepada konsumen selaku debitur masih tetap berada ditangan kreditur hingga harga barang tersebut dibayar lunas secara keseluruhan oleh konsumen. Momentum peralihan hak kepemilikan atas barang dari kreditur kepada debitur dalam suatu perjanjian sewa beli secara angsuran adalah dengan diberikannya kuitansi pelunasan harga barang secara keseluruhan oleh perusahaan pembiayaan selaku kreditur kepada konsumen selaku debitur.

(21)

Perusahaan pembiayaan diatur di dalam Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 61 Tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan, yang menyatakan bahwa “salah satu bentuk bidang usaha lembaga pembiayaan adalah pembiayaan konsumen (consumer finance)”. Adapun yang dimaksud dengan pembiayaan konsumen menurut Pasal 1 ayat (6) Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 juncto pasal 1 huruf (P) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 125.1/KMK/013/1988 adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk dana untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran/cicilan atau pembayaran berkala oleh konsumen.

Unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian pembiayaan konsumen adalah sebagai berikut14

1. Subjek adalah pihak-pihak yang terkait dalam hubungan hukum pembiayaan konsumen, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen (kreditur), konsumen (debitur) dan penyedia barang (pemasok, supplier).

2. Objek adalah barang bergerak keperluan konsumen yang akan dipakai untuk keperluan hidup atau keperluan rumah tangga, misalnya televisi, kulkas, mesin cuci, alat-alat dapur, perabot rumah tangga, kendaraan bermotor (mobil) dan lain-lain.

14 Abdul Kadir Muhammad dan Rilda Murniati. Segi Hukum Lembaga Keuangan dan

(22)

3. Perjanjian yaitu perbuatan persetujuan pembiayaan yang diadakan antara perusahaan pembiayaan konsumen, serta jual beli antara supplier dan perusahaan pembiayaan. Perjanjian ini didukung oleh dokumen-dokumen.

4. Hubungan hak dan kewajiban, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen wajib membiayai harga pembelian barang yang diperlukan konsumen dan membayarnya secara tunai kepada supplier. Konsumen wajib membayar secara angsuran/cicilan kepada perusahaan pembayaran konsumen, dan supplier wajib menyerahkan barang kepada konsumen.

5. Jaminan yaitu terdiri atas jaminan utama, jaminan pokok dan jaminan tambahan. Jaminan utama berupa kepercayaan terhadap konsumen (debitur) bahwa konsumen dapat dipercaya untuk membayar angsuran sampai selesai (lunas). Jaminan pokok secara Fidusia berupa barang yang dibiayai oleh perusahaan pembiayaan konsumen dimana semua dokumen kepemilikan barang dikuasai oleh perusahaan pembiayaan konsumen (Fiduciary Transfer of Ownership) sampai angsuran terakhir dilunasi. Adapun jaminan tambahan berupa pengakuan utang (Promissary notes) dari konsumen.

Dasar hukum perjanjian sewa beli adalah Pasal 1 huruf a Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/KP/II/80 tentang Perizinan sewa beli (hire purchase), jual beli dengan angsuran, dan sewa (renting) disebutkan bahwa sewa beli adalah :

“Jual beli barang dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas harga yang telah disepakati bersama dan diikat dalam

(23)

suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut beralih dari penjual kepada pembeli setelah harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual”. Unsur atau elemen perjanjian sewa beli menurut Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 34/KP/II/80 tentang perizinan sewa beli tersebut adalah :

1. Adanya jual beli barang,

2. Penjualan dengan memperhitungkan setiap pembayaran, 3. Objek sewa beli diserahkan kepada pembeli,

4. Momentum peralihan hak milik setelah pelunasan angsuran/cicilan terakhir.15 Di dalam perjanjian sewa beli maka penerima sewa beli yang merupakan debitur melakukan pembayaran angsuran terhadap benda yang disewa belinya. Dalam hal ini selama masa angsuran berjalan dan pembayaran angsuran belum lunas, kedudukan penerima sewa beli adalah sebagai penyewa. Hak kepemilikan dari benda sewa beli tersebut masih berada di tangan pemberi sewa beli (kreditur). Penerima sewa beli dianggap sebagai penyewa dari barang yang disewa belinya sampai pembayaran angsuran dibayar lunas oleh penerima sewa beli. Peralihan hak kepemilikan dari pemberi sewa beli kepada penerima sewa beli terjadi saat pembayaran angsuran terakhir dibayar oleh penerima sewa beli dan pemberi sewa beli memberikan kuitansi tanda lunas terhadap barang yang disewa beli tersebut, maka sejak saat itu status kepemilikan barang sewa beli telah beralih kepada penerima sewa beli yang juga disebut dengan pembeli sedangkan pemberi sewa beli

15Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,

(24)

pada saat angsuran barang sewa beli tersebut telah lunas maka kedudukannya berubah menjadi penjual.

Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa sewa beli adalah “Pokoknya persetujuan dinamakan sewa menyewa barang, dengan akibat bahwa si penerima tidak menjadi pemilik, melainkan pemakai belaka. Baru setelah uang sewa dibayar lunas sesuai harga pembeli, yang ditandai dengan berakhirnya kepemilikan atas barang tersebut menjadi pemiliknya.16Definisi Wirjono Prodjodikoro tersebut di atas mengonstruksikan sewa beli sama dengan perjanjian sewa-menyewa barang. Artinya bahwa si pembeli hanya sebagai pemakai belaka, tetapi apabila pembayaran telah dilakukan lunas sebesar harga pembelian barang tersebut, maka sipenyewa berakhir menjadi pembeli.

R. Soebekti berpendapat bahwa sewa beli lebih mendekati jual beli daripada sewa menyewa. Hal ini disebabkan karena sejak terjadinya kesepakatan barang tersebut belum dibayar seluruhnya oleh pembeli.17 Dalam perjanjian sewa beli, barang yang menjadi objek sewa beli tidak dapat dipindahtangankan atau dialihkan kepemilikannya oleh pembeli sewa kepada pihak lain sampai dilakukannya pelunasan harga barang tersebut oleh pembeli sewa secara keseluruhan. Apabila barang yang menjadi objek sewa beli itu dialihkan atau dipindah tangankan hak kepemilikannya oleh pembeli sewa kepada pihak lain meskipun harga barang tersebut belum dibayar

16

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Mengenai Persetujuan Tertentu, Sumur Bandung, 1981, hal 65.

(25)

lunas oleh pembeli sewa, maka perbuatan pembeli sewa tersebut dapat digolongkan pada perbuatan penggelapan barang.18

Pasal 1 butir 2 UUJF No. 42 Tahun 1999 menyebutkan bahwa “hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.”

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka unsur-unsur fidusia dalam upaya pemberian hak jaminan kepada kreditur bertujuan :

1. Sebagai agunan

2. Untuk kepentingan pelunasan tertentu

3. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lain dari pelunasan atau kewajiban debitur (pemberi Jaminan Fidusia).

Menurut ketentuan yang terdapat dalam Pasal 24 UUJF No. 42 Tahun 1999 menyebutkan bahwa, “Penerima fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian pemberi fidusia baik yang timbul dari hubungan kontraktual atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang menjadi objek jaminan fidusia”. Dari ketentuan Pasal 24 UUJF No. 42 Tahun 1999 tersebut di atas dapat dikatakan bahwa penerima fidusia

(26)

tidak menanggung akibat atas perbuatan melanggar hukum dari pemberi fidusia terhadap objek jaminan fidusia tersebut. Apabila ternyata dikemudian hari objek jaminan fidusia yang diberikan oleh pemberi fidusia diperoleh dengan melanggar ketentuan hukum pidana maka penerima fidusia tidak ikut menanggung akibat apabila objek jaminan fidusia tersebut dirampas / disita oleh negara.

Permasalahan yang timbul adalah bagaimana kedudukan hukum objek jaminan fidusia yang telah disita tersebut dan bagaimana pula perlindungan hukum terhadap perusahaan pembiayaan selaku kreditur dimana objek jaminan fidusia yang telah dirampas / disita oleh negara melalui putusan pengadilan tersebut yang masih merupakan milik kreditur. Perampasan/penyitaan mobil yang merupakan objek jaminan fidusia sekaligus juga merupakan objek perjanjian sewa beli yang belum lunas pembayarannya oleh konsumen tersebut sangat merugikan pihak perusahaan pembiayaan selaku kreditur karena objek jaminan fidusia yang disita oleh negara melalui putusan pengadilan tersebut bukan merupakan milik konsumen selaku pelaku tindak pidana pencucian uang.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational defenition.19 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran

19Sutan Reny Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para

(27)

mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu :

1. Perlindungan hukum kreditur adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada kreditur pemegang jaminan fidusia atas objek jaminan fidusia yang disita oleh negara (pengadilan) karena terkait kasus tindak pidana pencucian uang.

2. Pemberi fidusia adalah perseorangan selaku debitur yang membeli secara angsuran berupa mobil yang telah diikat dengan jaminan fidusia oleh kreditur. 3. Pemegang hak fidusia adalah kreditur perusahaan berbadan hukum yang

memiliki tagihan piutang kepada debitur dalam suatu perjanjian kredit mobil dengan sistem sewa beli.

4. Objek jaminan fidusia adalah benda bergerak berupa mobil yang telah diikat dengan jaminan fidusia melalui suatu akta otentik notariil dan telah didaftarkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Perjanjian pengikatan jaminan fidusia adalah suatu perjanjian pengikatan

barang bergerak berupa mobil sebagai objek jaminan fidusia yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan dengan menggunakan akta notaris dimana pemberi fidusia adalah konsumen selaku debitur dan penerima fidusia adalah perusahaan pembiayaan selaku kreditur dengan tujuan sebagai jaminan hutang

(28)

dan jaminan pelunasan hutang debitur apabila debitur tak mampu membayar hutangnya.

