• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM. Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kondisi Lingkungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN UMUM. Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kondisi Lingkungan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN UMUM

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kondisi Lingkungan

Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta terletak di bagian barat laut pulau Jawa dengan ketinggian tanah 0 – 10 m di atas permukaan laut (dari titik 0 Tanjung Priok), dan 5 - 50 m di atas permukaan laut dari Banjir Kanal sampai batas selatan DKI Jakarta (Gambar 2). Batas wilayah provinsi DKI Jakarta di sebelah utara adalah Laut Jawa yang pantainya membentang dari barat ke timur sepanjang ± 35 km dan menjadi tempat bermuaranya sembilan buah sungai dan dua buah kanal. Sementara di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan wilayah provinsi Jawa Barat dan sebelah barat berbatasan dengan provinsi Banten.

(2)

Provinsi DKI Jakarta terdiri dari lima Kotamadya dan satu Kabupaten dengan jumlah kecamatan sebanyak 44 kecamatan. Wilayah DKI Jakarta mempunyai luas 673.04 km2 yaitu Kotamadya Jakarta Utara (154.11 km2 atau 22.90%), Kotamadya Jakarta Pusat (48.17 km2atau 7.16%), Kotamadya Jakarta Barat (125.5 km2 atau 18.65%), Kotamadya Jakarta Timur (187.73 km2 atau 27.89%), Kotamadya Jakarta Selatan (145.73 km2 atau 21.65%), dan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu (11.80 km2 atau 1.75%).

Penelitian ini dilakukan di lima Kotamadya karena letaknya dalam satu daratan yang sama, sementara Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu tidak dipakai karena terdiri dari beberapa pulau yang letaknya berpencar.

Ruang lingkup wilayah penelitian meliputi Kotamadya DKI Jakarta yang mempunyai kriteria permukiman kotor, sedang atau bersih. Wilayah-wilayah yang termasuk dalam kriteria tersebut adalah :

(1) Permukiman kotor yang terletak di Jakarta Utara yaitu ada di Kelurahan Pademangan Barat, Kecamatan Pademangan dan Kelurahan Warakas, Kecamatan Tanjung Priok, serta di Jakarta Timur yaitu ada di Kelurahan Ujung Menteng, Kecamatan Cakung;

(2) Permukiman sedang yang terletak di Jakarta Barat yaitu ada di Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk dan Kelurahan Srengseng, Kecamatan Kembangan, di Jakarta Timur yaitu di Kelurahan Penggilingan, Kecamatan Cakung dan di Jakarta Selatan yaitu di Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar Minggu dan

(3) Permukiman bersih yang terletak di Jakarta Pusat yaitu ada di Kelurahan Menteng, Kecamatan Menteng dan di Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Kemayoran serta di Jakarta Selatan yaitu di Kelurahan Bintaro, Kecamatan Pesanggrahan.

Kondisi lingkungan permukiman dapat dilihat dari kesehatan lingkungan yang merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang baik. Kondisi lingkungan permukiman yang dimaksud meliputi kondisi fisik, kondisi biotik dan kondisi sosial budaya.

(3)

1. Kondisi Fisik

Kondisi fisik dapat dilihat dari tatanan kawasan permukiman sarana dan prasarana yang mencakup beberapa aspek, antara lain: yaitu udara bersih, air sungai bersih, situ, penyediaan air bersih individu dan umum, pembuangan air limbah domestik, pengelolaan sampah, kondisi tempat tinggal.

Berdasarkan pemanfaatannya, sungai dan situ di DKI digunakan untuk keperluan rumah tangga, usaha perikanan, pertanian, peternakan, industri, pelayaran rekreasi, pembangkit listrik, penampung air serta di beberapa tempat digunakan sebagai tempat pembuangan sampah rumah tangga dan industri. Secara langsung maupun tidak langsung sungai mempunyai fungsi ganda yaitu untuk keperluan hidup dan sebagai tempat pembuangan bahan-bahan sisa. Lingkungan perairan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Kedua komponen itu saling berinteraksi, interaksi dari kedua komponen itu berupa kualitas air. Apabila interaksinya berubah, maka kualitas air dari lingkungan perairan itu terganggu. Aktivitas manusia ikut mempengaruhi kualitas lingkungan air tersebut.

DKI Jakarta dilintasi oleh 13 sungai besar dan beberapa sungai keci. Berdasarkan keperuntukkan sungai pada Tabel 5, hampir semua sungai di DKI Jakarta tergolong dalam kriteria buruk (79.3%) dan sedang (20.7%). Hal ini menimbulkan dampak buruk yang terjadi pada perairan di sungai berupa timbulnya berbagai penyakit, gangguan udara seperti bau tidak sedap, mengundang serangga dan hewan yang tidak diinginkan (lalat, semut dan nyamuk). Buruknya kondisi sungai tersebut antara lain disebabkan dari limbah industri dan limbah rumah tangga, serta sampah yang dibuang ke sungai.

DKI Jakarta mempunyai 40 situ yang sangat potensial sebagai air permukaan untuk menunjang kehidupan manusia. Dengan pertumbuhan penduduk DKI yang pesat dan perkembangan pemanfaatannya, ada kecenderungan terjadinya perubahan pada kondisi dan kualitas air situ di DKI Jakarta. Situ di DKI Jakarta berjumlah 40 buah Situ. Menurut BPLHD DKI Jakarta (2005) seperti pada Tabel 6 di Jakarta Selatan terdapat 7 situ dengan luas 66.5 ha, Jakarta Pusat terdapat 3 situ dengan luas 7.4 ha, Jakarta Utara terdapat 12 situ dengan luas 179.5 ha, Jakarta Barat terdapat 2 situ dengan luas 5 ha dan Jakarta Timur teradapat 16 situ dengan luas 66.875 ha.

