• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

7

2.1 Manajemen Pendidikan

Manajemen merupakan faktor yang paling penting dalam menyelenggarakan pendidikan di sekolah. Keberhasilan manajemen ditentukan oleh kinerja seorang manajer dalam hal ini adalah kepala sekolah pada satuan pendidikan. Oleh karena itu agar penyelenggara pendidikan berhasil dengan baik diperlukan manajemen pendidikan yang baik pula. Kepala Sekolah sebagai top manager harus mampu mengelola pendidikan di sekolah dengan melibatkan tenaga pendidikan dan guru untuk mencapai tujuan sekolah.

Pengelolaan pendidikan di sekolah yang dilakukan oleh kepala sekolah hendaknya dilakukan secara terus menerus. Hal ini sesuai dengan pendapat Husaini Usman (2014: 602) yang mengatakan bahwa manajemen pendidikan merupakan budaya untuk meningkatkan mutu pendidikan secara terus menerus dengan memfokuskan pada masyarakat/wali murid yang menyekolahkan anak-anaknya demi mendapatkan kepuasan jangka panjang dan peran serta warga sekolah keluarga, masyarakat dan pemerintah.

Perbaikan secara terus menerus hanya bisa dicapai dengan memberdayakan orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut. Perbaikan dimulai dari yang sederhana, mudah, dan kecil untuk mencapai keberhasilan. (Husaini Usman, 2014:603).

(2)

Salah satu peranan sekolah dalam meningkatkan budaya mutu menurut Sallis (2014:624) adalah mengembangkan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan (staf) melalui pelatihan. Pelatihan dapat meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan. Kompetensi seorang pendidik antara lain menyusun perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran.

2.2 Kompetensi Guru

Istilah kompetensi dari kata “Competent” yang berarti kemampuan, kompetensi merupakan kemampuan individual dan mampu menguasai atau melaksanakan suatu pekerjaan serta mampu menganalisis pekerjaan atau peraturan-peraturan kerja, kompetensi dapat memberikan suatu gambaran perilaku keahlian (skill) dan pengetahuan (knowledge) seseorang atau kelompok (team work) serta potensi diri yang dimiliki seseorang terhadap kapasitas kecakapan (ability) dalam melaksanakan pekerjaan yang bervariasi dengan keberhasilan atau kesuksesannya ketika bekerja (Suyuti, 2003:17). Kompetensi guru adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh seorang guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya (Saragih, 2006: 29).

Kompetensi adalah kemampuan kecakapan, keadaan berwenang atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum, (Syah 2000:30). Selanjutnya masih menurut Syah, dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan

(3)

kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional adalah guru yang piawai dalam melaksanakam profesinya. Bahwa dalam menjalankan kewenangan profesionalnya, kompetensi guru dibagi dalam tiga bagian (Adlan, 2000: 32) yaitu:

a. Kompetensi kognitif, yaitu kemampuan dalam bidang intelektual seperti pengetahuan tentang belajar mengajar, dan tingkah laku individu.

b. Kompetensi efektif, kesiapan dan kemampuan guru dalam berbagai hal yang berkaitan dengan tugas.

c. Kompetensi perilaku, yaitu kemampuan dalam berperilaku, seperti membimbing dan menilai.

Kompetensi dapat memberikan suatu gambaran perilaku keahlian (skill) dan pengetahuan (knowledge) seorang atau kelompok (team work) serta potensi diri yang dimiliki seorang terhadap kapasitas kecakapan (ability) dalam melaksanakan pekerjaan yang bervariasi dengan keberhasilan atau kesuksesan ketika bekerja. Kompetensi merupakan perilaku yang irasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan pula. Kompetensi sangat diperlukan untuk mengembangkan kualitas dan aktivitas tenaga pendidikan.

(4)

2.3 Kompetensi Guru dalam Menyusun RPP

2.3.1 Pengertian Kompetensi

Istilah kompetensi mempunyai banyak makna.Menurut Broke and Stone dalam Buku Standar Kompetensi dan sertifikasi Guru (Mulyasa, 2013) mengemukakan kompetensi adalah.... desscriptive of qualittative nature of teacher behavior appears to be entirely meaningful, ....bahwa (kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang hakikat perilaku guru yang penuh arti. Sementara Suyuti (2003) mengungkapkan bahwa kompetensi dapat memberikan suatu gambaran perilaku keahlian (skill) dan pengetahuan (knowledge) seseorang atau kelompok (team work) serta potensi diri yang dimiliki seseorang terhadap kapasitas kecakapan (ability) dalam melaksanakan pekerjaan yang bervariasi dengan keberhasilan atau kesuksesannya ketika bekerja.Sedangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia. No 14 tahun 2015 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 ayat 10, dijelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalnya. Definisi yang lain kompetensi merupakan perilaku rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. (Mulyasa, 2013:25).

Jadi kompetensi, dapat diartikan kemampuan yang meliputi perilaku keahlian (skill) dan pengetahuan (knowledge) seorang atau kelompok (team work) serta potensi diri yang dimiliki seorang terhadap kapasitas

(5)

kecakapan (ability) yang diperoleh melalui pendidikan dalam melaksanakan tugas keprofesionalnya.

2.3.2 Kompetensi Menyusun RPP

Menurut Dirgantara Wicaksono, (2014:5) Kompetensi seorang guru yang memenuhi standar yang terdiri dari empat komponen kompetensi yang terdiri dari: kompetensi pengelolaan pembelajaran, kompetensi wawasan kependidikan, kompetensi akademik atau vokasional, dan kompetensi pengembangan profesi. Sedangkan kompetensi pengelolaan pembelajaran terdiri atas kemampuan menyusun rencana pembelajaran, dan kemampuan melaksanakan pembelajaran.Dalam penelitian action research ini lebih ditekankan dan dibatasi hanya kepada komponen kompetensi pengelolaan pembelajaran saja. Itupun dibatasi hanya kepada kemampuan menyusun rencana pembelajaran.

