• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN. Tabel 2 Jumlah penduduk Kelurahan Panaragan berdasarkan jenis kelamin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL PENELITIAN. Tabel 2 Jumlah penduduk Kelurahan Panaragan berdasarkan jenis kelamin"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

13

HASIL PENELITIAN

Gambaran Umum Lokasi

Secara administratif, Kelurahan Panaragan terletak di tengah Kota Bogor, tepatnya berada di Kecamatan Bogor Tengah, memiliki luas 27 hektar dengan 34 RT yang tersebar di tujuh RW. Kelurahan Panaragan memiliki ketinggian 200-300 meter di atas permukaan laut, sedangkan curah hujan per tahunnya adalah 2000 mmHg, dengan suhu rata-rata per hari 26-33 0C. Wilayah ini berbatasan dengan Kelurahan Kebon Kalapa/Jl. Veteran di sebelah Utara, Kecamatan Bogor Barat/Sungai Cisadane di sebelah Selatan dan Barat, serta Kelurahan Paledang/Sungai Cipakancilan di sebelah Timur.

Jumlah penduduk di Kelurahan Panaragan pada tahun 2010 sebanyak 6761 orang dengan 1650 KK. Berdasarkan Tabel 2, jumlah penduduk di Kelurahan Panaragan lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan dibanding dengan yang berjenis kelamin laki-laki.

Tabel 2 Jumlah penduduk Kelurahan Panaragan berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Jumlah (orang)

n %

Laki-laki 3.299 48,8

Perempuan 3.462 51,2

Total 6.761 100

Sebanyak 2.325 orang (35,8%) penduduk memiliki tingkat pendidikan sampai dengan SMA/sederajat (Tabel 3).

Tabel 3 Jumlah penduduk Kelurahan Panaragan berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat pendidikan Jumlah (orang)

n % Belum sekolah 261 3,8 SD/sederajat 1.851 27,4 SMP/sederajat 1.875 27,7 SMA/sederajat 2.325 34,4 Akademi (D1/D2/D3/D4) 280 4,2 S1/S2/S3 169 2,5 Total 6.761 100

Penduduk di Kelurahan Panaragan memiliki beragam mata pencaharian, dari mulai karyawan sampai dengan buruh. Mata pencaharian terbesar adalah sebagai karyawan swasta/BUMN/BUMD yaitu sebanyak 820 orang (23,3%). Tabel 4 akan merangkumkan mata pencaharian apa saja yang terdapat di Kelurahan Panaragan:

(2)

Tabel 4 Jumlah penduduk Kelurahan Panaragan berdasarkan mata pencaharian Mata pencaharian Jumlah (orang)

n % PNS 490 14,0 TNI 25 0,7 Polri 167 4,8 Karyawan swasta/BUMN/BUMD 820 23,3 Wiraswasta/pedagang 514 14,7 Pertukangan 442 12,6 Pensiunan 232 6,6 Jasa/lainnya 815 23,2 Total 3.505 100

Fasilitas yang terdapat di Kelurahan Panaragan antara lain: satu unit Puskesmas, sembilan unit Posyandu, satu unit praktek bidan, satu unit praktek dokter kulit, satu unit taman kanak-kanak, dua unit PAUD, empat unit sekolah dasar, satu unit sekolah menengah atas, satu unit aula serbaguna, satu unit kantor kelurahan, satu unit pusat perbelanjaan (plaza), dua unit pasar, serta empat unit masjid.

Karakteristik Keluarga Usia Orang Tua

Tiga per empat (75%) ayah berada pada kategori dewasa madya, sedangkan lebih dari separuh (58%) persen ibu berada dalam kategori dewasa awal (Tabel 5). Rata-rata usia ayah adalah 45,2 tahun dengan usia minimum 34 tahun dan usia maksimum 61 tahun. Ibu mempunyai usia rata-rata 39,8 tahun dengan usia minimum 27 tahun dan usia maksimum 55 tahun. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara usia ayah dan ibu.

Tabel 5 Sebaran contoh menurut usia ayah dan ibu

Sebaran usia (tahun) Ayah Ibu

n % n % Dewasa awal (20-40) 15 25,0 35 58,3 Dewasa madya (41-65) 45 75,0 25 41,7 Total 60 100,0 60 100,0 Min-max 34-61 27-55 Mean + SD 45,2+7,1 39,8+6,5 p-value 0,000**

Ket: **.signifikan pada p<0,01

Pekerjaan Orang Tua

Pekerjaan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh anggota keluarga agar mendapat penghasilan untuk biaya sehari-hari. Lebih dari sepertiga ayah (36,7%) bekerja sebagai wiraswasta (mempunyai usaha sendiri dibidang

(3)

makanan, jasa, dan barang lainnya) dan pedagang (mempunyai warung di dekat rumah atau di pasar), sedangkan sebagian besar ibu tidak bekerja (83,3%) (Tabel 6). Adapun buruh yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi buruh bangunan, penjaga toko kelontong, pembuat alat-alat besi (untuk ayah), dan pembantu rumah tangga (untuk ibu).

Tabel 6 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pekerjaan ayah dan ibu

Jenis pekerjaan Ayah Ibu

n % n % PNS 6 10,0 2 3,3 Pegawai swasta 12 20,0 1 1,7 Wiraswasta/pedagang 22 36,7 3 5,0 Buruh 15 25,0 4 6,7 Supir 2 3,3 0 0,0 Pensiunan 2 3,3 0 0,0 Guru ngaji 1 1,7 0 0,0 Tidak bekerja/IRT 0 0,0 50 83,3 Total 60 100,0 60 100,0

Pendidikan Orang Tua

Terdapat satu orang ayah (1,7%) yang tidak menamatkan pendidikan dasarnya, sedangkan lebih dari setengah ayah (55%) menamatkan SMA/sederajat (Tabel 7). Ibu yang memiliki pendidikan tamat SMA/sederajat sebanyak 53,3 persen, dan sebanyak 5 persen ibu memiliki pendidikan tamat S1. Rata-rata pendidikan untuk ayah adalah 10,78 tahun, sedangkan rata-rata pendidikan ibu adalah 10,35 tahun. Berdasarkan hasil uji beda, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pendidikan ayah dan ibu.

