• Tidak ada hasil yang ditemukan

cdk_148_Imunisasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "cdk_148_Imunisasi"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

http://www.kalbefarma.com/cdk 

http://www.kalbefarma.com/cdk 

Compu

Computer arter artwork twork of of DNADNA microarmicroarrayray

2005

2005

ISSN : 0125-913X

ISSN : 0125-913X

14

(2)

http. www.kalbefarma.com/cdk 

http. www.kalbefarma.com/cdk 

International Standard Serial Number: 0125 – 913X International Standard Serial Number: 0125 – 913X

Daftar isi :

Daftar isi :

 Keterangan gambar:  Keterangan gambar:

Gambaran DNA microarray. Gambaran DNA microarray.

 Lancet 2004;364:2003  Lancet 2004;364:2003 http. ww.kalbefarma.com/cdk  http. ww.kalbefarma.com/cdk   I  I N N :: 0125–913X 0125–913X  148. Imunisasi 148. Imunisasi 2. Editorial 2. Editorial 4.

4. English English SummarySummary

Artikel

Artikel

5.

5. Penyakit-penyPenyakit-penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi diakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi di Indonesia

Indonesia – Enny Muchlastriningsih – Enny Muchlastriningsih 12.

12. Masa Depan Masa Depan Pengembangan VPengembangan Vaksin Baruaksin Baru –  –  Dyah Widyaningroem Isbagio Dyah Widyaningroem Isbagio 17.

17. Serosurvei Influenza pada PeSerosurvei Influenza pada Pekerja, Penjual dan Penjamkerja, Penjual dan Penjamah Produk Ayam diah Produk Ayam di 8 Propinsi Kejadian Luar Biasa Flu

8 Propinsi Kejadian Luar Biasa Flu Burung yang Menyerang Ayam – Burung yang Menyerang Ayam –  Ainur  Ainur   Rofiq, Agus Suwandono, Eko Rahardjo, Rudi Hendro P.

 Rofiq, Agus Suwandono, Eko Rahardjo, Rudi Hendro P. 21.

21. Avian InfluenzaAvian Influenza (Flu Burung)(Flu Burung) – –    Mardi Santoso, Herman Salim,  Mardi Santoso, Herman Salim,  Hasanudin Alim

 Hasanudin Alim Apakah SARS

Apakah SARS akan Berjangkit akan Berjangkit Kembali ?Kembali ?– –  Sarjaini Jamal  Sarjaini Jamal  25.

25. 30.

30. Infeksi Campak - Karakteristik dan Respon Imunitas yang DitiInfeksi Campak - Karakteristik dan Respon Imunitas yang Ditimbulkanmbulkan  –  –   Sarwo Handayani 

 Sarwo Handayani 

35. Kecenderungan Kasus Campak Selama Empat Tahun (1997 – 2000) di 35. Kecenderungan Kasus Campak Selama Empat Tahun (1997 – 2000) di

Indonesia

Indonesia– Enny Muchlastriningsih– Enny Muchlastriningsih

37. Kecenderungan Kejadian Luar Biasa Chikungunya di Indonesia – Tahun 37. Kecenderungan Kejadian Luar Biasa Chikungunya di Indonesia – Tahun

2001-2003 – 

2001-2003 –    Bambang Heriyanto, Enny Muchlastriningsih, Sri   Bambang Heriyanto, Enny Muchlastriningsih, Sri   Susilowati, Diana Siti Hutauruk 

 Susilowati, Diana Siti Hutauruk  40.

40. Investigasi Kejadian Luar Biasa (KLInvestigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) Chikungunya di Desa Harja Mekar B) Chikungunya di Desa Harja Mekar  dan Pabayuran Kabupaten Bekasi Tahun 2003 – 

dan Pabayuran Kabupaten Bekasi Tahun 2003 –   Rudi Hendro P, Eko  Rudi Hendro P, Eko  Rahardjo, Masri Sembiring Maha, John Master Saragih

 Rahardjo, Masri Sembiring Maha, John Master Saragih 43.

43. Status Antibodi Anak Balita Pasca Pekan ImunisasStatus Antibodi Anak Balita Pasca Pekan Imunisasi Nasional (PIN) IV dii Nasional (PIN) IV di Makassar 

Makassar – Gendrowahyuhono– Gendrowahyuhono 46.

46. Status Antibodi Anak SeStatus Antibodi Anak Sekolah Dasar Sebelum dan Sesukolah Dasar Sebelum dan Sesudah Program Bulandah Program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) di

Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) di Yogyakarta -Yogyakarta -GendrowahyuhonoGendrowahyuhono 49.

49. Pemeriksaan SpesimPemeriksaan Spesimen Serum Darah terhadap Zat Anti Legionella – en Serum Darah terhadap Zat Anti Legionella –  Eko Eko  Rahardjo

 Rahardjo 51. Deteksi

51. Deteksi  Respiratory Syncytial Virus (RSV)  Respiratory Syncytial Virus (RSV) dandan Human Metapneumovirus Human Metapneumovirus (HMPV)

(HMPV) dengandengan  Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-  Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT- PCR)

 PCR)– –  Sarwo Handayani  Sarwo Handayani  55.

55. Introduction to Anti-Aging Medicine Introduction to Anti-Aging Medicine

– 

– 

 Eulis A. Datau, Candra Wibowo Eulis A. Datau, Candra Wibowo 60.

60. Produk Produk BaruBaru 61.

61. Informatika Informatika KedokteranKedokteran 62.

62. Kegiatan Kegiatan IlmiahIlmiah 63. Kapsul  63. Kapsul  64 RPPIK  64 RPPIK 

2005

2005

148.

148.

Imunisasi

Imunisasi

2005 2005

(3)

E

E

E

ED

D

DI

D

I

IT

I

T

TO

T

OR

O

O

R

RI

R

I

IA

I

A

AL

A

L

L

L

  Ditemukan kembalinya kasus polio di Sukabumi, Jawa Barat tentu

  Ditemukan kembalinya kasus polio di Sukabumi, Jawa Barat tentu

menyadarkan kita bahwa masalah imunisasi merupakan hal yang perlu

menyadarkan kita bahwa masalah imunisasi merupakan hal yang perlu

ditangani secara lebih serius.

ditangani secara lebih serius.

  Edisi Cermin Dunia Kedokteran kali ini mungkin kurang menarik 

  Edisi Cermin Dunia Kedokteran kali ini mungkin kurang menarik 

bagi sejawat klinisi; tetapi kami terbitkan untuk mengingatkan kita semua

bagi sejawat klinisi; tetapi kami terbitkan untuk mengingatkan kita semua

bahwa aspek kesehatan tidak hanya masalah kuratif saja, tetapi juga

bahwa aspek kesehatan tidak hanya masalah kuratif saja, tetapi juga

mempunyai aspek

mempunyai aspek promotif

promotif dan

dan preventif.

preventif.

Salah satu aspek preventif ialah dengan melalui imunisasi, yang 

Salah satu aspek preventif ialah dengan melalui imunisasi, yang 

  sudah sejak lama dipromosikan oleh WHO sebagai salah satu usaha

  sudah sejak lama dipromosikan oleh WHO sebagai salah satu usaha

kesehatan yang dianjurkan, terutama di negara-negara berkembang yang 

kesehatan yang dianjurkan, terutama di negara-negara berkembang yang 

 sumberdaya kesehatannya masih relatif terbatas.

 sumberdaya kesehatannya masih relatif terbatas.

  Beberapa artikel yang juga perlu dibaca adalah ulasan mengenai

  Beberapa artikel yang juga perlu dibaca adalah ulasan mengenai

SARS – wabah yang sempat menghebohkan dunia, tetapi berangsur surut 

SARS – wabah yang sempat menghebohkan dunia, tetapi berangsur surut 

(dengan sendirinya ?); juga mengenai flu burung yang akhir-akhir ini

(dengan sendirinya ?); juga mengenai flu burung yang akhir-akhir ini

menjadi topik pembicaraan, dikaitkan dengan kemungkinan mewabah

menjadi topik pembicaraan, dikaitkan dengan kemungkinan mewabah

 seperti pengalaman dengan SARS beberapa waktu yang lalu

 seperti pengalaman dengan SARS beberapa waktu yang lalu

Selamat membaca,

Selamat membaca,

Redaksi Redaksi

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005 Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005 2

(4)

International Standard Serial Number: 0125 - 913X International Standard Serial Number: 0125 - 913X KETUA PENGARAH KETUA PENGARAH Prof. Dr. Oen L.H. MSc Prof. Dr. Oen L.H. MSc REDAKSI KEHORMATAN REDAKSI KEHORMATAN PEMIMPIN UMUM PEMIMPIN UMUM Dr. Erik Tapan Dr. Erik Tapan

KETUA PENYUNTING

KETUA PENYUNTING

Dr. Budi Riyanto W. Dr. Budi Riyanto W.

-- Prof. DR. Sumarmo Poorwo SoedarmoProf. DR. Sumarmo Poorwo Soedarmo Staf Ahli Menteri Kesehatan

Staf Ahli Menteri Kesehatan Departemen Kesehatan RI Departemen Kesehatan RI Jakarta

Jakarta

-- Prof. Dr. R Budhi DarmojoProf. Dr. R Budhi Darmojo Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Fakultas Kedokteran Universitas DiponegoroDiponegoro Semarang Semarang

PELAKSANA

PELAKSANA

Sriwidodo WS. Sriwidodo WS. - - --TATA USAHA TATA USAHA -- Dodi SumarnaDodi Sumarna -- E. NurtirtayasaE. Nurtirtayasa

Prof. Drg. Siti Wuryan A Prayitno, SKM, Prof. Drg. Siti Wuryan A Prayitno, SKM, MScD, PhD.

MScD, PhD.