(4)

Tabel 5 Kondisi air sungai di DKI Jakarta berdasarkan keperuntukkannya

No Nama sungai Peruntukan Sungai Nilai IKA Keterangan 1 S. Ciliwung Air baku air minum 54.99 Sedang

2 S. Kali Baru Air baku air minum 56.11 Sedang 3 S. Krukut Air baku air minum 56.54 Sedang 4 S. Tarum Barat Air baku air minum 59.30 Sedang

5 S. Angke Perikanan 52.01 Sedang

6 S. Pesanggrahan Perikanan 54.47 Sedang

7 S. Mookevart Perikanan 45.17 Buruk

8 S. Grogol Perikanan 44.49 Buruk

9 S. Sepak Perikanan 37.37 Buruk

10 S. Cipinang Pertanian/usaha perkotaan 35.37 Buruk 11 S. Sunter Pertanian/usaha perkotaan 37.03 Buruk 12 S. Angke Pertanian/usaha perkotaan 29.22 Buruk 13 S. Mookevart Pertanian/usaha perkotaan 33.86 Buruk 14 S.Cengkareng Drain Pertanian/usaha perkotaan 37.10 Buruk 15 S. Grogol Pertanian/usaha perkotaan 30.86 Buruk 16 S. Cideng Pertanian/usaha perkotaan 27.07 Buruk 17 S. Kalibaru Timur Pertanian/usaha perkotaan 29.52 Buruk 18 S. Cakung Pertanian/usaha perkotaan 29.90 Buruk 19 S. Buaran Pertanian/usaha perkotaan 33.24 Buruk 20 S. Jati Kramat Pertanian/usaha perkotaan 38.17 Buruk 21 S. Cakung Drain Pertanian/usaha perkotaan 33.01 Buruk 22 S. Cakung Pertanian/usaha perkotaan 37.10 Buruk 23 S. Petukangan Pertanian/usaha perkotaan 26.98 Buruk 24 S. Kamal Pertanian/usaha perkotaan 38.71 Buruk 25 S. Sekretaris Pertanian/usaha perkotaan 36.52 Buruk 26 S. Sunter Pertanian/usaha perkotaan 30.90 Buruk 27 Kali Bencong Pertanian/usaha perkotaan 32.17 Buruk 28 S. Bekasi Tengah Pertanian/usaha perkotaan 29.86 Buruk 29 S. Buaran Pertanian/usaha perkotaan 30.21 Buruk

Sumber : BPLHD DKI Jakarta (2005)

Empat puluh situ di DKI Jakarta, sebanyak 12 situ (30%) merupakan situ buatan yaitu Situ Taman Ria Remaja, Waduk Kebon Melati, Waduk PIK I, Waduk PIK II, Waduk Muara Angke, Waduk Sunter I, Waduk Sunter III, Waduk Setiabudi, Situ Elok, Waduk PDAM, Situ TMII (Archipelago Indonesia) dan Situ TMII. Sedangkan sebanyak 28 situ (70%) lainnya merupakan situ alami. Pendugaan pencemaran sungai dapat dilakukan dengan melihat pengaruh polutan terhadap kehidupan organisme perairan dan lingkungannya yang parameternya

(5)

dijadikan satu dalam nilai tunggal. Nilai tunggal ini disebut Indeks Kualitas Air (IKA). Bahan pencemar di perairan berasal dari sumber air buangan industri maupun domestik dan saluran drainase. Kepadatan penduduk dapat mempengaruhi pencemaran lingkungan sungai dan situ. Hal ini dikaitkan dengan tingkat kesadaran penduduk dalam memelihara lingkungan yang sehat dan bersih. Limbah domestik yang dapat berupa buangan air rumah tangga, padatan berupa sampah yang dibuang ke sungai, air cucian kamar mandi maupun buangan tinja akan mempengaruhi tingkat kandungan Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) serta bakteri E. coli dalam sungai.

Pada Tabel 6 terlihat bahwa 79% situ yang ada di DKI Jakarta kondisinya dalam kategori buruk dan sisanya masuk dalam kategori sedang. Hal ini disebabkan tidak terpeliharanya perairan dengan baik, kurangnya kesadaran masyarakat dan pemerintah dalam upaya memelihara situ. Di wilayah yang padat penduduknya seperti di wilayah kotor di Jakarta Utara dan Jakarta Timur terlihat bahwa semakin padat penduduknya semakin buruk kondisi lingkungan termasuk air sungai dan situ. Perairan yang tercemar terlihat berwarna kehitaman dan berbau busuk, terlihat telah dilakukan perawatan terhadap situ dengan memperkeras pada sekeliling situ dan upaya penghilangan sampah yang ada. Namun, tampak masyarakat masih menganggap bahwa sungai dan situ sebagai tempat penampungan sampah, hal ini terlihat pada situ yang sekelilingnya terdapat permukiman kumuh.

Secara umum, sungai dan situ di DKI Jakarta telah mengalami perubahan pada kualitas airnya. Indeks Kualitas Air (IKA) pada sungai maupun situ di DKI Jakarta menunjukkan nilai buruk sampai sedang, padahal perairan tersebut digunakan untuk berbagai keperluan manusia, antara lain untuk air minum, perikanan atau pertanian/usaha perkotaan. Pengendalian pencemaran adalah upaya untuk memaksimumkan dampak positif dan meminimumkan dampak negatif. Optimalisasi semacam ini sangat dipengaruhi salah satunya oleh faktor sosial dan budaya masyarakat. Walaupun pemerintah sudah melakukan perawatan, namun masyarakat tidak ikut merawatnya maka kondisi situ tidak akan bertambah baik.

(6)

Tabel 6 Kondisi situ dan dan nilai IKA situ di DKI Jakarta

No Wilayah/nama situ Kondisi Nilai IKA Keterangan

Jakarata Timur

1 Situ Arman Pendangkalan 2 Waduk Elok Pendakanglan

3 Situ Rawa Pengilingan Mengering & menjadi darat 4 Situ Rawa Badung Pendangkalan

5 Situ Rawa Pendongkelan Pendangkalan 31.78 Buruk

6 Waduk PDAM -

7 Situ Bea Cukai Pendangkalan 8 Situ Rawa Wadas Pendangkalan

9 Situ Ria Rio Pendangkalan 34.97 Buruk

10 Situ TMII Pendangkalan 11 Waduk TMII Pendangkalan

12 Situ Rawa Segaran Sudah diurug jadi tegalan 13 Situ Dirgantara Sudah diurug jadi lahan pertanian 14 Situ Halim Pendangkalan

15 Situ Rawa Dongkal Pencemaran & pendakalan 60.29 Sedang 16 Situ Kelapa Dua Wetan Pencemaran & pendangkalan

Jakarta Barat

1 Situ Rawa Kepa Pendangkalan

2 Situ Empang Pencemaran & pendakalan 43.47 Buruk Jakarata Selatan

1 Situ Ragunan Pencemaran & pendakalan 67.39 Sedang 2 Situ MBAU Pancoran Pendangkalan

3 Situ Kalibata Pencemaran & pendakalan 44.99 Buruk 4 Situ Rawa Ulu Jami Pendangkalan

5 Waduk Setiabudi Pencemaran & pendakalan

6 Situ Babakan Pendangkalan 62.75 Sedang

7 Situ Mangga Bolong Pencemaran & pendakalan Jakarta Utara

1 Situ Marunda Pencemaran & pendakalan 2 Waduk Pantai Indah

Kapuk Utara Pencemaran & pendakalan 39.69 Buruk 3 Waduk Pantai Indah Pencemaran & pendakalan 49.27 Buruk 4 Situ Rawa Kendal Telah menjadi daratan