Tabel 7 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pendidikan ayah dan ibu

Pendidikan Ayah Ibu

n % n % Tidak tamat SD 1 1,7 0 0,0 Tamat SD/sederajat 10 16,7 14 23,3 Tamat SMP/sederajat 9 15,0 10 16,7 Tamat SMA/sederajat 33 55,0 32 53,3 Tamat D3 5 8,3 1 1,7 Tamat S1 2 3,3 3 5,0 Total 60 100,0 60 100,0 Rata-rata + SD (tahun) 10,78+2,94 10,35+2,87 p-value 0,416

Pendapatan per Kapita Keluarga

Dalam penelitian ini, pendapatan per kapita keluarga didapat dari penjumlahan penghasilan seluruh anggota keluarga (ayah, ibu, dan anak

(4)

kandung) per kapita per bulan. Pendapatan per kapita minimum Kota Bogor tahun 2010 adalah sebesar Rp212.210. Pendapatan per kapita lebih dari setengah keluarga dengan remaja laki-laki (53,3%) berada diatas Rp212.210, dengan rata-rata pendapatan per kapita Rp 435.396, dan kisaran antara Rp57.142,85-Rp1.357.000 (Tabel 8). Lebih dari setengah (53,3%) keluarga dengan remaja perempuan berada dibawah Rp212.210 dengan pendapatan rata-rata per kapita Rp316.601, kisaran pendapatan keluarga dengan remaja perempuan sebesar Rp37.500-Rp1.000.000. Berdasarkan pendapatan per kapita yang tersaji dalam Tabel 8, dapat disimpulkan bahwa separuh keluarga contoh tergolong miskin. Tidak dapat perbedaan yang nyata antara pendapatan per kapita keluarga dengan remaja laki-laki dan remaja perempuan.

Tabel 8 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pendapatan per kapita Pendapatan per kapita

(Rupiah)

Remaja laki-laki Remaja perempuan

n % n % <Rp 212.210 14 46,7 16 53,3 >Rp 212.210 16 53,3 14 46,7 Total 30 100,0 30 100,0 Min-max 57.142,85-1.357.000 37.500-1.000.000 Rata-rata + SD 435.396,8+384.899,7 316.601,9+278.046 p-value 0,176 Besar Keluarga

Dalam penelitian kali ini, lebih dari setengah keluarga dengan remaja laki-laki (63,3%) berada pada kategori keluarga kecil (<4 orang) dengan rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak 4 orang, jumlah anggota keluarga minimum 3 orang dan maksimum 7 orang (Tabel 9). Pada keluarga dengan remaja perempuan, dua pertiga keluarga (66,7%) berada pada kategori keluarga sedang dengan rata-rata jumlah anggota keluarga sebesar 5 orang, jumlah anggota keluarga minumum 3 orang dan maksimum 9 orang. Terdapat perbedaan yang nyata antara jumlah keluarga dengan remaja laki-laki dan remaja perempuan.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Kategori (orang) Remaja laki-laki Remaja perempuan

n % n % Kecil (<4) 19 63,3 7 23,3 Sedang (5-7) 11 36,7 20 66,7 Besar (>8) 0 0,0 3 10,0 Total 30 100,0 30 100,0 Min-max 3-7 3-9 Rata-rata + SD 4,6+1,19 5,5+1,43 p-value 0,008**

(5)

Urutan Kelahiran Remaja

Urutan kelahiran remaja dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi empat, yaitu tunggal, sulung, tengah, dan bungsu. Lebih dari sepertiga (43,3%) remaja laki-laki memiliki urutan lahir sebagai anak sulung (Tabel 10). Pada remaja perempuan yang lahir sebagai anak sulung dan anak tengah memiliki persentase yang sama besar (36,7%).

Tabel 10 Sebaran remaja berdasarkan urutan lahir

Urutan lahir Remaja Laki-laki Remaja Perempuan

n % n % Tunggal 4 13,3 2 6,6 Sulung 13 43,4 11 36,7 Tengah 4 13,3 11 36,7 Bungsu 9 30,0 6 20,0 Total 30 100 30 100 Usia Remaja

Penelitian ini mengkhususkan diri untuk meneliti hubungan antara ayah dengan anaknya yang berada pada kategori remaja awal, maka seluruh remaja dalam penelitian ini berusia antara 12-14 tahun. Remaja dalam penelitian ini seluruhnya bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP), mulai dari kelas 7-9. Kelompok terbanyak dalam kategori ini adalah remaja yang berusia 14 tahun pada remaja laki-laki lebih dari empat persepuluh (43,3%) dengan rata-rata usia remaja laki-laki 13,27 tahun, sedangkan pada remaja perempuan berjumlah setengahnya (50%) dengan rata-rata usia remaja perempuan 13,37 tahun (Tabel 11). Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara usia remaja laki-laki dan remaja perempuan.

Tabel 11 Sebaran usia remaja

Usia (tahun) Remaja laki-laki Remaja perempuan

n % n % 12 5 16,7 4 13,3 13 12 40,0 11 36,7 14 13 43,3 15 50,0 Total 30 100,0 30 100,0 Min-max 12-14 12-14 Rata-rata + SD 13,27+0,74 13,37+0,72 p-value 0,597 Gaya Pengasuhan

Baumrind (1987) diacu dalam Baumrind (1991) mengkategorikan gaya pengasuhan berdasarkan penelitian yang dilakukannya menjadi tiga kelompok,

(6)

yaitu gaya pengasuhan permisif, otoriter, dan demokratis. Gaya pengasuhan permisif ditandai dengan orang tua yang lebih hangat dan responsif, tapi tidak memiliki aturan yang jelas, sehingga anak cenderung lebih manja dan kurang disiplin. Sebaliknya, gaya pengasuhan otoriter menuntut anak untuk menaati perintah orang tua, adanya aturan yang ketat tanpa disertai penjelasan yang masuk akal dan kurangnya pemberian kasih sayang orang tua. Gaya pengasuhan demokratis merupakan gaya pengasuhan yang ideal, adanya keseimbangan antara kasih sayang dan disiplin. Orang tua menjelaskan tentang batasan dan aturan yang telah dibuat bersama oleh keluarga.

Pada dimensi permisif (Tabel 12) menunjukkan bahwa hampir tiga perempat remaja laki-laki (73%) dan dua pertiga remaja perempuan (67%) setuju bahwa peran orang tua dan anak sama besar. Lebih dari satu perenam remaja laki-laki (17%) menganggap bahwa ayah bukan merupakan role model yang baik, hal ini disebabkan ayah memberikan contoh yang kurang baik bagi remaja dalam perilaku maupun pekerjaan yang dijalani ayah. Hampir dua pertiga remaja perempuan (63%) mengaku bahwa ayah tidak pernah mengekang aktivitasnya.

