1 I.1. Latar Belakang
Candi Borobudur merupakan candi terbesar di Indonesia. Candi yang berada di wilayah administratif Kabupaten Magelang dan terletak di atas bukit. Candi Borobudur dikeliling dua pasang gunung kembar yaitu Gunung Sindoro-Sumbing di sebelah barat laut dan Merbabu-Merapi di sebelah timur laut. Candi Borobudur merupakan tempat beribadah bagi umat beragama Budha. Candi yang memiliki nilai sejarah dan sakral ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara. Relief-relief yang tersusun rapi di dinding candi memiliki makna tentang kehidupan bagi manusia, oleh karena itu pemodelan 3D begitu penting keberadaannya sebagai inventarisasi Candi Borobudur.
Undang-undang No.11 Tahun 2010 pasal 53 ayat 4 menyatakan bahwa pelestarian Cagar Budaya harus didukung oleh pendokumentasian sebelum dilakukan kegiatan yang merubah bentuk keasliannya. Pendokumentasian ini tidak hanya terbatas untuk mengetahui bagaimana bentuk geometri serta luasan cagar budaya tersebut melainkan untuk mengetahui bagaimana perubahan bentuk geometri dari cagar budaya tersebut dari tahun ke tahun. Pemanfaatan metode pendokumentasian tiga dimensi menjadi salah satu solusi dalam pendokumentasian cagar budaya. Dengan model tiga dimensi cagar budaya ini, bentuk geometri dan detil dari cagar budaya akan terlihat secara baik dan menarik. Selain itu model tiga dimensi ini memberikan kemudahan dalam format penyimpanannya, sehingga mempercepat proses pencarian model tiga dimensi apabila ingin digunakan untuk keperluan tertentu. Oleh karena itu saat ini teknologi dan metode tiga dimensi sangat diperlukan untuk kepentingan dokumentasi benda maupun kawasan cagar budaya sehingga mampu mempertahankan unsur-unsur karya budaya yang terkandung di dalam cagar budaya tersebut.
Fotogrametri adalah seni, ilmu, dan teknologi untuk memperoleh informasi terpercaya tentang obyek fisik dan lingkungan melalui proses perekaman, pengukuran, dan interpretasi gambaran fotografik dan pola radiasi tenaga elektromagnetik yang terekam. Awal mula fotogrametri hanya untuk menganalisis foto, meskipun
akhir-akhir ini arti fotogrametri telah diperluas hingga meliputi analisis rekaman lain selain foto seperti pancaran pola tenaga akustik dan gejala magnetik. (Wolf 1993)
Teknologi fotogrametri jarak dekat merupakan salah satu teknologi yang cukup populer. Dalam dunia pemetaan maupun pemodelan 3D, teknologi ini sering menjadi salah satu alternatif yang dipilih. Teknologi ini mampu menghasilkan tampilan yang menarik dan tidak membutuhkan waktu yang lama dalam proses pengolahan datanya dibandingkan secara terestris, selain itu tingkat ketelitian yang tinggi dari teknologi ini semakin menjadi daya tarik dibandingkan dengan teknologi lainnya. Fotogrametri jarak dekat merupakan suatu teknik pengukuran tiga dimensi tanpa kontak langsung dengan obyek dan menggunakan kamera untuk mendapatkan geometri obyek (Cooper & Robson 1996 dalam Aristia 2014).
Pemanfaatan teknologi Aerial Photogrametry untuk pendokumentasian kawasan cagar budaya memberikan ketelitian yang tinggi serta hasil yang baik. Namun biaya yang tinggi dan sumber daya manusia yang minim menjadi kendala tersendiri untuk menggunakan metode ini. Teknologi UAV dengan menggunakan ”Aibotix” (Hexacopter) yang dilengkapi dengan kamera resolusi tinggi serta kemampuan alat yang mampu terbang dan memotret obyek dari sudut manapun yang diinginkan mempermudah dalam pekerjaan pendokumentasian Candi Borobudur. Teknologi ini cocok untuk memodelkan serta mendokumentasikan Candi Borobudur yang memiliki detil yang begitu bagus di setiap dindingnya dan memiliki bentuk yang berundak-undak terbagi menjadi beberapa lantai. Tingkat ketelitian yang cukup baik serta kemampuan alat untuk menyusuri semua detail obyek Candi menjadi daya tarik tersendiri. Oleh karena itu proyek tugas akhir ini dikhususkan untuk membuat pemodelan Candi Borobudur secara 3D yang diharapkan mampu memberikan gambaran yang sebenarnya sesuai dengan obyek Candi Borobudur.