5 Waduk Muara Angke Pencemaran & pendakalan

6 Situ Pluit Pencemaran & pendakalan 39.51 Buruk

7 Waduk Sunter I Terpelihara 53.25 Sedang

8 Waduk Sunter II Terpelihara 9 Waduk Sunter III Terpelihara 10 Situ Sunter Barat Terpelihara

11 Situ Pademangan Pendangkalan 38.12 Buruk

12 Situ Rorotan Pendangkalan

Jakarta Pusat

1 Waduk Taman Ria Remaja Pendangkalan

2 Waduk Melati Pendangkalan 40.58 Buruk

3 Situ Lembang Pendangkalan 62.70 Sedang

(7)

Pada umumnya kondisi permukiman padat dan kumuh menghadapi permasalahan antara lain : (1) luas bangunan yang sangat sempit dengan kondisi yang tidak memenuhi standar kesehatan dan kehidupan sosial, (2) kondisi bangunan rumah yang saling berhimpitan sehingga rentan terhadap bahaya kebakaran, (3) kurangnya air bersih, (4) drainase yang sangat buruk dan (5) jalan lingkungan yang buruk. Kondisi dan permasalahan tersebut dapat berdampak pada timbulnya berbagai jenis penyakit, menurunnya produktivitas masyarakat, timbulnya kerawanan dan penyakit social.

Hasil pengamatan langsung di lokasi penelitian diperoleh gambaran, bahwa kondisi lingkungan fisik di Jakarta Utara yaitu kondisi saluran airnya banyak yang mampet, ini disebabkan Jakarta Utara merupakan wilayah yang paling dekat dengan pantai utara dan kondisinya sangat datar sehingga air tidak lancar mengalir. Hal ini diperparah dengan banyaknya sampah yang berada di badan sungai. Sampah tersebut menyebabkan pendangkalan dan penyempitan sungai. Sementara kondisi permukiman di wilayah Jakarta Pusat saluran air relatif lebar dan tidak banyak sampah sehingga memudahkan air untuk mengalir (Gambar 3).

Kondisi perumahan di DKI Jakarta pada umumnya sudah cukup bagus dengan jenis lantai sebagian besar (80.48%), berupa marmer/keramik dan ubin/ tegel. Jenis dinding yang digunakan sebagian besar (87.63%) adalah tembok, dan atap rumah menggunakan genteng (82.31%). Keadaan rumah yang baik tersebut seharusnya ditunjang pula dengan lantai yang relatif luas, namun sayang karena tingginya tingkat kepadatan penduduk di DKI Jakarta, akibatnya lebih dari 40% masyarakat terutama di daerah-daerah padat penduduk dan kotor menghuni tempat tinggal dengan luas kurang dari 50 m2.

Konstruksi bangunan rumah merupakan faktor fisik lainnya yang mempengaruhi perkembangan populasi hama permukiman. Bangunan rumah responden di wilayah kotor, pada umumnya merupakan permukiman kategori kotor yang tidak memiliki halaman, berdesakan, hampir tidak ada pembatas antara rumah yang satu dengan rumah yang lain, tidak memiliki saluran air yang memadai, kurang ventilasi udara serta tidak mendapat cukup cahaya matahari karena atap rumah yang satu dengan yang lainnya saling berhimpitan.

(8)

relati teraw Seme perm ruma limb ditim tingg G peny perm mem mem Hal Bangunan if bersih, na wat, rusak entara bang mukiman ya ah yang sat ah rumah mbulkan kar gal di wilaya Gambar 3 K Selain pen yediaan jam mukiman pa miliki septic menuhi syara ini dapat m n rumah res amun di be k yang me gunan ruma ang memili tu dengan l tangga, s rena jarak a ah ini terlih Kondisi ling (c) dan (d) d nyediaan air mban keluar adat ini tid

c tank prib at kesehatan menjadi sala sponden di berapa tem enyebabkan ah wilayah iki halaman lainnya, tid sampah ma antar bangun hat bersih da gkungan tin di Pademan r bersih, per rga yang se dak memili badi, sehing n sering terj ah satu pen a c wilayah ka mpat terdapa n terjadi g kategori be n, tidak be dak ada pen aupun polu nan rumah an sehat (Ga nggal : (a) d ngan, Jakart rmukiman p ehat. Hal i iki cukup gga pemba jadi atau ba nyebab terja ategori seda at saluran ai enangan di ersih, pada erdesakan, ncemaran usi bau d tinggal cuk ambar 3). dan (b) di M ta Utara padat dan ko ni tampak lahan bila angunan sep ahkan tidak adinya peny ang kondisi ir tidak tertu i badan-ba umumnya m ada pemba yang beras dan kebisin kup lebar. L Menteng Jaka otor juga m di daerah setiap rum ptic tank y memiliki s yakit akibat rumahnya utup, tidak adan jalan. merupakan atas antara sal dari air ngan yang Lingkungan arta Pusat, memerlukan penelitian, mah harus yang tidak septic tank. t tinja dan b d

(9)

menyebab permukim septic tank semakin m wilayah ak tinja, anta hama perm Kini apartemen tempat un berkemban untuk pen 2. Kondi Beb tumbuhan Berd gambaran Jakarta Se (Gambar 4 G Keb asri dan n sehingga bkan keter man. Padatn k berhimpit memperburu kibat tercem ara lain tifu mukiman (la i hampir s n baru, peru ntuk menyer ng dengan ataan lingku isi Biotik erapa kondi n, hewan term dasarkan h bahwa seb elatan masy 4). Gambar 4 K beradaan tan nyaman. N tanaman te rsediaan m nya permuki tan dengan s uk kualitas a mar oleh tin us, kolera s alat, kecoa, seluruh wil

umahan dan rap air huja pesat yang ungan yang isi biotik ya masuk ham asil pengam bagian besar yarakatnya b Kondisi perm naman hias Namun ban ersebut dim makanan b iman pendu sumur di su air tanah ya nja. Padaha serta diare semut atau layah di D n juga ged an ke dalam g membuat g sehat. ang mempe ma permukim matan lang r permukim banyak mem mukiman y tersebut seb nyak masya manfaatkan o bagi hewa uduk di da uatu kawasa ang dikonsu al beberapa yang diseb tikus). DKI Jakarta ung perkan m tanah. Se t situasi DK engaruhi kon man dan ma gsung di lo man di Jakar melihara tan ang rimbun benarnya be arakat tidak oleh hewan an-hewan aerah kotor, an. Kondisi umsi oleh m penyakit m barkan atau a telah ber ntoran, ham ementara D KI Jakarta ndisi lingku nusia. okasi pene rta Pusat, Ja naman di s n dengan tan ertujuan aga k merawatny n dan hama atau sera , memaksa seperti ini h manusia di se menyebar m u ditularkan rdiri aparte mpir tak ada DKI Jakarta bertambah ungan antar litian, dipe akarta Bara sekitar ruma naman ar rumah te ya dengan a sebagai te angga letak hanya ebuah elalui n oleh emen-a lemen-agi terus sulit a lain eroleh at dan ahnya erlihat baik, empat