Adapun standar kompetensi guru yang utama adalah: kemampuan menyusun rencana pembelajaran, kemampuan melaksanakan pembelajaran, dan kemampuan menilai prestasi belajar. Kemampuan menyusun rencana pembelajaran meliputi: a) mendeskripsikan tujuan pembelajaran, b) menentukan materi sesuai dengan kompetensi yang telah ditentukan, c) mengorganisasikan materi berdasarkan urutan dan kelompok, d) mengalokasikan waktu, e) menentukan metode pembelajaran yang sesuai, f) merancang prosedur pembelajaran, g)menentukan media pembelajaran/alat praktikum (dan bahan) yang akan digunakan, h) menentukan sumber belajar yang sesuai (berupa buku,

(6)

modul, program komputer dan sejenisnya), dan i) menentukan teknik penilaian yang sesuai (Paul Suparno, 2004:8).

Dengan demikian kompetensi guru menyusun RPP yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan guru yang meliputi pengetahuan dan keterampilan dalam menyusun RPP. Kemampuan pengetahuan merupakan kemampuan menguasai tentang teori penyusunan RPP. Kemampuan keterampilam merupakan kemampuan menyusun produk RPP berdasarkan kaidah-kaidah penyusunannya.

2.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Kurikulum 2013

2.4.1 Pengertian

Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan RPP. Silabus merupakan sebagian sub-sistem pembelajaran yang terdiri dari atau yang satu sama yang lain saling berhubungan dalam rangka mencapai tujuan. Hal penting yang berkaitan dengan pembelajaran adalah penjabaran tujuan yang disusun berdasarkan indikator yang ditetapkan.

Philip Combs (dalam Kurniawati, 2009:66) menyatakan bahwa perencanaan program pembelajaran merupakan suatu penetapan yang memuat komponen-komponen pembelajaran secara sistematis. Analisis sistematis merupakan proses perkembangan pendidikan yang akan mencapai tujuan pendidikan agar lebih efektif dan efisien disusun secara logis, rasional, sesuai dengan kebutuhan siswa, sekolah, dan daerah (masyarakat).

(7)

Perencanaan program pembelajaran adalah hasil pemikiran, berupa keputusan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya Oemar Hakim (dalam Kurniawati 2009:74) menyatakan, ”bahwa perencanaan program pembelajaran pada hakekatnya merupakan perencanaan program jangka pendek untuk memperkirakan suatu proyeksi tentang sesuatu yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran”.

Permendiknas No. 103 tahun 2014 menyatakan, “Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar dalam beberapa pertemuan yang mengacu pada standar isi, standar kelulusan dan telah dijabarkan dalam silabus.”

Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kurikulum 2013 dilakukan oleh guru berdasarkan prinsip-prinsip pengembangan yang tertera pada Permendikbud No.103 tahun 2014 dan pelaksanaannya menerapkan pendekatan saintifik, pembelajaran tematik integratif dan penilaian autentik. (Kemendikbud, 2013:120). Hal pokok yang harus diperhatikan guru dalam mendesain pembelajaran Kurikulum 2013 meliputi mengorganisasikan tema, mengumpulkan bahan dan sumber, merancang kegiatan saintifik dan projek serta menyusun skenario pembelajaran dengan langkah-langkah mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan. (Ibnu Hajar, 2013:58).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan pembelajaran adalah suatu upaya

(8)

menyusun perencanaan pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum sesuai dengan kebutuhan siswa, sekolah, dan daerah.

Dalam Kurikulum 2013, guru bersama warga sekolah berupaya menyusun kurikulum dan perencanaan program pembelajaran, meliputi: program tahunan, program semester, silabus, dan rencana peleksanaan pembelajaran. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar. RPP merupakan acuan guru dalam melaksanakan pembelajaran untuk setiap KD. Oleh karena itu, apa yang tertuang di dalam RPP memuat hal-hal yang langsung berkaitan dengan aktivitas pembelajaran dalam upaya pencapaian penguasaan suatu KD.

2.4.2.Komponen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kurikulum 2013

Menurut Permendiknas No. 103 Tahun 2014, komponen RPP terdiri dari a). identitas mata pelajaran, (b) kompetensi inti, (c) kompetensi dasar, (d) indikator pencapaian kompetensi, (e) materi ajar, (f) alokasi waktu, (g) kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintific dan tematik integratif. (h) sumber belajar, (i) penilaian hasil belajar meliputi: soal, skor dan kunci jawaban.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 2005 pasal 20 menyatakan bahwa, ”RPP minimal memuat sekurang-kurangnya lima komponen yang meliputi: (1) tujuan pembelajaran, (2) materi ajar, (3)

(9)

metode pengajaran, (4) sumber belajar, dan (5) penilaian hasil belajar.”

Jadi komponen RPP Kurikulum 2013 yang ideal berdasarkan peraturan Permendikbud 103 tahun 2014 dan PP No. 19 tahun 2005 di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:

IDENTITAS

Pada komponen ini guru mengisi identitas sekolah, kelas semester, tema, subtema, pembelajaran, dan pertemuan. Komponen identitas selalu ditulis setiap satu perangkat pembelajaran.

A. Kompetensi Inti

Menurut Imas Kurniasih dan Berlin Sani (2013:134) menjelaskan kompetensi Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dansoftskills.

Dengan demikian Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi kompetensi dasar. Bahan untuk mengisi kompetensi inti berasal dari silabus meliputi kompetensi spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Setiap kelas mempunyai kompetensi inti

(10)

yang berbeda-beda sesuai tingkat perkembangan peserta didik.