Bagian Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi Bagian Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta

Universitas Indonesia, Jakarta

Prof. DR. Hendro Kusnoto, Drg, SpOrt. Prof. DR. Hendro Kusnoto, Drg, SpOrt. Laboratorium Ortodonti

Laboratorium Ortodonti

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti Jakarta

Jakarta

ALAMAT REDAKSI

ALAMAT REDAKSI

Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Gedung Enseval Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Gedung Enseval Jl. Letjen. Suprapto Kav. 4,

Jl. Letjen. Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, JakartaCempaka Putih, Jakarta 10510, P.O. Box 3117 JKT. Tlp. 10510, P.O. Box 3117 JKT. Tlp. 021 - 4208171021 - 4208171 E-mail : cdk@kalbe.co.id E-mail : cdk@kalbe.co.id http: //www.kalbefarma.com http: //www.kalbefarma.com/cdk /cdk  -

- DR. DR. Arini Arini SetiawatiSetiawati Bagian Farmakologi Bagian Farmakologi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta Jakarta

NOMOR IJIN

NOMOR IJIN

151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Tanggal 3 Juli 1976 Tanggal 3 Juli 1976 DEWAN REDAKSI DEWAN REDAKSI PENERBIT PENERBIT

Grup PT. Kalbe Farma Tbk.

Grup PT. Kalbe Farma Tbk. - -

--PENCETAK  PENCETAK  PT. Temprint PT. Temprint

Dr.

Dr. Boenjamin Boenjamin Setiawan Setiawan Ph.D Ph.D Prof. Prof. Dr. Dr. Sjahbanar Sjahbanar SoebiantoSoebianto Zahir MSc.

Zahir MSc.

http://www.kalbefarma.com/cdk  http://www.kalbefarma.com/cdk  PETUNJUK UNTUK PENULIS

PETUNJUK UNTUK PENULIS Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai

Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- bidang tersebut.

 bidang tersebut.

 Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang

 Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk khusus untuk  diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila pernah dibahas atau dibacakan diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila pernah dibahas atau dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai nama, dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut.

tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut.

  Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan   Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan  bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang  bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang  berlaku. Istilah medis sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia  berlaku. Istilah medis sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak  yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak  mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus disertaidisertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pembaca dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pembaca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak  yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak  dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak  dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak   berbahasa Inggris untuk karangan tersebut.

 berbahasa Inggris untuk karangan tersebut.

 Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/  Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan kirinya, lebih folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan kirinya, lebih disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto disertai/atau dalam disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto disertai/atau dalam   bentuk disket program MS Word. Nama (para) pengarang ditulis lengkap,   bentuk disket program MS Word. Nama (para) pengarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/ disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/ grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelasnya dengan tinta grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor sesuai dengan urutan hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor sesuai dengan urutan

 pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan yang jelas. Bila terpisah  pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk menghindari kemungkinan dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk menghindari kemungkinan ter-tukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalam tukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/ naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/ atau Uniform Requirement for Manuscripts Submitted to Biomedical Journals atau Uniform Requirement for Manuscripts Submitted to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 :

(Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9).95-9). Contoh :

Contoh : 1.

1. Basmajian JV, Kirby RL.Medical RehabilitationBasmajian JV, Kirby RL.Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore, London:. 1st ed. Baltimore, London: William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.

William and Wilkins, 1984; Hal 174-9. 2.

2. Weinstein L, Weinstein L, Swartz MN. Swartz MN. Pathogenetic properties of Pathogenetic properties of invading micro-invading micro-organisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic organisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physio-logy: Mechanism of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974;457-72. logy: Mechanism of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974;457-72. 3. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin 3. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin

Dunia Kedokt. 1990; 64: 7-10. Dunia Kedokt. 1990; 64: 7-10. Bila pengarang enam orang atau

Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih, sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.

sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.

 Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran, Gedung  Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran, Gedung Enseval, Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510 P.O. Enseval, Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510 P.O. Box 3117 JKT. Tlp. (021) 4208171. E-mail :

Box 3117 JKT. Tlp. (021) 4208171. E-mail : cdk@kalbe.co.idcdk@kalbe.co.id

Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu secara tertulis.

secara tertulis.

  Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai   Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup. dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup. Tulisan dalam majalah ini

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis danmerupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis dan

2005

(5)

 English Summary

 English Summary

In Indonesia, Avian Influenza In Indonesia, Avian Influenza (bird flu) was presumed to appear (bird flu) was presumed to appear in the end of August 2003. In in the end of August 2003. In January 25, 2004, Department of January 25, 2004, Department of   Agriculture stated that Avian   Agriculture stated that Avian

Influenza

Influenza A(H5N1) A(H5N1) had had infectedinfected chicken in Indonesia.

chicken in Indonesia.

Some countries reported that Some countries reported that   Avian Influenza could potentially    Avian Influenza could potentially  infect human and may cause infect human and may cause death.

death.

This sero-surveillance is to This sero-surveillance is to identify Avian Influenza human identify Avian Influenza human infection in Indonesia, by finding infection in Indonesia, by finding the prevalence of Avian Influenza the prevalence of Avian Influenza   A(H5N1) antibody among poultry    A(H5N1) antibody among poultry    workers, sellers and customers,   workers, sellers and customers, also among people in direct also among people in direct contact with infected chicken in contact with infected chicken in farms in Lampung, Banten, West farms in Lampung, Banten, West Java, Central Java, Yogyakarta, Java, Central Java, Yogyakarta, East Java, Bali and South East Java, Bali and South Kalimantan.

Kalimantan.

This survey investigated 1046 This survey investigated 1046 respondents - 829 as contact respondents - 829 as contact group and 217 as control group. group and 217 as control group. The result of Haemagglutination The result of Haemagglutination Inhibition test of A(H5N1) are all Inhibition test of A(H5N1) are all negative. The result of RT-PCR from negative. The result of RT-PCR from 43 random specimens are also 43 random specimens are also negative. Poultry workers, sellers negative. Poultry workers, sellers and

and customers customers surveyed surveyed are are notnot infected by Avian Influenza viruses infected by Avian Influenza viruses

.

.

4

4 Cermin Cermin Dunia Dunia Kedokteran Kedokteran No. No. 148, 148, 20052005 AVIAN INFLUENZA

AVIAN INFLUENZA SERO-SURVEIL-LANCE ON POULTRY-RELATED LANCE ON POULTRY-RELATED PEO-PLE IN 8 PROVINCES WITH BIRD FLU PLE IN 8 PROVINCES WITH BIRD FLU OUTBREAK IN INDONESIA

OUTBREAK IN INDONESIA

Ainur Ropiq, Agus Suwandono, Ainur Ropiq, Agus Suwandono, Eko Raharjo, Rudi Hendro P.

Eko Raharjo, Rudi Hendro P.

Health Ecology Research and Health Ecology Research and Development Center, Development Center, Depart-ment of Health, Jakarta, ment of Health, Jakarta, Indonesia

Indonesia

Cermin Duni

Cermin Dunia a Kedokt.2005;148: Kedokt.2005;148: 17-2017-20 arq, aso, ero, rhp arq, aso, ero, rhp

WILL SARS COME BACK ? WILL SARS COME BACK ?

Sarjaini Jamal Sarjaini Jamal

Health Research and Health Research and Develop-ment Board, DepartDevelop-ment of ment Board, Department of Health, Jakarta, Indonesia

Health, Jakarta, Indonesia SARS (

SARS (Severe Acute Respiratory Severe Acute Respiratory  Syndrome

Syndrome) ) have have been been reportedreported from mo

from more thare than 25 n 25 countries. countries. TheThe signs and symptoms are similar to signs and symptoms are similar to flu: fever (>38ºC), cough, sore flu: fever (>38ºC), cough, sore throat, shortness and difficulty of throat, shortness and difficulty of breath,

breath, body body aches aches within within 7- 7- 1010 days after arrival from SARS days after arrival from SARS countries. SARS is caused by  countries. SARS is caused by  corona virus infection; transmission corona virus infection; transmission occurred after close contact with occurred after close contact with symptomatic individuals. Infection symptomatic individuals. Infection may also occur if residual may also occur if residual infec-tious particles in environment are tious particles in environment are brought into direct contact with brought into direct contact with eyes, nose or mouth eg. by  eyes, nose or mouth eg. by  unwashed hands.

unwashed hands.

Until May 26 , 2003 SARS has Until May 26 , 2003 SARS has in-fected more than 7.500 people, fected more than 7.500 people, and killed more than 600 people; and killed more than 600 people; 15.000 p

15.000 people eople had been had been quaran- quaran-tined; 12 medical workers tined; 12 medical workers inclu-ding Dr.Carlo Urbani has died. ding Dr.Carlo Urbani has died.

Recently avian flu appeared in Recently avian flu appeared in Thailand, Vietnam, Korea, Japan Thailand, Vietnam, Korea, Japan and also Indonesia. Is it possible and also Indonesia. Is it possible to develop into SARS ?

to develop into SARS ? Indonesian

Indonesian workers workers and and travel- travel-lers

lers from from SARS SARS countries countries need need toto be screened from SARS. be screened from SARS. Personal protective equipment Personal protective equipment (eg.

(eg. hand hand hygiene, hygiene, gown, gown, gloves,gloves, and N95 masker) in addition to and N95 masker) in addition to eye protection, are eye protection, are recommend-ed for healthcare workers to ed for healthcare workers to prevent transmission of SARS in prevent transmission of SARS in health

health care care setting.setting.

Cermin Dunia Kedokt.2005;148: 25-9 Cermin Dunia Kedokt.2005;148: 25-9 sjl sjl

MEASLES INFECTION: MEASLES INFECTION: CHARACTER-ISTICS AND IMMUNE RESPONSE ISTICS AND IMMUNE RESPONSE

Sarwo Handayani Sarwo Handayani

Center for Diseases Control, Center for Diseases Control, Health Research and Health Research and Develop-ment Board, DepartDevelop-ment of ment Board, Department of Health, Jakarta, Indonesia

Health, Jakarta, Indonesia

Measles is still a health Measles is still a health problem in Indonesia.

problem in Indonesia.