Pemodelan 3D Candi Borobudur dengan cakupan yang luas, diperlukan teknik Aerial Photogrametry dengan menggunakan wahana ”Aibot X6” yang dilengkapi dengan kamera untuk mengambil kenampakan dari Candi Borobudur. Selain itu digunakan teknologi GNSS diikatkan dengan CORS untuk mendapatkan koordinat yang digunakan sebagai titik kontrol. Titik kontrol ini berfungsi sebagai penanda masing-masing objek pada foto dan digunakan untuk pemrosesan fotogrametri.
Diharapkan dengan kombinasi kedua metode ini cukup untuk merepresentasikan bentuk dan desain pemodelan 3D Candi Borobudur.
I.2. Lingkup Kegiatan
Proyek ini dilaksanakan oleh PT. Almega Geosystems yang pada tanggal 7 Februari 2015. Pemotretan dilakukan dengan metode fotogrametri jarak dekat. Wahana Aibot X6 dioperasikan secara manual dan memotret candi secara keseluruhan. Batasan dari kegiatan ini adalah:
1. Pemodelan 3D Candi Borobudur menggunakan perangkat lunak Agisoft Photoscan Professional version 1.1.4 dan Visual SFM yang digunakan sebagai analisis data.
2. Area yang digunakan dalam proyek ini terbatas hanya pada candi, tidak mencakup area di luar Candi Borobudur.
3. Prinsip pemotretan yang digunakan dalam proyek ini adalah Fotogrametri Jarak Dekat dengan menggunakan kamera “Nikon Coolpix A” dan wahana UAV Multikopter “Aibot X6”.
4. Pengolahan data GPS telah dilakukan oleh PT.Almega Geosystems. I.3. Tujuan
Tujuan dari proyek ini adalah menghasilkan pemodelan 3D Candi Borobudur dengan memanfaatkan sistem “Aibot X6”.
I.4. Manfaat
Manfaat dari proyek ini diharapkan sebagai dokumentasi Candi Borobudur yang bisa digunakan untuk mengetahui kondisi bentuk maupun detil candi dan diharapkan dapat digunakan untuk mendukung berbagai kajian tentang Candi Borobudur (arkeologi, pelestarian dan lain-lain).
I.5. Landasan Teori
I.5.1. Perekaman Data dan Pendokumentasian Cagar Budaya
Proses perekaman data, sistem pendokumentasian dan manajemen informasi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Rangkaian kegiatan tersebut digunakan sebagai salah satu usaha pelestarian dan pemeliharaan obyek Benda Cagar
Budaya. Dalam sebuah manajemen informasi dan sistem pendokumentasian obyek Benda Cagar Budaya perlu melibatkan berbagai multi disiplin ilmu untuk mendapatkan informasi yang menyeluruh dan lengkap (Aristia, 2014).
Sistem informasi yang menyeluruh dan lengkap dapat dimanfaatkan, antara lain sebagai,
a. Sarana pengetahuan, pemahaman tentang suatu maksud/arti dan nilai-nilai dari keberadaan suatu benda cagar budaya.
b. Sarana mempromosikan suatu benda cagar budaya dan pembuatan suatu manajemen informasi dan perijinan.
c. Basisdata dalam rangka pemeliharaan dan konservasi jangka panjang.
d. Dapat juga dipertimbangkan sebagai data untuk pembuatan polis asuransi untuk menanggulangi kerusakan dan kerugian
e. Sumber data untuk generasi masa depan.
Sistem pendokumentasian khususnya untuk Benda Cagar Budaya mengalami perkembangan yang cukup pesat. Beberapa perkembangan sistem pendokumentasian Benda Cagar Budaya antara lain (Aristia, 2014),
a. Sketsa
Merekam data/obyek dengan melihat langsung melalui berbagai keanekaragaman format, kemudian dituangkan dalam bentuk gambar dengan dimensi dan akurasi yang kurang teliti.
b. Hand Survey
Teknik perekaman dengan melakukan pengukuran langsung di lapangan, seperti melakukan pengukuran luas area candi dengan menggunakan pita ukur.
c. Fotografi
Teknik perekaman modern dengan menggunakan alat kamera untuk mendapatkan data langsung dari obyek.
d. Fotogrametri
Teknik perekaman obyek dengan teknik pengambilan foto yang saling bertampalan sehingga membentuk gambar 3 dimensi dan berkoordinat.