Hampir seluruh remaja laki-laki dan perempuan (90%) dalam dimensi otoriter (Tabel 12), mengatakan bahwa ayah merupakan seorang pemimpin dalam keluarga. Hal ini berarti, dalam budaya ketimuran, ayah memegang peranan penting dalam sebuah keluarga, terutama sebagai pemimpin untuk keluarganya. Seluruh remaja laki-laki maupun perempuan (100%) setuju bahwa mereka harus berperilaku baik agar tidak menjelekkan nama keluarga. Mempunyai nama keluarga yang baik merupakan “tuntutan” orang tua (terutama ayah) untuk anak-anaknya. Hampir tiga perempat remaja laki-laki dan perempuan (73%) berpendapat bahwa ayah menggunakan kontrol untuk mendisiplinkan keluarga. Artinya, ayah lebih sering menggunakan posisinya sebagai pemimpin dalam keluarga untuk membuat remaja mengikuti perintahnya. Berdasarkan persepsi sebagian besar remaja laki-laki (87%) dan hampir seluruh remaja perempuan (90%), ayah membiarkan para remaja untuk beraktivitas dan bersedia untuk mendiskusikan kegiatan tersebut. Meskipun ayah terlihat membiarkan remaja, tapi ayah tetap menanyakan tentang kegiatan tersebut kepada remaja. Setiap ada peraturan keluarga, hampir tiga perempat remaja laki-laki (70%) dan hampir seluruh remaja perempuan (97%) mengaku ayahnya akan memberikan alasan tentang adanya peraturan keluarga tersebut. Misalnya saat ada peraturan tentang jam malam, ayah akan memberikan alasan

(7)

mengapa ada peraturan tersebut. Sebagian besar remaja laki-laki (87%) dan hampir seluruh remaja perempuan (97%) mengatakan bahwa ayahnya secara teratur memberi panduan kepada remaja. Panduan dari ayah tersebut antara lain agar para remaja bersikap baik dan tidak menimbulkan kenakalan di lingkungan rumah maupun lingkungan sekolah. Untuk remaja perempuan, ayah biasanya menambahkan agar remajanya memakai pakaian yang pantas dan tidak terlalu ketat atau pendek.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan persetujuan terhadap pernyataan tentang gaya pengasuhan orang tua

No Pernyataan R.L R.P Setuju (%) Setuju (%) Permisif

1 Orang tua dan anak memiliki peran yang sama besar 73 67 2 Memperbolehkan untuk melakukan apa yang diinginkan 37 27 3 Membebaskan untuk menuruti/tidak peraturan yang ada 10 20 4 Tidak pernah memberikan pedoman berperilaku dalam masyarakat 20 20 5 Membiarkan melakukan apa yang anak inginkan 23 23

6 Tidak pernah mengekang aktivitas 30 63

7 Membiarkan mengambil keputusan sendiri terhadap masalah yang hadapi

50 43 8 Tidak menjadi role model yang baik 17 0

9 Membiarkan semua keinginan 30 20

Otoriter

10 Memaksakan pendapatnya 11 13

11 Langsung mengerjakan perintah tanpa boleh bertanya 33 33 12 Tidak memperbolehkan untuk bertanya tentang keputusan yang

diambil

7 20 13 Menggunakan kontrol untuk mendisiplinkan anak 73 73 14 Ayah menjadi seorang pemimpin dalam keluarga 90 90

15 Marah saat berbeda pendapat 47 17

16 Terlalu ketat mengawasi saya 27 20

17 Memaksa melakukan apa yang ayah inginkan 30 37 18 Harus berperilaku baik agar tidak menjelekkan nama keluarga 100 100

Demokratis

19 Memberikan alasan tentang adanya peraturan keluarga 70 97 20 Memberikan penjelasan saat aturan tersebut tidak masuk akal 77 87 21 Mengarahkan kegiatan dan keputusan melalui alasan dan disiplin 87 87 22 Kebebasan untuk mendiskusikan harapan 63 83 23 Secara teratur memberi panduan dengan cara yang rasional dan

mudah dimengerti

87 97

24 Memiliki standar yang jelas 83 83

25 Membiarkan beraktivitas dan bersedia mendiskusikan kegiatan tersebut

87 90

26 Memberitahu arahan yang jelas tentang aktivitas dan perilaku 77 83

27 Mengakui kesalahannya 73 77

Ket: R.L= Remaja Laki-laki, R.P= Remaja Perempuan

Berdasarkan jawaban dari para remaja dalam Tabel 12, gaya pengasuhan yang dipersepsikan dapat dibagi menjadi permisif, otoriter, dan demokratis. Dalam penelitian ini didapatkan hasil sebagian besar remaja, baik

(8)

yang berjenis kelamin laki-laki (83,3%) maupun perempuan (90%), mengaku diasuh menggunakan gaya pengasuhan demokratis (Tabel 13). Dalam penelitian ini remaja laki-laki yang diasuh menggunakan gaya pengasuhan otoriter (13,3%) dua kali lipat banyaknya dibanding remaja perempuan (6,6%). Berdasarkan hasil uji beda, tidak ada perbedaan yang nyata dalam gaya pengasuhan antara remaja laki-laki dan perempuan.

Tabel 13 Sebaran gaya pengasuhan orang tua menurut jenis kelamin remaja Gaya pengasuhan Remaja laki-laki Remaja perempuan

n % n % Permisif 1 3,4 1 3,4 Otoriter 4 13,3 2 6,6 Demokratis 25 83,3 27 90,0 Total 30 100,0 30 100,0 p-value 0,978 Interaksi Pola Komunikasi

Koerner dan Fitzpatrick (1997), diacu dalam Galvin, Bylund, dan Brommel (2008) mengkategorikan dua pola komunikasi yang dinamakan conformity-orientation dan conversation-conformity-orientation. Pada tahun 2004, Fitzpatrick dan Ritchie, diacu dalam Gavin, Bylund, dan Brommel (2008) mendeskripsikan empat tipe keluarga berdasarkan dua pola komunikasi (conformity-orientation dan conversation-orientation) menjadi consensual (tinggi di conformity dan conversation), protective (tinggi di conformity dan rendah di conversation), pluralistic (rendah di conformity dan tinggi di conversation), dan laissez-faire (rendah di conformity dan conversation).

Hampir tiga perempat ayah dan remaja baik laki-laki maupun perempuan (70%) dalam dimensi conversation-orientation, mengaku sering berbeda pendapat (Tabel 14). Sebagian besar remaja laki-laki (90%) dan hampir tiga perempat remaja perempuan (70%) mengaku bahwa ayahnya sering menanyakan opini saat membicarakan sesuatu, tetapi hanya dua pertiga ayah dengan remaja laki-laki (67%) dan lebih dari setengah ayah dengan remaja perempuan (60%) yang meminta opini dari remajanya. Sebanyak kurang dari sepertiga ayah dengan remaja laki-laki (27%) dan remaja laki-laki (20%) mengaku saling berbicara panjang lebar. Pada ayah dengan remaja perempuan dan remaja perempuan itu sendiri, sebanyak sepertiga (33%) yang mengaku sering melakukan pembicaraan yang panjang.

