• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kepemimpinan Keraton pada Arsitektur Masjid Agung Surakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Kepemimpinan Keraton pada Arsitektur Masjid Agung Surakarta"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 449

Pengaruh Kepemimpinan Keraton pada Arsitektur Masjid

Agung Surakarta

Lilis Yuniati y liliss30@gmail.com

Program Studi A rsitektur, Sekolah A rsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung. Abstrak

Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk memeluk agama Islam. Oleh karena itu, terdapat perkembangan dalam pembangunan masjid di Indonesia sebagai tempat beribadah. Dalam perkembangannya, terdapat berbagai masjid dengan langgam arsitektur yang berbeda-beda di setiap daerah. Hal ini terjadi karena penyesuaian dengan lingkungan bangunan tersebut berada. Selain itu, masa kepemimpinan pemerintahan suatu daerah juga tidak jarang memengaruhi langgam arsitektur setiap masjid yang ada. Dalam pembangunan Masjid Agung Surakarta sendiri, terdapat beberapa pengaruh kebudayaan yang diterapkan. Hal ini terjadi karena perkembangan pembangunan masjid ini terus berjalan seiring pergantian kepemimpinan kasunanan Surakarta. Pada beberapa masa pemerintahan Kasunanan Surakarta, terdapat langgam yang cenderung sering digunakan pada bangunan masjid.

Kata-kunci : arsitektur, langgam, pemerintahan.

Pendahuluan

Masjid Agung Surakarta merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan begitu saja dari proses perkembangan sejarah Islam di Jawa umumnya dan Keraton Surakarta Hadiningrat khususnya. Karena seperti kita ketahui bahwa menurut tradisi Islam suatu pusat pemerintahan harus memiliki unsur-unsur antara lain Keraton sebagai pusat pemerintahan dan tempat tinggal raja, Masjid sebagai tempat ibadah utama dan berkumpulnya mukmin, Alun-alun sebagai tempat rakyat bertemu dengan rajanya dan Pasar sebagai tempat kegiatan ekonomi.

Masjid Agung Surakarta atau Masjid Agung Solo, pada masa lalu merupakan Masjid Agung Negara Keraton Surakarta Hadiningrat, segala keperluan masjid disediakan oleh kerajaan dan masjid juga dipergunakan untuk upacara keagamaan yang diselenggarakan kerajaan. Semua pegawai pada Masjid Agung merupakan abdi dalem Keraton, dengan gelar dari keraton misalnya Kanjeng Raden Tumenggung Penghulu Tafsiranom (penghulu) dan Lurah Muadzin.

Masjid Agung dibangun oleh Sunan Paku Buwono III tahun 1763M atau 1689 tahun Jawa dan selesai pada tahun 1768. Masjid Agung merupakan kompleks bangunan seluas 19.180 meter persegi yang dipisahkan dari lingkungan sekitar dengan tembok pagar keliling setingg i 3,25 meter. Bangunan Masjid Agung Surakarta secara keseluruhan berupa bangunan tajug yang beratap tumpang tiga dan berpuncak mustaka.

Masjid ini berdiri di sebelah barat alun alun Surakarta bersebelahan dengan pasar Klewer. Kasunanan Surakarta dari Kartasura ke wilayah desa Sala pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwana III. (Keraton Surakarta didirikan pada tahun 1745). Masjid Agung dibangun oleh Sunan Paku Buwono III tahun 1763M atau 1689 tahun Jawa dan selesai pada tahun 1768.

(2)

A 450 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

Arsitektur pada masjid ini menarik untuk dibahas karena perkembangan pembangunannya dilakukan secara bertahap dan melibatkan beberapa pergantian masa pemerintahan yang ternyata memberikan pengaruh tersendiri terhadap langgam bangunan.

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui kecenderungan langgam yang dipakai pada masa pemerintahan kasunanan Surakarta terhadap arsitektur Masjid Agung Surakarta.

Kegiatan

Masjid Agung ini berdiri di kompleks bangunan seluas 19.180 m2 yang dipisahkan dari lingkungan

sekitar dengan tembok pagar keliling setinggi 3,25 meter. Bangunan ini telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perubahan masa pemerintahan kasunanan Surakarta. Hal tersebut dapat kita lihat pada beberapa perkembangan masjid selama beberapa periode pemerintahan . Masa pemerintahan yang memiliki pengaruh berarti terhadap perkembangan masjid Agung Surakarta ini adalah pada masa pemerintahan PB III, IV, VII, dan X.