I.5.2. Fotogrametri Jarak Dekat
Fotogrametri dapat diartikan sebagai seni, ilmu, dan teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan keadaan di sekitarnya melalui proses perekaman, pengukuran, dan interpretasi citra fotografis atau rekaman pola radiasi elektromagnetik. Fotogrametri pada dasarnya diklasifikasikan menjadi dua yaitu fotogrametri terestrial dan fotogrametri udara. Fotogramteri terestrial menggunakan kamera yang diletakkan secara terestris, sedangkan fotogrametri udara menggunakan wahana berupa pesawat untuk melakukan pemotretan melalui udara (Wolf, 1993).
Lingkup fotogrametri di luar pemetaan yang menggunakan foto sebagai sarana maupun fotogrametri sebagai suatu cara adalah fotogrametri jarak dekat. Fotogrametri jarak dekat dicirikan bahwa jarak antara obyek dan kamera kurang dari 300 meter (Suharsana, 1997). Karakteristik lain yang dimiliki fotogrametri jarak dekat adalah foto yang dihasilkan merupakan hasil pemotretan dengan posisi kamera yang mengelilingi bahkan berada di dalam obyek yang dipotret (Atkinson, 1996).
Dalam bidang geodesi, metode fotogrametri jarak dekat ini banyak dimanfaatkan karena dapat memberikan informasi jarak, luas, dan volume. Dari hasil pengukuran dengan metode fotogrametri jarak dekat dapat diperoleh koordinat tiga dimensi dalam sistem koordinat model. Untuk itu agar dapat dibandingkan dengan koordinat yang sebenarnya maka harus dilakukan transformasi ke sistem koordinat tanah. (Wihasti, 2013)
Fotogrametri jarak dekat banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang non topografi. Aplikasi yang berkembang untuk keperluan arkeologi, arsitektur, forensik, medis, deformasi, industri, dan lainnya. Beberapa kelebihan dari teknik fotogrametri jarak dekat antara lain (Atkinson, 1980 dalam Danurwendi, 2012) :
1. Tidak melakukan kontak langsung dengan objek selama pengukuran, sehingga pengukuran dapat dilakukan walaupun akses langsung tidak memungkinkan.
2. Akuisisi data dengan menggunakan fotografi dapat dilakukan dengan cepat dan sesuai.
3. Dapat digunakan untuk mengukur obyek yang relatif kecil dan atau tidak beraturan.
4. Fotogrametri merupakan teknik yang sangat baik jika metode lain tidak memungkinkan dilakukan atau tidak efektif dan efisien mengingat aksesibilitas obyek yang diukur, biaya dan kendala lainnya.
Kekurangan dari teknologi fotogrametri jarak dekat antara lain (Leitch, 2002 dalam Danurwendi, 2012) :
1. Hasil pengukuran tidak dapat diperoleh secara langsung mengingat perlu dilakukan pengolahan dan evaluasi.
2. Kesalahan dalam pengambilan serta pengolahan foto dapat mempersulit pekerjaan dan mempengaruhi ketelitian hasil.
3. Kebutuhan akan spesialisasi dan peralatan pendukung lainnya yang mahal dapat mengakibatkan harga yang tinggi dalam implementasi.
Salah satu teknik pengambilan data dalam fotogrametri jarak dekat dapat dilakukan dengan metode aerial. Aerial fotogrametri merupakan teknik pengambilan gambar dimana foto diambil dari udara dengan bantuan wahana udara tanpa awak (UAV). Wahana udara tanpa awak atau unmanned aerial vehicle UAV) disebut juga unmanned aerial system adalah sistem yang pertama kali dikenalkan pada perang dunia pertama dan hingga kini telah mengalami banyak perkembangan baik dalam sektor militer maupun sektor umum.
