• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitan ini menemukan terjadinya kasus tumpang tindih (overlapping)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitan ini menemukan terjadinya kasus tumpang tindih (overlapping)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

115 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitan ini menemukan terjadinya kasus tumpang tindih (overlapping) berupa terdapatnya dua atau lebih sertifikat hak milik yang data yuridisnya berbeda namun data fisiknya menunjukkan letak, luas, dan batas suatu bidang tanah yang sama secara menyeluruh atau sebagian sehingga saling bertumpuk. Tumpang tindih (overlapping) ini kemudian menyebabkan sertifikat hak milik tidak dapat menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum.

1. Dari penelitian dan analisis hukum terhadap 3 (tiga) kasus tumpang tindih (overlapping) dalam penelitian ini, penulis dapat menyimpulkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kasus tumpang tindih (overlapping) sebagai berikut:

a. Bahwa di dalam pelaksanaan proses pengukuran ternyata tidak dilaksanakan sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Petugas Ukur dan Pasal 19 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah juncto Pasal 18 Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana ditentukan yaitu: 1. Bahwa dari pihak pemilik tidak menghadirkan pemilik tanah yang

(2)

116

2. Bahwa dari pelaksana Petugas Ukur juga tidak mempermasalahkan atau mengharuskan kehadiran dari pemilik tanah yang berbatasan, sekedar hanya menuruti apa yang ditunjukkan oleh pemilik tanah sebagai pemohon, sementara perangkat desa (Dukuh) hanya menyaksikan.

b. Bahwa antara bidang tanah yang satu dengan bidang tanah yang berbatasan pasti saat diajukannya pendaftaran tanah untuk pertama kali (konversi) waktunya berbeda atau tidak bersama-sama, apabila antara bidang tanah yang satu dengan bidang tanah yang berbatasan tersebut pengajuannya bersama-sama maka tidak akan terjadi kasus tumpang tindih (overlapping).

c. Bahwa bidang tanah pada saat dilakukan pengukuran untuk pengajuan pendaftaran tanah untuk pertama kali masih menggunakan peta manual yang menggunakan koordinat lokal dan belum terdigitalisasi dalam Peta TM-3 yang sudah berkoordinat nasional sehingga dimungkinkan tidak cocok dengan keadaan sebenarnya dan memungkinkan timbulnya kasus tumpang tindih (overlapping).

d. Bahwa pemilik tanah yang berbatasan tidak mengusahakan dan memelihara tanda-tanda batas bidang tanah dengan baik, padahal pemeliharaan dan perawatan tanda-tanda batas (patok) adalah menjadi kewajiban dari pemilik tanah yang bersangkutan sesuai dengan aturan dalam Pasal 17 ayat (3) PP 24 Tahun 1997.

(3)

117

e. Bahwa peralatan pengukuran dan pemetaan yang dimiliki Seksi Survei Pengukuran dan Pemetaan seperti theodolite, GPS, Total Station dan komputer pemetaan dinilai masih kurang lengkap dan banyak yang sudah rusak sehingga menghambat pekerjaan yang harus dilakukan dalam pelaksanaan program pendaftaran tanah.

f. Bahwa pemilik tanah kesulitan mendatangkan pemilik tanah yang berbatasan pada saat melaksanakan pengukuran bidang tanah sehingga Asas Contradictoire Delimitatie di dalam pengukuran sesuai yang tersirat dalam pasal 17 dan 18 PP 24 Tahun 1997 sulit terlaksana. 2. Dari kesimpulan yang merupakan uraian dari faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya kasus tumpang tindih (overlapping) tersebut di atas, berikut ini beberapa solusi antisipasi dan penyelesaian atas kasus tumpang tindih (overlapping), sebagai berikut:

a. Bahwa Petugas Ukur dalam melaksanakan proses pengukuran bidang tanah wajib konsisten dan menaati apa yang telah diatur dalam Standard Operating Procedure (SOP) Petugas Ukur dan Pasal 19 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 tahun 1997 juncto Pasal 18 Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 yaitu dalam tahap penunjukan dan penetapan batas wajib melaksanakan asas kontradiktur delimitasi dimana menghadirkan pemilik bidang tanah yang berbatasan dan Perangkat Desa setempat.