(10)

perse menj untuk kama teras 5). S ruang istira terjan alam tidak G yaitu embunyian. jadi jalan pi k memasuk Menurut r ar tidur (79 rumah (5.2 Sebagian be g tamu dan ahat sehing ngkit penya Gambar Selain itu, mi hama per k mengetahu Gambar 6 P Beberapa u cicak, sem Kama Ruang Kamar Teras H G Lokasi Tanaman intas bagi h ki rumah. responden d .4%), ruang 2%), halam esar hama t n dapur yang gga butuh akit. 5 Tempat a , lebih dari rmukiman ui musuh al Pengetahuan hewan yan mut, laba – 3 1 1, ar Tidur g Tamu Dapur r Mandi Rumah Halaman Gudang Lemari lain yang hama permu dalam Gamb g tamu (68. man (3.2%), tersebut dit g biasa digu kenyamana atau lokasi separuh res dan sisany ami hama p n responden ng berperan laba, tokek 5,2 3,2 ,9 ,3 Tidak 20 g menjorok ukiman (sem bar 5, bahw 4%), dapur gudang (1. temui di te unakan oleh an tanpa ditemukann sponden (79 ya sebanyak permukiman n tentang mu n sebagai m k, lebah, be Persen Tahu, 79.5% k tahu, 0.5% k ke bagia mut, tikus da wa hama per r (60.0%), k 9%) dan al empat-tempa h anggota k gangguan nya hama pe 9.5%) meng k 20.5% re n (Gambar 6 usuh alami musuh alam elalang yang 60,0 49,7 ntase (%) an banguna an serangga rmukiman d kamar mand mari (1.3% at yakni ka keluarga ber hama atau ermukiman getahui tenta esponden m 6 ). hama permu mi, menurut g memangs 79,4 68,4 an rumah, a merayap) di temui di di (49.7%), %) (Gambar amar tidur, rsantai dan u khawatir ang musuh mengatakan ukiman responden sa nyamuk,

(11)

kucing memangsa tikus dan ikan serta katak/kodok memangsa larva nyamuk (Gambar 7). Jika populasi musuh alami menurun maka populasi hama permukiman dipastikan semakin bertambah. Oleh karenanya, keberadaan musuh alami tetap harus dijaga keberadaannya.

Kenyataan selain responden mengetahui predator, responden juga mengetahui bahwa cicak dan laba-laba merupakan musuh alami bagi nyamuk. Namun musuh alami berupa predator tersebut tidak bisa mengatasi hama secara singkat, sementara anggota keluarga ingin segera merasa nyaman dan dapat beristirahat tanpa gangguan hama, sehingga responden mengendalikan hama-hama tersebut dengan pestisida yang hasilnya cepat. Namun responden tidak menyadari dampak-dampak penggunaan pestisida tersebut.

Hadi (2006) menyatakan, perilaku cara makan semut cenderung bersifat predator atau pemakan bangkai. Beberapa jenis semut predator bersifat sangat spesifik yaitu hanya makan rayap, kemudian ada juga semut yang makan kutu penghisap tanaman. Semut jenis tersebut dapat dikatakan sebagai musuh alami.

Lebih dari separuh responden (93.5%) menyatakan bahwa di rumahnya terdapat hama permukiman dan sisanya sebanyak 6.5% responden mengatakan bahwa di rumahnya tidak terdapat hama permukiman.

Gambar 7 Hewan yang dianggap responden sebagai musuh alami hama permukiman 83,2 14,2 7,7 3,9 3,2 2,6 1,9 1,3 Cicak Semut Laba - laba Kucing Ikan Katak/Kodok Tawon/Lebah Belalang Sembah Persentase (%) Musuh Alami

(12)

hidup maup diper DKI adala perm amer di D perm perm nyam peng kerta ayun masi Gamba Menurut S p di sekitar pun psikis rkirakan aka Jakarta me ah nyamuk, Hasil pen mukiman ya ricana), sem DKI Jakarta mukiman ter mukiman ber Pengambi muk denga ghitungan la as lem untu nan untuk r ng-masing ar 8 Gamba permu Sigit et al. r manusia d bagi man an mengaki enganggap b kecoa, sem ngamatan d aitu nyamu mut (Formic a mengangg rsebut ditem rsih, sedang lan data se an umpan angsung pad uk lalat, met rayap, ini dilakukan s aran rumah kiman (2006) ham dan lingkun nusia. Ole ibatkan bah bahwa jeni mut, rayap, l di lapangan uk (Culex cidae), lalat gap bahwa mukan di g dan kotor. ecara agrega orang yan da semut yan tode umpan dapat dilih selama 30 m Tida responden ma permuk ngannya yan eh karenan haya, kerugi s hama yan alat dan tiku n, diperoleh sp. dan A t (Musca do jenis ham semua wila asi dilakuk ng disebut ng membua n dengan m hat pada G menit. Ya; 93,5% ak; 6,5% berdasarkan kiman yaitu ng menimb nya keberad

ian dan gan ng dirasakan us. h berbagai edes spp.), omestica) da ma tersebut ayah Jakart an dengan t Landing at trailing, m makanan unt Gambar 9. % n ada tidakn u hewan ata bulkan gang daan hewa ngguan. Mas n paling me jenis seran , kecoa (P an rayap. M menggang ta pada tig metode pe Baiting C metode ump tuk kecoa d Pengamata nya hama au mahluk gguan fisik an tersebut syarakat di engganggu ngga hama Periplaneta Masyarakat ggu. Hama ga kategori nangkapan Collection, pan dengan dan metode an tersebut

(13)