B. Kompetensi Dasar

Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar adalah konten atau kompetensi yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang bersumber pada kompetensi inti yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi tersebut dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran

1. KD pada KI-1 2. KD Pada KI-2 3. KD Pada KI-3 4. KD Pada KI-4

KD merupakan penjabaran dari KI yang diambil dari silabus. KD juga terdapat pada bagian awal tema buku guru.

C. Indikator Pencapaian Kompetensi

Dalam penyusunan indikator perlu memperhatikan kriteria;spesifik yaitu hanya mengandung satu perilaku. Contoh pernyataan yang menggandung satu perilaku; merancang rencana kegiatan. Dalam penyusunan indikator hasil belajar harus memuat satu kata kerja operasional,berorientasi pada siswa yang menggambarkan kompetensi siswa yang diharapkan mencakup ranah sikap, pengetahuan dan keterampilan.

Pengembangan indikator memperhatikan KD dan KI seperti berikut:

(11)

1. Indikator KD pada KI-1 2. Indikator KD Pada KI-2 3. Indikator KD Pada KI-3 4. Indikator KD Pada KI-4

Pengembangan indikator meliputi semua KD. Indikator 1 dan 2 merupakan kompetensi yang bersifat umum tersirat dalam pembelajaran. KD 3 dan 4 lebih spesifik dan harus tampak dalam pembelajaran.

D. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran dikembangkan dari indikator. Tujuan pembelajaran memperhatikan unsur audience (peserta didik), behavior (perilaku), condition (metode yang digunakan),dan degree (batasan). Tujuan pembelajaran pada RPP Kurikulum 2013 berbasis kompetensi bukan berbasis konten (materi). Penyusunan tujuan pembelajaran mengembangkan hanya dari KD pengetahuan dan keterampilan yang tampak pada pembelajaran (direct learning). Untuk kompetensi sipritual dan sikap terimplisit pada pembelajaran secara tidak langsung (indirect learning).

E. Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran ditulis hanya pokok-pokoknya saja menggunakan kata benda. Materi pembelajaran dapat mengambil dari buku siswa, buku guru,lingkungan, dan informasi lain yang relevan seperti dari majalah, buletin, buku refensi dan pengayaan. Materi secara lengkap tertulis pada lampiran RPP. Pengembangan materi/bahan ajar harus memenuhi syarat ilmiah untuk membangun pola berfikir peserta didik. (Imas Kumiasih dan Berlin Sani, 2014:25).

(12)

F. Metode/Model Pembelajaran

Pendekatan dalam pembelajaran kurikulum 2013 beragam antara lain saintifik, projek based learning, problem based learning, dan discovery learning. Model pembelajaran kurikulum 2013 beragam dan sangat menarik. Fungsi model pembelajaran sebagai pedoman guru dalam melaksanakan pembelajaran. (Aris Shoimin, 2014:24). Pengembangan metode/model pembelajaran memperhatikan karakteristik peserta didik, keluasan materi, dan tujuan pembelajaran.

G. Kegiatan Pembelajaran (Remidi/Pengayaan)

Kegiatan pembelajaran kurikulum 2013 menggunakan pembelajaran saintifik dan tematik integratif dengan urutan pembelajaran secara sistematis meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan. Memungkinkan menggunakan pendekatan lainya yang relevan dengan situasi dan kondisi di kelas. Pada langkah pembelajaran tematik integratif perpindahan materi antar mata pelajaran sangat halus (tidak terlihat).

H. Penilaian

Penilaian Kurikulum 2013 lebih ditekankan menggunakan outentik (Sunarti dan Selly Rahmawati, 2014: 3). Penilaian Otentik harus disertai rubrik. Penilaian setiap pertemuan memuat 4 aspek kompetensi yaitu spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Sebelum menyusun rubrik mencamtumkan kriteria terlebih dahulu. Guru berkewajiban mengembangkan rubrik penilaian pada RPP dan digunakan dalam pembelajaran. I. Media/Alat, Bahan dan Sumber Belajar

(13)

Pemilihan media, bahan, dan sumber belajar menyesuaikan karakteristik peserta didik, lingkungan, dan kemampuan guru. Pemilihan media, alat, bahan, dan sumber belajar dibuat menarik agar bisa menarik perhatian dan akan menumbuhkan rasa ingin tahu peserta didik. (Imas Kurniasih dan Berlin Sani, 2014: 152).

2.4.3.Langkah–langkah Menyusun Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran Kurikulum 2013

Menurut Supinah (2008: 27-32) langkah penyusunan RPP adalah sebagai berikut:

a. Mengkaji silabus

Mengkaji silabus meliputi: KI dan KD, materi pembelajaran, proses pembelajaran, penilaian pembelajaran, alokasi waktu dan sumber. belajar.

b. Menuliskan identitas

Identitas ini meliputi: 1).Sekolah, yaitu nama sekolah dari satuan pendidikan SD. 2).Tema/subtema/PB, yaitu dapat diperoleh/mengacu pada silabus, buku teks pelajaran, dan buku panduan guru. 3).Kelas/semester, yaitu disesuaikan dengan kelas/semester yang sedang berlangsung. 4).Alokasi waktu, adalah keseluruhan waktu yang diperlukan untuk pencapaian KD dan beban belajar.

c. Menulisakan KI dan KD

Kompetensi Inti (KI), merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dipelajari siswa untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan

(14)

matapelajaran. Kompetensi Dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu dan merupakan kemampuan spesifik yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terkait muatan pelajaran. Kompetensi dasar ini sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu mata pelajaran. Pada bagian ini dituliskan kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta didik setelah proses pembelajaran berakhir, cukup dengan cara mengutip pada Permendikbud nomor 57 Tahun 2014 atau silabus pembelajaran.