Pada masa pemerintahan Raja Surakarta Paku Buwono III (PB III), Masjid Agung Surakarta didirikan. Masjid ini didirikan pada tahun 1785 M bertepatan dengan 1689 tahun Jawa. Namun menurut Basit Adnan (1996:12) dan Eko Budihardjo (1989:63) masjid ini didirikan pada tahun 1757 dengan acuan bentuk masjid Demak. Langgam arsitektur yang digunakan masih terpacu dengan langgam jawa serta arsitektur hindu. Hal ini terlihat dengan penggunaan atap bertingkat 4 yang melambangkan syarikat, tarikat, hakikat, dan makrifat. Arsitektur Jawa terlihat pada penggunaan saka guru sebagai struktur utama penyangga atap.

Kemudian pada tahun 1794 M di masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwana IV ( 1788 – 1820 M ), dilakukan renovasi besar-besaran pada bangunan Masjid Agung ini yaitu penggantian Saka dengan balok kayu bulat. Seluruh kolom dan bahan bangunan masjid ini menggunakan kayu jati yang sudah sangat tua dari hutan Donoloyo (Alas Donoloyo). Selain itu, jam matahari juga dibangun pada masa pemerintahan ini.

Gambar 1. Saka yang terdapat dalam masjid. Saka dengan material kayu bulat ini baru dipakai saat masa

(3)

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 451 Pada masa Sri Susuhunan Paku Buwana VII ( 1830-1875 M ), yaitu tepatnya tahun 1850 M dibangun pawestren dan serambi (emper) dengan memakai kolom-kolom bergaya dorik Pembangunan ini selesai tahun 1855 M. Pada masa ini pula dilakukan penggantian mustaka yang disambar petir. Kemudian pada setahun berikutnya mustaka tersebut dilapisi emas. Pada tahun 1858 M dibangun pagar tembok mengelilingi masjid sebagai pemisah dengan lingkungan sekitar. Pada tahun ini juga dibangun bangsal pagongan utara.

Pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwana VII ini terlihat bahwa penggunaan langgam arsitektur romawi lebih banyak diterapkan. Hal ini terlihat dari penggunaan kolom dorik pada struktur bangunan. Pada masa ini juga terlihat adanya kebaruan dalam menerpakan elemen ornamen pada bangunan. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan ornamen pada atap lebih variatif dengan adanya elemen kaca patri dan bentuk-bentuk yang rumit.

Gambar 2. Pawestren dan serambi

(emper). Terdapat kolom-kolom bergaya dorik pada area serambi. Terlihat penggunaan ornamen-ornamen yang memiliki bentuk lengkung yang rumit pada area kuncungan.

Sumber:

griyagawe.files.wordpress.com diakses tanggal 4 Maret 2017.

Gambar 3. Denah Masjid Agung

Surakarta. Sumber: https://soloraya.com/2014/10/08/m enikmati-keindahan-arsitektur-masjid-agung-surakarta/ diakses tanggal 3 Maret 2017.

(4)

A 452 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

Di dalam bangunan Masjid Agung Surakarta ini terdapat beberapa elemen penting antara lain : 1. Serambi, mempunyai semacam lorong yang menjorok ke depan (tratag rambat) yang

bagian depannya berbentuk kuncung.

2. Ruang sholat utama, mempunyai 4 saka guru dan 12 saka rawa dengan mihrab dengan kelengkapan mimbar sebagai tempat khotib pada waktu sholat jum’at.

3. Pawastren (tempat sholat untuk wanita) dan balai musyawarah. Dahulu tempat ini berfungsi sebagai tempat menerima tamu khusus dan mengkhitankan anak raja.

4. Tempat wudlu.

5. Pangongan, terdapat dikiri kanan pintu masuk masjid, bentuk dan ukuran sama yaitu berbentuk pendopo yang digunakan untuk tempat gamelan ketika upacara sekaten (upacara peringatan hari lahir Nabi Muhammad S.A.W).

6. Istal dan garasi kereta untuk raja ketika sholat jumat dan grebeg, diperkirakan dibangun bersamaan dengan dibangunnya Masjid agung surakarta.