Gambar 9 Berd hama keco 53 ekor(G banyak sa jalan dan wilayah i lainnya. L rumah ser sampah ya Di p terawat di bersih ada 10). Kond tidak mac Walaupun populasi n disebabka adanya ta Jenis ha Lalat (d primer ( dasarkan pe oa, nyamuk Gambar 10). aluran air y menyebab ni cukup s Lalat tidak rta kondisi ang menum permukiman itemukan h alah semut disi lingkun cet, saluran n lingkunga nyamuk lebi an karena r aman di hal ama permuk ) Kecoa dan (laron) engamatan k, lalat dan Sarana dan yang rusak kan terjadi sedikit diba terlalu bany i lingkunga mpuk di luar. n bersih, di hama kecoa sebanyak 5 ngan ini, be n air di lin an di wilay ih banyak d rumah-ruma laman rum a kiman yang n (e) Rayap tersebut, d semut. Sem n prasarana dan tidak t i genangan andingkan yak di wila an sekitar p . imana saran , nyamuk, 52.9 ekor da ersih dari s ngkungan p yah ini rel dibanding di ah responde ah. Kebera d diamati: (a) dalam bent di wilayah k mut menemp cukup baik tertutup seh air. Nam gangguan n ayah ini ka permukima na dan pras lalat, namu an rayap se sampah, sal permukiman latif bersih i wilayah p en pada um adaan taman b ) Nyamuk, ( tuk kasta re kategori se pati jumlah tapi tidak t hingga air m mun keberad nyamuk di arena sampa an yang rel sarana lingk un yang dom ebanyak 40. luran limba n juga lanc dari gena ermukiman mumnya dil n di halam e (b) Semut, ( eproduktif edang ditem h terbanyak terpelihara, meluap ke j daan nyamu i kedua wi ah ada di d latif bersih kungan baik minan di d .1 ekor (Ga ah rumah ta car dan tert angan air, n sedang. H lengkapi de man rumah c (c) mukan yaitu misal jalan-uk di ilayah dalam h dari k dan daerah ambar angga tutup. tetapi Hal ini engan dapat

(14)

menjadi tempat persembunyian dan tempat mencari makanan bagi nyamuk kebun (Armigeres subalbatus) dan nyamuk jantan A. aegypti.

Sementara permukiman kotor, kondisi lingkungan tidak baik misalnya saluran air yang tidak lebar dan penuh sampah, dimana kondisi saluran limbah rumah tangga cair terlalu sempit dan alirannya tidak lancar serta banyak air yang menggenang, ditemukan hama lalat, semut, nyamuk dan kecoa yang tertinggi adalah lalat (63.3 ekor) dan semut (62.9 ekor), namun nyamuk juga paling tinggi (17.6 ekor) jumlahnya dibandingkan wilayah sedang dan bersih. Tempat pembuangan sampah sangat terbatas, bahkan di Warakas sebagian warga membuang sampah di badan saluran air. Penumpukan sampah permukiman kotor ini mengundang lalat, kecoa dan semut untuk berdatangan. Demikian juga kondisi saluran air limbah rumah tangga dan saluran air yang lebih besar seringkali terlihat mampet dan tidak lancar. Sampah plastik atau kaleng bekas minuman yang tidak bisa didaur ulang berserakan, memungkinkan untuk menampung air hujan sehingga mengundang nyamuk untuk bertelur.

Gambar 10 Jumlah hama (ekor) per unit contoh di DKI Jakarta

Perbedaan jenis serangga hama ternyata ditemukan di berbagai kondisi wilayah. Di wilayah yang tergolong bersih lebih banyak jenis hama yang ditemukan yaitu semut dan lalat, juga ditemukan rayap. Semut merupakan hama yang dominan di semua wilayah DKI Jakarta. Sigit et al. (2006) mengatakan bahwa semut adalah merupakan hama permukiman yang sangat dominan dijumpai di seluruh dunia, dan sangat erat hubungannya dengan keberadaan manusia.

3,1 2,8 3,4 17,6 0,7 5,1 63,3 2,3 10,4 62,9 53 52,9 0 0 40,1 0 10 20 30 40 50 60 70

Kotor Sedang Bersih

Kecoa Nyamuk Lalat Semut Rayap Kategori wilayah

(15)

Selain sebagai pengganggu (nuisance) di dalam dan di sekitar rumah, semut juga berpotensi menularkan penyakit pada manusia dan hewan. Kehadiran semut dapat berakibat yang kurang baik bagi kesehatan manusia karena sifatnya yang omnivor atau pemakan segala macam, termasuk dahak yang mengandung berbagai kuman penyakit. Rayap memerlukan lingkungan hidup yang sangat spesifik untuk bertahan hidup. Rayap setiap saat memerlukan tanah yang lembab atau lingkungan yang lembab untuk hidupnya. Rayap mengutamakan kayu sebagai sumber makanan, walaupun itu rayap tanah juga masih memerlukan kayu. Diduga karena di wilayah bersih lingkungannya lembab, rumah-rumah mewah selalu menggunakan pendingin ruangan sehingga sumber air selalu tersedia dari pembuangan pendingin ruangan untuk kehidupan rayap. Juga rumah-rumah dan perabotan rumah tangga di wilayah bersih banyak terbuat dari kayu, sehingga makanan untuk rayap selalu tersedia. Sedangkan di wilayah kotor, jenis hama sama dengan wilayah lain, tapi jumlah jauh lebih banyak. Jenis hama yang sama juga hadir di wilayah sedang, tapi jumlahnya lebih sedikit. Kondisi tempat tinggal menentukan jenis hama yang hadir, tapi jumlah hama atau tingkat serangan hama nampaknya berhubungan dengan tingkat kebersihan lingkungan, dimana makin bersih lingkungan makin rendah jumlah hama yang menyerang.