d. Menuliskan indikator

Keseluruhan indikator memenuhi tuntutan kompetensi yang tertuang dalam kata kerja yang digunakan dalam KI-KD. Indikator dimulai dari tingkatan berpikir mudah ke sukar, sederhana ke kompleks, dekat ke jauh, dan dari konkrit ke abstrak (bukan sebaliknya). Indikator harus mencapai tingkat kompetensi minimal KD dan dapat dikembangkan melebihi kompetensi minimal sesuai dengan potensi dan kebutuhan siswa. Indikator harus menggunakan kata kerja operasional yang sesuai

e. Menuliskan tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan KD.Tujuan pembelajaran ini dibuat mengacu KI, KD, dan Indikator yang telah ditentukan. Tujuan pembelajaran ini adalah tujuan yang akan dicapai selama proses pembelajaran

(15)

berlangsung.Tujuan pembelajaran dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.Tujuan dapat diorganisasikan mencakup seluruh KD atau diorganisasikan setiap pertemuan.Tujuan pembelajaran yang dinyatakan dengan baik mulai dengan menyebut Audience peserta didik untuk siapa tujuan itu dimaksudkan. Tujuan itu kemudian mencantumkan Behavior atau kemampuan yang harus didemonstarsikan dan Condition seperti apa perilaku atau kemampuan yang akan diamati. Akhirnya, tujuan itu mencantumkan Degree keterampilan baru itu harus dicapai dan diukur, yaitu dengan standar seperti apa kemampuan itu dapat dinilai.

f. Mengembangkan Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran adalah rincian dari materi pokok yang memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi. Materi Pembelajaran dapat berasal dari buku teks pelajaran dan buku panduan guru, sumber belajar lain berupa muatan lokal, materi kekinian, konteks pembelajaran dari lingkungan sekitar yang dikelompokkan menjadi materi untuk pembelajaran reguler, pengayaan, dan remedial.

g. Metode

Metode pembelajaran ini merupakan rincian dari kegiatan pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk

(16)

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai KD yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai.

h. Menjabarkan kegiatan pembelajaran

Penjabaran Kegiatan Pembelajaran yang ada pada silabus dalam bentuk yang lebih operasional berupa pendekatan saintifik disesuaikan dengan kondisi peserta didik dan satuan pendidikan termasuk penggunaan media, alat, bahan, dan sumber belajar. Kegiatan pembelajaran ini mengacu pada pendekatan, strategi, model, dan metode pembelajaran yang menggambarkan kegiatan berikut.

i. Menentukan alokasi waktu

Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai, yang selanjutnya dibagi ke dalam kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup.

j. Mengembangkan penilaian

Penilaian, memuat prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian dan mengacu kepada standar penilaian. Pengembangan penilaian pembelajaran dengan cara menentukan lingkup, teknik, dan instrumen penilaian, serta membuat pedoman penskoran. Selanjutnya menentukan strategi pembelajaran remedial segera setelah dilakukan penilaian.

(17)

Media/alat pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk menyampaikan materi pelajaran yang memudahkan memberikan pengertian kepada siswa. Bahan berupa bahan yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan.Menentukan media, alat, bahan dan sumber Belajar ini disesuaikan dengan yang telah ditetapkan dalam langkah penjabaran proses pembelajaran.

2.5 In House Training Model Partisipatif

2.5.1 Pengertian In House Training

KataIn House Training berasal dari istilah in house yang berarti dalam rumah dan training berarti pelatihan. Robbins, Stephen P, (2001:282), training atau pelatihan yang dimaksudkan disini adalah pelatihan formal yang direncanakan sendiri secara matang dan mempunyai suatu format pelatihan yang terstruktur. Menurut Gomes (2003:197), in house training adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya di tempat sendiri. Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright (2003:251) mengemukakan, In House Training merupakan suatu usaha yang terencana di tempat sendiri untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan perilaku oleh para pegawai.

(18)

Pendapat lainnya in House Training merupakan program pelatihan yang diselenggarakan di tempat sendiri, sebagai upaya untuk meningkatkan kompetensi guru, dalam menjalankan pekerjaannya dengan mengoptimalkan potensi-potensi yang ada (Sujoko, 2012: 40). In House Training merupakan pelatihan yang diselenggarakan di tempat peserta pelatihan (Danim, 2012: 94)

Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Supriyanto, (2013:998) bahwa in House Training merupakan pelatihan yang dilaksanakan secara internal oleh kelompok kerja guru, sekolah atau tempat lain yang ditetapkan sebagai penyelenggaraan pelatihan yang dilakukan berdasar pada pemikiran bahwa sebagian kemampuan dalam meningkatkan kompetensi dan karier guru tidak harus dilakukan secara eksternal, namun dapat dilakukan secara internal oleh guru sebagai trainer yang memiliki kompetensi yang belum dimiliki oleh guru lain. Sedangkan ketentuan peserta dalam IHT minimal 4 orang dan maksimal 15 orang.

Dengan demikian In House Training adalah program pelatihan atau training yang diselenggarakan oleh suatu perusahaan atau organisasi dengan menggunakan tempat pelatihan sendiri, peralatan sendiri, menentukan peserta dan dengan mendatangkan Trainer sendiri. Penyelenggara bertugas menyiapkan tempat, kemudian menyediakan peralatan dan mendatangkan Trainer yang sesuai dengan topic tertentu yang butuhkan.

