• Tidak ada hasil yang ditemukan

konsentrat dengan kandungan TDN berbeda. Enam ekor sapi dara FH digunakan pada penelitian ini. Sebanyak enam perlakukan yang digunakan merupakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "konsentrat dengan kandungan TDN berbeda. Enam ekor sapi dara FH digunakan pada penelitian ini. Sebanyak enam perlakukan yang digunakan merupakan"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN

DADANG SUHERMAN. Penentuan Suhu Kritis Atas pada Sapi Perah Dara Berdasarkan Respon Fisiologis dengan Manajemen Pakan melalui Simulasi Artificial Neural Network. Dibimbing oleh BAGUS P PURWANTO, WASMEN MANALU dan IDAT G PERMANA.

Lingkungan iklim mikro merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi peternak dalam pengembangan ternak sapi perah di Indonesia adalah cekaman panas. Kondisi iklim di Indonesia bersifat panas sepanjang tahun, sekitar suhu udara 290C selama 6 jam yang disebabkan radiasi matahari dan kelembaban udara yang sangat intensif. Cekaman panas di alam bersifat kronis, cuaca panas hanya sedikit berkurang pada malam hari, dan terjadi peningkatan yang besar akibat kombinasi suhu dan kelembaban udara sebagai penentu suhu kritis yang dapat menurunkan performa produksi ternak. Beberapa penelitian telah dilakukan di Indonesia seperti modifikasi lingkungan fisik (naungan dan pendinginan), manajemen pemberian pakan dan peningkatan manajemen nutrisi untuk meminimalkan efek cekaman panas terhadap respon fisiologis berupa suhu kulit, suhu rektal, suhu tubuh, denyut jantung, dan frekuensi pernafasan. Akan tetapi, strategi manajemn pakan untuk menentukan dan menimimalkan cekaman panas pada suhu kritis belum dilakukan secara menyeluruh. Penentuan suhu kritis pada sapi dara FH berdasarkan respon fisiologis cukup intensif dilakukan di daerah subtropis. Namun demikian, penentuan suhu kritis pada sapi dara FH yang dipelihara di daerah tropis seperti Indonesia belum dilakukan secara intensif. Begitu juga, penentuan suhu kritis pada sapi dara FH berdasarkan respon fisiologis dengan manajemen pakan melalui simulasi Artificial Neural Network belum dilakukan secara intensif.

Penelitian pertama dilakukan pada peternakan sapi perah rakyat di Kebon Pedes Bogor sebagai daerah dataran sedang (400-600 dpl) dan peternakan sapi perah rakyat di Pondok Rangon Jakarta sebagai dataran rendah (200-400 dpl) dari bulan Januari hingga Februari 2011. Tujuan penelitian ini untuk menentukan suhu kritis pada sapi dara FH dalam kandang berdasarkan respon fisiologis pada masing-masing waktu dan suhu lingkungan di dua daerah berbeda. Enam ekor sapi dara FH digunakan untuk masing-masing daerah pada penelitian ini. Ternak dipelihara selama 14 hari dengan diberikan pakan pada pagi hari pukul 06.00 dan sore hari pukul 15.00, rasio pemberian rumput dan konsentrat setiap hari antara 60:40 Pengambilan data dilakukan setiap jam dari pukul 05.00 hingga pukul 20.00 selama 14 hari selama kurun waktu dua bulan. Peubah yang diukur meliputi parameter rata-rata iklim dalam kandang (suhu udara, kelembaban udara, THI, dan kecepatan angin), parameter respon fisiologis (suhu kulit, suhu rektal, suhu tubuh, denyut jantung, dan frekuensi respirasi). Rancangan yang digunakan adalah pengamatan secara langsung pada ternak. Penentuan suhu kritis pada sapi dara FH berdasarkan respon fisiologis disimulasikan dengan menggunakan analisis Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network).