(9)

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan persetujuan terhadap pernyataan tentang pola komunikasi No Pernyataan Ayah Remaja L P L P Setuju (%) Setuju (%) Setuju (%) Setuju (%) Conversation-orientation 1 Berbeda pendapat 70 70 60 67

2 Semua orang dalam keluarga harus berperan

dalam pengambilan keputusan 73 67 77 73 3 Menanyakan opini saat membicarakan sesuatu 67 60 90 70 4 Meminta memberikan ide baru 63 43 83 73 5 Menekankan untuk melihat kedua sisi dalam

setiap masalah 67 67 73 57

6 Mengatakan apa yang ingin dikatakan 70 67 53 47

7 Anak bercerita semua hal 63 60 37 47

8 Membicarakan perasaan dan emosi yang

sedang dirasakan 30 33 47 60

9 Berbicara panjang lebar 27 33 20 33

10 Anak merasa senang dapat berbicara dengan

ayah 57 67 63 60

11 Mendengarkan opini 63 63 57 50

12 Mendorong untuk mengungkapkan perasaan 70 67 57 53 13 Cenderung terbuka mengenai perasaan 47 57 30 43 14 Membicarakan apa yang telah terjadi selama

sehari 47 57 40 47

15 Membicarakan keinginan dan harapannya

tentang masa depan 73 73 77 90

Conformity-orientation

16 Ayah berkata pada anak “kamu akan tahu saat kamu dewasa nanti” 63 67 73 93 17 Ide yang ayah katakan adalah benar 20 30 27 27 18 Anak tidak boleh berargumentasi dengan ayah 17 17 23 17 19 Ada beberapa hal yang tidak boleh

dipertanyakan 17 37 50 37

20 Anak harusnya mengalah dalam argumentasi 17 20 53 50 21 Ayah mengharapkan anak untuk mematuhi

peraturan tanpa pertanyaan 27 23 27 30 22 Ayah mempunyai keputusan final (misal tentang

pendidikan) 57 73 60 80

23 Ayah merasa bahwa menjadi pemimpin dalam

keluarga itu sangat penting 93 93 93 97 24 Ayah marah saat pendapat anak berbeda

dengan pendapat ayah 13 27 23 13

25 Kalau ayah tidak setuju dengan sesuatu, ayah

akan mempertahankannya 47 37 37 40

26 Anak harus mematuhi peraturan yang ayah

buat 63 77 63 87

Keterangan: L= Laki-laki, P= Perempuan

Lebih dari setengah ayah remaja laki-laki (63%) dan remaja perempuan (60%) mengaku remajanya sering bercerita tentang semua hal. Namun, hanya lebih dari sepertiga remaja laki-laki (37%) dan kurang dari setengah remaja perempuan (47%) yang mengaku sering bercerita kepada ayahnya. Sebagian besar ayah dan remaja, baik laki-laki maupun perempuan, mengaku

(10)

membicarakan harapan dan keinginan tentang masa depan. Para remaja mengakui, lebih senang membicarakan mengenai masa depan dengan ayahnya. Hal ini dikarenakan, para remaja mempersepsikan bahwa ayahnya lebih banyak tahu tentang apa yang baik dan buruk untuk mereka. Sebanyak kurang dari dua pertiga remaja perempuan (60%) yang mengaku membicarakan perasaan dan emosi yang sedang dirasakannya, padahal hanya sebanyak sepertiga ayah dengan remaja perempuan (33%) yang merasa remajanya membicarakan tentang perasaan dan emosi.

Pada dimensi conformity-orientation hampir seluruh ayah dan remaja menyatakan bahwa menjadi pemimpin dalam keluarga itu sangat penting, terutama bagi ayah. Sebagian besar remaja perempuan (80%) mempersepsikan bahwa ayahnya yang mempunyai keputusan final dalam keluarga, begitu pula dengan ayah remaja perempuan (73%). Peraturan yang dibuat oleh ayah harus dipatuhi oleh kurang dari dua pertiga remaja laki-laki (63%) dan sebagian besar remaja perempuan (87%). Apabila ayah dan remaja berbeda pendapat, maka kurang dari sepertiga ayah dengan remaja perempuan (27%) akan merasa marah, sedangkan kurang dari sepertiga remaja laki-laki (23%) akan merasa bahwa ayahnya marah.

Tipe Komunikasi

Berdasarkan pola komunikasi yang terdapat pada Tabel 14, dapat dibagi menjadi empat tipe komunikasi keluarga, yaitu consensual, protective, pluralistic, dan laissez-faire (dapat dilihat pada Lampiran 2a dan 2b). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurang dari separuh ayah remaja laki-laki (43,3%), lebih dari separuh ayah remaja perempuan (56,7%), lebih dari dua pertiga remaja laki-laki (70%), dan kurang dari dua pertiga remaja perempuan (63,3%), mendeskripsikan keluarganya memiliki tipe consensual (Tabel 15). Akan tetapi sebanyak 3,4 persen ayah remaja laki-laki dan 6,6 persen ayah remaja perempuan mengkategorikan keluarganya dalam tipe laissez-faire, namun tidak ada satu pun remaja yang berpendapat demikian. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam tipe komunikasi keluarga antara ayah-remaja serta ayah yang memiliki remaja laki-laki dan perempuan, begitu pula dengan persepsi tipe komunikasi keluarga antara remaja laki-laki dan perempuan.

(11)

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan tipe komunikasi keluarga menurut jenis kelamin remaja

Tipe komunikasi

Ayah Remaja

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

% % % % Consensual 43,3 56,7 70,0 63,3 Protective 10,0 10,0 10,0 16,7 Pluralistic 43,3 26,7 20,0 20,0 Laissez-faire 3,4 6,6 0,0 0,0 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 p-value 0,571 0,653 p-value 0,182

Alokasi Waktu Komunikasi

Waktu yang diluangkan oleh ayah untuk beraktivitas bersama remaja berada pada rentang 5-120 menit per hari (Tabel 16). Setengah ayah dengan remaja laki-laki (50%) menghabiskan waktu kurang dari 15 menit bersama remajanya, sedangkan kurang dari setengah ayah yang mempunyai remaja perempuan (40%) dalam sehari meluangkan waktunya sebanyak 16-30 menit untuk beraktivitas bersama. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam waktu yang diluangkan ayah untuk remaja laki-laki maupun remaja perempuan.