Immunization (and also) natural Immunization (and also) natural infection can overcome the infection can overcome the problem by improving

problem by improving humoralhumoral and cellular immune response. and cellular immune response. Free

Free and and circulating circulating virus virus will will bebe neutralized by antibody through neutralized by antibody through inhibition

inhibition of of virus virus attachment attachment onon the surface cells so penetration the surface cells so penetration into cells and replication will be into cells and replication will be prevented. Cellular immune prevented. Cellular immune response will induce B lymphocyte response will induce B lymphocyte to produce antibody by ADCC to produce antibody by ADCC ((

  Antibody Dependent Cell 

  Antibody Dependent Cell 

  Mediated Cytotoxicity 

  Mediated Cytotoxicity ) mecha-) mecha-nism dan lysis complement.

nism dan lysis complement.

Measles immune response is Measles immune response is influenced by many factors, such influenced by many factors, such as age, maternal antibody, as age, maternal antibody, nutritional status, intercurrent illness nutritional status, intercurrent illness and quality of vaccine including: and quality of vaccine including:   virus strain, dose, cold chain and   virus strain, dose, cold chain and

route of administration. route of administration.

Cermin Dunia Kedokt.2005;148: 30-4 Cermin Dunia Kedokt.2005;148: 30-4 shi shi

(6)

Artikel

Artikel

ANALISIS

ANALISIS

Penyakit-penyakit Menular 

Penyakit-penyakit Menular 

yang Dapat Dicegah

yang Dapat Dicegah

dengan Imunisasi di Indonesia

dengan Imunisasi di Indonesia

E

Enny

nny Muchlastri

Muchlastri nings

ningsih

ih

Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit  Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit 

 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta  Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Seperti diketahui penyakit menular disebabkan oleh Seperti diketahui penyakit menular disebabkan oleh infeksi berbagai organisme maupun mikroorganisme di infeksi berbagai organisme maupun mikroorganisme di antara-nya bakteri dan virus. Contoh peantara-nyakit menular yang nya bakteri dan virus. Contoh penyakit menular yang disebab-kan infeksi bakteri misalnya: difteri, pertusis, tuberkulosis dan kan infeksi bakteri misalnya: difteri, pertusis, tuberkulosis dan tetanus sedangkan yang disebabkan oleh virus misalnya tetanus sedangkan yang disebabkan oleh virus misalnya hepa-titis, polio, dan campak. Penyakit – penyakit di atas sebetulnya titis, polio, dan campak. Penyakit – penyakit di atas sebetulnya sudah dapat dicegah melalui imunisasi baik imunisasi dasar sudah dapat dicegah melalui imunisasi baik imunisasi dasar saat bayi 0-11 bulan maupun imunisasi lanjutan saat anak usia saat bayi 0-11 bulan maupun imunisasi lanjutan saat anak usia sekolah, ada pula imunisasi yang diberikan pada ibu hamil dan sekolah, ada pula imunisasi yang diberikan pada ibu hamil dan calon pengantin wanita yaitu imunisasi Tetanus toxoid .

calon pengantin wanita yaitu imunisasi Tetanus toxoid .

Imunisasi sendiri sebetulnya sudah berlangsung lama, Imunisasi sendiri sebetulnya sudah berlangsung lama, misalnya menurut hikayat Raja Pontus melindungi dirinya dari misalnya menurut hikayat Raja Pontus melindungi dirinya dari keracunan m

keracunan makanan deakanan dengan cara ngan cara minum darah itik, minum darah itik, sedangkansedangkan penggunaan hati anjing gila untuk pengobatan rabies menjadi penggunaan hati anjing gila untuk pengobatan rabies menjadi basis pendekatan pembuatan vaksin rabies.

basis pendekatan pembuatan vaksin rabies.

Pembuatan vaksin dapat dikatakan dimulai tahun 1877 oleh Pembuatan vaksin dapat dikatakan dimulai tahun 1877 oleh Pasteur

Pasteur menggunakan menggunakan kuman kuman hidup hidup yang yang dilemahkan dilemahkan yaituyaitu untuk vaksinasi

untuk vaksinasi cowpoxcowpoxdandan smallpoxsmallpox; pada tahun 1881 mulai; pada tahun 1881 mulai dibuat vaksin anthrax dan tahun 1885 dimulai pembuatan dibuat vaksin anthrax dan tahun 1885 dimulai pembuatan vaksin rabies

vaksin rabies(1)(1)..

Sejarah imunisasi di Indonesia dimulai pada tahun 1956 Sejarah imunisasi di Indonesia dimulai pada tahun 1956 dengan imunisasi cacar; dengan selang waktu yang cukup jauh dengan imunisasi cacar; dengan selang waktu yang cukup jauh yaitu

yaitu pada pada tahun tahun 1973 1973 mmulai dilakukan imunisasi BCG untuk ulai dilakukan imunisasi BCG untuk  tuberkulosis, disusul imunisasi tetanus toxoid pada ibu hamil tuberkulosis, disusul imunisasi tetanus toxoid pada ibu hamil pada tahun 1974; imunisasi DPT (difteri, pertusis, tetanus) pada tahun 1974; imunisasi DPT (difteri, pertusis, tetanus) padapada bayi mulai diadakan pada tahun 1976. Pada tahun 1977 WHO bayi mulai diadakan pada tahun 1976. Pada tahun 1977 WHO mulai menetapkan program imunisasi sebagai upaya global mulai menetapkan program imunisasi sebagai upaya global dengan EPI

dengan EPI (Expanded Program on Immunization)(Expanded Program on Immunization)dan padadan pada tahun 1981 mulai dilakukan imunisasi polio, tahun 1982 tahun 1981 mulai dilakukan imunisasi polio, tahun 1982 imunisasi campak mulai diberikan, dan tahun 1997 imunisasi imunisasi campak mulai diberikan, dan tahun 1997 imunisasi hepatitis mulai dilaksanakan

hepatitis mulai dilaksanakan(2)(2) .. Adapun kegiatan imunisasi

Adapun kegiatan imunisasi yang rutin diadakayang rutin diadakan ialah:n ialah: 1)

1) Imunisasi Imunisasi dasar pada dasar pada bayi umbayi umur ur 00 -11 bula-11 bulan meliputi : n meliputi : BCGBCG (1 kali pemberian), DPT

(1 kali pemberian), DPT (3 kali), (3 kali), Polio (4 kali), HPolio (4 kali), Hepatitis B (3epatitis B (3 kali), dan Campak (1 kali).

kali), dan Campak (1 kali).

2)

2) Imunisasi Imunisasi lanjutan pada lanjutan pada anak sekolah anak sekolah yaitu imunyaitu imunisasi DTisasi DT (1 kali) dan TT (2 kali).

(1 kali) dan TT (2 kali). 3)

3) Imunisasi Imunisasi lanjutan pada lanjutan pada ibu hamil ibu hamil dan calon dan calon pengantinpengantin wanita ialah TT 5 kali

wanita ialah TT 5 kali pemberian.pemberian.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran epidemiologi penyakit menular yang dapat dicegah gambaran epidemiologi penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi sesuai dengan program imunisasi di dengan imunisasi sesuai dengan program imunisasi di Indo-nesia. Adapun tujuan khususnya ialah mengetahui gambaran nesia. Adapun tujuan khususnya ialah mengetahui gambaran epidemiologi : tuberkulosis paru (Tb paru), difteri, tetanus, epidemiologi : tuberkulosis paru (Tb paru), difteri, tetanus, pertusis, polio, hepatitis B, dan campak.

pertusis, polio, hepatitis B, dan campak. METODOLOGI

METODOLOGI

Data dasar didapatkan dari Buku Data Tahun 2003 dari Data dasar didapatkan dari Buku Data Tahun 2003 dari DitJen PPM & PL

DitJen PPM & PL(3)(3)berasal dari laporan daerah yang meliputi :berasal dari laporan daerah yang meliputi : Laporan bulanan puskesmas (LBI), Laporan rawat jalan (RL Laporan bulanan puskesmas (LBI), Laporan rawat jalan (RL 2b), Laporan rawat inap (RL2a), Laporan RS melalui Sistem 2b), Laporan rawat inap (RL2a), Laporan RS melalui Sistem Surveilans Terpadu, dan Laporan Kejadian Luar Biasa (KLB) Surveilans Terpadu, dan Laporan Kejadian Luar Biasa (KLB) 24 jam (W1). Data dasar diolah dan dianalisis menggunakan 24 jam (W1). Data dasar diolah dan dianalisis menggunakan metoda statistik per penyakit sesuai dengan penyakit yang metoda statistik per penyakit sesuai dengan penyakit yang menjadi prioritas program imunisasi yang sedang dijalankan di menjadi prioritas program imunisasi yang sedang dijalankan di Indonesia. Indonesia. HASIL PENELITIAN HASIL PENELITIAN 1. Tuberkulosis paru 1. Tuberkulosis paru

Penyakit ini sebetulnya dapat dicegah dengan pemberian 1 Penyakit ini sebetulnya dapat dicegah dengan pemberian 1 kali imunisasi

kali imunisasi BCG pada uBCG pada u sia 0sia 0- 11 bulan sehingga dengan- 11 bulan sehingga dengan peningkatan imunisasi yang efektif diharapkan kejadian peningkatan imunisasi yang efektif diharapkan kejadian pe-nyakit ini dapat diturunkan.

nyakit ini dapat diturunkan. Penyakit ini disebabkan oleh

Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis Mycobacterium tuberculosis dan

dan   M. africanum  M. africanum, yang dapat mengenai paru-paru, tulang,, yang dapat mengenai paru-paru, tulang, selaput otak, kelenjar limfa, dan sebagainya; yang dibicarakan selaput otak, kelenjar limfa, dan sebagainya; yang dibicarakan di sini hanya tuberkulosis paru.

di sini hanya tuberkulosis paru. Penularan

Penularan penyakit penyakit ini ini lewat lewat percikan percikan ludah ludah penderitapenderita ((droplet infectiondroplet infection), masa inkubasinya antara 4-12 minggu.), masa inkubasinya antara 4-12 minggu. Kejadiannya meningkat sejalan dengan umur; penderita Kejadiannya meningkat sejalan dengan umur; penderita ber-umur lebih tua lebih banyak daripada usia muda, lebih banyak  umur lebih tua lebih banyak daripada usia muda, lebih banyak 

(7)

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005 Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

penderita laki-laki, serta lebih banyak menyerang kaum miskin, penderita laki-laki, serta lebih banyak menyerang kaum miskin, dan lebih

dan lebih banyak banyak di perkotaan di perkotaan dibandingkan di pedesaandibandingkan di pedesaan(4(4)).. Data surveilans penderita tuberkulosis paru membedakan Data surveilans penderita tuberkulosis paru membedakan tuberkulosis paru dengan hasil laboratorium BTA(+) yaitu tuberkulosis paru dengan hasil laboratorium BTA(+) yaitu ditemukannya bakteri tahan asam di spesimen penderita ditemukannya bakteri tahan asam di spesimen penderita dengan tuberkulosis paru klinis, dengan ditemukannya dengan tuberkulosis paru klinis, dengan ditemukannya tanda-tanda klinis yang mengarah ke tuberkulosis meskipun tidak  tanda klinis yang mengarah ke tuberkulosis meskipun tidak  ditemukan kumannya (BTA negatif).

ditemukan kumannya (BTA negatif).