Penelitian kedua dilakukan di Laboratorium Lapang Bagian IPT perah, Fapet, IPB dari bulan Maret hingga Juni 2011. Tujuan penelitian ini untuk menentukan suhu kritis pada sapi dara FH dalam kandang berdasarkan respon fisiologis dengan manajemen waktu pemberian pakan dan kualitas pemberian

(2)

konsentrat dengan kandungan TDN berbeda. Enam ekor sapi dara FH digunakan pada penelitian ini. Sebanyak enam perlakukan yang digunakan merupakan kombinasi dari waktu pemberian pakan (pukul 05.00 dan 18.00), (pukul 08.00 dan 16.00), dan level TDN konsentrat (70 %, 75 %, 75 % mengandung minyak kelapa 3.5 %). Ternak diberikan pakan dua kali setiap hari dengan rumput gajah dan konsentrat. Penelitian dilakukan selama enam periode dan setiap periode selama 14 hari dari.pukul 05.00 hingga pukul 20.00. Parameter yang diukur meliputi parameter unsur cuaca (suhu udara, kelembaban udara, THI, kecepatan angin, dan radiasi matahari), parameter respon fisiologis (suhu kulit, suhu rektal, denyut jantung, dan frekuensi respirasi), konsumsi pakan, kecepatan konsumsi pakan, kecepatan mengunyah, dan pertambahan bobot badan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Bujur Sangkar Latin 6x6. Analisis penentuan suhu kritis pada sapi dara FH dalam kandang berdasarkan respon fisiologis dengan manajemen waktu pemberian pakan dan kualitas pemberian konsentrat dengan kandungan TDN berbeda disimulasikan dengan menggunakan analisis Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network).

Hasil penelitian pertama menunjukkan bahwa model simulasi ANN dapat digunakan untuk menentukan suhu kritis pada sapi dara FH dengan indikator suhu permukaan kulit, suhu rektal, denyut jantung, dan frekuensi respirasi pada berbeda level suhu dan kelembaban udara di daerah Bogor dan Jakarta. Sapi dara FH mengalami suhu kritis di daerah Bogor pada suhu udara 26 0C dengan kelembaban udara 86% dan di daerah Jakarta pada suhu udara 26 0C dengan kelembaban udara 88%, yang dicirikan dengan meningkatnya suhu rektal, sedangkan sapi dara FH mengalami suhu kritis di daerah Bogor pada suhu udara 31 0C dengan kelembaban udara 86 % dan di daerah Jakarta pada suhu udara 32.5 0C dengan kelembaban udara 88 %, yang dicirikan meningkatnya suhu kulit. Suhu rektal sapi dara FH lebih sensitif terkena cekaman akibat perubahan suhu dan kelembaban udara dibanding suhu kulit baik di daerah Bogor maupun Jakarta.

Sapi dara FH mengalami suhu kritis di daerah Bogor pada suhu udara 22.5

0

C dengan kelembaban udara 78 % dan di daerah Jakarta pada suhu udara 23.5 0C dengan kelembaban udara 78%, yang dicirikan dengan meningkatnya frekuensi respirasi, sedangkan sapi dara FH mulai mengalami suhu kritis di daerah Bogor pada suhu udara 24.5 0C dengan kelembaban udara 78 % dan di daerah Jakarta pada suhu udara 23.5 0C dengan kelembaban udara 88 %, yang dicirikan meningkatnya denyut jantung. Frekuensi respirasi sapi dara FH lebih sensitif terkena cekaman akibat perubahan suhu dan kelembaban udara dibanding denyut jantung baik di daerah Bogor maupun Jakarta.