(19)

2.5.2 Tujuan In House Training

In house training biasanya diselenggarakan dengan berbagai tujuan dan target tertentu. Tujuan In House Training diantaranya:

a. Meningkatkan kualitas kompetensi guru di sekolah. Hal ini diharapkan dapat mendukung program sekolah dalam upaya mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Bekerja sesuai Misi dan Visi sekolah. b. Menciptakan interaksi antar guru di sekolah. Jika

sekolah memiliki banyak guru dengan latar belakang yang berbeda, pengalaman yang berbeda, dan kualitas yang berbeda. Dengan In House Training peserta dapat bertukar informasi sehingga bukan tidak mungkin ini cara yang paling efektif untuk menciptakan standarisasi kinerja.

c. Mempererat rasa kekeluargaan dan kebersamaan antarguru. Karena mereka bekerja untuk satu naungan yang sama, bukan tidak mungkin mereka tidak lagi kaku untuk sharing, bersahabat dan lebih kompak. Dengan ini pembelajaran akan semakin berkualitas.

d. Meningkatkan motivasi dan budaya belajar yang berkesinambungan. Hal ini bisa mengeksplorasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi di lapangan yang berkaitan dengan peningkatan peningkatan kompetensi, sehingga dapat mencari solusi terbaik secara bersama-sama.

(20)

2.5.3 Materi In House Training

Materi dalam In house training biasanya relevan dengan permasalahan yang lebih spesifik yang diminta oleh sekolah penyelenggara terkait. Peserta dan penyelenggara sendiri yang menentukan topik apa yang ingin dibahas. Materi pelatihan akan di rancang secara khusus oleh pihak trainer yang diundang agar relevan dan berkaitan langsung dengan kompetensi guru pada suatu bidang tugas tertentu dan mencari solusi jika terdapat permasalah terkait. Trainer atau narasumber bisa berasal dari guru di sekolah yang berkompeten dan memiliki sertifikat resmi sebagai instruktur. Dengan demikian, ini bisa menjadi jaminan bahwa sekolah akan dapat meningkatkan kompetensi guru dan output para peserta secara langsung.

2.5.4 Tempat Penyelenggaraan In House Training

Tempat penyenggaraan in house training ditentukan oleh pihak penyenggara, bisa di kantor sendiri, hotel atau tempat yang sudah ditentukan. Tempat pelatihan harus benar-benar diperhatikan, pastikan bahwa tempat dapat mendukung efektifitas jalannya pelatihan. Bila perlu relevan dengan permasalahan yang dihadapi sehingga peserta dapat melihat dan mempelajarinya secara langsung.

2.5.5 Peserta In House Training

Jika dalam training terbuka pada umumnya, siapa pun bisa mendaftar. Sedangkan in house training para peserta biasanya ditentukan sekolah yang

(21)

menyenggarakan. Termasuk jumlah peserta itu sendiri, sekolah terkait harus menentukan sesuai dengan kesepakatan dengan pihak Trainer yang diundang atau dari kalangan sendiri.

2.5.6 Kelebihan Menyelenggarakan In HouseTraining

In House Training banyak menjadi pilihan penyelenggaraan pelatihan guru. Karena mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya:

a. Biaya lebih murah

b. Hasil bisa lebih maksimal

c. Peserta dari satu sekolah sehingga lebih nyaman dan tidak khawatir bocornya rahasia penting atau masalah intern yang terjadi di sekolah.

d. Materi lebih spesifik

2.5.7 Model-model In House Training

Mustofa Kamil (2013:13) mengemukaan model-model in house training dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Model Induktif

Model pelatihan ini dilakukan dari pihak yang terdekat, langsung, dan bagian-bagian ke arah pihak yang luas, dan menyeluruh. Oleh karena itu, melalui pendekatan ini diusahakan secara langsung pada kemampuan yang telah dimiliki setiap Sasaran didik (pelatihan), kemudian membandingkannya dengan kemampuan yang diharapkan atau harus dimiliki sesuai dengan tuntutan yang datang kepada dirinya

(22)

Model pelatihan ini akan menetapkan kebutuhan pelatihan (belajar) untuk peserta pelatihan yang memiliki karakteristik yang sama, maka pelaksanaan identifikasinya dilakukan pengajuan pertimbangan kepada semua peserta pelatihan (sasaran). Hasil identifikasi diduga dibutuhkan untuk keseluruhan peserta pelatihan (sasaran) yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Hasil identifikasi macam ini digunakan dalam menyusun materi pelatihan (belajar) yang bersifat massal dan menyeluruh

c. Model Klasik

Model klasik ini ditujukan untuk menyesuaikan bahan belajar yang telah ditetapkan dalam kurikulum atau program belajar dengan kebutuhan belajar yang dirasakan peserta pelatihan (sasaran). Berbeda dengan model yang pertama, pada model ini pelatih (tutor) telah memiliki pedoman yang berupa kurikulum, umpamanya Kurikulum pelatihan prajabatan, kurikulum pelatihan kepemimpinan, satuan pelajaran dalam pelatihan, dan, modul. Identifikasi kebutuhan belajar pelatihan dilakukan secara terbuka dan langsung kepada peserta pelatihan (sasaran) yang sudah ada di kelas.

d. Model Partisipatif

Model partisipatif menekankan pada proses

pembelajaran, di mana kegiatan belajar dalam pelatihan dibangun atas dasar partisipasi aktif (keikut sertaan) peserta pelatihan dalam semua aspek kegiatan

(23)

pelatihan, mulai dari kegiatan merencanakan, melaksanakan, sampai pada tahap menilai kegiatan pembelajaran dalam pelatihan. Upaya yang dilakukan pelatih pada prinsipnya lebih ditekankan pada motivasi dan melibatkan kegiatan peserta.

2.5.8 Langkah-langkah IHT Model Partisipatif

Menurut Mustofa Kamil (2013:14) mengemukakan bahwa langkah-langkah IHT Model Partisipatif sebagai berikut:

a. Mengadakan perekrutan peserta IHT.

Pada tahap perekrutan peserta pelatihan diadakan pendataan terlebih dahulu. Kemudian peserta mengisi biodata yang tersedia dan kebutuhan materi yang akan digunakan dalam pelatihan.

b. Mengidentifikasi sumber, kebutuhan, dan hambatan.