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan alokasi waktu dalam sehari yang diluangkan ayah untuk remaja menurut jenis kelamin

Alokasi waktu (menit)

Ayah Laki-laki Perempuan n % n % <15 15 50,0 8 26,7 16-30 10 33,3 12 40,0 31-45 0 0,0 1 3,3 >46 5 16,7 9 30,0 Total 30 100,0 30 100,0 Min-max 5-120 10-120 Rata-rata + SD 28,33+29,13 38,33+32,80 p-value 0,217

Ayah lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja (lebih dari 8 jam per hari), sedangkan aktivitas untuk remaja hanya dialokasikan sekitar 0,47-0,64 jam perhari (Tabel 17). Waktu yang digunakan ayah untuk tidur merupakan waktu terbanyak kedua yang dihabiskan oleh ayah dalam sehari (antara 5-6 jam). Lainnya adalah waktu yang digunakan ayah dalam perjalanan menuju dan pulang kantor, berkisar antara 2-3 jam dalam sehari. Dalam sehari, ayah menggunakan waktu pribadi (mandi, makan, perawatan diri) dan rekreasi (menonton televisi, membaca koran) sebanyak 2-3 jam.

(12)

Tabel 17 Rata-rata alokasi waktu ayah dalam sehari

No Kegiatan

Ayah

Laki-laki (jam) Perempuan (jam)

1 Tidur 6,03 5,97

2 Pribadi 3,10 3,11

3 Bekerja 9,53 8,45

4 Rekreasi 2,67 2,80

5 Aktivitas bersama remaja 0,47 0,64

6 Lainnya 2,19 3,04

Total 24,00 24,00

Kelekatan

Kelekatan diartikan sebagai ikatan antara dua orang, yang dimulai dari saat bayi sampai sepanjang hidupnya (Ainsworth et al. 1992 diacu dalam Reese 2008). Ainsworth (1989) diacu dalam Buist et al. (2004), menyatakan bahwa bayi akan menunjukkan kelekatan yang tinggi terhadap ibunya dan kelekatan yang rendah terhadap ayahnya. Tapi dengan semakin besarnya anak, hubungan kelekatan yang tinggi tidak hanya terhadap ibunya, anak pun akan semakin lekat dengan ayahnya. Saat anak beranjak dewasa, maka figur kelekatan lain (selain orang tua) akan semakin penting, seperti teman dekat dan pasangannya. Berdasarkan hasil diskusi tentang inti dari kelekatan, para teoritikus mayoritas setuju bahwa kelekatan dapat didefinisikan sebagai ikatan yang terjadi dengan orang terdekat (Ainsworth 1989; Armsden dan Greenberg 1987, diacu dalam Buist et al. 2004). Dengan kata lain, kelekatan tidak hanya diartikan sebagai hubungan anak terhadap orang tua saja, tapi juga orang tua terhadap anak, antar saudara kandung dan temannya, bahkan dengan pasangannya (Ainsworth 1989).

Kurang dari dua pertiga ayah dari remaja laki-laki dan perempuan menganggap belum menjadi ayah yang baik dan dapat dibanggakan oleh remajanya (Tabel 18). Hal ini dikarenakan para ayah masih merasa kurang dapat berperan sebagai ayah yang baik untuk remaja. Beberapa ayah merasa pekerjaan dan status sosial yang sekarang belum menjadi hal yang dapat membanggakan bagi keluarga, terutama untuk remaja. Seluruh ayah dengan remaja laki-laki (100%) dan lebih dari tiga perempat ayah dengan remaja perempuan (77%) memiliki harapan yang tinggi kepada remajanya. Hal ini disebabkan laki-laki disiapkan untuk lebih bertanggung jawab terkait perannya nanti saat telah berkeluarga. Pada beberapa ayah yang memiliki remaja

(13)

perempuan mengatakan bahwa mereka tidak terlalu menaruh harapan yang tinggi terhadap pendidikan maupun pekerjaan remaja perempuannya, karena perempuan lebih disiapkan untuk kehidupan rumah tangga.

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan persetujuan terhadap pernyataan tentang kelekatan No Pernyataan Ayah L P Setuju (%) Setuju (%) Kepercayaan

1 Menghargai perasaan anak 97 100

2 Ayah yang baik 60 60

3 Ayah yang membanggakan 50 57

4 Menerima anak apa adanya 97 100

5 Mempunyai harapan yang tinggi 100 77

6 Menghargai pendapat anak 90 87

7 Mempercayai penilaian anak 90 80

8 Memahami anak 87 87

9 Memberikan penghargaan saat anak melakukan hal yang baik di

rumah maupun sekolah 93 90

10 Anak mempercayai ayah 83 83

Komunikasi

11 Anak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh ayah 83 83 12 Anak tidak pernah menunjukkan perasaannya 30 47 13 Dapat mengetahui saat anak marah 63 73 14 Anak tidak pernah menceritakan masalahnya 33 37 15 Membantu anak agar dia lebih mengerti tentang dirinya 63 57 16 Anak menceritakan tentang masalah dan kesalahan 70 60 17 Membantu anak berbicara tentang kesulitannya 83 70 18 Anak merasa nyaman berada di dekat ayah 83 70 19 Ayah tahu dan akan menanyakan jika anak mempunyai masalah 77 57

Pengasingan

20 Anak merasa malu saat menceritakan masalahnya 30 30 21 Anak terlihat tidak nyaman bila berada di dekat ayah 7 13 22 Anak kecewa mempunyai ayah seperti saya 0 3

23 Anak merasa marah kepada ayah 3 3

24 Ayah tidak memperhatikan anak 0 3

25 Ayah tidak mengerti apa yang akan dilakukan oleh anak 7 3 Pada dimensi komunikasi, sebagian besar ayah dengan remaja laki-laki (83%) dan ayah dengan remaja perempuan (83%) mengaku bahwa remaja mengerti dengan apa yang dikatakan olehnya, sehingga remaja akan mengikuti nasihat atau perkataan ayah. Sebanyak sepertiga ayah dengan remaja laki-laki (33%) dan lebih dari sepertiga ayah dengan remaja perempuan (37%) mengaku bahwa remaja tidak pernah menceritakan masalahnya. Remaja lebih memilih untuk bercerita kepada teman atau ibu dibandingkan bercerita kepada ayah. Remaja tidak pernah menunjukkan perasaannya disetujui oleh 30 persen ayah dengan remaja laki-laki dan 47 persen remaja perempuan. Ayah merasa remaja

(14)

tidak suka berekspresi tentang perasaannya dihadapan ayah. Dimensi pengasingan memiliki persentase setuju yang kecil, tapi pada pernyataan “anak merasa malu saat menceritakan masalahnya” memiliki persentase 30 persen untuk masing-masing ayah dengan remaja laki-laki maupun perempuan. Para remaja merasa segan untuk bercerita tentang masalahnya kepada ayah karena takut dimarahi atau merasa dapat mengatasi sendiri masalahnya tanpa bercerita kepada ayah.