Tuberkulosis Paru BTA(+) Tuberkulosis Paru BTA(+) Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah penderita Tuberkulosis Paru BTA (+) pada RS rawatJumlah penderita Tuberkulosis Paru BTA (+) pada RS rawat  jalan berdasarkan golongan umur, 2000- 2002.

 jalan berdasarkan golongan umur, 2000- 2002. Golongan umur Golongan umur Tahun Tahun <1 <1 th th 1-4 1-4 th th 5-14 5-14 th th 15-44 15-44 th th >45 >45 thth JumlahJumlah 2000 2000 0 0 0 0 4.902 4.902 15.146 15.146 15.317 15.317 35.36535.365 2001 2001 520 520 1.699 1.699 2.162 2.162 7.442 7.442 6.243 6.243 18.06618.066 2002 2002 117 117 2.953 2.953 1.769 1.769 9.979 9.979 4.314 4.314 19.13219.132 Jumlah Jumlah 637 637 4.652 4.652 8.833 8.833 32.567 32.567 25.874 25.874 72.56372.563 Tabel 1

Tabel 1 memperlihatkan jumlah penderita tuberkulosismemperlihatkan jumlah penderita tuberkulosis paru

paru BTA (+) BTA (+) rawat jalan rawat jalan selama tahun selama tahun 2000 2000 - - 2002, anak di2002, anak di bawah 5 tahun

bawah 5 tahun dengan tuberkulosdengan tuberkulosis BTA(+) ditemis BTA(+) ditemukan padaukan pada tahun 2001 (520) dan tahun 2002 agak menurun yaitu 117 tahun 2001 (520) dan tahun 2002 agak menurun yaitu 117 kasus. Keadaan ini menimbulkan keprihatinan karena penderita kasus. Keadaan ini menimbulkan keprihatinan karena penderita balita akan mengalami hambatan pertumbuhan yang tentu akan balita akan mengalami hambatan pertumbuhan yang tentu akan merugikan perkembangannya. Balita biasanya tertular dari merugikan perkembangannya. Balita biasanya tertular dari lingkungan keluarga atau tetangga mengingat mobilitas balita lingkungan keluarga atau tetangga mengingat mobilitas balita belum jauh sehingga dapat diprediksi ada kasus tuberkulosis di belum jauh sehingga dapat diprediksi ada kasus tuberkulosis di sekitarnya.

sekitarnya.

Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah penderita Tuberkulosis Paru BTA (+) pada Jumlah penderita Tuberkulosis Paru BTA (+) pada RS rawatRS rawat inap berdasarkan golongan umur, 2000-2002.

inap berdasarkan golongan umur, 2000-2002. Golongan umur Golongan umur Tahun Tahun <1 <1 th th 1-4 1-4 th th 5-14 5-14 th th 15-44 15-44 th th >45 >45 thth JumlahJumlah 2000 2000 0 0 0 0 646 646 4.150 4.150 4.660 4.660 9.4569.456 2001 2001 34 34 134 134 252 252 1.980 1.980 2.216 2.216 4.6164.616 2002 13 35 2002 13 35 170 170 993 993 1.122 1.122 2.3332.333 Juml Jumlah ah 47 47 169 169 1.068 1.068 7.123 7.123 7.998 7.998 16.40516.405 Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan jumlah penderita tuberkulosismemperlihatkan jumlah penderita tuberkulosis BTA (+) rawat inap di RS secara golongan umur maupun BTA (+) rawat inap di RS secara golongan umur maupun keseluruhan lebih kecil dari rawat jalan, mungkin karena tidak  keseluruhan lebih kecil dari rawat jalan, mungkin karena tidak  semua harus dirawat inap dengan berbagai pertimbangan semua harus dirawat inap dengan berbagai pertimbangan misalnya dana, kapasitas RS, kegiatan produktif yang tidak  misalnya dana, kapasitas RS, kegiatan produktif yang tidak  dapat ditinggalkan, dan lain sebagainya.

dapat ditinggalkan, dan lain sebagainya. Grafik 1

Grafik 1 memperlihatkan jumlah penderita rawat jalanmemperlihatkan jumlah penderita rawat jalan dan jumlah

dan jumlah kematian; pada kematian; pada tahun 2000 jumtahun 2000 jumlah kasus lah kasus rawatrawat inap sebanyak 9.456 dengan kematian 248 (2,6%), pada tahun inap sebanyak 9.456 dengan kematian 248 (2,6%), pada tahun 2001

2001 jumlah jumlah kasus kasus 4.616 4.616 dengan dengan 53 53 kematian kematian (1,1(1,1%), %), dandan tahun 2002 2.333 kasus dengan 54 kematian (2,3%). tahun 2002 2.333 kasus dengan 54 kematian (2,3%). Diperlu-kan usaha yang lebih besar agar jumlah kematian seminimal kan usaha yang lebih besar agar jumlah kematian seminimal mungkin dengan meningkatkan upaya kesehatan baik secara mungkin dengan meningkatkan upaya kesehatan baik secara individu maupun secara nasional.

individu maupun secara nasional. Tabel 3

Tabel 3 memperlihatkan jumlah kasus yang ditemukan dimemperlihatkan jumlah kasus yang ditemukan di puskesmas sangat besar dibanding dua data

puskesmas sangat besar dibanding dua data sebelumnya, mung-sebelumnya, mung-kin karena puskesmas merupakan institusi kesehatan terdepan kin karena puskesmas merupakan institusi kesehatan terdepan sehingga dapat menjaring kasus lebih luas; meskipun demikian sehingga dapat menjaring kasus lebih luas; meskipun demikian kasus di bawah umur 5 tahun belum ada; mungkin memang kasus di bawah umur 5 tahun belum ada; mungkin memang belum ada tetapi mungkin belum terjaring meskipun kasusnya belum ada tetapi mungkin belum terjaring meskipun kasusnya sebetulnya sudah ada.

sebetulnya sudah ada.

Grafik 1.

Grafik 1. Jumlah penderita TuberkuJumlah penderita Tuberkulosis Paru BTA (+) pada losis Paru BTA (+) pada RS rawatRS rawat inap dan jumlah kematian, 2000-2002

inap dan jumlah kematian, 2000-2002

Tabel 3. Jumlah penderita Tuberkulosis Paru BTA (+) berasal dari Tabel 3. Jumlah penderita Tuberkulosis Paru BTA (+) berasal dari

puskesmas berdasarkan golongan umur, 2000 – 2002 puskesmas berdasarkan golongan umur, 2000 – 2002

Golongan umur Golongan umur Tahun Tahun <1 <1 th th 1-4 1-4 th th 5-14 5-14 th th 15-44 15-44 th th >45 >45 thth JumlahJumlah 2000 2000 0 0 0 0 9.958 9.958 63.179 63.179 56.656 56.656 129.129.793793 2001 2001 295 295 1.733 1.733 5.746 5.746 40.864 40.864 32.712 32.712 81.35081.350 2002 2002 216 216 1.074 1.074 2.820 2.820 26.018 26.018 21.236 21.236 51.36451.364 Jumlah 511 Jumlah 511 2.807 2.807 18.524 18.524 130.0130.061 61 140.732 140.732 292.635292.635 Dari data rawat jalan selama 3 tahun maka penderita Dari data rawat jalan selama 3 tahun maka penderita terbanyak pada golongan umur produktif 15 - 44 tahun (44,88 terbanyak pada golongan umur produktif 15 - 44 tahun (44,88 %), sedangkan dari data rawat inap selama 3 tahun yang %), sedangkan dari data rawat inap selama 3 tahun yang terbanyak golongan umur di atas 45 tahun (48,75%); dari kasus terbanyak golongan umur di atas 45 tahun (48,75%); dari kasus yang berasal dari puskesmas, golongan umur terbanyak juga di yang berasal dari puskesmas, golongan umur terbanyak juga di atas 45 tahun (48,09%). Dengan data tersebut dampaknya dapat atas 45 tahun (48,09%). Dengan data tersebut dampaknya dapat dikatakan akan mengganggu produktifitas nasional yang lebih dikatakan akan mengganggu produktifitas nasional yang lebih lanjut akan menurunkan kualitas hidup masyarakat; untuk itu lanjut akan menurunkan kualitas hidup masyarakat; untuk itu diperlu

diperlukan usaha penanggulangan yang kan usaha penanggulangan yang lebih keras.lebih keras.

Tuberkulosis paru klinis Tuberkulosis paru klinis

Jumlah penderita tuberkulosis paru dengan gejala klinis Jumlah penderita tuberkulosis paru dengan gejala klinis   jumlahnya lebih besar daripada yang dengan BTA (+) karena   jumlahnya lebih besar daripada yang dengan BTA (+) karena memang tidak pada semua penderita dengan gejala klinis akan memang tidak pada semua penderita dengan gejala klinis akan dite

dite mukamukan kumn kumannya, kuman tidak terdeteksi karena misalnyaannya, kuman tidak terdeteksi karena misalnya pengelolaan sampel kurang baik, reagennya kurang baik, pengelolaan sampel kurang baik, reagennya kurang baik, kua-litas teknisi laboratorium yang kurang, atau memang tidak  litas teknisi laboratorium yang kurang, atau memang tidak  ditemukan.

ditemukan.