Penggunaan wahana udara tanpa awak (UAV) atau aeromodeling adalah solusi yang tepat untuk akuisisi data fotogrametri jarak dekat (small format/close range photogrametry). Keuntungan penggunaan pesawat model dalam pemotretan udara adalah biaya operasionalnya relatif lebih murah dan mudah didapatkan di pasaran dibandingkan dengan pemotretan udara secara standar (menggunakan kamera metrik). Keterbatasan dari pesawat model antara lain adalah pada saat terbang pesawat lebih mudah terpengaruh oleh cuaca seperti angin dan suhu sehingga pesawat menjadi kurang stabil, selain itu cakupan waktu terbang juga terbatas. Perlu diketahui karakteristik masing-masing tipe pesawat model dan kondisi cuaca yang baik pada saat dilakukan pemotretan.
Pergerakan pesawat model menyebabkan variasi perubahan pada foto udara yang dihasilkan. Pergerakan pesawat model di udara sangat mudah terpengaruh oleh angin. Angin mengakibatkan terbang pesawat dalam kondisi yang kurang stabil.
Pergerakan tak terkendali dari wahana menyebabkan foto yang dihasilkan memiliki pergeseran terhadap sumbu X, Y, Z (Gambar I.1). Bentuk pergerakan pesawat model dengan foto udara yang dihasilkan antara lain (Aristia, 2014):
1. Gerakan roll pesawat menyebabkan foto udara berotasi terhadap sumbu X/ ɷ (omega).
2. Gerakan yaw pesawat menyebabkan foto udara berotasi terhadap sumbu Z/ κ (kappa).
3. Gerakan pitch pesawat menyebabkan foto udara berotasi terhadap sumbu Y/ φ (phi).
Gambar I.1. Pergerakan pesawat model yang dipengaruhi oleh yaw, pitch dan roll. (http://keynetik.com/Technology.html, akses tanggal 22 November 2015) I.5.3. Endlap dan Sidelap Fotogrametrik
Fotogrametri sangat memperhatikan besaran endlap dan sidelap antar foto di dalam satu jalur terbang. Tampalan sepanjang jalur terbang tersebut dinamakan endlap (tampalan depan). Besarnya tampalan depan berkisar antara 60% sampai 80% hal ini bertujuan agar foto yang dihasilkan dapat dibuat model stereoskopiknya.
Sidelap (tampalan samping) adalah tampalan antar jalur terbang yang berurutan. Tampalan samping dibuat sebesar 30%. Tampalan samping diperlukan didalam pemotretan untuk menghindari adanya ketidaksinambungan antar jalur terbang yang disebabkan oleh drift, variasi tinggi terbang, dan variasi medan.
Drift merupakan istilah yang digunakan bagi kegagalan penerbang untuk terbang disepanjang jalur terbang yang direncanakan, drift sering disebabkan oleh angin kencang (Susilowati 2001 dalam Gusmana 2013). Gambar I.2 menjelaskan tentang
ilustrasi pengambilan foto endlap dan sidelap. Menurut Milde (2014), standar overlapping pada pemetaan ada 2 yaitu
a. Untuk pemetaan 2D 30% sidelap dan 60% endlap. b. Untuk pemetaan 3D 60% sidelap dan 60% endlap.
Gambar I.2. Sidelap dan endlap (Milde 2014, dengan penyesuaian) I.5.4. Ground Control Point (GCP)
Ground Control Point (GCP) atau titik kontrol merupakan titik yang terdapat di lapangan dan dapat diidentifikasi pada foto. GCP digunakan dalam kegiatan transformasi koordinat yaitu merubah dari suatu sistem koordinat tertentu ke sistem koordinat tanah. Titik kontrol ini terdapat pada kedua sistem koordinat yang mempunyai posisi relatif pada obyek yang sama.
Titik kontrol ini dapat diperoleh dengan berbagai cara. Untuk nilai koordinat planimetrisnya (X,Y) dapat digunakan metode triangulasi, trilaterasi, polygon, maupun teknologi GPS. Nilai koordinat tinggi titiknya (Z) dapat diperoleh dengan metode GPS maupun sipat datar. Hasil dari pengukuran titik kontrol ini adalah daftar koordinat tanah X,Y,Z pada masing-masing titik kontrol tanah yang dilalui jalur pengukuran.