6. Akta Jaminan Fidusia adalah akta Notaris yang berisikan pemberian Jaminan Fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya. 7. Penyitaan adalah suatu penyitaan objek jaminan fidusia oleh negara melalui

suatu putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena terkait dengan kasus tindak pidana pencucian uang.

8. Jaminan yang menjadi sitaan adalah objek jaminan fidusia berupa 1 (satu) unit mobil jenis Ferrari Scuderia yang disita oleh negara melalui putusan pengadilan karena dana pembeliannya terkait dengan kasus tindak pidana pencucian uang.

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia. Dengan demikian metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.20

Jenis penelitian ini adalah penelitian ilmu hukum normatif, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan

(29)

yang berlaku mengenai hukum jaminan fidusia, ketentuan tentang penyitaan barang berkaitan dengan tindak pidana perbankan dan pencucian uang dan ketentuan tentang perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan fidusia dalam kaitannya dengan perampasan/penyitaan objek jaminan fidusia oleh negara melalui putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap serta bahan hukum lainnya dibidang perjanjian. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.21

2. Sumber Data

Data penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum primer, sekunder maupun tertier yang dikumpulkan melalui studi dokumen dan kepustakaan yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer yang berupa norma/peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan hukum perjanjian pada umumnya dan hukum jaminan fidusia pada khususnya serta hukum pidana yang berkaitan dengan perampasan dan penyitaan barang sebagai objek jaminan fidusia. Dalam penelitian ini bahan hukum primer adalah UUJF No. 42 Tahun 1999, KUH Pidana, Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 jo

(30)

Undang-Undang 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, KUH Perdata tentang Hukum Perjanjian.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya ilmiah hukum tentang hukum jaminan perjanjian pada umumnya dan hukum jaminan fidusia pada umumnya, serta hukum pidana yang berkaitan perampasan/penyitaan barang dan hukum pemberantasan tindak pidana perbankan dan pencucian uang.

c. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, dan lain sebagainya.22

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik dan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research). Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu studi dokumen untuk memperoleh data sekunder, dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi, dan menganalisa data primer, sekunder maupun tertier yang berkaitan dengan penelitian ini.23 Di samping itu penelitian ini juga didukung dengan wawancara yang dilakukan kepada Kepala Cabang PT Astra Sedaya Finance (ASF) Cab. Bintaro dan Operation Head (Kepala Analisa Kelayakan

22 Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum dalam Teori dan Praktek, Bumi Intitama

Sejahtera, 2010, hal 16.

23

(31)

Kredit) PT Astra Sedaya Finance (ASF) Cabang Bintaro, Staf Litigasi PT Sedaya Finance (ASF) dan Hakim Pengadilan Negeri.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan langkah terakhir dalam suatu kegiatan penulisan. Analisis data dilakukan secara kualitatif artinya menggunakan data secara bermutu dalam kalimat yang teratur, runtun logis, tidak tumpang tindih dan efektif sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis.

Data yang diperoleh melalui pengumpulan data sekunder akan dikumpulkan dan kemudian dianalisis dengan cara kualitatif untuk mendapatkan kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas. Semua data yang terkumpul diedit, diolah dan disusun secara sistematis untuk selanjutnya disimpulkan dengan menggunakan metode deduktif.24

24 Zainudin Ali, Metode Penelitian Induktif dan Deduktif dalam Penelitian Hukum, Sinar

Referensi

Dokumen terkait

Pelayanan kesehatan yang ada pada waktu itu adalah klinik umum, klinik spesialis (bedah, kandungan, penyakit dalam dan kesehatan anak), klinik gigi, instalasi gawat darurat,

Magang dilakukan dalam bentuk tim berisi maksimal 5 (lima) orang mahasiswa. Klien magang proyek berbadan hokum. Tema magang proyek terkait dengan tema Ilmu Komunikasi

Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis dan inovatif dalam konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan

Oleh karena itu Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), melalui Direktorat Pendidikan Agama Islam perlu membentuk

Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan

seorang perempuan usia 26 th datang keklinik telah melahirkan 6 bulan lalu, belum Kb, ingin memakai alat kontrasepsi dan sedang menyusui.. Hasil pemeriksaaan

Kedua reaktif yaitu diam atau pasif karena tidak diberi wewenang penuh untuk mengatasinya, artinya menunggu perintah dari atasan apakah permasalahan yang terjadi

Tujuan dalam penulisan tugas akhir ini adalah memperoleh hasil prediksi klasifikasi status kredit macet dan lancar pada data Nasabah Bank ‘X’ menggunakan