Tabel 4. Jumlah penderita Tuberkulosis Paru Klinis Rawat Jalan Tabel 4. Jumlah penderita Tuberkulosis Paru Klinis Rawat Jalan

berdasarkan golongan umur, 2000-2002. berdasarkan golongan umur, 2000-2002.

Golongan umur Golongan umur Tahun Tahun <1 <1 th th 1-4 1-4 th th 5-14 5-14 th th 15-44 15-44 th th >45 >45 thth JumlahJumlah 2000 2000 1.715 1.715 6.073 6.073 7.094 7.094 21.245 21.245 19.139 19.139 55.26655.266 2001 2001 2.312 2.312 5.894 5.894 6.240 6.240 15.008 15.008 12.613 12.613 42.06742.067 2002 2002 256 256 1.018 1.018 1.617 1.617 6.324 6.324 5.251 5.251 14.46614.466 Jumlah 4. Jumlah 4. 283 283 12.985 12.985 14.951 14.951 42.577 42.577 37.003 37.003 111.799111.799 Tabel 4

Tabel 4memperlihatkan kasus bayi (< 1 tahun) cukupmemperlihatkan kasus bayi (< 1 tahun) cukup banyak jumlahnya (3,83 % dari kasus rawat jalan), ini banyak jumlahnya (3,83 % dari kasus rawat jalan), ini mem-buat efektifitas imunisasi yang dikatakan cakupannya > 80% buat efektifitas imunisasi yang dikatakan cakupannya > 80% perlu dipertanyakan.

perlu dipertanyakan.

Tabel 5. Jumlah penderita Tuberkulosis Paru Klinis Rawat Inap Tabel 5. Jumlah penderita Tuberkulosis Paru Klinis Rawat Inap

berdasarkan golongan umur, 2000-2002. berdasarkan golongan umur, 2000-2002.

Golongan umur (tahun) Golongan umur (tahun) Tahun Tahun <1 <1 1-4 1-4 5-14 5-14 15-44 15-44 >45>45 JumlahJumlah 2000 2000 227 227 719 719 1.171 1.171 7.868 7.868 8.869 8.869 18.85418.854 2001 380 665 2001 380 665 835 835 4.857 4.857 5.772 5.772 12.50912.509 2002 2002 29 29 136 136 228 228 1.733 1.733 1.915 1.915 4.0414.041 Jum Jumlah lah 636 636 1.520 1.520 2.234 2.234 14.458 14.458 16.556 16.556 35.40435.404 6  6  2000 2001 2000 2001 20022002 10000 10000 8000 8000 6000 6000 4000 4000 2000 2000 0 0 : Kasus : Kasus : Mati : Mati

(8)

Tabel 5

Tabel 5 menunjukkan jumlah penderita bayi yang dirawatmenunjukkan jumlah penderita bayi yang dirawat inap mencapai 1,79 % dari seluruh penderita rawat inap. Usia inap mencapai 1,79 % dari seluruh penderita rawat inap. Usia tua lebih banyak dan jumlah penderita rawat inap lebih sedikit tua lebih banyak dan jumlah penderita rawat inap lebih sedikit daripada penderita rawat jalan dan penderita yang dijaring daripada penderita rawat jalan dan penderita yang dijaring puskesmas.

puskesmas.

Tabel

Tabel 6. 6. Jumlah Jumlah penderita Tuberkulosis penderita Tuberkulosis Paru Paru Klinis Klinis dari dari puskesmaspuskesmas berdasarkan golongan umur, 2000-2002.

berdasarkan golongan umur, 2000-2002. Golongan umur (tahun) Golongan umur (tahun) Tahun Tahun <1 1-4 5-14 <1 1-4 5-14 15-44 15-44 >45>45 JumlahJumlah 2000 2000 1.295 1.295 7.972 7.972 25.877 25.877 242.242.234 234 140.196 140.196 417.574417.574 2001 2001 803 803 5.822 5.822 13.096 13.096 88.386 88.386 1.885736 1.885736 1.991.993.843.8433 2002 2002 1.202 1.202 5.729 5.729 9.119 9.119 54.798 54.798 54.529 54.529 125.377125.377 Jumlah Jumlah 3.300 3.300 19.523 19.523 48.092 48.092 385.418 385.418 2.080.461 2.080.461 2.536.7942.536.794

Jumlah penderita tuberkulosis klinis yang dijaring lewat Jumlah penderita tuberkulosis klinis yang dijaring lewat puskesmas mencapai 2.536.794 kasus

puskesmas mencapai 2.536.794 kasus (Tabel 6)(Tabel 6) dengandengan golongan umur di atas 45

golongan umur di atas 45 tahun paling banyak (82,01% tahun paling banyak (82,01% --2.080.461 kasus); meskipun baru gejala klinis bila kondisi 2.080.461 kasus); meskipun baru gejala klinis bila kondisi tubuhnya lemah dan jumlahnya sangat banyak secara tidak  tubuhnya lemah dan jumlahnya sangat banyak secara tidak  langsung

langsung mengganggu mengganggu produktifitas nasioproduktifitas nasional.nal. Bila d

Bila dilihat bahwa penderita BTA (ilihat bahwa penderita BTA ( +) pada penderi+) pada penderi ta rawatta rawat   jalan sebesar 64,90% dari penderita klinis, untuk penderita   jalan sebesar 64,90% dari penderita klinis, untuk penderita rawat inap sebesar 46,34 %, sedangkan untuk penderita dari rawat inap sebesar 46,34 %, sedangkan untuk penderita dari puskesmas 11,53 %; mungkin ada kendala diagnosis atau puskesmas 11,53 %; mungkin ada kendala diagnosis atau tenaga laboratorium dalam menangani spesimen maupun tenaga laboratorium dalam menangani spesimen maupun teknik pemeriksaannya.

teknik pemeriksaannya.

2. Difteri, Pertusis dan Tetanus 2. Difteri, Pertusis dan Tetanus

Penyakit-penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi Penyakit-penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi DPT sebanyak 3 kali pada masa bayi 0-11 bulan.

DPT sebanyak 3 kali pada masa bayi 0-11 bulan.  Difteri

 Difteri

Merupakan penyakit bakteri akut yang mengenai tonsil, Merupakan penyakit bakteri akut yang mengenai tonsil, pharynx, larynx, hidung, kadang-kadang membran mukosa atau pharynx, larynx, hidung, kadang-kadang membran mukosa atau kulit, konjungtiva atau genitalia, disebabkan oleh infeksi kulit, konjungtiva atau genitalia, disebabkan oleh infeksi

Corynebacterium diphteriae

Corynebacterium diphteriae, dengan , dengan masa inkubasmasa inkubas i 2i 2-5 hari;-5 hari; kadang- kadang lebih lama. Penularan terjadi melalui kontak  kadang- kadang lebih lama. Penularan terjadi melalui kontak  dengan penderita maupun

dengan penderita maupun carrier carrier . Bay. Bay i bi baru lahir aru lahir biasanyabiasanya membawa antibodi secara pasif dari ibunya yang biasanya akan membawa antibodi secara pasif dari ibunya yang biasanya akan hilang pada usia sebelum 6 bulan

hilang pada usia sebelum 6 bulan(4)(4). Di Indonesia penderita. Di Indonesia penderita difteri 50% meninggal dengan gagal jantung

difteri 50% meninggal dengan gagal jantung(2)(2). Kejadian luar. Kejadian luar biasa penyakit ini dapat terjadi terutama pada golongan umur biasa penyakit ini dapat terjadi terutama pada golongan umur rentan yaitu bayi dan anak bila keadaan lingkungan menjadi rentan yaitu bayi dan anak bila keadaan lingkungan menjadi lebih buruk.

lebih buruk.

Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah penderita Difteri Rawat Jalan Jumlah penderita Difteri Rawat Jalan berdasar kan golonganberdasar kan golongan umur, 2000-2002.

umur, 2000-2002.

Golongan umur (tahun) Golongan umur (tahun) Tahun Tahun <1 <1 1-4 1-4 5-14 5-14 15-44 15-44 >45>45 JumlahJumlah 200 2000 0 29 29 85 85 74 74 70 70 13 13 271271 2001 2001 52 52 174 174 269 269 510 510 321 321 1.3261.326 200 2002 2 0 0 1 1 24 24 45 45 3 3 7373 Jumlah 81 Jumlah 81 260 260 367 367 625 625 3337 37 1.6701.670 Tabel 7

Tabel 7 memperlihatkan jumlah kasus difteri rawat jalanmemperlihatkan jumlah kasus difteri rawat jalan di Indonesia selama 3 tahun; terbanyak pada golongan umur. di Indonesia selama 3 tahun; terbanyak pada golongan umur. 15-44 tahun (37,42%).

15-44 tahun (37,42%).

Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah penderita Difteri Rawat Inap Jumlah penderita Difteri Rawat Inap berdasarkan berdasarkan golongangolongan umur, 2000-2002.

umur, 2000-2002.