Pada tahap ini penyelenggara bersama peserta mengidentifikasi sumber materi pelatihan sesuai kebutuhan dalam peningkatan kompetensi dan hambatan yang mungkin terjadi dalam pelatihan.

c. Menentukan tujuan umum dan tujuan khusus. Peserta dan penyelenggara menentukan tujuan umum dan khusus secara bersama. Tujuan umum dan khusus dijabarkan menjadi indikator pencapaian pada soal pre dan post test.

(24)

Pada tahap ini penyelenggara menyusun soal pre test untuk menjajaki kemampuan peserta, dan post test untuk mengukur ketercapaian penguasaan materi.

e. Menyusun urutan kegiatan(jadwal),bahan, metode,dan teknik.

Penyusunan jadwal dan kegiatan memperhatikan kondisi peserta. Narasumber mempersiapkan bahan, metode, dan teknik yang memungkinkan terjadinya interaktif dan partisipasif dalam pelatihan.

f. Mengadakan pelatihan pelatih (narasumber). Pada tahap ini terlebih dahulu diadakan pelatihan untuk memastikan kesesuaian antara bahan, metode, dan teknik latihan.

g. Melaksanakan pre test.

Soal pre test diberikan pada awal pelatihan dengan mengacu pada indikator pencapaian yang telah ditentukan. Soal ini hanya untuk menjajaki kemampuan awal peserta sebelum menerima pelatihan.

h. Melaksanakan proses pelatihan.

Pelatihan dilaksanakan sesuai jadwal dan urutan kegiatan dengan memperhatikan keterlibatan peserta secara katif. Proses latihan memberikan kesempatan peserta seluas-luasnya untuk menemukan informasi sementara narasumber sebagai fasilitator.

(25)

i. Mengadakan evaluasi post tes.

Soal post test diberikan pada akhir pelatihan dengan mengacu pada indikator pencapaian yang telah ditentukan. Soal ini untuk mengukur keberhasilan peserta menerima pelatihan.

Langkah-langkah penelitian ini digunakan peneliti dalam melaksanakan IHT Model Partisipatif di SDN Kedungori 1 sesuai dengan situasi dan kondisi tempat penelitian. In House Training model partisipatif sangat cocok untuk sekolah yang sebagian besar gurunya berkompenten. SDN Kedungori 1 memiliki 10 guru minimal berijazah sarjana, maka lebih tepat melakukan kegiatan IHT dengan model partisipatif.

2.6 Penelitian Tindakan Sekolah

2.6.1 Pengertian PTS

Penelitian tindakan merupakan proses pengumpulan, pengolahan, analisis,dan penyimpulan data dari suatu jenis dan isi tindakan yang sengaja direncanakan dan dilaksanakan untuk memperbaiki metode kerja yang efektifdalam melaksanakan tugas pokok dan tanggung jawabnya (Nana Sujana, 2010).

Penelitian tindakan merupakan cara ilmiah yang sitematis dan bersifat siklus digunakan untuk mengkaji situasi sosial, dan memahami permasalahannya, serta selanjutnya menemukan pengetahuan yang berupa tindakan untuk

(26)

memperbaiki situasi sosial tersebut. Dibedakan menjadi dua yaitu PTK dan PTS. (Sugiyono, 2014: 697-698).

Dari uraian singkat tersebut, PTS dapat diartikan sebagai penelitian yang dilakukan untuk menemukan cara-cara baru guna memperbaiki kondisi dan memecahkan berbagai masalah pendidikan yang dihadapi sekolah. Pada intinya PTS berkutat pada dua hal, yakni perbaikan dan peningkatan mutu sekolah. (Mullyasa, 2009:10).

Menurut Mulyasa, PTS mempunyai karakter yang berbeda dengan penelitian-penelitian pada umumnya. Setidaknya ada dua karakter secara umum. Pertama: masalah yang diangkat untuk dipecahkan dan ditingkatkan harus dari praktik pendidikan di sekolah.Kedua: kepala sekolah dan pengawas boleh melibatkan orang lain (guru) untuk mengenal atau mengelaborasi masalah yang akan dijadikan penelitian. (Mulyasa, 2009:12).

Menurut Suyadi dalam bukunya Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) bahwa PTK dan PTS mempunyai perbedaan dan persamaan. Perbedaannya kalau PTK pelakunya adalah guru, ruang lingkupnya kelas, tujuannya perbaikan proses pembelajaran dan obyek pelelitian adalah siswa, sedangkan PTS pelakunya adalah kepala sekolah/pengawas, ruang lingkupnya kepala sekolah, tujuannya peningkatan mutu pendidikan, dan obyek penelitian sistem manajemen dan operasional sekolah.

(27)

Dengan demikian Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) adalah penelitian yang dilaksanakan oleh penelitidi sekolah untuk lebih profesional terhadap pekerjaannya, memperbaiki kerja dan melakukan inovasi sekolah serta mengembangkan ilmu pengetahuan terapan (professional knowledge).

Berdasarkan definisi tersebut, maka ciri utama PTS adalah melakukan tindakan nyata untuk memperbaiki atau melakukan inovasi sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran sehingga mampu menghasilkan siswa yang berpikir kritis, kreatif, inovatif, cakap dalam menyelesaikan masalah, dan bernaluri kewirausahaan

Dalam literatur berbahasa Inggris, PTK disebut juga Classroom ActionResearch (CAR). Saat ini PTK sedang berkembang dengan pesatnya di negera-negara maju seperti Inggris, Amerika, Australia dan Canada. Beberapa peneliti pendidikan terakhir ini menaruh perhatian yang sangat besar terhadap PTK.

Apabila dicermati,kecenderungan baru ini mengemuka karenajenis penelitian ini mampu menawarkan pendekatan dan prosedur baru yanglebih menjanjikan dampak langsung dalam bentuk perbaikan dan peningkatanprofesionalisme guru dalam mengelola proses pembelajaran dikelas atauimplementasi berbagai program di

(28)

sekolahdengan mengkaji berbagai indikator keberhasilanproses dan hasil pembelajaran.