Berdasarkan ketiga dimensi pada Tabel 18, kelekatan dapat dikategorikan menjadi secure (percaya dengan orang lain, memiliki tingkat percaya diri yang tinggi, dan disukai banyak orang), ambivalent (merasa khawatir bahwa orang lain tidak akan membalas perasaannya dan rentan terhadap stres), dan avoidant (akan kesulitan dalam menjalani hubungan yang intim), pembagian menjadi jenis kelekatan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3. Lebih dari setengah ayah dengan remaja laki-laki (70%) dan sebagian besar ayah dengan remaja perempuan (86,7%) memiliki jenis kelekatan secure. Kelekatan jenis avoidant diakui hanya ada pada 3,3 persen ayah dengan remaja perempuan (Tabel 19). Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam kelekatan ayah kepada remaja laki-laki dan perempuan.

Tabel 19 Sebaran contoh menurut kelekatan ayah

Kelekatan Laki-laki Perempuan

n % n % Secure 21 70,0 26 86,7 Ambivalent 9 30,0 3 10,0 Avoidant 0 0,0 1 3,3 Total 30 100,0 30 100,0 p-value 0,369 Kepuasan

Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan senang atau bahagia ketika melakukan hal yang tepat atau telah berhasil memenuhi kebutuhan/keinginan (Worldnet Dictionary dalam Hanifa 2005). Kurang dari tiga perempat ayah dengan remaja laki-laki (70%) dan sebagian besar ayah dengan remaja perempuan (80%) mengaku puas dengan perkataannya yang mudah dimengerti (Tabel 20). Dalam hal pola komunikasi dan saling mendengarkan, sebanyak tiga perempat ayah dengan remaja laki-laki (77%) dan sebagian besar ayah dengan remaja perempuan (83%) merasa puas. Dari pernyataan mengenai perkataan yang mudah dipahami, sebanyak kurang dari tiga perempat ayah dengan remaja

(15)

laki-laki (70%) dan sebagian besar ayah dengan remaja perempuan (80%) merasa puas. Dalam hal kebebasan untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat, sebanyak tiga perempat ayah dengan remaja perempuan (77%) dan sebagian besar ayah dengan remaja laki-laki (80%) mengaku merasa puas dengan remajanya.

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan persetujuan terhadap pernyataan tentang kepuasan

No Pernyataan

Ayah remaja laki-laki Ayah remaja perempuan Puas (%) Puas (%) 1 Pola komunikasi 77 83 2 Kepercayaan 83 87 3 Saling mendengarkan 77 83 4 Kelekatan 80 90 5 Saling menghargai 87 83 6 Saling menghormati 90 83

7 Perkataan mudah dipahami 70 80

8 Anak mengikuti nasihat ayah 77 87

9 Kebebasan untuk bertanya dan

mengeluarkan pendapat 80 77

10 Kenyamanan berada di dekat anak 83 93

Ayah merasakan kepuasan pada kategori sedang (Tabel 21), baik pada ayah dengan remaja laki-laki (60%) maupun ayah dengan remaja perempuan (50%). Berdasarkan hasil uji beda, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kepuasan ayah yang memiliki remaja laki-laki maupun perempuan.

Tabel 21 Sebaran contoh menurut kepuasan interaksi ayah

Kepuasan Laki-laki Perempuan

n % n % Rendah (<60%) 2 6,7 2 6,7 Sedang (60-80%) 18 60,0 15 50,0 Tinggi (>80%) 10 33,3 13 43,3 Total 30 100,0 30 100,0 p-value 0,199 Hubungan Antarvariabel

Hasil uji hubungan menunjukkan pendidikan ayah berhubungan positif signifikan dengan pola komunikasi conversation-orientation pada ayah, kelekatan dimensi komunikasi, dan kepuasan (Tabel 22). Semakin tinggi pendidikan ayah, maka kelekatan dimensi komunikasi akan semakin tinggi pula. Ayah yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan semakin mengerti betapa

(16)

pentingnya berkomunikasi dan mengemukakan pendapat dalam keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan ayah, maka kepuasan yang dirasakan ayah kepada remajanya akan semakin tinggi pula.

Usia ayah berhubungan negatif signifikan dengan pola komunikasi conformity-orientation yang dirasakan oleh anak. Pendapatan perkapita dalam keluarga berhubungan positif signifikan dengan pola komunikasi conversation-orientation yang digunakan oleh ayah. Hasil uji hubungan variabel karakteristik keluarga dengan gaya pengasuhan, pola komunikasi, kelekatan, dan kepuasan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 22 Hasil uji hubungan karakteristik keluarga dengan gaya pengasuhan, pola dan alokasi waktu komunikasi, kelekatan ayah-remaja, dan kepuasan ayah Karakteristik keluarga Variabel Gaya pengasuhan: -Permisif -Otoriter -Demokratis Pola komunikasi ayah: -Conversation -Conformity Pola komunikasi remaja: -Conversation -Conformity Kelekatan: -Keper -Kom -Pengasing Kepua san Usia ayah (tahun) 0,186 -0,066 -0,104 0,104 -0,168 0,082 -0,298* -0,054 -0,048 0,083 0,007 Pendidikan ayah (tahun) -0,023 -0,122 -0,005 0,623** -0,150 0,082 -0,032 0,142 0,302* -0,073 0,321* Besar keluarga (orang) 0,031 0,105 -0,133 -0,127 -0,009 0,021 -0,036 0,043 -0,063 0,069 0,063 Pendapatan per kapita (rupiah) -0,010 -0,253 0,003 0,287* -0,187 -0,055 -0,046 -0,006 0,043 -0,168 0,095

Ket: *.signifikan pada p<0,05 **.signifikan pada p<0,01

Gaya pengasuhan demokratis berhubungan positif signifikan dengan pola komunikasi conversation-orientation yang digunakan oleh ayah dan yang dirasakan oleh remaja (Tabel 23). Gaya pengasuhan otoriter berhubungan positif signifikan dengan pola komunikasi conformity-orientation yang dirasakan oleh remaja.

(17)

Tabel 23 Hasil uji hubungan gaya pengasuhan dan pola komunikasi Variabel Pola Komunikasi Ayah Remaja Conversation-orientation Conformity-orientation Conversation-orientation Conformity-orientation Gaya Pengasuhan Permisif -0,062 0,175 0,065 0,144 Otoriter -0,254 0,146 -0,193 0,254* Demokratis 0,299* -0,026 0,652** 0,031

Ket: *.signifikan pada p<0,05 **.signifikan pada p<0,01

Gaya pengasuhan permisif berhubungan negatif signifikan dengan dimensi kepercayaan dan pengasingan pada kelekatan. Gaya pengasuhan demokratis berhubungan positif signifikan dengan dimensi komunikasi (Tabel 24).