Golongan umur (tahun) Golongan umur (tahun) Tahun

Tahun <1 <1 1-4 1-4 5-14 5-14 15-44 15-44 >45>45 JumlahJumlah kasus kasus Kema Kema tian tian 2000 34 2000 34 132 132 96 96 20 20 17 17 299 299 00 2001 3 2001 3 21 21 30 30 16 16 7 7 77 77 11 2002 3 2002 3 7 7 11 11 10 10 3 3 34 34 22 Juml Jumlah ah 40 40 160 160 137 137 46 46 27 27 410 410 33 Tabel 8

Tabel 8 memperlihatkan jumlah penderita difteri rawatmemperlihatkan jumlah penderita difteri rawat inap yang seperti kasus lain lebih kecil dibanding kasus rawat inap yang seperti kasus lain lebih kecil dibanding kasus rawat   jalan karena memang tidak semua penyakit akan dirawat inap   jalan karena memang tidak semua penyakit akan dirawat inap dengan berbagai pertimbangan. Penderita rawat inap terbanyak  dengan berbagai pertimbangan. Penderita rawat inap terbanyak  dari golongan umur 5-14 tahun (33,41%). Tidak ada penderita dari golongan umur 5-14 tahun (33,41%). Tidak ada penderita bayi rawat jalan pada tahun 2002 tetapi ditemukan kasus bayi bayi rawat jalan pada tahun 2002 tetapi ditemukan kasus bayi rawat inap sepanjang 3 tahun tersebut. Kematian penderita rawat inap sepanjang 3 tahun tersebut. Kematian penderita difteri yang dirawat sangat kecil: hanya 3 dari 410 kasus difteri yang dirawat sangat kecil: hanya 3 dari 410 kasus (0,73%)

(0,73%) (Tabel 9).(Tabel 9). Kematian diharapkan tetap dapat dicegahKematian diharapkan tetap dapat dicegah dengan cara antara lain secepat mungkin membawa penderita dengan cara antara lain secepat mungkin membawa penderita ke RS agar mendapat penanganan yang tepat.

ke RS agar mendapat penanganan yang tepat. Penderita difteri yang berobat ke puskesmas

Penderita difteri yang berobat ke puskesmas (Tabel 9)(Tabel 9)

ternyata lebih sedikit dibandingkan dengan penderita rawat ternyata lebih sedikit dibandingkan dengan penderita rawat   jalan; mungkin karena penyakit ini tergolong berat maka   jalan; mungkin karena penyakit ini tergolong berat maka pen-derita kebanyakan langsung berobat ke rumah sakit. Terutama derita kebanyakan langsung berobat ke rumah sakit. Terutama pada golongan

pada golongan umur > umur > 45 tahun yait45 tahun yaitu u 36,8 %. D36,8 %. Dari tigaari tiga fasilitas kesehatan di atas golongan umur yang dominan fasilitas kesehatan di atas golongan umur yang dominan ber-beda-beda; mungkin yang lebih mendekati keadaan sebenarnya beda-beda; mungkin yang lebih mendekati keadaan sebenarnya ialah penderita yang

ialah penderita yang dirawat di Rdirawat di RS yaitu golongan S yaitu golongan umur umur 5-145-14 tahun.

tahun.

Tabel

Tabel 9. 9. Jumlah Jumlah penderita Difteri penderita Difteri dari Puskesmdari Puskesmas as berdaberda --sarkan golongan umur, 2000-2002.

sarkan golongan umur, 2000-2002. Golongan umur (tahun) Golongan umur (tahun) Tahun Tahun <1 <1 th th 1-4 1-4 5-14 5-14 15-44 15-44 >45>45 JumlahJumlah 20 2000 00 24 24 107 107 60 60 68 68 207 207 466466 20 2001 01 11 11 24 24 38 38 73 73 53 53 199199 20 2002 02 7 7 4 4 28 28 42 42 23 23 104104 Jumlah Jumlah 42 42 135 135 126 126 183 183 283 283 769769  Pertusis  Pertusis

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri  Bordetella pertussis  Bordetella pertussis

dan menyerang saluran pernafasan. Penularan terjadi karena dan menyerang saluran pernafasan. Penularan terjadi karena adanya kontak dengan buangan mukosa saluran pernafasan adanya kontak dengan buangan mukosa saluran pernafasan baik melalui udara maupun percikannya (

baik melalui udara maupun percikannya (airborne/droplet airborne/droplet ),), Morbiditas dan mortalitasnya lebih tinggi pada

Morbiditas dan mortalitasnya lebih tinggi pada wanitawanita(4)(4). Di In-. Di In-donesia 54% kematian terjadi akibat komplikasi pneumonia donesia 54% kematian terjadi akibat komplikasi pneumonia(2).(2).

Grafik 2. Jumlah Kematian Kasus Pertusis di Indonesia pada penderita Grafik 2. Jumlah Kematian Kasus Pertusis di Indonesia pada penderita

rawat inap, 2000 rawat inap, 2000 -2002.-2002. Tahun Tahun 2000 2000 20012001 20022002 500 500 400 400 300 300 200 200 100 100 0 0 : Kasus : Kasus : Mati : Mati    J    J  u  u  m  m    l    l  a  a    h    h

(9)

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005 Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005 Grafik 2

Grafik 2 memperlihatkan penurunan kasus pertusis rawatmemperlihatkan penurunan kasus pertusis rawat inap – 399 pada tahun 2000 menjadi 140 pada tahun 2001 dan inap – 399 pada tahun 2000 menjadi 140 pada tahun 2001 dan pada tahun 2002 turun lagi menjadi 98; jumlah kematian juga pada tahun 2002 turun lagi menjadi 98; jumlah kematian juga menurun dari 11 kematian dari 399 kasus (2,75%) pada tahun menurun dari 11 kematian dari 399 kasus (2,75%) pada tahun 2000, pada tahun berikutnya tidak ada kematian. Keadaan ini 2000, pada tahun berikutnya tidak ada kematian. Keadaan ini menggembirakan karena mungkin dengan tatalaksana kasus menggembirakan karena mungkin dengan tatalaksana kasus yang lebih baik kematian dapat dihindarkan.

yang lebih baik kematian dapat dihindarkan.

Tabel 10. Jumlah penderita Pertusis Rawat Inap, 2000-2002. Tabel 10. Jumlah penderita Pertusis Rawat Inap, 2000-2002.

Golongan umur (tahun) Golongan umur (tahun) Tahun Tahun <1 <1 1-4 1-4 55 -14 -14 15-44 15-44 >45>45 JumlahJumlah 2000 2000 158 158 158 158 47 47 27 27 9 9 399399 2001 2001 18 18 22 22 34 34 37 37 29 29 140140 2002 2002 13 13 15 15 21 21 29 29 20 20 9898 Juml Jumlah ah 189 189 195 195 102 102 93 93 58 58 637637 Tabel 10

Tabel 10 memperlihatkan jumlah penderita pertusis rawatmemperlihatkan jumlah penderita pertusis rawat inap paling banyak bayi dan anak-anak (60,28 % dari seluruh inap paling banyak bayi dan anak-anak (60,28 % dari seluruh penderita rawat inap); ini mendukung pendapat bahwa bayi dan penderita rawat inap); ini mendukung pendapat bahwa bayi dan anak-anak merupakan golongan umur yang rentan terhadap anak-anak merupakan golongan umur yang rentan terhadap penyakit pertusis.

penyakit pertusis.

Tabel 11. Jumlah penderita Pertusis Rawat Jalan, 2000-2002. Tabel 11. Jumlah penderita Pertusis Rawat Jalan, 2000-2002.

Golongan umur (tahun) Golongan umur (tahun) Tahun Tahun <1 <1 1-4 1-4 5-14 5-14 15-44 15-44 >45>45 JumlahJumlah 200 2000 0 293 293 507 507 27276 6 487 487 431 431 1.9941.994 200 2001 1 121 121 208 208 1.211 1.211 145 145 133 133 1.8181.818 20 2002 02 55 55 114 114 153 153 57 57 33 33 412412 Jumlah Jumlah 469 469 829 829 1.640 1.640 689 689 597 597 4.4.224224 Jumlah penderita pertusis rawat jalan mencapai 6 kali Jumlah penderita pertusis rawat jalan mencapai 6 kali lebih banyak daripada penderita rawat inap

lebih banyak daripada penderita rawat inap(Tabel 11)(Tabel 11)karenakarena memang tidak semua perlu dirawat inap dengan berbagai memang tidak semua perlu dirawat inap dengan berbagai alasan.

alasan. Tabel 12.

Tabel 12. Jumlah penderita Pertusis dari Puskesmas, 2000Jumlah penderita Pertusis dari Puskesmas, 2000-2002.-2002. Golongan umur (tahun)

Golongan umur (tahun) Tahun Tahun <1 <1 1-4 1-4 5-14 5-14 15-44 15-44 >45>45 JumlahJumlah 2000 2000 1.518 1.518 2.450 2.450 1.41.4 69 69 1.481 1.481 1.508 1.508 8.4268.426 2001 2001 431 431 1.008 1.008 1.014 1.014 513 513 4437 37 3.43.40303 2002 2002 440 440 608 608 374 374 349 349 333 333 2.1042.104 Jumlah Jumlah 2.389 2.389 4.066 4.066 2.857 2.857 2.343 2.343 2.278 2.278 13.913.93333 Penderita pertusis yang berasal dari puskesmas, jumlahnya Penderita pertusis yang berasal dari puskesmas, jumlahnya mencapai 21 kali dari jumlah yang dirawat

mencapai 21 kali dari jumlah yang dirawat(Tabel 12).(Tabel 12). DenganDengan kecilnya angka kematian maka keadaan ini tidak perlu kecilnya angka kematian maka keadaan ini tidak perlu dikhawatirkan.

dikhawatirkan.

Tetanus Tetanus

Penyakit ini akibat infeksi bakteri anaerob

Penyakit ini akibat infeksi bakteri anaerobClostridiumClostridium tetani

tetani di tempat luka dan menghasilkan eksotoksin yang akandi tempat luka dan menghasilkan eksotoksin yang akan menyerang otot sehingga akan terjadi spasmus (kejang) otot. menyerang otot sehingga akan terjadi spasmus (kejang) otot. Kuman ini terdapat di usus hewan sehingga penularan terjadi Kuman ini terdapat di usus hewan sehingga penularan terjadi karena kontak daerah luka dengan faeses hewan yang karena kontak daerah luka dengan faeses hewan yang mengandung kuman tersebut. Masa inkubasi antara 3-21 hari mengandung kuman tersebut. Masa inkubasi antara 3-21 hari kadang-kadang antara 1 hari sampai beberapa bulan

kadang-kadang antara 1 hari sampai beberapa bulan(4).(4).