7. Menara adzan,mempunyai corak arsitektur menara kutab minar di India. Didirikan pada 1928.

8. Tugu Jam Istiwak, yaitu jam yang menggunakan patokan posisi matahari untuk menentukan waktu sholat.

9. Gedang selirang, merupakan bangunan yang dipergunakan untuk para abdi dalem yang mengurusi masjid agung

Pada masa pemerintahan Sri Susuhan Paku Buwana X (1893 – 1939 M) terjadi beberapa perubahan dan pengembangan yang cukup banyak pada bangunan masjid ini. Perubahan tersebut antara lain dibangunnya menara adzan setinggi 32 m tepatnya pada tahun 1901 M dan penggantian tempat wudhu dari kolam menjadi kran. Selain itu, pada masa pemerintahan ini gapura yang semula berbentuk limasan diganti menjadi gapura dengan langgam arsitektur Persia. Pada masa ini juga dibangun perumahan untuk abdi dalem Kraton Surakarta

Gapura masjid Agung Surakarta pada awalnya merupakan pengadaptasian dari konsep candi yaitu candi Bentar. Namun pada masa pemerintahan Paku Buwana X, gapura ini direnovasi dengan langgam yang baru yaitu langgam arsitektur Islam Persia. Gapura ini selesai dibangun pada tanggal 6 Mulud 1831 tahun Je atau 1901 Masehi. Pengaruh arsitektur Persia pada bangunan ini terlihat pada penggunaan bentuk lengkung pada arkus pada bangunan dan ornamen lengkung pada bagian atas gapura.

Gambar 4. Gapura timur Masjid Agung

Surakarta.

Sumber: bujangmasjid.blogspot.co.id diakses taggal 3 Maret 2017.

(5)

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 453 Gapura ini dibuat dari batu bata yang kokoh dengan finishing cat tembok warna krem tidak bertekstur. Di atas pintu utama terdapat relief simbol Kraton Kasunanan Surakarta yang terbuat dari besi, sedangkan di atas dua pintu samping terdapat kaligrafi bertuliskan do’a masuk dan keluar dari masjid. Pada bagian atas terdapat jam dinding dengan dikelilingi relief bintang. Sedangkan pada tiap pilar, puncaknya dibuat dengan bentuk kuluk (topi) dan buah keben terbalik.

Gapura ini menjadi akses utama ke area masjid selain 2 (dua) gapura di sisi selatan yang merupakan akses dari pasar Klewer dan sisi utara yang merupakan akses dari kampung Kauman. Gapura ini dihubungkan dengan gapura di sisi utara dan selatan dengan pagar dinding batu bata setinggi 2,5 meter. Gapura ini juga berfungsi membatasi area halaman masjid dengan area luar, dimana dapat dilihat dari adanya 3 (tiga) akses pintu yang dilengkapi dengan daun pintu berupa teralis besi. Pada masa ini juga dibangun menara adzan di sisi depan bangunan masjid. Biaya dalam membangun menara masjid mencapai 100.000 gulden. Tinggi menaranya sekitar 30 meter terbuat dari beton tulang. Untuk penguat pondasinya dipancangkan batang-batang kayu cemara. Pada masa tersebut, sebelum dipasangi pengeras suara, muazin mengundangkan adzan langsun g dari atas menara tersebut.

Arsitektur pada menara ini terinspirasi dari Kutab Minar di India. Pengaruh arsitektur ini dapat terlihat pada penggunaan elemen-elemen yang ada seperti garis simetris, elemen selang-seling pada menara, serta penggunaan ornament pada setiap peralihan yang ada. Namun terdapat beberapa perbedaan pada keduanya yaitu material yang digunakan. Material yang digunakan Kutab Minar adalah batu bata merah yang disusun satu per satu sedangkan material pada menara adzan masjid Agung Surakarta adalah beton bertulang.

Selain pengaruh arsitektur India, ternyata juga ditemukan adanya pengaruh arsitektur Persia pada pintu masuk menara. Pada pintu ini terlihat adanya arkus yang ditopang oleh dua kolom di sisinya. Pemilihan teralis besi pintu pun juga mengikuti dari bentuk arkus tersebut.