Tabel 24 Hasil uji hubungan gaya pengasuhan dan kelekatan

Variabel Kelekatan

Kepercayaan Komunikasi Pengasingan Gaya

Pengasuhan

Permisif -0,255* 0,107 -0,327*

Otoriter 0,029 -0,092 0,004

Demokratis -0,016 0,465** 0,041

Ket: *.signifikan pada p<0,05 **.signifikan pada p<0,01

Ketiga jenis gaya pengasuhan (permisif, otoriter, dan demokratis) tidak berhubungan signifikan dengan kepuasan maupun alokasi waktu (Tabel 25). Hal ini karena meski gaya pengasuhan yang dirasakan oleh remaja adalah demokratis, ayah tetap merasa kurang puas dengan aspek-aspek yang ada dalam gaya pengasuhan tersebut. Demikian pula dengan alokasi waktu yang berarti tidak mempunyai hubungan dengan gaya pengasuhan yang diberikan.

Tabel 25 Hasil uji hubungan gaya pengasuhan, kepuasan, dan alokasi waktu komunikasi

Variabel Kepuasan Alokasi Waktu

Gaya Pengasuhan

Permisif -0,170 -0,182

Otoriter -0,024 0,027

Demokratis -0,020 -0,022

Pola komunikasi conversation-orientation yang diterapkan oleh ayah berhubungan positif dengan dimensi kepercayaan pada kelekatan. Dimensi komunikasi berhubungan dengan kedua pola komunikasi (conversation-orientation dan conformity-(conversation-orientation) baik yang digunakan oleh ayah maupun yang dirasakan oleh remaja. Pola komunikasi conformity-orientation yang

(18)

dilakukan oleh ayah dan dirasakan oleh remaja berhubungan negatif signifikan dengan dimensi pengasingan pada kelekatan (Tabel 26).

Tabel 26 Hasil uji hubungan pola komunikasi dan kelekatan

Variabel Kelekatan

Kepercayaan Komunikasi Pengasingan

Pola Komunikasi Ayah Conversation-orientation 0,274* 0,728** -0,128 Conformity-orientation -0,024 0,510** -0,468** Remaja Conversation-orientation -0,013 0,609** -0,042 Conformity-orientation -0,127 0,507** -0,524**

Ket: *.signifikan pada p<0,05 **.signifikan pada p<0,01

Pola komunikasi conformity-orientation yang dilakukan oleh ayah berhubungan negatif signifikan dengan tingkat kepuasan (Tabel 27). Tidak dijumpai hubungan antar variabel pola komunikasi dan alokasi waktu komunikasi.

Tabel 27 Hasil uji hubungan pola komunikasi, kepuasan, dan alokasi waktu komunikasi

Variabel Kepuasan Alokasi Waktu

Pola Komunikasi Ayah Conversation-orientation 0,222 0,083 Conformity-orientation -0,278* -0,033 Remaja Conversation-orientation 0,072 -0,241 Conformity-orientation -0,158 -0,024

Ket: *.signifikan pada p<0,05

Kelekatan yang terbagi atas dimensi kepercayaan, komunikasi, dan pengasingan tidak berhubungan nyata dengan kepuasan interaksi ayah terhadap remaja. Akan tetapi, apabila kelekatan tidak dibagi menjadi tiga dimensi tersebut, ada hubungan yang positif signifikan dengan kepuasan (Tabel 28).

Tabel 28 Hasil uji hubungan kelekatan, kepuasan, dan alokasi waktu komunikasi

Variabel Kepuasan Alokasi Waktu

Kelekatan

Kepercayaan 0,251 0,091

Komunikasi 0,005 -0,089

Pengasingan 0,129 0,062

Total Kelekatan 0,319* Ket: *.signifikan pada p<0,05

(19)

PEMBAHASAN

Periode remaja merupakan periode yang cukup sulit ditempuh karena adanya perubahan dari masa anak-anak menjadi masa dewasa, sehingga remaja masih bingung dengan identitas dirinya. Remaja menghadapi peralihan cukup drastis yang dimulai dari masa pubertas yang menandai periode remaja awal. Pada masa pubertas, fisik anak akan berkembang begitu pula dengan pola berpikir dan perkembangan sosial anak (Gunarsa dan Gunarsa 2004). Agar anak dapat menghadapi periode remaja diperlukan peran orang tua, terutama ayah, untuk menjadi teladan bagi remaja.

Meski sulit untuk menetapkan gaya pengasuhan yang terbaik dalam setiap kondisi, tapi mayoritas peneliti setuju bahwa demokratis merupakan gaya pengasuhan yang baik (Talitwala 2005). Penelitian Talitwala (2005) yang melibatkan empat orang ayah dengan dua orang anaknya yang berusia antara 14-25 tahun menunjukkan bahwa tiga dari empat ayah menggunakan gaya pengasuhan demokratis. Menurut Baumrind (1967) dan Norton (1997) diacu dalam Talitwala (2005), anak yang diasuh menggunakan gaya demokratis akan lebih percaya diri, mempunyai kontrol diri yang baik, dan merasa lebih senang, sebaliknya anak yang diasuh dengan gaya otoriter akan menjadi tidak puas, menarik diri dari pergaulan, dan penuh dengan kecurigaan. Ayah biasanya akan bertindak lebih keras kepada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan (Talitwala 2005).

Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa remaja mempersepsikan peran ayah dan remaja sama besar. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Shulman dan Klein, diacu dalam Parke (1996) yang mengatakan bahwa hubungan ayah dan remaja lebih seperti teman dan lebih menyenangkan, sehingga remaja mempersepsikan bahwa peran ayah dan remaja sama besar. Ayah merasa lebih mempercayai remaja perempuannya dibanding dengan remaja laki-laki jika menyangkut tentang aktivitas di luar rumah. Remaja laki-laki lebih sering terlibat dengan berbagai tindak kekerasan dibandingkan dengan remaja perempuan (Prior et al. 2000), sehingga ayah merasa untuk lebih “membatasi” kegiatan yang dilakukan oleh remaja laki-laki.

Tidak terdapat perbedaan antara persepsi gaya pengasuhan antara remaja laki-laki dan perempuan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wulandari (2009) yang menyebutkan bahwa orang tua tidak membeda-bedakan gaya pengasuhan berdasarkan jenis kelamin. Ayah memandang bahwa remaja

(20)

laki-laki dan perempuan itu sama, sehingga tidak perlu dapat perlakuan yang berbeda dalam gaya pengasuhan.

Baik ayah maupun remaja dalam penelitian ini mengaku sering mengalami perbedaan pendapat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Smetana (1995) dan Steinberg (1990), diacu dalam Phinney dan Ong (2002), melibatkan sebagian besar remaja kelas menengah di Amerika yang menunjukkan bahwa perbedaan pendapat antara remaja dan orang tua tidak dapat dihindarkan dalam periode remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayah merasa remaja sering bercerita kepadanya, padahal remaja mempersepsikan jarang bercerita kepada ayah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Prior et al. (2000) yang menyatakan bahwa sebanyak tiga perempat ayah merasa remaja akan membicarakan semua hal dengannya. Padahal menurut persepsi remaja, hanya sekitar seperempat saja yang akan berbicara kepada ayah tentang semua hal yang mereka alami.