Tabel 7 Persentase responden berdasarkan persepsi tentang jenis hama yang ada

di lingkungannya

Hama Permukiman Kondis Lingkungan (%) Total (%) Kotor Sedang Bersih

Nyamuk 19.6 20.5 22.5 20.5 Kecoa 19.1 19.1 22.5 19.7 Semut 17.3 17.8 18.3 17.8 Tikus 14.2 15.7 10.8 14.4 Lalat 12.9 16.0 9.2 13.9 Rayap 5.8 6.1 13.3 7.2 Laba - Laba 8.4 2.7 1.7 4.3 Tawon 0.4 1.1 0.8 0.8 Klabang 1.3 0.5 0.0 0.7 Kutu 0.4 0.5 0.0 0.4 Rayap 0.0 0.0 0.8 0.1 Jangkrik 0.4 0.0 0.0 0.1 Jumlah 100.0 100.0 100.0 100.0

(16)

Sementara itu, berdasarkan persepsi yang diperoleh dari responden mengenai hama yang terdapat di lingkungan tinggal, nyamuk merupakan hama permukiman yang paling banyak terdapat di lingkungan tinggal, kemudian kecoa, semut, tikus dan lalat. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7 terdahulu. Jumlah nyamuk sesungguhnya relatif rendah dibandingkan semut dan lalat di ketiga wilayah kategori permukiman (Gambar 10), walaupun bukan merupakan serangga dengan jumlah terbanyak, tetapi nyamuk merupakan hama permukiman penting karena nyamuk menyerang masyarakat pada tempat-tempat dimana masyarakat ingin kenyamanan (ruang tidur, ruang tamu dan dapur). Sesuai dengan Tabel 7, umumnya serangga yang dianggap paling banyak adalah nyamuk, maka hama yang paling banyak dikendalikan juga nyamuk. Walaupun sesungguhnya jumlah nyamuk jauh lebih sedikit daripada jenis-jenis hama lainnya.

Menurut Flint dan Robert (1990), hama penting bukan hanya diukur dari banyaknya jumlah populasi, tetapi juga berdasarkan kerusakan atau gangguan (nuisance) yang diakibatkannya. Dalam konteks hama permukiman, nyamuk merupakan hama penting karena menyebabkan penyakit demam berdarah, bahkan di Jakarta beberapa kali dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) atas serangan penyakit demam berdarah.

Gambar 11 Persentase responden yang mengendalikan hama permukiman

Penyebaran penyakit demam berdarah erat hubungannya dengan perkembangan nyamuk demam berdarah, yang tidak akan terlepas dari kondisi lingkungan hidup di DKI Jakarta. Dengan terus berkembangnya jumlah kasus DBD dapat mengindikasikan bahwa upaya untuk memutuskan rantai

55,5 0,0 0,0 1,9 11,0 3,2 88,4 38,1 25,2 0,6 0,6 Persentase (%) Hama permukiman

(17)

penularann belum ber (fogging) Hampir pengasapa pernah ada Gam Seju termasuk fogging te masyaraka lain terma menyebab Jika munculny ketidakses sisa maka walaupun sumber p sebetulnya tanaman y baju-baju nya melalu rhasil denga disinyalir semua (94 an secara m a pengasapa mbar 12 Ke umlah respo fogging ti elah dilakuk at tidak me asuk musu bkan meleda dilihat p ya hama suaian antar anan mengu masyaraka penyebab ti a datang da yang tidak t kotor yan i pengendal an baik. Tin kurang efe 4.2%) resp massal, namu an/fogging d ebijakan pem onden men dak meme kan 3 kali s enyadari ba uh alami ny aknya hama pada Gamb adalah sam ra pengetah undang keda at tahu tent ingginya ju ri genangan terawatt, ko ng digantun Tidak Ada; 5,8% lian perkem ndakan peme ektif karena ponden m un sebanyak di lingkung merintah un nyatakan b cahkan ma sampai lebi ahwa foggin yamuk mer a nyamuk ka bar 12 bah mpah. Hal huan denga atangan lala tang hama umlah ham n air, salura ondisi ruma ng). Ini ber Ada; 94, mbangbiakan erintah deng a hanya m menyatakan k (5.8%) res an sekitar ( ntuk pengasa ahwa peng asalah. Pad ih dari 3 ka ng dapat m rupakan tar arena tidak hwa penge l ini bera an pengenda at dan keco namun ma ma tertentu an air yang t ah yang tida rarti, masih ,2% n nyamuk d gan penyem embunuh n wilayahny sponden me Gambar 12) apan/foggin gendalian d dahal penge ali setahun. mematikan s rget utama ada lagi mu etahuan ten arti bahwa alian nyamu oa, bukan n asih kurang di permuk tidak menga ak bersih (m h perlu so demam ber mprotan pes nyamuk dew ya pernah enyatakan b ). ng dengan pes endalian de Pemerintah seranga-sera a. Hal ini usuh alamin ntang peny a telah te uk. Sampah nyamuk. Art g paham ten kiman. Ny alir dengan misalnya, ba sialisasi ten darah stisida wasa. ada belum stisida engan h dan angga dapat nya. yebab erjadi h dan tinya, ntang amuk baik, anyak ntang

(18)

karakter-karakter lingkungan yang dapat memicu kehadiran serangga-serangga pengganggu tersebut.

3. Kondisi Sosial Budaya

Faktor sosial budaya yang mempengaruhi kondisi lingkungan meliputi kepadatan penduduk dan mobilitas penduduk.

Cepatnya laju urbanisasi yang tidak diikuti dengan ketersediaan ruang, prasarana dan sarana serta utilitas yang cukup menyebabkan suatu kawasan permukiman over capacity (padat) dan menjadi kumuh.

Kepadatan penduduk di daerah permukiman kumuh pada umumnya relatif tinggi dengan penghasilan penduduk yang sebagian besar tergolong berpenghasilan rendah. Pada Tabel 11 menunjukkan bahwa responden yang status pendapatannya rendah sebagian besar berada di wilayah Jakarta kategori kotor, sedangkan responden yang status pendapatannya tinggi berada di wilayah bersih. Apabila dilihat dari permasalahannya, penyebab dari bertambah banyaknya daerah permukiman kumuh dan liar adalah adanya urbanisasi (pendatang dari desa ke kota) baik pendatang baru maupun pendatang lama yang tidak mengalami peningkatan taraf hidupnya. Pada umumnya daerah permukiman kumuh dan liar tersebar di sekitar stasiun kereta api, terminal bus, pelabuhan, pasar untuk membentuk perkampungan dengan bangunan berderet sangat rapat dan berpenduduk padat. Permukiman penduduk yang sangat padat akan mengakibatkan kondisi lingkungan yang lebih buruk, karena tidak mampu melayani kebutuhan permukiman penduduknya secara layak, sarana dan prasarana di bawah standar kota, sehingga muncul daerah-daerah permukiman kumuh.

Berdasarkan data tahun 2004, penduduk DKI Jakarta berjumlah sekitar 7.492.610 jiwa. Jumlah penduduk ini terus bertambah. Hal ini terbukti dengan data jumlah penduduk DKI Jakarta hasil sensus penduduk tahun 2010 sebesar 9.888.198 orang dengan tingkat kepadatan 12.951,8 orang/km2 (BPS Propinsi DKI Jakarta 2010).