Gambar 5. Menara Qutb Minar di India. Menara ini berdiri dengan tinggi terbuat dari batu bata merah

(6)

A 454 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 Pelajaran

Pelajaran yang dapat diambil dari pembahasan ini adalah melihat pengaruh arsitektur bangunan dari sisi yang berbeda. Setiap kepemimpinan memiliki kecenderungan masing-masing dalam menentukan langam apa yang ingin dibawakan pada bangunan yang didirikan pada masa pemerintahan nya. Kesimpulan

Dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh arsitektur Jawa, Hindu, Persia, dan India bangunan Masjid Agung Surakarta ini. Setiap langgam arsitektur ini cenderung dibawakan oleh masa kepemerintahan kasunanan yang berbeda. Pada masa awal pembangunan, masjid ini cenderung lebih membawakan arsitektur Jawa. Pada masa pemerintahan Paku Buwana VII cenderung menggunakan langgam arstektur romawi dan Paku Buwana X cenderung membawakan langgam arsitektur timur tengah pada Masjid Agung Surakarta.

Pada penulisan ini, penulis mencoba melihat dari sisi lain mengenai pengaruh langgam arsitektur pada Masjid Agung Surakarta. Dalam penelitian yang lebih lanjut dapat diteliti mengenai karakteristik, peristiwa dan trend yang terjadi pada suatu masa pemerintahan sehingga dapat diketahui alasan dan kepentingan apa saja yang memengaruhi pemilihan langgam pada bangunan.

Acknowledgement

Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada dosen pengampu Mata Kuliah AR 4232 Arsitektur Islam, yaitu Bapak Dr.Eng. Bambang Setiabudi, ST., MT yang telah memberikah arahan dalam penulisan.

Daftar Pustaka

http://www.kompasiana.com/bobybahar/qutb-minar-bukti-sejarah-kemegahan-arsitektur-islam_5513f5298133110f52bc638b, diakses tanggal 4 Maret 2017.

http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1344/masjid-agung-surakarta, diakses tanggal 3 Maret 2017. https://soloraya.com/2014/10/08/menikmati-keindahan-arsitektur-masjid-agung-surakarta/ diakses tanggal 3

Maret 2017.

Machrus. (2008). Simbol-Simbol Sosial Kebudayaan Jawa, Hindu Dan Islam Yang Direpresentasikan Dalam Artefak Masjid Agung Surakarta, Tesis Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Yunianti, E. (2015), Estetika Unsur-unsur Arsitektur Bangunan Masjid Agung Surakarta, Journal of Arts Educatio.

Gambar 6. Menara adzan (kiri), Detail pintu menara adzan Masjid Agung Surakarta (kanan).

Gambar

Gambar  1. Saka yang terdapat dalam masjid. Saka dengan material kayu bulat  ini baru dipakai saat masa  pemerintahan Sri Susuhan Paku Buwana III
Gambar  3.  Denah  Masjid  Agung  Surakarta.  Sumber:  https://soloraya.com/2014/10/08/m  enikmati-keindahan-arsitektur-masjid-agung-surakarta/ diakses  tanggal 3 Maret 2017
Gambar  4. Gapura timur Masjid Agung  Surakarta.
Gambar 5. Menara Qutb Minar di India. Menara ini berdiri dengan tinggi terbuat dari batu bata merah  Sumber: bujangmasjid.blogspot.co.id diakses taggal 3 Maret 2017
+2

Referensi

Dokumen terkait

- Dari perhitungan ulang, ternyata harga Rp 35rb dari Rikswa terlalu murah sehingga dinaikkan menjadi Rp 40rb per produk - Produk sudah masuk Mirota Batik (sebanyak 5

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bioaktif lidah buaya dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan pada ayam pedaging melalui peningkatan ukuran saluran pencernaan

Posterior Circulation Infarct, gejalanya: Pada penderita ditemukan gejala: Disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi.. ipsilateral dan gangguan

Hidupkan mesin kendaraan sebelum dilakukan servis. Prosedur ini diperlukan untuk mengetahui kondisi awal kendaraan. Pemeriksaan minyak pelumas dan air pendingin

Esensi dakwah Islam adalah menyampaikan pesan dalam upaya membangun kehidupan manusia secara utuh, baik sebagai individu ataupun masyarakat untuk memperoleh

Bila sel-sel tertentu dalam tubuh kehilangan tanda-tanda kedewasaannya (kespesifikan sebagai akibat diferensiasinya) dan ketenangannya, maka ia menjadi indiferen, giat

Dengan itu, jelaslah kepada kita bahwa akhlak yang baik itu akan hanya dapat dimiliki oleh seseorang manusia apabila setiap diri mereka tersebut berupaya

pengawasannya Inspektorat Kabupaten Minahasa Selatan sering mendapati yang namanya penyimpangan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah di kecamatan, salah satu