Hasil dalam penelitian ini menyatakan bahwa lebih dari separuh remaja perempuan tinggi dalam conversation-orientation dan conformity-orientation. Artinya, remaja dalam penelitian ini selain diberikan kebebasan untuk mengutarakan ide dan perasaannya juga diminta untuk menjaga keharmonisan dalam keluarga, sehingga remaja lebih memilih untuk berpikir dahulu sebelum berpendapat dari pada membuat mendapat hukuman karena telah bebas berpendapat. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian oleh Punyanunt-Carter (2008) diacu dalam Huang (2010) yang menginvestigasi mahasiswi untuk mengetahui kepuasan komunikasi dengan ayahnya. Hasil yang didapat adalah conversation-orientation lebih digunakan untuk menghubungkan kepuasan komunikasi antara anak perempuan dan ayahnya.

Penelitian Fowler (2007) diacu dalam Huang (2010), mengindikasikan bahwa anak yang dibesarkan dalam tipe keluarga protective dan laissez-faire akan rendah dalam menghargai diri sendiri, kepuasan hubungan, dan kasih sayang dibanding dengan anak yang dibesarkan dalam tipe keluarga consensual dan pluralistic. Sebuah penelitian lain yang dilakukan oleh Shearman dan Dumlao (2008), diacu dalam Huang (2010), untuk membandingkan perbedaan komunikasi antara keluarga dengan kebudayaan Amerika dan Jepang. Hasil yang didapat adalah tipe keluarga consensual merupakan hal yang umum di Amerika, sedangkan tipe keluarga laissez-faire lebih umum di Jepang. Dalam kebudayaan Barat, kebebasan untuk berpendapat merupakan hal yang dianggap

(21)

positif, sedangkan dalam budaya Timur kebebasan berpendapat lebih anggap sebagai hal yang dapat merusak keselarasan dalam keluarga.

Pengasuhan orang tua tidak hanya dalam segi kualitas saja, kuantitas juga mempunyai peran yang penting dalam pengasuhan. Dalam keluarga lengkap, orang tua yang mempunyai peran lebih untuk mengurus anak adalah ibu, sedangkan ayah biasanya berperan di luar rumah untuk mencari nafkah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ishii-Kuntz et al. (2004) di Amerika dan Jepang, memprediksikan bahwa keterlibatan orang tua berhubungan negatif dengan jumlah waktu yang dihabiskan oleh ayah untuk bekerja. Dengan kata lain, semakin banyak waktu yang dihabiskan oleh ayah untuk bekerja, maka akan semakin sedikit waktu yang diluangkan untuk bermain bersama anak. Sedangkan, keluarga dengan ibu yang meluangkan sedikit waktu di rumah akan lebih terlibat dalam mengurus anak dibandingkan keluarga dengan ibu yang lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah.

Kurangnya waktu untuk bersama terkait dengan masuknya seorang anak pada masa remaja, sehingga hubungan yang terjadi dalam keluarga berubah. Remaja lebih memilih untuk bersama dengan teman-temannya atau sendirian dibanding menghabiskan waktu bersama keluarga (Parke 1996). Hasil penelitian Shehata dan Ramadan (2010) menunjukkan bahwa remaja laki-laki menghabiskan waktunya sebanyak 163,90 menit dengan ayah. Remaja perempuan mengaku menghabiskan 257,68 menit bersama dengan ayahnya. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara waktu yang diluangkan oleh ayah dengan remaja laki-laki maupun ayah dengan remaja perempuan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Shehata dan Ramadan (2010) yang menunjukkan hasil bahwa tidak ada perbedaan alokasi waktu yang diberikan oleh ayah kepada remaja laki-laki dan perempuan.

Tingkat pendidikan ayah berhubungan dengan kelekatan pada dimensi komunikasi. Hasil ini sejalan dengan perkataan Guhardja et. al (1992) yang menyebutkan bahwa keefektifan komunikasi dalam keluarga akan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tua. Pendapatan perkapita yang lebih tinggi menunjukkan bahwa pendidikan ayah lebih tinggi, karena semakin tinggi pendidikan ayah, maka kesempatan untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik dan pendapatan yang lebih tinggi akan semakin besar (Oppenheim 1969). Penelitian Avtgis (1999) diacu dalam Huang (2010) mengatakan bahwa keluarga yang menerapkan pola komunikasi conversation-oritentation akan menganggap

(22)

komunikasi sebagai sesuatu yang menyenangkan, sedangkan pada keluarga yang kurang menggunakan pola komunikasi conversation-orientation akan cenderung menghindari komunikasi. Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa semakin tinggi kelekatan antara ayah dan remaja, maka kepuasan interaksi yang dirasakan ayah akan semakin tinggi pula. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Punyanunt-Carter (2002) yang mengatakan bahwa kepuasan interaksi ayah tidak berhubungan nyata dengan kelekatan.

Gambar

Tabel 4 Jumlah penduduk Kelurahan Panaragan berdasarkan mata pencaharian
Tabel 6 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pekerjaan ayah dan ibu
Tabel 8 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pendapatan per kapita  Pendapatan per kapita
Tabel 10 Sebaran remaja berdasarkan urutan lahir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis yang diajukan yaitu terdapat perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis remaja di panti asuhan ditinjau dari jenis kelamin dimana perempuan lebih tinggi dari pada

tidak setuju, 19.4% menyatakan sangat tidak setuju, 12.9% menyatakan setuju, dan 3.2% menyatakan sangat setuju. 15) Pada item gaya hidup kelima belas, 45.2% responden

Perbedaan Metode Analisis Alat analisis Komoditas 3 Wulansari (2010) Purposive sampling Konsumsi dan preferensi remaja sebagai konsumen Analisis deskriptif, uji beda t-test,

Tingkat keparahan kategori mayor terbanyak didapatkan pada kombinasi obat haloperidol dengan klorpromazin sebanyak 47 kasus (12,02%), kombinasi haloperidol dengan

Uji beda One Way Anova digunakan untuk melihat perbedaan usia contoh, usia ayah dan ibu contoh, besar keluarga, pendapatan keluarga contoh, tingkat perkembangan

oleh karena itu, baik kinerja pada karyawan laki-laki maupun karyawan perempuan tidak terdapat masalah berdasarkan kinerja mereka walaupun beberapa dari

Uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan vitamin A pada lansia laki-laki dan

Berdasarkan hasil uji BNT 5 % (tabel 4.2) di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap penurunan jumlah sel spermatogonium tubulus seminiferus testis