Penyakit ini dapat menyerang bayi baru lahir (tetanus Penyakit ini dapat menyerang bayi baru lahir (tetanus neonatorum) yang biasanya akibat pertolongan persalinan yang neonatorum) yang biasanya akibat pertolongan persalinan yang kurang memperhatikan prinsip-prinsip kesehatan. Penyakit ini kurang memperhatikan prinsip-prinsip kesehatan. Penyakit ini

merupakan masalah kesehatan serius di negara berkembang ; merupakan masalah kesehatan serius di negara berkembang ; pemberian imunisasi toxoid tetanus pada calon pengantin pemberian imunisasi toxoid tetanus pada calon pengantin wanita dan pada ibu

wanita dan pada ibu hamil diharapkan dapat menurunkan kasushamil diharapkan dapat menurunkan kasus ini. Di Indonesia ada kebijakan MNTE (

ini. Di Indonesia ada kebijakan MNTE (  Maternal Neonatal  Maternal Neonatal Tetanus Elimination

Tetanus Elimination) ) untuk untuk akselerasi akselerasi pencapaian pencapaian imunisasiimunisasi WUS (wanita usia subur) dalam mengatasi penyakit ini melalui WUS (wanita usia subur) dalam mengatasi penyakit ini melalui pendekatan golongan risiko tinggi yang diharapkan akan pendekatan golongan risiko tinggi yang diharapkan akan meluas dan memberi efek positif melalui kerja sama terpadu meluas dan memberi efek positif melalui kerja sama terpadu lintas program dan kerjasama antara para profesional, lembaga lintas program dan kerjasama antara para profesional, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan swasta.

swadaya masyarakat (LSM), dan swasta.

Secara keseluruhan terjadi penurunan kasus tetanus dari Secara keseluruhan terjadi penurunan kasus tetanus dari tahun 2000-2002 baik yang rawat jalan, rawat inap maupun tahun 2000-2002 baik yang rawat jalan, rawat inap maupun yang dari puskesmas, hal ini dapat karena memang ada yang dari puskesmas, hal ini dapat karena memang ada penurunan kasus tetapi dapat juga karena kasusnya tidak  penurunan kasus tetapi dapat juga karena kasusnya tidak  dilaporkan. Kasusnya paling banyak pada golongan 15-44 dilaporkan. Kasusnya paling banyak pada golongan 15-44 tahun (43,34%), apakah karena luka kecelakaan kerja, tentu tahun (43,34%), apakah karena luka kecelakaan kerja, tentu perlu penelitian lebih lanjut.

perlu penelitian lebih lanjut.(Tabel 13)(Tabel 13)

Tabel 13. Jumlah penderita Tetanus Rawat Jalan, 2000-2002. Tabel 13. Jumlah penderita Tetanus Rawat Jalan, 2000-2002.

Golongan umur (tahun) Golongan umur (tahun) Tahun Tahun <1 <1 1-4 1-4 5-14 5-14 15-44 15-44 >45>45 JumlahJumlah 200 2000 0 59 59 78 78 158 158 698 698 557 557 15501550 200 2001 1 20 20 36 36 76 76 387 387 380 380 898999 200 2002 2 1 1 15 15 15 15 36 36 70 70 131377 Jumlah Jumlah 80 80 129 129 249 249 1.121 1.121 1.007 1.007 2.5862.586

Tabel 14. Jumlah penderita Tetanus Rawat Inap, 2000-2002. Tabel 14. Jumlah penderita Tetanus Rawat Inap, 2000-2002.

Golongan umur (tahun) Golongan umur (tahun) Tahun Tahun <1 <1 1-4 1-4 5-14 5-14 15-44 15-44 >45>45 JumlahJumlah 200 2000 0 42 42 125 125 235 235 8802 02 99999 9 22022033 200 2001 1 34 34 78 78 136 136 520 520 57575 5 1.341.3433 200 2002 2 0 0 19 19 21 21 102 102 98 98 242400 Jumlah 76 222 Jumlah 76 222 392 392 1.424 1.424 1.672 1.672 3.7863.786 Tabel 14

Tabel 14 menunjukkan jumlah kasus tetanus rawat inapmenunjukkan jumlah kasus tetanus rawat inap terbanyak pada golongan umur di atas 45 tahun (44,16 %) terbanyak pada golongan umur di atas 45 tahun (44,16 %) mungkin karena kecelakaan kerja atau karena usia lanjut mungkin karena kecelakaan kerja atau karena usia lanjut dengan kesehatan

dengan kesehatan yang kurang baikyang kurang baik..

Tabel 15. Jumlah penderita Tetanus dari Puskesmas, 2000-2002. Tabel 15. Jumlah penderita Tetanus dari Puskesmas, 2000-2002.

Golongan umur (tahun) Golongan umur (tahun) Tahun Tahun <1 <1 1-4 1-4 5-14 5-14 15-44 15-44 >45>45 JumlahJumlah 200 2000 0 147 147 99 99 16160 0 1158 58 1197 97 761761 20 2001 01 9 9 9 9 20 20 50 50 52 52 140140 20 2002 02 5 5 12 12 20 20 21 21 26 26 8484 Jumlah Jumlah 161 161 12120 0 2200 00 229 229 275 275 985985 Tabel 15

Tabel 15 menunjukkan jumlah kasus dari puskesmasmenunjukkan jumlah kasus dari puskesmas paling sedikit dibandingkan dengan yang rawat jalan maupun paling sedikit dibandingkan dengan yang rawat jalan maupun rawat inap; mungkin karena gejalanya yang jelas dan terlihat rawat inap; mungkin karena gejalanya yang jelas dan terlihat berat maka lebih banyak yang dibawa langsung ke rumah sakit. berat maka lebih banyak yang dibawa langsung ke rumah sakit. Golongan umur di bawah 1 tahun lebih banyak dari golongan Golongan umur di bawah 1 tahun lebih banyak dari golongan 1-4 tahun, apakah berasal dari kasus tetanus neonatorum, perlu 1-4 tahun, apakah berasal dari kasus tetanus neonatorum, perlu penelitian lebih lanjut.

penelitian lebih lanjut. Grafik 3

Grafik 3memperlihatkmemperlihatkan jumlah kasus an jumlah kasus tetanus rawat inaptetanus rawat inap cenderung turun terus dari tahun 2000 hingga tahun 2002 cenderung turun terus dari tahun 2000 hingga tahun 2002 apakah karena jumlah kasusnya memang turun atau karena apakah karena jumlah kasusnya memang turun atau karena tiadanya laporan.

tiadanya laporan.

8 8

(10)

Grafik 3.

Grafik 3. Jumlah Kematian KaJumlah Kematian Kasus Tetanus pada Penderita Rawat Inasus Tetanus pada Penderita Rawat Inap dip di Indonesia, 2000-2002.

Indonesia, 2000-2002.

Bila dilihat jumlah kematian secara nominal memang Bila dilihat jumlah kematian secara nominal memang turun yaitu dari 219 di tahun 2000, tahun 2001 terjadi 90 turun yaitu dari 219 di tahun 2000, tahun 2001 terjadi 90 kematian, dan tahun 2002 hanya 30 kematian, tetapi secara kematian, dan tahun 2002 hanya 30 kematian, tetapi secara persentase turun naik yaitu dari 9,94%, pada tahun 2001 persentase turun naik yaitu dari 9,94%, pada tahun 2001 menjadi 6,70%

menjadi 6,70% tetapi pada tahun tetapi pada tahun 2002 meningkat lagi 2002 meningkat lagi menjadimenjadi 12,5% yang bahkan lebih tinggi dari tahun 2000, mungkin 12,5% yang bahkan lebih tinggi dari tahun 2000, mungkin karena tatalaksana kasus yang memburuk lagi, keadaan gizi karena tatalaksana kasus yang memburuk lagi, keadaan gizi masyarakat yang kurang baik atau hal lain yang perlu dicari. masyarakat yang kurang baik atau hal lain yang perlu dicari.

3. Polio 3. Polio

Penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi Penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi polio sebanyak 4 kali pada bayi (<1 tahun) secara rutin, tetapi polio sebanyak 4 kali pada bayi (<1 tahun) secara rutin, tetapi di Indonesia dalam rangka erad

di Indonesia dalam rangka eradikasi ikasi polio yang sejalan denganpolio yang sejalan dengan Komitmen Global ada kegiatan imunisasi tambahan yaitu Komitmen Global ada kegiatan imunisasi tambahan yaitu melalui Pekan Imunisasi Nasional (PIN), sub PIN dengan melalui Pekan Imunisasi Nasional (PIN), sub PIN dengan sasaran

sasaran anak anak < 5 < 5 tahun tahun maupun maupun BLFBLF (Back log fighting)(Back log fighting)

dengan sasaran anak usi

dengan sasaran anak usi a < 3 tahuna < 3 tahun(2(2)).. Penyakit ini disebabkan oleh

Penyakit ini disebabkan oleh PoliovirusPoliovirus tipe 1,2, dan 3;tipe 1,2, dan 3; semua tipe dapat menyebabkan paralisis (lumpuh) atau yang semua tipe dapat menyebabkan paralisis (lumpuh) atau yang lebih dikenal sebagai kasus AFP (

lebih dikenal sebagai kasus AFP (acute flaccid paralysisacute flaccid paralysis);); tetapi yang paling

tetapi yang paling  paralytogenic paralytogenic ialah tipe 1. Penularannyaialah tipe 1. Penularannya melalui makanan atau alat-alat

melalui makanan atau alat-alat terkontaminaterkontamina si si ffeses penderitaeses penderita polio (

polio (  fecal oral transmission  fecal oral transmission). Masa inkubasi penyakit ini). Masa inkubasi penyakit ini biasanya 7- 14 hari, rentang waktunya antara 3-35 hari

biasanya 7- 14 hari, rentang waktunya antara 3-35 hari(4)(4).. Di Indonesia

Di Indonesia program eradiprogram eradikasi polio dilaksakasi polio dilaksanakan sesuainakan sesuai kesepakatan pada WHA ke 41 (1988) yang sebetulnya kesepakatan pada WHA ke 41 (1988) yang sebetulnya mengharapkan eradikasi polio di dunia sebelum tahun 2000. mengharapkan eradikasi polio di dunia sebelum tahun 2000. Ada 4 strategi untuk pencapaian tujuan tersebut yaitu: Ada 4 strategi untuk pencapaian tujuan tersebut yaitu: imunisasi rutin OPV (oral polio virus) dengan cakupan tinggi, imunisasi rutin OPV (oral polio virus) dengan cakupan tinggi, imunisasi tambahan, surveilans AFP dan investigasi imunisasi tambahan, surveilans AFP dan investigasi labora-torium, serta

torium, sertamop-upmop-upuntuk untuk memutus rantai penularan terakhir.memutus rantai penularan terakhir.