Jakarta Pusat memiliki kepadatan penduduk paling tinggi jika dibandingkan dengan wilayah yang lainnya pada tahun 2009 sebesar 18.7 kemudian diikuti kepadatan penduduk di wilayah kotamadya Jakarta Barat sebesar 17.1 disusul di

(19)

Jakarta Selatan sebesar 15.3 kemudian Jakarta Timur sebesar 13.0 dan Jakarta Utara sebesar 10.0. Kepadatan penduduk di Jakarta Utara kelihatan paling rendah, hal ini karena di Jakarta Utara wilayahnya sebagian besar terdiri dari pantai dan rawa, sementara domisili masyarakat mengelompok pada tempat tertentu, sehingga kepadatan penduduknya terlihat rendah. Padahal tempat-tempat yang padat tersebut kondisi lingkungannya sangat kotor.

Tabel 8 Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk provinsi DKI Jakarta pada tahun 2009

No Kotamadya Luas Wilayah Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk 1 Jakarta Pusat 43.1 902.2 18.7 2 Jakarta Utara 146.7 1.471.7 10.0 3 Jakarta Barat 129.5 2.221.2 17.1 4 Jakarta Selatan 141.3 2.159.6 15.3 5 Jakarta Timur 188.7 2.448.6 13.0

Jumlah penduduk DKI Jakarta akan bertambah pada siang hari karena banyak pekerja di Jakarta yang bertempet tinggal di Bogor, Tangerang, Bekasi dan Depok. Kepadatan penduduk pada siang hari mencapai 182.000 jiwa/km2. Tingginya tingkat kepadatan penduduk ini dikarenakan adanya unsur urbanisasi. Hal ini disebabkan posisi DKI Jakarta sebagai pusat perekonomian sehingga mendorong pendatang untuk tinggal dan mencari rezeki di ibu kota Indonesia ini.

Jumlah penduduk yang terus meningkat ini perlu dicermati karena dapat menimbulkan masalah sosial. Apalagi banyak dari pendatang tersebut tidak memiliki keahlian atau keterampilan khusus, sehingga menyebabkan munculnya dampak negatif seperti: masalah pengangguran yang berkaitan erat dengan masalah kemiskinan, kriminalitas, dan terancamannya kualitas lingkungan. Dampak lainnya yaitu munculnya pemukiman-pemukiman kumuh (slum area) di beberapa wilayah DKI Jakarta yang dapat menurunkan derajat kesehatan di lingkungan tersebut. Tingginya kepadatan penduduk di wilayah Jakarta merupakan salah satu ancaman bagi kualitas lingkungan.

Tekanan pertumbuhan penduduk dan kurangnya sarana sanitasi dasar yang memadai menyebabkan turunnya kualitas kesehatan dan lingkungan. Kondisi

(20)

yang kumuh dapat memicu perkembangan hama permukiman yang dapat menyebarkan kuman penyakit. Ancaman penyakit dan keinginan untuk hidup bersih menyebabkan masyarakat berupaya untuk melindungi diri dan keluarganya serta berupaya menjaga kebersihan sesuai dengan kemampuannya. Di wilayah lingkungan kotor jumlah hama lalat, semut dan nyamuk paling tinggi (Gambar 10), untuk itu masyarakat akan melindungi diri dari gangguan hama dengan cara yang sesuai kemampuan yaitu dengan menggunakan pestisida karena dianggapnya penggunaan pestisida simpel, murah dan efektif. Sikap responden ini dapat dilihat pada Gambar 24 di belakang. Sementara di wilayah bersih, masyarakat dengan status pendapatan tinggi juga menggunakan pestisida, namun masyarakat disini dengan kemampuannya mempunyai pilihan banyak untuk membeli pestisida. Masyarakat di wilayah bersih mau mengendalikan hama dengan pestisida yang berwawasan lingkungan walaupun harganya lebih mahal dibandingkan harga pestisida yang tidak berwawasan lingkungan (Gambar 22). Artinya, kondisi lingkungan di wilayah kotor akan semakin menerima dampak lingkungan lebih buruk apabila dibandingkan dengan kondisi lingkungan di wilayah bersih karena pestisida yang digunakan tidak berwawasan lingkungan.

Gambaran Umum Responden Karakteristik Individu

Karakteristik individu adalah sifat-sifat yang ditampilkan seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupannya di dunia atau lingkungannya sendiri (Reksowardoyo 1983). Karakteristik individu merupakan salah satu faktor penting untuk diketahui dalam rangka mengetahui kecenderungan perilaku seseorang atau masyarakat dalam kehidupannya. Kemampuan atau potensi yang dimiliki masyarakat dapat dipelajari melalui karakteristik yang melekat pada diri masyarakat itu sendiri. Dalam penelitian ini, karakteristik individu meliputi : (1) umur, (2) tingkat pendidikan, (3) status pendapatan dan (4) jumlah anggota keluarga.

(21)

1. Umur Responden

Umur responden yang paling muda adalah 21 tahun, sedangkan yang paling tua adalah 74 tahun. Rentang umur tersebut dibagi ke dalam tiga kelompok dengan cara membagi frekuensi sampel berdasarkan umur yang dibatasi oleh persentil 33.33 dan 66.66. Dengan demikian, umur responden dikelompokkan menjadi tiga yaitu kelompok muda (umur 21 - 41 tahun), kelompok dewasa (umur 42 - 52 tahun) dan kelompok tua (umur 53 - 74 tahun).

Tabel 9 Distribusi responden berdasarkan umur

Kelompok umur Jumlah (orang) Persentase (%)

Muda 51 32.9

Dewasa 62 40.0

Tua 42 27.1

Total 155 100.0

Dari Tabel 9 terlihat bahwa sebanyak 40.0% responden termasuk dalam kategori dewasa, sebanyak 32.9% responden termasuk dalam kategori muda dan 27.1% responden termasuk kategori tua. Rata-rata responden adalah berumur 46 tahun, yang berarti masuk dalam kelompok kategori sedang. Hal ini berarti bahwa semua responden sudah tergolong dewasa, sehingga responnya terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan. Di samping itu umur kategori dewasa merupakan puncak dari kemampuan motorik dimana pada umur dewasa seseorang lebih mampu belajar menguasai mental untuk mempelajari dan menyesuaiakn diri pada situasi – situasi yang baru.