(4)

118

b. Bahwa pemilik tanah wajib mengusahakan dan memelihara tanda-tanda batas (patok) bidang tanah dengan baik sesuai dengan aturan dalam Pasal 17 ayat (3) PP 24 Tahun 1997.

c. Kepala Kantor Pertanahan secara berkala wajib mengadakan evaluasi terhadap semua tahapan dalam proses pendaftaran tanah.

d. Kepala Kantor Pertanahan perlu memberikan sanksi tegas terhadap aparatur pelaksana yang tidak patuh terhadap aturan dalam proses pelaksanaan pendaftaran tanah.

e. Pemilik bidang tanah yang berbatasan berhak mengajukan pembatalan atas hasil pengukuran kepada Kepala Kantor Pertanahan yang tidak melibat pemilik bidang tanah yang berbatasan dan meminta untuk dilakukan pengukuran ulang yang melibatkan pemilik bidang tanah yang berbatasan.

f. Semua jajaran di dalam lingkungan Badan Pertanahan Nasional wajib mentaati kode etik yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2011.

g. Kepala Kantor Pertanahan berkewajiban untuk melakukan sosialisasi secara berkala (bekerjasama dengan perangkat desa sampai dengan RT dan RW) khususnya dalam hal pentingnya pelaksanaan asas kontradiktur delimitasi dan pemeliharaan tanda batas bidang tanah. h. Bahwa peralatan pengukuran dan pemetaan yang dimiliki Seksi

Survei, Pengukuran dan Pemetaan harus memadai dan dilakukan perawatan secara berkala agar dapat melakukan proses pengukuran

(5)

119

dan pemetaan dengan teknologi digitalisasi yaitu menggunakan sistem pemetaan nasional TM-3 sesuai yang diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 tahun 1997.

Adapun khususnya untuk kasus tumpang tindih (overlapping) pada Sertifikat Hak Milik nomor 7450/Wedomartani, penulis dapat memberikan saran atau solusi sebagai berikut:

a. Bahwa penyelesaiannya terlebih dahulu diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat di antara kedua belah pihak yang berbatasan dengan prinsip win win solution.

b. Bahwa musyawarah dan mufakat dapat dilakukan dengan mediasi di Kantor Pertanahan dengan cara mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Kantor Pertanahan.

c. Bahwa salah satu pihak seyogyanya merelakan atas luasan bidang tanah yang tumpang tindih (overlapping) dengan mempertimbangkan pihak yang terlebih dahulu mengajukan pendaftaran tanah untuk pertama kali (konversi) akan dimenangkan oleh Kantor Pertanahan. d. Bahwa pihak pemilik tanah yang merasa dirugikan dapat mengajukan

penyelesaian kasus sengketa tumpang tindih (overlapping) bidang tanah ke Peradilan Umum, dan apabila salah satu pihak tidak dapat menghadiri acara persidangan dilakukan putusan tanpa hadirnya salah satu pihak/tergugat (verstek).

(6)

120

e. Bahwa penyelesaian kasus tumpang tindih (overlapping) bidang tanah dapat dilakukan pula melalui Peradilan Tata Usaha Negara.

B. Saran

Beberapa saran penulis untuk mengantisipasi tidak terjadinya tumpang tindih (overlapping) dan untuk penyelesaian kasus tumpang tindih (overlapping) yang telah terjadi.

1. Saran untuk Antisipasi Kasus Tumpang Tindih (Overlapping)

a. Kepala Kantor Pertanahan melakukan pemeriksaan secara cermat atas hasil dari pengukuran dan pemetaan.

b. Kepala Kantor Pertanahan melakukan evaluasi secara berkala.

c. Kepala Kantor Pertanahan perlu memberikan sanksi tegas terhadap aparatur pelaksana yang tidak patuh dan sesuai dengan aturan.

d. Pihak yang berbatasan secara proaktif untuk mengajukan pembatalan/keberatan apabila tidak dilibatkan dalam proses penunjukan dan penetapan batas bidang tanah.

e. Kepala Kantor Pertanahan berkewajiban untuk melakukan solialisasi pentingnya pelaksanaan asas kontradiktur delimitasi dan pemeliharaan tanda batas secara berkala (bekerjasama dengan perangkat desa sampai dengan RT dan RW).

f. Secara berkala mengadakan bimbingan kepribadian dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam lingkungan Badan Pertanahan Nasional, khususnya Petugas Ukur.

(7)

121

g. Kantor Pertanahan secara berkala perlu melakukan penyegaran bimbingan teknis, dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam lingkungan Badan Pertanahan Nasional, khususnya Petugas Ukur.

h. Perlu dilakukan penyegaran dan perawatan peralatan pengukuran dan pemetaan secara berkala.

2. Saran Penyelesaian untuk Kasus Tumpang Tindih (Overlapping) yang Telah Terjadi

a. Bahwa penyelesaiannya terlebih dahulu diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat di antara kedua belah pihak yang berbatasan dengan prinsip win win solution.

b. Bahwa musyawarah dan mufakat dapat dilakukan dengan mediasi di Kantor Pertanahan dengan cara mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Kantor Pertanahan.

c. Bahwa salah satu pihak seyogyanya merelakan atas luasan bidang tanah yang tumpang tindih (overlapping) dengan mempertimbangkan pihak yang terlebih dahulu mengajukan pendaftaran tanah untuk pertama kali (konversi) akan dimenangkan oleh Kantor Pertanahan.

d. Bahwa pihak pemilik tanah yang merasa dirugikan dapat mengajukan penyelesaian kasus sengketa tumpang tindih (overlapping) bidang tanah ke Peradilan Umum, dan apabila salah

(8)

122

satu pihak tidak dapat menghadiri acara persidangan dilakukan putusan tanpa hadirnya salah satu pihak/tergugat (verstek).

e. Bahwa penyelesaian kasus tumpang tindih (overlapping) bidang tanah dapat dilakukan pula melalui Peradilan Tata Usaha Negara.