Dalam pemotretan foto udara, titik kontrol tanah diperlukan untuk triangulasi udara. Triangulasi udara adalah cara penentuan koordinat titik kontrol minor secara fotogrametris. Titik kontrol minor adalah titik kontrol tanah perapatan yang mengacu pada titik kontrol tanah hasil premarking. Titik kontrol minor ini sering disebut dengan tie point. Tie point ditentukan setelah pemotretan pada area foto yang saling end-lap
Sidelap
dan side-lap. Hasil pekerjaan triangulasi udara ini adalah koordinat titik kontrol minor, baik titik kontrol penuh (X,Y,Z), titik kontrol planimetris (X,Y) dan tinggi (Z).
Penentuan atau pemilihan titik kontrol harus memperhatikan area pemotretan. Titik kontrol harus tersebar merata dan mampu mewakili kondisi medan sesungguhnya. Titik kontrol harus memperhatikan distribusi persebaran untuk menghasilkan nilai koordinat yang benar. Hal ini berkaitan dengan ketelitian yang ingin dicapai (Prasetyo, 2012).
I.5.5. Orientasi absolut dengan transformasi koordinat konform 3D
Pekerjaan orientasi absolut adalah proses pengikatan sistem koordinat model ke sistem pemetaan atau sistem tanah. Secara analitis, orientasi absolut tersebut adalah melakukan transformasi sebangun 3D dari sistem koordinat model ke sistem koordinat tanah (Soeta’at, 1994 dalam Indra, 2012). Untuk dapat melakukan orientasi absolut dibutuhkan minimal tiga titik pada model yang diketahui koordinat tanahnya. Titik-titik tersebut biasanya disebut Titik-titik kontrol yang koordinatnya diperoleh dari proses triangulasi udara pada sistem tanah maupun dengan pengukuran langsung di lapangan. Transformasi koordinat konform tiga dimensi meliputi perubahan dari suatu sistem tiga dimensional ke sistem lainnya. Di dalam transformasi konform, bentuk yang benar tetap dipertahankan. Jenis transformasi koordinat ini penting di dalam fotogrametri analitik dan fotogrametri komputasional sehubungan dengan dua maslah pokok, yaitu: untuk mengubah koordinat titik-titik dari sistem koordinat foto yang mengalami kecondongan (tilt) ke sistem foto tegak yang sejajar dengan sistem ruang medan atau sembarang,dan untuk membentuk model jalur tiga dimensional dari model stereo mandiri (Wolf, 1993 dalam Indra, 2012). Dalam transformasi ini melibatkan tujuh faktor transformasi, yaitu: tiga sudut rotasi ɷ, φ, dan κ, satu faktor skala s, dan tiga faktor translasi Tx, Ty, Tz.
I.5.6. Visual structure from motion system
VisualSfm merupakan aplikasi untuk rekonstruksi 3D dengan menggunakan struktur dari gerak (SFM). VisualSfm merupakan pengembangan dari beberapa proyek yang sudah dilakukan oleh pembuat seperti SIFT pada GPU (SiftGPU), Multicore Bundle Adjustment, dan Towards Linier-time Incremental Structure from Motion.
VisualSfm berproses cepat dengan memanfaatkan multicore paralelisme untuk deteksi fitur, pencocokan fitur, dan bundle adjustment.
Untuk pembentukan dense, program ini mengintegrasikan dengan program lainnya seperti CMPMVS (Multi view reconstruction software). Input data dari program ini adalah serangkaian perspektif foto dan parameter kamera (orientasi dalam dan orientasi luar kalibrasi kamera). Output data dari program ini adalah mesh bertekstur yang terbentuk dari benda yang tampak kaku pada foto. Benda-benda yang tidak kaku dari obyek pada foto secara otomatis akan di abaikan dan tidak diproses. Tahapan pembentukan 3D dalam software visualsfm dapat dilihat pada Gambar I.3.
Gambar I.3. Diagram alir pengolahan model mengguanakan perangkat lunak VisualSfm
I.5.7. Aibot X6.