Hasil peneltian didapatkan bahwa respon fisiologis lebih rendah pada sapi dara FH yang diberi pakan pukul 05 dan 18.00 dibanding yang diberi pakan pukul 08.00 dan 16.00. Model penerapan ANN dapat digunakan untuk memprediksi respon fisiologis sapi dara FH dengan input suhu dan kelembaban udara sebagai penentu suhu kritis yang diberi pakan pukul 05.00 dan 18.00 dan pukul 08.00 dan 16.00 dengan pemberian konsentrat TDN 70 %, 75 %, dan TDN 75 % yang mengandung minyak kelapa 3.5 %. Suhu kritis pada sapi dara FH terjadi pergeseran semakin meningkat yang diberi pakan pukul 05.00 dan 18.00 dibanding yang diberi pakan pukul 08.00 dan 16.00, begitu juga dengan pemberian konsentrat TDN 75 % yang mengandung minyak kelapa 3.5 % dibanding pemberian konsentrat TDN 75 %. Suhu rektal dan Frekuensi respirasi

(3)

sapi dara FH lebih sensitif terkena cekaman akibat perubahan suhu dan kelembaban udara dibanding suhu permukaan kulit dan denyut jantung, baik yang diberi pakan pukul 05.00 dan 18.00 maupun yang diberi pakan pukul 08.00 dan 16.00 dengan pemberian konsentrat TDN 70 %, 75 %, dan 75 % yang mengandung minyak kelapa 3.5 %. Kesimpulan dari penelitian ini dapat memprediksi penentuan suhu kritis pada sapi dara FH dengan manajemen waktu pemberian pakan dan pemberian pakan TDN yang berbeda. Penentuan suhu kritis dari sapi perah dara dapat dilakukan dengan pengaturan waktu pemberian pakan dan pemberian pakan dengan energi yang mudah dicerna. Begitu juga dalam penentuan suhu kritis dari sapi perah dara perlu memperhatikan daerah dataran rendah dan sedang.

Kata kunci: ANN, minyak kelapa, respon fisiologis, suhu kritis atas, TDN, waktu pemberian

(4)

SUMMARY

DADANG SUHERMAN. Upper critical temperature of Fries Holland heifers based on physiological responseses for feeding management using Artificial Neural Network simulation. Supervised by BAGUS P PURWANTO, IDAT G PERMANA and WASMEN MANALU.

The management strategy was carried out by predicting the heifer critical temperature determination based on physiological response on feeding management trough ANN simulation. The purpose of this research was to determined the critical temperature for FH heifer based on physiological response with on different feeding time which was fed concentrate that contains different TDN. The objective of the present study is to evaluate physiological responses of dairy heifer to feeding time when fed concentrate differences in TDN content. Six dairy heifers were randomly allocated to 1 of 6 treatments: two feeding times (5 am/6 pm or 8 am/4 pm) of concentrate with 70 % or 75 % of concentrate unsupplemented or supplemented with 3.5 % coconut oil, in each of 6 periods of 14 d each in 6 x 6 Latin square design. The environmental conditions (air temperature, relatitive humidity, temperature humidity index, radiation, and wind velocity) and animals responses (rectal temperature, skin temperature, body temperature, heart rate, respiration rate, feed consumption, feed comsumption rate, chewing rate, and average daily gain) were then measured. The environmental condition were measured daily at 1 h intervals from 5 am to 8 pm. The animals responses were measured at the 4th, 8th, 12th, 14th, day of each periode at 1 h intervals from 5 am to 8pm, Tukey’s test and LSD were used for statististical analysis among treatments. The heifer critical temperature determination with physiological response indicator on feeding management was simulated by using Artificial Neural Networks (ANN) analysis.