Beberapa pengertian PTK menurut pendapat para ahli sebagai berikut:

a. Menurut Stephen Kemmis (dalam dalam Buku PTK oleh IGAK Wardani,2008:3,) PTK dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh guru, yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi di mana praktek-praktek pembelajaran tersebut dilakukan. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, PTK itu dilaksanakan berupa proses pengkajian berdaur (cyclical) yang terdiri dari 4 tahapan yaitu merencanakan, melakukan tindakan, mengamati dan merefleksi.

b. Menurut Mills, (dalam Buku PTK oleh IGAK Wardani, 2008:4). Penelitian Tindakan Kelas didefinisikan sebagai “systematic inquiry” yang dilakukan oleh guru, kepala sekolah, dan konselor sekolah untuk mengumpulkan informasi tentang berbagai praktik yang dilakukannya.

c. Menurut Ani W, (2008) Penelitian tindakan kelas adalah suatu kegiatan penelitian yang berkonteks kelas yang dilaksanakan untuk memecahkan masalah-masalah pembela jaran yang dihadapi oleh guru, memperbaiki Pedoman

(29)

Penulisan Proposal dan Laporan PTS/PTK mutu dan hasil pembelajaran dan mencobakan hal-hal baru dalam pembelajaran demi peningkatan mutu dan hasil pembelajaran.

d. Menurut Suharsimi Arikunto (dalam Suyadi,2012:3), Penelitian Tindakan Kelas adalah pencermatan dalam bentuk tindakan terhadap kegiatan belajar yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan.

Dari pendapat para ahli mengenai PTK di atas, dapatdiambil suatu kesimpulan bahwa penelitan tindakan kelas merupakan penelitian angbersifat kasuistik dan berkonteks pada kondisi, keadaan dan situasi yang ada didalam kelas yang dilaksanakan guru untuk memecahkah permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam kelas guna meningkatkan kualitas pembelajaran.

2.6.2 Desain Model PTS/PTK

Beberapa model PTS/PTK yang sering digunakan di dalam dunia pendidikan (sekolah), diantaranya: (1) Model KurtLewin, (2) Model Kemmis dan Mc Taggart, (3)Model John Elliot. Kurt Lewin menyatakan bahwa PTS/PTK terdiri atas beberapa siklus, setiap siklusterdiri atas empat langkah, yaitu: (1) perencanaan, (2) aksi atautindakan, (3)observasi, dan (4) refleksi.

(30)

Model PTK yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart adalah merupakan model pengembangan dari model Kurt Lewin. Dikatakan demikian, karena di dalam suatu siklus terdiri atas empat komponen, keempat komponen tersebut, meliputi:(1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi,dan (4) refleksi. Sesudah suatu siklus selesai di implementasikan, khususnya sesudah adanya refleksi, kemudian diikuti adanya perencanaan ulang yang dilaksanakan dalam bentuk siklus tersendiri Model John Elliot tampak lebih detail dan rinci. Karena dalam setiap siklus dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi yaitu 3 sampai 5 aksi (tindakan). langkah, yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar.

2.7 Penelitian yang Relevan

Penelitian sebelumnya tentu ada yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian tersebut bisa digunakan sebagai bahan referensidalam penelitian ini. Ada 5 penelitian yang mempunyai kekhasan tersendiri dan peneliti kaji yaitu:

Salimudin (2008)Peningkatan kompetensi guru dalam pengembangan silabus dan RPP melalui pembinaan profesional dengan pendekatan kooperatif di SD daerah binaan V Cabang Dinas P dan K Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes pada semester I tahun pelajaran 2008/2009. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus yang mengcu pada

(31)

permasalahan dan tujuan penelitian. Subjek penelitian adalah guru kelas VI yang berada di daerah binaan (DABIN) V Cabang Dinas P dan K Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes pada semester gasal tahun pelajaran 2008/2009. Objek penelitian tindakan sekolah adalah silabus dan RPP. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah (1) meningkatnya aktivitas peserta dalam pembinaan, (2) efektivitas pembinaan dengan pendekatan kooperatif, (3) meningkatnya kemampuan dan penguasaan guru/peserta dalam mengembangkankan silabus dan RPP yaitu nilai rata-rata yang diperoleh di atas 70. Hasil penelitiannya adalah (1) untuk siklus I, nilai rata-rata masih rendah yakni 65,31 dan meningkat pada siklus 2 nilai rata-rata yang diperoleh peserta adalah 78,75.

Margo Wibowo (2012)Peningkatan kompetensi guru dalam pengembangan silabus dan RPP melalui Supervisi Akademik di Gugus Merpati Kecamatan Metro Utara Bandar lampung 2012/2013. Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus. Hasil dari penelitian ini adalah: 1) untuk menyusun program supervisi akademik dilakukan analisis kebutuhan dengan memperhatikan aspek-aspek permasalahan yang dihahapi guru, tujuan supervisi akademik, strategi/metode kerja dan teknik supervisi, skenario kegiatan, sumber daya yang akan digunakan, dan alat penilaian yang tepat agar pelaksanaan supervisi dapat dilakukan dengan efektif dan

(32)

efisien, 2) kegiatan supervisor dalam supervise akademik adalah memberi bimbingan kepada guru, sedangkan guru melaksanakan revisi penyusunan silabus dan RPP. 3)perangkat evaluasi supervisi akademik yang digunakan adalah IPKG 4) peningkatan kemampuan guru dalam mengembangkan silabus nilai rata-rata siklus I adalah 59,90, siklus II adalah 74,08 dan pada siklus III adalah 81,22 , Kemampuan guru dalam mengembangkan RPP, nilai rata-rata siklus I adalah 67,38 , siklus II adalah 76,07 dan pada siklus III adalah 83,10.