Aibot X6 merupakan salah satu produk dari perusahaan Hexagon. Hexagon merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang desain terpadu, pengukuran dan teknologi visualisasi. Perusahaan ini sudah memproduksi lebih dari
Mulai
Add some image
Matching foto
Sparse reconstruction
Dense reconstruction
Model 3D
200 UAV, yang menempatkan Hexagon termasuk 5 besar perusahaan dengan produksi terbanyak didunia dalam bidangnya. Aibot X6 terdiri dari beberapa bagian yaitu
a. baling berjumlah 6 yang digerakkan oleh motor/mesin. Baling-baling ini berfungsi sebagai penggerak wahana untuk terbang dan ber akselarasi di udara.
b. Dua sensor ultrasonic yang berfungsi sebagai sensor penangkap dari obyek yang dapat mengganggu wahana pada saat terbang maupun mendarat di permukaan bumi.
c. Lampu LED yang berjumlah 6 berfungsi sebagai penanda bagian depan wahana.
d. PC connector untuk mentransfer data gps ke komputer. e. LVP (Led Video Processor) TR+Video IN
f. LVP antenna sebagai antena pemancar (transmitter) video secara langsung ke receiver (layar monitor).
g. Camera mount. h. GeoBox.
i. Camera trigger.
Bagian-bagian dari wahana Aibot X6 dapat dilihat pada Gambar I.4.
Gambar I.4. Bagian-bagian dari Aibot X6 (Milde 2014)
I.5.8. Pembentukan model tiga dimensi
Umumnya tujuan dalam pengolahan fotogrametri jarak dekat adalah untuk membuat pemodelan tiga dimensi yang bertekstur. Prosedur pengolahan foto terdiri dari lima tahap utama (Aristia, 2014).
I.5.8.1 Tahap alignment. Pada tahap ini diawali dengan proses image matching, serta menemukan posisi foto dengan memanfaatkan koordinat yang terdapat dari masing-masing foto serta memasukkan parameter kalibrasi kamera untuk menghilangkan efek distorsi pada foto, sehingga formasi dari sebaran foto dapat terbentuk.
I.5.8.2. Tahap create marker. Tahap create marker merupakan tahapan pemberian marker (tanda) pre-mark pada foto. Foto-foto yang teridentifikasi memiliki tanda pre-mark dikelompokkan menjadi satu kesatuan sesuai dengan penamaan titik kontrol. Hal ini dilakukan untuk menandai Ground Control Point pada model yang dihasilkan melalui proses alignment.
I.5.8.3. Tahap membangun dense point cloud. Dense point cloud merupakan salah satu metode paling baik untuk pemodelan obyek yang bertekstur. Dengan menghasilkan point cloud yang rapat, pembentukan model menghasilkan bentuk yang sesuai dengan keadaan sebenarnya. Proses pengolahan foto dengan metode ini sangat bergantung pada proses image matching daerah yang saling bertampalan pada foto.
I.5.8.4. Tahap membangun mesh. Prinsip dasar pembentukan mesh ini adalah dengan membuat poligon-poligon dari titik-titik dense point cloud. Poligon-poligon tersebut membentuk segitiga yang saling terhubung satu dengan lainnya sehingga membentuk suatu obyek yang solid.
I.5.8.5. Tahap pemberian tekstur pada obyek. Pemberian tekstur pada obyek dapat dilakukan dengan memanggil tekstur dari foto atau memberikan tekstur yang tersedia dalam software pengolahan data.
Gambar I.5 merupakan diagram alir pengolahan tiga dimensi dalam software Agisoft PhotoScan.
Mulai
Gambar I.5. Diagram alir pengolahan model 3D pada software Agisoft Photoscan Professional version 1.1.4
I.5.9. Evaluasi
Evaluasi merupakan kata serapan dari bahasa inggris yaitu evaluation yang berarti menilai atau mengukur. Secara pengertian evaluasi dapat didefinisikan sebagai riset untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan informasi yang bermanfaat mengenai obyek evaluasi. Penilaiannya dengan cara membandingkan informasi yang
Masukkan foto
Align foto
(Ototmatis identifikasi tie point)
Create marker Build dense cloud Pembentukan mesh Pembentukan tekstur Model 3D Selesai A
didapat dengan indikator evaluasi dan hasilnya dipergunakan untuk mengambil keputusan mengenai obyek evaluasi (Wirawan 2011).
Teknik evaluasi menurut Arikunto (2006) dapat dibagi menjadi dua macam yaitu tes dan bukan tes. Tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk menilai atau menghitung sesuatu dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Pada penelitian digunakan teknik evaluasi. Teknik evaluasi bukan tes digolongkan sebagai Pengamatan (observation). Pengamatan merupakan teknik evaluasi yang dilakukan dengan pengamatan cermat dan teliti terhadap objek yang akan dievaluasi dan menuliskan hasil evaluasi dengan sistematis.