Artificial Neural Network (ANN) simulation for industrial engineering is used to define critical temperature of Fries Holland (FH) heifer based on physiological responses on models to predict rectal temperature, skin temperature, heart rate and respiratory rate, using ambient temperature and humidity inputs. The research was conducted using six dairy cattle in Bogor and Jakarta. The heifers were fed 6 am and 3 pm daily. The environmental condition (Ta, Rh, THI, and Va) and physiological responses (rectal temperature, skin temperature, heart rate, and respiration rate) were then measured for 14 days in two months at 1 h intervals started from 5 am to 8 pm. By using this ANN simulation. The critical temperature for FH heifer were defined, from rectal temperature at Ta 26 0C and Rh 86 % at Bogor, and at Ta 26 0C and Rh 88 % at Jakarta, from skin temperature at Ta 31 0C and Rh 86 % at Bogor, and at Ta 32.5 0C and Rh 88 % at Jakarta, from heart rate at Ta 24.5 0C and Rh 78 % at Bogor, and at Ta 23.5 0C and Rh 88 % in Jakarta, from respiratory rate at Ta 22.5 0C and Rh 78 % at Bogor, and Ta 23.5 0C and Rh 78 % at Jakarta.

The result of this research was physiological response was lower in FH heifers which was fed at 05.00 am and 06.00 pm compared to the heifers which was fed at 08.00 am and 04.00 pm. The critical temperature on FH heifer was increased on heifers which was fed at 05.00 am and 06.00 pm compared to the heifers which was fed at 08.00 am and 04.00 pm, and also with the feeding of

(5)

TDN 75 % concentrate that contains 3.5 % coconut oil compared with the feeding of TDN 75% concentrate. The rectal temperature and respiration frequency of FH heifers was more sensitive exposed to stress which was caused by temperature and humidity changes compared to skin temperature and heart rate, both on the heifers which was fed at 05.00 am and 06.00 pm and at 08.00 and 04.00 pm with the feeding of TDN concentrate 70 %, 75 %, and 75 % that contains 3.5 % coconut oil. The physiological responses were significantly lower on cattle which fed at 5 am and 6 pm than 8 am and 4 pm also for cattle which fed concentrate contained 3.5 % coconut oil than not containing that with the same TDN (75 %). Chewing velocity was higher on cattle fed concentrate containing 3.5 % coconut oil than without coconut oil. Average daily gain were higher on cattle fed 5 am and 6 pm than 8 am and 4 pm or fed with concentrate containing 3.5 % coconut oil than without coconut oil. The conclusion of this research can predict the critical temperature determination for FH heifers with different feeding time management and also different TDN feeding. The heat stress of dairy heifer could be reduced with managemen feeding time and feeding with easily digestible nutrient.

Key word: ANN, coconut oil, feeding time, high critical temperature, physiological responses, coconut oil, TDN

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini perusahaan melakukan adanya pemenuhan kebutuhan bahan baku yang akan dipakai pada proses produksi nantinya.. Adapun yang termasuk dalam golongan bahan baku pokok yang

Dahrani dan Nur Maslinda (2012) dalam penelitian ini dijelaskan bahwa Berdasarkan analisis data dan pembahasan dalam penelitian maka diperoleh jawaban dari rumusan

Tujuan dari perancangan kampanye informasi ini adalah diharapkan adanya perubahan perilaku yang ditunjukan oleh target audience yang awalnya tidak mengetahui

Berdaparkan hasil wawancara dengan Bpk. Barokah, S.Ag selaku guru agama pada hari Selasa tanggaI 18 Juli 2006 pada jam 08.30 dan observasi serta diperkuat dengan doktunentasi

Teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) dari Halliday & Matthiessen (2004) digunakan untuk menganalisis makna interpersonal pada teks bahasa (verbal) dan teori

Dari hasil regresi pengaruh pendapatan daerah dan Kinerja Keuangan terhadap Kesejahteraan Masyarakat yang diukur dengan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) adalah

Maka Ketetapan Waktu Iddah dari Ulama Sumatera Utara Terhadap Haid yang Direkayasa, mengikuti oleh ketua MUI SUMUT dengan alasan memiliki kesinambungan dengan

Berdasarkan hipotesis 4 yang menyatakan bahwa ada pengaruh signifikan variabel Citra merek (X4) terhadap keputusan pembelian dapat ditunjukkan dengan melihat Tabel 2 bahwa nilai