Tabel 16. Jumlah kasus AFP umur < 15 tahun di Indonesia, 2000- 2002. Tabel 16. Jumlah kasus AFP umur < 15 tahun di Indonesia, 2000- 2002.

Yang dilaporkan Yang dilaporkan Tahun Tahun Jumlah Jumlah minimal 1 minimal 1 tahun

tahun JumlahJumlah

Total AFP rate Total AFP rate

(1/100.000) (1/100.000) Nonpolio Nonpolio AFP rate AFP rate (1/100.000) (1/100.000) 200 2000 0 644 644 602 602 0,93 0,93 0,90,9 200 2001 1 643 643 883 883 1,32 1,32 1,311,31 200 2002 2 643 643 883 883 1,32 1,32 1,311,31 Tabel 16

Tabel 16 memperlihatkan jumlah minimal yang harusmemperlihatkan jumlah minimal yang harus ditemukan per 1/100.000 penduduk berusia < 15 tahun antara ditemukan per 1/100.000 penduduk berusia < 15 tahun antara 643-644 kasus. Jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2000 643-644 kasus. Jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2000 kurang dari

kurang dari target minimalnya target minimalnya yaitu 602 yaitu 602 dari 644, dari 644, mungkinmungkin targetnya terlalu tinggi, kasusnya hanya sejumlah itu, atau targetnya terlalu tinggi, kasusnya hanya sejumlah itu, atau petugasnya yan

petugasnya yang kurang aktif; g kurang aktif; sedangkan padsedangkan pada tahun 2001 dana tahun 2001 dan 2002 jumlahnya di atas target minimalnya, mungkin memang 2002 jumlahnya di atas target minimalnya, mungkin memang terjadi peningkatan kasus, target terlalu rendah, atau terjadi peningkatan kasus, target terlalu rendah, atau

petugas-nya sudah bekerja optimal. Di sini juga terlihat

nya sudah bekerja optimal. Di sini juga terlihattotal AFP ratetotal AFP rate

dan

dan nonpolio AFP ratenonpolio AFP rate besarnya hampir sama yang berartibesarnya hampir sama yang berarti kasus AFP disebabkan poliovirus dan bukan

kasus AFP disebabkan poliovirus dan bukan poliovirus jumlah-poliovirus jumlah-nya hampir sama.

nya hampir sama.

Tabel 17

Tabel 17 memperlihatkan 2 spesimen penderita dikirim kememperlihatkan 2 spesimen penderita dikirim ke laboratorium sebagian besar dalam 14 hari setelah penderita laboratorium sebagian besar dalam 14 hari setelah penderita lumpuh

lumpuh (83,5 % (83,5 % - 84,1%); ini sudah sesuai dengan strategi- 84,1%); ini sudah sesuai dengan strategi surveilans AFP di Indonesia. Jumlah spesimen yang adekuat surveilans AFP di Indonesia. Jumlah spesimen yang adekuat untuk diperiksa di laboratorium nasional juga cukup tinggi untuk diperiksa di laboratorium nasional juga cukup tinggi yaitu antara 79,5 % - 82,4

yaitu antara 79,5 % - 82,4 %; jika %; jika mmungkin lebih ungkin lebih ditingkatkanditingkatkan

Tabel 17. Keadaan spesimen Polio kasus AFP di bawah usia 15 tahun di Tabel 17. Keadaan spesimen Polio kasus AFP di bawah usia 15 tahun di

Indonesia, 2000 Indonesia, 2000 -200-20022 Tahun

Tahun 2 spes.<2 spes.< 14 14 hr hr (%)(%) Memenuhi Memenuhi syarat (%) syarat (%) Spesimen Spesimen adekuat (%) adekuat (%) KU < 60 KU < 60 hari hari 200 2000 0 83,5 83,5 93,93, 0 0 79,5 79,5 71,071,0 200 2001 1 84,1 84,1 95,95, 7 7 82,4 82,4 86,286,2 200 2002 2 84,1 84,1 95,95, 7 7 82,4 82,4 86,286,2 lagi agar hasilnya lebih adekuat. Kunjungan ulang untuk  lagi agar hasilnya lebih adekuat. Kunjungan ulang untuk  pemeriksaan

pemeriksaan residual paralysisresidual paralysis setelah 60 hari kelumpuhansetelah 60 hari kelumpuhan yang seharusnya dilakukan pada semua kasus AFP yang yang seharusnya dilakukan pada semua kasus AFP yang ditemukan

ditemukan baru baru dapat dapat dilaksanakan sekitar dilaksanakan sekitar 71,0 71,0 % - % - 86,2 86,2 %,%, mungkin karena berbagai kendala antara lain tenaga, biaya, mungkin karena berbagai kendala antara lain tenaga, biaya, lokasi, dan sebagainya.

lokasi, dan sebagainya. ..

Tabel 18.

Tabel 18. Klasifikasi Virologi Kriteria Klinis Kasus Klasifikasi Virologi Kriteria Klinis Kasus AFP di bawah usia 15AFP di bawah usia 15 tahun di Indonesia, Tahun 2000-2002.

tahun di Indonesia, Tahun 2000-2002. Tahun

Tahun Polio Polio NonpoliNonpolio o Pending Pending Virus Virus polio polio liarliar 20 2000 00 22 22 580 580 0 0 00 200 2001 1 7 7 841 841 0 0 00 200 2002 2 7 7 841 841 0 0 00 Jumlah Jumlah 36 36 2.262 2.262 0 0 00 Tabel 18

Tabel 18 memperlihatkan klasifikasi virologi berdasarkanmemperlihatkan klasifikasi virologi berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium : yang terinfeksi virus

hasil pemeriksaan laboratorium : yang terinfeksi virus polio adapolio ada 36 penderita sedangkan yang terinfeksi nonpolio sejumlah 36 penderita sedangkan yang terinfeksi nonpolio sejumlah 2.262. Tidak ditemukan virus polio liar yang berarti semua 2.262. Tidak ditemukan virus polio liar yang berarti semua virus yang ditemukan adalah virus polio vaksin, juga tidak ada virus yang ditemukan adalah virus polio vaksin, juga tidak ada spesimen yang harus di

spesimen yang harus di pending pending (batal diperiksa secara(batal diperiksa secara laboratorium).

laboratorium).

Grafik 4.

Grafik 4. Jumlah Penderita AFP Jumlah Penderita AFP dibandingkan dengan dibandingkan dengan Jumlah PenderitaJumlah Penderita yang terinfeksi Virus Polio.

yang terinfeksi Virus Polio.

Grafik 4

Grafik 4memperlihatkan banyaknya jumlah kasus AFPmemperlihatkan banyaknya jumlah kasus AFP sedangkan yang diklasifikasi terserang infeksi virus polio sedangkan yang diklasifikasi terserang infeksi virus polio sangat sedikit; jika dilihat spesimen yang adekuat antara 79,5 sangat sedikit; jika dilihat spesimen yang adekuat antara 79,5

TAHUN TAHUN 2002 2002 2001 2001 2000 2000    M    M  e  e   a   a   n   n 1000 1000 800 800 600 600 400 400 200 200 0 0 KASUS KASUS POLIO POLIO Tahun Tahun 2000 2001 2000 2001 20022002 3000 3000 2000 2000 1000 1000 0 0 : Mati : Mati : Kasus : Kasus      J      J    u    u    m    m      l      l    a    a      h      h

Gambar

Tabel 1. Ka
Gambar l. Kecenderungan Kasus Campak Selama 4
Tabel 4.  4.  Jumlah  penderita  Jumlah  penderita  dengan  hasil  pe dengan  hasil  pe meriksaan  laboratorium meriksaan  laboratorium positif terinfeksi chikungunya berdasarkan usia,
Tabel 5. Hasil Analisis Laboratorium terhadap SpesimenTabel 5. Hasil Analisis Laboratorium terhadap Spesimen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan senantiasa mengucap puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya kepada kita semua, sehingga pada kesempatan ini peneliti

Hasil penelitian menunjukkan bahwa DKI Jakarta sebagai salah satu daerah ekspor utama tuna Indonesia dengan komoditas dominanya adalah tuna beku tidak mengalami dampak secara

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayahNya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul ” Studi

Disain Primer dan Situs Rektriksi CAT Primer yang didapat dari www.ncbi.nlm.gov menu BLAST dilakukan analisis menggunakan program NetPrimer, dan dipilih primer yang terbaik

Bagi 30 responden petani kebun campuran, kesediaan membayar untuk mempertahankan manggis yang berasal dari kebun campuran agar tidak punah sehingga dapat dimanfaatkan di masa

Panjang akar stek dihitung dengan cara mengukur panjang akar terpanjang pada setiap stek diakhir penelitian dengan menggunakan penggaris dan dinyatakan dalam

Penentuan waktu Maghrib diformulasikan dengan menambah jarak titik pusat Matahari tersebut; atau yang biasa disebut dengan semidiameter Matahari; dengan koreksi reraksi

Sebuah anugerah dan bukti kasih-NYA, sehingga skripsi yang berjudul Peran Modal Sosial dalam Pencapaian Keberhasilan Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM) (Studi Kasus