2. Pendidikan Responden

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan dapat mempengaruhi cara berpikir, cara merasa dan cara seseorang berperilaku. Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan dibagi ke dalam tiga kategori yaitu : (1) Pendidikan rendah adalah responden yang tidak sekolah dan berpendidikan SD, (2) Pendidikan menengah adalah responden yang berpendidikan SMP sampai SMA dan (3) Pendidikan tinggi adalah responden yang berpendidikan Perguruan Tinggi. Distribusi responden berdasarkan pendidikan disajikan pada Gambar Tabel 10.

(22)

Tabel 10 menunjukkan bahwa dari 155 responden yang menjadi sampel, sebagian besar responden sebanyak 47.1% berpendidikan menengah, responden yang berpendidikan rendah sebanyak 17.4%. Responden yang berpendidikan tinggi sebanyak 35.5% sebagian besar berada di wilayah kategori bersih.

Kenyataan yang ditemui di lokasi penelitian menunjukkan bahwa kondisi tingkat pendidikan rendah mayoritas berada di wilayah kategori kotor, dan sebaliknya tingkat pendidikan tinggi ditemui di lokasi wilayah kategori bersih. Rendahnya tingkat pendidikan ini berkaitan dengan responden yang kebanyakan adalah pendatang yang mempunyai tingkat pendapatan rendah. Responden dengan tingkat pendidikan tinggi berkaitan dengan pekerjaan responden yang baik yang mempunyai penghasilan tinggi.

Tabel 10 Distribusi responden berdasarkan pendidikan

Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

Rendah 27 17.4

Menengah 73 47.1

Tinggi 55 35.5

Total 155 100.0

3. Status Pendapatan Responden

Karakteristik ekonomi responden meliputi penghasilan keluarga per bulan. Status pendapatan dibagi ke dalam tiga kategori yaitu : (1) Pendapatan rendah adalah responden yang pendapatannya antara Rp150.000,- sampai < Rp 500.000,-, (2) Pendapatan sedang adalah yang pendapatannya > Rp 500.000,- sampai Rp 5.000.000,- dan (3) Pendapatan tinggi adalah responden yang status pendapatannya > Rp 5.000.000,-.

Dalam Tabel 11 menunjukkan, yang termasuk dalam kategori pendapatan rendah sebanyak 3.2% responden, yang termasuk dalam kategori pendapatan sedang sebanyak 69.0% responden dan yang termasuk dalam kategori pendapatan tinggi sebanyak 27.7% responden. Rata-rata status pendapatan responden termasuk dalam pendapatan sedang.

Kenyataan yang ditemui di lokasi penelitian menunjukkan responden yang mempunyai pendapatan rendah dan sedang, kebanyakan berada di wilayah kotor. Hal ini berkaitan dengan responden di wilayah tersebut yang kebanyakan bekerja di pabrik dan bekerja tidak tetap. Sebaliknya, responden yang mempunyai

(23)

pendapatan tinggi kebanyakn berada di wilayah bersih, kebanyakna responden disini mempunyai pekerjaan tetap atau sebagai karyawan di suatu kantor.

Tabel 11 Distribusi responden berdasarkan status pendapatan per bulan Pendapatan Jumlah (orang) Persentase (%)

Rendah 5 3.2

Sedang 107 69.0

Tinggi 43 27.7

Total 155 100.0

4. Jumlah Anggota Keluarga Responden

Jumlah anggota keluarga dibagi ke dalam tiga kategori yaitu (1) Rendah adalah responden yang mempunyai jumlah anggota keluarga kurang dari 3 orang, (2) Sedang adalah responden yang mempunyai jumlah anggota keluarga 4 – 6 orang dan (3) Tinggi adalah responden yang mempunyai lebih dari 7 orang anggota keluarga.

Tabel 12 menunjukkan bahwa responden yang memiliki jumlah anggota keluarga rendah sebanyak 74 orang (47.7%), responden yang memiliki jumlah anggota keluarga sedang sebanyak 78 orang (50.3%) dan selebihnya sebanyak 3 orang (1.9%) adalah responden yang memiliki jumlah anggota keluarga tinggi. Jumlah tanggungan keluarga di lokasi penelitian didominasi oleh responden dengan jumlah keluarga sedang yaitu 4 – 6 orang anggota keluarga. Jumlah keluarga responden yang cukup besar tersebut berkaitan dengan tipe kekerabatan yang sampai saat ini masih berlangsung. Para responden tidak hanya memiliki tanggungan keluarga sebatas istri dan anak, tetapi juga orang lain yang masih terhitung memiliki ikatan keluarga.

Tabel 12 Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga Jumlah keluarga Jumlah (orang) Persentase (%)

Rendah (≤ 3 orang) 74 47.7

Sedang (4 - 6 orang) 78 50.3

Tinggi (≥ 7 orang) 3 1.9

Total 155 100.0

Gambar

Gambar 2  Peta DKI Jakarta
Tabel 5 Kondisi air sungai di DKI Jakarta berdasarkan keperuntukkannya
Tabel 6 Kondisi situ dan dan nilai IKA situ di DKI Jakarta
Gambar 9  Berd hama keco 53 ekor(G banyak sa jalan dan  wilayah i lainnya.  L rumah ser sampah ya Di  p terawat di bersih ada 10)
+4

Referensi

Dokumen terkait

apabila dilihat dari jumlah desa contoh jumlah desa yang tahan pangan di kabupaten Sidoardjo lebih banyak dibandingkan 2 kabupaten lainnya, karena jumlah desa

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Persaudaraan Setia Hati Terate telah menyelenggarakan Parapatan Luhur 2016 yang menghasilkan penyempurnaan Anggaran

Adanya kesamaan dari hasil pengukuran di lapangan dapat diartikan bahwa teknik pengukuran menggunakan teodolit berdasarkan posisi matahari setiap saat sebagai

Dengan demikian, sesungguhnya Mahkamah Pelayaran tidak memiliki yurisdiksi untuk memutus perkara yang berkaitan dengan aspek keperdataan (seperti tanggung jawab pengangkut,

Board Arduino dengan ethernet shield dapat mengirimkan informasi sesuai dengan data yang diterima dari sensor kemudian ditampilkan dalam bentuk web berupa grafik

Berdasarkan beberapa pendapat diatas penulis memberikan pendapat bahwa supervisi akademik adalah serangkaian aktivitas terstruktur pada bidang akademik baik dalam

Kesepakatan dalam kerjasama yang dinyatakan secara legal adalah kontrak yaitu perjanjian secara tertulis yang dalam persetujuan ini terdapat sanksi hukum antara dua pihak atau

Salah satu upaya yang diberikan yakni melakukan pembuatan dan penenggelaman fish shelter (Rumah Ikan) di Perairan Pantai Rebo salah satunya di Karang Melantut yang