Supriyanto (2014) Pelaksanaan In House Training dapat meningkatkan kompetensi pedagogik guru dalam menyusun RPP berkarakter di SDN Wongsorejo. Tindakan penelitian ini melalui 2 siklus yang terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Hasil penelitian terjadi kompetensi pedagogik 71 poin atau kategori “baik” pada siklus 1. Pada siklus kedua meningkat menjadi 91 poin atau kategori “sangat baik”. Hasil belajar dalam mengelola pembelajaran karakter pada siklus 1 adalah 78 poin kategori “baik” meningkat menjadi 93 poin atau kategori “sangat baik” pada siklus 2.Hal ini dapat disimpulkan bahwa Pelaksanaan In House Training dapat meningkatkan kompetensi pedagogik guru dalam menyusun RPP berkarakter.

Dirgantara Wicaksono (2014) Peningkatan kompetensi guru dalam menyusun RPP Kurikulum

(33)

2013 Melalui Workshop Problem Based Learning tahun pelajaran 2013/2014. (dalam Jurnal International Comference on Education di Universitas Malaysia Sabah). Penelitian tindakan sekolah ini dikerjakan dalam dua siklus, dan setiap siklus terdiri dari 5 kali pertemuan yang pada pertemuan kedua dilakukan post-test. Pertimbangan penelitian dalam dua siklus atau empat kali pertemuan dalam dua minggu disesuaikan dengan kalender akademis yang sedang berlangsung pada SMA Al-Hikmah. Jakarta Timur.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan peserta workshop dalam memecahkan masalah penyusunan RPP kurikulum 2013 di SMA Al-Hikmah Jakarta Timur. Selain itu Peran Teknologi Pendidikan begitu dirasakan manfaatnya terutama dalam hal penentuan pendekatan, strategi serta model pembelajaran apa yang paling efektif digunakan dalam workshop ini sehingga dapat meningkatkan pemahaman guru tentang penyusunan RPP.

Tiamsah (2014) Peningkatan kompetensi guru dalam menyusun RPP Kurikulum 2013 Melalui Bimbingan Berkelanjutan di SD Negeri 163085 Kota Tebing Tinggitahun pelajaran 2013/2014.(dalam E. Jurnal Universitas Negeri Medan). Penelitian ini terdiri dari 2 siklus dimana dalam setiap siklusnya terdiri dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Indikator keberhasilan dari

(34)

penelitian ini apabila komponen Rencana Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 dapat terpenuhi dengan baik dan benar. Hasil dari penelitian ini dapat dilihat bahwa bimbingan berkelanjutan dapat meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun RPP sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 . Hal ini dapat dibuktikan dari hasil observasi yang memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan kompetensi guru dalam menyusun RPP sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I nilai rata rata komponen RPP 69 % dan pada siklus II 83 %, terjadi peningkatan 14 % dari siklus I.

Secara umum penelitian sebelumnya mempunyai kesamaan dalam meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun RPP. Penelitian Supriyanto (2014) menggunakan tindakan melalui IHT secara umum dengan subjek penelitian jumlah guru yang relatif lebih besar sebanyak 34 guru sedangkan penelitian ini hanya 10 guru. Dirgantara Wicaksono (2014) melalui workshop model Problem Based Learning, urutan pelaksanaan kegiatan dengan penelitian ini hampir sama yaitu ada perencanaan bahan, pelaksanaan, observasi, dan penilaian akhir. Namun peran pelatih lebih dominan sementara peran peserta lebih banyak sebagi objek. Lebih banyak mngedepankan teori memcahkan masalah daripada praktik menyusun RPP Kurikulum 2013.

(35)

Penelitian ini dengan nuansa yang berbeda menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lokasi penelitian. Penelitian ini lebih fokus pada peningkatan kompetensi guru dalam menyusun RPP 2013, sedangkan tindakan yang dilkukan lebih spesifik pada model pendekatannya yaitu IHT model partisipatif. Karena sebagian besar guru di sekolah tempat penelitian mempunyai bekal kompetensi paedagogis dalam menyusun RPP yang cukup besar.

2.7 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat diduga sementara (hipotesis) sebagai berikut: “In House Training (IHT) model partisipatif dapat meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun RPP Kurikulum 2013 di SDN Kedungori 1 Tahun Pelajaran 2015/2016”.

(36)

Referensi

Dokumen terkait

kesimpulan bahwa paling tidak terdapat perbedaan antar kelompok uji pada setiap konsentrasi, untuk mengetahui kelompok uji yang mempunyai perbedaan maka dilakukan

Parameter untuk menjawab tujuan penelitian adalah mencari nilai debit aliran yang dapat dihasilkan emiter mortari SG dengan menentukan kecepatan aliran, nilai konduktivitas

Tidak adanya Kejadian Nyaris Cidera (KNC) dalam Pemberian Obat oleh perawat Angka kejadian pasien, penunggu pasien dan karyawan jatuh di pelayanan rumah

On the Effect of Applying the Task Clustering for Identical Processor Utilization to Heterogeneous Systems, Grid Computing, InTech, ISBN: 979-953-307-540-1, Hidehiro

Total skor tertimbang untuk faktor eksternal strategis adalah sebesar 3,63 yang berarti kemampuan program kehumasan Badan Karantina Pertanian memanfaatkan peluang yang ada

Hasil penelitian yang telah disebutkan serta dijabarkan diatas, dapat disimpulkan sesuai dengan gelaja atau bentuk perilaku hopelessness yang dikemukakan oleh

Perseteruan antara Cicak lawan Buaya dan kasus Mafia Pajak menjadi contoh bagaimana persoalan korupsi tidak sekedar berada dalam ranah hukum, melainkan telah masuk menjadi