(9)

123 TABULASI

No Faktor-Faktor Penyebab Solusi dalam Praktek

Saran

1. Tidak hadirnya

Pemilik/Pemegang Hak Atas Tanah yang berbatasan.

Petugas Ukur mewajibkan pada pemohon untuk menghadirkan pihak yang berbatasan. - Kepala Kantor Pertanahan melakukan pemeriksaan secara cermat atas hasil dari pengukuran. - Kepala Kantor Pertanahan melakukan evaluasi secara berkala. - Kepala Kantor Pertanahan perlu memberikan sanksi tegas terhadap aparatur pelaksana yang tidak patuh dan sesuai dengan aturan. - Pihak yang berbatasan secara proaktif untuk mengajukan pembatalan/keberat an apabila tidak dilibatkan dalam proses penunjukan dan penetapan batas bidang tanah. - Kepala Kantor Pertanahan berkewajiban untuk melakukan solialisasi pentingnya pelaksanaan asas kontradiktur delimitasi secara berkala (bekerjasama

(10)

124

dengan perangkat desa sampai dengan RT dan RW) 2. Pemilik tanah tidak memelihara

tanda-tanda batas bidang tanah dengan baik. Kantor Pertanahan melakukan pengawasan dan meberikan peringatan terhadap kelalaian pemeliharaan tanda-tanda batas bidang tanah. Kepala Kantor Pertanahan berkewajiban untuk melakukan solialisasi pemeliharaan tanda batas bidang tanah secara berkala (bekerjasama dengan perangkat desa sampai dengan RT dan RW).

3. Kurangnya pemahaman Petugas Ukur terhadap Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2011 tentang Kode Etik Pelayanan Publik dan Penyelenggara Pelayanan Publik di Lingkingan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Secara berkala melakukan penyegaran atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2011 tentang Kode Etik Pelayanan Publik dan Penyelenggara Pelayanan Publik di Lingkingan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Secara berkala mengadakan bimbingan kepribadian dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam lingkungan Badan Pertanahan Nasional, khususnya Petugas Ukur.

4. Kurangnya sumber daya manusia dan produktivitasnya dalam lingkungan Badan Pertanahan Nasional. Penambahan dan pelatihan sumber daya manusia di lingkungan Kantor Pertanahan secara berkala perlu melakukan penyegaran bimbingan

(11)

125 Badan Pertanahan Nasional.

teknis.

5. Kurang memadai dan rusaknya peralatan pengukuran dan pemetaan. Penambahan dan perbaikan peralatan pengukuran dan pemetaan. Perlu dilakukan perawatan peralatan pengukuran dan pemetaan secara berkala.

6. Teknik pengukuran dan

pemetaan menggunakan sistem manual dan berkoordinat lokal.

Perubahan teknik pengukuran dan pemetaan dalam sistem digital yang berkoordinat nasional TM-3. - Pelaksana proses pengukuran dan pemetaan perlu pembinaan teknis secara berkala. - Ketersediaan peralatan pengukuran dan pemetaan yang memadai dan terbaru.

Referensi

Dokumen terkait

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organisme infektif Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi. infeksi sekunder dengan skala

Perhatian adalah tahap kedua dari proses pengolahan informasi. Pada tahap pertama, produsen memaparkan stimulus kepada konsumen. Tidak semua stimulus yang dipaparkan &

Panel, berisi kontrol fungsi yang dipakai dalam flash, yang berfungsi untuk mengganti danmemodifikasi berbagai atribut dari objek atau animasi secara cepat dan

Untuk memberi pedoman pelaksanaan survey pelanggan dapat dilakukan sesuai ketentuan yang ada dan hasilnya dapat digunakan sebagai masukan bagi manajemen untuk

Anak yang mempunyai antibodi terhadap virus polio tipe-2 juga lebih banyak dari tipe- antibodi terhadap virus polio tipe-2 juga lebih banyak dari tipe- 1 dan tipe-3; prosentase

Sedangkan solusi yang ditawarkan adalah pelatihan dan pendampingan guru dalam merancang RPP dengan kompetensi inti berdasarkan tema dan sub tema.Hasil yang diperoleh

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, identifikasi masalah pada penelitian ini yaitu adanya potensi untuk menghasilkan warna hijau pada tekstil sebagai representasi

Hasil observasi peneliti terhadap aspek kondisi siswa selama mengikuti layanan bimbingan kelompok dengan Teknik Modeling Simbolik untuk Meningkatkan Sikap Anti